• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketebalan 20 cm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Ketebalan 20 cm"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RADIASI HAMBUR TERHADAP KONTRAS RADIOGRAFI AKIBAT VARIASI KETEBALAN OBYEK DAN LUAS LAPANGAN

PENYINARAN

OLEH :

MUHAMMAD SYARIF BODDY H211 10604

KONSENTRASI FISIKA MEDIK, JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

2013

(2)

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh radiasi hambur terhadap kontras radiografi akibat variasi ketebalan obyek dan luas lapangan penyinaran dengan tujuan untuk menganalisis hubungan antara efek radiasi hambur terhadap perubahan densitas dan kontras radiografi yang diakibatkan oleh ketebalan obyek dan perubahan luas lapangan penyinaran serta mengukur densitas film.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai densitas yang paling tinggi adalah pada luas lapangan yang kecil yaitu 15 cm x 15 cm sebab semakin kecil luas lapangan penyinaran, semakin sedikit radiasi hambur yang ditimbulkan sehingga dapat meningkatkan densitas radiografi dan penurunan terhadap kontras radiografi.

Kata Kunci : Radiasi Hambur, Densitas, Kontras, Ketebalan obyek, Luas Lapangan Penyinaran.

(3)

ABSTRACT

A study on the effects of scattered radiation to radiographic contrast due to wide variations in the thickness of the object and the radiation field in order to analyze the relationship between the effects of scattered radiation to radiographic contrast and density changes caused by the thickness of the object and the vast changes in the field of radiation and measuring the film density.

The results of this study showed that the average value of the highest densities in the broad field that is smaller: 15 cm x 15 cm for the smaller wide field radiation, the less radiation scattering caused thereby increasing density and decreasing the contrast radiography radiography.

Keywords: Radiation scattering, density, contrast, object thickness, Area Irradiation field.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan dinullah di muka bumi ini.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana di Jurusan Konsentrasi Fisika Medik, Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Hasanuddin. Dalam penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, untuk itu saya ucapkan terima kasih khususnya keluarga penulis. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada hingganya kepada :

1. Bapak Dr. Dahlang Tahir, M.Si dan Bapak Dr. Paulus Lobo Gareso, M.Sc selaku pembimbing dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. H. Halmar Halide, M.Sc, selaku ketua jurusan fisika.

3. Ibu Sri Dewi Astuty Ilyas, S.Si, M.Si, Ibu Dra. Hj. Bidayatul Armynah, MT, dan Bapak Dr. Tasrief Surungan, selaku dosen dan penguji skripsi.

4. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf akademik jurusan fisika.

5. Rekan-rekan fisika medik angkatan V 2010.

6. Sdr. Mulyadin, S.Si dan sdr. Muh. Qadri, SKM. Serta Seluruh staf BPFK Makassar.

7. Rekan-rekan kerja di RSUD H. Padjonga Dg. Nagalle Takalar.

(5)

8. Terkhusus kepada kedua orangtua, mertua dan istri serta anak tercinta (Lisa &

Rifa’i) yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, amin.

Makassar, Pebruari 2013

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN…………...……….……… i

INTISARI ...………...……… ii

ABSTRACT ...………...………...…..…… iii

KATA PENGANTAR .…...………..……… iv

DAFTAR ISI ……..………...……… vi

DAFTAR GAMBAR …..………...…..………viii

DAFTAR TABEL ..………...………..………..…… ix

BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang …….…………...………..……… 1

I.2. Ruang Lingkup ………...……… 2

I.3. Tujuan Penelitian ………...……… 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Radiofisika ………….. ………..………... 4

II.1.1. Sinar – X ………...4

II.1.2. Sifat – sifat sinar – X ……….………...…4

II.1.3. Proses terjadinya sinar – X ……….………..…6

Sinar-X Bremmstrahlung………...7

Sinar-X Karakteristik……….8

II.2. Hamburan (Scatter) ……… ………9

II.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi radiasi hambur………..…… 11

II. 3.1. Tegangan tabung (KV) ………..…11

(7)

II.3.2. Milli Ampere (mA) ……….…………...11

II.3.3. Ketebalan / volume obyek ………...…………...12

II.3.4. Luas lapangan berkas sinar – X ………..12

II.4. Kualitas Radiografi ……….………… 13

II.4.1 Densitas ……….……...……… 14

II.4.2 Kontras Radiografi………...………..………15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Waktu dan Tempat Penelitian ………...………16

III.2. Alat dan Bahan ……… 16

III.3. Prosedur Penelitian ………..……… 17

III.4. Alur Penelitian ………. 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil……….. 19

IV.1.1. Nilai Densitas Radiografi………..………19

IV.1.2. Nilai Kontras Radiografi ……….….……… 23

IV.2. Pembahasan………..26

IV.2.1. Grafik Densitas Film Radiografi……….………….. 26

IV.4. Kontras Radiografi ………...………….... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ……….………. 31

V.2. Saran-Saran ……….………. 31 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Gambar II.1. Tabung Roentgen ….………...………...…....7 2. Gambar II.2.Sinar-X Bremmstrahlung………...………..…8 3. Gambar II.3. Sinar-X Karakteristik………….……….………9 4. Gambar II.4. Ilustrasi sinar – X yang melewati obyek terdiri dari radiasi

primer dan radiasi hambur ……….………...…………..….10 5. Gambar II.5. Peningkatan radiasi hambur akibat penambahan luas

lapangan penyinaran ……….…...13 6. Gambar II.6. Ilustrasi pengukuran densitas radiografi.………..….... 14 7. Gambar IV.1. Grafik densitas radiografi dan logaritma eksposi …………...24 8. Gambar IV.2. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 5 cm

dengan luas yang berbeda ………...……..…..…26 9. Gambar IV.3. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 10 cm

dengan luas yang berbeda …………..………..…...…26 10. Gambar IV.4. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 15 cm

dengan luas yang berbeda ……….…...…27 11. Gambar IV.5. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 20 cm

dengan luas yang berbeda ………...………..…...…27 12. Gambar IV.6. Grafik densitas radiografi pada obyek………..…………....29

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Tabel IV.1. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 5 cm

dan luas lapangan penyinaran bervariasi .……….…...…... 19 2. Tabel IV.2. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 10 cm

dan luas lapangan penyinaran bervariasi .……….………... 20 3. Tabel IV.3. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 15 cm

dan luas lapangan penyinaran bervariasi .………..……….... 21 4. Tabel IV.4. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 20 cm

dan luas lapangan penyinaran bervariasi .………... 22 5. Tabel IV.5. Kontras rata-rata ………. 25 6. Tabel IV.6. Kontras maksimum ………..….…………..… 25 7. Tabel IV.7. Perbandingan nilai densitas pada obyek ………....………...…….. 28

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan radiasi pengion, termasuk sinar – X pada bidang kedokteran baik untuk terapi maupun diagnostik sudah umum dilakukan, Penggunaan sinar – X ini selalu bermanfaat bagi perkembangan dunia kedokteran, perlu juga diwaspadai bahaya yang ditimbulkan khususnya yang ditimbulkan oleh paparan radiasi hambur.

Selain radiasi hambur tidak memberikan informasi yang berguna, juga mengurangi kualitas citra radiograf serta dapat merusak sel pada sistem tubuh manusia.

Tidak semua foton diserap atau diteruskan oleh pasien. Banyak yang dihamburkan sehingga beberapa foton mula-mula digantikan oleh yang lain yang berjalan dalam arah berbeda-beda dengan tenaga dan daya tembus yang berkurang.

Perlemahan terjadi akibat adanya absorpsi dan hamburan. Radiasi sinar – X yang melewati suatu obyek/ jaringan terdiri atas radiasi primer dan radiasi hambur.

Radiasi primer adalah radiasi yang berjalan dari tabung sinar – X, kemudian melalui pasien dengan tidak mengalami perubahan arah namun jumlahnya berkurang.

Radiasi hambur adalah radiasi yang keluar dari obyek, dan tidak searah dengan sinar primernya. Faktor yang mempengaruhi jumlah radiasi hambur tergantung dari energi sinar–X/kilovoltage (KV), ketebalan (volume) obyek, nomor atom obyek dan luas lapangan berkas sinar – X.

Pemeriksaan radiografi terhadap organ – organ tubuh yang memiliki ketebalan dan nomor atom yang tinggi akan memerlukan energi sinar-X yang tinggi

(11)

pula, sehingga radiasi yang dihamburkan juga tinggi. Kenaikan tegangan dan arus tabung serta penambahan luas lapangan penyinaran dapat menimbulkan bertambahnya jumlah radiasi hambur yang sampai ke film, sehingga mengakibatkan penurunan kontras radiografi.

Hal ini mempengaruhi kontras citra radiograf, karena kontras radiografi berbanding terbalik dengan radiasi hambur. Efek radiasi hambur yang tidak berpola ini adalah mengurangi kontras radiograf. Untuk mencegah radiasi hambur mencapai film dan menaikkan kontras citra radiograf digunakan grid, dan melakukan teknik penyinaran air gap.

1.2. Ruang Lingkup

Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya efek radiasi hambur yang diakibatkan oleh ketebalan obyek dan luas lapangan penyinaran dapat mempengaruhi densitas film Rontgen, dan mengakibatkan penurunan kontras radiografi.

Penelitian ini bersifat pengamatan terhadap kontras radiografi, menggunakan phantom air dengan memvariasikan ketebalan obyek yaitu 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm, serta dengan merubah luas lapangan penyinaran yaitu 15 cm x 15 cm, 20 cm x 20 cm dan 30 cm x 30 cm. Faktor eksposi yang digunakan yaitu 50 kV, 100 mA dan 0,1 s. serta FFD 90 cm. Kemudian dilakukan penyinaran dengan menggunakan sinar-X.

(12)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur Densitas film.

2. Menganalisis hubungan antara efek radiasi hambur terhadap perubahan densitas dan kontras radiografi yang diakibatkan oleh ketebalan obyek dan perubahan luas lapangan penyinaran.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Radiofisika

II.1.1. Sinar-X

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromaknetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar-X bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara sinar-X dengan sinar elektromagnetik lainnya terletak pada panjang gelombang, dimana panjang gelombang sinar-X sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya tampak. Karena panjang gelombang yang pendek itu maka sinar-X dapat menembus benda-benda.

Panjang gelombang sinar elektromagnetik dinyatakan dalam satuan Angstron 1 A = 10 cm (1/100.000.000 cm). Sinar-X mempunyai energi antara 40 KeV sampai 100KeV dan mempunyai daya tembus yang tinggi (Kaplan, 1964).

II.1.2. Sifat – Sifat Sinar-X

Sinar-X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu : daya tembus, pertebaran (hamburan), penyerapan (absorpsi), efek fotografi, pendar fluor (fluoresensi), ionisasi, dan efek biologic (Van Der Plaats,1971).

(14)

Adapun penjelasan dari setiap sifat fisis tersebut antara lain :

1. Daya tembus

Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus yang sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung (besarnya kV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepedatan suatu benda, makin besar daya tembus sinarnya.

2. Pertebaran (Hamburan)

Apabila berkas sinar-X melalui sutu bahan atau suatu zat, maka berkas tersebut akan bertebaran kesegala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan / zat yang dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya gambar radiograf dan pada film akan tampak pengaburan kelabu secara menyeluruh.

3. Penyerapan (Absorpsi)

Sinar-X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya, makin besar penyerapannya.

4. Efek Fotografi

Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida) setelah diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

5. Pendar Fluor (Fluoresensi)

Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium-tungstat atau zink- sulfit memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-X.

(15)

6. Ionisasi

Efek primer sinar-X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan atau zat tersebut.

7. Efek Biologik

Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologik pada jaringan. Efek biologik ini dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.

II.1.3. Proses Terjadinya Sinar-X

Sinar – X dibentuk ketika elektron – elektron bebas melepaskan sebagian energinya ketika berinteraksi dengan elektron yang mengorbit atau inti atom. Energi yang dilepaskan oleh elektron ini adalah foton sinar – X.

Kawat filamen yang dipanaskan oleh trafo filamen akan membangkitkan awan – awan elektron, awan elektron itulah yang akan berlari menumbuk target ketika diberikan beda potensial yang tinggi. Ketika awan elektron menumbuk target bangkitlah energi panas sebesar 99% dan sinar- X 1%.

Syarat terjadinya Sinar – X adalah sebagai berikut : - Ruang yang Vacum (hampa udara)

- Beda potensial yang tinggi - Sumber elektron

- Target tumbukan, dan - Focusing cup

(16)

Gambar II.1 Tabung Roentgen(Van Der Plaats,1971).

Ada dua tipe kejadian yang terjadi di dalam proses menghasilkan foton sinar-X yaitu, sinar-X Bremstrahlung dan sinar-X Karakteristik. Dimana interaksi itu terjadi saat elektron proyektil menumbuk target (Carlton, 1992 :165).

Sinar – X Bremsstrahlung

Sinar-X Bremstrahlung terjadi ketika elektron dengan energi kinetik yang terjadi berinteraksi dengan medan energi pada inti atom. Karena inti atom ini mempunyai energi positif dan elektron mempunyai energi negatif, maka terjadi hubungan tarik-menarik antara inti atom dengan elektron.

(17)

Gambar II.2. Sinar-X Bremstrahlung

Ketika elektron ini cukup dekat dengan inti atom dan inti atom mempunyai medan energi yang cukup besar untuk ditembus oleh elektron proyektil, maka medan energi pada inti atom ini akan melambatkan gerak dari elektron proyektil.

Melambatnya gerak dari elektron proyektil ini akan mengakibatkan elektron proyektil kehilangan energi dan berubah arah. Energi yang hilang dari elektron proyektil ini dikenal dengan foton sinar – X bremstrahlung.

Sinar-X Karakteristik

Sinar-X karakteristik terjadi ketika elektron proyektil dengan energi kinetik yang tinggi berinterkasi dengan elektron dari tiap-tiap kulit atom. Elektron proyektil ini harus mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi untuk melepaskan elektron pada kulit atom tertentu dari orbitnya. Saat elektron dari kulit atom ini terlepas dari orbitnya maka akan terjadi transisi dari orbit luar ke orbit yang lebih dalam.

(18)

Gambar II.3. Sinar-X Karakteristik

Energi yang dilepaskan saat terjadi transisi ini dikenal dengan foton sinar-X karakteristik. Energi foton sinar-X karakteristik ini bergantung pada besarnya energi elektron proyektil yang digunakan untuk melepaskan elektron dari kulit atom tertentu dan bergantung pada selisih energi ikat dari elektron transisi dengan energi ikat elektron yang terlepas tersebut.

II.2. Hamburan (Scatter)

Suatu partikel bila dikenai oleh radiasi, akan menjadi titik awal dari radiasi baru yang dipancarkan ke segenap penjuru. Hal ini juga berlaku terhadap radiasi sinar-X, apabila sinar-X mengenai suatu bahan/obyek sebagian radiasi primer akan ditahan oleh penyerapan (absorpsi) dan sebagian lagi akan dihamburkan. Radiasi hambur (scatter radiation) adalah sebagian radiasi yang mebias/menyimpang dari radiasi sumber dan sebagian radiasi yang berubah karena energy radiasi yang di

(19)

transfer yang pada akhirnya radiasi tersebut akan kehilangan energy dan panjang gelombangnya menjadi lebih panjang dari radiasi primer (Van der Plaats, 1971).

Proses hamburan ditemukan oleh Compton tahun 1922 sebagai efek Compton (Compton Effect) yang dikenal dengan hamburan Compton (Compton Scatter). Dalam radiografi tidak semua foton diserap atau diteruskan oleh obyek/pasien, tetapi sebagian dihamburkan. Hal ini menyebabkan beberapa foton mula-mula digantikan oleh foton yang lain dengan jalan dan arah berbeda serta daya tembusnya berkurang. Foton hambur mempunyai energy yang lebih kecil dari foton primer. Meskipun radiasi hambur bergerak ke segala arah akan tetapi paling sedikit setengahnya bergerak menuju film dengan arah yang sama dengan berkas sinar primer.

Gambar II.4. Ilustrasi sinar-X yang melewati obyek terdiri dari radiasi primer dan radiasi hambur (Van Der Plaats,1971)

(20)

II.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Radiasi Hambur

Hamburan sinar-X hasil interaksi dengan bahan mempunyai energi rata-rata yang lebih kecil dari energy foton primer, sehingga daya tembusnya akan lebih kecil namun demikian radiasi hambur banyak bergerak ke segala arah dan sebagian ada yang sampai ke film radiograf dengan arah yang sama atau berlainan arah dengan radiasi primer. Faktor yang mempengaruhi jumlah radiasi hambur adalah tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), ketebalan/volume obyek dan luas lapangan berkas sinar-X.

II.3.1. Tegangan Tabung (kV)

Kilovoltage merupakan satuan tegangan yaitu beda potensial yang diberikan antara katoda dan anoda di dalam tabung rontgen. kV ini merupakan intensitas sinar-X yang keluar dari tabung menuju ke film yang sangat berpengaruh terhadap kontras radiogarfi dari suatu struktur anatomi organ yang diperiksa. Oleh karena itu kV dipilih sesuai kontras yang diinginkan. Jika kV dinaikkan maka intensitas sinar-X juga meningkat dan kontras berkurang, jika kV dikurangi maka intensitas sinar-X juga berkurang dan intensitas meningkat (Chesney 1989).

II.3.2. Milli Ampere (mA)

Milli Ampere merupakan satuan arus tabung yang menentukan jumlah electron yang dipancarkan dari tabung sinar-X. Penambahan mA memperbesar jumlah electron yang tertumbuk ke anoda sehingga sinar-X yang dihasilkan semakin

(21)

banyak. Milli Ampere mempengaruhi densitas pada film, jadi penggunaan milli Ampere disesuaikan dengan nilai densitas yang diinginkan.

II.3.3. Ketebalan / Volume Obyek

Semakin tebal / besar volume jaringan tubuh yang disinari, semakin besar pula energy foton yang dihasilkan. Pada penyinaran sinar-X, dengan panjang gelombang tertentu, radiasi yang terjadi akan mengalami attenuasi sebesar 50%

untuk setiap kedalaman lapisan 1 cm. Penyerapan sianr-X tergantung dari koefisien serapan, yang dipengaruhi oleh ketebalan atau kerapatan benda tersebut. Penyerapan sinar-X dapat dinyatakan dengan fungsi eksponensial sebagai berikut:

I = I e ………. ………. (2.1)

Dengan I adalah intensitas radiasi setelah melalui obyek, I adalah intensitas radiasi mula-mula, µ adalah koefisien attenuasi obyek, d adalah tebal obyek, e adalah dasar logaritma bilangan alam.

II.3.4. Luas Lapangan Berkas Sinar-X

Semakin luas ukuran berkas sinar-X yang digunakan, semakin besar jumlah radiasi foton yang dihamburkan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya radiasi primer yang dipancarkan sesuai dengan luas lapangan yang digunakan. Luas lapangan yang semakin kecil akan memperkecil jumlah radiasi yang dihasilkan begitu pula sebaliknya. Cara yang paling efektif untuk menekan radiasi hambur akibat ukuran luas lapangan ini adalah dengan mengatur kolimtor atau dengan menggunakan konus. Dengan pengaturan kolimator atau penggunaan konus yang

(22)

sesuai, diharapkan dapat menurunkan radiasi hambur dan meningkatkan nilai kontras radiograf (Meredith dkk, 1997).

a b

Gambar II.5. Peningkatan radiasi hambur akibat penambahan luas lapangan penyinaran. Gambar (a) Luas lapangan penyinaran yang kecil dan

(b) Luas lapangan penyinaran yang besar

II.4. Kualitas Radiografi

Kualitas atau mutu gambaran radiografi ditentukan oleh nilai kontras radiografi. Adapun nilai kontras radiografi dapat di ukur dengan perolehan nilai densitasnya, melalui pengukuran film radiografi tersebut dengan menggunakan densitometer. Menurut RR Carlton (1992). Kualitas radiografi adalah kemampuan suatu pencitraan radiografi untuk memberikan informasi yang baik guna menegakkan diagnosa. Kualitas radiografi antara lain ditentukan oleh densitas dan kontras radiografi.

(23)

II.4.1. Densitas

Densitas adalah kerapatan, akan tetapi pada radiografi sering dihubungkan dengan derajat kehitaman film. Densitas merupakan parameter radiografi yang mudah di nilai. Densitas yang baik adalah yang mampu menggambarkan struktur anatomi yang dapat dilihat oleh mata. Mata manusia hanya mampu melihat densitas dalam rentang 0,25 – 2,5 (RR. Charlton, 1992). Densitas menentukan kesempurnaan bayangan pada film dan sebagai indikasi cukupnya intensitas sinar-X yang menmbus obyek, jika intensitas sinar-X besar maka densitas akan tinggi (high dencity) dan pada film akan berwarna hitam, sedangkan untuk intensitas sinar-X yang kecil maka densitas akan rendah (low dencity). Densitas suatu radiografi didefenisikan sebagai nisbah logaritma antara intensitas cahaya sebelum mengenai film dengan intensitas sesudah mengenai film. Secara matematis ditunjukkan persamaan sebagai berikut :

D = log ………(2.2)

Dengan mensubtitusi persamaan (2.1) ke persamaan (2.2) maka di peroleh :

D = log ………..(2.3)

Io

film It

Gambar II.6. Ilustrasi pengukuran densitas radiografi

(24)

II.4.2. Kontras Radiografi

Kontras radiografi adalah perbedaan derajat kehitaman pada film radiografi yang disebabkan karena perbedaan attenuasi dari intensitas radiasi yang sampai ke film setelah melewati obyek. Kontras radiografi terbagi atas kontras obyektif dan kontras subyektif. Kontras obyektif, yaitu perbedaan densitas dari bagian-bagian gambar dalam satu film yang dapat di ukur dan dinyatakan dengan angka, dengan menggunakan alat densitometer. Kontras subyektif adalah perbedaan derajat kehitaman dimana penilaiannya berdasarkan kesanggupan mata dari tiap-tiap individu.

Suatu radiograf yang baik dapat dilihat dari berbagai segi salah satunya adalah kontras, kurangnya radiasi hambur yang terjadi merupakan hal penting untuk mendapatkan kontras yang optimal, hal ini dapat diperoleh dengan beberapa cara diantaranya adalah pembatasan penyinaran (kolimasi secukupnya), pemakaian teknik KV rendah dan teknik kompresi.

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober 2012, di Instalasi Radiologi RSUD. H. Padjonga Daeng Ngalle Takalar.

III.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Pesawat sinar – X

a. General Purpose dengan spesifikasi :

- Merk : Hyundai Medical X – Ray

- Model : HDMC – 5125R

- No. Seri : 2K75017

b. Spesifikasi Tabung Sinar – X

- Merk Tabung : Toshiba Rotanode

- Model : E7239X

- No Seri : 07A670

- Insert Model : E7239 - Max Voltage : 125 KV - Focal Spot : 2,0 / 1,0 mm - Permanent Filtration : 0,9 Al/75 2. Kaset dan Film ukuran 30 cm x 30 cm

(26)

3. Marker sebagai penanda 4. Phantom air

5. Step Wedge

6. Automatic Processing 7. Densitometer

III.3. Prosedur Penelitian

Adapun langkah – langkah yang dilakukan antara lain :

1. Menempatkan kaset (film) diatas meja pemeriksaan, tegak lurus tabung pesawat sinar – X.

2. Menempatkan obyek diatas pertengahan kaset (film).

3. Menempatkan stepwedge disamping obyek.

4. Mengatur luas lapangan penyinaran.

5. Mengatur faktor eksposi dan melakukan penyinaran.

6. Melakukan pengolahan film dengan automatic processing.

7. Pengukuran densitas film Radiograf dengan alat densitometer di BPFK Makassar.

8. Mengolah hasil.

(27)

III.4. Alur Penelitian

Persiapan Alat dan Bahan

Mengatur posisi obyek

Menetapkan KV 50, mA 100 dan s 0,1 serta FFD 90 cm

Memprocessing film Radiografi

Mengukur Densitas Radiografi

Kesimpulan

Mengatur variasi Ketebalan Obyek & luas lapangan penyinaran : - 5 cm (15cmx15cm, 20cmx20cm dan 30cmx30cm) - 10 cm (15cmx15cm, 20cmx20cm dan 30cmx30cm) - 15 cm (15cmx15cm, 20cmx20cm dan 30cmx30cm) - 20 cm (15cmx15cm, 20cmx20cm dan 30cmx30cm)

Melakukan Penyinaran dengan menempatkan stepwedge di samping obyek

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil

IV.1.1. Nilai Densitas Radiografi

Dalam penelitian ini diperoleh hasil pengukuran rata –rata densitas dengan menggunakan alat Densitometer pada ketebalan yang berbeda –beda yaitu 5 cm, 10 cm, 15 cm dan 20 cm serta luas lapangan penyinaran yang bervariasi yaitu 15 cm X 15 cm, 20 cm X 20 cm dan 30 cm X 30 cm. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV.1, IV.2, IV.3 dan IV.4 berikut ini :

Tabel IV.1. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 5 cm dan Luas Lapangan Penyinaran bervariasi

BAHAN

DENSITAS

(15 X 15) cm² (20 X 20) cm² (30 X 30) cm²

S T E P W E D G E

1 1,13 1,03 1,14

2 1,14 1,05 1,14

3 1,15 1,06 1,15

4 1,17 1,05 1,19

5 1,22 1,10 1,23

6 1,31 1,20 1,34

7 1,50 1,40 1,55

8 1,90 1,78 1,90

9 2,49 2,38 2,48

10 3,01 2,97 3,00

11 3,30 3,28 3,27

OB YE K

5 cm 3,10 3,08 3,08

(29)

Pada tabel IV.1, diperoleh hasil pengukuran densitas antara stepwedge dengan obyek berada di antara step 10 dan step 11, densitas pada luas lapangan penyinaran 15 cm X 15 cm, step 11 sebesar 3,30. dan hasil densitas pada ketebalan obyek 5 cm sebesar 3,10. Densitas pada luas lapangan penyinaran 20 cm X 20 cm, step 11 sebesar 3,28 dan densitas pada ketebalan obyek 5 cm sebesar 3,08. Densitas pada luas lapangan penyinaran 30 cm X 30 cm, step 11 sebesar 3,27 dan densitas pada ketebalan obyek 5 cm sebesar 3,08.

Tabel IV.2. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 10 cm dan Luas Lapangan Penyinaran bervariasi

BAHAN

DENSITAS

(15 X 15) cm² (20 X 20) cm² (30 X 30) cm²

TS EP WE GD E

1 1,07 1,07 1,10

2 1,08 1,08 1,11

3 1,09 1,09 1,17

4 1,13 1,14 1,28

5 1,20 1,18 1,46

6 1,33 1,33 1,81

7 1,61 1,63 2,27

8 2,09 2,14 2,77

9 2,68 2,70 3,12

10 3,11 3,13 3,31

11 3,32 3,30 3,31

OB YE K

10 cm 2,37 2,26 2,82

(30)

Pada tabel IV.2, diperoleh hasil pengukuran densitas antara stepwedge dengan obyek berada di antara step 8 dan step 9, densitas pada luas lapangan penyinaran 15 cm X 15 cm, step 11 sebesar 3,32. dan hasil densitas pada ketebalan obyek 10 cm sebesar 2,37. Densitas pada luas lapangan penyinaran 20 cm X 20 cm, step 11 sebesar 3,30 dan densitas pada ketebalan obyek 10 cm sebesar 2,26. Densitas pada luas lapangan penyinaran 30 cm X 30 cm, step 11 sebesar 3,31 dan densitas pada ketebalan obyek 10 cm sebesar 2,82.

Tabel IV.3. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 15 cm dan Luas Lapangan Penyinaran bervariasi

BAHAN

DENSITAS

(15 X 15) cm² (20 X 20) cm² (30 X 30) cm²

TS EP WE GD E

1 1,08 1,31 1,10

2 1,12 1,32 1,12

3 1,16 1,36 1,18

4 1,25 1,46 1,33

5 1,47 1,68 1,57

6 1,81 1,98 1,95

7 2,28 2,42 2,41

8 2,76 2,82 2,86

9 3,10 3,12 3,17

10 3,28 3,28 3,31

11 3,35 3,33 3,34

OB YE K

15 cm 1,86 1,91 1,87

(31)

Pada tabel IV.3, diperoleh hasil pengukuran densitas antara stepwedge dengan obyek berada di antara step 5, step 6 dan step 7, densitas pada luas lapangan penyinaran 15 cm X 15 cm, step 11 sebesar 3,35. dan hasil densitas pada ketebalan obyek 15 cm sebesar 1,86. Densitas pada luas lapangan penyinaran 20 cm X 20 cm, step 11 sebesar 3,33 dan densitas pada ketebalan obyek 15 cm sebesar 1,91. Densitas pada luas lapangan penyinaran 30 cm X 30 cm, step 11 sebesar 3,34 dan densitas pada ketebalan obyek 15 cm sebesar 1,87.

Tabel IV.4. Densitas rata-rata dari stepwedge dan obyek dengan tebal 20 cm dan Luas Lapangan Penyinaran bervariasi

BAHAN

DENSITAS

(15 X 15) cm² (20 X 20) cm² (30 X 30) cm²

TS EP WE GD E

1 1,24 1,04 1,08

2 1,29 1,05 1,11

3 1,34 1,12 1,17

4 1,47 1,23 1,29

5 1,69 1,44 1,52

6 2,04 1,80 1,87

7 2,48 2,29 2,33

8 2,91 2,78 2,79

9 3,18 3,11 3,11

10 3,34 3,27 3,28

11 3,38 3,33 3,32

OB YE K

20 cm 1,32 1,21 1,13

(32)

Pada tabel IV.4, diperoleh hasil pengukuran densitas antara stepwedge dengan obyek berada di antara step 2, step 3 dan step 4, densitas pada luas lapangan penyinaran 15 cm X 15 cm, step 11 sebesar 3,38. dan hasil densitas pada ketebalan obyek 20 cm sebesar 1,32. Densitas pada luas lapangan penyinaran 20 cm X 20 cm, step 11 sebesar 3,33 dan densitas pada ketebalan obyek 20 cm sebesar 1,21. Densitas pada luas lapangan penyinaran 30 cm X 30 cm, step 11 sebesar 3,32 dan densitas pada ketebalan obyek 20 cm sebesar 1,13.

IV.1.2. Nilai Kontras Radiografi

Nilai kontras film yang dihasilkan terhadap perubahan luas lapangan penyinaran dan ketebalan obyek, dapat diambil dari nilai Gradient rata-rata film pada kurva karakteristik film. Sedangkan nilai kontras maksimal didapatkan dengan mencari selisih densitas maksimal dikurangi densitas minimal (Dmaks – Dmin).

Nilai kontras rata-rata yang diperoleh dari kurva karakteristik film yang menghasilkan nilai densitas dalam rentang guna (useful density) yaitu pada nilai densitas 0,25 + basic fog level sebagai densitas (D1) sampai 2,00 + basic fog level sebagai densitas (D2) di bagi dengan nilai logaritma eksposi yang menghasilkan nilai densitas E1 dan E2.

Berikut Rumus untuk nilai Gradient rata-rata:

D2 – D1 Average Gradient =

Log E2 – Log E1

Keterangan:

D1 = 0,25 + basic fog level D2 = 2,00 + basic fog level E1 = Logaritma minimal E2 = Logaritma maksimal

(33)

Pada gambar IV.1 adalah salah satu contoh perhitungan nilai kontras rata- rata yang diperoleh dari kurva karakteristik film dengan luas lapangan penyinaran 15 cm x 15 cm ketebalan 5 cm dengan basic fog level 1,13.

Gambar IV.1. Grafik densitas radiografi dan logaritma eksposi.

D2 – D1 Rata-rata Gradient =

Log E2 – Log E1 3,13 – 1,38

= Log 9,7 – Log 5,3

= 1,75

0,9868 – 0,7243

= 1,75 0,2625

= 6,66 0

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

15cmx15…

5,3

9,7 1,38

3,13

Log Ekposi D

e n s t i t a s

(34)

Dari grafik gambar IV.1, nilai kontras rata-rata pada ketebalan 5 cm dan luas lapangan penyinaran 15 cm x 15 cm di peroleh nilai sebesar 6,66 dan kontras maksimum sebesar 2,17.

Untuk memperoleh nilai kontras rata-rata dapat dilihat dalam tabel IV.5. di bawah ini, dengan menggunakan metode perhitungan seperti di atas. Analisis grafik pada lampiran.

Tabel IV.5. Kontras rata-rata Ketebalan

Obyek (cm)

Kontras Rata-Rata

(15x15) cm³ (20x20) cm³ (30x30) cm³

5 6,66 6,85 5,72

10 7,37 7,83 4,82

15 3,75 4,75 3,92

20 4,04 4,42 4,14

Tabel IV.6. Kontras Maksimum (Dmaks – Dmin) Ketebalan

Obyek (cm)

Kontras Maksimum

(15x15) cm³ (20x20) cm³ (30x30) cm³

5 2,17 2,25 2,13

10 2,25 2,23 2,21

15 2,27 2,02 2,24

20 2,14 2,29 2,24

(35)

IV.2. Pembahasan

IV.2.1. Grafik Densitas Film Radiografi

Grafik densitas untuk ketebalan obyek yang sama dengan luas lapangan penyinaran yang berbeda. Dapat dilihat pada gambar IV.2, IV.3, IV,4 dan IV.5 berikut ini :

Gambar IV.2. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 5 cm dengan luas yang berbeda.

Gambar IV.3. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 10 cm dengan luas yang berbeda.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Densitas

Stepwedge

Ketebalan 5 cm

30cmx30cm 20cmx20cm 15cmx15cm

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Densitas

Stepwedge

Ketebalan 10 cm

30cmx30cm 20cmx20cm 15cmx15cm

(36)

Gambar IV.4. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 15 cm dengan luas yang berbeda.

Gambar IV.5. Grafik densitas radiografi ketebalan obyek yang sama 20 cm dengan luas yang berbeda.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Densitas

Stepwedge

Ketebalan 15 cm

30cmx30cm 20cmx20cm 15cmx15cm

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Densitas

Stepwedge

Ketebalan 20 cm

30cmx30cm 20cmx20cm 15cmx15cm

(37)

Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai densitas yang paling tinggi diukur berdasarkan stepwedge adalah luas lapangan penyinaran yang kecil yaitu 15 cm x 15 cm sebab semakin kecil luas lapangan penyinaran, semakin sedikit radiasi hambur yang ditimbulkan sehingga dapat meningkatkan densitas akan tetapi dapat menurunkan nilai kontras radiografi.

sedangkan densitas untuk obyek bervariasi, mungkin ini disebabkan karena obyek yang digunakan adalah phantom air seharusnya menggunakan obyek yang asli.

Nilai densitas pada obyek dapat dilihat pada tabel IV.7.

Tabel IV.7. Perbandingan nilai densitas pada obyek Ketebalan obyek

(cm)

D e n s i t a s

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

5 3.10 3.08 3.08

10 2.37 2.26 2.82

15 1.68 1.91 1.87

20 1.32 1.21 1.13

Dari data tabel IV.7, dapat disimpulkan bahwa ketebalan obyek dapat mempengaruhi nilai densitas radiografi pada film, dimana semakin tebal obyek tersebut maka densitasnya semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh banyaknya radiasi hambur yang mencapai film. Gambar IV.6. adalah grafik densitas radiografi pada obyek.

(38)

Gambar IV.6. Grafik Densitas radiografi pada obyek

Pada gambar IV.6. jelas tergambar pengaruh ketebalan obyek dengan densitas radiografi dimana ketebalan 5 cm mempunyai densitas rata-rata paling tinggi, kemudian secara berurutan dari ketebalan 10 cm, 15 cm dan 20 cm. Ini berarti bahwa semakin tipis/kecil obyek maka semakin besar densitas yang dihasilkan begitu pula sebaliknya semakin tebal obyek maka densitasnya akan semakin berkurang.

IV.2.2. Kontras Radiografi

Kontras rata-rata yang paling tinggi pada ketebalan 5 cm adalah luas lapangan penyinaran 20 cm x 20 cm yaitu 6,85. Kontras rata-rata yang paling tinggi pada ketebalan 10 cm adalah luas lapangan penyinaran 20 cm x 20 cm yaitu 7,83.

Kontras rata-rata yang paling tinggi pada ketebalan 15 cm adalah luas lapangan penyinaran 20 cm x 20 cm yaitu 4,75. Kontras rata-rata yang paling tinggi pada ketebalan 20 cm adalah luas lapangan penyinaran 20 cm x 20 cm yaitu 4,42.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

5 10 15 20

Densitas

Ketebalan Obyek

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

(39)

Kontras maksimum yang paling tinggi pada ketebalan 5 cm adalah luas lapangan penyinaran 20 cm x 20 cm yaitu 2,25, kontras maksimum yang paling tinggi pada ketebalan 10 cm adalah luas lapangan penyinaran 15 cm x 15 cm yaitu 2,25, kontras maksimum yang paling tinggi pada ketebalan 15 cm adalah luas lapangan penyinaran 15 cm x 15 cm yaitu 2,27, dan kontras maksimum yang paling tinggi pada ketebalan 20 cm adalah luas lapangan penyinaran 20 cm x 20 cm yaitu 2,29.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa perubahan luas lapangan penyinaran dan ketebalan obyek dapat mengakibatkan perubahan densitas dan penurunan terhadap kontras radiografi pada faktor eksposi yang sama.

Untuk mendapatkan kontras yang optimal maka di perlukan penurunan radiasi hambur yang mencapai film. Hal ini dapat diperoleh dengan beberapa cara diantaranya adalah pembatasan penyinaran (kolimasi secukupnya), pemakaian teknik KV rendah, teknik kompresi dan penggunaan grid.

(40)

BAB V PENUTUP V.1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian pengaruh radiasi hambur terhadap kenaikan ketebalan obyek dan luas lapangan penyinaran dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perubahan luas lapangan penyinaran dan ketebalan obyek mengakibatkan perubahan densitas dan penurunan nilai kontras radiografi.

2. Semakin kecil ukuran luas lapangan penyinaran, semakin sedikit radiasi hambur yang ditimbulkan sehingga memperbaiki nilai kontras radiografi.

V.2. SARAN

1. Pengukuran paparan radiasi hambur sebaiknya menggunakan alat ukur electrometer.

2. Membatasi luas lapangan penyinaran dapat mengurangi jumlah paparan radiasi yang mencapai film.

3. Jumlah radiasi hambur yang sampai ke film dapat dikurangi dengan penggunaan grid.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis, “Dasar – Dasar Proteksi Radiasi“, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Anonim, “ Materi Rekualifikasi Petugas Proteksi Radiasi Bidang Kesehatan Diagnostik”, Bapeten, 2006.

Bushong, Sc.D. “Radiologic Science for Technologist Physics Biology and Protection”, 4 ͭ ͪ Edition with 712 Illustration, 1988.

Chesney, H, “Radioogrphic Photography”, 3 ͭ ͪ Edition, London, 1971.

Gabriel, J.F. “Fisika Kedokteran”, Penerbit EGC Jakarta, 1988.

Jenkind, David, “Radiographic Photography and Imaging Processor”, Marylan Canada Aspen Publication, 1988.

Sjahriar Rasad, Sukonto Kartoleksono, Iwan Ekayuda, “ Radiologi Diagnostik”, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990.

Surtiningsih Sombu. “Fisika Radiasi Diagnostik”.

(42)

LAMPIRAN Data Hasil Pengukuran Densitometer :

1. Ketebalan Obyek 5 cm dengan Luas Lapangan Penyinaran 15 cm X 15 cm, 20 cm X 20 cm, 30 cm X 30 cm

STEP

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

1 1,14 1,13 1,12 1,03 1,03 1,03 1,15 1,14 1,14

2 1,15 1,14 1,13 1,05 1,06 1,04 1,14 1,13 1,15

3 1,16 1,15 1,14 1,04 1,06 1,08 1,16 1,15 1,15

4 1,18 1,17 1,16 1,06 1,05 1,05 1,21 1,19 1,18

5 1,21 1,23 1,24 1,10 1,10 1,11 1,26 1,23 1,22

6 1,32 1,32 1,30 1,20 1,21 1,21 1,33 1,33 1,36

7 1,50 1,51 1,51 1,37 1,41 1,44 1,55 1,57 1,55

8 1,89 1,90 1,92 1,81 1,79 1,75 1,90 1,90 1,91

9 2,51 2,49 2,47 2,37 2,38 2,40 2,49 2,48 2,48

10 3,00 3,02 3,02 2,98 2,97 2,96 3,00 3,00 3,00

11 3,29 3,31 3,30 3,28 3,28 3,29 3,28 3,27 3,28

KETEBALAN OBYEK

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

5 cm 3,09 3,11 3,11 3,08 3,08 3,08 3,09 3,09 3,08

(43)

2. Ketebalan Obyek 10 cm dengan Luas Lapangan Penyinaran 15 cm X 15 cm, 20 cm X 20 cm, 30 cm X 30 cm

STEP

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

1 1,07 1,07 1,08 1,08 1,08 1,06 1,10 1,10 1,12

2 1,08 1,08 1,07 1,08 1,08 1,07 1,12 1,11 1,10

3 1,09 1,09 1,08 1,08 1,09 1,10 1,16 1,17 1,18

4 1,12 1,13 1,13 1,14 1,14 1,13 1,30 1,29 1,27

5 1,21 1,20 1,19 1,18 1,17 1,18 1,45 1,47 1,48

6 1,32 1,34 1,34 1,34 1,34 1,32 1,84 1,81 1,80

7 1,62 1,61 1,60 1,62 1,64 1,63 2,26 2,28 2,29

8 2,09 2,08 2,10 2,15 2,14 2,13 2,78 2,78 2,76

9 2,68 2,66 2,70 2,69 2,70 2,70 3,12 3,12 3,12

10 3,11 3,11 3,10 3,13 3,13 3,14 3,31 3,30 3,32

11 3,32 3,32 3,33 3,30 3,30 3,31 3,30 3,32 3,31

KETEBALAN OBYEK

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

10 cm 2,38 2,34 2,39 2,24 2,27 2,29 2,82 2,83 2,81

(44)

3. Ketebalan Obyek 15 cm dengan Luas Lapangan Penyinaran 15 cm X 15 cm, 20 cm X 20 cm, 30 cm X 30 cm

STEP

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

1 1,07 1,11 1,08 1,31 1,32 1,30 1,10 1,11 1,13

2 1,11 1,11 1,13 1,29 1,31 1,34 1,12 1,11 1,12

3 1,15 1,16 1,16 1,38 1,37 1,34 1,18 1,18 1,18

4 1,26 1,25 1,24 1,44 1,46 1,48 1,34 1,33 1,32

5 1,46 1,47 1,47 1,69 1,69 1,67 1,57 1,56 1,57

6 1,80 1,83 1,81 1,98 1,98 2,00 1,93 1,95 1,96

7 2,27 2,28 2,26 2,42 2,44 2,42 2,38 2,43 2,42

8 2,75 2,76 2,76 2,82 2,82 2,81 2,85 2,87 2,88

9 3,09 3,09 3,11 3,13 3,12 3,11 3,18 3,17 3,16

10 3,28 3,28 3,28 3,28 3,29 3,27 3,31 3,31 3,31

11 3,35 3,35 3,35 3,32 3,34 3,34 3,34 3,34 3,34

KETEBALAN OBYEK

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

15 cm 1,17 2,04 1,84 1,91 1,93 1,89 1,86 1,88 1,87

(45)

4. Ketebalan Obyek 20 cm dengan Luas Lapangan Penyinaran 15 cm X 15 cm, 20 cm X 20 cm, 30 cm X 30 cm

STEP

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

1 1,23 1,25 1,26 1,04 1,04 1,03 1,08 1,08 1,08

2 1,29 1,30 1,28 1,05 1,04 1,05 1,10 1,11 1,11

3 1,33 1,35 1,34 1,12 1,12 1,11 1,16 1,17 1,17

4 1,48 1,47 1,46 1,23 1,23 1,24 1,29 1,30 1,28

5 1,69 1,69 1,69 1,44 1,46 1,44 1,52 1,52 1,53

6 2,02 2,07 2,04 1,80 1,80 1,80 1,86 1,88 1,86

7 2,47 2,49 2,50 2,27 2,28 2,30 2,32 2,33 2,33

8 2,91 2,91 2,91 2,79 2,78 2,76 2,78 2,80 2,78

9 3,17 3,19 3,20 3,10 3,12 3,12 3,10 3,11 3,11

10 3,33 3,34 3,33 3,26 3,27 3,27 3,28 3,28 3,27

11 3,39 3,37 3,38 3,33 3,33 3,34 3,32 3,32 3,33

KETEBALAN OBYEK

LUAS LAPANGAN PENYINARAN

15 cm X 15 cm 20 cm X 20 cm 30 cm X 30 cm

I II III I II III I II III

20 cm 1,31 1,33 1,32 1,21 1,21 1,20 1,13 1,13 1,12

(46)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

15cmx15cmx5

15cmx15cm 5,3

9,7

1,38

3,13

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

20cmx20cmx5

20cmx20cm 5,5

9,9 1,28

3,03

(47)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

30cmx30cmx5

30cmx30cm 4,8

1,39

9,7 3,14

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

15cmx15cmx10

15cmx15cm 3,07

5,5

9,5

(48)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

20cmx20cmx10

20cmx20cm 3,07

5,5 1,32 9,2

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

30cmx30cmx10

30cmx30cm 3,10

3,6 1,35 8,3

(49)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

15cmx15cmx15

15cmx15cm 1,33 8,2

2,8 3,08

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

20cmx20cmx15

20cmx20cm 1,56

4,2

9,8 3,31

(50)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

30cmx30cmx15

30cmx30cm 1,35

3,10

2,9

8,1

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

15cmx15cmx20

15cmx15cm 3,24

8,4 3,1

1,49

(51)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

20cmx20cmx20

20cmx20cm 8,2

3,04

1,29

3,3

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

30cmx30cmx20

30cmx30cm 8,2

3,1 3,08

1,33

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dalam ini adalah budaya kerja mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap disiplin kerja pegawai pada Koperasi Anugerah Kito Makmur Jaya (AKMJ) Belitang

Berdasarkan hasil observasi awal dan kuesioner kepada anak usia dini berumur 3-6 tahun pada beberapa aplikasi doa-doa harian bahwa pada penerapannya aplikasi tersebut

Dengan demikian harta pewarisan yang pada awalnya adalah merupakan Pusaka Rendah akan menjadi Pusaka Tinggi bila diwariskan berdasarkan sistem matrilineal yang dianut

Kanunî’nin 1548 yılında İran üzerine düzenlediği seferin tarihini kendi ifadesiyle “Rüstem Paşa’nın teveccühüne nail olabilmek” maksadıyla kaleme alan

Berdasarkan hasil model design lereng pada section NE akan stabil jika menggunakan nilai sudut overall slope sebesar 44 o yang digambarkan pada Gambar 6. Nilai overall slope

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kelimpahan berkat, kasih, dan cintaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

Menurut penulis memang kebijakan-kebijakan ini lebih kepada untuk pemerintah Indonesia tetapi dengan adanya kebijakan ini dapat dimanfaatkan oleh Bumbu Desa dalam melakukan

Tulisan ini mencoba melihat bagaimana Foxconn berkembang dari perusahaan lokal hingga mengalami internasionalisasi dan berhasil menjadi salah satu perusahaan