• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK GANGGUAN PENDENGARAN PADA SUSPEK COVID-19 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK GANGGUAN PENDENGARAN PADA SUSPEK COVID-19 SKRIPSI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK GANGGUAN PENDENGARAN PADA SUSPEK COVID-19

SKRIPSI

Oleh:

KHOFIFA FAHLANI RIMOSAN 180100263

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

KARAKTERISTIK GANGGUAN PENDENGARAN PADA SUSPEK COVID-19

SKRIPSI

Proposal ini diajukan sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

KHOFIFA FAHLANI RIMOSAN 180100263

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

i

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, penyertaan dan kasih-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Gangangguan Pendengaran pada Suspek COVID-19”

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Peneliti telah mendapatkan bantuan, dukungan dan bimbingan baik berupa moril maupun materil dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat dan turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Kedua orang tua yang penulis hormati dan sayangi ayahanda Bakhtiar Jafar dan ibunda Wa Kiani atas doa, perhatian, dan dukungan sebagai bentuk kasih sayang kepada penulis selaku anak.

2. Prof. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked., Sp.THT-Kl (K) selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan waktu, tenaga, dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. dr. Putri Chairani Eyanoer MS.Epi., Ph.D dan dr. Ayodhia Pitaloka M.Ked (Ped)., Sp.AK Ph.D selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

5. Kepala Poliklinik THT-KL yang telah memberikan izin penelitian.

6. Seluruh staf dokter, perawat, petugas di poliklinik THT-KL yang telah memberikan izin untuk pengambilan data.

7. Seluruh dosen pengajar Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan dan seluruh pegawai FK USU yang telah membantu agar skripsi ini dapat terselesaikan.

(6)

iii

8. Teman- teman yang telah membantu dan saling mendukung dalam pengerjaan skripsi ini Yiska, Aisyah, Nurin, Janna, Grace, Anju, Agatha, dan Clara.

9. Seluruh yang membantu dalam proses penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Semua pihak yang telah mendukung, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran kritik yang bersifat membangun agar kedepannya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, masyarakat maupun kemajuan pendidikan kita.

Medan, November 2021 Penulis

Khofifa Fahlani Rimosan 180100263

(7)

iv DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Virus Corona ... 4

2.1.1 Definisi dan Etiologi ... 4

2.1.2 Epidemiologi ... 4

2.1.3 Patofisiologi ... 5

2.1.4 Manifestasi Klinis ... 6

2.2 Anatomi Telinga Dalam ... 8

(8)

v

2.3 Fisiologi Pendengaran ... 10

2.3 Gangguan Pendengaran ... 11

2.3.1 Definisi ... 11

2.3.2 Patofisiologi ... 11

2.3.3 Jenis-jenis ... 13

2.5 Audiologi Dasar ... 14

2.5.1 Tes Penala ... 14

2.5.2 Tes Berbisik ... 15

2.5.3 Audiometri Nada Murni... 15

2.6 Derajat Ketulian ... 18

2.7 Kerangka Teori ... 19

2.8 Kerangka Konsep ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Rencana Penelitian ... 21

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2.1 Waktu Penelitian ... 21

3.2.2 Tempat Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

3.3.1 Populasi Penelitian ... 21

3.3.2 Sampel Penelitian ... 21

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.5 Pengambilan dan Analisis Data ... 22

(9)

vi

3.5.1 Pengambilan Data ... 22

3.5.2 Analisis Data ... 22

3.6 Definisi Operasional ... 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN A ... 34

LAMPIRAN B... 35

LAMPIRAN C ... 36

LAMPIRAN D ... 37

(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nama Judul Halaman

Gambar 2.1 Peta Sebaran COVID-19 di Dunia... 5

Gambar 2.2 Potongan Koklea... 11

Gambar 2.2 Anatomi Telinga ... 12

Gambar 2.3 Audiometri Nada Murni ... 18

Gambar 2.4 Kerangka Teori ... 19

Gambar 2.5 Kerangka Konsep ... 19

(11)

viii

DAFTAR TABEL

Nama Judul Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 22 Tabel 4.1 Deskripsi Usia Pasien Suspek COVID-19 dengan Gangguan Pendengaran ... 25 Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Pasien Suspek COVID-19 dengan Gangguan Pendengaran ... 25 Tabel 4.3 Deskripsi Tes Rapid Pasien dengan Gangguan Pendengaran ... 26 Tabel 4.4 Deskripsi Audiometri dengan Gangguan Pendengaran ... 26 Tabel 4.5 Hubungan Gangguan Pendengaran pada Pasien Suspek COVID-19 27

(12)

ix

DAFTAR SINGKATAN

USU : Universitas Sumatera Utara COVID-19 : Coronavirus disease 2019 CoV : Novel Coronavirus

ICTV : International Committee on Taxonomy of Viruses SARS-CoV-2 : Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 WHO : World Healty Organisation

KEMENKES : Kementrian Kesehatan RI : Republik Indonesia PEMKOMED : Pemerintah Kota Medan

MERS : Middle East Respiratory Syndrome SARS : Severe Acute Respiratory Syndrome

KPC-PEN : Komite Penangana Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ACE2 : Angiotensin Converting Enzym 2

RNA : Ribonukleatid acid

PDPI : Perhimpuna Dokter Paru Indonesia SpO2 : Saturasi Oksigen Darah

mmHg : Milimeter Hydrargyrum

ARDS : Acute Respiratory Distress Syndrome PaO₂ : Tekanan Oksigen Arteri

FIO₂ : Fraksi Oksigen Inspirasi CDC : Central of Disease Control MAP : Mean Arterial Pressure

Hz : Hertz

NB : Narrow Band

WN : White Noise

AD : Ambang Dengar

dB : Desibel

NAAT : Nucleic Acid Amplification Test

RT-PCR : Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction

(13)

x ABSTRAK

Latar Belakang. Penyakit virus korona adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Pada kasus tertentu pasien sebagai suspek COVID-19 mengalami gangguan pendengaran. Tujuan. Untu mengetahui karakteristik gangguan pendengaran pada pasien suspek COVID-19. Metode. Penelitian desjriptif analitik dengan pendekataan cross sectional dan teknik pengabilan sampel yang digunakan berupa non-probability sampling dengan teknik pengambilan data sampel jenuh. Besar sampelnya adalah pasien suspek COVID- 19 dengan gangguan pendengaran. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medik. Hasil. Diperoleh koefisien korelasi pasien suspek COVID-19 dengan gangguan pendengaran (0,042 banyak terjadi pasien dengan tuli saraf. Kesimpulan. Diperoleh ada hubungan gangguan pendnegaran pada pasien suspek COVID-19.

Kata kunci: COVID-19, gangguan pendengaran, audiometri

(14)

xi ABSTRAK

Background. Corona virus disease is an infectious disease caused by SARS-CoV- 2. In certain cases, patients as suspected COVID-19 sufferers of hearing loss.

Purpose. To find out hearing loss in patients with suspected COVID-19. Method.

Analytical descriptive research with cross sectional approach and sampling technique used in the form of non-probability sampling with saturated sampling data collection technique. The sample size is suspected COVID-19 patients with hearing loss. Data collection is done by using medical records. Results.

Correlation coefficient between suspected COVID-19 patients and hearing loss was obtained (0.042 number of patients with nerve deafness). Conclusion It was found that there is a relationship between hearing loss in patients with suspected COVID- 19.

Keywords: COVID-19, hearing loss, audiometry

(15)
(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada akhir 2019, sekelompok pasien pneumonia dengan penyebab yang tidak teridentifikasi muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan (Susilo et al, 2020). Sejak itu, wabah dan infeksi manusia sporadis telah mengakibatkan lebih dari 80.000 kasus yang dikonfirmasi oleh laboratorium di seluruh daratan China. Melalui analisis sequense, pneumonia tak teridentifikasi ini dianggap disebabkan oleh novel coronavirus (CoV). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan format standar Coronavirus Disease- 2019 (COVID-19) sesuai nomenklaturnya. Di hari yang sama, International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) menamai novel coronavirus ini sebagai SARS-CoV-2 (Jin et al, 2020).

Indonesia pada 2 Maret 2020, yang menyebar secara cepat di seluruh provinsi di Indonesia (Kemenkes RI, 2020). Pada tanggal 20 desember 2021, sebanyak 4.260.677 kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan terkonfirmasi meninggal sebanyak 144.013 kasus (KPCPEN, 2021). Penyebab kematian terbanyak pada Covid-19 dikarenakan terdapat penyakit penyerta (seperti hipertensi, diabetes mellitus), serta faktor usia tua (terutama usia lansia) (Kemenkes, 2021).

Penyakit virus korona adalah penyakit jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus korona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).

Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum diketahui. (Kemenkes, 2020). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari (Kemenkes, 2020).

(17)

2

Dalam literatur terbaru, gejala COVID-19 menyebabkan gangguan pada sistem tubuh antara lain sistem pernafasan, kardiovaskular, gastrointestinal, panciuman dan pengecapan. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terkait penyakit COVID-19 ini, ditemukan gejala baru pada pasien COVID-19 berupa gangguan pada sistem pendengaran (Dharmarajan et al, 2021).

Gangguan pendengaran atau tuli adalah salah satu masalah yang cukup serius dan banyak terjadi di dunia. Gangguan ini sangat mengganggu produktifitas masyarakat dan membuat penderitanya terisolasi dari lingkungan (Tjan et al., 2013). Gangguan pendengaran (hearing loss) adalah berkurangnya kemampuan mendengar dengan baik sebagian atau seluruhnya, pada salah satu atau keuda telinga, baik derajat ringan atau lebih berat dengan ambang pendengaran lebih dari 26 dB pada frekuensi 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Ketulian (Deafness) adalah kehilangan mutlak kemampuan mendengar dari salah satu atau kedua telinga.

Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran yaitu tuli saraf, konduktif, dan campur (WHO, 2018)

Salah satu pemeriksaan gold standrad untuk mendeteksi gangguan pendengaran adalah audiometri. Audiometri terbagi 2 jenis yaitu audiogram nada murni dan audiometri tutur. Sedangkan audiometri yang paling sering digu,nakan sebagai dasar dalam mengevaluasi gangguan pendengaran adalah audiometri nada murni (Bess dan Humes., 2009)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang ditemukan berupa gejala gangguan pendengaran pada pasien COVID-19 di rumah sakit rujukkan COVID-19 Medan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui karakteristik gangguan pendengaran pada suspek COVID-19 di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan.

1.3.2 Tujuan khusus

(18)

3

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Mengetahui distribusi frekuensi berupa usia, dan jenis kelamin pada suspek COVID-19 dengan gangguan pendengaran berdasarkan hasil pemerikaan audiogram di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan.

b. Mengetahui berbagai jenis gangguan pendengaran pada suspek COVID-19 berdasarkan hasil pemerikaan audiogram di rumah sakit rujukkan COVID- 19 nasional/swasta Medan.

c. Mengetahui berbagai derajat ketulian pada suspek COVID-19 berdasarkan hasil pemerikaan audiogram di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan.

d. Mengetahui berbagai lokasi gangguan pendengaran pada suspek COVID- 19 berdasarkan hasil pemerikaan audiogram di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai gambaran hasil pemeriksaan audiogram pada suspek COVID-19 dengan berbagai jenis gangguan pendengaran;

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukkan pada penelitian lain yang ingin mengembangkan ilmu yang berkenaan;

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mendiagnosis gangguan pendengaran pada suspek COVID-19 dan meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut.

(19)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT VIRUS KORONA 2.1.1 Definisi dan Etiologi

Penyakit virus korona 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV- 2). SARS-CoV-2 merupakan virus korona jenis baru yang belum pernah di identifikasi sebelumnya pada manusia (Kemenkes RI, 2020).

Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Kemenkes RI, 20220).

Virus korona bersifat zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Adapun, hewan yang menjadi sumber penularan COVID-19 ini masih belum diketahui (Kemenkes RI, 2020).

2.1.2 Epidemiologi

Pada akhir Desember tahun 2019, virus corona baru teridentifikasi sebagai penyebab dari kasus pneumonia di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Virus corona ini menyebar dengan cepat di seluruh Cina, diikuti dengan peningkatan jumlah kasus di negara lain di seluruh dunia. Menurut WHO jumlah pasien covid-19 di dunia sebesar 273.900.334 kasus dan yang meninggal 5.351.812 kasus (WHO, 2021).

Penyebaran kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada tanggal 02 Maret 2020 yang terkonfirmasi sebanyak 2 penderita yang berasal dari Jakarta. Pada tanggal 20 desember 2021, sebanyak 4.260.677kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan terkonfirmasi meninggal sebanyak 144.013kasus (KPCPEN, 2021).

(20)

5

Gambar 2.1. Peta sebaran COVID-19 di dunia Sumber: WHO,2020

2.1.3 Patogenesis

Virus korona termasuk dalam genus betacoronavirus (Levani et al, 2021).

Virus korona adalah virus RNA beruntai positif dengan nukleokapsid dan amplop.

SARS-CoV-2 memiliki empat protein struktural, yang dikenal sebagai protein S (spike), E (amplop), M (membran), dan N (nukleokapsid). protein N memegang genom RNA, dan protein S, E, dan M bersama-sama membuat amplop virus. hasil anasilis menunjukkan adanya kemiripan dengan SARS (Kumar dan Al Khodor, 2020). Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi alveoli (Levani et al, 2021).

Virus korona hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus menempelan pada reseptor inang, kemudian virus akan masuk ke dalam sel host yang diperantarai oleh protein S (Yuliana, 2020). Spike glycoprotein-S memfasilitasi perlekatan virus pada reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) dan menyatu dengan membran sel inang. SARS-CoV-2 memasuki sel inang melalui protein S dengan bantuan TMPRSS2 (Transmembran Serine Protease 2) yang memungkinkan masuknya virus ke dalam sel lalu berikatan dengan reseptor ACE2 pada manusia, yang menunjukkan patogenesis serupa dengan SARS.

Pengikatan ACE2 pada sel inang oleh SARS-CoV-2 adalah yang paling tinggi afinitasnya dibandingkan SARS-CoV-1. Energi pengikatan antara protein S pada

(21)

6

SARS-CoV-2 dan ACE2 adalah yang tertinggi untuk manusia dari semua spesies yang diuji, menunjukkan bahwa protein S pada SARS-CoV-2 secara unik berevolusi untuk mengikat dan menginfeksi sel manusia yang mengekspresikan ACE2 (Kumar dan Al Khodor, 2020). Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi (Susilo et al, 2020). Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas. Kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh dalam beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari, dan inkubasi terpanjang sampai 14 hari (PDPI, 2020) (Yuliana, 2020).

Berdasarkan analisis rangkaian data, organ yang dianggap lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2 karena tingkat ekspresi ACE2 meliputi sistem respirasi, kardiovaskuler, enterik dan sistem saraf pusat. Ini mungkin menjelaskan manifestasi luar paru yang terkait dengan infeksi. Lebih khusus lagi, reseptor ACE2 terletak di sel epitel alveolar dan endotel vaskular sehingga ketika SARS-CoV-2 mengikatnya, pengurangan aktivitas protein ACE2 intraseluler akan menghasilkan respon imun yang nyata dengan sindrom hiperinflamasi dan disfungsi endotel yang meluas. Ekspresi ACE2 juga telah diidentifikasi pada diafragma, yang dapat menyebabkan fibrosis diafragma dan miopati (BMJ Best Practice, 2021).

2.1.4 Manifestasi Klinik

Pasien yang terpapar COVID-19 dilaporkan dapat menimbulkan gejala ringan sampai berat (CDC, 2020). Gejala klinis penyakit ini dapat muncul 2–14 hari setelah terpapar (berdasarkan masa inkubasi virus COVID-19) (Rhman & Wahid, 2020). Gejala klinis utama yaitu berupa batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan demam, badan gemetar disertai panas dingin, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, menurunnya indera perasa dan penciuman (CDC, 2020).

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi (PDPI, 2020):

a. Tidak berkomplikasi

(22)

7

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang tidak spesifik. Tetapi gejala utamanya tetap muncul.

b. Pneumonia Ringan

Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada tanda pneumonia berat.

c. Pneumonia Berat

Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas.

Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit), dan distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien < 90 % udara luar.

d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO2) dibagi fraksi oksigen inspirasi (FIO2) kurang dari < 300 mmHg.

e. Sepsis

Tanda sepsis yaitu: disfungsi organ, perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas cepat, saturasi oksigen rendah, keluar urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia.

f. Syok Septik Syok septik adalah hipotensi persisten setelah resusitasi volume adekuat sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan serum laktat > 2 mmol/L.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh David et al; didapat dari hasil survei online internasional terhadap 3.762 orang dengan suspek atau terkonfirmasi penyakit COVID-19 menunjukkan bahwa Long COVID terdiri dari gejala sisa infeksi pasca-akut yang heterogen yang sering memengaruhi banyak sistem organ, dengan berdampak pada fungsi dan kualitas hidup mulai dari ringan hingga berat.

Salah satu gejala terbesar yang diidentifikasi pada populasi Long COVID adalah masalah telinga dan pendengaran (gangguan telinga), masalah mata lainnya dan tinnitus menjadi lebih umum selama durasi penelitian misalnya tinnitus meningkat dari 10,5% menjadi 12,5% (David et al, 2020).

(23)

8

Pada penelitian yang dilakukan oleh Davis et al; terdapat 66 gejala besar dibagi menjadi 3 kelompok. Klaster 1 terdiri dari gejala-gejala yang paling mungkin muncul pada awal penyakit (mencapai titik tertinggi dalam dua atau tiga minggu pertama), diikuti oleh kecenderungan penurunan probabilitas dari waktu ke waktu.

Klaster 2 terdiri dari gejala dengan penurunan yang lambat, peningkatan yang lambat, atau kemungkinan yang tidak berubah dari waktu ke waktu. Rata-rata, gejala dalam kelompok ini menunjukkan kemungkinan yang sedikit meningkat untuk muncul pada bulan kedua sakit. Klaster 3 terdiri dari gejala yang paling mungkin meningkat tajam dalam dua bulan pertama. Probabilitas sedikit berkurang (seperti malaise dan kelelahan pasca-aktivitas), atau sedikit meningkat di bulan- bulan berikutnya (seperti tinnitus, gangguan pendengaran, kejang otot, dan tremor) (David et al, 2020).

Untuk mendiagnosis seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak dilihat dari pemeriksaan dengan metode yang direkomdasikan oleh WHO adalah metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan RT-PCR (PDPI, 2020). Indonesia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi dan menangani infeksi COVID-19 meliputi Rapid Test Diagnostic (RDT) Antibodi dan/atau Antigen pada kasus kontak dari pasien positif. Rapid Test (RT) Antibodi dan/atau antigen juga digunakan untuk deteksi kasus infeksi pada kasus suspek di wilayah yang tidak mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan RT-PCR. Namun, hasil pemeriksaan RDT tetap harus dikonfirmasi dengan melakukanpemeriksaan RTPCR (Yanti et al, 2020). Rapid Test juga dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus (PDPI, 2020).

2.2 ANATOMI TELINGA DALAM

Telinga dalam terdiri dari 2 bagian yakni labirin tulang dan labirin membranosa yang terletak di dalam labirin tulang.

a. Labirin tulang (Labirin Osseus) adalah ruang berliku berisi perilimfe. Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi 3 bagian sebagai berikut:

(24)

9

a) Vestibula adalah bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan saluran semisirkular dengan koklea. Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan fenestra koklea, yang berhubungan dengan telinga tengah. Membran yang melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.

b) Rongga tulang saluran semisirkular yang menonjol dari bagian posterior vestibula. Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal, di setiap sudut kanannya. Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di atas.

c) Koklea membentuk dua setengah putaran di sekitar inti tulang sentral, mediolus yang mengandung pembuluh darah dan serabut saraf cabang koklear dari saraf vestibulokoklear. Sekat membagi koklea menjadi tiga saluran terpisah sebagai berikut: (1) Duktus koklear atau skala media yang merupakan bagian labirin membranosa yang terhubung ke sakulus adalah saluran tengah yang berisi cairan endolimfe. (2) Dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala media adalah skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala tersebut mengandung cairan perilimfe dan terus memanjang melalui lubang pada apeks koklea yang disebut helikotrema.

(a) Membran Reissner (membran vestibular) memisahkan skala media dari skala vestibuli yang berhubungan dengan fenestra vestibuli. (b) Membran basilar memisahkan skala media dari skala timpani yang berhubungan dengan fenestra koklea. (3) Skala media berisi organ corti yang terletak pada membran basilar. Organ korti terdiri dari reseptor, disebut sel rambut dan sel penunjang yang menutupi ujung bawah sel-sel rambut dan berada pada membran basilar. Membran tektorial adalah struktur gelatin seperti pita yang merentang di atas sel-sel rambut. Ujung basal sel rambut bersentuhan dengan cabang bagian koklear saraf vestibulokoklear. Sel rambut tidak memiliki akson dan langsung bersinanpsis dengan ujung saraf koklear.

b. Labirin membranosa adalah serangkaian tuba berongga dan kantong yang terletak dalam labirin tulang dan mengikuti kontur labirin tersebut. Bagian ini

(25)

10

mengandung cairan endolimfe. Labirin membranosa dalam regio vestibula merupakan lokasi awal dua kantong, utrikulus dan sakulus yang dihubungkan dengan duktus endolimpe sempit dan pendek. Duktus semisirkular yang berisi endolimfe terletak dalam saluran semisirkular pada labirin tulang yang mengandung perilimfe. Setiap duktus semisirkular, utrikulus dan sakulus mengandung reseptor untuk ekuilibrium statis (bagaimana cara kepala berorientasi terhadap ruang bergantung pada gaya gravitasi) dan ekuilibrium dinamis (apakah kepala bergerak atau diam dan kecepatan serta arah gerakan).

Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkular; sedang sakulus terhubung dengan duktus koklear dalam koklea.

Gambar 2.2 Potongan Koklea

2.3 FISIOLOGI PENDENGARAN

Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval.

Getaran struktur koklea pada jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan tadi akan menggerakkan membran

(26)

11

Reissmer dan menggetarkan cairan limfa dalam saluran tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani. Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran dengan frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan menggerakkan selsel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial, terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran dan ditafsirkan sebagai bunyi. (Wahyuningsih &

Kusmiyati, 2017)

Gambar 2.3 Anatomi Telinga

2.4 GANGGUAN PENDENGARAN 2.4.1 Definisi

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga (Eryani et al, 2017).

Gangguan pendengaran terjadi karena peningkatan ambang dengar dari batas normal (0-25 dB) pada salah satu telinga ataupun keduanya. Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya 85 dB dan dengan frekuensi suara sekitar 20-20.000 Hz. Batas intensitas suara tertinggi adalah 140 dB dimana

(27)

12

jika seseorang mendengarkan suara dengan intensitas tersebut maka akan timbul perasaan sakit pada telinga dan memicu seseorang untuk terkena gangguan pendengaran (Soetirto et al., 2012).

2.4.2 Patofisiologi

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea (Soepardi et al, 2007). Pada COVID-19, virus korona akan menginfeksi nasofaring menyebabkan penyumbatan tuba eustachius.

Karena adanya edema mukosa pada ujung nasofaring tuba. Sehingga terdapat tekanan di telinga tengah yang dapat menyebabkan timpanogram tipe-C. Disfungsi tuba Eustachius sering menyebabkan pembentukan glue ear dan gangguan pendengaran konduktif. Patogenesis infeksi COVID-19 yang menyebabkan gangguan pendengaran belum diketahui dengan pasti. Kerusakan telinga bagian dalam akibat infeksi virus biasanya intrakoklea tetapi beberapa virus juga merusak batang otak pendengaran juga (Swain et al, 2021).

Patofisiologi terjadinya cedera pada sistem pendengaran perifer meliputi kerusakan virus langsung pada organ korti, stria vaskularis dan ganglia spiralis.

Kerusakan virus pada koklea diperantarai oleh sistem imun pasien terhadap antigen/protein. Dalam satu laporan, ditemukan keterlibatan batang otak oleh virus corona. Ada beberapa laporan mengenai gangguan pendengaran akibat infeksi virus. Kehilangan pendengaran akibat infeksi virus dapat bersifat kongenital atau didapat, unilateral atau bilateral. Virus tertentu secara langsung merusak telinga bagian dalam dan lainnya menginduksi respons inflamasi yang menyebabkan kerusakan telinga bagian dalam sedangkan beberapa virus meningkatkan kerentanan infeksi bakteri atau jamur pada labirin, yang menyebabkan gangguan pendengaran (Swain et al, 2021).

Menurut Sriwijitalai dan Wiwanitki; COVID-19 masuk melalui saluran udara dan mulai masuk ke dalam sel dengan melakukan penetrasi ke angiotensin- converting enzyme 2 (ACE2) di paru-paru. Ketika pH sitosol menurun, terjadi

(28)

13

pengikatan ACE2 virus menjadi lebih mudah berkembang. Virus dapat menempel pada hemoglobin dan menembus eritrosit. Virus dapat diangkut dengan eritrosit atau endotel vaskular, kemungkinan menginfeksi semua jaringan dengan ACE2 dalam strukturnya. Ada banyak ACE2 di otak dan medula oblongata, serta pusat pendengaran yng berada di lobus temporal otak. ACE2 di otak akan reaktif terhadap virus tersibut, kecuali medula oblongata. Karena memiliki efek positif seperti antioksidan antiinflamasi dan pengatur tekanan darah. Namun, jika pH sitosol rendah, peningkatan ACE2 menyebabkan peningkatan viral load. Dengan demikian, infeksi COVID-19 dapat berkembang lebih parah (Sriwijitalai W &

Wiwanitkit V, 2020). Virus menyebabkan kelebihan sitokin akan dilepaskan ketika menempati pusat pendengaran atau sekitarnya. Menyebabkan kerusakan pendengaran permanen. Ketika virus menginfeksi eritrosit, ia mendeoksigenasi eritrosit. Jika ada aktivasi virus yang berlebihan di pusat pendengaran di otak. Virus akan menyebabkan pusat pendengaran tetap hipoksia dan rusak (Sriwijitalai W &

Wiwanitkit V, 2020).

Ketika ACE2 ditemukan di otot polos pembuluh darah menjadi terinfeksi, dan pembentukan bekuan mengurangi suplai darah, sehingga menyebabkan kerusakan iskemik, yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Kelompok lansia yang selama ini menjadi target populasi utama infeksi SARS-CoV-2 yang parah, rentan terhadap gangguan pendengaran, terutama mengikuti teori iskemia (Sriwijitalai W

& Wiwanitkit V, 2020). Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh virus, seringkali terjadi pada tuli saraf, meskipun jenis gangguan pendengaran konduktif dan campur dapat ditemukan setelah infeksi virus tertentu. Kadang-kadang, pemulihan pendengaran terjadi secara spontan setelah infeksi virus (Swain et al, 2021).

2.4.3 Jenis-Jenis

Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran (Eryani et al, 2017).

1. Tuli Konduktif

(29)

14

Tuli konduktif terjadi ketika suara tidak diteruskan dengan mudah melalui saluran telinga luar ke membran timpani dan ke tulang-tulang pendengaran di bagian telinga tengah. Tuli konduktif membuat suara terdengar lebih halus dan sulit didengar (ASHA, 2018). Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif ialah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis ekstema sirkumskripta, osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif ialah tuba katar /sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran (Soepardi et al, 2007)

2. Tuli Saraf

Tuli saraf terjadi ketika terdapat kerusakan pada telinga bagian dalam (koklea) atau saraf dari telinga dalam menuju ke otak. Tipe tuli ini merupakan tipe tuli yang biasanya bersifat permanen. Pada tuli sensorineural terjadi penurunan kemampuan untuk mendengar suara lemah. Atau suara yang sudah cukup keras tetapi masih terdengar tidak jelas atau redup (Eryani et al, 2017).

Terapi medikamentosa dan operasi tidak dapat menyembuhkan tuli saraf secara keseluruhan. Pemakaian alat bantu dengar (hearing aids) dapat membantu (ASHA, 2018).

Tuli saraf koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri / virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli saraf retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya (Soepardi et al, 2007).

3. Tuli Campuran

Tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural/saraf (Soepardi et al, 2007). Pada gangguan pendengaran ini terjadi kerusakan pada telinga luar atau tengah dan telinga dalam atau rusaknya syaraf pendengaran yang menuju ke otak (ASHA, 2018). Semua

(30)

15

penyebab tuli konduktif dan tuli sensorineural dapat dimasukkan ke dalam tuli campuran. Contohnya terjadinya gangguan pendengaran disebabkan adanya cairan di telinga tengah dan penderita bekerja pada lingkungan yang bising (ASHA, 2018).

2.5 AUDIOLOGI DASAR 2.5.1 Tes penala

a. Tes Rinne

Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2 cm. Bila masih 24 terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-) (Soepardi et al, 2007).

b. Tes Weber

Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi (Soepardi et al, 2007).

c. Tes Schwabach

Untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih

(31)

16

dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa (Soepardi et al, 2007).

2.5.2 Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang pedu diperhatikan ialah ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik: 5/6 - 6/6 (Soepardi et al, 2007).

2.5.3 Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah alat elektoakustik yang digunakan untuk mengukur adanya gangguan pendengaran pada seseorang berdasarkan jenis-jenis gangguan pendengaran, derajat ketulian dan lokasi dari gangguan pendengaran tersebut. Audiometri nada murni digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang mendengar bunyi nada murni pada beberapa frekuensi pada sumbu datar/axis (125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, dan 8000 Hz) dengan intensitas suara -10 sampai 110 dB (sumbu tegak, ordinat) (Harahap, 2018).

Audiometri harus memenuhi 3 persyaratan untuk mendapatkan keabsahan pemeriksaan yaitu (1) audiometri yang telah dikalibrasi, (2) suasana/ruangan sekitar pemeriksa harus tenang, dan (3) pemeriksa yang terlatih. Pada pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal berupa nada murni, bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASHA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking (Soetirto et al., 2012) (Harahap, 2018).

 Nada murni (pure tone): bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik.

 Bising: bunyi yang banyak frekuensinya, terdiri dari narrow band (spektrum terbatas) dan white noise (spektrum luas).

 Frekuensi: jumlah getaran per detik dinyatakan dalam hertz.

 Intensitas bunyi: dinyatakan dalam desibel (dB).

(32)

17

 Ambang dengar: bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih bisa didengar. Ambang dengar terbagi atas hantaran udara (AC) dan hantaran tulang (BC).

 Nilai nol audiometrik: intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar rata-rata orang dewasa normal (18-30 tahun) (Soetirto et al., 2012) (Harahap, 2018).

Komponen yang ada pada audiometri yaitu:

1. Oscilator: untuk menghasilkan bermacam nadamurni.

2. Amplifier: alat untuk menambah intensitasnada.

3. Interuptor/pemutus: alat pemutusnada.

4. Atteneurator: alat mengukur intensitas suara.

5. Earphone: alat mengubah sinyal listrik yang ditimbulkan audiometer menjadi sinyal suara yang dapat didengar.

6. Masking noise generator: untuk penulian telinga yang tidakdiperiksa.

Notasi dan istilah yang akan muncul dalam audiogram adalah sebagai berikut (Soetirto et al., 2012):

a. Hertz: Standar pengukuran untuk frekuensi suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara 250 Hz – 8000 Hz.

b. Desibel (dB): Standar pengukuran untuk amplitudo atau kekerasan(intensitas) suara. Pada audiogram biasanya berkisar antara 0−110 dB.

c. Warna merah dan biru: jika yang diperiksa adalah telinga kiri maka titik dan garisnya berwarna biru, sebaliknya jika telinga kanan yang diperiksa maka titik dan garis berwarna merah.

d. o dan x: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran udara (air conduction/AC), o untuk telinga kanan, dan x untuk telinga kiri.

e. < and >: Kedua simbol untuk pemeriksaan hantaran tulang (bone conduction/BC), untuk telinga kiri.

f. AC: Air conduction, suara yang dihantarkan melalui udara.

g. BC: Bone conduction, suara yang dihantarkan melalui tulang, pemeriksaan dengan bagianheadset khusus yang dipasang di belakang daun telinga.

(33)

18

Gambar 2.4 Audiometri Nada Murni

2.6 DERAJAT KETULIAN

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu:

(Soepardi et al, 2007).

𝐴𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑟 (𝐴𝐷) = 𝐴𝐷 500 𝐻𝑧 + 𝐴𝐷 1000 𝐻𝑧 + 𝐴𝐷 2000 𝐻𝑧 + 𝐴𝐷 4000 𝐻𝑧

Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya: telinga kiri tuli campur

sedang. Dalam

menentukan derajat ketulian,

yang dihitung hanya ambang

dengar hantaran udaranya (AC)

saja (Soepardi et al, 2007).

Derajat ketulian lS0:

Ringan : >25-40 dB Sedang : >40-55 dB Sedang berat : >55-70 dB Berat : >70-90 dB Sangat berat : >90 dB

(34)

19

2.7 KERANGKA TEORI

Gambit 2.5 Kerangka Teori

2.8 KERANGKA KONSEP

Variable Independen Variable Dependen

Gambit 2.6 Kerangka Konsep

COVID-19

Lokasi Ketulian

Audiometri → Audiogram Gangguan Pendengaran

Derajat Ketulian Jenis Ketulian

Pasien COVID-19 Gangguan

Pendengaran

(35)
(36)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi analitik dengan menggunakan studi cross sectional atau potong lintang adalah mengamati atau mengobservasi kejadian yang ada pada satu saat tertentu (Alatas et al, 2014).

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data sekunder yaitu melihat variable penelitian yang tercatat di rekam medik rawat inap pasien COVID-19 dengan gangguan pendengaran di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan 2021.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan, Sumatera Utara. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena rumah sakit tersebut memiliki pasien gangguan pendengaran dan fasilitas alat audiometri yang memadai.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – April 2021.

3.3 POPULAASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini maupun di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan.

3.3.2 Sampel penelitian

Menurut Saryono (2010: 45) memberikan pengertian bahwa sampel adalah sebagaian dari populasi yang mewakili suatu populasi (Dewa & Sitohang, 2015).

20

(37)

22

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu teknik non-probability sampling dan dengan mengguanakn consecutive sampling yaitu pengambila sampel yang diteliti berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (Alatas et al, 2014)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Kriteria Inklusi

 Pasien yang melakukan pemeriksaan tes rapid COVID-19 di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan 2021.

 Pasien yang datang ke poliklinik THT di rumah sakit rujukkan COVID- 19 nasional/swasta Medan 2021.

 Pasien yang melakukan pemeriksaan audiometri di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan 2021.

b. Kriteria eksklusi

 Data reka medik yang tidak lengkap

Menurut syahdrajat (2018), menentukan besar sapel yang akan diteliti dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin, yaitu (syahdrajat, 2018)

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁𝑑² Keterangan:

n: jumlah sampel N: jumlah populasi

d: presisi (margin of error dala memperkirakan proporsi) Maka sampel penelitian ini adalah:

𝑛 = 69

1 + 75(0,12)= 40,85

Berdasarkan perhitungan di atas, besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 41 sampel.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mengelompokkan data dari rekam medic pasien suspek COVID-19 dengan gangguan pendengaran yang dilakukan di rumah sakit rujukkan COVID-19 nasional/swasta Medan 2021.

