vii ABSTRAK
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
PADA SESEORANG WANITA DEWASA AWAL YANG MASKULIN
(Studi Kasus)
Madelaine Sofia Wiranti Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan wanita dewasa yang maskulin. Mekanisme pertahanan diri muncul karena adanya kecemasan dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui oleh dirinya, tentunya peristiwa tersebut tidaklah menyenangkan sehingga menimbulkan rasa kecemasan. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri meliputi represi, penyangkalan, proyeksi, formasi reaksi, regresi, rasionalisasi, pengalihan, dansublimasi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utama yang diperoleh melalui wawancara, data pendukung yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian, terdapat satu subjek wanita dewasa awal yang maskulin. Subjek saat ini berumur 22 tahun. Subjek mempunyai penampilan, berperilaku, dan bersosialisasi yang diidentifikasikan seperti laki-laki.
viii ABSTRACT
SELF DEFENSE MECHANISM
IN EARLY ADULT MASCULINE WOMEN WHO MASCULINE
(Case Study Concerning)
Madelaine Sofia Wiranti Sanata Dharma University
2015
This research aims to get a form of self-defense mechanism conducted by adult masculine women. Self defense mechanism appears because of the anxiety of experiences that once traversed by herself, of course, these events are not fun, causing a sense of anxiety. Forms of self-defense mechanisms include repression, denial, projection, reaction formation, regression, rationalization, transfer, and sublimation.
This research used qualitative research case study, with the main data obtained through interviews, supporting data obtained through observation. In the research, there is one subject of early adult masculine women. Subject is currently 22 years old. Subject has the appearance, behavior, and socializing who identified as male.
i
(Studi Kasus)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh:
Madelaine Sofia Wiranti 101114037
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO
“Yang berbeda jangan disama-samakan. Yang sama jangan dibeda-bedakan”
vii ABSTRAK
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
PADA SESEORANG WANITA DEWASA AWAL YANG MASKULIN
(Studi Kasus)
Madelaine Sofia Wiranti Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan wanita dewasa yang maskulin. Mekanisme pertahanan diri muncul karena adanya kecemasan dari pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui oleh dirinya, tentunya peristiwa tersebut tidaklah menyenangkan sehingga menimbulkan rasa kecemasan. Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri meliputi represi, penyangkalan, proyeksi, formasi reaksi, regresi, rasionalisasi, pengalihan, dansublimasi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utama yang diperoleh melalui wawancara, data pendukung yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian, terdapat satu subjek wanita dewasa awal yang maskulin. Subjek saat ini berumur 22 tahun. Subjek mempunyai penampilan, berperilaku, dan bersosialisasi yang diidentifikasikan seperti laki-laki.
viii ABSTRACT
SELF DEFENSE MECHANISM
IN EARLY ADULT MASCULINE WOMEN WHO MASCULINE
(Case Study Concerning)
Madelaine Sofia Wiranti Sanata Dharma University
2015
This research aims to get a form of self-defense mechanism conducted by adult masculine women. Self defense mechanism appears because of the anxiety of experiences that once traversed by herself, of course, these events are not fun, causing a sense of anxiety. Forms of self-defense mechanisms include repression, denial, projection, reaction formation, regression, rationalization, transfer, and sublimation.
This research used qualitative research case study, with the main data obtained through interviews, supporting data obtained through observation. In the research, there is one subject of early adult masculine women. Subject is currently 22 years old. Subject has the appearance, behavior, and socializing who identified as male.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang di
limpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini
merupakan tugas akhir dalam masa studi di jenjang Universitas. Melalui penulisan
skripsi, penulis mendapatkan banyak pembelajaran serta pengalaman baru selama
prosesnya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dan
berjalan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah
dengan setia mendampingi penulis. Oleh karena itu secara khusus penulis
mengucapkan terimakasih secara tulus kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan selama
penyelesaian skripsi.
2. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan
dan Konseling yang telah bersedia membantu dalam persiapan menjelang
ujian skripsi.
3. Dra. M.J Retno Priyani, M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi.
4. Dosen-dosen program studi Bimbingan dan Konseling yang telah
mendampingi peneliti selama menjalankan studi.
5. Subjek yang bersedia menjadi subjek penelitian.
x
memberi dukungan baik doa, semangat dan materi demi terselesainya skripsi
ini.
7. Mbak Wina, mbak Lia dan mbak Lina yang telah memberikan dukungan doa
dan semangat dalam penulisan skripsi ini.
8. Sahabatku Utik yang telah memberi semangat dan telah merawat peneliti
ketika peneliti sakit ditengah-tengah mengerjakan skripsi.
9. Sahabatku Keke yang telah memberi banyak usulan dan semangat dalam
skripsi ini.
10. Sahabatku Al, Tia, Diana, Aap, Rima, Erni dan mbak Ayu yang telah
memberi semangat, selalu memberikan dukungan dan doa selama penulisan
skripsi.
11. Seluruh sahabat-sahabatku yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan dan doa selama penulisan skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman angkatan 2010 yang telah mendukung dan memberi
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Operasional Variabel ... 6
BAB II: KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Mekanisme Pertahanan Diri ... 7
xii
2. Bentuk-bentuk Mekanisme Pertahanan Diri ... 11
a.Represi ... 11
b.Penyangkalan ... 12
c. Proyeksi ... 13
d. Formasi Reaksi ... 14
e. Regresi ... 14
f. Rasionalisasi ... 15
g.Pengalihan ... 16
h. Sublimasi ... 16
B. Masa Dewasa Awal ... 17
1. Pengertian Dewasa Awal ... 17
2. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 18
C. Wanita ... 19
1. Sifat Khas Wanita ... 20
2. Wanita Menurut Konsepsi Jawa ... 22
3. Wanita Maskulin ... 24
a. Kecemasan Wanita Maskulin ... 25
D. Mekanisme Pertahanan Diri Pada Wanita Dewasa Awal yang Maskulin ... 26
BAB III: METODE PENELITIAN ... 28
A. Jenis Penelitian... 28
xiii
C. Metode Pengumpul Data ... 29
1. Riwayat Hidup ... 30
2. Wawancara ... 30
3. Observasi ... 32
4. Triangulasi ... 33
D. Validitas Data... 34
E. Teknik Analisis Data ... 34
1. Catatan awal ... 35
2. Catatan lanjut... 35
3. Penulisan transkrip dan pemberian kode ... 35
4. Membuat Kategori ... 36
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37
A. Pelaksanaan Penelitian ... 37
B. Hasil Penelitian ... 38
1. Identitas subjek... 38
2. Latar Belakang Keluarga ... 39
3. Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan ... 41
4. Ciri-ciri Kepribadian ... 41
5. Mekanisme Pertahanan Diri ... 43
a.Rasionalisasi ... 43
b.Represi ... 44
xiv
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran-saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara dengan Subjek ... 54
Lampiran 2. Hasil Observasi Subjek ... 62
Lampiran 3. Hasil Triangulasi ... 63
Lampiran 4. Data Hasil Pemberian Kategori Wawancara dengan
Subjek ... 64
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.
A. Latar Belakang
Ketika seorang wanita memasuki usia dewasa awal, seperti pada
tahap-tahap sebelumnya, dia dihadapkan dengan tugas-tugas perkembangan.
Jika wanita dewasa awal berhasil melakukan tugas perkembangannya, dia
akan mengalami rasa bahagia dan dapat melanjutkan tugas perkembangan
selanjutnya. Tugas perkembangan dewasa awal salah satunya adalah
menjalankan peran sesuai dengan jenis kelaminnya.
Menjalankan peran sesuai jenis kelaminnya, berarti penampilan,
berpakaian, berperilaku dan cara berfikir sesuai dengan jenis kelamin. Adapun
sifat-sifat kewanitaan yang khas menurut Kartini (2006), yaitu: (1) narsisme,
merupakan sifat yang identik dengan wanita. Sifat narsisme memiliki unsur
mencintai diri sendiri dan keinginan untuk mencintai dirinya sendiri.
