• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya, langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya, langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT..."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prosedur Audit Pemeriksaan Aset Tetap

Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya, langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT...

1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap.

dalam hal ini biasanya auditor menggunakan Internal Control Questionnaires (ICQ), beberapa ciri internal control yang baik atas aset tetap adalah :

(2)

a. digunakannya anggaran untuk penambahan aset tetap .

Jika ada aset tetap yang ingin dibeli tetapi belum tercantum dianggaran maka aset tetap tersebut tidak boleh dibeli dahulu.

b. Setiap penambahan dan penarikan aset tetap terlebih dahulu harus diotorisasi oleh pejabat berwenang.

c. Adanya kebijakan tertulis dari manajemen mengenai capitalization dan depreciation policy.

d. Diadakannya kartu aset tetap atau sub buku besar aset tetap yang mencantumkan tanggal pembelian, nama supplier, harga perolehan, metode dan persentase penyusutan, jumlah penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku aset tetap.

e. Setiap aset tetap diberi nomor kode.

f. Minimal setahun sekali dilakukan inventarisasi (Pemeriksaan fisik aset tetap), untuk mengetahui keberadaannya dan kondisi dari aset tetap.

g. Bukti-bukti pemilikan aset tetap disimpan ditempat yang aman.

h. Aset tetap diasuransikan dengan jumlah Insurance Coverage (nilai pertanggungan) yang cukup.

2. Minta kepada Klien Top Schedule serta Supporting Shedule aset tetap, yang berisikan : Saldo awal, penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik untuk harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya.

3. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan General Ledgeratau Sub-Ledger, saldo awal dengan Working Paper tahun lalu.

4. Vouched penambahan serta pengurangan aset tetap.

untuk penambahan aset tetap, selain diperhatikan otorisasi dan kelengkapan supporting document, harus dilihat apakah penambahan tersebut sudah tercantum di anggaran.

Untuk pengurangan aset tetap harus diperiksa Journal Entry nya.

contoh :Mesin dengan harga perolehan Rp10.000.000 dan akumulasi penyusutannya (sampai dengan tanggal penarikannya) Rp8.000.000 dijual dengan harga Rp3.000.000 secara tunai.

Journal Entry yang seharusnya adalah :

Dr Kas Rp3.000.000 Dr Akumulasi Penyusutan Mesin Rp8.000.000

Cr. Mesin Rp10.000.000 Cr. Laba penjualan aset tetap Rp1.000.000

karena seringkali perusahaan mencatat transaksi tersebut dengan mendebit kas Rp3.000.000 dan mengkredit mesin Rp3.000.000.

Auditor juga harus memeriksa apakah uang kas sebesar Rp3.000.000 sudah diterima perusahaan dan dicatat dalam buku penerimaan kas.

5. Periksa fisik dari aset tetap dan perhatikan kondisinya apakah masih dalam keadaan baik atau sudah rusak.

mengenai pemeriksaan fisik aset tetap secara basis test ada 2 pendapat ; 1. Yang dites hanya penambahan dalam tahun berjalan yang jumlahnya besar.

2. Diutamakan penambahan yang baru serta beberapa aset tetap yang lama.

pada pendapat yang pertama memang akan lebih cepat pelaksanaannya, tetapi ada kelemahan yaitu bila ada aset tetap yang sudah lama dibeli atau tidak dapat dipakai lagi, maka dengan cara pertama tidak diketahui.

6. Pemeriksaan bukti pemilikan aset tetap

(3)

contoh dalam hal ini harus dicocokkan nomor mesin, chasis, dan nomor polisi kendaraan yang tercantum di BPKB dan STNK dengan yang terdapat di kendaraan. Perhatikan juga apakah surat-surat tanah, gedung, kendaraan atas nama perusahaan.

7. Pelajari dan periksa apakah Capitalization serta Depreciation Polici-nya konsisten dengan tahun sebelumnya (misal perhitungan menggunakan Straigh Line Method).

Tentang Policy dan Capitalization tersebut ada beberapa kemungkinan : a. berdasarkan jumlahnya, misalnya diatas Rp1.000.000 harus dikapitalisir.

b. Berdasarkan masa manfaatnya

c. Campuran antara jumlah dan masa manfaatnya.

Tentang Policy dari penyusutannya ada beberapa kemungkinan, apakah penyusutan tersebut dimulai :

a. Pada tanggal pembelian;

b. Pada tanggal pemakaian;

c. Juga perlu diketahui masa penyusutannya, misal tanggal pembelian 1-15 dihitung satu bulan penuh sedangkan 16-30/31 dihtung setengah bulan.

8. Analisis perkiraan repair dan maintenance.

harus diperhatikan kemungkinan Klien untuk memperkecil laba dengan mencatat Capital Expenditure sebagai Revenue Expenditure.

9. Periksa kecukupan Insurance Coverage, dalam artian jangan sampai terlalu keci atau terlalu besar. Jika terlalu kecil ada bahaya bahwa jika terjadi kebakaran, ganti rugi

perusahaan asuransi tidak mencukupi untuk membeli aset tetap(misalkan gedung atau mesin) yang baru sehingga mengganggu kegiatan operasi perusahaan. tentang penilaian cukup tidaknya Insurance Coverage tersebut adalah atas dasar jumlah yang mendekati harga pasar.

10. Tes perhitungan penyusutan dan alokasi biaya penyusutan aset tetap.

Penyusutan ini biasanya dari aset tetap yang dapat disusutkan, seperti gedung kantor dan sebagainya, sebab ada juga Fixed Assets yang tidak dapat disusutkan seperti Tanah hak milik.

Tetapi bila tanah tersebut digunakan untuk bahan baku pembuatan batu bata atau genteng, maka dapat disusutkan biasa istilahnya tuh deplesi.

Apabila tanah tersebut merupakan tanah dengan hak guna bangunan, maka tanah tersebut tidak dapat disusutkan. Auditor harus memeriksa akurasi dari perhitungan penyusutan yang dibuat klien, dan ketetapan alokasi biaya penyusutan sebagai bagian dari biaya produksi tidak langsung, biaya umum dan administrasi serta biaya penjualan.

11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank, untuk memeriksa apakah ada aset yang dijadikan jaminan atau tidak.

12. Periksa apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau menjual aset tetap.

13. Untuk Contruction In Progress, kita periksa penambahannya dan apakah adaConstruction In Progress yang harus ditransfer ke aset tetap.

14. Jika ada aset yang diperoleh melalui leasing, periksa lease agreement dan periksa apakah Accounting treatment-nya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing.

15. Periksa apakah ada aset tetap yang dijaminkan.

(4)

Jika aset tetap dijaminkan berarti bukti pemilikan diserahkan (disimpan) di bank, sehingga auditor harus memeriksa tanda terima penyerahan bukti-bukti kepemilikan. selain itu jika ada aset tetap yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

16. Periksa penyajian aset tetap dalam laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan

SAK/ETAP/IFRS, baik di Posisi Keuangan,(cost and accumulated depreciation), di laba rugi (biaya penyusutan), dicatatan atas laporan keuangan (kebijakan kapitalisasi dan

penyusutan,rincian garis besar aset tetap) maupun di lampiran (rincian aset tetap).

yang disebutkan tadi tuh berlaku buat repeat engagements (penugasan berulang) makanya dititikberatkan pada pemeriksaan transaksi tahun berjalan (periode yang diperiksa).

Untuk First Audit (audit pertama kali) bisa dibedakan sebagai berikut :

Jika tahun sebelumnya perusahaan sudah diaudit oleh kantor akuntan lain, saldo awal saldo aset tetap bisa dicocokkan dengan laporan akuntan terdahulu dan kertas kerja pemeriksaan akuntan tersebut.

Jika tahun-tahun sebelumnya perusahaan belum pernah diaudit, akuntan publik harus memeriksa mutasi penambahan dan pengurangan aset tetap sejak awal berdirinya perusahaan, untuk mengetahui apakah pencatatan yang dilakukan perusahaan untuk penambahan dan pengurangan aset tetap, serta metode dan perhitungan penyusutan aset tetap dilakukan sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).

Tentu saja pemeriksaan mutasi tahun-tahun sebelumnya dilakukan secara test basis dengan mengutamakan jumlah material.

http://coretanauditor.blogspot.co.id/2014/11/prosedur-audit-pemeriksaan-aset-tetap.html

Membukukan Transaksi Leasing, Akuntansi (PSAK 30) versus Pajak

Technorati Tags: Leasing,Aktiva Tetap,Perpajakan,PSAK,Taxation,Fixed Assets,Akuntansi Sewa Dasar Pencatatan :

(1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa, (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991

Perlakuan Akuntansi

PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa dalam paragraf 8 mengatur bahwa suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial

seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Paragraf 10 menjelaskan bahwa klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :

1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;

(5)

2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan;

3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan;

4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan

5. aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.

Lebih lanjut, paragraf 16 menjelaskan bahwa untuk sewa pembiayaan pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.

Sedangkan dalam paragraf 29 diatur mengenai pencatatan sewa operasi, bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistimatis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna.

Untuk jenis transaksi leasing berupa transaksi jual dan sewa-balik (sale and lease back) dapat terjadi bahwa nilai aset tercatat aset yang dialihkan kepada leasing company berbeda dengan nilai

pembelian/pembiayaan oleh leasing company tersebut.

Paragraf 56 PSAK No. 30 mengatur bahwa jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai

pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa.

Perlakuan Perpajakan

Secara perpajakan, pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.

1169/KMK.01/1991. KepMenKeu ini hanya mengatur mengenai pencatatan transaksi leasing secara sale and lease back dengan hak opsi sehingga untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan Konsumen harus mengacu kepada PSAK No. 30.

Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari accounting perusahaan sehingga dalam perpajakan memperlakukan transaksi Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back dengan Hak Opsi.

Menurut KepMenKeu No. 1169 tersebut, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambaha dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;

2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan;

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda dari akuntansi.

Adapun perbedaannya sebagai berikut :

Secara akuntansi, pencatatan dilakukan secara Capital Lease, dimana :

(6)

1. aktiva leasing langsung dibukukan sebagai aktiva tetap leasing dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya;

2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga SGU Secara perpajakan, dilakukan secara Operating Lease, dimana :

1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya, dengan biaya perolehan sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi tersebut

2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing

Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi maupun perpajakan sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease.

Contoh illustrasi (Sale and Lease Back dengan Hak Opsi) :

PT A memperoleh fasilitas pembiayaan berupa Sale and Lease Back dengan Hak Opsi atas 1 unit Mesin Press dengan rincian transaksi sebagai berikut :

Harga beli dari supplier = Rp 1.144.800.000; Pembayaran Uang Muka (D/P) kepada Supplier = Rp 300.000.000; Sisa Hutang kepada Supplier = Rp 844.800.000.

Pembiayaan oleh Leasing Company = Rp 844.800.000; Masa Angsuran = 20/11/2004 s/d 20/10/2007 (36 bulan); Angsuran Pokok = Rp 844.800.000; Bunga Angsuran = Rp 201.312.000

Jurnal Akuntansi (PSAK No. 30) :

Aktiva Tetap - Mesin 1.144.800.000

K a s 300.000.000

Hutang Supplier 844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier)

Hutang Supplier 844.800.000

Hutang Leasing 844.800.000

(membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company)

Hutang Leasing 26.144.498 Biaya Bunga Leasing 12.412.502

K a s 38.557.000

(7)

(membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU) Jurnal Perpajakan (KepMenKeu No. 1169)

Aktiva Tetap - Mesin 1.144.800.000

K a s 300.000.000

Hutang Supplier 844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier)

Hutang Supplier 844.800.000 Jaminan Leasing 300.000.000

Aktiva Tetap Mesin 1.144.800.000

(membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company)

Biaya Leasing 38.557.000

K a s 38.557.000

(membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)

Secara perpajakan, jika pada akhir masa leasing, lessee menggunakan hak opsinya maka dalam pembukuan lessee membukukan aktiva tetap sebagai dasar penyusutan sebesar Rp 300.000.000 yaitu sebesar nilai jaminan leasing. Selama masa SGU, jaminan leasing dibukukan sebagai Aktiva Lain-lain.

Sedangkan, jika transaksinya berupa Pembiayaan Konsumen, maka pencatatan akuntansi dan perpajakan harus sesuai PSAK No. 30 (jurnal pertama) (Hrd).

http://auditme-post.blogspot.co.id/2008/05/membukukan-transaksi-leasing-akuntansi.html

BUKTI AUDIT SERTA PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT

BUKTI AUDIT

(8)

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence)berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi

pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

Sifat Asersi

Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).

Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.

2. Kelengkapan (completencess).

Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.

3. Hak dan kewajiban (right and obligation).

Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca

(9)

mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.

4. Penilaian (valuation) atau alokasi

Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.

5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)

Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen- komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.

Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.

Kesesuaian dan Kecukupan Bukti

Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:

Materialitas

Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan.

Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan.

Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.

Risiko audit

(10)

Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.

Faktor-Faktor Ekonomi

Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti.

Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang dihimpun.

Ukuran dan Karakteristik Populasi

Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.

Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya.

Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

Kompetensi Bukti

Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan.

Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut.

Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang

Referensi

Dokumen terkait

Bermain, berlari, dan melakukan aneka kegiatan fisik bukan hanya membuat anak sehat dan bahagia, tetapi juga menambahkan oksigen pada otak yang membuat otak

Aplikasi Tata Arsip Pribadi Dosen menggunakan Manajemen Folder di Politeknik Negeri Bali ini dirancang dengan pengaturan penyimpanan file dengan format PDF dengan

Hal ini sejalan dengan Chassin (2000) menerangkan hasil penelitiannya, bahwa perilaku merokok dimulai pada usia remaja dan dalam perkembangannya menunjukkan

Melakukan blokir berdasarkan “regular expression” (regex). Cara ini memblok berdasarkan “kata” yang ada didalam URL. Cara ini masih beresiko namun bisa cukup

Cerebritis menunjukkan tahap pembentukan abses dan infeksi bakteri yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut umumnya infeksi virus dengan

Menurut Umar (2008), pemasaran tidak hanya membicarakan produk, harga produk, dan pendistribusian produk, tetapi juga mengkomunikasikan produk ini kepada masayarakat agar

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah dapat membuktikan bahwa indeks gini pendidikan dan modal manusia merupakan faktor penting yang