3.5 PENGAMBILAN DAN ANALISIS DATA

21

(38)

23

3.5.1 Pengamnilan Data

Tujuan dari dilakukannya pengolahan dan analisis data dengan benar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat. Tahapan dari proses pengolahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Editing

Memeriksa ketepatan, kelengkapan, dan kesesuaian data yang diperoleh sehingga sesuai dengan kebutuhan penelitian yang dilakukan.

2. Coding

Data yang telah terkumpul dilakukan pengodean secara manual sebelum diolah dengan media elektronik seperti komputer.

3. Entry

Data yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam programs stastical package for social sciences atau SPSS.

3.5.2 Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian ini selanjutnya akan diproses dan dianalisis dengan menggunakan program atau software SPSS pada perangkat elektronik seperti komputer.

3.6 DEFINISI OPERASIONAL

Table 3.1 Definisi Operasional

N o.

Variable Definisi Operasional Alat Ukur

Hasil Ukur Skala

Ukur 1 Usia Kelompok usia rekam

pada pasien suspek COVID-19 dengan gangguan pendengaran

Rekam Medik

Kelompok usia:

1. Remaja (12-17 tahun) 2. Dewasa (18-40 tahun) 3. Tua (41-65 tahun) 4. Lanjut usia (>65 tahun)

(RISKESDAS, 2013)

Ordinal

2 Jenis kelamin

Jenis kelamin rekam pada pasien suspek COVID-19 dengan gangguan pendengaran

Rekam Medik

Laki-laki dan perempuan Nominal 22

(39)

24

3 Hasil pemeriks aan tes rapid

Interpretasi hasil pemeriksaan tes raapid, berupa: positif dan negatif suspek COVID- 19

Rekam Medik

Positif suspek COVID-19 dan negatif suspek

COVID-19.

Nominal

4 Hasil pemeriks aan tes penala

Interpretasi hasil

pemeriksaan tes penala, berupa: tes rinne, tes weber, tes schwabach

Rekam Medik

1. Rinne Tes a) Positif: Dengar b) Negatif: Tidak dengar

Nominal

2.Weber Tes

a) Tidak Ada lateralisasi b) Latelarisasi ke telinga yang sakit

c) Lateralisasi ketelinga yang sehat

3. Schwabach

a) Sama dengan pemeriksa b) Memanjang

c) Memendek

(Soepardi et al, 2007) 5 Hasil

pemeriks aan audiomet ri

Interpretasi hasil pemeriksan audiometri, berupa: lokasi ketulian, jenis ketulian, dan derajat ketuliaan

Rekam Medik

1. Lokasi tuli: unilateral, dan bilateral

Nominal

2. Jenis ketulian: tuli konduktif, tuli saraf, dan tuli campuran.

Nominal

3. Derajat ketulian: ringan (>25-40 dB), sedang (>40- 55 dB), sedang berat (>55- 70 dB). berat (>70-90 dB), sangat berat (>90 dB) (Soepardi et al, 2007)

Ordinal 23

(40)
(41)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian data rekam medis yang telah dikumpulkan berdasarkam kriteria inklusi dan eksklusi, dan diperoleh 41 pasien. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari catatan rekam medis pasien dengan gangguan pendengaran di instalasi Rekam Medis poliklinik THT KL di rumah sakit rujukan COVID-19 swasta/nasional Medan

Berikut ini adalah tabel hasil tes rapid yang dilakukan terhadap pasien yang datang mengunjungi poliklinik THT KL di rumah sakit rujukan COVID-19 swasta/nasional Medan.

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Hasil Tes Rapid Pasien Suspek COVID- 19 dengan Gangguan Pendengaran

Hasil Tes Rapid f %

Positif 30 73.2

Negatif 11 26.8

Total 41 100.0

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilahat bahwa dari 41 pasien didapatkan frekuensi tertinggi berdasarkan hassil pemeriksaan tes repid adalah pasien dengan hasil positif yaitu sebesar 30 orang (73.2%) sedangkan sisanya hasil negatif sebanyak 11 orang (26.8%).

Adapun deskripsi berdasarkan karakteristik usia, dan jenis kelamin pasien suspek COVID-19 yang mengalami gangguan pendengaran terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Deskripsi Hasil Tes Rapid dan Usia Pasien Suspek COVID-19 dengan Gangguan Pendengaran

24

(42)

26

Tes Rapid Usia Pasien Suspek COVID-19 (%)

Remaja Dewasa Orang Tua Lanjut Usia

Positif 2.4 19.5 34.1 17.1

Negatif 2.4 12.2 12.2 0

Tabel 4.2 menunjukkan persentase pasien dengan usia orang tua (41 – 65 tahun) memiliki risiko tinggi (34.1%) sebagai suspek COVID-19, dan pasien usia remaja berisiko rendah (2.4%) menjadi suspek COVID-19. Berdasarkan penelitian (Widjaj dkk, 2021): rentang usia pasien COVID-19 terbanyak pada usia 51 – 60 tahun (29%), 20% pada usia antara 61 – 70 tahun, 18,7% pada usia antara 41-50 tahun (Widjaj dkk, 2021).

Tabel 4.3 Deskripsi Hasil Tes Rapid dan Jenis Kelamin Pasien Suspek COVID-19 dengan Gangguan Pendegaran

Tes Rapid Jenis Kelamin Pasien Suspek COVID-19 (%)

Perempuan Laki-laki

Positif 36.6 36.6

Negatif 17.1 9.8

Tabel 4.3 menunjukkan persentase perempuan dan laki-laki sama-sama berisiko tinggi (36.6%) sebagai pasien suspek COVID-19. Dalam penelitian (Widjaj dkk, 2021); Wanita lebih banyak terkena COVID-19 (54,2 %). Terdapat teori yang menyatakan bahwa reseptor ACE-2 lebih banyak ditemukan pada pria sehingga prognosis lebih buruk pada pria, akan tetapi pada studi ini dan studi di Wuhan tidak ditemukan perbedaan faktor jenis kelamin antara pria maupun wanita untuk mortalitas (Widjaj dkk, 2021).

Data audiometri pasien dengan gangguan pendengaran ke poliklinik THT KL di salah rumah sakit swasta/nasional rujukkan COVID-19. Dari 41 pasien yang diperoleh 12 pasien dengan hasil audiometri normal dan 29 pasien lainnya dengan hasil audiometri mengalami gangguan pendengaran dengan berdasarkan jenis, 25

(43)

38

lokasi dan derajat keparahan yang berbeda. Adapun deskripsi gambaran hasil pemeriksaan audiometri dari 29 pasien dengan gangguan pendengaran terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Deskripsi Hasil Tes Rapid dan Jenis Gangguan Pendengaran Pasien Suspel COVID-19

Tes Rapid Jenis Gangguan Pendengaran (%)

Saraf Konduktif Campur

Positif 34.1 12.2 14.6

Negatif 4.9 2.4 2.4

Tabel 4.4 menunjukkan persentase gangguan pendengaran berdasarkan jenis ketulian. Tuli saraf (34.1%) adalah jenis gangguan pendengan yang paling banyak terjadi pada pasien suspek COVID-19.

Tabel 4.5 Deskripsi Hasil Tes Rapid dan Derajat Keparahan Gangguan Pendengaran Pasien Suspel COVID-19

Tes Rapid

Derajat Keparahan Gangguan Pendengaran (%) Ringan Sedang Sedang

Berat

Berat Sangat Berat

Positif 24.4 17.1 2.4 14.6 2.4

Negatif 4.9 2.4 0 0 0

Tabel 4.5 menunjukkan persentase gangguan pendengaran dengan derajat keparahan rungan (24.4%) paling banyak terjadi pada pasien suspek COVID-19.

Tabel 4.6 Deskripsi Hasil Tes Rapid dengan Lokasi Gangguan Pendengaran Pasien Suspek COVID-19

Tes Rapid Lokasi Gangguan Pendengaran (%)

26

(44)

26

Unilateral Bilateral

Positif 12.2 34.1

Negatif 19.5 2.4

Tabel 4.6 menunjukkan persentase gangguan pendengaran dengan lokasi ketulian banyak terjadi di kedua telinga atau bilateral (44.1%) paling banyak terjadi pada pasien suspek COVID-19. Sedangkan unilateral atau salah satu telinga sebanyak 12.2%.

Tabel 4.7 Deskripsi Hubungan Pasien Suspek COVID-19 dengan Jenis Gangguan Pendengaran

Tes Rapid

Jenis Gangguan Pendengaran

P Value 0,042 Saraf Konduktif Campur Normal Total

Positif 14 5 6 5 30

Negatif 2 1 1 7 11

Total 16 6 7 12 41

Berdasarkan hasil analisis chi-square pada tabel 4.7 didapatkan nilai p=0,042 (P < 0,05). Hal ini membuktikan ada hubungan yang signifikan secara statististik antara pasien suspek COVID-19 terhadap terjadinya gangguan pendengara pada pasien COVID-19. Dalam penelitian (Swain et al, 2021) dari 28 pasien, 22 mengalami gangguan pendengaran unilateral dan 6 pasien mengalami gangguan pendengaran bilateral. Dari 22 kasus gangguan pendengaran unilateral, 21 dengan gangguan pendengaran sensorineural, satu pasien mengalami gangguan pendengarankonduktif ringan (Swain et al, 2021).

Ada beberapa laporan mengenai gangguan pendengaran akibat infeksi virus.

Pendengaran Kehilangan akibat infeksi virus dapat bersifat kongenital atau didapat, unilateral atau bilateral. Virus tertentu secara langsung merusak telinga bagian dalam dan lainnya menginduksi respons inflamasi yang menyebabkan kerusakan telinga bagian dalam sedangkan beberapa virus meningkatkan kerentanan infeksi 27

(45)

40

bakteri atau jamur pada labirin, yang menyebabkan gangguan pendengaran.

Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh virus seringkali bersifat sensorineural, meskipun jenis gangguan pendengaran konduktif dan campuran dapat ditemukan setelah infeksi virus tertentu. Kadang-kadang, pemulihan pendengaran terjadi secara spontan setelah infeksi virus (Swain et al, 2021).

28

(46)
(47)

25 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan gangguan pendengaran di Rumah Sakit swasta/nasional rujukan COVID-19 Medan 2021, peneliti dapat menyimpulkan bahwa:

1. Usia pasien gangguan pendengaran yang melakukan pemeriksaan audiometri terbanyak adalah orang tua.

2. Jenis kelamin pasien gangguan pendengaran terbanyak yaitu perempuan.

3. Terdapat hubungan antara pasien suspek COVID-19 pada gangguan pendengaran berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengn nilai p = 0,002 (p<0,05).

4. Prevalensi lokasi ketulian pada pasien gangguan pendengaran yang melakukan pemeriksaan audiometri terbanyak yaitu kedua telinga (bilateral).

5. Prevalensi jenis ketulian pada pasien gangguan pendengaran yang melakukan pemeriksaan audiometri terbanyak yaitu tuli saraf.

6. Prevalensi derajat ketulian pada pasien gangguan pendengaran yang melakukan pemeriksaan audiometri terbanyak yaitu derajat ringan.

5.2 SARAN

Berdasarkan proses penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan:

1. Untuk masyarakat luas, diharapkan agar melaksanakan protocol kesehatan yang sudah di sarankan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia agar dapat terhindar dari infeksi virus SARS-CoV-2.

2. Untuk pasien suspek atau terkonfirmasi serta telah sembuh dari COVID-19, diharapkan agar melaksanakan kontrol pada pemeriksaan telinga.

29

(48)
(49)

25

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, H., Karyomanggolo, W., Musa, D. A., Boediarso, A., Oesman, I. N. dan Idris, N. S. 2014, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 5 ed. Diedit oleh S. Sastroasmoro dan S. Ismael. CV. Sagung Seto, Jakarta.

ASHA 2018, Hearing Loss, American Speech-Language-Hearing Association.

Tersedia pada: https://www.asha.org/public/hearing/Hearing-Loss/ (Diakses:

18 April 2018).

BMJ Best Practice, 2021, Coronavirus Disease (COVID-19), accessed, 08 April 2021, Available at: https://bestpractice.bmj.com/topics/en-us/3000168 Centers for Disease Control and Prevention (2020) Coronavirus Disease 2019

(COVID-19). Symptoms of Coronavirus. Cited on 6th May 2020 available on https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/symptoms-

testing/symptoms.html

Cure E, Cure MC. Comment on ‘‘hearing loss and COVID-19: Anote’’. Am J Otolaryngol Head Neck Med Surg. 2020. doi:

https://dx.doi.org/10.1016%2Fj.amjoto.2020.102513

Davis, Hannah E., Assaf, Gina S.,Mccorkell, Lisa., Wei, Hannah., Low, Ryan J., Re'em, Yochai., Redfield, Signe., Austin, Jared P., Akrami, Athena. 2020.

Characterizing Long COVID in an International Cohort: 7 Months of Symptoms and Their Impact. Available on: https://ssrn.com/abstract=3820561

Dewa Aditya Putra, Sitohang Sonang. 2015. Analisis Kinerja Keuangan PT Indofood Sukses Makmur TBK di Bursa Efek Indonesia. STIESIA Surabaya.

Dhama K, Khan, S., Tiwari, R., Sircar, S., Bhat, S., Malik, Y.S., Singh, K. P., Chaicumpa, W., Bonilla-Aldana, D. K., Rodriguez-Morales, A. J., 2020.

Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Available at https://journals.asm.org/doi/10.1128/CMR.00028-20

Dharmarjan, Sandhya., Bharathi, M. B., Sivapuram, Kavya., Prakash, B. G., Madhan, Sriram., Madhu, Ashima., Nivetha, G. Devi., Aliya, Shaik Ayesha., Ramya, S. B. 2021. Hearing Loss-a Camouflaged Manifestation of COVID 19 Infection. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg (Oct–Dec 2021) 73(4):494–498; https://doi.org/10.1007/s12070-021-02581-1

Eryani Yesti Mulia, Wibowo Catur Ari, Saftarina Fitria. 2017. Faktor Risiko Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

30

(50)

Harahap, J., Roza. 2018. Hubungan Usia Terhadap Terjadinya Gangguan Pedengaran di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahunn 2016-2017. Skripsi.

Medan: Universitas Sumatera Utara. Terdapat di:

https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/13431

Ismail, Farida Fitriani., Sudarmadi, Dedy. 2019. Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi dan Pengendalian Internal terhadap Kinerja Karyawan PT. Beton Elemen Persada. JASa (Jurnal Akuntansi, Audit dan Sistem Informasi Akuntansi) Vol. 3 No. 1 /April 2019.

Jin, Yuefei., Halyan Yang, Wangquan Ji., Weidong Wu., Shuaiyin Chen., Weiguo Zhang., Guangcai Duan, 2020. Virology, Epidemiology, Pathogenesis, and Control of CoVID-19. China, March 2020.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pertanyaan dan Jawaban Terkait COVID-19. Tersedia di:

https://www.kemkes.go.id/article/view/ 20031600011/ pertanyaan-dan- jawaban-terkait-covid-19.html

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. 2021. Peta Sebaran COVID-19. Tersedia di: https://covid19.go.id/peta-sebaran- covid19

Kumar, M., & Al Khodor, S. (2020). Pathophysiology and treatment strategies for COVID-19. Journal of Translational Medicine, 18(1), 1–9.

https://doi.org/10.1186/s12967-020-02520-8

Levani, Y., Aldo D. P., Siska M. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Cited on Januari 2021. Available at: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19), Revisi ke 5. Jakarta Selatan

PDPI. 2020, Pneumonia Covid-19. Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, accessed 24 April 2020, Available at: https://covid19.idionline.org/wp- content/uploads/2020/04/5.-Buku-PDPI-.pdf

Rhman, A. Abdel., Wahid, S. Abdel. 2020. COVID -19 and sudden sensorineural hearing loss, a case report. Otolaryngology Case Reports. Available at:

https://doi.org/10.1016/j.xocr.2020.100198

RISKESDAS 2013, 'Riset Kesehatan dasar', Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, hal. 243–245. Tersedia pada:

31

(51)

24

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas 2013.pdf.

Soepardi, E. A., lskandar, N., Bashiruddin, I., Ratna, D. Restuti. 2007. Dalam: Buku Ajaran Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher, edisi enam. Fakultas Kedokteran Universilas lndonesia, Jakarta, 1990 Susilo, A., Rumende, C.M., Pitoyo, C.W., Santoso, W.D., Yulianti, M.,

Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E.J. &

Chen, L.K. 2020, 'Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini', Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), pp. 45-67

Swain, S. Kumar., Somya, R. Pani. 2021. Incidence of Hearing Loss in COVID-19 Patients: A COVID Hospital-based Study in the Eastern Part of India.

International Journal of Current Research and Review. Odisha, India, 2021.

Wahyuningsih Heni Puji, Yuni Kusmiyati. 2017. Dalam : Bahan Ajar Kebidanan Anatomi & Fisiologi. KEMENKES RI, Jakarta, 2017 World Health Organization 2021. Coronavirus 2019 dashboard. https://covid19.who.int/

Widjaja, Jahja T., Kwee, Limdawati., Giantara, Andreas K., Subagiyo, Henry A., Edwin, Christian., Putri, Ranietha L. 2021. Karakteristik Pasien COVID-19 Rawat Inap di RS Immanuel Bandung, Indonesia Characteristics of Inpatient Covid-19 Patients at Immanuel Hospital Bandung, Indonesia.

Journal of Medicine and Health. Vol. 3No. 2 August 2021

Yuliana., 2020. Corona virus disease (Covid-19); sebuah tinjauan literature.

Wellness and Healthy Magazine, Lampung.

32

(52)

LAMPIRAN A

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Khofifa Fahlani Rimosan

NIM : 180100263

Tempat/Tanggal Lahir : Fakfak / 1 Oktober 2000

Agama : Islam

Nama Ayah : Bakhtiar Jafar

Nama Ibu : Wa Kiani

Riwayat Pendidikan :

1. MI Negeri Fakfak (2006-2011) 2. MTs. Muhammadiyah (2012-2014) 3. MA Negeri Fakfak (2015-2017)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2018-sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. Peserta Bela Negara Afirmasi Papua-Papua Barat 2018

2. Peserta PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) FK USU 2018

3. Peserta LKKK (Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa) FK USU 2018

Riwayat Kepanitiaan : Anggita Devisi Acara Keputrian FK USU 2019 33

(53)

26

LAMPIRAN B. Halaman Pernyataan Orisinalitas

Karakteristik Gangguan Pendengaran pada Suspek COVID-19

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 25 November 2021 Penulis

Khofifa Fahlani Rimosan 180100263

34

(54)

LAMPIRAN C

No Nama Usia JK Jenis Tuli Derajat Lokasi Rapid

1 CH D P N N N P

2 JD R L N N N P

3 AA D L N N N P

4 ML T L N N N P

5 ES T L N N N P

6 SK T P S R U P

7 Y T P S S U P

8 S T P S S U P

9 DA LU L S B U P

10 Z LU P S S U P

11 R LU P S R B P

12 JS D P S B B P

13 BNN T P S B B P

14 RJ LU L S S B P

15 JS T L S SB B P

16 AB T L S R B P

17 RM D L S S B P

18 SH LU L S R B P

19 N LU P S S B P

20 MHS T L C R U P

21 RR D P C Sb U P

22 N D P C B U P

23 RS LU P C B B P

24 E T P C R B P

25 RN T P C R B P

26 EP T P K S B P

27 AF D L K B B P

28 RA T L K R U P

29 BG T L K R U P

30 MH D L K R U P

31 RN D P K S U P

32 SR D P N N N N

33 M D P N N N N

34 DA R L N N N N

35 B D L N N N N

36 R T P N N N N

37 E T L N N N N

38 JR T P N N N N

39 S D P S N N N

40 HMP T L C R U N

41 D T P S R B N

35

Gambar

Gambar 2.1. Peta sebaran COVID-19 di dunia Sumber: WHO,2020
Gambar 2.2 Potongan Koklea
Gambar 2.3 Anatomi Telinga
Gambar 2.4 Audiometri Nada Murni

Referensi

Dokumen terkait

Pasien adalah orang dengan Kasus Suspek, Probable atau Konfirmasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 6 Tahun 2021 tentang Kewajiban

Pada jurnal AHA (2020) mengemukakan bahwa penanganan pasien Covid-19 di IGD rumah sakit menggunakan penanganan IHCA yaitu penanganan pasien Covid-19 yang terkena

Bagi PPDN yang akan keluar dari wilayah Provinsi Kepulauan Riau diwajibkan sedang tidak dalam kondisi sakit dan/atau memiliki gejala suspek COVID-19, serta memperhatikan

Dapat dilakukan bila status ibu adalah kontak erat atau kasus suspek Covid-19 dan dapat dipertimbangkan pada ibu dengan status terkonfirmasi Covid-19 (gejala ringan atau tanpa

Berdasarkan hasil pengumpulan dan danalisis data didapatkan hasil yaitu karakteristik gejala pada pasien COVID-19 pada penelitian ini adalah gejala ringan (59%), umur 31-45

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kegawatan pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hermina Jatinegara lebih didominasi oleh

Petugas Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima telepon atau sisrute dari fasilitas kesehatan lain yang akan merujuk pasien suspek/probable/konfirmasi Covid-19 untuk

Sedangkan untuk kompetitor produk substitusi juga banyak, sehingga pembeli yang tidak menyukai diferensiasi dari konsep dan produk Classic Tea Garden juga dengan mudah