• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme pertahanan diri pada seseorang wanita dewasa awal yang maskulin : studi kasus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme pertahanan diri pada seseorang wanita dewasa awal yang maskulin : studi kasus."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

vii ABSTRAK

MEKANISME PERTAHANAN DIRI

PADA SESEORANG WANITA DEWASA AWAL YANG MASKULIN

(Studi Kasus)

Madelaine Sofia Wiranti Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan wanita dewasa yang maskulin. Mekanisme pertahanan diri muncul karena adanya kecemasan dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui oleh dirinya, tentunya peristiwa tersebut tidaklah menyenangkan sehingga menimbulkan rasa kecemasan. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri meliputi represi, penyangkalan, proyeksi, formasi reaksi, regresi, rasionalisasi, pengalihan, dansublimasi.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utama yang diperoleh melalui wawancara, data pendukung yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian, terdapat satu subjek wanita dewasa awal yang maskulin. Subjek saat ini berumur 22 tahun. Subjek mempunyai penampilan, berperilaku, dan bersosialisasi yang diidentifikasikan seperti laki-laki.

(2)

viii ABSTRACT

SELF DEFENSE MECHANISM

IN EARLY ADULT MASCULINE WOMEN WHO MASCULINE

(Case Study Concerning)

Madelaine Sofia Wiranti Sanata Dharma University

2015

This research aims to get a form of self-defense mechanism conducted by adult masculine women. Self defense mechanism appears because of the anxiety of experiences that once traversed by herself, of course, these events are not fun, causing a sense of anxiety. Forms of self-defense mechanisms include repression, denial, projection, reaction formation, regression, rationalization, transfer, and sublimation.

This research used qualitative research case study, with the main data obtained through interviews, supporting data obtained through observation. In the research, there is one subject of early adult masculine women. Subject is currently 22 years old. Subject has the appearance, behavior, and socializing who identified as male.

(3)

i

(Studi Kasus)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh:

Madelaine Sofia Wiranti 101114037

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

MOTTO

“Yang berbeda jangan disama-samakan. Yang sama jangan dibeda-bedakan”

(7)
(8)
(9)

vii ABSTRAK

MEKANISME PERTAHANAN DIRI

PADA SESEORANG WANITA DEWASA AWAL YANG MASKULIN

(Studi Kasus)

Madelaine Sofia Wiranti Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan wanita dewasa yang maskulin. Mekanisme pertahanan diri muncul karena adanya kecemasan dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui oleh dirinya, tentunya peristiwa tersebut tidaklah menyenangkan sehingga menimbulkan rasa kecemasan. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri meliputi represi, penyangkalan, proyeksi, formasi reaksi, regresi, rasionalisasi, pengalihan, dansublimasi.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utama yang diperoleh melalui wawancara, data pendukung yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian, terdapat satu subjek wanita dewasa awal yang maskulin. Subjek saat ini berumur 22 tahun. Subjek mempunyai penampilan, berperilaku, dan bersosialisasi yang diidentifikasikan seperti laki-laki.

(10)

viii ABSTRACT

SELF DEFENSE MECHANISM

IN EARLY ADULT MASCULINE WOMEN WHO MASCULINE

(Case Study Concerning)

Madelaine Sofia Wiranti Sanata Dharma University

2015

This research aims to get a form of self-defense mechanism conducted by adult masculine women. Self defense mechanism appears because of the anxiety of experiences that once traversed by herself, of course, these events are not fun, causing a sense of anxiety. Forms of self-defense mechanisms include repression, denial, projection, reaction formation, regression, rationalization, transfer, and sublimation.

This research used qualitative research case study, with the main data obtained through interviews, supporting data obtained through observation. In the research, there is one subject of early adult masculine women. Subject is currently 22 years old. Subject has the appearance, behavior, and socializing who identified as male.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang di

limpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini

merupakan tugas akhir dalam masa studi di jenjang Universitas. Melalui penulisan

skripsi, penulis mendapatkan banyak pembelajaran serta pengalaman baru selama

prosesnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dan

berjalan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah

dengan setia mendampingi penulis. Oleh karena itu secara khusus penulis

mengucapkan terimakasih secara tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan selama

penyelesaian skripsi.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan

dan Konseling yang telah bersedia membantu dalam persiapan menjelang

ujian skripsi.

3. Dra. M.J Retno Priyani, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan kepada penulis dalam

penyelesaian skripsi.

4. Dosen-dosen program studi Bimbingan dan Konseling yang telah

mendampingi peneliti selama menjalankan studi.

5. Subjek yang bersedia menjadi subjek penelitian.

(12)

x

memberi dukungan baik doa, semangat dan materi demi terselesainya skripsi

ini.

7. Mbak Wina, mbak Lia dan mbak Lina yang telah memberikan dukungan doa

dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

8. Sahabatku Utik yang telah memberi semangat dan telah merawat peneliti

ketika peneliti sakit ditengah-tengah mengerjakan skripsi.

9. Sahabatku Keke yang telah memberi banyak usulan dan semangat dalam

skripsi ini.

10. Sahabatku Al, Tia, Diana, Aap, Rima, Erni dan mbak Ayu yang telah

memberi semangat, selalu memberikan dukungan dan doa selama penulisan

skripsi.

11. Seluruh sahabat-sahabatku yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan dan doa selama penulisan skripsi ini.

12. Seluruh teman-teman angkatan 2010 yang telah mendukung dan memberi

(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Operasional Variabel ... 6

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Mekanisme Pertahanan Diri ... 7

(14)

xii

2. Bentuk-bentuk Mekanisme Pertahanan Diri ... 11

a.Represi ... 11

b.Penyangkalan ... 12

c. Proyeksi ... 13

d. Formasi Reaksi ... 14

e. Regresi ... 14

f. Rasionalisasi ... 15

g.Pengalihan ... 16

h. Sublimasi ... 16

B. Masa Dewasa Awal ... 17

1. Pengertian Dewasa Awal ... 17

2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 18

C. Wanita ... 19

1. Sifat Khas Wanita ... 20

2. Wanita Menurut Konsepsi Jawa ... 22

3. Wanita Maskulin ... 24

a. Kecemasan Wanita Maskulin ... 25

D. Mekanisme Pertahanan Diri Pada Wanita Dewasa Awal yang Maskulin ... 26

BAB III: METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian... 28

(15)

xiii

C. Metode Pengumpul Data ... 29

1. Riwayat Hidup ... 30

2. Wawancara ... 30

3. Observasi ... 32

4. Triangulasi ... 33

D. Validitas Data... 34

E. Teknik Analisis Data ... 34

1. Catatan awal ... 35

2. Catatan lanjut... 35

3. Penulisan transkrip dan pemberian kode ... 35

4. Membuat Kategori ... 36

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37

A. Pelaksanaan Penelitian ... 37

B. Hasil Penelitian ... 38

1. Identitas subjek... 38

2. Latar Belakang Keluarga ... 39

3. Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan ... 41

4. Ciri-ciri Kepribadian ... 41

5. Mekanisme Pertahanan Diri ... 43

a.Rasionalisasi ... 43

b.Represi ... 44

(16)

xiv

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran-saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara dengan Subjek ... 54

Lampiran 2. Hasil Observasi Subjek ... 62

Lampiran 3. Hasil Triangulasi ... 63

Lampiran 4. Data Hasil Pemberian Kategori Wawancara dengan

Subjek ... 64

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Ketika seorang wanita memasuki usia dewasa awal, seperti pada

tahap-tahap sebelumnya, dia dihadapkan dengan tugas-tugas perkembangan.

Jika wanita dewasa awal berhasil melakukan tugas perkembangannya, dia

akan mengalami rasa bahagia dan dapat melanjutkan tugas perkembangan

selanjutnya. Tugas perkembangan dewasa awal salah satunya adalah

menjalankan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.

Menjalankan peran sesuai jenis kelaminnya, berarti penampilan,

berpakaian, berperilaku dan cara berfikir sesuai dengan jenis kelamin. Adapun

sifat-sifat kewanitaan yang khas menurut Kartini (2006), yaitu: (1) narsisme,

merupakan sifat yang identik dengan wanita. Sifat narsisme memiliki unsur

mencintai diri sendiri dan keinginan untuk mencintai dirinya sendiri.

