• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH Monopterus albus DALAM MEDIA AIR DENGAN BIOMASSA AWAL 2 kg m -2, 3 kg m -2, DAN 4 kg m -2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH Monopterus albus DALAM MEDIA AIR DENGAN BIOMASSA AWAL 2 kg m -2, 3 kg m -2, DAN 4 kg m -2."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH Monopterus albus DALAM MEDIA AIR DENGAN BIOMASSA AWAL

2 kg m

-2

, 3 kg m

-2

, DAN 4 kg m

-2

.

AMROYANU HABIB

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Biomassa Awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Amroyanu Habib

NIM C14110012

(4)
(5)

ABSTRAK

AMROYANU HABIB. Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Biomassa Awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2. Dibimbing oleh DADANG SHAFRUDDIN dan YANI HADIROSEYANI.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biomassa awal tebar yang menghasilkan kinerja produksi terbaik pada budidaya ikan belut dalam media air tanpa lumpur dengan sistem resirkulasi. Benih ikan belut yang digunakan memiliki bobot rata-rata 15,69±2,83 g ekor-1 dan panjang rata-rata 27,38±2,61 cm ekor-1. Pemeliharaan dilakukan pada bak plastik berukuran 70 x 45x 40 cm yang diisi air sebanyak 31,5 L dengan ketinggian 10 cm dan dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Perlakuan yang diberikan adalah biomassa awal tebar 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2. Ikan belut diberi pakan berupa filet ikan lele secara ad libitum selama 56 hari masa pemeliharaan. Hasil terbaik dicapai pada biomassa awal tebar 4 kg m-2 yaitu derajat kelangsungan hidup 89,59±4,60%, laju pertumbuhan spesifik 0,59±0,10%, dan konversi pakan 3,56±0,86.

Kata kunci: kelangsungan hidup, konversi pakan, pertumbuhan, resirkulasi.

ABSTRACT

AMROYANU HABIB. Production Performance of Paddy Field Eel (Monopterus albus) Cultured on Water Based System at Density of 2 kg m-2, 3 kg m-2, and 4 kg m-2. Supervised by DADANG SHAFRUDDIN and YANI HADIROSEYANI.

The research was aimed to determine stocking density that achieve highest production performance of paddy field eel cultured in water based system with recirculation system. Paddy field eel juvenile used had average weight of 15.69±2.83 g fish-1, and average length of 27.38±2.61 cm fish-1 were cultured in 70x 45x 40 cm in box and compiled in recirculation system for 56 days in three different density i.e 2 kg m-2, 3 kg m-2, and 4 kg m-2. The eels were fed on catfish meat with ad libitum method. Accordingly the best performance was achieved on the density of 4 kg m-2 with survival rate 89.59±4.60%, specific growth rate 0.59±0.10%, and feed conversion ratio 3.56±0.86.

Keywords: feed conversion ratio, growth, recirculation, survival rate.

(6)
(7)

KINERJA PRODUKSI BUDIDAYA BELUT SAWAH Monopterus albus DALAM MEDIA AIR DENGAN BIOMASSA

AWAL 2 kg m

-2

, 3 kg m

-2

, DAN 4 kg m

-2

.

AMROYANU HABIB

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Biomassa Awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 Nama : Amroyanu Habib

NIM : C14110012

Disetujui oleh

Ir. Dadang Shafruddin, M.S.

Pembimbing I

Ir. Yani Hadiroseyani, M.M.

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sukenda, M.Sc.

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Biomassa Awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2” ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak sehingga penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan terimakasih pada:

1. Ir. Dadang Shafruddin, M.S. dan Ir. Yani Hadiroseyani, M.M. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, mengarahkan, serta memberikan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. Munti Yuhana, S Pi. M.Si. selaku dosen penguji dan Dr. Tatag Budiardi, M.Si. selaku wakil dosen komisi pembimbing skripsi serta seluruh dosen Budidaya Perairan yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan bagi penulis.

3. Ayahanda Wakhid, Ibunda Sri Sa’adah, Kakakku Risa Rachmawati, Kakak Iparku Hani Asy’ari, dan Adikku Zahra yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat.

4. Sahabatku Soni Herliansah, Dian Sulistyanto, Subhan Triatna, Risma Anggraini, Sefi Indria, Keluarga Puzzle dan Gelar Sajadah yang terus memberikan bantuan, semangat, dan doa dalam penyelesaian tugas akhir ini.