Mencintai diri sendiri dan adanya keinginan untuk mencintai dirinya sendiri,
wanita akan identik untuk merawat dirinya sendiri untuk berpenampilan
mengarah kepada dirinya sendiri. Pasif bukan berarti tidak melakukan
apa-apa, melainkan lebih sabar, berhati-hati, teliti, dan rela menderita (3)
identifikasi, itu berarti begitu erat-terikat dengan seseorang. Apabila dirinya
berpisah dengan orang tersebut dirinya merasa tidak bahagia walaupun dirinya
tidak sedang sendiri dan (4) sifat keibuan, yang disebut sifat keibuan adanya
rasa merawat, mendidik, dan mengasuh. Wanita dewasa yang belum menikah,
akan memiliki sifat keibuan dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan
ciri-ciri wanita yang khas tersebut, diharapkan wanita memenuhi ciri-ciri-ciri-ciri wanita
tersebut.
Sejak seseorang menyandang status dewasa, dirinya diharapkan siap
menerima kewajiban dan tanggung jawab kedewasaannya, yang ditunjukkan
dengan pola-pola perilaku yang wajar sesuai dengan kebudayaan sekitarnya.
Kewajiban dan tanggung jawab kedewasaan seseorang berkaitan dengan
peranan antara laki-laki dan wanita di masyarakat. Pada umumnya peranan
laki-laki bisa memimpin sebuah keluarga, mencari nafkah untuk
anaknya kelak dan peranan wanita adalah dapat melatih dan mengasuh
anak-anaknya.
Harapan ataupun konsep yang diyakini oleh kebudayaan di sekitar
mempengaruhi konsepsi sebagai wanita. Masyarakat Jawa mempunyai konsep
wanita, wanita haruslah merakati, berarti dapat memadu-madakan warna,
berbicara dengan lemah-lembut, berperilaku yang baik, halus, dan lembut,
dan mengasuh anak-anak, gumati juga berarti wanita selalu berusaha, belajar
dan bekerja untuk menaikkan segala kemampuan pribadi dan luluh, mampu
membuat segala keresahan, kebahagian, dan segala sesuatu yang baik dan
buruk dengan rasa sabar dan bisa mensyukuri segala sesuatu yang melimpah
mengenai dirinya (Kartini, 1992).
Di kehidupan bermasyarakat, terdapat norma sosial yang diharapkan
untuk wanita. Tetapi di dalam kenyataannya sekarang ada beberapa wanita
yang menyimpang dari konsep-konsep kefemininan. Wanita yang
menyimpang dari konsep-konsep kefemininan selalu dikaitkan dengan anak
perempuan yang bertingkah laku, berbicara dan berpakaian seperti seorang
anak laki-laki. Hal ini yang membedakan wanita tersebut dengan wanita pada
umumnya.
Wanita yang menyimpang dari konsep-konsep kefiminiman terdapat
pada subjek yang akan diteliti, subjek dianggap tidak feminim karena subjek
lebih cenderung bersikap maskulin. Ciri-ciri khas wanita maupun konsepsi
wanita Jawa tidak dimiliki oleh subjek, dari penampilan, berpakaian dan cara
berperilaku subjek cenderung seperti laki-laki. Subjek sendiri menganggap
dirinya indentik dengan laki-laki, tidak hanya satu atau dua wanita dewasa
awal yang maskulin. Wanita dewasa yang maskulin juga sering ditemukan di
tayangan televisi dan film-film, di tayangan televisi maupun di film-film
wanita dewasa awal yang maskulin menggambarkan wanita yang menyukai
respon terhadap wanita dewasa yang maskulin. Respon masyarakat dengan
wanita yang maskulin yang negative, memandang bahwa wanita yang
maskulin menyukai sesama jenis atau lesbi.
Respon masyarakat mengenai wanita maskulin, yang cenderung
negative membuat wanita maskulin mengalami atau merasakan kecemasan.
Kecemasan yang dialami tidaklah menyenangkan, maka wanita maskulin akan
melakukan apapun yang dibutuhkan untuk meredakan kecemasannya. Proses
yang digunakan untuk memerangi atau mengurangi kecemasan yang dialami
disebut dengan mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri
dimiliki setiap orang, tetapi tidak semua mekanisme pertahanan dilakukan
secara bersamaan, mungkin hanya salah satu mekanisme pertahanan diri yang
digunakan atau bersifat tumpang tindih. Menurut Freud, bentuk-bentuk
mekanisme pertahanan diri yang umum yaitu: (1) represi, (2) penyangkalan,
(3) proyeksi, (4)formasi reaksi, (5) regresi, (6) rasionalisasi, (7) pengalihan,
(8)sublimasi(Hidayat, 2011).
Rasa kecemasan yang dialami oleh setiap individu akan berbeda satu
sama lain, termasuk wanita dewasa awal yang maskulin. Untuk mengurangi
rasa kecemasan tersebut, wanita dewasa awal yang maskulin akan melakukan
mekanisme pertahanan diri. Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini
ingin mengetahui bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri wanita dewasa
awal yang maskulin ketika subjek berada di masyarakat, dengan subjek yang
B. Rumusan Masalah
Apa bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh
seseorang wanita dewasa awal yang berpenampilan maskulin?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari studi ini adalah menuliskan bentuk mekanisme pertahanan
diri seseorang wanita dewasa awal yang maskulin dengan melakukan studi
kasus pada subjek.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini:
1. Secara Kajian Keilmuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
menambah wawasan dan pengembangan penelitian dalam bidang ilmu
Bimbingan dan Konseling, khususnya mengenai mekanisme pertahanan
diri.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan bagi wanita usia
dewasa awal agar memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan
melakukan mekanisme pertahanan diri agar bisa berkembang lebih
E. Definisi Operasional Variabel
1. Mekanisme pertahanan diri adalah respon spontan yang dilakukan
individu untuk mengurangi kecemasan. Apabila respon spontan yang
dilakukan individu efektif mengurangi rasa kecemasan, maka individu
akan melakukan pengulangan respon spontan tersebut. Individu akan
mengurangi rasa kecemasannya yang sama, dengan melakukan respon
spontan yang sama sesuai dengan pengalamannya untuk mengurangi rasa
kecemasannya.
2. Wanita maskulin adalah wanita yang mempunyai penampilan, cara
berbicara, berfikir seperti laki-laki pada umumnya. Wanita yang
berpenampilan maskulin, merasa dirinya mempunyai ciri, minat dan
ketrampilan bersosialisasi di masyarakat yang cenderung dilakukan oleh
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dikaji landasan teori yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Topik-topik dalam bab ini yaitu mekanisme pertahanan diri dan
wanita dewasa awal.
A. Mekanisme Pertahanan Diri
1. Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri
Anna Freud (Hall & Lindzey, 1993) menjelaskan bahwa di bawah
tekanan atau kecemasan yang berlebihan, Ego terkadang harus menempuh
cara tertentu atau kecemasan untuk mengurangi atau menghilangkan
tekanan. Cara untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan itu disebut
mekanisme pertahanan ego. Kecemasan yang dialami individu
memperingatkan bahwa jika individu terus berpikir atau berperilaku
dengan cara tertentu, individu akan di dalam bahaya. Kecemasan yang
dialami tidaklah menyenangkan, maka individu akan melakukan yang
dibutuhkan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa kecemasannya.
Menurut Post
(http://nuraminsaleh.blogspot.com/2013/01/pengertian-kecemasan-menurut-para-ahli.html?m=1) kecemasan adalah kondisi
subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai
dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Kecemasan berfungsi sebagai
mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada
kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka
bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.
Mekanisme pertahanan diri mempunyai dua ciri umum, yaitu (1)
menyangkal, memalsukan atau mendistorsi kenyataan, dan (2) bekerja
secara tidak sadar sehingga individu yang melakukan mekanisme
pertahanan diri tidak tahu apa yang sedang terjadi (Hall & Lindzey, 1993).
