PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI
Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Fransisca Novieta Afsari Dewi NIM: 082114080
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI
Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Fransisca Novieta Afsari Dewi NIM: 082114080
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Kesabaran da
n usaha keras akan sanggup menghilangkan kesulitan
dan melenyapkan rintangan”
(Mario Teguh)
“Jangan berhenti berupaya ketika menemui kegagalan,
karena kegagalan adalah cara Tuhan mengajari
kita tentang arti kesungguhan”
(Cak Nun)
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati
dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya
tanpa kehilangan semangat”
(Winston Chuchill)
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Papa dan Mama tercinta
Kakakku Shanny dan adikku Venty
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
1. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian kepada penulis.
2. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA selaku Dosen Pembimbing yang telah
membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi yang telah menunjukkan padaku
segudang ilmu pengetahuan yang sangat berharga. Karyawan Fakultas Ekonomi
yang telah membantu penulis selama menjalani studi di Fakultas Ekonomi.
4. Bapak Ahmad Rivai selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Mataram Barat yang memberikan ijin untuk melakukan penelitian. dan segenap
karyawan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat yang telah
banyak membantu dengan mencarikan data yang dibutuhkan serta membantu
menyebarkan kuesioner.
5. Seluruh responden yang telah mengisi kuesioner peneliti.
6. Ayahanda Ignatius Made Harsanto Wardi dan Ibunda Andreani Made Supriani
yang selalu memberikan perhatian, semangat dan doa untukku sehingga
penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat terselesaikan
dengan baik.
7. Kakakku FX. Shanny Herdyanto dan Margareta Venty adikku yang selalu
viii
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca.
Yogyakarta, 16 April 2013
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) ... 13
2. Subjek Pajak ... 14
4. Ketentuan tentang Penyampaian SPT ... 20
x
1. Definisi Kepatuhan Perpajakan ... 25
2. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak (WP)... 26
3. Indikator Kepatuhan WP ... 26
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan WP ... 27
5. Upaya yang Dilakukan Pemerintah untuk Meningkatkan Kepatuhan WP ... 29
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat Tahun
2010-2012 (Agustus) ... 3
Tabel 4.1 Data Responden Berdasarkan Usia ...57
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...57
Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...58
Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Pekerjaan ...58
Tabel 4.5 Data Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan ...59
Tabel 4.6 Data Responden Berdasarkan Tahun Perolehan Nomor Pokok WajibPajak (NPWP) ...59
Tabel 4.7 Deskripsi Hasil Kuesioner ...60
Tabel 4.8 Analisis Uji Validitas Variabel Pengetahuan Pajak ...64
Tabel 4.9 Analisis Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan ...64
Tabel 4.10 Analisis Uji Validitas Variabel Sanksi Perpajakan ...65
Tabel 4.11 Analisis Uji Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)...65
Tabel 4.12 Reliability Statistics Variabel Pengetahuan Pajak ...66
Tabel 4.13 Reliability Statistics Variabel Kualitas Pelayanan ...67
Tabel 4.14 Reliability Statistics Variabel Sanksi Perpajakan ...67
Tabel 4.15 Reliability Statistics Variabel Kepatuhan WP OP ...67
Tabel 4.16 Hasil Uji Normalitas ...68
Tabel 4.17 Hasil Koefisiensi Uji Multikolonieritas ...69
Tabel 4.18 Analisis Regresi Linier Berganda ...71
Tabel 4.19 Anova untuk Uji F...73
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ...38
Gambar 4.1 Grafik Scatterplot Heteroskedastisitas ...70
Gambar 4.2 Daerah Diterima dan Ditolak H0 Uji F ...74
Gambar 4.3 Daerah Diterima dan Ditolak H0 (Hipotesis 1) ...76
Gambar 4.4 Daerah Diterima dan Ditolak H0 (Hipotesis 2) ...78
xiii
ABSTRAK
PENGARUH PENGETAHUAN PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI
Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat
Fransisca Novieta Afsari Dewi NIM: 082114080 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan pajak, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhanWajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). Penelitian ini dilakukan karena kepatuhan WP OP di KPP Pratama Mataram Barat tahun 2010-2012 (Agustus) mengalami penurunan.
Penelitian yang dilakukan berupa studi empiris. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling aksidental. Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 95 responden. Data dikumpulkan dengan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan metode analisis regresi linier berganda, uji F dan uji t.
xiv
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF TAX KNOWLEDGE , QUALITY SERVICE AND TAX PENALTIES TOWARD THE COMPLIANCE OF INDIVIDUAL
TAXPAYER’S
An Empirical Study at Pratama Tax Service Office, West Mataram
Fransisca Novieta Afsari Dewi NIM: 082114080 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The research was aimed to understand the influence of tax knowledge, quality service and tax penalties toward the compliance of individual taxpayer’s. This research was conducted because the compliance of individual taxpayer’s at Pratama Tax Service Office West Mataram for the year 2010 until 2012 were decreased.
The type of research was an empirical study. The sample was chosen using accidental sampling and resulted with 95 respondents. The research used questionnaire as a tool for data gathering. The research used multiple linear regression, F test and t-test, as the data analysis technique.
