• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi GAMBARAN KARAKTERISTIK LUKA DAN PERAWATANNYA DI KLINIK PERAWATAN LUKA GRIYA AFIAT MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi GAMBARAN KARAKTERISTIK LUKA DAN PERAWATANNYA DI KLINIK PERAWATAN LUKA GRIYA AFIAT MAKASSAR"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

GAMBARAN KARAKTERISTIK LUKA DAN PERAWATANNYA DI KLINIK PERAWATAN LUKA GRIYA AFIAT MAKASSAR

Skripsi ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh : MOH GIFARI S

C12114318

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

i Lembar Pengesahan

(3)

ii KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas peneliti lafaskan kecuali ucapan puji dan syukur kehadirat Allah subhanahwataalaatas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Gambaran Karakteristik Luka dan Perawatannya di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar”, yang merupakan persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penyusunan proposal ini tentunya menuai banyak hambatan dan kesulitan sejak awal hingga akhir penyusunannya. Namun berkat bimbingan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak akhirnya hambatan dan kesulitan yang dihadapi peneliti dapat diatasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua peneliti yang tercinta, Ayahanda Bahtiar dan Ibunda Rosmini Y. Paliba serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil selama kuliah hingga penyusunan proposal ini. Pada kesempatan ini juga perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Ibu Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK Unhas.

(4)

iii 2. Bapak Dr. Takdir Tahir, S.Kep, Ns., M.Kes dan Bapak Nuurhidayat Jafar, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing satu dan dua yang senantiasa memberi masukan dan arahan-arahan dalam penyempurnaan proposal ini.

3. Bapak Saldy Yusuf, S.Kp., Ns., MHS, ETN dan Bapak Moh. Syafar Sangkala, S.Kep., Ns., MANP. selaku penguji yang memberikan banyak masukan dan arahan demi penyempurnaan proposal ini.

4. Staf di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar yang membantu dalam penyusunan proposal

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Makassar.

6. Ika Julianty A. sebagai orang terdekat yang senantiasa memberikan semangat, dukungan dan motivasi dalam segala hal terkait penyusunan proposal ini 7. Saudara-saudaraku MBS SMAN 1 Bunobogu (Azwar, Moh. Gufran, Herman

Apriansyah, Firmansyah) atas dukungan dan supportnya.

8. Teman-teman angkatan 2014 “CRAN14L” terima kasih atas dukungan, motivasi, dan bantuannya kepada peneliti setiap saat.

9. Saudaraku “The Boys Cran14al” yang selalu menyemangati dan memotivasi untuk mengerjakan proposal (Bahri, Ade Syamsuryadi, Hakman Asfianto, Ilham Adi Pitra, Andi Muh. Iksan, dan Abdilah Fajrin).

10. Jumratun Tri Novianti dan Dian Safitri Musytari, S.Kg yang senantiasa mendukung dan banyak membantu dalam penyusunan proposal ini

(5)

iv 11. Teman-teman KKN Profesi Kesehatan Angkatan 56 Kelurahan Tanuntung, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

Dari semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan, peneliti tentunya tidak dapat memberikan balasan yang setimpal kecuali berdoa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Hamba- Nya yang senantiasa membantu sesamanya .

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati peneliti menyadari bahwa peneliti hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan khilaf dalam penelitian dan penyusunan proposal ini, karena sesungguhnya kebenaran sempurna hanya milik Allah SWT semata. Oleh karena itu, peneliti senantiasa mengharapkan masukan yang konstruktif sehingga peneliti dapat berkarya lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata mohon maaf atas segala salah dan khilaf.

Makassar, Oktober 2017

Moh. Gifari S

(6)

v ABSTRAK

Moh. Gifari S. C12114318. GAMBARAN KARAKTERISTIK LUKA DAN

PERAWATANNYA DI KLINIK PERAWATAN LUKA GRIYA AFIAT MAKASSAR, dibimbing oleh Takdir Tahir dan Nuurhidayat Jafar. (xii + 78 + 18 tabel + 2 bagan + 6 lampiran)

Latar Belakang: Luka didefinisikan sebagai rusaknya kesatuan / komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Luka dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu luka akut dan luka kronik. Angka kejadian luka yang terus meningkat dari tahun ketahun akan menjadi masalah yang besar jika tidak di imbangi oleh pengetahuan perawat tentang luka dan bagaimana cara perawatannya. Pengenalan karakteristik luka yang terdiri dari 13 item BJWAT dan perawatannya yakni jenis dressinf dan cleansing dapat membantu perawat untuk meningkatkan pengetahuannya terkait penanganan luka.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran karakteristik luka dan perawatannya di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar.