5. Keluarga besar Masjid Al Hurriyyah, Guru tercinta Ust E Syamsuddin, Kak Muta Ali Khalifa, Ust Trisna, Keluarga Marboth Al Hurriyyah, Sahabat Menara Hijau, yang terus memberikan motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Rekan satu penelitian ikan belut Yodi Husein, Ismail Rahmat, Fenti Nurul, Risma Suryani, Asda Wita, Lini, Syifa Rosyana, Irma, Teti atas kerja sama, dukungan semangat, dan masukan selama penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2016

Amroyanu Habib

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Rancangan Percobaan 2

Prosedur Penelitian 2

Parameter Uji 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

KESIMPULAN DAN SARAN 9

Kesimpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 12

RIWAYAT HIDUP 14

(14)

DAFTAR TABEL

1. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur 3 2. Parameter produksi ikan belut Monopterus albus dengan biomassa

awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 selama 56 hari 5 3. Kualitas air media pemeliharaan ikan belut dengan biomassa awal

2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 selama 56 hari 7

DAFTAR GAMBAR

1. Konsentrasi amonia, pH, nitrit, suhu, oksigen terlarut 8

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis statistik derajat kelangsungan hidup (%) ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, dan C, selama 56 hari 12 2. Analisis statistik derajat laju pertumbuhan mutlak (g/hari) ikan belut

sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari 12 3. Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik (%) ikan belut sawah

Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari 12 4. Analisis statistik rasio konversi pakan ikan belut sawah Monopterus

albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari 12 5. Analisis keragaman pajang ikan belut sawah Monopterus albus dengan

perlakuan A, B, C, selama 56 hari 13

6. Analisis keragaman bobot ikan belut sawah Monopterus albus dengan

perlakuan A, B, C, selama 56 hari 13

7. Analisis biomassa akhir rata-rata ikan belut sawah Monopterus albus

dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari 13

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan belut sawah merupakan salah satu jenis komoditas ikan air tawar yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini karena belut memiliki beberapa manfaat.

Belut memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut Astawan (2008), belut memiliki nilai energi yang lebih baik dari pada telur dan daging sapi, yaitu sebesar 303 kkal/100 g sedangkan nilai energi telur dan daging sapi hanya mencapai 162 kkal/100 g dan 207 kkal/100 g. Selain kandungan gizi yang baik, harga ikan belut di pasar cukup tinggi, yaitu berkisar antara Rp 75.000-Rp 90.000 per kilogram.

Dewasa ini, permintaan masyarakat terhadap belut semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut laporan KKP (2013) jumlah ekspor belut pada tahun 2007 sebesar 2189 ton, kemudian meningkat pada tahun 2008 menjadi 2676 ton.

Sementara itu, sampai akhir tahun 2009 ekspornya sekitar 4744 ton meningkat sekitar 77,2% dibandingkan tahun 2008. Kebutuhan belut untuk pasar dalam negeri seperti Jakarta membutuhkan 20 ton per hari, sedangkan Yogyakarta membutuhkan sebanyak 30 ton per hari untuk memenuhi 150 industri rumah tangga keripik belut.

Menurut Affandi et al. (2013) keberadaan ikan belut di alam sudah mulai terancam. Hal ini terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat sehingga lahan persawahan banyak dikonversi menjadi pemukiman warga. Selain terjadinya konversi lahan, terancamnya habitat belut ini akibat dari tercemarinya sungai dari kawasan perkotaan yang masuk ke area persawahan serta ditambah dengan maraknya penggunaan pestisida yang dilakukan oleh para petani.

Sehubungan dengan kondisi ikan belut sawah yang mulai terancam, maka perlu dikembangkan teknologi budidaya ikan belut yang mudah diterapkan di masyarakat.

Budidaya belut di masyarakat selama ini menggunakan substrat lumpur sebagai medianya. Namun, cara budidaya ini dinilai memiliki banyak kekurangan seperti sulitnya pemantauan kelangsungan hidup dan pertumbuhan belut, kurang efisien dalam proses panen, serta sulitnya pemantauan terhadap pakan yang telah diberikan. Budidaya belut tanpa lumpur akhir-akhir ini mulai dikembangkan.

Penelitian budidaya belut menggunakan media air tawar mulai dilakukan oleh Perdana (2013) dengan angka kelangsungan hidup yang rendah yaitu 11,11±7,7%.

Penelitian ini kemudian dilanjutkan Husein (2015); Jefry (2016); Wita (2016) dan mendapatkan angka kelangsungan hidup yang tinggi yaitu di atas 90%.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, angka kelangsungan hidup sudah cukup baik dan berpotensi untuk dikembangkan, namun biomassa awal tebar belut masih rendah dibandingkan dengan Khanh dan Ngan (2010) yang mencapai 3 kg m-2. Menurut Liem (1967) rasio respirasi udara dan air pada ikan belut sebesar 3:1. Hal ini menunjukkan ikan belut berpotensi mampu dibudidayakan dengan biomassa awal tebar yang lebih tinggi karena mampu mengambil oksigen yang lebih banyak dari udara.

Menurut Hepher dan Pruginin (1981) peningkatan produksi dapat diperoleh dengan meningkatkan padat tebar pada sistem budidaya ikan. Bila tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh tingkat kepadatan ikan, artinya di bawah

(16)

2

critical standing crop, hasil produksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat kepadatan. Peningkatan biomassa awal tebar ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja produksi budidaya ikan belut dalam media air pada penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biomassa awal tebar yang menghasilkan kinerja produksi terbaik pada budidaya ikan belut dalam media air tanpa lumpur melalui kajian derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, koefisien keragaman bobot, koefisien keragaman panjang, serta kualitas air.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2016 dengan masa aklimatisasi hewan uji selama 7 hari dan masa pemeliharaan selama 56 hari.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan. Perlakuan tersebut yaitu dengan biomassa awal tebar 2 kg m-2 (A), 3 kg m-2 (B), dan 4 kg m-2(C).

Prosedur Penelitian Persiapan Wadah dan Instalasi Resirkulasi

Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan belut adalah bak plastik berukuran 70 cm x 45 cm x 40 cm. Sebelum digunakan wadah ini dicuci terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Wadah budidaya dirangkaikan dengan instalasi resirkulasi. Instalasi resirkulasi terdiri atas:

a) Kapas, sebagai filter fisik. Kapas yang digunakan setiap satuan wadah sebanyak 2 lembar.

b) Bioball, merupakan media biofilter yang menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme yang berperan dalam nitrifikasi. Jumlah bioball yang digunakan pada tiap satuan wadah sebanyak 10 buah.

c) Zeolit, merupakan media filter mampu menyerap amonia di dalam air. Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 26 g L-1.

d) Pompa air, berkapasitas 900 L H-1, power 23 w, 220-240V, 50Hz, dengan H- Max 1,3 m.

(17)

3 Setelah wadah dan instalasi sistem resirkulasi siap, selanjutnya bak plastik diisi air 31,5 L dengan salinitas 6 g L-1 dengan tinggi 10 cm. Pompa kemudian dinyalakan dan sistem resirkulasi dinyalakan 24 jam. Air dari wadah pemeliharaan dipompa masuk ke dalam filter melalui selang berdiameter 1,5 cm, kemudian air mengalir kembali ke dalam wadah pemeliharaan setelah melewati filter yang ada.

Untuk membantu kemampuan resirkulasi dalam menjaga kualitas air maka setiap minggu dilakukan pergantian air dalam wadah pemeliharaan sebanyak 80%.

Penebaran Ikan

Ikan yang digunakan adalah ikan belut sawah Monopterus albus hasil tangkapan yang berasal dari daerah Warungkondang Cibeber, Cianjur Jawa Barat.

Benih ikan belut yang digunakan memiliki bobot rata-rata 15,69±2,83 g ekor-1 dan panjang rata-rata 27,38±2,61 cm ekor-1 sebanyak 587 ekor 9 bak plastik. Benih terlebih dahulu diadaptasikan dalam wadah pemeliharaan selama 7 hari kemudian dilakukan grading. Alat yang digunakan untuk grading berupa bak grading untuk ikan lele. Ikan belut dimasukkan ke dalam bak grading. Ikan belut yang memiliki ukuran kepala lebih kecil akan keluar dari bak melalui lubang. Belut dikelompokkan berdasarkan ukuran kepala. Setelah grading selesai dilakukan, benih ditebar pada masing-masing wadah sesuai dengan biomassa awal tebar pada rancangan percobaan.

Pemberian Pakan

Pemeliharaan ikan dilakukan selama 56 hari. Pakan yang digunakan berupa filet ikan lele secara ad libitum dengan frekuensi pemberian pakan satu kali sehari yaitu pada malam hari. Daging ikan lele dipotong-potong dengan ukuran 3-5 mm.

Pengambilan contoh

Pengambilan contoh ikan uji dilakukan setiap 14 hari untuk mengetahui perkembangan bobot dan panjang ikan uji selama pemeliharaan. Ikan uji diambil 3 ekor dari setiap ulangan. Alat yang digunakan berupa penggaris dengan ketelitian 0,1 cm serta timbangan dengan ketelitian 1 gram.

Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan menjalankan sistem resirkulasi terus menerus.

Tabel 1 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur.

Parameter Satuan Alat ukur

Suhu oC Termometer

Oksigen terlarut mg L-1 DO-meter

pH - pH-meter

Amonia mg L-1 Spektrofotometer

Pengambilan sampel air dilakukan setiap 7 hari sekali selama masa pemeliharaan. Sampel ini digunakan untuk pengukuran kualitas air yang dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Parameter kualitas air yang diukur terdiri atas suhu, oksigen terlarut, pH, dan amonia.