The result of the research showed that using F test, tax knowledge, quality of service and tax penalties simultaneously influence toward the compliance of
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dapat dilihat dari
adanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di segala bidang.
Pembangunan tersebut sebagai wujud pemenuhan kewajiban pemerintah terhadap
rakyat Indonesia. Dalam rangka memenuhi kewajiban tersebut, negara
melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan berbagai jenis penerimaan
sebagai sumber pendapatan negara. Terdapat 3 (tiga) sumber penerimaan negara
yang menjadi pokok andalan, yaitu penerimaan dari sektor pajak, penerimaan
dari sektor migas (minyak dan gas bumi) dan penerimaan dari sektor bukan
pajak. Penerimaan dari sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
terbesar negara (Widodo, dkk, 2010: 1).
Menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia, Agus Martowardojo
(www.pajak.go.id) realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2011 mencapai
Rp872,6 triliun (99,3% dari sasaran APBN-P 2011 sebesar Rp878,7 triliun) atau
naik sebesar Rp149,3 triliun (20,6%) dari realisasi tahun 2010 sebesar Rp723,3
triliun. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan
penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan tax
reform, yaitu dengan melakukan reformasi terhadap peraturan dan
Sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment
system menjadi self assessment system, dimana self assessment system merupakan
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak (WP)
untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Keuntungan self assessment
system adalah WP diberi kepercayaan oleh pemerintah (fiskus) untuk
menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku (Tarjo dan Indra Kusumawati, 2006:
101-102).
Selain memiliki keuntungan, self assessment system juga memilki
kelemahan. Dalam prakteknya self assessment system sulit berjalan sesuai dengan
yang diharapkan atau bahkan sering disalahgunakan. Hal ini dapat terlihat dari
banyaknya WP yang dengan sengaja tidak patuh, kesadaran WP yang masih
rendah atau kombinasi dari keduanya, sehingga WP enggan untuk melaksanakan
kewajiban membayar pajak. Rendahnya kepatuhan dan kesadaran WP terlihat
dari sangat kecilnya jumlah mereka yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan mereka yang melapokan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya
(Sadhani, 2004 dalam Tarjo dan Indra Kusumawati 2006).
Menurut Pandiangan (2008: 4), beberapa kondisi atau indikator yang
mempengaruhi rendahnya kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban
pajak antara lain jumlah WP terdaftar masih rendah bila dibandingkan dengan
potensi yang ada, kepatuhan WP masih rendah yang tercermin dari pelaksanaan
kewajibannya (penyampaian SPT baik masa maupun tahunan yang masih
tingkat yang optimal dan tax ratio sebagai salah satu indikator kinerja perpajakan
di suatu negara yang masih rendah.
Kepatuhan WP (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan WP
dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat
Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang, serta kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Pada hakekatnya
kepatuhan WP dipengaruhi oleh faktor internal, yakni faktor yang berasal dari
dalam diri WP sendiri serta kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi
tax service dan tax enforcement. Perbaikan administrasi perpajakan diharapkan
dapat mendorong kepatuhan WP (Wulandari, 2010: 2).
Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat, hingga bulan
Agustus tahun 2012 terdapat sebanyak 49.904 Wajib Pajak Orang Pribadi (WP
OP) yang terdaftar dan sebanyak 34.141 WP OP yang efektif. Namun 13.864 WP
OP yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), hal ini menunjukkan
bahwa tingkat kepatuhan WP OP di KPP Pratama Mataram Barat hanya 41%.
Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat kepatuhan di KPP Pratama Mataram
Barat ternyata makin menurun dari tahun ke tahun.
Tabel 1.1 Tingkat Kepatuhan WP OP di KPP Pratama Mataram Barat Tahun 2010-2012 (Agustus)
Berdasarkan Tabel 1.1 maka dapat dilihat bahwa dari tahun 2010 hingga
tahun 2012 (Agustus), tingkat kepatuhan WP OP di KPP Pratama Mataram Barat
mengalami penurunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian guna mengetahui
apa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan WP OP di KPP Pratama
Mataram Barat.
Beberapa penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak (WP) telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti. Budi R (2007) melakukan kajian terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak yang ada di wilayah Kota
Surabaya. Hasil penelitian berdasarkan uji secara simultan faktor kejelasan
Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan, filsafat negara dan tingkat pendidikan
WP secara statistik berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan dalam
membayar pajak. Faktor kejelasan Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan
mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap kepatuhan membayar pajak.
Supriyati dan Nur Hidayati (2008) melakukan penelitian mengenai
pengaruh pengetahuan pajak dan persepsi Wajib Pajak (WP) terhadap kepatuhan
WP. Hasil penelitian Supriyati dan Nur Hidayati (2008) menunjukkan bahwa
variabel pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan WP,
sedangkan variabel persepsi WP terhadap petugas pajak dan kriteria WP patuh
tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan WP. Salah satu penyebab
berpengaruhnya pengetahuan pajak terhadap kepatuhan WP adalah mulai
bertambahnya tingkat pengetahuan pajak yang diperoleh langsung dari petugas
Penelitian yang dilakukan oleh Prabawa (2012) mengenai pengaruh
kualitas pelayanan dan sikap WP terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak
Orang Pribadi (WP OP) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung
Utara. Hasil penelitian Prabawa (2012) menunjukkan bahwa secara simultan
(serempak) kualitas pelayanan dan sikap WP OP memiliki pengaruh yang
signifikan pada kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Badung Utara.
Sedangkan secara parsial kualitas pelayanan dan sikap WP memiliki pengaruh
yang positif terhadap kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Badung
Utara.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pengetahuan Pajak, Kualitas Pelayanan
dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Studi Empiris di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Mataram Barat”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengetahuan pajak, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan secara
simultan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
2. Apakah pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi?
3. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
4. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Orang pribadi?
C.Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa batasan masalah. Hal tersebut
dilakukan agar tidak terlalu luas dan dapat menjawab masalah yang ada, maka
masalah akan dibatasi pada:
1. Penelitian dilaksanakan di ruang lingkup Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Mataram Barat;
2. Responden yang digunakan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP);
3. Kepatuhan WP OP diukur berdasarkan penyampaian Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan maupun Masa.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pengetahuan pajak,
kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi (WP OP) di KPP Pratama Mataram Barat.
E.Manfaat Penelitian
1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan (pendapat) mengenai
tindakan yang harus diambil oleh KPP, guna meningkatkan kepatuhan WP
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
dan bacaan serta referensi di bidang perpajakan bagi pihak yang berminat
terhadap topik perpajakan.
3. Bagi Penulis
Dalam penelitian yang dilaksanakan, penulis dapat mengetahui secara
langsung faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan WP OP. Selain
itu, penelitian ini juga memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan
bagi penulis dalam mempraktikan teori yang telah dipelajari pada saat kuliah.
F. Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Bab ini menguraikan penjelasan mengenai teori-teori pendukung
yang berkaitan dengan topik penelitian serta hipotesis penelitian.
Bab III: Metode Penelitian
Bab ini akan menjelaskan jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, subyek dan obyek penelitian, data penelitian, teknik
pengumpulan data, pengukuran variabel, variabel penelitian, populasi
Bab IV: Analisis Data dan Pembahasan
Bab analisis data dan pembahasan akan menjelaskan mengenai
deskripsi data responden, deskripsi hasil kuesioner, teknik pengujian
data, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, uji F, analisis
koefisien determinasi (adjusted R2), uji t dan pembahasan.
Bab V: Penutup
Pada bab penutup berisikan hasil kesimpulan dari analisis data
penelitian, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian
selanjutnya.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pajak
1. Definisi Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1 menyatakan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam Mardiasmo (2011:
1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur:
a. Iuran dari rakyat kepada kas negara
yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang
b. Berdasarkan Undang-Undang
pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaanya;
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah;
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut R. Santoso Brotodihardjo dalam Rahayu (2010: 22), pajak
adalah iuran kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2011: 1), ada dua fungsi pajak, yaitu:
a. Fungsi budgetair (penerimaan)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya;
b. Fungsi regulerend (mengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011: 7), sistem pemungutan pajak terdiri dari:
a. Official Assessment System
adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak (WP).
Ciri-ciri official assessment system:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus;
2) Wajib Pajak bersifat pasif;
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
oleh fiskus;
b. Self Assessment System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri self assessment system:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri;
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang;
c. With Holding System
adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri with holding system, yaitu wewenang menentukan besarnya
pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib
Pajak.
4. Hambatan Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011: 8), hambatan terhadap pemungutan
pajak dapat dikelompokkan menjadi:
a. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat
disebabkan, antara lain:
1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat;
2) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat;
3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik;
b. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
Bentuk perlawanan aktif, antara lain:
1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar Undang-Undang. Menurut Stiglitz (1985) dalam
Simanjuntak dan Imam (2012: 90), prinsip utama penghindaran pajak
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) prinsip yaitu:
a) Menunda pembayaran pajak (postponement of taxes);
b) Memilih tarif pajak yang lebih rendah (different marjinal tax
ratio);
c) Merekayasa penghasilan menjadi berbagai jenis penghasilan yang
memiliki tarif berbeda-beda (manipulation of different types of
income that are taxed to different degrees).
2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar
undang-undang (menggelapkan pajak).
B. Pajak Penghasilan (PPh)
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 Tahun 2008
dalam Mardiasmo (2011: 135), mengatur pengenaan PPh terhadap subjek
pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Undang-Undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan
mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada Surat Ketetapan Pajak
2. Subjek Pajak
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 2 yang menjadi
subjek pajak adalah:
a. 1) Orang Pribadi;
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak;
b. Badan;
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
3. Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak
Yang tidak termasuk subjek pajak berdasarkan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing;
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia
(WNI) dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 1. Pengertian NPWP
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya.
2. Orang pribadi yang wajib memiliki NPWP antara lain:
a. Orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang
Besarnya PTKP setahun adalah:
1) Wajib Pajak sendiri : Rp15.840.000,-
2) Wajib Pajak kawin : Rp17.160.000,-
3) Wajib Pajak kawin dan memiliki 1 tanggungan : Rp18.480.000,-
4) Wajib Pajak kawin dan memiliki 2 tanggungan : Rp19.800.000,-
5) Wajib Pajak kawin dan memiliki 3 tanggungan : Rp21.120.000,-
3. Pendaftaran NPWP
Berdasarkan self assessment system, setiap WP yang memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan Perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk memiliki
NPWP dengan cara:
a. Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor
Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP;
b. Melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan alamat
www.pajak.go.id
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin
yang ingin dikenakan pajak secara terpisah dengan suaminya. Wajib Pajak
Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) yang mempunyai tempat
usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP
mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan
usaha dilakukan.
Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang tidak menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh
penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan
berikutnya. WP OP lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh NPWP.
4. Pencantuman NPWP
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak
(WP) diwajibkan mencantumkan NPWP yang dimilikinya.
5. Fungsi NPWP
a. Sarana dalam administrasi perpajakan;
b. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya;
c. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi pajak.
6. Manfaat memiliki NPWP
a. Kemudahan pengurusan administrasi, dalam:
2) Pembuatan rekening koran di bank;
3) Pengajuan SIUP/ TDP;
4) Pembayaran pajak final (PPh Final, PPN, dan BPHTB, dll);
5) Pembuatan paspor;
6) Mengikuti lelang di instansi Pemerintah, BUMN, dan BUMD.
b. Kemudahan pelayanan perpajakan:
1) Pengembalian pajak;
2) Pengurangan pembayaran pajak;
3) Penyetoran dan pelaporan pajak.
7. Sanksi
Wajib Pajak (WP) yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan
NPWP akan dikenakan sanksi perpajakan. Setiap orang yang dengan sengaja
tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP, atau menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
D.Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Definisi Surat Pemberitahuan (SPT)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 11 menyatakan
bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak,
objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban
sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.
2. Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Menurut Mardiasmo (2011: 31), fungsi SPT bagi Wajib Pajak (WP)
Pajak Penghasilan (PPh) adalah sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/
atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu)
tahun pajak atau bagian tahun pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/ atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/ atau
d. Pembayaran dari pemotongan atau pemungutan tentang pemotongan
atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu)
masa pajak sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
3. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Secara garis besar SPT dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak;
2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b. Surat Pemberitahuan (SPT) meliputi:
1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh);
2) SPT Masa yang terdiri dari:
a) SPT Masa PPh;
b) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
c) SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai (PPnBM).
c. Surat Pemberitahuan (SPT) dapat berbentuk:
1) Formulir kertas (hardcopy);
2) e-SPT.
4. Ketentuan Tentang Penyampaian SPT
a. Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak (WP) dapat dilaksanakan:
1) Secara langsung ke KPP/ KP2KP atau tempat lain yang ditentukan
(drop box, pojok pajak, mobil pajak keliling);
3) Dengan cara lain yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa
kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-filling melalui penyedia
jasa aplikasi atau ASP (Application Service Provider).
b. Bukti penerimaan SPT untuk yang disampaikan:
1) Secara langsung adalah tanda penerimaan surat;
2) e-filling melalui ASP adalah bukti penerimaan elektronik;
3) Pos dengan bukti pengiriman surat adalah bukti pengiriman surat dan;
4) Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan adalah tanda
penerimaan surat.
c. Batas waktu penyampaian:
1) SPT Masa, paling lama dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak,
kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang
dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu secara
mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya,
dan SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh
Bendahara paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa
Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah berakhirnya
Masa Pajak terakhir;
2) SPT Tahunan Pajak Penghasilan WP orang pribadi, paling lama 3
(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT
Tahunan Pajak penghasilan WP badan, paling lama 4 (empat) bulan
5. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar (Mardiasmo, 2011: 36):
a. Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN;
b. Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya;
c. Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan;
d. Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP orang
pribadi.
Menurut Mardiasmo (2011: 37), keterlambatan atau tidak
menyampaikan SPT oleh Wajib Pajak disebabkan karena:
a. Kealpaan
Setiap orang yang melakukan kealpaannya:
1) Tidak menyampaikan SPT;
2) Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan ini
merupakan, kealpaan yang pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak
maka wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan 200% (dua ratus
persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
Namun, apabila setelah perbuatan pertama kali, didenda
paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
b. Kesengajaan
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT dan/ atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
E.Wajib Pajak (WP)
1. Definisi Wajib Pajak (WP)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan mengenai Wajib
Pajak. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
2. Hak-Hak Wajib Pajak (WP)
Menurut Mardiasmo (2011: 56), hak-hak Wajib Pajak (WP) antara lain:
a. Mengajukan surat keberatan dan surat banding;
b. Menerima tanda bukti pemasukan SPT;
c. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan;
d. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT;
e. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak;
f. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat
ketetapan pajak;
g. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
h. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah;
i. Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban
pajaknya;
j. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak;
k. Mengajukan keberatan dan banding.
3. Kewajiban Wajib Pajak
a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP;
b. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
d. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam batas waktu yang telah ditentukan;
e. Menyelenggarakan pembukuan/ pencatatan;
f. Jika diperiksa wajib:
1) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak;
2) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
g. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu
kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
F. Kepatuhan Perpajakan
1. Definisi Kepatuhan Perpajakan
Menurut Nurmantu dalam Rahayu (2010: 138), kepatuhan
perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana Wajib Pajak
(WP) memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
2. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak (WP)
Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain, 2004 dalam Rahayu,
2010), kepatuhan Wajib Pajak sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran
pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:
a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua Ketentuan
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan;
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas;
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Menurut Chaizi Nasucha dalam Rahayu (2010: 139), kepatuhan
Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:
a. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;
b. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT);
c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan;
d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
3. Indikator Kepatuhan Pajak
Menurut Sommerfeld et al. (1994: 77) dalam Simanjuntak dan
Imam (2012: 103), indikator kepatuhan pajak didasarkan pada adanya
kewajiban seluruh WP untuk memasukkan SPT dan melaporkan semua
penghasilan secara akurat. Dalam praktik pelaksanaan yang berlangsung
saat ini pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan
Perpajakan, indikator kepatuhan Wajib Pajak (WP) antara lain dilihat dari
(Simanjuntak dan Imam, 2012: 103):
a. Aspek ketepatan waktu
Sebagai indikator kepatuhan adalah prosentase pelaporan SPT yang
disampaikan tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. Aspek income atau penghasilan Wajib Pajak
Sebagai indikator kepatuhan adalah kesediaan membayar kewajiban
angsuran Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Aspek law enforcement (pengenaan sanksi)
Sebagai indikator kepatuhan adalah pembayaran tunggakan pajak yang
ditetapkan berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebelum jatuh
tempo;
d. Dalam perkembangannya indikator kepatuhan ini dapat juga dilihat dari
aspek lainnya, contoh: aspek pembayaran dan aspek kewajiban
pembukuan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak
(WP), antara lain (Rustiyaningsih, 2011: 49):
a. Pemahaman terhadap sistem self assessment
Self assessment system yang diterapkan dalam perpajakan di
Indonesia memberikan kepercayaan penuh kepada WP untuk
terutang WP. Sistem ini efektif apabila WP memiliki kesadaran,
kejujuran, dan kedisiplinan dalam melaksanakan peraturan
Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku;
b. Kualitas pelayanan
Hakikat pelayanan umum adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi
pemerintah di bidang pelayanan umum;
2) Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif);
3) Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta
masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas.
Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan
memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan
dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya
yang dimiliki oleh aparat pajak. Pelayanan yang berkualitas harus dapat
memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran dan
kepastian hukum.
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi akan
menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami Ketentuan dan
Tingkat pendidikan yang rendah akan berpeluang WP enggan
melaksanakan kewajiban perpajakan karena kurangnya pemahaman
mereka terhadap sistem perpajakan yang diterapkan;
d. Tingkat penghasilan
Penghasilan WP sebagai objek pajak dalam Pajak Penghasilan
(PPh) sangat terkait dengan besarnya pajak terutang. Tingkat
penghasilan akan mempengaruhi kepatuhan WP dalam membayar pajak
tepat waktunya. Kemampuan WP dalam memenuhi kewajiban pajak
terkait erat dengan besarnya penghasilan, maka salah satu yang
dipertimbangkan dalam pemungutan pajak adalah tingkat penghasilan;
e. Persepsi Wajib Pajak terhadap sanksi perpajakan
Sanksi perpajakan diberikan kepada WP agar WP mempunyai
kesadaran dan patuh terhadap kewajiban pajak. Sanksi perpajakan dalam
Undang-Undang Perpajakan berupa sanksi administrasi (denda dan
bunga) dan sanksi pidana. Adanya sanksi perpajakan diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan WP.
5. Upaya yang Dilakukan Pemerintah untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak (WP)
Pemerintah masih terus berupaya untuk meningkatkan kepatuhan
WP dalam memenuhi kewajiban perpajakan baik dari penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT), ketepatan pembayaran pajak, dan perhitungan/
meningkat. Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi, antara lain (www.pajak.go.id dalam Rustiyaningsih, 2011:
52):
a. Menerbitkan dan mengirimkan surat teguran, imbauan, dan surat
tagihan;
b. Memberikan sosialisasi perpajakan yang menyangkut pelaksanaan hak
dan kewajiban perpajakan;
c. Menyampaikan ucapan terima kasih kepada Wajib Pajak yang
mengirimkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tepat waktu;
d. Menjadikan masyarakat sadar pajak merupakan upaya yang dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajiban pajaknya sehingga akan berdampak pada
peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak;
Selain itu, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan kesadaran pajak sehingga WP semakin patuh terhadap
kewajiban perpajakan antara lain dengan:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kantor pajak;
b. Memudahkan WP memenuhi kewajiban administrasi perpajakan
(layanan e-SPT, mengadakan sosialisasi perpajakan yang akan
memberikan pemahaman kepada WP terkait hak dan kewajiban mereka);
c. Menyederhanakan sistem perpajakan yang diterapkan;
G. Pengetahuan Pajak
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Pramuditha (2010), pengetahuan
adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indera manusia yaitu
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Menurut Nanda (2005) dalam Pramuditha (2008), faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang terkait dengan kurangnya
pengetahuan terdiri dari:
1. Kurang terpapar informasi;
2. Kurang daya ingat/ hapalan;
3. Salah menafsirkan informasi;
4. Keterbatasan kognitif;
5. Kurang minta untuk belajar;
6. Tidak familiar terhadap sumber informasi.
Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Supriyati dan Nur
Hidayati (2008), rendahnya kepatuhan Wajib Pajak (WP) penyebabnya antara
lain pengetahuan sebagian besar WP tentang pajak, serta persepsi WP tentang
pajak dan petugas pajak yang masih rendah. Sebagian besar WP memperoleh
pengetahuan pajak dari petugas pajak. Selain itu, pengetahuan pajak juga dapat
diperoleh WP dari radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet, buku
perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak dan ada pula yang diperoleh dari
Langkah terbaik yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
pengetahuan pajak WP yakni dengan cara diadakannya materi perpajakan dalam
pendidikan formal dan pendidikan informal (Romandana, 2012). Pendidikan
secara formal dapat diperoleh dalam materi di sekolah hingga perguruan tinggi.
Sedangkan pendidikan informal (sosialisasi perpajakan) berupa penyuluhan,
seminar, spanduk-spanduk, media massa elektronik lainnya dapat diakses
melalui web resmi perpajakan (www.pajak.go.id). Langkah-langkah tersebut
dapat berjalan baik jika memberikan dampak yang baik juga bagi WP dalam
memahami peraturan perundang-undangan serta akan memunculkan kesadaran
diri yang tinggi bagi WP untuk melaksanakan kewajiban mereka sebagai WP
patuh dan sukarela.
Pengetahuan WP mengenai aturan dan Ketentuan Perpajakan yang
berlaku diharapkan akan meningkatkan kepatuhan pajak. Informasi yang
dimiliki WP akan mempengaruhi mereka terhadap kepatuhan WP, semakin
banyak informasi yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bisa
memberikan tanggapan. Tingkat pengetahuan yang dimiliki WP akan
mempengaruhi keputusan mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
H. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan
dengan terpenuhinya harapan atau kebutuhan pelanggan, di mana pelayanan
dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk atau jasa (pelayanan)
Hardiyansyah, 2011: 36). Kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas
pelayanan merupakan ujung tombak terdepan karena berhadapan langsung
dengan publik, sehingga petugas tersebut harus memiliki profesionalisme serta
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat (Hardiyansyah,
2011: 44).
Menurut Zeithaml dkk (1990) dalam Hardiyansyah (2011: 47), dimensi
pelayanan publik dapat dikembangkan menjadi sebagai berikut:
1. Tangible, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi;
2. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan
pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggungjawab
terhadap mutu layanan yang diberikan;
4. Competence, tuntuntan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan
yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan;
5. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat;
7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai
bahaya dan resiko;
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara,
keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat;
10. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
Beberapa dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam
peningkatan kualitas pelayanan (Gesperesz, 1997 dalam Hardiyansyah, 2011:
51) yaitu:
1. Ketepatan waktu pelayanan;
2. Akurasi pelayanan (berkaitan dengan reliabilitas);
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan;
4. Tanggung jawab yang berkaitan dengan penerimaan pesanan ataupun
penanganan keluhan;
5. Kelengkapan (ketersediaan sarana pendukung);
6. Variasi model pelayanan (inovasi);
7. Pelayanan pribadi (fleksibilitas atau penanganan permintaan khusus);
8. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan (berkaitan dengan lokasi, ruang,
kemudahan, dan informasi);
9. Atribut yaitu pendukung pelayanan lainnya (kebersihan lingkungan, AC,
fasilitas ruang tunggu, fasilitas musik atau televisi).
Menurut Ni Luh dalam Rustiyaningsih (2011: 50), pelayanan yang
berkualitas harus dapat memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan,
kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan
pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat
dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Selain itu, kemudahan dalam
melaksanakan hubungan komunikasi yang baik, tersedianya fasilitas fisik
termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap dalam
tugas dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
I. Sanksi Perpajakan
Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar
peraturan (Jatmiko, 2006). Menurut Mardiasmo (2011: 59), sanksi perpajakan
merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan Perundang-undangan
Perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi. Selain itu, sanksi
perpajakan juga dapat digunakan sebagai alat pencegah (preventif) agar Wajib
Pajak (WP) tidak melanggar norma.
Sanksi perpajakan diberikan agar WP mempunyai kesadaran dan patuh
terhadap kewajiban pajak. Adanya sanksi perpajakan diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan WP. Sanksi pajak dalam Undang-Undang Perpajakan,
berupa (Mardiasmo, 2011: 59):
1. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara,
khususnya yang berupa denda, bunga, dan kenaikan.
2. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang
Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan (Mardiasmo, 2011:
59) ada 3 (tiga) macam sanksi pidana yaitu:
a) Denda pidana
Sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib
Pajak (WP), ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau
kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan
kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat
kejahatan.
b) Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran dapat ditujukan kepada WP dan pihak ketiga.
c) Pidana penjara
Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana
penjara tidak ada yang diajukan kepada pihak ketiga, melainkan kepada
pejabat dan Wajib Pajak.
Sanksi perpajakan diberikan kepada WP agar WP mempunyai
kesadaran dan kepatuhan terhadap kewajiban pajak. Adanya sanksi perpajakan
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan WP.
J. Peneliti Terdahulu
Budi R (2007) melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak yang ada di wilayah Kota Surabaya.
Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan, filsafat negara dan tingkat
pendidikan WP secara statistik berpengaruh secara signifikan terhadap
kepatuhan dalam membayar pajak. Faktor kejelasan Undang-Undang dan
Peraturan Perpajakan mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap
kepatuhan membayar pajak.
Supriyati dan Nur Hidayati (2008) melakukan penelitian mengenai
pengaruh pengetahuan pajak dan persepsi Wajib Pajak (WP) terhadap
kepatuhan WP. Hasil penelitian Supriyati dan Nur Hidayati (2008)
menunjukkan bahwa variabel pengetahuan pajak memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan WP, sedangkan variabel persepsi WP terhadap petugas pajak dan
kriteria WP patuh tidak memiliki pengaruh terhadap terhadap kepatuhan WP.
Salah satu penyebab berpengaruhnya pengetahuan pajak terhadap kepatuhan
WP adalah mulai bertambahnya tingkat pengetahuan pajak yang diperoleh
langsung dari petugas pajak ataupun sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP).
Penelitian yang dilakukan oleh Prabawa (2012) mengenai pengaruh
kualitas pelayanan dan sikap WP terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak
Orang Pribadi (WP OP) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung
Utara. Hasil penelitian Prabawa (2012) menunjukkan bahwa secara simultan
(serempak) kualitas pelayanan dan sikap WP OP memiliki pengaruh yang
signifikan pada kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Badung Utara.
yang positif terhadap kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Badung
Utara.
Muliari dan Ery (2009) melakukan kajian mengenai pengaruh persepsi
tentang sanksi perpajakan dan kesadaran Wajib Pajak (WP) pada kepatuhan
pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Denpasar Timur. Hasil penelitian yang dilakukan Muliari dan
Ery adalah persepi WP tentang sanksi perpajakan dan kesadaran WP secara
parsial berpengaruh positif dan signifikan kepada pelaporan WP OP di KPP
Pratama Denpasar Timur.
H. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan WP OP dalam penyetoran dan penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan atau Masa.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen
yaitu kepatuhan WP, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah
pengetahuan pajak, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pengetahuan Pajak
Kualitas Pelayanan
Pajak
Pengetahuan Pajak
Sanksi Perpajakan
I. Hubungan Pengaruh Pengetahuan Pajak, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Hubungan pengaruh pengetahuan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi (WP OP)
Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Supriyati dan Nur
Hidayati (2008), salah satu penyebab rendahnya kepatuhan Wajib Pajak
(WP) adalah pengetahuan pajak yang dimiliki oleh WP. Sebagian besar WP
memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak. Pengetahuan pajak juga
diperoleh WP melalui radio, televisi, majalah pajak, surat kabar, internet,
buku perpajakan, konsultan pajak, seminar pajak maupun dari pelatihan
pajak yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sosialisasi
dan penyuluhan merupakan salah satu cara yang dilakukan DJP untuk
memberikan pengetahuan dan informasi pajak melalui petugas pajak dan
diharapkan dapat memudahkan masyarakat khususnya WP dalam
memahami administrasi pajak dan menambah pengetahuan perpajakan
(Widodo, 2010: 169).
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan WP OP.
2. Hubungan pengaruh kualitas pelayanan dan kepatuhan WP OP
Belum baiknya pelayanan yang diberikan instansi pemerintah
disampaikan oleh masyarakat (Pandiangan, 2008: 95). Layanan yang
diberikan masih dianggap terlalu birokratis, tidak transparan, terlalu
panjang, tidak jelas bahkan sering dirasakan berbelit-belit. Oleh sebab itu,
dilakukan reformasi birokrasi yang diarahkan untuk memberikan
peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada publik khususnya bagi WP
melalui langkah prioritas yang dilaksanakan dengan memberikan layanan
unggulan (Pandiangan, 2008: 95). Menurut Widodo (2010: 150), adanya
upaya untuk memberikan kemudahan dan selalu berlaku adil dalam
administrasi perpajakan secara signifikan berpengaruh terhadap kepatuhan
sukarela WP.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H2: Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan WP OP.
3. Hubungan pengaruh sanksi perpajakan dan kepatuhan WP OP
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/
dipatuhi. Dengan kata lain, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah
(preventif) agar WP tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011:
59). Menurut Jatmiko (2006), WP akan memenuhi pembayaran pajak bila
memandang sanksi denda akan lebih banyak merugikan. Semakin banyak
sisa tunggakan pajak yang harus dibayar WP, maka akan semakin besar
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian empiris merupakan penelitian terhadap fakta empiris
yang diperoleh berdasarkan observasi atau pengalaman. Penelitian ini
memerlukan kehadiran peneliti untuk melakukan observasi terhadap fakta
atau segala sesuatu yang dialami tanpa perantaraan orang lain. Penelitian
empiris umumnya lebih menekankan pada penyelidikan aspek perilaku
daripada opini (Indriantoro dan Supomo, 2009: 29).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada penelitian
empiris, karena untuk memperoleh data peneliti perlu melakukan observasi
secara langsung yaitu dengan melakukan penyebaran kuesioner secara
langsung kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama (KPP) Mataram Barat.
2. Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan, yaitu dari bulan Juli sampai
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian adalah Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang berada
di ruang lingkup KPP Pratama Mataram Barat.
2. Objek penelitian adalah pengetahuan pajak, kualitas pelayanan, sanksi
perpajakan dan kepatuhan WP OP.
D. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Menurut Indriantoro dan Supomo (1999: 146), data primer merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak
melalui media perantara). Data primer diperoleh dari responden dengan cara
mendistribusikan kuesioner secara langsung. Kuesioner ini berisi
pernyataan-pernyataan mengenai kepatuhan WP OP, pengetahuan pajak, kualitas
pelayanan dan sanksi perpajakan. Kuesioner yang disebarkan berisi identitas
responden dan pernyataan-pernyataan yang bersifat tertutup.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab (Sugiyono, 2012: 142). Kuesioner ini terdiri dari 2
dan bagian kedua berisikan pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan
variabel-variabel penelitian untuk mendapatkan data penelitian.
F. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala Likert
yang digunakan untuk mengukur tanggapan atau respons seseorang tentang
obyek sosial (Umar, 2003: 82). Jawaban setiap instrumen yang menggunakan
skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
Pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan memberikan skala pada setiap
instrument sebagai berikut:
1. SS merupakan jawaban Sangat Setuju diberi skor 5.
2. S merupakan jawaban Setuju diberi skor 4.
3. N merupakan jawaban Netral diberi skor 3.
4. TS merupakan jawaban Tidak Setuju diberi skor 2.
5. STS merupakan jawaban Sangat Tidak Setuju diberi skor 1.
G. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012: 38), variabel penelitian adalah segala
sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga memperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro dan Supomo, 2009: 63).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan pajak (X1),
kualitas pelayanan (X2) dan sanksi perpajakan (X3) yang dinyatakan dalam
skor total hasil pengukuran pernyataan responden mengenai pengetahuan
pajak, kualitas pelayanan dan sanksi perpajakan yang telah dilaksanakan di
ruanga lingkup KPP Pratama Mataram Barat.
a. Pengetahuan Pajak (X1)
Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Supriyati dan Nur
Hidayati (2008), salah satu penyebab rendahnya kepatuhan Wajib Pajak
(WP) adalah pengetahuan pajak yang dimiliki oleh WP. Sebagian besar
WP memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak. Pengetahuan WP
mengenai aturan dan Ketentuan Perpajakan yang berlaku diharapkan akan
meningkatkan kepatuhan pajak. Informasi yang dimiliki WP akan
mempengaruhi mereka terhadap kepatuhan WP, semakin banyak
informasi yang mereka ketahui maka akan membantu mereka untuk bisa
memberikan tanggapan. Tingkat pengetahuan yang dimiliki WP akan
mempengaruhi keputusan mereka untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Pernyataan mengenai pengetahuan pajak bersumber pada
b. Kualitas Pelayanan (X2)
Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan terpenuhinya harapan atau kebutuhan pelanggan, di
mana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan produk
atau jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan
(Lan, 2003 dalam Hardiyansyah, 2011).
Menurut Hardiyansyah (2011:44), kualitas pelayanan yang
diberikan oleh petugas pelayanan merupakan ujung tombak terdepan
karena berhadapan langsung dengan publik, sehingga petugas tersebut
harus memiliki profesionalisme serta memberikan pelayanan
sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K, yaitu
keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum. Kualitas
pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang
memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan,
kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh
aparat pajak (Ni Luh dalam Rustiyaningsih, 2011). Pernyataan mengenai
kualitas pelayanan bersumber pada penelitian yang dilakukan Jatmiko
(2006) dan Maharia (2011).
c. Sanksi Perpajakan (X3)
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ ditaati/
pencegah (preventif) agar Wajib Pajak (WP) tidak melanggar norma
(Mardiasmo, 2011: 59). Sanksi perpajakan dibedakan menjadi sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan
pembayaran kerugian kepada negara, khususnya berupa denda, bunga dan
kenaikan. Sedangkan sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau
benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma pajak dipatuhi.
Pernyataan mengenai sanksi perpajakan bersumber pada penelitian yang
dilakukan oleh Jatmiko (2006) dan Novitasari (2007).
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah tipe variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 2009:
63). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi (WP OP).
Menurut Rustiyaningsih (2011: 47), kepatuhan perpajakan
diartikan sebagai suatu keadaan yang mana Wajib Pajak (WP) patuh
dan mempunyai kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Kepatuhan dalam perpajakan dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu
kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal
merupakan suatu keadaan di mana WP memenuhi kewajiban secara
formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.
Kepatuhan formal dapat dilihat dari kepatuhan WP dalam menyetorkan