Metode: rancangan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Retrospektif. Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling dengan total sampel sebanyak 145 responden. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan data sekunder yaitu catatan rekam medik pasien pada kunjungan pertama dan terakhir di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar.

Hasil: Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyakan pasien yang berkunjung ke klinik perawatan luka adalah perempuan sebanyak 59.3% (86 orang), dengan jenis luka kebanyakan adalah luka kronik sejumlah 86.2% (125 orang). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor BJWAT dengan skala 21-40 dari 59.3% (86 orang) menjadi 33.8% (49 orang) dengan rata-rata waktu perawatan 62 hari dan rata-rata jumlah kunjungan 12 kali kunjungan. Jenis dressing yang digunakan kebanyakan adalah Topical Cream dan Hydrogel sebagai dressing primer, Non Adherent Dressing sebagai dressing sekunder, serta Haft dan Hipafix sebagai dressing tersier.

Sementara jenis Cleansing yang paling banyak di temukan dalam penelitian ini adalah NaCl 0.9%

dan Air Mineral Botol.

Kesimpulan dan Saran: karakteristik luka sangat penting untuk di nilai agar dapat diketahui kondisi luka yang semakin membaik atau malah semakin memburuk. Oleh karena itu penting bagi seorang perawat memahami cara menilai karakteristik luka dan perawatan luka.

Kata Kunci: Wound Assessment; Wound Care; Diabetic Food Ulcer Kepustakaan: 29 kepustakaan (2007-2017)

(7)

vi ABSTARCT

Moh. Gifari S. C12114318. DESCRIPTION OF WOUND CHARACTERISTIC AND THEIR TREATMENT AT GRIYA AFIAT’S WOUNDCARE CLINIC MAKASSAR. Guided by Takdir Tahir and Nuurhidayat Jafar. (XII + 78 Pages + 18 Tables + 2 Charts + 6 Attachments)

Background: Wound is defined as the destruction of the tissue which is specially as the damaged of some substance or missing tissue. Wound can be divided as an acute wound and chronic wound.

The rate of wound always increase every years and it can be a big problem if there’s not balanced with nurse’s knowledge about wound and their treatment. The introduction of wound characteristic consist of 13 item in BJWAT, dressing cleansing can help nurses to improve their knowledge about woundcare.

Purpose: This research aim to find out the description of wound characteristic and their treatment at Griya Afiat’s Woundcare Clinic Makassar.

Method: This research use Quantitative Design with Retrospective Design. Sampling technique used in this research is Total Sampling with the number of samples is 145 respodents. Collective data in this research based on patient’s medical record at the first and the last visit in Griya Afiat’s Woundcrae Clinic Makassar.

Result: This research found that the majority of patient’s who visite woundcare clinic is woman as many as 59.3% (86 peoples), with the most type of wound is chronic as many as 86.2% (125 people).

This research also showed that there was a decrease of BJWAT score by 21-40 scale from 59.3%

(86 peoples) to 33.8% (49 peoples) with average treatment time is 62 days and the average of number visits 12 visits. The most type of dressing was Topical Cream and Hydrogel as primary dressing, Non Adherent Dressing as secondary dressing, and hypafix as tertiary dressing. While the most common type of Cleansing found in this study was 0.9% NaCl and Bottled Mineral Water.

Conclusions and Suggestions: The value of wound characteristic is very important to know the condition of wound is getting better or worse. Therefore it’s important for a nurse to understand how to assess wound characteristic and their treatment.

Keyword: Wound Assessment; Wound Care; Diabetic Food Ulcer Literature: 29 Literatures (2007-2017)

(8)

vii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR BAGAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Definisi Luka ... 7

B. Jenis Luka ... 7

C. Etiologi Luka ... 10

D. Fisiologi Penyembuhan luka ... 11

E. Karakteristik Luka ... 15

F. Perawatan luka ... 20

G. Jenis penyembuhan luka ... 29

H. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka ... 31

BAB III KERANGKA KONSEP ... 36

A. Kerangka Konsep ... 36

BAB IV METODE PENELITIAN ... 37

A. Rancangan Penelitian ... 37

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

(9)

viii

D. Alur Penelitian ... 39

E. Variabel Penelitian ... 40

F. Instrumen Penelitian ... 44

G. Etika Penelitian ... 46

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 65

C. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

Lampiran ... 78

(10)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ... 8

Gambar 2.2 ... 9

Gambar 2.3 ... 9

Gambar 2.4 ... 10

Gambar 2.5 ... 12

Gambar 2.6 ... 13

Gambar 2.7 ... 14

Gambar 2.8 ... 15

Gambar 2.9 ... 22

Gambar 2.10 ... 23

Gambar 2.11 ... 23

Gambar 2.11 ... 29

Gambar 2.11 ... 30

Gambar 2.11 ... 31

(11)

x DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 ... 36 Bagan 4.1 ... 39

(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Luka ... 49 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jumlah Kunjungan dan Lama Perawatan ... 49 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ukuran Luka Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 50 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kedalaman Luka Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 51 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tepi Luka Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 52 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Goa Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 53 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tipe Jaringan Nekrosis Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 54 Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Karakteristik Jumlah Jaringan Nekrosis Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 55 Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tipe Eksudat Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 56 Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Jumlah Eksudat Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 57 Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Karakteristik Warna Kulit Sekitar Luka Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 58 Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Karakteristik Jaringan Yang Edema Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 59

(13)

xii Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pengerasan Jaringan Tepi Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 60 Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Karakteristik Jaringan Granulasi Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 60 Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Karakteristik Jaringan Epitelisasi Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir ... 61 Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Skor Penilaian Karakteristik Luka Menggunakan BJWAT Pada Kunjungan Awal dan Kunjungan Akhir... 62 Tabel 5.17. Distribusi Frekuensi Jenis Dressing Pada Kunjungan Awal dan akhir... 63 Tabel 5.18. Distribusi Frekuensi Jenis Cleansing Pada Kunjungan Awal dan akhir... 64

(14)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian Lampiran 2. Master Tabel Penelitian Lampiran 3. Hasil Analisa Data Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

Lampiran 5. Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Luka sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia.

Setiap manusia pasti pernah mengalami yang namanya luka entah itu luka ringan, sedang maupun berat.

Hasil identifikasi catatan kesehatan selama 5 tahun terakhir yang berasal dari 59 pusat rawat jalan di 18 negara bagian USA menyebutkan bahwa kebanyakan pasien yang menderita luka adalah laki-laki dengan jumlah 52,3% dan rata-rata usia 61,7 tahun. Lebih dari 1,6% pasien meninggal dalam pelayanan atau dalam waktu 4 minggu sejak kunjungan terakhir. Hampir dua pertiga luka sembuh (65,8%) dengan waktu rata-rata untuk sembuh 15 minggu dan 10% luka membutuhkan waktu 33 minggu atau lebih untuk sembuh (Fife, Carter, Walker, & Thomson, 2012).

Sementara di Indonesia itu sendiri, tingginya prevalensi penderita diabetes menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara Diabetes Melitus (DM) teratas. Hasil penelitian yang dilakukan di klinik endokrin rawat jalan pada beberapa rumah sakit daerah yang ada di Indonesia bagian timur menyebutkan bahwa dari 249 orang yang terdaftar, ditemukan prevalensi faktor risiko luka kaki diabetik sebesar 55,4%. Sementara itu prevalensi luka kaki diabetik itu sendiri sebesar 12% (Yusuf, et al., 2016)

Kecenderungan prevalensi luka kronis yakni DM mengalami peningkatan dari tahun 2007 yakni 1,1% menjadi 2,1% pada tahun 2013.

(16)

2 Beberapa provinsi yang juga mengalami peningkatan prevelensi DM antara lain Maluku (0,5% menjadi 2,1%), Sulawesi Selatan (0,8% menjadi 3,4%), dan Nusa Tenggara Timur (1,2% menjadi 3,3%). Sementara provinsi di indonesia dengan prevelensi DM cenderung menurun antara lain Papua Barat dan Nusa Tenggara Barat. Sementara luka akut menempati urutan ketiga terbanyak yang dialami penduduk Indonesia diantaranya luka lecet/memar (70,9%), terkilir (27,5%) dan luka robek (23,2%). Sedangkan di daerah sulawesi selatan sendiri kebanyakan kasus luka akut yang di temukan adalah luka lecet/memar yaitu sebesar 74,6% di susul oleh luka robek sebesar 24,3% (Kemenkes, 2013). Berdasarkan hasil pemeriksaan di RSUP Dr. M. Djamil, dari 100 kunjungan luka, tercatat distribusi jenis luka dan lokasi terbanyak pada korban meninggal yaitu jenis luka terbanyak yaitu luka lecet sebanyak 54 (39,2%) kasus pada bulan Juli 2010 – Juni 2011. Lokasi luka terbanyak pada daerah kepala yakni 64 (46,4%).

Sedangkan pada bulan Juli 2011 – Juni 2012 tercatat luka lecet sebanyak 63 (44,8%) kasus dengan lokasi luka terbanyak pada daerah kepala sebanyak 53 (37,6%) (Riandini, Susanti, & Yanis, 2015).

Setiap luka baik itu luka akut maupun luka kronik pasti akan selalu melibatkan yang namanya kulit dalam berbagai hal entah itu melalui pembedahan, skin graft, maupun trauma. Ketika seorang perawat atau tenaga kesehatan melakukan perawatan terhadap luka, terlebih dahulu harus diteliti dengan seksama kondisi atau integritas kulit pasien tersebut

(17)

3 (Maryunani, 2015). Oleh karena itu perawatan luka harus berlandaskan pada pengetahuan dasar yang komperhensif terhadap struktur dan fungsi kulit.

Dalam perawatan luka di kenal dua teknik dasar yang sering di terapkan untuk merawat luka yaitu teknik steril dan teknik bersih. Teknik steril lebih cenderung ke penggunaan alat yang telah di sterilkan baik dengan alat sterilisasi maupun dari pabrik tempat alat tersebut diproduksi.

Sedangkan teknik bersih lebih cenderung ke penggunaan alat yang sudah cukup dengan keadaan yang bersih tanpa perlu di sterilisasi terlebih dahulu (Semer, 2013).

Seiring dengan perkembangan zaman, di kenal teknik perawatan konvensional dan teknik perawatan luka modern. Teknik rawat luka modern lebih efektif daripada konvensional yang di buktikan dengan penelitian yang dilakukan Nontji (2015) tentang Teknik Perawatan Luka Modern dan Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 dan Interleukin 6 Pada Pasien Luka diabetik. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa balutan luka modern dapat meransang faktor pertumbuhan dan sitokin untuk mempercepat penyembuhan luka. Selain itu juga Fife dalam penelitiannya menyatakan bahwa setengah dari luka yang disembuhkan hanya dengan penggunaan perawatan luka lembab (50,8%) dan tanpa perlu menggunakan terapi lanjutan (Fife, Carter, Walker, & Thomson, 2012).

Uraian tersebut melatarbelakangi peneliti untuk mengamati karakteristik luka dan perawatannya yang di lakukan oleh tenaga kesehatan secara mendalam. Penelitian ini merupakan salah satu dari tiga rangkaian

(18)

4 penelitian terintegrasi yang di lakukan di wilayah Makassar yakni RS.

Wahidin Sudirohusodo, ETN Centre, dan Klinik Griya Afiat Makassar.

Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengamati cara perawatan luka di klinik dan non klinik yang ada di wilayah makassar. Fakta bahwa masi sangat kurangnya penelitian yang membahas tentang karakteristik luka serta perawatannya yang di lakukan oleh para peneliti di dunia terlebih lagi di Indonesia menarik minat peneliti untuk melalukan penelitian tentang karakteristik luka, jenis Dressing dan jenis Cleansing yang sering di gunakan dalam perawatan luka. Oleh karena itu penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya dalam mengamati karakteristik luka.

Penelitian ini juga dapat menjadi pengetahuan tentang jenis Dressing dan jenis Cleansing yang paling sering di gunakan dalam perawatan luka modern. Poin yang akan diamati adalah karakteristik luka yang di observasi dengan Bates-Jensen Wound Assessment Tool yang berisikan 13 karakteristik luka yang meliputi ukuran luka, kedalaman, tepi luka, goa, tipe jaringan nekrosis, jumlah jaringan nekrosis, tipe eksudat, jumlah eksudat, warna kulit di sekitar luka, jaringan udem, pengerasan jaringan tepi, jaringan granulasi, dan epitelisasi. Selain karakteristik luka, peneliti juga mengamati jenis Dressing dan jenis Cleansing yang digunakan dalam perawatan luka.

(19)

5 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini di lakukan untuk mengetahui bagaimana “Gambaran Karakteristik Luka dan Perawatannya di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar”

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Gambaran Karakteristik Luka dan Perawatan yang di laukan oleh tenaga kesehatan di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik Responden yang terdiri dari Jenis Kelamin, Jenis Luka, Usia, Lama Perawatan dan Frekuensi Kunjungan

b. Mengidentifikasi skor luka dengan menggunakan penilaian Bates Jensen Wound Assesment Tools 13 item (ukuran luka, kedalaman luka, tepi luka, eksudat, dasar luka, warna kulit di sekitar luka, edema dan Undermining/Tunneling) di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar.

c. Mengidentifikasi karakteristik perawatan dengan menilai jenis Dressing dan jenis Cleansing di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar Makassar.

(20)

6 D. Manfaat Penelitian

1. Untuk mahasiswa

a. Dapat digunakan di bidang penelitian dan pendidikan untuk membantu dalam penelitian lanjutan.

b. Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang kajian tulis ilmiah dan menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.

2. Untuk institusi dan profesi keperawatan

a. Sebagai salah satu literatur untuk bahan pembelajaran tentang gambaran karakteristik luka, baik dalam proses penelitian maupun melatih cara berpikir dari mahasiswa mengenai gambaran karakteristik tersebut.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar pengetahuan dalam pengembangan ilmu keperawatan serta referensi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk pasien luka.

3. Untuk masyarakat

Masyarakat memperoleh bahan baca untuk menambah pengetahuan baru terkait segala sesuatu yang berhubungan dengan luka.

(21)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Luka

Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka bisa diklasifi kasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan (Kartika, 2015).

Selain itu juga luka didefinisikan sebagai rusaknya kesatuan / komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang (Maryunani, 2015)

B. Jenis Luka

Luka di bedakan menjadi dua berdasarkan waktu penyembuhannya yaitu luka akut dan luka kronis. Luka akut yaitu luka yang baru dan penyembuhannya berlansung kurang dari beberapa hari. Sedangkan luka kronis dapat didefinisikan sebagai luka yang karena beberapa alasan sehingga proses penyembuhannya terhambat. Luka kronis dapat berlangsung selama beberapa minggu atau berbulan-bulan bahkan tahunan tergantung penanganan dari luka tersebut (Semer, 2013).

Luka dapat di bedakan berdasarkan kecenderungan dan derajat kontaminasi luka, yaitu Luka bersih, Luka bersih-terkontaminasi, Luka terkontaminasi, Luka kotor atau terinfeksi (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

(22)

8 1. Luka bersih, merupakan luka yang tidak terinfeksi, terdapat proses inflamasi yang sangat minimal dan tidak mengenai saluran nafas, saluran cerna, saluran genitalia, dan saluran kemih. Luka bersih terutama terdapat pada luka tertutup.

2. Luka bersih-terkontaminasi, merupakan luka bedah yang telah mengenai saluran nafas, saluran cerna, saluran genitalia, dan saluran kemih. Luka tersebut tidak memperlihatkan tanda infeksi.

3. Luka terkontaminasi, merupakan luka terbuka, baru, akibat kecelakaan, dan luka pembedahan yang tidak di lakukan dengan teknik steril atau adanya sejumlah besar rembesan dari saluran cerna. Luka terkontaminasi memperlihatkan terjadinya proses inflamasi.

4. Luka kotor atau terinfeksi, merupakan luka yang berisi jaringan mati dan luka yang memperlihatkan tanda-tanda infeksi klinis seperti drainase purulen

Berdasarkan kedalam dan luasnya luka di bagi menjadi stadium I s/d stadium IV (Maryunani, 2015)

1. Stadium I : Luka superfisial “Non-Blanching Erithema”

Yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

Gambar 2.1 luka stadium I (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

(23)

9 2. Stadium II : Luka “Partial Thickness”

Yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis atau bagian atas dari dermis tetapi tidak melintasinya. Tanda klinis dari luka stadium II antara lain abrasi, blister atau lubang yang dangkal, lembab dan nyeri.

Gambar 2.2 luka stadium II (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011) 3. Stadium III : Luka “Full Thickness”

Yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan epidermis, dermis dan subkutan tetapi belum melewatinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jarigan sekitarnya. Bisa meliputi jaringan nekrotik atau infeksi.

Gambar 2.3 luka stadium III (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

(24)

10 4. Stadium IV : Luka “Full Thickness”

Yaitu luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.

Gambar 2.4 luka stadium IV (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011)

C. Etiologi Luka

Beberapa etiologi dari luka menurut (Maryunani, 2015) di antaranya : 1. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu

tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

2. Luka abrasi / babras / lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Biasa terjadi pada kulit dan tidak sampai jaringan subkutis.

3. Luka robek / laserasi, biasanya terjadi akibat benda tajam atau benda tumpul. Seringkali meliputi kerusakan jaringan yang berat, sering menyebabkan perdarahan yang serius dan berakibat syok hipovolemik.

4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

(25)

11 Walaupun perdarahan nyata seringkali sedikit, kerusakan jaringan internal dapat sangat luas. Luka bisa mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan adanya benda asing pada tubuh.

5. Luka tembak, yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. Luka ini biasa disebabkan oleh peluru.

6. Luka gigitan, biasanya di sebabkan oleh gigitan binatang mau pun gigitan manusia. Biasanya kecil namun dalam dan dapat menimbulkan komplikasi infeksi berat.

7. Luka avulsi, yaitu luka yang di sebabkan oleh terkelupasnya sebagian jaringan bawah kulit tetapi sebagian masih terhubung dengan tubuh.

8. Luka hancur, sulit di golongkan dalam salah satu jenis luka. Luka hancur seringkali berujung pada amputasi.

D. Fisiologi Penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang secara normal akan terjadi kepada setiap individu yang mengalami luka. Artinya secara alami tubuh yang sehat mempunyai kemampuan untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Setiap terjadi luka, secara alami mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional yang sama dengan keadaan sebelumnya (Maryunani, 2015)

(26)

12 Gambar 2.5 Grafik fase penyembuhan luka mulai dari fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi (Bryant & Nix, 2016)

Penyembuhan luka secara umum akan melalui tiga proses penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi / remodeling (Maryunani, 2015).

1. Fase inflamasi:

Fase inflamasi hanya berlansung selama 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi. Fase ini merupakan respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang menyebabkan rusaknya jaringan lunak. Dalam fase ini pendarahan akan di hentikan dan area luka akan dibersihkan dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan proses penyembuhan. Pada fase ini akan berperan pletelet yang berfungsi hemostasis, dan lekosit serta makrofag yang mengambil fungsi fagositosis. Tercapainya fase inflamasi dapat di tandai dengan adanya eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlansung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

(27)

13 Gambar 2.6 Fase Inflamasi (Wiley & Sons, 2013)

2. Fase proliferasi atau epitelisasi

Fase ini merupakan lanjutan dari fase inflamasi. Dalam fase proliferasi terjadi perbaikan dan penyembuhan luka yang ditandai dengan proliferasi sel. Yang berperan penting dalam fase ini adalah fibroblas yang bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Selama proses ini berlansung, terjadi proses granulasi dimana sejumlah sel dan pembuluh darah baru tertanam di dalam jaringan baru.

Selanjutnya dalam fase ini juga terjadi proses epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal.

(28)

14 Gambar 2.7 Fase Proliferasi (Maryunani, 2015)

3. Fase maturasi atau remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah terjadi luka dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Dalam fase ini terjadi penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang lebih kuat dan bermutu. Sintesa kolagen yang telah dimulai pada fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase.

Penyembuhan akan tercapai secara optimal jika terjadi keseimbangan antara kolagen yang di produksi dengan kolagen yang dipecahkan Kelebihan kolagen pada fase ini akan menyebabkan terjadinya penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar. Sedangkan produksi kolagen yang terlalu sedikit juga dapat mengakibatkan turunnya kekuatan jaringan parut sehingga luka akan selalu terbuka.

(29)

15 Gambar 2.8 Fase maturasi atau remodelling (Wiley & Sons, 2013)

E. Karakteristik Luka

Karakteristik luka dapat di lihat dari lokasi, bentuk, ukuran, kedalaman, tepi, