• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Hubungan Hukum Ketenagakerjaan antara Pengusaha dengan Tenaga Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Hubungan Hukum Ketenagakerjaan antara Pengusaha dengan Tenaga Kerja"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Hubungan Hukum Ketenagakerjaan antara Pengusaha dengan Tenaga Kerja

1. Pengertian Tenaga Kerja

Ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang diundangkan pada lembaran negara tahun 2003 Nomor 39 pada tanggal 25 Maret 2003, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan itu, pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan untuk mewujudkan pembaharuan nasional demi terciptanya kualitas mutu ketenagakerjaan yang mempunyai perilaku dan perbuatan yang mendukung agar memberikan peningkatan serta pengembangan yang terjadi di lingkup dunia pekerjaan. 1

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 1 tentang Ketenagakerjaan menyampaikan bahwa definisi dari ketenagakerjaan ialah berbagai aspek atau indikator pada ruang lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh sumber daya manusia dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang terdapat perencanaan sebelum eksekusi pekerjaan hingga penyelesaikan akhir.

Dengan uraian diatas, mampu dijadikan tolak ukur bahwa UU Ketenagakerjaan ialah berbagai hal yang mempunyai keterkaitan penting bagi pekerja dalam mengatur dan mengurus hal-hal sebelum pekerjaan, seperti proses pra kerja atau magang, pengumuman dan pendaftaran lowongan pekerjaan.

1 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004, hal. 9

(2)

20

Abdul Kharim menyatakan definisi hukum ketenagakerjaan diantaranya yakni:

a. Berbagai aturan dengan bentuk tertulis maupun tidak tertulis

b. Memberikan aturan mengenai aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh buruh dengan pemilik usaha

c. Terdapat individu yang melakukan pekerjaan dengan memperoleh imbalan di bawah naungan badan atau indvidu lain.

d. Melakukan aturan terhadap keamanan dan kenyamanan pegawai, seperti:

permasalahan kondisi tubuh yang dialami, kehamilan, dan yang lainnya.2 Sedangkan Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.3 Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.

Sedangkan menurut Payaman Siamanjuntak, tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah

2 Agusmidah, Hukum Ketenagkerjaan Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, hal. 5

3 Subijanto, Peran Negara Dalam Hubungan Tenaga Kerja Indonesia , Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, Vol 17, No. 6, 2011, hal. 708.

(3)

21

tangga. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurut dia hanya dibedakan oleh batas umur.4

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kerja yaitu individu yang sedang mencari atau sudah melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa yang sudah memenuhi persyaratan ataupun batasan usia yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

2. Pengertian Pengusaha

Perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam KUHD dan perundangan-undangan diluar KUHD. Seseorang yang mempunyai perusahaan disebut pengusaha. Menurut C.S.T. Kansil, seseorang hanya dapat dipanggil untuk menjalankan bisnis jika mereka secara terbuka dan sering bertindak dalam pekerjaan tertentu untuk menghasilkan uang dengan cara yang menurutnya membutuhkan lebih banyak modal daripada tenaganya sendiri.5

Pengertian pengusaha yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (5) ialah:

a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

4 Sendjun H Manululang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jakarta: PT Rineka Citra, 1998, hal. 03

5 1C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Edisi Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 28-29.

(4)

22

b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Oleh karena itu pada dasarnya pengertian pengusaha merupakan orang yang menjalankan usahanya baik milik sendiri atau bukan milik sendiri.

3. Para pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan luas kaitannya dengan berbagai elemen yang mempunyai dampak serta pengaruhnya terhadap jalannya sebuah pekerjaan yang dilakukan, hal ini penting untuk dipahami serta diperhatikan agar tidak terjadinya kesalahan khususnya di lingkup pekerjaan.

a. Pekerja/buruh

Buruh diartikan sebagai seorang yang melakukan aktivitas pekerjaan yang berat dan kebanyakan kegiatannya menggunakan otot yang identik dengan kaum laki-laki, beda hal nya dengan sebutan karyawan diartikan seorang yang melakukan aktivitas kerja bertempat di kantor atau lembaga dengan pakaian rapih. Penjelasan kedua istilah ini dikemukakan sebelum adanya UU No. 13 Tahun 2003.6

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa: “Pekerja/buruh adalah setiap orang

6 Maimun, Hukum Ketenagakerjaan (Suatu Pengantar), PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, h. 14.

(5)

23

yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Pengertian pekerja/buruh tersebut memiliki makna yang lebih luas, karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

b. Pengusaha

Pengusaha didefinisikan sebagai seseorang individu yang mempunyai sumber daya untuk mengelola serta mengatur usahanya sendiri dengan dibantu oleh anggotanya yakni pergawai atau pekerja untuk mencapai atau memperoleh tujuan yang diinginkan demi kesejahteraan bersama. Pasal 1 angka 5 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan perihal arti pengusaha ialah:

1) Individu atau lembaga hukum sesuai prosedur yang melaksanakan sebuah perusahaannya sendiri.

2) Individu atau lembaga hukum dengan membentuk usaha namun kepemilikannya individu lain.

3) Individu atau lembaga hukum yang bertempat di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Uraian perihal pengusaha sesuai UU No.13 Tahun 2003 mampu didapatkan simpulan yakni seseorang yang mempunyai tanggung jawab dalam mengelola dan mengurus perusahaan namun kepemilikannya orang lain, hal

(6)

24

tersebut mampu diartikan sebagai pengusaha. Oleh karena itu, seseorang yang menjalankan perusahaan mempunyai persamaan dengan pengusaha.7 c. Organisasi Buruh/Pekerja

Pasal 28 UUD 1945 mempunyai kandungan bahwa telah terjaminnya hak pekerja. Organisasi yang terdapat pada lingkup buruh biasanya dinamakan serikat buruh yang mempunyai definisi yakni wadah bagi pekerja dalam menyampaikan aspirasi dari berbagai keluhan dan keresahan yang dialami serta dirasakan pada pekerjaanya, wadah ini dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerjanya itu sendiri. Organisasi ini juga bertujuan untuk menyalurkan pendapat dan aspirasi yang dimiliki oleh masing-masing pekerja dalam menegakkan keadilan yang dirasa tidak sebanding atau jauh dari hak yang mereka dapatkan, dan memberikan perlindungan atas keamanan, kenyamanan, ketertiban mereka untuk melakukan aktivitas pekerjaannya masing-masing. Uraian tersebut sesuai dengan peraturan UU No, 13 Tahun 2003 yang memiliki fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya .8

Pekerja mempunyai sifat yang tidak kuat jika dilihat dari aspek ekonomi maupun jabatan serta mempunyai perngaruh kepada pemilik usaha. Seluruh warga negara tentunya terdapat berbagai hak yang harus diterima dan

7 Zaeni Ashyadie, Hukum Perburuhan Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, h. 30.

8 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, h. 137.

(7)

25

kewajiban yang harus dipatuhi, hal tersebut juga dimiliki oleh buruh yang mempunyai hak dalam memperoleh kerja ataupun kehidupan yang sejahtera, mampu memberikan saran ataupun masukan, mempunyai sebuah wadah organisasi, dan menjadi anggota ataupun pengelola serikat buruh/pekerja.

d. Organisasi Pengusaha

Tidah hanya pegawai yang mempunyai wadah bermusyawarah, pegusaha juga terdapat wadah yang mampu berperan dalam membantu dan menjalankan upaya membangun dan mewujudkan peningkatan mutu nasional yang secara khusus ditujukan pada bidang ketenagakerjaan dengan andil yang dimilikinya cukup tinggi mendapatkan tanggung jawab.9 Diharapkan para pengusaha mampu memperhatikan hak-hak yang harus diterima dengan baik oleh pekerjanya dari segi materi maupun moril, karena hal tersebut akan bedampak baik dan menguntungkan untuk sebuah perusahaan melalui kinerja serta kemampuan yang diberikan oleh pekerja secara maksimal dan optimal. Pasal 105 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat berbagai parameter perihal organisasi pengusaha diantaranya yakni:

1) Masing-masing pengusaha mempunyai hak untuk mendirikan ataupun berperan aktif sebagai anggota organisasi.

2) Segala ketetapan dan kebijakan prosedur di dalam organisasi diatur sesuai ketetapan dan kebijakan peraturan perundangan yang berlaku.

9Ibid. hal. 137.

(8)

26

Adapun jenis organisasi pengusaha Indonesia, yakni:

1) KADIN

Kamar Dagang Industri (KADIN) dibentuk dengan landasan peraturan UU No. 49 Tahun 1973. Wadah ini merupakan implementasi dari berbagai pendapat yang bertujuan agar membantu dan memberikan peningkatan serta pengembangan dalam pembangunan nasional berjangka panjang.

2) APINDO

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ialah wadah untuk para pengusaha yang bertujuan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dengan strategi yang tepat agar ketenagakerjaan memperoleh hak dan kewajiban yang berbanding lurus dengan pekerjaannya. APINDO juga mempunyai keterlibatan dan keterkaitan bersama-sama dengan berbagai pihak yakni pengusaha, pekerjaan dan tidak lupa terdapat fungsi pemerintah untuk mencapai dan meraihan perwujudan dari pembangunan sumber daya yang berkualiatas tinggi.10 e. Pemerintah

Ketenagakerjaan perlu memperoleh pengawasan dengan sebaik mungkin agar tidak terjadinya hal-hal yang mampu menjadikan adanya penyimpangan terhadap aturan yang dilanggar. Sisi lain yang diperoleh dari

10 Lalu husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi 15, Rajawali Pers, Jakarta, 2019, h. 56.

(9)

27

adanya pengawasan tentu memunculkan dan menjadikan pengusaha dan pekerja untuk selalu taat menjalankan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga akan tercipta suasana kerja yang harmonis.11

Fungsi pemerintah perihal mengurus dan mengelola ketenagakerjaan mempunyai peranan utama, sebab dalam melakukan sistem peradilan diperlukan lembaga yang mampu memberikan keadilan tanpa memandang fisik ataupun parameter yang dimiliki oleh salah satu pihak tersebut.

Diharapkan dengan adanya pemerintah keadilan berbagai hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pengusaha dan pekerja mampu diimplementasikan dengan baik tanpa adanya penyimpangan ataupun kesalahan yang terjadi.

4. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja

Berkenaan dengan hak, pekerja/buruh memiliki sejumlah hak hukum, antara lain sebagai berikut:

a) Hak atas pekerjaan. Hak atas pekerjaan merupakan salah satu hak asasi manusia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.

b) Berdasarkan Pasal 86 (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan

“Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. keselamatan dan kesehatan kerja;

11Ibid, hal.57.

(10)

28 b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesua dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.”

c) Hak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak tersebut diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang telah diubah dalam BAB IV Undang-Undang 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Dalam Pasal 88A ayat (1) dan ayat (2) juga dijelaskan bahwa hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha sampai berakhir putusnya hubungan kerja dan setiap pekerja/buruh berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.

d) Pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Hal tersebut diatur dalam Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan.

e) Hak untuk berserikat dan berkumpul untuk bisa memperjuangkan kepentingan dan haknya sebagai pekerja/buruh maka ia harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul dengan tujuan memperjuangkan keadilan dalam hak yang harus diterimanya. Hal ini dijelaskan pada pasal 104 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

(11)

29

Adapun kewajiban dari pekerja/buruh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

a) Pasal 102 ayat (2): Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

b) Pasal 126 ayat (1): Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.

c) Pasal 126 ayat (2): Pengusaha dan serikat pekerja wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja.

d) Pasal 136 ayat (1): Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat.

e) Pasal 140 ayat (1): Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.12

12 Ibid, hal.13.

(12)

30 5. Hak dan Kewajiban Pengusaha

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha merupakan:

a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar Indonesia.

Hak-hak Pengusaha menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:

a. Berhak atas hasil pekerjaan

b. Berhak untuk memerintah/mengatur tenaga kerja

c. Berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh (pasal 150)

Kewajiban Pengusaha menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:

a. Mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan garis dan derajat kecacatannya (Pasal 67 ayat 1).

(13)

31

b. Pengusaha wajib memberikan/menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh Perempuan yang berangkat dan pulang pekerja antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00 (Pasal 76 ayat 4).

c. Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. (pasal 77 ayat 1 yang telah diubah dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja)

d. Pengusaha yang memperkerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur (Pasal 78 ayat 2).

e. Pengusaha wajib Memberi Waktu Istirahat Dan Cuti Kepada Pekerja/Buruh (Pasal 79 ayat 1 yang telah diubah dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja).

f. Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruhuntuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan Oleh Agamanya (Pasal 80).

g. Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai dengan kesepakatan (Pasal 88A ayat (3) yang diperbaharui dalam BAB IV Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020).

h. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (Sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh mentri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 ayat 1).

(14)

32

i. Pengusaha Wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh (Pasal 114).

j. Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (Tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lockout) dilaksanakan (Pasal 148 ayat 1).

k. Dalam hal terjadi pemutusan kerja pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (Pasal 156 ayat 1 yang telah diubah dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja).

l. Untuk Pengusaha di larang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

6. Hubungan Kerja a. Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang memuat unsur pekerjaan, upah, dan perintah.13 Dengan demikian jelaslah bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja atau buruh. Dari pengertian diatas dapat ditarik beberapa pengertian perjanjian

13 Lihat undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, hlm. 318

(15)

33

kerja, unsur-unsur dalam perjanjian kerja, syarat sah perjanjian kerja, dan bentuk perjanjian kerja

b. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan perjanjian kerja merupakan perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat- syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Pada hakekatnya suatu perjanjian kerja hanya dibuat oleh dua orang, yaitu majikan dan pekerja. Segala sesuatu yang disepakati sepenuhnya menjadi hak kedua belah pihak, yaitu pemilik usaha atau majikan dan pekerja/buruh. Jika salah satu pihak tidak setuju, maka tidak akan ada perjanjian kerja dalam hal ketentuan karena menurut peraturan, pelaksanaan perjanjian kerja akan terjalin dengan baik jika kedua belah pihak sepenuhnya setuju tanpa ada paksaan.

(16)

34

Menurut Pasal 51 dan 52 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Perjanjian kerja tersebut (tertulis maupun lisan) harus dibuat berdasarkan:14

1. Kesepakatan kedua belah pihak

2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum 3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis maupun lisan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 57 Undang-Undang Ketengakerjaan yang telah diubah dalam BAB IV Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjelaskan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Secara yuridis, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (15) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hubungan kerja dan perjanjian kerja saling terkait, dan jika dinilai berdasarkan pengertian

14 Sumber: Ternyata Perjanjian Kerja Boleh Secara Lisan Saja, Tapi Ada Risiko Hukumnya.

https://smartlegal.id/ketenagakerjaan/2020/06/04/ternyata-perjanjian-kerja-boleh-secara-lisan-saja- tapi-ada-risiko-hukumnya/. Diakses pada hari Senin, tanggal 14 Desember 2020, Jam 07.47 WIB.

(17)

35

tersebut di atas, maka akan menimbulkan adanya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja.15

Pengertian tersebut memiliki arti bahwa perjanjian kerja yang memuat ketentuan tentang pekerja, upah dan perintah menjadi landasan hubungan kerja antara pemilik usaha dengan buruh. Pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja akan memberikan implikasi terhadap pekerja ketika di dalam perjanjian tersebut sudah memenuhi 3 unsur utama yakni adanya pekerja, adanya sistem pemberian upah, dan adanya perintah dari pengusaha ke pekerja.

Sebagaimana yang dipaparkan dalam UU Ketenagakerjaan bahwasananya, hubungan kerja didefinisikan sebagai, “hubungan yang terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan, hanya perbedaanya perjanjian kerja secara tertulis sebagaimana dalam ayat (2) harus sesuai dengan peraturan perundang- udangan yang berlaku. Unsur utama yang terkandung dalam perjanjian berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni: perjanjian, antara pekerja atau buruh dengan

15 Hardijan Rusli, 2004, Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan Undang-Undangan No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Terkait Lainnya, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor, hal.

88.

(18)

36

pengusaha atau pemberi kerja; memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

Selain sebagaimana yang disebutkan di atas, masih terdapat 4 unsur lain yang harus ada dalam perjanjian kerja sehingga perjanjian kerja tersebut memberikan implikasi hukum kepada pekerja. Jika membahas berkenaan dengan hubungan kerja, tentu syarat yang menjadi syarat utama awal tidak lain adalah syarat adanya perjanjian kerja yang dibuat. Berikut ini berkenaan dengan unsur dari adanya hubungan kerja:

a. Wajib untuk mencantumkan adanya unsur pekerjaan di dalam perjanjian kerja

Jelas bahwa dalam perjanjian kerja, harus menyebutkan spesifik berkenaan dengan pekerjaan apa yang akan dilakukan. Tentunya, pekerjaan yang dilakukan hanyalah pekerjaan yang sudah diperintahkan oleh majikan.. Mengingat pekerjaan ini berkenaan dengan keterampilan yang hanya dimiliki oleh seseorang secara personal, maka perjanjian kerja akan putus ketika orang tersebut meninggal dunia. .16

b. Penting untuk menyebutkan hal-hal apa saja yang wajib dikerjakan (perintah)

Bentuk implemenatasi ketika terdapat perjanjian kerja yang sudah dibuat oleh pengusaha ke pekerja yang bersangkutan adalah pekerja memiliki kewajiban untuk senantiasa patuh terhadap segala peraturan yang berlaku.

16 Lalu Husni, Op.Cit., hal. 63

(19)

37

Sehingga, bisa disimpulkan bahwa unsur perintah memiliki peran yang sangat sentral terutama berkenaan dengan perjanjian kerja. Hal ini dikarenakan, ketika kewajiban dari pekerja sudah dicantumkan yang tidak lain merupakan bentuk manifestasi perintah dari pengusaha, maka disitulah letak kedudukan antara pengusaha dengan pekerja bersifat subordinasi dalam artian adanya ketidakseimbangan kedudukan.17

c. Adanya upah atau pay

Upah memengang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.18

Pengertian perjanjian kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan pada dasarnya sifatnya lebih umum. Dikatakan demikian lebih umum karena menunjuk pada hubungan kerja pekerja dan pengusaha yang telah memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

1) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Sebagaimana yang termaktub dalam PP No. 35 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa pada intinya definisi dari PKWT sendiri berkenaan dengan kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian yang

17 Sehat Damanik, 2006, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, DSS Publishing Jakarta, hal. 39

18 Lalu Husni, Op.Cit., hal. 64

(20)

38

dilakukan antara pekerja dengan pengusaha dengan jangka waktu yang sudah ditentukan batasnya. Perjanjian tersebut memberikan implikasi baik kepada pekerja dan juga pengusaha yang dimana keduanya akan saling terikat satu sama lain dari perjanjian tersebut.

Pelaksanaan perjanjian yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu hanya berlaku untuk jenis pekerjaan yang sifatnya musiman, pekerjaan yang tidak perlu rentang waktu yang lama, digunakan untuk produk produk terbaru atau untuk pekerjaan yang masih dalam tahap percobaan. Namun, hal tersebut tidak melimitasi bahwa perjanjian kerja waktu tertentu pun juga tetap bisa dilaksanakan untuk jenis pekerjaan lainnya.

Berbeda halnya dengan PKWT yang pekerjaannya tidakditentukan, outsourcing justu tidak demikian. Outsourcing berlaku hanya untuk jenis-

jenis pekerjaan yang sifatnya hanya upekerjantuk menunjang pekerjaan- pekerjaan tertentu saja. Sehingga, outsourcing sangat dilarang untuk diterapkan pada pekerjaan yang berhubungan langsung dengan produksi.

Beberapa pekerjaan yang diperbolehkan seperti pekerjaan untuk layanan kebersihan, pekerjaan untuk menyediakan konsumsi seperti makanan/minum kepada pekerja, petugas keamanan, pekerja tambang/perminyakan, serta pekerjaan untuk menyediakan angkutan yang digunakan untuk pekerja di perusahaan.

(21)

39

Berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian kerja untuk waktu tertentu, maka pelaksanaan perjanjiannya tidak boleh diterapkan untuk kurun waktu yang melebihi maksimal yakni 5 tahun. Jika ada penambahan, maka statusnya berubah menjadi PKWTT. Sehingga, memberikan implikasi bahwa pekerja kontra berubah menjadi pekerja tetap di perusahaan tersebut. Lain halnya dengan outsourcing yang tidak mengatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan tentang jangka waktu perjanjian. Sehingga, pelaksanaanya murni berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan yang memberi pekerjaan dan perusahaan penyedia jasa dengan pegawainya.

2) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.

KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 (PP 35/2021) tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020, pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWTT sebagai perjanjian kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap.

(22)

40

Hubungan kerja yang bersifat tetap ini, tidak ada batasan waktu (bisa sampai usia pensiun atau bila pekerja meninggal dunia). Perjanjian kerja untuk pekerja PKWTT bisa tertulis atau lisan (pasal 2 ayat (2) PP 35/2021) selain itu hanya jenis perjanjian ini yang dapat mensyaratkan adanya masa percobaan (pasal 58 ayat (1) UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 dan pasal 12 ayat (1) PP 35/2021).

B. Tinjauan Umum tentang BPJS Ketenagakerjaan 1. Pengertian BPJS Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan lembaga penyelenggara jaminan sosial, sehingga dengan adanya jaminan sosial, resiko keuangan yang dihadapi oleh seseorang, baik itu karena memasuki usia tidak produktif, mengalami sakit, mengalami kecelakaan dan bahkan kematian, akan di ambil alih oleh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial. Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja Indonesia

(23)

41

termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

Pekerja dilindungi oleh jaminan sosial tenaga kerja, yang memberikan kompensasi dalam bentuk uang untuk mengganti manfaat yang hilang atau berkurang dan sebagai akibat dari insiden atau keadaan termasuk penyakit akibat kerja, kecelakaan, kehamilan, kehamilan, hari tua, dan kematian.

Pengertian jaminan sosial tenaga kerja adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh itu diluar kesehatannya tidak melakukan pekerjaan agar menjamin kepastian pendapatan dalam hal buruh kehilangan pendapatannya atau upahnya karena alasan diluar kehendak. Jaminan sosial tenaga kerja merupakan jaminan yang diadakan dengan sukarela oleh majikan atau karena kewajiban untuk keperluan atau kepentingan buruh yang ditujukan terhadap kebutuhan pada umumnya yang tidak dapat dicukupi upah serta tidak mempunyai hubungan kerja.19

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa “Sistem Jaminan Sosial merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Jaminan sosial tenaga kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu yang penggunaanya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah

19 Nurdiansyah Siregar. 2019. Pengaruh Program Jaminan Sosial Terhadap Manfaat Yang Diterima Tenaga Kerja Sebagai Peserta Bpjs Ketenagakerjaan Binjai. Universitas Sumatera Utara.

(24)

42

Badan Hukum publik yang bertugas melindungi seluruh pekerja. (Jaminan sosial tenaga kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.

2. Ruang lingkup BPJS Ketenagakerjaan

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa Organ BPJS Ketenagakerjaan terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai visi dan misi dalam menyelenggarakan program jaminan sosial. Adapun visi dari BPJS Ketenagakerjaan yaitu: menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia, terpercaya, bersahabat dan unggul dalam operasional serta pelayanan. Adapun misi BPJS Ketenagakerjaan dibagi menjadi tiga yaitu untuk tenaga kerja, pengusaha dan negara. Misi untuk tenaga kerja yaitu memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga. Misi untuk pengusaha yaitu menjadi mitra terpercaya untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas, sedangkan misi untuk negara yaitu berperan serta dalam pembangunan.

Program BPJS Ketenagakerjaan adalah program jaminan sosial yang diberikan bagi pekerja. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelanggara Jaminan Sosial yang diubah

(25)

43

dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja mengatur bahwa program jaminan BPJS Ketenagakerjaan yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan kehilangan pekerjaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa sistem jaminan sosial nasional mempunyai asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan Pasal 3 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa BPJS Ketenagakerjaan mempunyai tujuan yaitu mewujudkan terselenggaranya program jaminan BPJS Ketenagakerjaan dan terpenuhinya kebutuhan dasar yang layak bagi setiap pekerja atau anggota keluarganya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:

a) kegotong royongan;

b) nirlaba;

c) keterbukaan;

d) kehati-hatian;

e) akuntabilitas;

f) portabilitas;

g) kepesertaan bersifat wajib;

(26)

44 h) dana amanat; dan

i) hasil pengelolaan

Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai status sebagai Badan Hukum Publik, sehingga pertanggungjawabannya langsung dari Presiden sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai kedudukan yaitu di Kantor Pusat atau Ibu Kota dan berkedudukan di kantor Provinsi serta Kabupaten dan Kota berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang telah diubah dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja mengatur bahwa fungsi BPJS Ketenagakerjaan adalah menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan. Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa BPJS mempunyai tugas yaitu:

a) melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

b) memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;

(27)

45 c) menerima bantuan iuran dari pemerintah;

d) mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

e) mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

f) membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

g) memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikaji bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa pada tanggal 1 Januri 2014 PT Jamsostek berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi Jaminan Kecelakaan 28 Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015. Jaminan sosial tersebut diberikan kepada pekerja yang sudah mendaftarkan diri ke dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengatur bahwa pemberi kerja yang tidak mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan maka akan dikenakan sanksi administratif.

(28)

46 3. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) merupakan lembaga penyelenggara jaminan sosial yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu akibat hubungan kerja. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari 4 (empat) tipe peserta yaitu sebagai berikut:20

a. Pekerja Penerima Upah

Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk penerima upah ini merupakan orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain dari pemberi kerja. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong penerima upah diantaranya adalah Penyelenggara negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Karyawan swasta ataupun BUMN.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah

Orang perorangan yang melakukan kegiatan usaha secara mandiri untuk memperoleh penghasilan. Yang tergolong pekerja bukan penerima upah yaitu seperti Dokter, Pedagang, Ojek Online dan lain lain.

c. Pekerja Jasa Konstruksi

Kepesertaan pekerja jasa konstruksi meliputi Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.

20 Informasi Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan” https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/ Diakses pada 27 Januari 2022, pukul 22.00

(29)

47 d. Pekerja Migran

Setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.

Dari keempat tipe kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan ini memberikan perbedaan dalam jumlah iuran, manfaat maupun jaminan yang diberikan bagi masing-masing peserta.

4. Program BPJS Ketenagakerjaan a. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat Peserta mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Jaminan Kecelakaan kerja memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Perhitungan iuran yang harus dibayarkan oleh pemberi kerja untuk peserta penerima upah tergantung pada tingkat risiko pada lingkungan kerja dan mengacu pada tabel sebagai berikut:21

21https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/jaminan-kecelakaan-kerja.html Diakses pada tanggal 29 Januari 2022 pukul 21.30

(30)

48

Tabel 2.1 Presentase Tingkat Risiko Kecelakaan Kerja

No Tingkat Risiko Presentase

1 Tingkat risiko sangat rendah 0,24% dari Upah sebulan 2 Tingkat risiko rendah 0,54% dari Upah sebulan 3 Tingkat risiko sedang 0,89% dari Upah sebulan 4 Tingkat risiko tinggi 1,27% dari Upah sebulan 5 Tingkat risiko sangat tinggi 1,74% dari Upah sebulan.

Sumber data: BPJS Ketenagakerjaan

Dalam jaminan kecelakaan kerja manfaat yang akan diterima oleh pekerja atau peserta berupa pelayan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, santunan berupa uang, dan program kembali kerja (return to work).

Pelayanan Kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi Pemeriksaan dasar dan penunjang, Perawatan tingkat pertama dan lanjutan, Rawat inap kelas 1 Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Pemerintah Daerah, atau Rumah Sakit swasta yang setara, Perawatan intensif, Penunjang diagnostik, Penanganan, Pelayanan khusus, Alat kesehatan dan implant, Jasa dokter / medis, Operasi, Pelayanan darah, Rehabilitasi medik, Perawatan di rumah (homecare) dan Pemeriksaan diagnostik. Untuk santunan berupa uang diantaranya Penggantian biaya transportasi, Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB), Santunan Cacat, Santunan kematian sebesar 60% x 80 x upah sebulan, Biaya pemakaman sebesar Rp. 10.000.000,00., Santunan

(31)

49

berkala diberikan jika peserta mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dan dibayarkan sekaligus sebesar Rp. 12.000.000 (dua belas juta rupiah), Rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) dan/atau alat ganti (prothese) bagi peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitas medik, Penggantian biaya gigi tiruan maksimal Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah), Penggantian alat bantu dengar maksimal Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), Penggantian biaya kacamata maksimal Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan Beasiswa untuk paling banyak 2 (dua) orang anak peserta dan diberikan jika peserta mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Sedangkan untuk program kembali kerja (return to work) merupakan merupakan pemberian manfaat program Jaminan

Kecelakaan Kerja (JKK) secara menyeluruh, mulai dari pelayanan Kesehatan, rehabilitasi dan pelatihan kerja agar peserta dapat bekerja Kembali.

b. Jaminan Hari Tua

Jaminan Hari Tua adalah Program perlindungan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila

(32)

50

memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.22 Manfaat dari program Jamian Hari Tua ini adalah manfaat uang tunai yangdiberikan secara sekaligus pada saatpeserta memasuki usia 56 tahun, meninggal, atau mengalami cacat total.23

Besarnya iuran sesuai dengan pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Hari Tua yaitu Iuran Jaminan Hari Tua bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara sebesar 5,7% dari upah, dengan ketentuan:

a. 2% ditanggung oleh pekerja; dan b. 3,7% ditanggung pemberi kerja.

Jaminan hari tua merupaka program perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya yang sudah memasuki usia tua dan telah berhenti bekerja, juga untuk pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Jaminan hari tua diberikan pada saat tenaga kerja mencapai umur 56 tahun, tetapi apabila tenaga kerja mengalami cacat sehingga tidak bisa bekerja lagi maka jaminan ini dapat diberikan.24 Selain itu, jaminan hari tua juga dapat diberikan apabila tenaga kerja mengalami PHK sebelum umur 56 tahun, setelah yang

22https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/jaminan-hari-tua.html Diakses pada tanggal 29 Januari 2022 pukul 22.35

23Elias Samba Rufus. 2016. Pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan Program Jaminan Hari Tua (JHT) Di PT. Yogya Presisi Tehniktama Industri (YPTI) Di Yogyakarta. Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hal 3.

24 Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

(33)

51

bersangkutan memiliki masa kepesertaan sekurang-kurangnya sepuluh tahun.25 Kepesertaan jaminan ini sangat diperlukan karena jaminan hari tua merupakan jaminan masa depan tenaga kerja, sehingga besarnya jaminan cukup berarti.

c. Jaminan Kematian

Jaminan kematian adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Dalam program jaminan kematian manfaat yang akan diperoleh ahli waris adalah berupa santunan dan beasiswa pendidikan 2 (dua) orang anak dari peserta.

Manfaat jaminan kematian yang diterima berdasarkan program ini adalah:

1) Santunan Kematian sekaligus sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

2) Santunan Berkala 24 bulan sebesar Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) yang dibayar sekaligus.

3) Biaya Pemakaman sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

4) Bantuan Beasiswa pendidikan untuk 2 (dua) orang anak dari peserta yang meninggal dunia dengan masa iuran minimal 3 tahun

25 Pasal 22 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua

(34)

52

maksimal sebesar Rp. 174.000.000,00 (seratus tujuh puluh empat juta rupiah).

Iuran untuk jaminan kematian ditanggung semua oleh pengusaha.

Besaran iuran untuk pekerja penerimah upah sebesar 0,3% dari upah yang dilaporkan sedangkan untuk pekerja bukan penerima upah sebesar Rp. 6.800,- (enam ribu delapan ratus ribu rupiah).26

d. Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun adalah program perlindungan yang diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia. Pekerja yang didaftarkan oleh pemberi kerja mempunyai usia paling banyak 1 (satu) bulan sebelum memasuki usia pensiun. Usia pensiun untuk pertama kali ditetapkan 56 tahun dan mulai 1 Januari 2019, usia pensiun menjadi 57 tahun dan selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 tahun.27

26https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/program-jaminan-kematian.html Diakses pada tanggal 31 Januari 2021 pukul 10.45.

27https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/program-jaminan-pensiun.html Diakses pada tanggal 31 Januari 2022 pukul 11.00.

(35)

53 e. Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Jaminan kehilangan pekerjaan adalah jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan tujuan mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja kehilangan pekerjaan. Pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak saat terjadi risiko akibat pemutusan hubungan kerja seraya berusaha mendapatkan pekerjaan kembali.

Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja. Manfaat uang tunai diberikan langsung oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan untuk manfaat akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja diselenggarakan oleh Kementrian yang menyelenggarakan urusan di bidang ketenagakerjaan.28

C. Tinjauan Umum tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah upaya untuk menegakkan fungsi norma- norma hukum yang secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas ataupun hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara.29 Penegakan hukum adalah proses yang mengubah keinginan yang sah menjadi kenyataan. Penegakan hukum berfungsi untuk melindungi

28https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/program-jaminan-kehilangan-pekerjaan.html Diakses pada 10 Februari 2022 pukul 13.00

29 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2016. Penegakan Hukum. Makalah.. Hal 1.

(36)

54

kepentingan manusia. Untuk melindungi kepentingan manusia, hukum harus ditegakkan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan.

Penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah kegiatan menyeimbangkan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandangan nilai yang mantap dan mewujudkan sikap sebagai rangkaian penjabaran nilai akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.30 Dapat disimpulkan penegakan hukum merupakan upaya menegakkan dan menyelaraskan norma-norma hukum yang secara nyata dalam hubungan-hubungan hukum untuk menjamin kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakkan hukum di Indonesia mempunyai faktor-faktor yang untuk mendukung tujuan dari penegakan hukum tersebut. Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto penegakan hukum terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi dan mempunyai arti sehingga penegakan hukum dapat berdampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut yaitu sebagai berikut:31

30 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Cetakan Keempat, Jakarta. PT Grafindo, 2002.

31 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Cetakan Keempat, Jakarta. PT Grafindo, 2002.

(37)

55 a. Faktor Hukum

Hukum yang dimaksudkan merupakan Undang-Undang atau peraturan tertulis yang berlaku umun dan dibuat oleh Pemerintah. Dalam hal ini pembuatan Undang-Undang harus dilaksanakan sesuai dengan perintah dan tujuan Konstitusi, dan tentunya harus memedulikan kebutuhan dan kondisi masyarakat.

Faktor hukum yang dimaksud adalah berawal dari Undang-Undangnya itu sendiri yang bermasalah. Penegakan hukum yang berasal dari Undang- Undang itu disebabkan oleh:32

1) tidak diikutinya azas-azas berlakunya Undang-Undang

2) belum ada peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan Undang-Undang

3) Ketidakjelasan arti kata-kata dalam Undang-Undang yang akan berakibat kesimpang siuran dalam penafsiran serta penerapannya.

Konsekuensi dari peraturan yang memuat pasal dengan kata-kata yang dapat ditafsirkan secara luas (multiinterpretasi) sehingga menyebabkan kesimpang siuran dalam penafsiran atau penerapannya dan pada akhirnya menimbulkan konflik. Artinya, faktor hukum yaitu peraturan yang memiliki ketidakjelasan kata-kata dalam perumusan pasal-pasalnya terbukti telah mempengaruhi penegakan hukum terhadap sengketa di Indonesia.33

32 Agus Riyanto. 2018. Penegakan Hukum, Masalahnya apa?. Jurnal Business Law. Hal 1.

33Ibid, hal 1

(38)

56 b. Faktor Penegak Hukum

Yang dimaksudkan dengan penegak hukum itu adalah pihak-pihak yang langsung maupun tidak langsung yang bergerak dalam bidang penegakan hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Penasehat Hukum (Advokat) dan petugas lembaga pemasyarakatan.Setiap profesi penegak hukum memiliki wewenang atau kekuasaan tugas masing- masing.34 Oleh karena itu, setiap penegak hukum mempunyai tugasdan tanggung jawab untuk melakukan sesuatu berdasarkan jabatannya.

Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, penegak hukum haruslah bersikap profesional dan tentu mengutamakan keadilan, sehingga kepercayaan masyarakat meningkat terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Namun dalam kenyataannya, banyak terjadi suatu kesenjangan dalam peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya dilakukan.

Ada beberapa halangan yang mungkin ditemukan pada penerapan peranan yang seharusnya dari penegak hukum yaitu sebagai berikut:35

1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.

2) Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi

34Ibid, hal 2

35 Djawara Putra Petir. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Di Indonesia, https://www.kompasiana.com/djawara/54fec582a33311703c50f8bd/faktor-faktor-yang-

mempengaruhi-penegakan-hukum-di-indonesia Diakses pada tanggal 31 Januari 2022.

(39)

57

3) Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.

4) Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.

5) Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Dengan demikian, penegak hukum yang tidak dapat menjalankan Undang-Undang sebagaimana yang seharusnya telah diamanatkan di dalam Undang-Undang dan akan berdampak negatif terhadap penegakan hukumnya.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas

Sarana atau fasilitas memiliki peran yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.36 Apabila hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka tidak mungkin penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

d. Faktor Masyarakat

Yang dimaksud dengan faktor masyarakat disini adalah faktor lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, karena lingkungan sangat mempengaruhi dalam tindakan sosial kemasyarakatan.Penegakan hukum

36Soerjono Soekanto, op.cit, hal 27

(40)

58

berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

Beberapa masalah yang dapat mempengaruhi penegakan hukum di masyarakat antara lain yaitu :

1) Ketidaktahuan masyarakat itu sendiri ketika hak-hak yang mereka peroleh atau seharusnya mereka peroleh dilanggar oleh masyarakat lain.

2) Ketidaktahuan masyarakat akan adanya upaya hukum guna melindungi hak-hak mereka.

3) Ketidakberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan upaya hukum dilatar belakangi karena faktor ekonomi, sosial, politik maupun psikis.

e. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa saja yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Menurut Soerjono soekanto pasangan nilai yang berperan dalam hukum yaitu Nilai ketertiban dan nilai ketentrama, Nilai jasmani dan nilai rohani, Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme. Nilai- nilai tersebut biasanya merupakan pasangan nilai yang mencerminkan dua kondisi ekstrim yang perlu diselaraskan.

Referensi

Dokumen terkait

172 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2) Perselisihan hubungan industrial yang subjek hukumnya serikat pekerja/buruh. dengan serikat pekerja/buruh lain

Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum. Baik umum ataupun pribadi. Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima, secara

1 Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa upah adalah “hak pekerja/buruh yang

Pasal 65 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan : “ Perlindungan kerja dan syarat- syarat kerja bagi pekerja/ buruh pada

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan

Dalam hal ini pekerja/buruh memperoleh hak (yang sama) atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainya

Pasal 1 ayat 30: upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

Hubungan Upah dengan Produktivitas Kerja Upah sendiri ialah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi pekerja kepada