Ketidaksadaran individu ketika melakukan mekanisme pertahanan diri,
dapat membuat individu melakukan mekanisme pertahanan diri secara
terus-menerus untuk mengurangi kecemasannya. Apabila pertahanan diri
dilakukan secara terus-menerus maka dapat menjadikan mekanisme
pertahanan diri menetap pada sifat pribadi individu.
Proses terjadinya mekanisme pertahanan diri tidak terlepas dari
dinamika antara id, ego, dan superego. Id berisikan insting-insting yang
telah ada sejak lahir. Insting-insting id merupakan kebutuhan-kebutuhan
badani, id menuntut untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut
dengan perilaku yang menyenangkan bagi dirinya. Pemenuhan kebutuhan
yang dilakukan id dengan cara membentuk khayalan tentang objek yang
tegangan dengan perilaku menyenangkan dan menghindari kesakitan,
disebut dengan prinsip kesenangan (Olson & Hergenhahn, 2013).
Struktur kepribadian selanjutnya adalah ego. Ego berkembang dan
upaya untuk mencocokkan khayalan-hkhayalan yang dibentuk oleh id
dengan kejadian-kejadian di dunia nyata (Olson & Hergenhahn, 2013).
Cara kerja ego untuk mengurangi ketegangan adalah dengan menciptakan
perilaku sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang sungguh bisa
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya yang terbentuk dariid, dengan begitu
ego menolerasi ketegangan dengan cara berpikir yang rasional. Fungsiego
adalah dapat mengontrol tindakan-tindakan, karena ego yang memilih
dimana lingkungan yang akan diberikan respon, dan memutuskan
insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya. Jika id
disebut dengan prinsip kesenanangan, ego disebut dengan prinsip
kenyataan. Namun, terkadang kita harus menyampingkan kenyataan untuk
memenuhi tegangan dari id, yang selalu mendorong untuk menghindari
rasa menyakitkan atau mengancam. Dorongan untuk menyampingkan
kenyataan untuk menghindari rasa menyakitkan atau mengancam itu
disebut dengan mekanisme pertahanan diri (Friedman & Schustack, 2006).
Manusia merupakan makhluk sosial, dengan begitu kita akan hidup
dengan orang lain, keluarga dan masyarakat disekitar. Di lingkungan
masyarakat dan keluarga yang kita tinggal, tentunya mempunyai nilai yang
hukuman-hukuman yang telah dialami oleh seseorang dapat mengontrol
perilaku seseorang. Di sinilah cara kerja struktur ke-3 yaitu superego.
Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita
tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orangtua kepada anak, dan
dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah-hadiah atau
hukuman-hukuman (Hall & Lindzey, 1993). Dengan kata lain, bergantung nilai-nilai
yang dianut oleh orangtuanya, apakah perilaku anak diberikan penguatan
atau hukuman. Superego berkembang sepenuhnya ketika kontrol diri
menggantikan kontrol orangtua langsung atau lingkungan (Olson &
Hergenhahn, 2013). Superego memiliki 3 fungsi, yaitu: (1) merintangi
impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif, karena
inilah impuls-impuls yang peryataannya sangat dikutuk oleh masyarakat,
(2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan realistis dengan
tujuan-tujuan moralitas, (3) superego mengejar kesempurnaan, karena itu
cenderung untuk menentang id maupun ego, dan membuat dunia menurut
gambarannya sendiri (Hall & Lindzey, 1993).
Contoh proses pembentukan mekanisme pertahanan diri dalam
penelitian ini adalah id di dalam individu wanita maskulin adalah ingin
dimengerti atau diterima penampilannya, cara berfikir dan bertingkah laku
seperti laki-laki dengan lingkungan disekitarnya. Wanita maskulin tidak
ingin berubah karena adanya keinginan dan nyaman dengan penampilan
nilai-nilai tentang wanita maskulin. Jika dirinya tidak ingin dinilai
negative karena penampilannya dan perilakunya, dirinya harus sedikit-demi
sedikit berubah, walaupun belum sepenuhnya sesuai dengan harapan
masyarakat. Egowanita maskulin, dirinya nyaman dengan penampilan dan
perilakunya saat ini, tetapi tidak semua masyarakat disekitar yang bisa
menerima wanita maskulin. Wanita maskulin menyampingkan kenyataan
bahwa harapan masyarakat yang mempunyai konsepsi wanita dengan
dirinya untuk memenuhi keinginanan berpenampilan yang saat ini.
Menyampingkan kenyataan ini untuk memenuhi dorongan id tersebut
dengan melakukan mekanisme pertahanan diri.
2. Bentuk-bentuk Mekanisme Pertahanan Diri
Tidak semua mekanisme pertahanan dilakukan secara bersamaan,
hanya salah satu mekanisme pertahanan diri yang digunakan atau bersifat
tumpang tindih.
Ada beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri, yaitu (Hidayat,
2011):
a. Represi
Mekanisme pertahanan utama yaitu represi. Dalam
represi, pemikiran, ide atau keinginan dibebaskan dari
kesadaran. Hal itu merupakan hal yang traumatis dan
mengancam diri individu yang kemudian dikubur dalam
(Cervone & Pervin, 2011). Untuk berhasil dalam mencegah
timbulnya kembali kecemasan, maka rasa kecemasan harus
disembunyikan dalam bentuk lambang tertentu (Hall &
Lindzey, 1993).
Dengan penggunaan represi, individu dapat
menyingkirkan pikiran atau hal-hal yang tidak dapat
diterima dari kesadaran; namun, keberadaannya tetaplah
nyata sebagai keadaannya dulu. Penggunaan represi
memerlukan sejumlah besar energi, yang sering
menyebabkan keletihan emosi. (Poduska, 1990).
b. Penyangkalan (denial)
Penyangkalan merupakan mekanisme pertahanan diri
yang berkaitan dengan represi dan melibatkan penyangkalan
terhadap keberadaan beberapa ancaman atau kejadian
traumatik yang dialami. (Hidayat, 2011).
Menurut Poduska (1990) Penyangkalan adalah suatu
mekanisme pertahanan, dimana individu berusaha untuk
lepas dari kenyataan atau realitas yang sebenarnya. Menurut
Baumeister, Dale, & Sommer (dalam Friedman &
Schustack, 2006) ketika individu melakukan mekanisme
berbohong pada dirinya sendiri agar kecemasan yang
dialami berkurang.
Contohnya meliputi penolakan untuk mempercayai
bahwa seseorang yang dicintainya sudah meninggal dunia,
penyangkalan untuk mengakui sifat-sifat negative kekasih;
menolak untuk meyakini jika cara buruk seseorang
mengemudi adalah penyebab suatu kecelakaan.
c. Proyeksi
Individu mempertahankan diri dari pengakuan terhadap
kualitas negative diri sendiri dengan memproyeksikannya
pada orang lain (Cervone & Pervin, 2011). Dengan kata
lain, proyeksi adalah mekanisme pertahanan di mana impuls
yang menyebabkan kecemasan dikeluarkan dengan cara
mengarahkan kecemasan tersebut, atau memproyeksikannya
ke orang lain.
Ide dasarnya adalah bahwa orang cenderung berkutat
pada karakteristik yang tidak mereka sukai. Contohnya:
“kemalasan” sudah menjadi konsep yang ada didalam
pikiran kita. Maka, ketika kita melihat seorang laki-laki
duduk dipinggir pantai menggunakan baju kerja kita
langsung mengatakan bahwa laki-laki itu malas bekerja
santai di pinggir pantai (Hall & Lindzey, 1993).