(18)

4

Parameter Uji Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup (DKH) merupakan persentase dari perbandingan jumlah ikan akhir yang hidup dengan jumlah ikan awal tebar.

Menurut Effendi (2004), derajat kelangsungan hidup dihitung dengan rumus:

DKH = (Nt x N0-1) x 100 Keterangan:

DKH = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor) Laju Pertumbuhan Mutlak

Laju pertumbuhan mutlak (LPM) merupakan perubahan bobot rata-rata individu dari awal sampai akhir pemeliharaan. Laju pertumbuhan mutlak dihitung dengan rumus (Goddard 1996):

LPM= (Wt - W0) x t-1 Keterangan:

LPM = Laju pertumbuhan bobot mutlak (g/hari)

Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g) W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (g) t = Periode pemeliharaan (hari)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik (LPS) merupakan laju pertumbuhan bobot individu dalam persen yang dihitung dengan rumus (Huisman 1987):

LPS = [{(Wt x W0-1)l/t-1} x 100]

Keterangan:

LPS = Laju pertumbuhan individu harian (%)

Wt = Bobot rata-rata pada akhir pemeliharaan (g) Wo = Bobot rata-rata pada awal pemeliharaan (g) t = Periode pemeliharaan (hari)

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan (RKP) dihitung menggunakan rumus (Goddard 1996):

RKP = [F x {(Wt + Wd)-W0}-1] Keterangan:

RKP = Rasio konversi pakan

Wt = Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (g) Wd = Biomassa ikan mati selama pemeliharaan (g) W0 = Biomassa total ikan pada awal pemeliharaan (g) F = Jumlah total pakan selama pemeliharaan (g) Koefisien Keragaman (Bobot dan Panjang)

Koefisien keragaman (KK) bobot dan panjang digunakan untuk menentukan perbandingan keragaman dua populasi atau lebih. Koefisien keragaman bobot rata-rata dan panjang rata-rata diperoleh dengan membagi nilai simpangan baku

(19)

5 dengan bobot rata-rata atau panjang rata-rata pada suatu populasi. Rumus yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1981) sebagai berikut:

KK = (S x Ῡ-1) x 100 Keterangan:

KK = Koefisien keragaman S = Standar deviasi Ῡ = Rata-rata populasi

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah. Parameter kinerja produksi dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%

(Lampiran 1-7). Jika berbeda nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menentukan perbedaan antar perlakuan. Data kualitas air yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan penyajian tabel. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 dan SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ikan belut selama 56 hari pemeliharaan menghasilkan data berupa parameter pertumbuhan yang meliputi derajat kelangsungan hidup (DKH), laju pertumbuhan mutlak (LPM), laju pertumbuhan spesifik (LPS), rasio konversi pakan (RKP), serta koefisien keragaman (KK) dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter produksi ikan belut Monopterus albus dengan biomassa awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 selama 56 hari.

*Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Derajat kelangsungan hidup ikan belut pada penelitian ini yaitu 84-93%.

Hasil ini serupa dengan kelangsungan hidup hasil penelitian sebelumnya yaitu berkisar pada 90% (Husein, 2015; Jefry, 2016; Witah, 2016). Kelangsungan hidup pada penelitian ini lebih tinggi dari pada hasil penelitian ikan belut oleh Khanh dan Ngan (2010) pada biomassa awal tebar 2 kg m-2 dengan tingkat kelangsungan hidup 73%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada tingkat kelangsungan hidup antar perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa hingga biomassa awal tebar 4 kg m-2, pengaruh biomassa awal tebar masih dapat ditolerir oleh ikan belut ini.

Hasil derajat kelangsungan hidup yang tinggi ini didukung oleh kualitas air yang baik. Hasil analisis uji kualitas air menunjukkan bahwa parameter amonia dan oksigen masih dalam kisaran normal untuk hidup ikan belut. Menurut Boyd

Parameter Perlakuan

2 kg m-2 3 kg m-2 4 kg m-2 Derajat kelangsungan hidup (%) 93,48±2,45a 84,48±6,8a 89,59±4,60a Laju pertumbuhan spesifik (%) 0,64±0,12a 0,60±0,24a 0,59±0,10a Laju pertumbuhan mutlak (g hari-1) 0,10±0,01a 0,11±0,04a 0,12±0,008a Rasio konversi pakan 3,44±1.04a 3,67±2,07a 3,56±0,86a Koefisien keragaman panjang(%) 10,89±1,25a 11,87±2,3a 11,68±1,42a Koefisien keragaman bobot (%) 25,51±1,5a 23,15±1,05a 26,48±2,61a Biomassa akhir rata-rata(kg) 0,87±0,07a 1,20±0,24b 1,64±0,05c