Mencintai diri sendiri dan adanya keinginan untuk mencintai dirinya sendiri,

wanita akan identik untuk merawat dirinya sendiri untuk berpenampilan

(19)

mengarah kepada dirinya sendiri. Pasif bukan berarti tidak melakukan

apa-apa, melainkan lebih sabar, berhati-hati, teliti, dan rela menderita (3)

identifikasi, itu berarti begitu erat-terikat dengan seseorang. Apabila dirinya

berpisah dengan orang tersebut dirinya merasa tidak bahagia walaupun dirinya

tidak sedang sendiri dan (4) sifat keibuan, yang disebut sifat keibuan adanya

rasa merawat, mendidik, dan mengasuh. Wanita dewasa yang belum menikah,

akan memiliki sifat keibuan dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan

ciri-ciri wanita yang khas tersebut, diharapkan wanita memenuhi ciri-ciri-ciri-ciri wanita

tersebut.

Sejak seseorang menyandang status dewasa, dirinya diharapkan siap

menerima kewajiban dan tanggung jawab kedewasaannya, yang ditunjukkan

dengan pola-pola perilaku yang wajar sesuai dengan kebudayaan sekitarnya.

Kewajiban dan tanggung jawab kedewasaan seseorang berkaitan dengan

peranan antara laki-laki dan wanita di masyarakat. Pada umumnya peranan

laki-laki bisa memimpin sebuah keluarga, mencari nafkah untuk

anaknya kelak dan peranan wanita adalah dapat melatih dan mengasuh

anak-anaknya.

Harapan ataupun konsep yang diyakini oleh kebudayaan di sekitar

mempengaruhi konsepsi sebagai wanita. Masyarakat Jawa mempunyai konsep

wanita, wanita haruslah merakati, berarti dapat memadu-madakan warna,

berbicara dengan lemah-lembut, berperilaku yang baik, halus, dan lembut,

(20)

dan mengasuh anak-anak, gumati juga berarti wanita selalu berusaha, belajar

dan bekerja untuk menaikkan segala kemampuan pribadi dan luluh, mampu

membuat segala keresahan, kebahagian, dan segala sesuatu yang baik dan

buruk dengan rasa sabar dan bisa mensyukuri segala sesuatu yang melimpah

mengenai dirinya (Kartini, 1992).

Di kehidupan bermasyarakat, terdapat norma sosial yang diharapkan

untuk wanita. Tetapi di dalam kenyataannya sekarang ada beberapa wanita

yang menyimpang dari konsep-konsep kefemininan. Wanita yang

menyimpang dari konsep-konsep kefemininan selalu dikaitkan dengan anak

perempuan yang bertingkah laku, berbicara dan berpakaian seperti seorang

anak laki-laki. Hal ini yang membedakan wanita tersebut dengan wanita pada

umumnya.

Wanita yang menyimpang dari konsep-konsep kefiminiman terdapat

pada subjek yang akan diteliti, subjek dianggap tidak feminim karena subjek

lebih cenderung bersikap maskulin. Ciri-ciri khas wanita maupun konsepsi

wanita Jawa tidak dimiliki oleh subjek, dari penampilan, berpakaian dan cara

berperilaku subjek cenderung seperti laki-laki. Subjek sendiri menganggap

dirinya indentik dengan laki-laki, tidak hanya satu atau dua wanita dewasa

awal yang maskulin. Wanita dewasa yang maskulin juga sering ditemukan di

tayangan televisi dan film-film, di tayangan televisi maupun di film-film

wanita dewasa awal yang maskulin menggambarkan wanita yang menyukai

(21)

respon terhadap wanita dewasa yang maskulin. Respon masyarakat dengan

wanita yang maskulin yang negative, memandang bahwa wanita yang

maskulin menyukai sesama jenis atau lesbi.

Respon masyarakat mengenai wanita maskulin, yang cenderung

negative membuat wanita maskulin mengalami atau merasakan kecemasan.

Kecemasan yang dialami tidaklah menyenangkan, maka wanita maskulin akan

melakukan apapun yang dibutuhkan untuk meredakan kecemasannya. Proses

yang digunakan untuk memerangi atau mengurangi kecemasan yang dialami

disebut dengan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri

dimiliki setiap orang, tetapi tidak semua mekanisme pertahanan dilakukan

secara bersamaan, mungkin hanya salah satu mekanisme pertahanan diri yang

digunakan atau bersifat tumpang tindih. Menurut Freud, bentuk-bentuk

mekanisme pertahanan diri yang umum yaitu: (1) represi, (2) penyangkalan,

(3) proyeksi, (4)formasi reaksi, (5) regresi, (6) rasionalisasi, (7) pengalihan,

(8)sublimasi(Hidayat, 2011).

Rasa kecemasan yang dialami oleh setiap individu akan berbeda satu

sama lain, termasuk wanita dewasa awal yang maskulin. Untuk mengurangi

rasa kecemasan tersebut, wanita dewasa awal yang maskulin akan melakukan

mekanisme pertahanan diri. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini

ingin mengetahui bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri wanita dewasa

awal yang maskulin ketika subjek berada di masyarakat, dengan subjek yang

(22)

B. Rumusan Masalah

Apa bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh

seseorang wanita dewasa awal yang berpenampilan maskulin?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari studi ini adalah menuliskan bentuk mekanisme pertahanan

diri seseorang wanita dewasa awal yang maskulin dengan melakukan studi

kasus pada subjek.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini:

1. Secara Kajian Keilmuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk

menambah wawasan dan pengembangan penelitian dalam bidang ilmu

Bimbingan dan Konseling, khususnya mengenai mekanisme pertahanan

diri.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan bagi wanita usia

dewasa awal agar memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan

melakukan mekanisme pertahanan diri agar bisa berkembang lebih

(23)

E. Definisi Operasional Variabel

1. Mekanisme pertahanan diri adalah respon spontan yang dilakukan

individu untuk mengurangi kecemasan. Apabila respon spontan yang

dilakukan individu efektif mengurangi rasa kecemasan, maka individu

akan melakukan pengulangan respon spontan tersebut. Individu akan

mengurangi rasa kecemasannya yang sama, dengan melakukan respon

spontan yang sama sesuai dengan pengalamannya untuk mengurangi rasa

kecemasannya.

2. Wanita maskulin adalah wanita yang mempunyai penampilan, cara

berbicara, berfikir seperti laki-laki pada umumnya. Wanita yang

berpenampilan maskulin, merasa dirinya mempunyai ciri, minat dan

ketrampilan bersosialisasi di masyarakat yang cenderung dilakukan oleh

(24)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dikaji landasan teori yang berkaitan dengan masalah

penelitian. Topik-topik dalam bab ini yaitu mekanisme pertahanan diri dan

wanita dewasa awal.

A. Mekanisme Pertahanan Diri

1. Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri

Anna Freud (Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan bahwa di bawah

tekanan atau kecemasan yang berlebihan, Ego terkadang harus menempuh

cara tertentu atau kecemasan untuk mengurangi atau menghilangkan

tekanan. Cara untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan itu disebut

mekanisme pertahanan ego. Kecemasan yang dialami individu

memperingatkan bahwa jika individu terus berpikir atau berperilaku

dengan cara tertentu, individu akan di dalam bahaya. Kecemasan yang

dialami tidaklah menyenangkan, maka individu akan melakukan yang

dibutuhkan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa kecemasannya.

Menurut Post

(http://nuraminsaleh.blogspot.com/2013/01/pengertian-kecemasan-menurut-para-ahli.html?m=1) kecemasan adalah kondisi

(25)

subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai

dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Kecemasan berfungsi sebagai

mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada

kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka

bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Mekanisme pertahanan diri mempunyai dua ciri umum, yaitu (1)

menyangkal, memalsukan atau mendistorsi kenyataan, dan (2) bekerja

secara tidak sadar sehingga individu yang melakukan mekanisme

pertahanan diri tidak tahu apa yang sedang terjadi (Hall & Lindzey, 1993).

Ketidaksadaran individu ketika melakukan mekanisme pertahanan diri,

dapat membuat individu melakukan mekanisme pertahanan diri secara

terus-menerus untuk mengurangi kecemasannya. Apabila pertahanan diri

dilakukan secara terus-menerus maka dapat menjadikan mekanisme

pertahanan diri menetap pada sifat pribadi individu.

Proses terjadinya mekanisme pertahanan diri tidak terlepas dari

dinamika antara id, ego, dan superego. Id berisikan insting-insting yang

telah ada sejak lahir. Insting-insting id merupakan kebutuhan-kebutuhan

badani, id menuntut untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut

dengan perilaku yang menyenangkan bagi dirinya. Pemenuhan kebutuhan

yang dilakukan id dengan cara membentuk khayalan tentang objek yang

(26)

tegangan dengan perilaku menyenangkan dan menghindari kesakitan,

disebut dengan prinsip kesenangan (Olson & Hergenhahn, 2013).

Struktur kepribadian selanjutnya adalah ego. Ego berkembang dan

upaya untuk mencocokkan khayalan-hkhayalan yang dibentuk oleh id

dengan kejadian-kejadian di dunia nyata (Olson & Hergenhahn, 2013).

Cara kerja ego untuk mengurangi ketegangan adalah dengan menciptakan

perilaku sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang sungguh bisa

memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang terbentuk dariid, dengan begitu

ego menolerasi ketegangan dengan cara berpikir yang rasional. Fungsiego

adalah dapat mengontrol tindakan-tindakan, karena ego yang memilih

dimana lingkungan yang akan diberikan respon, dan memutuskan

insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Jika id

disebut dengan prinsip kesenanangan, ego disebut dengan prinsip

kenyataan. Namun, terkadang kita harus menyampingkan kenyataan untuk

memenuhi tegangan dari id, yang selalu mendorong untuk menghindari

rasa menyakitkan atau mengancam. Dorongan untuk menyampingkan

kenyataan untuk menghindari rasa menyakitkan atau mengancam itu

disebut dengan mekanisme pertahanan diri (Friedman & Schustack, 2006).

Manusia merupakan makhluk sosial, dengan begitu kita akan hidup

dengan orang lain, keluarga dan masyarakat disekitar. Di lingkungan

masyarakat dan keluarga yang kita tinggal, tentunya mempunyai nilai yang

(27)

hukuman-hukuman yang telah dialami oleh seseorang dapat mengontrol

perilaku seseorang. Di sinilah cara kerja struktur ke-3 yaitu superego.

Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita

tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orangtua kepada anak, dan

dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah-hadiah atau

hukuman-hukuman (Hall & Lindzey, 1993). Dengan kata lain, bergantung nilai-nilai

yang dianut oleh orangtuanya, apakah perilaku anak diberikan penguatan

atau hukuman. Superego berkembang sepenuhnya ketika kontrol diri

menggantikan kontrol orangtua langsung atau lingkungan (Olson &

Hergenhahn, 2013). Superego memiliki 3 fungsi, yaitu: (1) merintangi

impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif, karena

inilah impuls-impuls yang peryataannya sangat dikutuk oleh masyarakat,

(2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan realistis dengan

tujuan-tujuan moralitas, (3) superego mengejar kesempurnaan, karena itu

cenderung untuk menentang id maupun ego, dan membuat dunia menurut

gambarannya sendiri (Hall & Lindzey, 1993).

Contoh proses pembentukan mekanisme pertahanan diri dalam

penelitian ini adalah id di dalam individu wanita maskulin adalah ingin

dimengerti atau diterima penampilannya, cara berfikir dan bertingkah laku

seperti laki-laki dengan lingkungan disekitarnya. Wanita maskulin tidak

ingin berubah karena adanya keinginan dan nyaman dengan penampilan

(28)

nilai-nilai tentang wanita maskulin. Jika dirinya tidak ingin dinilai

negative karena penampilannya dan perilakunya, dirinya harus sedikit-demi

sedikit berubah, walaupun belum sepenuhnya sesuai dengan harapan

masyarakat. Egowanita maskulin, dirinya nyaman dengan penampilan dan

perilakunya saat ini, tetapi tidak semua masyarakat disekitar yang bisa

menerima wanita maskulin. Wanita maskulin menyampingkan kenyataan

bahwa harapan masyarakat yang mempunyai konsepsi wanita dengan

dirinya untuk memenuhi keinginanan berpenampilan yang saat ini.

Menyampingkan kenyataan ini untuk memenuhi dorongan id tersebut

dengan melakukan mekanisme pertahanan diri.

2. Bentuk-bentuk Mekanisme Pertahanan Diri

Tidak semua mekanisme pertahanan dilakukan secara bersamaan,

hanya salah satu mekanisme pertahanan diri yang digunakan atau bersifat

tumpang tindih.

Ada beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri, yaitu (Hidayat,

2011):

a. Represi

Mekanisme pertahanan utama yaitu represi. Dalam

represi, pemikiran, ide atau keinginan dibebaskan dari

kesadaran. Hal itu merupakan hal yang traumatis dan

mengancam diri individu yang kemudian dikubur dalam

(29)

(Cervone & Pervin, 2011). Untuk berhasil dalam mencegah

timbulnya kembali kecemasan, maka rasa kecemasan harus

disembunyikan dalam bentuk lambang tertentu (Hall &

Lindzey, 1993).

Dengan penggunaan represi, individu dapat

menyingkirkan pikiran atau hal-hal yang tidak dapat

diterima dari kesadaran; namun, keberadaannya tetaplah

nyata sebagai keadaannya dulu. Penggunaan represi

memerlukan sejumlah besar energi, yang sering

menyebabkan keletihan emosi. (Poduska, 1990).

b. Penyangkalan (denial)

Penyangkalan merupakan mekanisme pertahanan diri

yang berkaitan dengan represi dan melibatkan penyangkalan

terhadap keberadaan beberapa ancaman atau kejadian

traumatik yang dialami. (Hidayat, 2011).

Menurut Poduska (1990) Penyangkalan adalah suatu

mekanisme pertahanan, dimana individu berusaha untuk

lepas dari kenyataan atau realitas yang sebenarnya. Menurut

Baumeister, Dale, & Sommer (dalam Friedman &

Schustack, 2006) ketika individu melakukan mekanisme

(30)

berbohong pada dirinya sendiri agar kecemasan yang

dialami berkurang.

Contohnya meliputi penolakan untuk mempercayai

bahwa seseorang yang dicintainya sudah meninggal dunia,

penyangkalan untuk mengakui sifat-sifat negative kekasih;

menolak untuk meyakini jika cara buruk seseorang

mengemudi adalah penyebab suatu kecelakaan.

c. Proyeksi

Individu mempertahankan diri dari pengakuan terhadap

kualitas negative diri sendiri dengan memproyeksikannya

pada orang lain (Cervone & Pervin, 2011). Dengan kata

lain, proyeksi adalah mekanisme pertahanan di mana impuls

yang menyebabkan kecemasan dikeluarkan dengan cara

mengarahkan kecemasan tersebut, atau memproyeksikannya

ke orang lain.

Ide dasarnya adalah bahwa orang cenderung berkutat

pada karakteristik yang tidak mereka sukai. Contohnya:

“kemalasan” sudah menjadi konsep yang ada didalam

pikiran kita. Maka, ketika kita melihat seorang laki-laki

duduk dipinggir pantai menggunakan baju kerja kita

langsung mengatakan bahwa laki-laki itu malas bekerja

(31)

santai di pinggir pantai (Hall & Lindzey, 1993).

Ancaman-ancaman dari dalam diri seseorang diahlikan kepada

orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya terhindar dari rasa

kecemasan yang dialami dirinya sendiri.

d. Formasi Reaksi

Tindakan defensif ini berupa menggantikan suatu

perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau

kebalikannya dalam kesadaran. Misalnya, benci diganti

cinta. Impuls aslinya masih tetap ada tetapi tertutup atau

tersembunyi di balik suatu impuls lain yang tidak

menimbulkan kecemasan. Bentuk-bentuk ekstrim tingkah

laku macam manapun biasanya menandakan pembentukan

reaksi (Hall & Lindzey, 1993). Dorongan-dorongan yang

mengancam dengan cara sangat berfokus pada suatu yang

merupakan kebalikan dari pikiran dan tindakan seseorang

yang sebenarnya (Friedman & Schustack, 2006). Dengan

demikian mekanisme ini, tindakan individu membalikkan

atau melawan perasaan yang sebenarnya yang dirasakan

atau dipikirkan.

e. Regresi

Seseorang yang mendapatkan pengalaman-pengalaman

(32)

lebih awal. Misalnya, anak yang takut pada hari pertama

masuk sekolah bisa melakukan menangis, mengisap ibu

jarinya, terus berpegangan pada guru atau bersembunyi di

sudut kelas (Hall & Lindzey, 1993).

Dalam regresi, kita kembali ke masa-masa kehidupan

yang lebih awal dan lebih nyaman. Mekanimse pertahanan

ini paling mudah dilihat pada anak-anak. Seorang anak yang

merasa terancam ketika mulai bersekolah mungkin mulai

berperilaku seperti seorang bayi. Lebih khusus lagi, regresi

dapat terjadi ke masa di mana sebelumnya terdapat fiksasi.

Pada orang dewasa pencemas yang mulai merengek seperti

anak kecil, menuntut kasih sayang keibuan, atau seorang

pria yang tertekan akan mencoba berbaring di dada istrinya,

atau seorang wanita yang tertekan akan duduk di pangkuan

suaminya.

f. Rasionalisasi

Bentuk mekanisme pertahanan diri yang terjadi dengan

menafsirkan ulang sebuah perilaku menjadi lebih rasional

dan dapat diterima. Kita berusaha memaafkan atau

membenarkan sebuah ancaman yang awalnya menyakitkan

dengan cara memberikan penjelasan yang rasional (Hidayat,

(33)

merasa kelegaan dan terhindar dari rasa bersalahnya, karena

perasaan yang menyakitkan dapat diberikan alasan yang

lebih rasional dan tidak menyakitkan atau mengibur dirinya

sendiri.

g. Pengalihan (Displacement)

Pengalihan adalah pengubahan sasaran ketakutan atau

hasrat tidak sadar seseorang. Sasaran ketakutan atau hasrat

untuk mengurangi rasa kecemasan disebut dengan objek

pengganti. Objek pengganti adalah sesuatu yang tidak

menjadi ancaman bagi dirinya, meskipun penggantian objek

pengganti tidak akan meredakan ketegangan secara

memuaskan, seperti halnya jika langsung diarahkan kepada

orang atau objek asli (Hidayat, 2011). Pengalihan

menyebabkan terjadinya tindakan agresif ke objek pengganti

seperti membanting pintu, memukul meja atau tembok.

h. Sublimasi

Mekanisme pertahanan diri dalam bentuk sublimasi

adalah bentuk pengalihan impuls id yang dilakukan dengan

menyalurkannya ke dalam bentuk perilaku yang lebih

terpuji dan dapat diterima oleh masyarakat (Hidayat, 2011).

Perilaku yang lebih terpuji dan dapat diterima oleh

(34)

dengan perasaan yang ingin dilepaskan individu (Poduska,

1990)

Sebagai contoh, penahanan feses dapat menimbulkan

hasrat untuk mengendalikan dan mengatur kehidupan semua

orang di sekitarnya. Melalui sublimasi, dorongan-dorongan

ini diubah menjadi hasrat untuk mengatur aktivitas

anak-anak atau membersihkan bantaran sungai lokal (Friedman &

Schustack, 2006).

B. Masa Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Mappiare (1983) memberikan pengertian masa dewasa dipandang

dari 3 sudut pandang: sudut pandang hukum, pendidikan dan biologis

a. Secara hukum dewasa awal dimulai pada umur 21 tahun

(meskipun belum menikah) atau sudah menikah (belum berusia 21

tahun) dan dapat dituntut tanggung jawab atas

perbuatan-perbuatannya.

b. Pada sudut pandang pendidikan, masa dewasa merupakan masa

dicapainya keemasan kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai ajar

latih yang ditunjang oleh kesiapan.

c. Secara biologis masa dewasa awal adalah suatu keadaan

tumbuhnya ukuran-ukuran tubuh dan mencapai kekuatan maksimal

(35)

Ketiga pandangan di atas menunjukkan permulaan periode dewasa

awal dan pengertian dewasa awal, dari ketiga pandangan tersebut terdapat

pandangan lain tentang periode dewasa awal tentang peran dan tanggung

jawab yang diharapkan oleh masyarakat. Masa dewasa awal merupakan

periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan

harapan-harapan sosial baru. Individu diharapkan dapat menjalankan peran baru,

seperti peran suami/istri, orangtua, dan pencari nafkah, dan

mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keingan dan nilai-nilai baru

sesuai dengan tugas-tugas baru (Hurlock, 1980).

2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal

Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau

memasuki suatu periode tertentu dari kehidupam individu, apabila berhasil

maka akan menimbulkan perasaan bahagia dan dapat melanjutkan tugas

perkembangan selanjutnya, namun bila gagal, akan menimbulkan perasaan

tidak bahagia dan kesulitan menghadapi tugas-tugas perkembangan

selanjutnya (Hurlock, 1980).

Sebelum memasuki masa dewasa awal, seseorang memasuki masa

remaja. Di setiap periode mempunyai tugas-tugas perkembangannya, sama

seperti masa remaja. Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah

seseorang berkembang sesuai dengan perannya, pada anak perempuan

(36)

sehingga minat anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai perbedaan

(Hurlock, 1980).

Setelah memasuki masa dewasa awal, seseorang haruslah lebih

mantap dan memahami bagaimana dirinya harus bersikap sesuai dengan

perannya. Apabila ketika memasuki dewasa awal, seseorang belum

mantap dan memahami dengan pilihannya berarti dirinya belum atau tidak

berhasil menjalankan tugas perkembangan diperiode sebelumnya yaitu

masa remaja.

Berdasarkan pengertiannya, keberhasilan individu menjalankan

tugas perkembangan di dalam suatu periode, bergantung dengan

keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan di periode

sebelumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan

individu dalam menjalankan tugas perkembangan dewasa awal

dipengaruhi oleh keberhasilan dalam menjalankan tugas perkembangan

pada saat remaja.

C. Wanita

Terdapat dua unsur yang membedakan antara wanita dan laki-laki,

yaitu: unsur psike/jiwa dan unsur jasmani (Kartini, 2006). Dari unsur

jasmani, seseorang akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika ia memiliki

penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma. Sementara

(37)

rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara)

dan mengalami kehamilan dan proses melahirkan.

Sesuai dengan tugas perkembangan wanita dewasa awal, wanita

mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya,

berlandaskan pola pilihannya sendiri, menuju pada taraf kehidupan yang

lebih tinggi. Jadi, ada usaha “penyempurnaan diri” menurut satu pola

kebaikan. Sebagai pribadi yang mandiri, wanita adalah pengada dan

pembentuk. Sebagai pribadi, wanita sebagai pembentuk, dapat dilihat

dengan peranan wanita sebagai ibu untuk merawat dan membentuk

karakter anak-anaknya. Wanita memiliki pribadi yang lebih detail

dibandingkan dengan laki-laki, hal ini ditunjukkan peranan wanita sebagai

ibu rumah tangga yang bertugas untuk membersikan rumah dan

menyiapkan keperluan sehari-hari di rumah.

1. Sifat-Sifat Khas Wanita

Wanita mempunyai sifat-sifat khusus, sehingga wanita dapat

dibedakan antara wanita dan laki-laki. Menurut Kartini (2006), terdapat

sifat-sifat khas wanita, yaitu:

a. Narsisme

Narsisme atau “cinta-diri sendiri”. Narsisme ini sangat

berpengaruh pada pembentukan kepribadian wanita. Oleh karena itu

gejala narsisme biasanya dikaitkan dengan pribadi wanita, dengan

(38)

banyak diidentikkan dengan sifat-sifat kewanitaan. Freud

menyatakan, narsisme pada wanita mempunyai daya-tarik yang amat

besar bagi orang lain itu bersumber pada sifat-sifat yang narsistis tadi;

yaitu unsur cinta-diri sendiri, dan keinginan untuk mencintai diri

sendiri. Mencintai diri sendiri, dilakukan dengan cara merawat diri

sendiri, berpenampilan agar menarik perhatian dari lawan jenis.

b. Kepasifan dan Masokhisme

Ciri lain dari wanita dewasa ialah kecenderungan kuat untuk

bersikap pasif dan semakin menguatkanmasokhisme.Kecenderungan

pada kepasifan itu lebih baik disebutkan sebagai “aktivitas yang

mengarah ke dalam”, mengarah pada diri sendiri. Namun hendaknya

dipahamai, bahwa kepasifan tersebut bukan berarti tidak bergerak,

kekosongan, atau tidak berbuat sesuatu kegiatan. Melainkan aktivitas

yang mengarah ke dalam itu menunjukkan adanya fungsi

kegiatan-kegiatan tertentu untuk: memupuk sifat-sifat belas-kasih, sabar,

berhati-hati, teliti, dan rela menderita.

c. Identifikasi

Identifikasi di sini yang berarti wanita dengan begitu

erat-terikat pada seseorang yang sudah dianggapnya nyaman dan aman

bagi dirinya. Indentifikasi secara ketat, dapat menyebabkan apabila

(39)

tidak akan merasakan kebahagian jika ia terlampau lama berpisah

dengan orang tersebut, sekalipun wanita ini tidak sedang sendiri.

d. Sifat keibuan

Bila bicara tentang wanita, tidak terhindarkan untuk langsung

mengaitkannya dengan peran dan statusnya sebagi ibu. Justru karena

peran dan statusnya sebagai (calon) ibu-lah yang membuat membuat

wanita memiliki sifat keibuan. Sifat keibuan yang dimaksut adalah

rasa merawat, mendidik dan mengasuh. Sebagai wanita dewasa awal,

mungkin tidak langsung merawat, mendidik dan mengasuh anak (bagi

yang belum menikah), wanita akan memiliki sifat keibuan terhadap

perilaku untuk orang-orang disekitarnya.

2. Keutamaan Wanita Menurut Konsepsi Budaya Jawa

Seseorang yang sudah memasuki usia dewasa, diharapkan siap

menerima kewajiban dan tanggung jawab kedewasaan, yang ditunjukkan

dengan pola-pola perilaku yang wajar sesuai dengan kebudayaan

sekitarnya. Harapan atau konsep yang diyakini oleh kebudayaan Jawa

sebagai wanita menurut Kartini (1992), yaitu:

a. Merak-ati

Merak-ati itu berarti: membangun kemanisan, memperlihat

keindahan, mampu mengkombinasikan warna-warna yang beraneka

ragam untuk “ngadi sarira” atau memperindah diri. Ayu wajahnya dan

(40)

yang “sumeh”, menawan hati. “Kewes” dan “ririh-ruruh” bicaranya;

artinya: bergaya dan menarik hati, lagi pula lemah-lembut bicaranya.

Luwes, halus, gemulai dan meresap-sedap dipandang mata segala gaya

serta tingkah lakunya.

b. Gemati

Gemati berarti: memelihara, mengawetkan segala sesuatu.

Gemati juga berarti “cecawis”; artinya selalu menyediakan segala

perlengkapan, serta membekali dan melayani kebutuhan keluarganya.

Gemati juga bersifat “bangkit-miranteni”, artinya: selalu sibuk

melengkapi segala kebutuhan seisi rumah dan anggota keluarga. Teliti

dan berhati-hati dalam segala tindakan. Mampu mendidik puta-putri

dengan tekun dan penuh kasih-sayang.

Karena itu wanita disebut sebagai sumber dari kasih sayang,

dan sumber dari kehidupan. Wanita juga diharapkan mampu

menghibur serta merawat orang-orang yang sakit; baik yang sakit

secara jasmaniah maupun rohaniahnya. Gemati juga mengandung arti

mardi” yaitu selalu berusaha, belajar dan bekerja untuk menaikkan

segala kemampuan pribadi.

c. Luluh

Luluh disini berarti: “ajering manah”, yaitu: hati dan

perasaannya sudah luluh berpadu menjadi satu dengan suami dan

(41)

samodra jembar-lebar yang mampu memuat segala keresahan,

nestapa, kebahagian, dan segala sesuatu yang baik dan buruk dengan

rasa sabar.

Luluh berarti juga “narimah sumarah”, yaitu: bisa mensyukuri

segala sesuatu yang melimpah dan/mengenai dirinya dengan rasa

tawakal. Wanita harus mematuhi semua perintah suami dan orangtua.

Ibu-ibu harus bisa melegakan hati para putranya; artinya: bisa

menuntun para putra-putrinya menempuh jalan benar, dan membuat

senang bahagia anak-anaknya. Tidak “esak-rupak lan puguh”; artinya

tidak suka bermalas-malasan. Setiap saat ia tekun mawas diri.

3. Wanita Yang Maskulin

Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat wanita yang

memiliki sifat dan sikap yang cenderung kelaki-lakian. Wanita yang

cenderung kelaki-lakian yang kuat, memiliki ciri psikologis; wanita

tipe ini merasa seakan-akan tidak pernah memiliki seorang ibu; ia

merasa lebih mirip atau lebih dekat pada ayahnya, yang seorang pria,

dengan mengecilkan fungsi dan arti dari ibunya sendiri, kepribadian

wanita tadi mengalami kemiskinan psikis yang sangat kronis, wanita

tipe ini menganggap dirinya identik-sama dengan laki-laki, dan merasa

lebih superieur daripada sesama wanita, lalu ia membuang jauh-jauh

(42)

Di dalam kehidupan bermasyarakat, untuk mengartikan peran

jenis kelamin adalah dengan karakteristik sebagai maskulin, feminin

atau androgini. Menurut Rothausen (Ammiriel, Yadi & Susatyo,

2007) karakteristik orang sangat maskulin adalah orang yang memiliki

ciri-ciri, minat, kegemaran, dan ketrampilan bermasyarakat yang

secara khusus dikaitkan dengan sifat kejantanan. Seseorang yang

bersifat feminin adalah orang yang memiliki dirinya memiliki ciri-ciri,

minat, kegemaran, dan ketrampilan bermasyarakat yang bersifat

kewanitaan.

Peran jenis kelamin androgini merupakan orang yang bergerak

di luar peran gender tradisional. Orang yang mempunyai peran jenis

kelamin androgini memiliki integrasi secara aspek maskulin dan

feminin dalam gaya hidup mereka, individu yang mempunyai peran

androgini ini lebih fleksibel dalam beradaptasi yang lebih baik untuk

beragam situasi sosial.

a. Kecemasan yang dialami oleh wanita maskulin

Wanita maskulin yang mempunyai aktivitas yang aktif,

mempunyai kecemasan-kecemasan. Kecemasan yang dialami oleh

seseorang wanita maskulin berhubungan dengan orang lain

maupun kecemasan yang tidak ada hubungan dengan orang lain.

Kecemasan yang dialami wanita maskulin menurut Kartini (1992),

(43)

1) Wanita maskulin mempunyai pikiran bahwa, wanita akan

selalu menduduki “klas kambing” saja dalam masyarakat,

sehingga sebisa mungkin wanita yang berkarakteristik aktif

menunjukkan bahwa wanita tidak selalu di bawah laki-laki,

2) Ketakutan pada unsur-unsur feminitasnya sendiri dalam bentuk

gejala neurotik, gangguan kehidupan emosional dan gangguan

fungsi-fungsi kewanitaan yang spesifik ( seperti gangguan

dalam siklus menstruasi, gangguan fisik, dan psikhis waktu

hamil, kesukaran ketika melahirkan bayi, dan lain-lain),

3) Dalam kehidupan cintanya, banyak mengalami kekecewaan

karena cinta tersebut “dirasionalkan”. Sehingga wanita

maskulin mengalami kecemasan dalam kehidupan cintanya,

bahwa dirinya tidak berhasil untuk menemukan pasangan.

D. Mekanisme Pertahanan Diri Seseorang Wanita Dewasa Awal yang Maskulin

Masa dewasa awal akan merasa bahagia apabila tugas

perkembangan dirinya sepenuhnya dipenuhi. Pemenuhan tugas

perkembangan sesuai umurnya saat ini, tugas perkembangan sebelumnya

haruslah sudah dipenuhi. Dengan begitu, individu akan merasa bahagia

karena melaksanakan tugas perkembangan sesuai dengan tahap

perkembangannya (Hurlock, 1980). Pada saat masa dewasa awal,

(44)

dari pengalaman masa lalunya. Salah satu tugas perkembangan masa

dewasa awal adalah memenuhi tanggung jawab dan peranan seperti yang

diharapkan oleh masyarakat.

Ketika wanita maskulin bergaul atau bersosialisasi dengan

lingkungan disekitarnya, terdapat tekanan emosi yang dialami oleh wanita

maskulin. Tekanan emosi tersebut kemudian akan memberikan dampak

negatif terhadap perkembangan emosi di dalam dirinya sehingga dirinya

menjadi cemas. Sumber kecemasan ini berasal dari beberapa hal, yaitu

wanita tidak boleh dianggap oleh masyarakat “klas kambing”, memiliki

ketakutan pada unsur-unsur feminitasnya dan Dalam kehidupan cintanya,

banyak mengalami kekecewaan karena cinta tersebut “dirasionalkan”

(Kartini, 1992).

Kecemasan yang dialami wanita dewasa awal yang berasal dari

sumber-sumber kecemasan itu terdorong untuk mencari jalan keluar

dengan cara melakukan mekanisme pertahanan diri. Misalnya, wanita

dewasa awal melupakan kekecewaannya dengan cara menekan

kekecewaannya itu sampai kealam bawah sadarnya, sehingga ia tidak

menyadari hal-hal yang menyakitkan tersebut memindahkan rasa

kekecewaannya tersebut kepada orang lain. Mekanisme pertahanan diri

yang diuraikan dalam penelitian ini, antara lain: represi, penyangkalan,

pembentukan reaksi, proyeksi, regresi, rasionalisasi, penggantian, dan

(45)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian.

Hal yang berkaitan antara lain: jenis penelitian, subjek penelitian, metode

pengumpulan data, lokasi dan sasaran penelitian, waktu pelaksanaan,

langkah-langkah/ tahap penelitian, teknik pengujian keabsahan data dan teknik analisi/

pengolahan data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh sebab itu,

penelitian kualitatif dilakukan secara intensif dengan partisipasi dari peneliti

sendiri selama berada di lapangan. Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2010)

menyebutkan bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang

terkumpul biasanya berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan

pada angka, dan lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati). Teori

yang digunakan dalam penyusunan masih bersifat sementara, dan akan

berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial dan

disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan. Berdasarkan teori di

dalam penelitian kualitatif masalah pada penelitian dapat diteliti dan diketahui

(46)

Penelitian studi kasus juga dapat berfokus kepada rutinitas yang sejak

dahulu sudah terjadi, kejadian sehari-hari. Penelitian kualitatif, hasilnya tidak

dapat diramalkan atau bersifat baku. Dengan demikian, data yang diperoleh

bergantung kepada peserta peneliti, tujuan penelitian dan konteks penelitian yang

hendak dilakukan (Tohirin, 2012).

B. Subyek Penelitian

Subjek dalam studi kasus dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan

penelitian (Tohirin, 2012). Subjek di dalam penelitian ini dipilih berdasarkan

beberapa kriteria usia dewasa awal, subjek berumur 22 tahun. Subjek saat ini

merupakan lulusan dari universitas swasta di Yogyakarta. Subjek memenuhi

kriteria subjek penelitian, subjek berjenis kelamin wanita yang berpenampilan

maskulin. Ciri-ciri subjek, berambut pendek yang menyerupai laki-laki, selalu

menggunakan sepatucats, berpenampilan seperti laki-laki, bertingkah laku seperti

laki-laki, berbicara seperti seorang anak laki-laki, dan subjek memiliki sirklus

menstruasi 2 bulan satu kali.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan pengertian yang luas,

lebih lengkap dan lebih mendalam tentang subjek yang hendak diteliti, serta

membantunya untuk memperoleh pemahaman akan diri sendiri. Penelitian ini

(47)

Teknik pencatatan data dalam penelitian ini dengan cara menceritakan

kembali suatu kejadian dan keadaan lingkungan, yang bertujuan untuk

memperoleh data yang luas dan tentang tingkah laku, kehidupan sosial serta

lingkungan sosial subjek. Metode pencatatan ini dilakukan dengan cara

mengidentifikasikan mekanisme pertahanan diri yang dilakukan subjek.

Penulis menggunakan beberapa metode dalam usaha untuk memperoleh

data dan informasi tersebut, yaitu:

1. Riwayat Hidup

Pedoman riwayat hidup digunakan untuk memperoleh dan mengetahui

data tentang latar belakang kehidupan subjek penelitian. Riwayat hidup

diperoleh dari bertanya langsung kepada subjek tentang data diri subjek, data

keluarga, tentang riwayat kehidupan termasuk pekerjaan, pendidikan, dan

kesehatan.

2. Wawancara

Esterberg (dalam Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa, wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui

tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Dalam wawancara informasi ini, penulis melengkapi informasi yang

telah terkumpul dan mengecek kebenaran informasi yang telah penulis

peroleh. Wawancara ini dilakukan terhadap subjek sendiri dan teman dekat

(48)

yang dialami oleh wanita dewasa awal. Agenda yang direncanakan peneliti

untuk bertemu dengan subjek:

a. Tanggal : 21 Desember 2015

Tempat : Rumah Makan

Isi Pertemuan : Bertemu dengan subjek untuk menjelaskan

penelitian yang dilakukan dengan melakukan wawancara dan

observasi. Wawancara dilakukan dengan menanyakan identitas

subjek.

b. Tanggal : 5 Januari 2015

Tempat : Rumah Makan

Isi Pertemuan : Melakukan wawancara, dengan memberikan

pertanyaan tentang ketakutan terhadap unsur-unsur kefeminitasnya.

c. Tanggal : 9 Januari 2015

Tempat : Rumah Makan

Isi Pertemuan : Melakukan wawancara.

Berikut ini akan dijabarkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan

kecemasan yang dialami oleh wanita maskulin, yang beraktivitas aktif

(Kartini, 1992):

a. Aspek : Ketakutan pada unsur-unsur feminitasnya sendiri dalam

bentuk gejala neurotic, gangguan kehidupan emosional dan

gangguan fungsi-fungsi kewanitaan yang spesifik

(49)

1) Apakah kamu merasa cemas karena kamu mempunyai hormon

yang berbeda dengan wanita yang lain?

2) Apakah kamu merasa mudah marah, atau tersinggung oleh

orang lain yang mengomentari penampilanmu?

3) Apakah kamu merasa cemas dengan penampilan kamu yang

terbilang tidak feminin?

4) Adakah kamu mempunyai prasangka, bahwa masyarakat

menilaimu negative dengan penampilanmu? Jika iya, prasangka

apakah itu? Apa yang kamu lakukan apabila pikiran tersebut

tiba-tiba muncul?

5) Apakah kamu ada niatan untuk mengubah penampilanmu yang

sekarang? Alasannya?

6) Apakah penampilanmu saat ini membuat dirimu nyaman atau

tidak? Alasannya?

7) Adakah waktu atau situasi seperti apa yang bisa mengubah

penampilanmu?

3. Observasi

Nasution (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar

ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu

fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Tujuan

observasi adalah mendiskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas

mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Observasi dilakukan selama melakukan wawancara dengan subjek,

peneliti melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan

(50)

pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participant

observation).Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari

subjek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data

penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang

dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasaka suka dukanya. (Sugiyono,

2010).

Waktu melakukan observasi bisa sewaktu-waktu, karena mekanisme

pertahanan diri dilakukan secara spontan ketika subjek merasakan kecemasan,

dan subjek tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan diri. Peneliti sudah

mengetahui tentang mekanisme pertahanan diri, sehingga peneliti tahu ketika

subjek sedang melakukan mekanisme pertahanan diri.

4. Triangulasi

Triangulasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

triangulasi penggunaan sumber. Triangulasi penggunaan sumber, peneliti

melakukan antara lain: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan

data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan

umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa

yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya

sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan seseorang dengan berbagai

pendapat; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

(51)

D. Validasi Data

Pengumpulan data untuk sebuah studi kasus ialah mengecek data kita dengan

berbagai metode dan berbagai sumber. Dengan menggunakan observasi

berperanserta (participant observation), maka akan lebih meningkatkan kekuatan

data yang telah diperoleh dan data yang diperoleh menjadi luas, konsisten dan

tuntas. Triangulasi selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga

dilakukan untuk memperkaya data.

E. Teknik Analisis Data

Bogdan (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa, analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah

dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Setelah data

dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data.

Pembuatan kode (coding) menurut Miles dan Huberman (dalam Ahmad,

2014: 209), adalah etiket atau label untuk menandai unit-unit makna pada

informasi deskriptif atau inferensial yang disetujui selama suatu kajian. Menurut

Ahmad (2014: 210), pengkodean data adalah pekerjaan yang berat dari

penumpukan data mentah ke dalam tumpukan yang dapat dikelola. Pembuatan

kode merupakan tahapan terpenting pada penelitian kualitatif, maka langkahnya

(52)

1. Catatan Awal

Catatan yang dibuat saat peneliti melakukan wawancara atau

observasi. Biasanya catatan awal ini ditulis dalam kalimat yang tidak

sempurna karena peneliti mengejar informasi selama observasi atau

wawancara. Peneliti menggunakan singkatan-singkatan tertentu, yang

tetap dimengerti oleh peneliti.

2. Catatan Lanjut

Catatan yang dilakukan sesegera mungkin setelah masing-masing

sesi lapangan. Setelah peneliti melakukan observasi atau wawancara,

peneliti menyempurnakan catatan awal dengan membetulkan huruf-huruf

atau singkatan-singkatan yang digunakan sehingga menjadi kalimat yang

sempurna dan komunikatif.

3. Penulisan Transkip dan Pemberian Kode

Crewell (dalam Ahmad, 2014: 223), mengemukakan bahwa

penghimpunan data lapangan peneliti menghimpun teks atau kata-kata

melalui wawancara dengan subjek atau dengan menulis catatan selama

observasi. Prosedur yang paling lengkap adalah memiliki seluruh

wawancara dan semua catatan lapangan yang ditranskripkan.

Proses pemberian kode terhadap data (informasi) atau teks, yaitu

dengan mengetik atau mengkopi dari teks yang sudah diketik dalam

komputer. Formatnya dengan membuat tabel yang berisi kolom nomor

(53)

kutipan informasi (data). Nomor baris memiliki fungsi mempermudah

bagi peneliti atau orang lain untuk menelusuri posisi informasi (data)

dalam transkrip.

4. Membuat Kategori

Pada tahap terakhir, yaitu kategorisasi/klasifikasi, peneliti memenggal

teks dari tumpukan teks yang sangat banyak dan dipindahkan/diletakkan

pada unsur-unsur kategori tertentu sesuai dengan fokus penelitian.

Membuat kategorisasi akan membantu peneliti untuk mengetahui

teks-teks tertentu yang digunakan untuk kepentingan analisis.

Peneliti, pada tahapan ini membuat format kategori data, sehingga

peneliti mudah untuk mengetahui teks-teks tertentu yang diperlukan untuk

kepetingan analisis. Menurut Silverman (dalam Ahmad, 2014: 228),

kategori-kategori digunakan dengan cara yang terstandar, sehingga

(54)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan. Terdiri dari tempat

pelaksanaan penelitian, jadwal pertemuan dengan subjek, data tentang subjek,

pembahasan mengenai mekanisme pertahanan diri wanita dewasa awal yang

berpenampilan maskulin pada subjek.

A. Pelaksanaan penelitian

Persiapan penelitian dimulai dengan adanya peryataan kesediaan subjek

untuk menjadi subjek penelitian dengan cara mengisi surat pernyataan

kesanggupan subjek. Setelah subjek bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini,

maka langkah selanjutnya adalah penentuan waktu untuk bertemu dengan subjek.

Penentuan waktu untuk bertemu dengan subjek disepakati pada tanggal 21

Desember 2014, 6 Januari 2015 dan 16 Januari 2015.

Wawancara dilakukan di tempat makan, dan café. Pengambilan data

dilakukan dilakukan pada tanggal 21 Desember 2014 pukul 18.00-19.00 WIB, 6

Januari 2015 pukul 13.30-14.30 WIB dan 16 Januari 2015 pukul 13.00-14.30

WIB. Selain melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi. Mekanisme

pertahanan diri dilakukan ketika subjek merasa cemas, dan mekanisme

(55)

mendistorsi kenyataan, dan (2) bekerja secara tidak sadar sehingga individu yang

melakukan mekanisme pertahanan tidak tahu apa yang sedang terjadi (Hall dan

Lindzey, 1993). Maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data pada

observasi berperanserta (participant observation) dan menggunakan triangulasi

penggunaan sumber.

B. Hasil Penelitian 1. Identitas Subjek

Nama : A (nama samaran)

Tempat Tanggal Lahir: Yogyakarta, 28 November 1992

Asal Daerah : Yogyakarta

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 22 tahun

Agama : Katolik

Alamat : Yogyakarta

Anak ke- : 2 dari 2 bersaudara

Pendidikan Terakhir : S1

Cita-cita : Membangun sekolah bagi anak-anak yang tidak

(56)

Hobby : Bermain basket

Penampilan Fisik : Tinggi badan ± 155cm, berat badan ± 61kg,

kulit sawo matang, rambut pendek (potongan seperti laki-laki), tebal, ikal,

diwarna coklat, bentuk wajah bulat, mata sipit, berkacamata, bibir tipis,

hidung pesek, berpenampilan seperti laki-laki, cara berjalan seperti laki-laki.

Penampilan Psikis : Ramah, tertutup, tidak banyak bicara, cuek, tidak suka

berbasa-basi, suka menolong jika diminta tolong oleh orang lain, subjek akan

menjadi terbuka atau banyak bicara pada orang yang benar-benar membuat

dirinya nyaman.

Sumber Informasi : Subjek, teman subjek

2. Latar Belakang Keluarga

Latar belakang keluarga subjek A diperoleh dari penjelasan yang

diberikan oleh subjek, Ibu subjek dan peneliti melakukan observasi. Keluarga

subjek terdiri dari bapak, ibu dan dua anak. Subjek merupakan anak bungsu,

kakak subjek merupakan perempuan yang sudah bekerja di luar kota. Di

Yogyakarta, subjek tinggal dengan kedua orangtuanya. Bapak subjek

diberhentikan dari pekerjaannya ketika masa krisis tahun 1998, saat ini bapak

subjek membantu pekerjaan dari Ibu subjek. Ibu subjek bekerja sebagai

pedagang pakaian, tas, sepatu melalui online atau pesan singkat seperti BBM,

(57)

subjek. Sehingga dari tahun 1998, sumber penghasilan keluarga ini dari ibu

subjek. Subjek termasuk anak yang tidak terlalu dekat dengan bapaknya, ia

lebih cenderung dekat ibu subjek.

Menurut pandangan subjek, bapaknya merupakan orang yang keras.

Baginya, bapak memiliki watak yang keras, cuek, bertanggung jawab, dan

tidak banyak bicara. Pandangan ini muncul karena subjek merasa bahwa

bapaknya tidak banyak mengatur dirinya, atau mengomeli dirinya ketika dia

melakukan kesalahan. Subjek merasa bahwa yang banyak memberitahu atau

menasehati dirinya adalah ibu subjek. Sehingga sampai saat ini, subjek tidak

terlalu dekat dengan bapak subjek. Sikap bapaknya ini, ia rasakan setelah

bapak subjek diberhentikan dari pekerjaannya. Ia merasa bahwa bapak subjek

menjadi lebih keras, terkadang membentak subjek tanpa alasan yang jelas dan

pada umur 6 tahun ini subjek pernah di pukul oleh bapaknya, pada saat itu

subjek menangis dan berhenti lama. Namun saat ini, bapak subjek tidak

pernah memukul subjek lagi.

Di dalam keluarga subjek, tidak mempunyai anak laki-laki sehingga

subjek merasa bahwa dirinyalah yang harus membantu dalam pekerjaan anak

laki-laki.

(58)

3. Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan

Pertumbuhan jasmani subjek berkembang secara normal sesuai dengan

tahap perkembangannya. Subjek tidak memiliki penyakit apapun saat ini.

Subjek pernah sakit DBD dan tipes dalam waktu bersamaan ketika SMA.

Subjek tidak seperi wanita-wanita pada umunya, yang mengalami datang

bulan setiap bulannya. Subjek mengalami datang bulan setiap dua bulan

sekali, subjek sudah memeriksakan kondisinya ke dokter ketika diperiksa

hasil yang diperoleh adalah hormon subjek mengakibatkan datang bulan dua

bulan sekali. Hormon subjek, lebih banyak hormon testosterone dibandingkan

hormone estrogen.

4. Ciri-ciri Kepribadian

Subjek berpenampilan maskulin, hal ini bertentangan dengan harapan dan

persepsi masyarakat sebagai perempuan. Sehingga banyak orang-orang

disekitar subjek seperti guru ketika masih sekolah, teman-teman subjek, dan

saudara-saudara subjek. Mereka mengharapkan subjek lebih berpenampilan

feminism. Tetapi menurut pengakuan subjek, subjek merupakan pribadi yang

cuek dengan komentar orang lain dalam segi penampilannya.

(59)

Subjek juga cenderung melakukan apa saja yang bisa dilakukannya

tanpa meminta bantuan orang lain, walaupun kegiatan tersebut merupakan

tugas laki-laki. Terlebih subjek sering membantu pekerjaan anak laki-laki di

rumah.

“Kadang wanita juga perlu jadi laki-laki Iyah, kayak kerjaan laki-laki gak semuanya harus di kerjain cowok ta kalo kita bisa kenapa gak”. (W/S/127-128)

Subjek dipilih peneliti karena memenuhi syarat sebagai wanita yang

berpenampilan maskulin karena subjek tidak memiliki cirri-ciri khas sebagai

wanita. (1) subjek tidak memiliki ciri kepribadian yang narsisme, subjek

mencintai dirinya sendiri dan merawat dirinya sendiri dengan cara

berpenampilan seperti laki-laki. (2) tidak memiliki sifat Kepasifan dan

Masokhisme, subjek tidak teliti, subjek sering kali meninggalkan barang yang

dimilikinya. Subjek juga tidak teliti dalam hal-hal kecil, seperti menaruh

barang dan sering kali melupakan janji dengan seseorang, subjek

membutuhkan seseorang untuk mengingatkan janji-janji yang sudah dibuat.

Subjek tidak ada kemauan untuk membuat catatan kecil yang berisi jadwal

janjiannya, (3) subjek tidak memiliki seseorang yang membuat dirinya tidak

bahagia apabila tidak ada orang tersebut, subjek nyaman ketika walau sendiri,

(4) subjek merasa bahwa dirinya tidak memiliki kepribadian keibuan, subjek

(60)

5. Mekanisme Pertahanan Diri

Peneliti melakukan wawancara dengan subjek, menanyakan pertanyaan

yang didasarkan dengan kecemasan-kecemasan yang dialami oleh wanita

maskulin. Subjek melakukan mekanisme pertahanan diri, yaitu:

a. Rasionalisasi (MPD 6) :

Subjek merasionalkan atau membenarkan dan memberikan

alasan yang dapat diterima oleh lingkungan sosial dengan penampilan

dan perilakunya lebih seperti laki-laki. Subjek mengutarakan bahwa

sebagai wanita haruslah bisa berperan sebagai laki-laki juga, subjek

mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki dengan

memberikan alasan bahwa pekerjaan yang bisa dilakukan sendiri, lebih

baik mengerjakan sendiri. Subjek mengatakan bahwa pekerjaan

laki-laki dapat dilakukan oleh wanita dan sebaliknya. Hal ini, terbukti

ketika subjek mengatakan:

“Terus kayaksingle parentgimana juga harus berperan sebagai cowok walaupun gakakan bisa jadi cowok beneran setidaknya bisa sedikit berperan.” (W/S/RS-PART/025-028)

Yaa, kepikiran aja. Kalo semisal besok aku single parent atau besok aku gak nikah kan aku harus bisa jadi laki-laki juga.” (W/S/RS-PART/030-031)

Subjek membenarkan perilakunya yang cenderung laki-laki

(61)

peran yang dilakukan oleh wanita. Hal ini terbukti ketika subjek

mengatakan:

“Bagikucewek cowok sama lahperannya jadi ada kalanya peran cewekdi lakuin cowokterus perancowok di lakuin cewek.” (W/S/RS-PART/237-238)

b. Represi(MPD 1) :

Subjek melakukan represi, apabila subjek mengatakan

ketakutan kepada peneliti namun tidak berani disampaikan kepada

orang lain. Subjek mempunyai keinginan untuk dekat dengan laki-laki,

tetapi sampai saat ini subjek tidak mempunyai teman dekat laki-laki.

Hal ini diutarakan oleh subjek ketika ditanyakan oleh peneliti tentang

kehidupan cintanya. Perilaku yang dilakukan subjek ketika ditanyakan

tentang kehidupan cintanya, subjek cenderung menghindari pertanyaan

peneliti dan menjawab singkat dibandingkan ketika subjek menjawab

pertanyaan peneliti mengenai aspek yang lain. Subjek mempunyai

keinginan untuk diperhatikan oleh teman dekat laki-laki, subjek

mengatakan:

“Iyahh, hal-hal sepele kayak ingetin aku makan, minum vitamin atauapalah.” (W/S/RP-PART/063-064)

(62)

Subjek juga mengutarakan kecemasan kepada peneliti, ketika

mendapatkan masalah tanpa menceritakan kepada orang lain. Subjek

merasa tidak ingin dianggap menyukai sesama jenis karena

penampilannya yang maskulin. Kecemasan yang diutarakan oleh

subjek ini, diutarakan ketika subjek diperhatikan oleh orang lain yang

tidak mengenal dirinya tetapi sudah menilai dirinya. Walaupun orang

lain tersebut tidak mengatakan apapun dengan subjek, tetapi subjek

sudah merasa bahwa dirinya dinilai negativ dengan orang lain, hal ini

dapat dilihat ketika subjek mengutarakan kecemasannya:

“Yoo, ra piye-piye dia nganggep aku suka cewek paling.” (O/S/RS-PART/13)

Subjek mengutarakan perasaan bahwa dirinya

tersinggung jika dirinya dinilai sebagai laki-laki ketika dilihat secara

langsung maupun dilihat melalui foto. Subjek mengutarakan

perasaannya kepada peneliti, tetapi tidak disampaikan oleh orang lain.

Subjek mengutarakan:

Referensi

Dokumen terkait

Penyesuaian perioda-lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang mempengaruhi operasi perioda masa lalu (yang baru ditemukan atau baru dapat diakui

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa setelah siswa melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen, nilai rata-rata dan persentase

Serapan zat warna pada panjang gelombang sinar tampak yaitu 400 nm -800 nm (Supratman, 2010), sehingga sebagian zat warna yang tidak nampak pada pada daerah panjang

Dalam praktik Putusan Mahkamah terkait dengan pengujian materil Mahkamah tidak pernah menggunakan undang-undang sebagai dasar pertimbangan, akan tetapi dalam

Dari data yang diberikan oleh Sub Bagian Kepegawaian Lapas Cipinang tersebut juga diketahui bahwa ternyata tingkat pendidikan petugas pemasyarakatan masih belum memadai

- bahwa saya/kami dengan ini mengerti bahwa SMA Sampoerna (Sampoerna Academy), Kampus Bogor berhak untuk menghentikan bantuan pendidikan program Sampoerna Academy

Tiada usaha yang meluas diambil oleh Kerajaan Malaysia untuk mengenal pasti mangsa perdagangan manusia di kalangan kumpulan pendatang yang mudah terdedah pada bahaya seperti

(1) Penilaian Tahap I terhadap administrasi di bidang penyelenggaraan kinerja lalu lintas dan angkutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilakukan oleh