Ancaman-ancaman dari dalam diri seseorang diahlikan kepada
orang-orang di sekitarnya, sehingga dirinya terhindar dari rasa
kecemasan yang dialami dirinya sendiri.
d. Formasi Reaksi
Tindakan defensif ini berupa menggantikan suatu
perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan lawan atau
kebalikannya dalam kesadaran. Misalnya, benci diganti
cinta. Impuls aslinya masih tetap ada tetapi tertutup atau
tersembunyi di balik suatu impuls lain yang tidak
menimbulkan kecemasan. Bentuk-bentuk ekstrim tingkah
laku macam manapun biasanya menandakan pembentukan
reaksi (Hall & Lindzey, 1993). Dorongan-dorongan yang
mengancam dengan cara sangat berfokus pada suatu yang
merupakan kebalikan dari pikiran dan tindakan seseorang
yang sebenarnya (Friedman & Schustack, 2006). Dengan
demikian mekanisme ini, tindakan individu membalikkan
atau melawan perasaan yang sebenarnya yang dirasakan
atau dipikirkan.
e. Regresi
Seseorang yang mendapatkan pengalaman-pengalaman
lebih awal. Misalnya, anak yang takut pada hari pertama
masuk sekolah bisa melakukan menangis, mengisap ibu
jarinya, terus berpegangan pada guru atau bersembunyi di
sudut kelas (Hall & Lindzey, 1993).
Dalam regresi, kita kembali ke masa-masa kehidupan
yang lebih awal dan lebih nyaman. Mekanimse pertahanan
ini paling mudah dilihat pada anak-anak. Seorang anak yang
merasa terancam ketika mulai bersekolah mungkin mulai
berperilaku seperti seorang bayi. Lebih khusus lagi, regresi
dapat terjadi ke masa di mana sebelumnya terdapat fiksasi.
Pada orang dewasa pencemas yang mulai merengek seperti
anak kecil, menuntut kasih sayang keibuan, atau seorang
pria yang tertekan akan mencoba berbaring di dada istrinya,
atau seorang wanita yang tertekan akan duduk di pangkuan
suaminya.
f. Rasionalisasi
Bentuk mekanisme pertahanan diri yang terjadi dengan
menafsirkan ulang sebuah perilaku menjadi lebih rasional
dan dapat diterima. Kita berusaha memaafkan atau
membenarkan sebuah ancaman yang awalnya menyakitkan
dengan cara memberikan penjelasan yang rasional (Hidayat,
merasa kelegaan dan terhindar dari rasa bersalahnya, karena
perasaan yang menyakitkan dapat diberikan alasan yang
lebih rasional dan tidak menyakitkan atau mengibur dirinya
sendiri.
g. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan adalah pengubahan sasaran ketakutan atau
hasrat tidak sadar seseorang. Sasaran ketakutan atau hasrat
untuk mengurangi rasa kecemasan disebut dengan objek
pengganti. Objek pengganti adalah sesuatu yang tidak
menjadi ancaman bagi dirinya, meskipun penggantian objek
pengganti tidak akan meredakan ketegangan secara
memuaskan, seperti halnya jika langsung diarahkan kepada
orang atau objek asli (Hidayat, 2011). Pengalihan
menyebabkan terjadinya tindakan agresif ke objek pengganti
seperti membanting pintu, memukul meja atau tembok.
h. Sublimasi
Mekanisme pertahanan diri dalam bentuk sublimasi
adalah bentuk pengalihan impuls id yang dilakukan dengan
menyalurkannya ke dalam bentuk perilaku yang lebih
terpuji dan dapat diterima oleh masyarakat (Hidayat, 2011).
Perilaku yang lebih terpuji dan dapat diterima oleh
dengan perasaan yang ingin dilepaskan individu (Poduska,
1990)
Sebagai contoh, penahanan feses dapat menimbulkan
hasrat untuk mengendalikan dan mengatur kehidupan semua
orang di sekitarnya. Melalui sublimasi, dorongan-dorongan
ini diubah menjadi hasrat untuk mengatur aktivitas
anak-anak atau membersihkan bantaran sungai lokal (Friedman &
Schustack, 2006).
B. Masa Dewasa Awal
1. Pengertian Dewasa Awal
Mappiare (1983) memberikan pengertian masa dewasa dipandang
dari 3 sudut pandang: sudut pandang hukum, pendidikan dan biologis
a. Secara hukum dewasa awal dimulai pada umur 21 tahun
(meskipun belum menikah) atau sudah menikah (belum berusia 21
tahun) dan dapat dituntut tanggung jawab atas
perbuatan-perbuatannya.
b. Pada sudut pandang pendidikan, masa dewasa merupakan masa
dicapainya keemasan kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai ajar
latih yang ditunjang oleh kesiapan.
c. Secara biologis masa dewasa awal adalah suatu keadaan
tumbuhnya ukuran-ukuran tubuh dan mencapai kekuatan maksimal
Ketiga pandangan di atas menunjukkan permulaan periode dewasa
awal dan pengertian dewasa awal, dari ketiga pandangan tersebut terdapat
pandangan lain tentang periode dewasa awal tentang peran dan tanggung
jawab yang diharapkan oleh masyarakat. Masa dewasa awal merupakan
periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan
harapan-harapan sosial baru. Individu diharapkan dapat menjalankan peran baru,
seperti peran suami/istri, orangtua, dan pencari nafkah, dan
mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keingan dan nilai-nilai baru
sesuai dengan tugas-tugas baru (Hurlock, 1980).
2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau
memasuki suatu periode tertentu dari kehidupam individu, apabila berhasil
maka akan menimbulkan perasaan bahagia dan dapat melanjutkan tugas
perkembangan selanjutnya, namun bila gagal, akan menimbulkan perasaan
tidak bahagia dan kesulitan menghadapi tugas-tugas perkembangan
selanjutnya (Hurlock, 1980).
Sebelum memasuki masa dewasa awal, seseorang memasuki masa
remaja. Di setiap periode mempunyai tugas-tugas perkembangannya, sama
seperti masa remaja. Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah
seseorang berkembang sesuai dengan perannya, pada anak perempuan
sehingga minat anak laki-laki dan anak perempuan mempunyai perbedaan
(Hurlock, 1980).
Setelah memasuki masa dewasa awal, seseorang haruslah lebih
mantap dan memahami bagaimana dirinya harus bersikap sesuai dengan
perannya. Apabila ketika memasuki dewasa awal, seseorang belum
mantap dan memahami dengan pilihannya berarti dirinya belum atau tidak
berhasil menjalankan tugas perkembangan diperiode sebelumnya yaitu
masa remaja.
Berdasarkan pengertiannya, keberhasilan individu menjalankan
tugas perkembangan di dalam suatu periode, bergantung dengan
keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan di periode
sebelumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberhasilan
individu dalam menjalankan tugas perkembangan dewasa awal
dipengaruhi oleh keberhasilan dalam menjalankan tugas perkembangan
pada saat remaja.
C. Wanita
Terdapat dua unsur yang membedakan antara wanita dan laki-laki,
yaitu: unsur psike/jiwa dan unsur jasmani (Kartini, 2006). Dari unsur
jasmani, seseorang akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika ia memiliki
penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma. Sementara
rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara)
dan mengalami kehamilan dan proses melahirkan.
Sesuai dengan tugas perkembangan wanita dewasa awal, wanita
mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya,
berlandaskan pola pilihannya sendiri, menuju pada taraf kehidupan yang
lebih tinggi. Jadi, ada usaha “penyempurnaan diri” menurut satu pola
kebaikan. Sebagai pribadi yang mandiri, wanita adalah pengada dan
pembentuk. Sebagai pribadi, wanita sebagai pembentuk, dapat dilihat
dengan peranan wanita sebagai ibu untuk merawat dan membentuk
karakter anak-anaknya. Wanita memiliki pribadi yang lebih detail
dibandingkan dengan laki-laki, hal ini ditunjukkan peranan wanita sebagai
ibu rumah tangga yang bertugas untuk membersikan rumah dan
menyiapkan keperluan sehari-hari di rumah.