(20)

6

(1982) kadar amoniak yang baik untuk ikan tidak boleh lebih dari 0,12 mg L-1. Pada penelitian ini, nilai amonia selama pemeliharaan berkisar pada 0,0001-0,0037 mg L-1. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas air media masih layak untuk budidaya ikan belut. Kandungan oksigen yang terlarut pada penelitian ini berkisar 3,7-5,9 mg L-1. Kisaran nilai optimum oksigen terlarut bagi ikan menurut Boyd (1982) adalah di atas 5 ppm. Namun, penelitian sebelumnya (Ginting, 2016; Husein, 2015; Jefry, 2016; Witah, 2016) menunjukkan SR belut tinggi yaitu di atas 90% dengan nilai kandungan oksigen terlarut pada media pemeliharaan berturut-turut 2,0-4,5 mg L-1, 2,1-3,8 mg L-1, 0,8-1,9 mg L-1, dan 0,2-1,2 mg L-1. Kemampuan hidup belut yang tinggi pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang rendah ini karena didukung alat pernafasan tambahan yang berupa kulit tipis yang terdapat dalam rongga mulutnya (Liem 1967).

Kematian ikan belut selama pemeliharaan diduga karena stres akibat dari adaptasi pada media budidaya. Selain itu, kematian ikan belut juga dapat disebabkan oleh potensi penyakit yang dibawa dari alam. Pada penelitian ini, beberapa ikan belut yang mati menunjukkan adanya bintik kuning pada permukaan kulit tubuh bagian bawah. Menurut Nurul (2015) ikan belut yang berasal dari alam berpotensi terinfeksi cacing Gnathostoma sp yang dominan berada pada organ hati belut yang ditandai dengan adanya bintik kuning pada kulit. Selain Gnathostoma sp, bakteri dominan yang menyerang ikan belut sakit dari Cianjur yaitu Micrococcus sp., Nocardia sp., dan Staphylococcus sp. (Suryani 2015).

Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan A, B, dan C berturut-turut 0,64%, 0,60%, dan 0,59%. Laju pertumbuhan spesifik ikan belut pada penelitian ini lebih kecil dari pertumbuhan pada penelitian Husein (2015), yaitu 0,75-0,95%

yang dilakukan dengan biomassa awal tebar lebih rendah (1,2 kg m-2).

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui, bahwa biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap laju pertumbuhan spesifik.

Laju pertumbuhan bobot mutlak pada penelitian ini berkisar pada 0,10-0,12 g hari-1. Hasil ini serupa dengan laju pertumbuhan bobot mutlak ikan belut pada penelitian yang dilakukan oleh Witah (2016) yaitu 0,10 g hari-1. Berdasarkan hasil analisis ragam, nilai laju pertumbuhan bobot mutlak menunjukkan hasil analisis ragam yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Nilai pertumbuhan yang homogen dari semua perlakuan menandakan bahwa kebutuhan ikan belut terhadap pakan serta lingkungan cukup terpenuhi (Hepher dan Pruginin 1981).

Laju pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini masih lebih rendah dari pada hasil penelitian Khanh dan Ngan (2010) yaitu LPM mencapai 0,6 g hari-1dan LPS 1,12%. Laju pertumbuhan yang rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Hepher dan Pruginin (1981) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan diantaranya jenis ikan, tingkat nafsu makan, faktor lingkungan, dan padat tebar. Rendahnya pertumbuhan pada penelitian ini di antaranya disebabkan rendahnya nafsu makan ikan belut.

Rendahnya nafsu makan ini diduga karena ikan belut mengalami stres akibat perbedaan media budidaya dari tempat asalnya. Selain itu, pada media lumpur terdapat pakan alami yang menjadi makanan tambahan ikan belut. Menurut Affandi et al. (2003), komposisi pakan alami pada perut ikan belut yang paling banyak adalah insecta dan annellida. Pakan alami insecta dan annellida jumlahnya cukup besar pada perut ikan belut yaitu sebesar 66%.

(21)

7 Rasio konversi pakan merupakan jumlah kg pakan yang dikonsumsi ikan untuk menghasilkan satu kg bobot ikan. Semakin kecil nilai rasio konversi pakan semakin baik untuk produksi budidaya. Konversi pakan sering dijadikan indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu usaha budidaya (Effendi 2004).

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2, nilai rasio konversi pakan pada perlakuan biomassa awal tebar tebar 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 berturut- turut yaitu 3,44, 3,67 dan 3,56. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan perbedaan biomassa awal tebar pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada nilai rasio konversi pakan.

Koefisien keragaman panjang dan bobot menunjukkan nilai variasi ukuran panjang dan bobot pada setiap perlakuan sehingga dapat diketahui keseragaman populasi setiap perlakuan. Semakin kecil nilai koefisien keragaman semakin baik ikan yang dihasilkan. Nilai keragaman panjang yang diperoleh pada setiap perlakuan 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 berturut-turut adalah 10,89%, 11,87%, dan 11,68%, sedangkan nilai keragaman bobot pada perlakuan 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 25,51%, 23,15%, dan 26,48%. Hasil nilai keragaman bobot ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Witah (2016) yaitu 21-24%. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa biomassa awal tebar penebaran belum berpengaruh nyata (p>0,05) pada koefisien keragaman ikan belut. Hal ini menunjukkan hingga biomassa awal tebar 4 kg m-2 makanan masih tercukupi untuk belut dan persaingan dalam mendapatkan makanan tidak terlalu tinggi.

Dalam budidaya ikan, kualitas air merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu budidaya. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan terlihat bahwa kualitas air pada masing-masing perlakuan mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu pemeliharaan, walaupun penurunan tersebut masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan ikan. Kualitas air yang layak ini karena didukung oleh sistem resirkulasi dan filtrasi.

Tabel 3 Kualitas air media pemeliharaan ikan belut dengan biomassa awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 selama 56 hari.

Parameter Perlakuan Kisaran

Optimal 2 kg m-2 3 kg m-2 4 kg m-2

Suhu (°C) 26-30 26-30 26-30 25-32a

DO (mg L-1) 3,7-5,9 3,4-5,2 2,5-4,8 >5a

pH 5,8-6,5 4,1-6,3 4,1-6,3 6,5-9a

Nitrit (mg L-1) 0,059-0,389 0,049-0,577 0,080-0,423 <0,5a Amonia (mg L-1) 0,0002-0,0037 0,0001-0,0011 0,0001-0,0009 <0,1a

a: Boyd (1982)

(22)

8

0,0000 0,0010 0,0020 0,0030 0,0040 0,0050

1 2 3 4 5 6 7 8

Amonia(mg L-1)

Minggu ke-

C B A

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

1 2 3 4 5 6 7 8

pH

Minggu ke-

A B C

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

1 2 3 4 5 6 7 8 Nitrit(mg L-1)

Minggu ke-

A B C

24,0 25,0 26,0 27,0 28,0 29,0 30,0 31,0 32,0

1 2 3 4 5 6 7 8

Suhu (°C)

Minggu ke

A B C

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

1 2 3 4 5 6 7 8 DO (mg L-1)

Minggu ke-

A B C

Gambar 1 Konsentrasi amonia, pH, nitrit, suhu, oksigen terlarut

Sistem resirkulasi meningkatkan kandungan oksigen air melalui proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Sistem filtrasi menggunakan beberapa komponen yaitu kapas, batu zeolit, dan bioball. Sistem resirkulasi selain mendukung pengelolaan kualitas air media, juga berfungsi untuk menghemat air dan garam yang digunakan. Penelitian sebelumnya (Husein, 2015; Jefry, 2016;

Witah, 2016), pergantian air bersalinitas 6 g L-1 dilakukan setiap hari. Metode pergantian air setiap hari ini selain memerlukan banyak air dan garam, juga memerlukan biaya serta tenaga tambahan dalam pengelolaannya. Dengan demikian, sistem resirkulasi ini diharapkan dapat menjadikan biaya produksi lebih efisien.

Suhu media pemeliharaan ikan belut pada sistem resirkulasi ini berada pada kisaran 26-30oC. Kisaran tersebut baik untuk pertumbuhan ikan belut seperti yang

(23)

9 dinyatakan Boyd (1982), bahwa kisaran suhu yang baik bagi ikan di daerah tropis adalah 25-32oC. Shafland et al. (2009) menyatakan ikan belut mengalami penurunan nafsu makan pada suhu 16-17oC, berhenti makan pada suhu 14-16oC, dan mati pada suhu 8-9oC.

Nilai pH merupakan parameter kualitas air yang penting dalam budidaya ikan. Nilai pH menunjukkan intensitas kadar asam-basa suatu perairan. Menurut Boyd (1982) kisaran pH optimal untuk ikan yaitu 6,5-9,0. Selama pemeliharaan, beberapa nilai pH berada di bawah kisaran optimal, namun tidak ditemukan dampak yang berbahaya bagi ikan. Menurut Swingle (1961) pH 4 dan 11 merupakan titik letal (death point) bagi ikan. Nilai pH media pada penelitian ini berkisar antara 4,1-6,3. Nilai pH pada penelitian ini masih cukup baik untuk kelangsungan hidup ikan belut.

Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat, dan antara nitrat dan gas nitrogen (Effendi 2003). Kadar nitrit yang terlalu tinggi dalam media budidaaya dapat membahayakan ikan. Menurut Boyd (1982) kadar nitrit yang dapat ditoleransi oleh ikan secara umum tidak lebih dari 0,5 mg L-1. Data yang diperoleh (Tabel 3) menunjukkan kadar nitrit masih dapat ditoleransi oleh ikan belut.

Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) adalah fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan.

Bila tingkat padat penebaran tidak berpengaruh nyata pada laju pertumbuhan ikan, artinya di bawah critical standing crop, hasil produksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan ikan. Hasil parameter produksi (Tabel 2) menunjukkan peningkatan biomassa awal tebar pada 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2 menghasilkan derajat kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan yang tidak berbeda nyata, sehingga pada perlakuan biomassa awal tebar paling tinggi, yaitu 4 kg m-2 dapat menghasilkan biomassa akhir yang tertinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Biomassa awal penebaran pada budidaya ikan belut menggunakan media air dan sistem resirkulasi dapat ditingkatkan sampai 4 kg m-2 untuk menghasilkan biomassa akhir yang lebih besar.

Saran

Perlu penelitian lanjutan mengenai biomassa awal tebar yang lebih dari 4 kg m-2 sehingga bisa diperoleh biomassa awal tebar yang lebih optimum. Perlu

dilakukan juga penelitian lanjutan untuk meningkatkan laju pertumbuhan melalui perbaikan pakan.

(24)

10

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Yunizar E, Setyo W. 2003. Studi Bio-Ekologi Belut Sawah (Monopterus albus) pada Berbagai Ketinggian Tempat di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(2): 49-55.

Astawan M. 2008. Si Licin Belut Kuatkan Tulang [Internet]. [diunduh 2016 April 16]. Tersedia pada: http://nasional.kompas.com/red/2008/11/07/10453394/

si.licin.belut.kuatkan.tulang.

Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Amsterdam (NL): Elsevier Science.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Jakarta (ID): Kanisius.

Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Ginting LM. 2016. Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Tingkat Pemberian Pakan yang Berbeda [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. New York (US):

Chapman and Hall.

Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. New York (US): John Wiley and Sons.

Huisman EA. 1987. Principle of Fish Production. Amsterdam (NL): Wageningen Agricultural University.

Husein Y. 2015. Kinerja Produksi Ikan Belut Sawah Monopterus albus Ukuran Awal 11 g/ekor pada Ketinggian Air Pemeliharaan Berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jefry. 2016. Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Padat Tebar yang Berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Tahun 2011. Jakarta (ID): KKP.

Khanh NH, Ngan HTB. 2010. Current Practices of Rice Field Eel Monopterus albus (Zuiew, 1793) Culture in Vietnam. Aquaculture Asia Magazine.

15(3):26-29.

Liem K. 1967. Funtional Morphology of the Integumentary, Respiratory, and Digestive Systems of Synbranchoid Fish Monopterus albus. American Society of Ichthyologists and Herpetologists. (2): 375-388

Nurul F. 2015. Presistensi Cacing Endoparasit Gnathostoma sp. pada Belut Sawah Monopterus albus dan Pengendaliannya Menggunakan Mebendazole dan Ekstak Batang Pisang Ambon Musa paradisiaca [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Perdana BP. 2013. Kinerja Produksi Belut Monopterus albus pada Media Budidaya yang Berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shafland PL, Gestring KB, Stanford MS. 2009. An Assesment of Asian Swamp Eel (Monopterus albus) in Florida. Reviews in Fisheries Science. 18(1): 25- 39.

Steel GD, Torrie JH. 1981. Prinsip-prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID):

Gramedia Pustaka Utama.

(25)

11 Suryani R. 2015. Jenis dan Kelimpahan Bakteri pada Belut Sawah Monopterus albus Kondisi Sakit dan Sehat di Wilayah Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Swingle, HS. 1961. Relationship of pH of Pond Waters to Their Suitability for Fish Culture. Proc Pacific Sci Congress . 9(10): 72-75.

Witah A. 2016. Kinerja Produksi Ikan Belut Sawah Monopterus albus pada Media Air Bersalinitas 6 g L-1 dengan Penambahan Fe [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

(26)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis statistik derajat kelangsungan hidup (%) ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, dan C, selama 56 hari.

ANOVA Sumber Keragaman

JK db KT F p

Perlakuan 113,556 2 56,778 2,312 0,180

Sisa 147,333 6 24,556

Total 260,889 8

*) Perlakuan biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup ikan belut sawah (P>0,05).

Lampiran 2. Analisis statistik derajat laju pertumbuhan mutlak (g/hari) ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari.

ANOVA Sumber Keragaman

JK db KT F P

Perlakuan 0,001 2 0,000 0,321 0,737

Sisa 0,006 6 0,001

Total 0,006 8

*) Perlakuan biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan mutlak ikan belut sawah (P>0,05).

Lampiran 3. Analisis statistik laju pertumbuhan spesifik (%) ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari.

ANOVA Sumber Keragaman

JK db KT F P

Perlakuan 0,005 2 0,003 0,092 0,913

Sisa 0,171 6 0,029

Total 0,177 8

*) Perlakuan biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan belut sawah (P>0,05).

Lampiran 4. Analisis statistik rasio konversi pakan ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari.

ANOVA Sumber Keragaman

JK Db KT F P

Perlakuan 0,889 2 0,444 0,211 0,816

Sisa 12,667 6 2,111

Total 13,556 8

*) Perlakuan biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata terhadap rasio konversi pakan ikan belut sawah (P>0,05).

(27)

13 Lampiran 5. Analisis keragaman pajang ikan belut sawah Monopterus albus

dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari.

ANOVA Sumber Keragaman

JK Db KT F P

Perlakuan 2,000 2 1,000 0,333 0,729

Sisa 18,000 6 3,000

Total 20,000 8

*) Perlakuan biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata terhadap keragaman panjang ikan belut sawah (P>0,05).

Lampiran 6. Analisis keragaman bobot ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari.

ANOVA Sumber Keragaman

JK Db KT F P

Perlakuan 14,000 2 7,000 1,750 0,252

Sisa 24,000 6 4,000

Total 38,000 8

*) Perlakuan biomassa awal tebar tidak berpengaruh nyata terhadap keragaman bobot ikan belut sawah (P>0,05).

Lampiran 7. Analisis biomassa akhir rata-rata ikan belut sawah Monopterus albus dengan perlakuan A, B, C, selama 56 hari.

ANOVA

*) Perlakuan biomassa awal tebar berpengaruh nyata terhadap biomassa akhir rata-rata ikan belut sawah (P<0,05).

Sumber Keragaman

JK Db KT F P

Perlakuan 763933,875 2 381966,938 14,549 0,008

Sisa 131266,000 5 26253,200

Total 895199,875 7

(28)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar Jawa Timur tanggal 17 Juni 1992. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Wakhid dan Sri Sa’adah. Penulis memiliki seorang kakak yaitu Risa Rachmawati.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah MI Islam Gading (1999- 2005), MTsN Jambewangi (2005-2008) dan SMAN 1 Blitar (2008-2011). Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) ke Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswan di antaranya Dewan Musholla Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011, LPQ Al Hurriyyah 2011, dan LDK Al Hurriyyah 2012-2015.

Penulis mendapatkan beberapa program beasiswa di antaranya beasiswa LAZ cendekia IPB, dan beasiswa Aktivis Nusantara Dompet Dhuafa. Penulis juga aktif berwirausaha dengan mendirikan Tim Puzzle dan Gelar Sajadah Catering yang bergerak dalam bidang distribusi bahan baku makanan dan pengembangannya.

Penulis melaksanakan Praktik Lapangan Akuakultur pada tahun 2014 di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar (BPBPAT) Cijengkol Subang, pada komoditas ikan patin dengan judul “Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar (BPBAT) Cijengkol Subang, Jawa Barat”. Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi sarjana diselesaikan oleh penulis dengan menyusun skripsi yang berjudul

“Kinerja Produksi Budidaya Belut Sawah Monopterus albus dalam Media Air dengan Biomassa Awal 2 kg m-2, 3 kg m-2, dan 4 kg m-2.”

Referensi

Dokumen terkait

 Siswa membaca literatur tentang kalimat thayyibah ta’awud (fase eksplorasi)  Bertanya jawab tentang kalimat thayyibah ta’awud (fase eksplorasi).  Siswa diminta berdiskusi :

Berdasarkan Permendiknas Nomor 10 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik

Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Gedung Gudang kampung Siaga Bencana 100,000,000 APBD II.. Belanjna Pengadaan Kambing Bagi Kelompok

KI-4 Menunjukkan yang diketahui, dirasakan, dibutuhkan,dan dipikirkan melalui bahasa, musik, gerakan, dan karya secara produktif dan kreatif, serta mencerminkan perilaku anak

Peraturan Daerah Kabupaten Pacitan Nomor 2 Tahun 2006 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Pacitan (Lembaran Daerah Kabupaten Pacitan Tahun 2006 Nomor 2,

 hipotesa : variasi dalam spesies adalah heritable (bawaan) &amp; adaptif terhadap habitat pada batas spesies  Ecotype... Variasi

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara perilaku asertif dan tingkat stres kerja pada karyawan.. Subjek penelitian adalah karyawan