• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemahaman mengenai seks pada anak usia dini sangatlah penting.

Penelitian yang dilakukan oleh Yun & Szu-Hsien (2019) di Taiwan menunjukan bahwa resiko anak yang mengalami pengalaman seks buruk atau pelecehan seks pada usia dini akan mempengaruhi tumbuh kembang anak hingga usia dewasa, dimana anak perempuan telah ditemukan kurang asertif dan memiliki harga diri sedikit lebih rendah daripada anak laki-laki. Selain itu anak perempuan dan laki-laki akan mengalami gejala depresi, kecemasan sosial dan kesepian sosial secara bertahap meningkat dari rentang 9 hingga 18 tahun. Jadi, penanaman pendidikan seks sejak dini sangat penting agar dapat mencegah resiko anak mengalami pengalaman seks buruk atau kekerasan seksual.

Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak dari tahun 2018 s.d. 2019 terus meningkat secara signifikan berdasarkan jumlah pemohon Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Menurut KPAI (2019) LPSK mencatat peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak tahun 2018 s.d. 2019 sebanyak 227 laporan kekerasan seksual. Hasil penelitian Finkelhor, Hammer, & Sedlak (2008) menunjukan sekitar satu dari tiga anak perempuan dan satu dari tujuh anak laki-laki di Amerika akan mengalami kekerasan seksual selama masa kanak-kanak dan banyak anak-anak ini tidak pernah memberitahu siapapun tentang apa yang terjadi pada mereka, sering sebagai akibat dari ancaman dan manipulasi oleh pelaku. Akibatnya banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak.

Seks dianggap sebagai hal tabu dalam masyarakat khususnya jika diperbincangkan bersama anak-anak sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor anak cenderung diam saat mengalami kekerasan seksual (Andika, 2010). Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki (Sarwono, 2008). Andika (2010) menyatakan seks adalah jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, segala sesuatu mengenai organ reproduksi termasuk cara merawat. Hurlock (Yuliadi, 2012) menyatakan semua anak memiliki minat pada seks di setiap tahap perkembangannya, minat ini lebih besar setelah anak masuk sekolah dan berhubungan dengan teman commit to user

(2)

sebaya. Sehingga, seks merupakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dan segala sesuatu mengenai organ reproduksi yang pada dasarnya setiap anak sudah memiliki minat sejak dini dan penting untuk diberi edukasi.

Boyke (dalam Madani, 2013) menjelaskan pendidikan seks merupakan upaya memberikan pemahaman kepada anak sesuai dengan usianya mengenai fungsi organ kelamin dan mengenai bimbingan menjaga dan memlihara organ kelamin mereka.

Chomaria (2012) menyatakan pendidikan seks yang baik dapat membantu anak mempersiapkan diri menuju individu dewasa yang mandiri. Sehingga orangtua dan guru memiliki peranan penting untuk mencegah terjadinya pengalaman buruk atau kekerasan seksual terhadap anak dengan memberikan pendidikan seks sejak dini. Solehuddin (Susanto, 2017) menyatakan program pendidikan prasekolah merupakan suatu upaya memfasilitasi perkembangan anak yang sifatnya komprehensif dan menyeluruh, serta memberikan pengaruh yang sangat fundamental bagi optimalisasi aspek perkembangan anak. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Justicia (2017) yang didukung dengan data penelitian Rahmawati (2012) menunjukan masih terdapat 16 anak dari 20 responden di Aceh yang tidak mendapat pengetahuan seks. Sehingga persentase kurangnya pemahaman seks pada anak usia dini cukup tinggi.

Faktor pemahaman seks pada anak masih rendah dapat dilihat dari pola asuh orangtua, pengetahuan orangtua terhadap seks, dan pandangan orangtua terhadap seks (Irianto, 2014). Hal-hal tersebut sangat menentukan bagaimana pemahaman seks pada anak karena sumber utama anak belajar ialah dari keluarga atau orangtua dan sumber ke dua dari sekolah. Sehingga peran orangtua serta dan guru di PAUD sangat penting untuk menanamkan pendidikan seks dengan cara atau metode pendidikan seks yang mudah dipahami dan menyenangkan.

PAUD merupakan lembaga pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0-6 tahun yang harus memperhatikan tahap-tahap perkembangan anak (Mukhtar, 2006). PAUD Jateng (2015) penyelenggaraan PAUD ditinjau dari bentuk layanan terdiri dari Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA), Satuan paud Sejenis (SPS), PAUD Berbasis Keluarga,Taman Kanak-kanak (TK) atau/dan Raudhatul Athfal (RA). Menurut Bentuk layanan PAUD yang memiliki sasaran anak usia 4-6 tahun yaitu TK dan RA (Latif,

commit to user

(3)

2016). Sehingga berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas, bentuk layanan PAUD yang memiliki sasaran usia 4-6 tahun ialah TK dan RA.

Dacholfany & Hasanah (2018) menyatakan TK merupakan lembaga pendidikan yang memfasilitasi tumbuh kembang anak secara sehat dan optimal sesuai dengan tahapan aspek perkembangan anak. RA adalah program pendidikan yang memiliki jenjang seperti Taman Kanak-kanak namun berbasis agama islam dengan penekanan kepada pembinaan kepribadian, penerapan metode, dan pendekatan yang bersifat teoritis dan praktis kearah perbaikan sikap mental yang memadukan antara iman sekaligus amal saleh (Syuhud, 2011). Sehingga TK dan RA merupakan lembaga pendidikan anak usia 4-6 tahun yang harus memperhatikan tahap-tahap perkembangan anak perbedaan pada RA yang memiliki penekanan pembinaan kepribadian, penerapan metode, dan pendekatan yang bersifat teoritis dan praktis kearah perbaikan sikap mental yang memadukan antara iman sekaligus amal saleh.

Perbedaan selanjutnya terletak pada TK dibawah naungan Kementerian Pendidikan dan Budaya (KemenDikBud) dan RA dibawah naungan Kementerian Agama (KemenAg) yang keduanya memiliki pedoman kurikulum yang berbeda (Latif, 2016). Direktorat Pembinaan PAUD & Direktorat Jenderal PAUD (2015) menerengkan bahwa pedoman kurikulum TK telah diatur dalam Permendikbud No. 146 Tahun 2014 tentang kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Sedangkan menurut pedoman kurikulum RA telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No.

792 Tahun 2018 tentang pedoman implementasi kurikulum RA. Kendati demikian, menurut Latif (2016) TK dan RA memiliki persamaan yang terletak pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak dimana terdapat 6 aspek bidang perkembangan anak yang harus dikembangkan dan hal ini menjadi tujuan utama TK dan RA. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pedoman kurikulum TK dan RA berbeda namun memiliki persamaaan yang terletak pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak.

Tujuan Taman Kanak-kanak diungkapkan oleh Partini (2010) yaitu membentuk anak Indonesia yang berkualitas dengan proses tumbuh kembang sesuai dengan tingkat perkembangan sehingga memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. Tujuan RA dalam pendidikan anak adalah sebagai wadah dan fasilitas dalam pembelajaran sehari-commit to user

(4)

hari yang menanamkan perasaan cinta kepada Allah, rasa kasih sayang terhadap dirinya dan lingkungan sekitar (Zuhairini, 1992). TK memberikan pendidikan seks untuk anak bertujuan agar dapat mencegah perilaku negatif anak yang dapat mengarahkan anak kepada perilaku kekerasan dan pelecehan seksual (Suraji & Rahmawati, 2008). Sama halnya dengan pendidikan seks di RA yang bertujuan agar dapat melindungi anak dari kekerasan seksual serta dapat menanamkan akhlak mulia pada anak usia dini (Dacholfany, 2017). Sehingga dapat disimpulkan bahwa TK dan RA memiliki berbagai tujuan salah satunya yaitu sebagai fasilitator dalam layanan program pendidikan seks yang mencegah pelecehan seksual terhadap anak.

Aspek perkembangan anak yang memiliki hubungan erat dengan pemahaman seks ialah aspek perkembangan kognitif dan sosial emosional dimana pada anak usia 4-5 tahun rasa ingin tahu akan tubuhnya sangat tinggi serta intensitas berinteraksi dengan teman sebaya juga tinggi (Jatmikowati, Angin, dan Ernawati, 2015). Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak yang digunakan oleh TK yaitu aspek kognitif usia 4-5 tahun dalam lingkup belajar dan pemecahan masalah, meliputi;

1) Mengenal benda berdasarkan fungsi, dalam lingkup berfikir logis, meliputi: 1) Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsi, bentuk, atau warna, atau ukuran, 2) Mengenal gejala sebab akibat yang terkait dengan dirinya. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak, aspek sosem usia 4-5 tahun dalam lingkup kesadaran diri dan rasa tanggung jawab untuk diri sendiri, meliputi: 1) Menunjukan kesadaran diri. Lingkup tanggung jawab untuk diri sendiri meliputi: 1) Menjaga diri sendiri dari lingkungannya (Permendikbud No. 137 Tahun 2014). Sedangkan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) di RA yaitu aspek kognitif usia 4-5 tahun dalam lingkup belajar dan pemecahan masalah, meliputi; 1) Mengenali suatu benda berbagai bentuk yang terdapat di lingkungan sekitar, dalam lingkup berfikir logis, meliputi: 1) Memasangkan suatu set benda pada set benda yang lain , 2) Mengenal jumlah benda dan gejala sebab akibat suatu hal dalam dirinya yang diciptakan oleh Allah. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak, aspek sosem usia 4-5 tahun dalam lingkup kesadaran diri dan rasa tanggung jawab untuk diri sendiri, meliputi: 1) Menunjukan kesadaran diri dan bersyukur dengan semangat mengikuti aktivitas belajar. Lingkup tanggung jawab untuk diri sendiri meliputi: 1) Menggunakan keterampilan menolong diri sendiri (Keputusan Menteri Agama No. 792 Tahun 2018). Sehingga pembelajaran commit to user

(5)

mengenai pemahaman seks di TK dan RA mencakup STPPA aspek kognitif dan sosem anak usia 4-5 tahun.

Pendapat lain menyatakan bahwa pemahaman seks pada anak usia 4-5 tahun merupakan tahapan unuk mengetahui nama anggota tubuh beserta fungsinya, mengetahui cara menjaga atau merawat tubuh (Andika, 2010). Senada dengan pendapat Chomaria (2012) yang mengungkapkan bahwa ideal pemahaman seks pada anak usia 4- 5 tahun meliputi mengetahui nama anggota tubuh, cara merawat bagian privasi, mengetahui perbedaan laki-laki dan perempuan, serta mengetahui asal usul bayi. Jadi, indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu mengetahui nama anggota tubuh beserta fungsinya, mengetahui cara menjaga atau merawat tubuh, mengetahui bagian sensitive dan privasi pada tubuh, mengetahui perbedaan laki-laki dan perempuan, serta mengetahui asal usul bayi yang dipertegas oleh STPPA aspek kognitif dan sosem yang telah dipaparkan sebelumnya.

Bentuk pendidikan seks di TK dan RA dalam meningkatkan pemahaman seks anak ialah salah satunya dengan adanya tema “Aku dan Diriku”, dimana dalam tema tersebut anak diperkenalkan dengan anggota tubuh, fungsi tubuh, dan cara merawat tubuh (Nawita, 2013). Pendidikan seks pada RA memiliki perbedaan dalam metode pembelajaran dengan TK dimana RA memiliki rancangan pembelajaran yang menekankan pada Al-Qur’an sebagai pedoman hidup sehari-hari (Mansur, 2005).

Dalam pendidikan seks, Taman Kanak-kanak memiliki empat pokok pendidikan seks yaitu mengenalkan anatomi bagian tubuhnya, membangun kebiasaan positif yang melibatkan anggota tubuh seperti tidak berganti baju ditempat umum, menanamkan pentingnya menjaga organ tubuh tertentu, dan membiasakan anak berpakaian seusai identitas kelaminnya (Kriswanto, 2005). Metode yang digunakan dalam menerapkan pendidikan seks merupakan cara yang digunakan selayaknya pembelajaran yang lainnya, seperti metode bercerita, metode bernyanyi, pemberian tugas, dan menggunakan media pembelajaran APE, maupun video (Nugraha, 2005). Pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa TK memiliki empat pokok pendidikan seks yang diterapkan dengan berbagai metode .

Berbeda dengan TK, RA menerapkan tiga pokok pendidikan seks yaitu menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan dengan acuan haddist riwayat Al. Bukhari yaitu Ibnu Abbas berkata: commit to user

(6)

Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki, mendidik menjaga kebersihan alat kelamin dari najis, dan menanamkan rasa malu supaya menjadi manusia yang bermoral (Istanti, 2004). Tiga pokok tersebut diterapkan dengan metode pengajaran islam menurut Muhammad Qutb (Dacholfany & Hasanah, 2018) terdapat lima macam, yaitu: metode pendidikan melalui teladan, metode pendidikan melalui nasihat, metode pendidikan melalui cerita, metode pendidikan melalui kebiasaan, metode pendidikan melalui perisitiwa. Menurut uraian di atas dapat disimpulkan bahwa RA memiliki tiga pokok pendidikan seks yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dengan menerapkan lima metode pengajaran islam. Hal ini dipertegas dengan hasil penelitian Asraah, Gmaian, &

Al-Shudaifat (2013) di Eropa sekolah yang menggunakan pendidikan islam dalam menanamkan pemahaman seks pada anak lebih mengutamakan kebutuhan manusia secara organik, psikologis, spritial, fisik manusia, serta moral pada anak sehingga anak lebih mampu menjaga harkat dan martabat dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan sekolah umum. Dengan demikian penelitian tersebut menunjukan adanya perbedaan pemahaman seks pada TK dengan RA.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perbandingan tingkat pemahaman seks anak usia 4-5 tahun di TK dengan di RA untuk mengetahui adakah perbedaan signifikan tingkat pemahaman seks anak antara kedua bentuk layanan PAUD tersebut, yang akan dirumuskan dalam judul

“Perbandingan Pemahaman Seks Anak Usia 4-5 Tahun Ditinjau Dari Penerapan Pendidikan Seks di Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal“.

B. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi yaitu:

1. Perbedaan pokok pendidikan seks dan metode penerapan pendidikan seks terhadap tingkat pemahaman seks anak di TK dan RA. RA lebih menekankan pendidikan islam dalam metode pembelajaran pemahaman seks anak dibanding dengan TK.

2. Penerapan materi pendidikan seks di TK dan RA. Materi pendidikan seks apa saja yang sudah diterapkan di sekolah.

commit to user

(7)

3. Tingkat Pemahaman seks anak usia 4-5 tahun di TK dan RA. Peneliti ingin membandingkan pemahaman seks anak usia 4-5 tahun di TK dan RA.

C. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian ini perlu dibatasi agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu membandingkan pemahaman seks anak di TK Garuda dan RA Al-Kautsar.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman seks pada anak usia 4-5 tahun diantara TK Garuda dengan RA Al- Kautsar?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat pemahaman seks pada anak usia 4-5 tahun diantara TK Garuda dengan RA Al-Kautsar.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ditinjau dari manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai pengembangan teori dan menjadi referensi bagi penelitian pada masa mendatang mengenai perbandingan tingkat pemahaman seks pada anak usia 4-5 tahun diantara TK dengan RA.

2. Manfaat Praktis a. Bagi anak

1) Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik dalam meningkatkan pemahaman seks di sekolah.

b. Bagi Guru

commit to user

(8)

1) Bertambahnya pengetahuan sehingga guru dapat meningkatkan pemahaman seks anak melalui pendidikan seks.

c. Bagi Sekolah

Sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran seks yang aktif, inovatif, dan menyenangkan.

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Dengan bekerja banyak anak menjadi putus sekolah, anak yang putus sekolah memiliki kemungkinan kecil untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, sehingga

Hasil dari analisis Gender Islam dan Sekolah Berwawasan Gender tersebut membuat konstruksi gender yang terdapat pada materi Sejarah Kebudayaan Islam di buku teks PAI SMP

Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan sebelumnya belum membahas secara mendalam tentang model Pendidikan Seks dalam Pendidkan Agama Islam di sekolah umum,

Tidak ada perubahan dalam ciptaan allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “ (QS.. Dengan adanya penjelasan dalam Al Qur’an bahwa manusia memiliki

Dana Jumlah 1 Kesehatan Bagaimana menanamkan pemahaman kesehatan tentang pentingnya mencuci tangan dan menggosok gigi Penyuluhan Menggosok Gigi dan Mencuci Tangan 100

4 Hasan Langgulung,Manusia dan Pendidikan Suiatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), Cet, III, hlm.. bahwa manusia bagaimanapun juga tidak

Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas lebih cenderung menggunakan istilah ta'dib untuk konsep pendidikan Islam Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas merupakan salah satu pemikir

Penelitian Sam’ali (NIM : 311345) yang berjudul “Nilai-nilai Akhlak dalam Al-Qur’an Surat al-Hujurat ayat 2-3 Implikasinya terhadap Pendidikan Islam”. Penelitian tersebut