1. Sifat-Sifat Khas Wanita
Wanita mempunyai sifat-sifat khusus, sehingga wanita dapat
dibedakan antara wanita dan laki-laki. Menurut Kartini (2006), terdapat
sifat-sifat khas wanita, yaitu:
a. Narsisme
Narsisme atau “cinta-diri sendiri”. Narsisme ini sangat
berpengaruh pada pembentukan kepribadian wanita. Oleh karena itu
gejala narsisme biasanya dikaitkan dengan pribadi wanita, dengan
banyak diidentikkan dengan sifat-sifat kewanitaan. Freud
menyatakan, narsisme pada wanita mempunyai daya-tarik yang amat
besar bagi orang lain itu bersumber pada sifat-sifat yang narsistis tadi;
yaitu unsur cinta-diri sendiri, dan keinginan untuk mencintai diri
sendiri. Mencintai diri sendiri, dilakukan dengan cara merawat diri
sendiri, berpenampilan agar menarik perhatian dari lawan jenis.
b. Kepasifan dan Masokhisme
Ciri lain dari wanita dewasa ialah kecenderungan kuat untuk
bersikap pasif dan semakin menguatkanmasokhisme.Kecenderungan
pada kepasifan itu lebih baik disebutkan sebagai “aktivitas yang
mengarah ke dalam”, mengarah pada diri sendiri. Namun hendaknya
dipahamai, bahwa kepasifan tersebut bukan berarti tidak bergerak,
kekosongan, atau tidak berbuat sesuatu kegiatan. Melainkan aktivitas
yang mengarah ke dalam itu menunjukkan adanya fungsi
kegiatan-kegiatan tertentu untuk: memupuk sifat-sifat belas-kasih, sabar,
berhati-hati, teliti, dan rela menderita.
c. Identifikasi
Identifikasi di sini yang berarti wanita dengan begitu
erat-terikat pada seseorang yang sudah dianggapnya nyaman dan aman
bagi dirinya. Indentifikasi secara ketat, dapat menyebabkan apabila
tidak akan merasakan kebahagian jika ia terlampau lama berpisah
dengan orang tersebut, sekalipun wanita ini tidak sedang sendiri.
d. Sifat keibuan
Bila bicara tentang wanita, tidak terhindarkan untuk langsung
mengaitkannya dengan peran dan statusnya sebagi ibu. Justru karena
peran dan statusnya sebagai (calon) ibu-lah yang membuat membuat
wanita memiliki sifat keibuan. Sifat keibuan yang dimaksut adalah
rasa merawat, mendidik dan mengasuh. Sebagai wanita dewasa awal,
mungkin tidak langsung merawat, mendidik dan mengasuh anak (bagi
yang belum menikah), wanita akan memiliki sifat keibuan terhadap
perilaku untuk orang-orang disekitarnya.
2. Keutamaan Wanita Menurut Konsepsi Budaya Jawa
Seseorang yang sudah memasuki usia dewasa, diharapkan siap
menerima kewajiban dan tanggung jawab kedewasaan, yang ditunjukkan
dengan pola-pola perilaku yang wajar sesuai dengan kebudayaan
sekitarnya. Harapan atau konsep yang diyakini oleh kebudayaan Jawa
sebagai wanita menurut Kartini (1992), yaitu:
a. Merak-ati
Merak-ati itu berarti: membangun kemanisan, memperlihat
keindahan, mampu mengkombinasikan warna-warna yang beraneka
ragam untuk “ngadi sarira” atau memperindah diri. Ayu wajahnya dan
yang “sumeh”, menawan hati. “Kewes” dan “ririh-ruruh” bicaranya;
artinya: bergaya dan menarik hati, lagi pula lemah-lembut bicaranya.
Luwes, halus, gemulai dan meresap-sedap dipandang mata segala gaya
serta tingkah lakunya.
b. Gemati
Gemati berarti: memelihara, mengawetkan segala sesuatu.
Gemati juga berarti “cecawis”; artinya selalu menyediakan segala
perlengkapan, serta membekali dan melayani kebutuhan keluarganya.
Gemati juga bersifat “bangkit-miranteni”, artinya: selalu sibuk
melengkapi segala kebutuhan seisi rumah dan anggota keluarga. Teliti
dan berhati-hati dalam segala tindakan. Mampu mendidik puta-putri
dengan tekun dan penuh kasih-sayang.
Karena itu wanita disebut sebagai sumber dari kasih sayang,
dan sumber dari kehidupan. Wanita juga diharapkan mampu
menghibur serta merawat orang-orang yang sakit; baik yang sakit
secara jasmaniah maupun rohaniahnya. Gemati juga mengandung arti
“mardi” yaitu selalu berusaha, belajar dan bekerja untuk menaikkan
segala kemampuan pribadi.
c. Luluh
Luluh disini berarti: “ajering manah”, yaitu: hati dan
perasaannya sudah luluh berpadu menjadi satu dengan suami dan
samodra jembar-lebar yang mampu memuat segala keresahan,
nestapa, kebahagian, dan segala sesuatu yang baik dan buruk dengan
rasa sabar.
Luluh berarti juga “narimah sumarah”, yaitu: bisa mensyukuri
segala sesuatu yang melimpah dan/mengenai dirinya dengan rasa
tawakal. Wanita harus mematuhi semua perintah suami dan orangtua.
Ibu-ibu harus bisa melegakan hati para putranya; artinya: bisa
menuntun para putra-putrinya menempuh jalan benar, dan membuat
senang bahagia anak-anaknya. Tidak “esak-rupak lan puguh”; artinya
tidak suka bermalas-malasan. Setiap saat ia tekun mawas diri.
3. Wanita Yang Maskulin
Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat wanita yang
memiliki sifat dan sikap yang cenderung kelaki-lakian. Wanita yang
cenderung kelaki-lakian yang kuat, memiliki ciri psikologis; wanita
tipe ini merasa seakan-akan tidak pernah memiliki seorang ibu; ia
merasa lebih mirip atau lebih dekat pada ayahnya, yang seorang pria,
dengan mengecilkan fungsi dan arti dari ibunya sendiri, kepribadian
wanita tadi mengalami kemiskinan psikis yang sangat kronis, wanita
tipe ini menganggap dirinya identik-sama dengan laki-laki, dan merasa
lebih superieur daripada sesama wanita, lalu ia membuang jauh-jauh
Di dalam kehidupan bermasyarakat, untuk mengartikan peran
jenis kelamin adalah dengan karakteristik sebagai maskulin, feminin
atau androgini. Menurut Rothausen (Ammiriel, Yadi & Susatyo,
2007) karakteristik orang sangat maskulin adalah orang yang memiliki
ciri-ciri, minat, kegemaran, dan ketrampilan bermasyarakat yang
secara khusus dikaitkan dengan sifat kejantanan. Seseorang yang
bersifat feminin adalah orang yang memiliki dirinya memiliki ciri-ciri,
minat, kegemaran, dan ketrampilan bermasyarakat yang bersifat
kewanitaan.
Peran jenis kelamin androgini merupakan orang yang bergerak
di luar peran gender tradisional. Orang yang mempunyai peran jenis
kelamin androgini memiliki integrasi secara aspek maskulin dan
feminin dalam gaya hidup mereka, individu yang mempunyai peran
androgini ini lebih fleksibel dalam beradaptasi yang lebih baik untuk
beragam situasi sosial.
a. Kecemasan yang dialami oleh wanita maskulin
Wanita maskulin yang mempunyai aktivitas yang aktif,
mempunyai kecemasan-kecemasan. Kecemasan yang dialami oleh
seseorang wanita maskulin berhubungan dengan orang lain
maupun kecemasan yang tidak ada hubungan dengan orang lain.
Kecemasan yang dialami wanita maskulin menurut Kartini (1992),
1) Wanita maskulin mempunyai pikiran bahwa, wanita akan
selalu menduduki “klas kambing” saja dalam masyarakat,
sehingga sebisa mungkin wanita yang berkarakteristik aktif
menunjukkan bahwa wanita tidak selalu di bawah laki-laki,
2) Ketakutan pada unsur-unsur feminitasnya sendiri dalam bentuk
gejala neurotik, gangguan kehidupan emosional dan gangguan
fungsi-fungsi kewanitaan yang spesifik ( seperti gangguan
dalam siklus menstruasi, gangguan fisik, dan psikhis waktu
hamil, kesukaran ketika melahirkan bayi, dan lain-lain),
3) Dalam kehidupan cintanya, banyak mengalami kekecewaan
karena cinta tersebut “dirasionalkan”. Sehingga wanita
maskulin mengalami kecemasan dalam kehidupan cintanya,
bahwa dirinya tidak berhasil untuk menemukan pasangan.
D. Mekanisme Pertahanan Diri Seseorang Wanita Dewasa Awal yang Maskulin
Masa dewasa awal akan merasa bahagia apabila tugas
perkembangan dirinya sepenuhnya dipenuhi. Pemenuhan tugas
perkembangan sesuai umurnya saat ini, tugas perkembangan sebelumnya
haruslah sudah dipenuhi. Dengan begitu, individu akan merasa bahagia
karena melaksanakan tugas perkembangan sesuai dengan tahap
perkembangannya (Hurlock, 1980). Pada saat masa dewasa awal,
dari pengalaman masa lalunya. Salah satu tugas perkembangan masa
dewasa awal adalah memenuhi tanggung jawab dan peranan seperti yang
diharapkan oleh masyarakat.
Ketika wanita maskulin bergaul atau bersosialisasi dengan
lingkungan disekitarnya, terdapat tekanan emosi yang dialami oleh wanita
maskulin. Tekanan emosi tersebut kemudian akan memberikan dampak
negatif terhadap perkembangan emosi di dalam dirinya sehingga dirinya
menjadi cemas. Sumber kecemasan ini berasal dari beberapa hal, yaitu
wanita tidak boleh dianggap oleh masyarakat “klas kambing”, memiliki
ketakutan pada unsur-unsur feminitasnya dan Dalam kehidupan cintanya,
banyak mengalami kekecewaan karena cinta tersebut “dirasionalkan”
(Kartini, 1992).
Kecemasan yang dialami wanita dewasa awal yang berasal dari
sumber-sumber kecemasan itu terdorong untuk mencari jalan keluar
dengan cara melakukan mekanisme pertahanan diri. Misalnya, wanita
dewasa awal melupakan kekecewaannya dengan cara menekan
kekecewaannya itu sampai kealam bawah sadarnya, sehingga ia tidak
menyadari hal-hal yang menyakitkan tersebut memindahkan rasa
kekecewaannya tersebut kepada orang lain. Mekanisme pertahanan diri
yang diuraikan dalam penelitian ini, antara lain: represi, penyangkalan,
pembentukan reaksi, proyeksi, regresi, rasionalisasi, penggantian, dan
28
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian.
Hal yang berkaitan antara lain: jenis penelitian, subjek penelitian, metode
pengumpulan data, lokasi dan sasaran penelitian, waktu pelaksanaan,
langkah-langkah/ tahap penelitian, teknik pengujian keabsahan data dan teknik analisi/
pengolahan data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh sebab itu,
penelitian kualitatif dilakukan secara intensif dengan partisipasi dari peneliti
sendiri selama berada di lapangan. Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2010)
menyebutkan bahwa penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang
terkumpul biasanya berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan
pada angka, dan lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati). Teori
yang digunakan dalam penyusunan masih bersifat sementara, dan akan
berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial dan
disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan. Berdasarkan teori di
dalam penelitian kualitatif masalah pada penelitian dapat diteliti dan diketahui
Penelitian studi kasus juga dapat berfokus kepada rutinitas yang sejak
dahulu sudah terjadi, kejadian sehari-hari. Penelitian kualitatif, hasilnya tidak
dapat diramalkan atau bersifat baku. Dengan demikian, data yang diperoleh
bergantung kepada peserta peneliti, tujuan penelitian dan konteks penelitian yang
hendak dilakukan (Tohirin, 2012).
B. Subyek Penelitian
Subjek dalam studi kasus dipilih sesuai dengan tujuan dan kebutuhan
penelitian (Tohirin, 2012). Subjek di dalam penelitian ini dipilih berdasarkan
beberapa kriteria usia dewasa awal, subjek berumur 22 tahun. Subjek saat ini
merupakan lulusan dari universitas swasta di Yogyakarta. Subjek memenuhi
kriteria subjek penelitian, subjek berjenis kelamin wanita yang berpenampilan
maskulin. Ciri-ciri subjek, berambut pendek yang menyerupai laki-laki, selalu
menggunakan sepatucats, berpenampilan seperti laki-laki, bertingkah laku seperti
laki-laki, berbicara seperti seorang anak laki-laki, dan subjek memiliki sirklus
menstruasi 2 bulan satu kali.
C. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan pengertian yang luas,
lebih lengkap dan lebih mendalam tentang subjek yang hendak diteliti, serta
membantunya untuk memperoleh pemahaman akan diri sendiri. Penelitian ini
Teknik pencatatan data dalam penelitian ini dengan cara menceritakan
kembali suatu kejadian dan keadaan lingkungan, yang bertujuan untuk
memperoleh data yang luas dan tentang tingkah laku, kehidupan sosial serta
lingkungan sosial subjek. Metode pencatatan ini dilakukan dengan cara
mengidentifikasikan mekanisme pertahanan diri yang dilakukan subjek.
Penulis menggunakan beberapa metode dalam usaha untuk memperoleh
data dan informasi tersebut, yaitu:
1. Riwayat Hidup
Pedoman riwayat hidup digunakan untuk memperoleh dan mengetahui
data tentang latar belakang kehidupan subjek penelitian. Riwayat hidup
diperoleh dari bertanya langsung kepada subjek tentang data diri subjek, data
keluarga, tentang riwayat kehidupan termasuk pekerjaan, pendidikan, dan
kesehatan.
2. Wawancara
Esterberg (dalam Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa, wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu. Dalam wawancara informasi ini, penulis melengkapi informasi yang
telah terkumpul dan mengecek kebenaran informasi yang telah penulis
peroleh. Wawancara ini dilakukan terhadap subjek sendiri dan teman dekat
yang dialami oleh wanita dewasa awal. Agenda yang direncanakan peneliti
untuk bertemu dengan subjek:
a. Tanggal : 21 Desember 2015
Tempat : Rumah Makan
Isi Pertemuan : Bertemu dengan subjek untuk menjelaskan
penelitian yang dilakukan dengan melakukan wawancara dan
observasi. Wawancara dilakukan dengan menanyakan identitas
subjek.
b. Tanggal : 5 Januari 2015
Tempat : Rumah Makan
Isi Pertemuan : Melakukan wawancara, dengan memberikan
pertanyaan tentang ketakutan terhadap unsur-unsur kefeminitasnya.
c. Tanggal : 9 Januari 2015
Tempat : Rumah Makan
Isi Pertemuan : Melakukan wawancara.
Berikut ini akan dijabarkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan
kecemasan yang dialami oleh wanita maskulin, yang beraktivitas aktif
(Kartini, 1992):
a. Aspek : Ketakutan pada unsur-unsur feminitasnya sendiri dalam
bentuk gejala neurotic, gangguan kehidupan emosional dan
gangguan fungsi-fungsi kewanitaan yang spesifik
1) Apakah kamu merasa cemas karena kamu mempunyai hormon
yang berbeda dengan wanita yang lain?
2) Apakah kamu merasa mudah marah, atau tersinggung oleh
orang lain yang mengomentari penampilanmu?
3) Apakah kamu merasa cemas dengan penampilan kamu yang
terbilang tidak feminin?
4) Adakah kamu mempunyai prasangka, bahwa masyarakat
menilaimu negative dengan penampilanmu? Jika iya, prasangka
apakah itu? Apa yang kamu lakukan apabila pikiran tersebut
tiba-tiba muncul?
5) Apakah kamu ada niatan untuk mengubah penampilanmu yang
sekarang? Alasannya?
6) Apakah penampilanmu saat ini membuat dirimu nyaman atau
tidak? Alasannya?
7) Adakah waktu atau situasi seperti apa yang bisa mengubah
penampilanmu?
3. Observasi
Nasution (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar
ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu
fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Tujuan
observasi adalah mendiskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas
mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.
Observasi dilakukan selama melakukan wawancara dengan subjek,
peneliti melakukan pengamatan bebas, mencatat apa yang tertarik, melakukan
pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participant
observation).Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari
subjek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang
dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasaka suka dukanya. (Sugiyono,
2010).
Waktu melakukan observasi bisa sewaktu-waktu, karena mekanisme
pertahanan diri dilakukan secara spontan ketika subjek merasakan kecemasan,
dan subjek tidak sadar melakukan mekanisme pertahanan diri. Peneliti sudah
mengetahui tentang mekanisme pertahanan diri, sehingga peneliti tahu ketika
subjek sedang melakukan mekanisme pertahanan diri.
4. Triangulasi
Triangulasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
triangulasi penggunaan sumber. Triangulasi penggunaan sumber, peneliti
melakukan antara lain: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan
data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa
yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya
sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan seseorang dengan berbagai
pendapat; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
D. Validasi Data
Pengumpulan data untuk sebuah studi kasus ialah mengecek data kita dengan
berbagai metode dan berbagai sumber. Dengan menggunakan observasi
berperanserta (participant observation), maka akan lebih meningkatkan kekuatan
data yang telah diperoleh dan data yang diperoleh menjadi luas, konsisten dan
tuntas. Triangulasi selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga
dilakukan untuk memperkaya data.
E. Teknik Analisis Data
Bogdan (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa, analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Setelah data
dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data.
Pembuatan kode (coding) menurut Miles dan Huberman (dalam Ahmad,
2014: 209), adalah etiket atau label untuk menandai unit-unit makna pada
informasi deskriptif atau inferensial yang disetujui selama suatu kajian. Menurut
Ahmad (2014: 210), pengkodean data adalah pekerjaan yang berat dari
penumpukan data mentah ke dalam tumpukan yang dapat dikelola. Pembuatan
kode merupakan tahapan terpenting pada penelitian kualitatif, maka langkahnya
1. Catatan Awal
Catatan yang dibuat saat peneliti melakukan wawancara atau
observasi. Biasanya catatan awal ini ditulis dalam kalimat yang tidak
sempurna karena peneliti mengejar informasi selama observasi atau
wawancara. Peneliti menggunakan singkatan-singkatan tertentu, yang
tetap dimengerti oleh peneliti.
2. Catatan Lanjut
Catatan yang dilakukan sesegera mungkin setelah masing-masing
sesi lapangan. Setelah peneliti melakukan observasi atau wawancara,
peneliti menyempurnakan catatan awal dengan membetulkan huruf-huruf
atau singkatan-singkatan yang digunakan sehingga menjadi kalimat yang
sempurna dan komunikatif.
3. Penulisan Transkip dan Pemberian Kode
Crewell (dalam Ahmad, 2014: 223), mengemukakan bahwa
penghimpunan data lapangan peneliti menghimpun teks atau kata-kata
melalui wawancara dengan subjek atau dengan menulis catatan selama
observasi. Prosedur yang paling lengkap adalah memiliki seluruh
wawancara dan semua catatan lapangan yang ditranskripkan.
Proses pemberian kode terhadap data (informasi) atau teks, yaitu
dengan mengetik atau mengkopi dari teks yang sudah diketik dalam
komputer. Formatnya dengan membuat tabel yang berisi kolom nomor
kutipan informasi (data). Nomor baris memiliki fungsi mempermudah
bagi peneliti atau orang lain untuk menelusuri posisi informasi (data)
dalam transkrip.
4. Membuat Kategori
Pada tahap terakhir, yaitu kategorisasi/klasifikasi, peneliti memenggal
teks dari tumpukan teks yang sangat banyak dan dipindahkan/diletakkan
pada unsur-unsur kategori tertentu sesuai dengan fokus penelitian.
Membuat kategorisasi akan membantu peneliti untuk mengetahui
teks-teks tertentu yang digunakan untuk kepentingan analisis.
Peneliti, pada tahapan ini membuat format kategori data, sehingga
peneliti mudah untuk mengetahui teks-teks tertentu yang diperlukan untuk
kepetingan analisis. Menurut Silverman (dalam Ahmad, 2014: 228),
kategori-kategori digunakan dengan cara yang terstandar, sehingga
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi hasil penelitian dan pembahasan. Terdiri dari tempat
pelaksanaan penelitian, jadwal pertemuan dengan subjek, data tentang subjek,
pembahasan mengenai mekanisme pertahanan diri wanita dewasa awal yang
berpenampilan maskulin pada subjek.
A. Pelaksanaan penelitian
Persiapan penelitian dimulai dengan adanya peryataan kesediaan subjek
untuk menjadi subjek penelitian dengan cara mengisi surat pernyataan
kesanggupan subjek. Setelah subjek bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini,
maka langkah selanjutnya adalah penentuan waktu untuk bertemu dengan subjek.
Penentuan waktu untuk bertemu dengan subjek disepakati pada tanggal 21
Desember 2014, 6 Januari 2015 dan 16 Januari 2015.
Wawancara dilakukan di tempat makan, dan café. Pengambilan data
dilakukan dilakukan pada tanggal 21 Desember 2014 pukul 18.00-19.00 WIB, 6
Januari 2015 pukul 13.30-14.30 WIB dan 16 Januari 2015 pukul 13.00-14.30
WIB. Selain melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi. Mekanisme
pertahanan diri dilakukan ketika subjek merasa cemas, dan mekanisme
mendistorsi kenyataan, dan (2) bekerja secara tidak sadar sehingga individu yang
melakukan mekanisme pertahanan tidak tahu apa yang sedang terjadi (Hall dan
Lindzey, 1993). Maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data pada
observasi berperanserta (participant observation) dan menggunakan triangulasi
penggunaan sumber.
B. Hasil Penelitian 1. Identitas Subjek
Nama : A (nama samaran)
Tempat Tanggal Lahir: Yogyakarta, 28 November 1992
Asal Daerah : Yogyakarta
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 22 tahun
Agama : Katolik
Alamat : Yogyakarta
Anak ke- : 2 dari 2 bersaudara
Pendidikan Terakhir : S1
Cita-cita : Membangun sekolah bagi anak-anak yang tidak
Hobby : Bermain basket
Penampilan Fisik : Tinggi badan ± 155cm, berat badan ± 61kg,
kulit sawo matang, rambut pendek (potongan seperti laki-laki), tebal, ikal,
diwarna coklat, bentuk wajah bulat, mata sipit, berkacamata, bibir tipis,
hidung pesek, berpenampilan seperti laki-laki, cara berjalan seperti laki-laki.
Penampilan Psikis : Ramah, tertutup, tidak banyak bicara, cuek, tidak suka
berbasa-basi, suka menolong jika diminta tolong oleh orang lain, subjek akan
menjadi terbuka atau banyak bicara pada orang yang benar-benar membuat
dirinya nyaman.
Sumber Informasi : Subjek, teman subjek
2. Latar Belakang Keluarga
Latar belakang keluarga subjek A diperoleh dari penjelasan yang
diberikan oleh subjek, Ibu subjek dan peneliti melakukan observasi. Keluarga
subjek terdiri dari bapak, ibu dan dua anak. Subjek merupakan anak bungsu,
kakak subjek merupakan perempuan yang sudah bekerja di luar kota. Di
Yogyakarta, subjek tinggal dengan kedua orangtuanya. Bapak subjek
diberhentikan dari pekerjaannya ketika masa krisis tahun 1998, saat ini bapak
subjek membantu pekerjaan dari Ibu subjek. Ibu subjek bekerja sebagai
pedagang pakaian, tas, sepatu melalui online atau pesan singkat seperti BBM,
subjek. Sehingga dari tahun 1998, sumber penghasilan keluarga ini dari ibu
subjek. Subjek termasuk anak yang tidak terlalu dekat dengan bapaknya, ia
lebih cenderung dekat ibu subjek.
Menurut pandangan subjek, bapaknya merupakan orang yang keras.
Baginya, bapak memiliki watak yang keras, cuek, bertanggung jawab, dan
tidak banyak bicara. Pandangan ini muncul karena subjek merasa bahwa
bapaknya tidak banyak mengatur dirinya, atau mengomeli dirinya ketika dia
melakukan kesalahan. Subjek merasa bahwa yang banyak memberitahu atau
menasehati dirinya adalah ibu subjek. Sehingga sampai saat ini, subjek tidak
terlalu dekat dengan bapak subjek. Sikap bapaknya ini, ia rasakan setelah
bapak subjek diberhentikan dari pekerjaannya. Ia merasa bahwa bapak subjek
menjadi lebih keras, terkadang membentak subjek tanpa alasan yang jelas dan
pada umur 6 tahun ini subjek pernah di pukul oleh bapaknya, pada saat itu
subjek menangis dan berhenti lama. Namun saat ini, bapak subjek tidak
pernah memukul subjek lagi.
Di dalam keluarga subjek, tidak mempunyai anak laki-laki sehingga
subjek merasa bahwa dirinyalah yang harus membantu dalam pekerjaan anak
laki-laki.
3. Pertumbuhan Jasmani dan Riwayat Kesehatan
Pertumbuhan jasmani subjek berkembang secara normal sesuai dengan
tahap perkembangannya. Subjek tidak memiliki penyakit apapun saat ini.
Subjek pernah sakit DBD dan tipes dalam waktu bersamaan ketika SMA.
Subjek tidak seperi wanita-wanita pada umunya, yang mengalami datang
bulan setiap bulannya. Subjek mengalami datang bulan setiap dua bulan
sekali, subjek sudah memeriksakan kondisinya ke dokter ketika diperiksa
hasil yang diperoleh adalah hormon subjek mengakibatkan datang bulan dua
bulan sekali. Hormon subjek, lebih banyak hormon testosterone dibandingkan
hormone estrogen.
4. Ciri-ciri Kepribadian
Subjek berpenampilan maskulin, hal ini bertentangan dengan harapan dan
persepsi masyarakat sebagai perempuan. Sehingga banyak orang-orang
disekitar subjek seperti guru ketika masih sekolah, teman-teman subjek, dan
saudara-saudara subjek. Mereka mengharapkan subjek lebih berpenampilan
feminism. Tetapi menurut pengakuan subjek, subjek merupakan pribadi yang
cuek dengan komentar orang lain dalam segi penampilannya.
Subjek juga cenderung melakukan apa saja yang bisa dilakukannya
tanpa meminta bantuan orang lain, walaupun kegiatan tersebut merupakan
tugas laki-laki. Terlebih subjek sering membantu pekerjaan anak laki-laki di
rumah.
“Kadang wanita juga perlu jadi laki-laki Iyah, kayak kerjaan laki-laki gak semuanya harus di kerjain cowok ta kalo kita bisa kenapa gak”. (W/S/127-128)
Subjek dipilih peneliti karena memenuhi syarat sebagai wanita yang
berpenampilan maskulin karena subjek tidak memiliki cirri-ciri khas sebagai
wanita. (1) subjek tidak memiliki ciri kepribadian yang narsisme, subjek
mencintai dirinya sendiri dan merawat dirinya sendiri dengan cara
berpenampilan seperti laki-laki. (2) tidak memiliki sifat Kepasifan dan
Masokhisme, subjek tidak teliti, subjek sering kali meninggalkan barang yang
dimilikinya. Subjek juga tidak teliti dalam hal-hal kecil, seperti menaruh
barang dan sering kali melupakan janji dengan seseorang, subjek
membutuhkan seseorang untuk mengingatkan janji-janji yang sudah dibuat.
Subjek tidak ada kemauan untuk membuat catatan kecil yang berisi jadwal
janjiannya, (3) subjek tidak memiliki seseorang yang membuat dirinya tidak
bahagia apabila tidak ada orang tersebut, subjek nyaman ketika walau sendiri,
(4) subjek merasa bahwa dirinya tidak memiliki kepribadian keibuan, subjek
5. Mekanisme Pertahanan Diri
Peneliti melakukan wawancara dengan subjek, menanyakan pertanyaan
yang didasarkan dengan kecemasan-kecemasan yang dialami oleh wanita
maskulin. Subjek melakukan mekanisme pertahanan diri, yaitu:
a. Rasionalisasi (MPD 6) :
Subjek merasionalkan atau membenarkan dan memberikan
alasan yang dapat diterima oleh lingkungan sosial dengan penampilan
dan perilakunya lebih seperti laki-laki. Subjek mengutarakan bahwa
sebagai wanita haruslah bisa berperan sebagai laki-laki juga, subjek
mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan laki-laki dengan
memberikan alasan bahwa pekerjaan yang bisa dilakukan sendiri, lebih
baik mengerjakan sendiri. Subjek mengatakan bahwa pekerjaan
laki-laki dapat dilakukan oleh wanita dan sebaliknya. Hal ini, terbukti
ketika subjek mengatakan:
“Terus kayaksingle parentgimana juga harus berperan sebagai cowok walaupun gakakan bisa jadi cowok beneran setidaknya bisa sedikit berperan.” (W/S/RS-PART/025-028)
Yaa, kepikiran aja. Kalo semisal besok aku single parent atau besok aku gak nikah kan aku harus bisa jadi laki-laki juga.” (W/S/RS-PART/030-031)
Subjek membenarkan perilakunya yang cenderung laki-laki
peran yang dilakukan oleh wanita. Hal ini terbukti ketika subjek
mengatakan:
“Bagikucewek cowok sama lahperannya jadi ada kalanya peran cewekdi lakuin cowokterus perancowok di lakuin cewek.” (W/S/RS-PART/237-238)
b. Represi(MPD 1) :
Subjek melakukan represi, apabila subjek mengatakan
ketakutan kepada peneliti namun tidak berani disampaikan kepada
orang lain. Subjek mempunyai keinginan untuk dekat dengan laki-laki,
tetapi sampai saat ini subjek tidak mempunyai teman dekat laki-laki.
Hal ini diutarakan oleh subjek ketika ditanyakan oleh peneliti tentang
kehidupan cintanya. Perilaku yang dilakukan subjek ketika ditanyakan
tentang kehidupan cintanya, subjek cenderung menghindari pertanyaan
peneliti dan menjawab singkat dibandingkan ketika subjek menjawab
pertanyaan peneliti mengenai aspek yang lain. Subjek mempunyai
keinginan untuk diperhatikan oleh teman dekat laki-laki, subjek
mengatakan:
“Iyahh, hal-hal sepele kayak ingetin aku makan, minum vitamin atauapalah.” (W/S/RP-PART/063-064)
Subjek juga mengutarakan kecemasan kepada peneliti, ketika
mendapatkan masalah tanpa menceritakan kepada orang lain. Subjek
merasa tidak ingin dianggap menyukai sesama jenis karena
penampilannya yang maskulin. Kecemasan yang diutarakan oleh
subjek ini, diutarakan ketika subjek diperhatikan oleh orang lain yang
tidak mengenal dirinya tetapi sudah menilai dirinya. Walaupun orang
lain tersebut tidak mengatakan apapun dengan subjek, tetapi subjek
sudah merasa bahwa dirinya dinilai negativ dengan orang lain, hal ini
dapat dilihat ketika subjek mengutarakan kecemasannya:
“Yoo, ra piye-piye dia nganggep aku suka cewek paling.” (O/S/RS-PART/13)
Subjek mengutarakan perasaan bahwa dirinya
tersinggung jika dirinya dinilai sebagai laki-laki ketika dilihat secara
langsung maupun dilihat melalui foto. Subjek mengutarakan
perasaannya kepada peneliti, tetapi tidak disampaikan oleh orang lain.
Subjek mengutarakan: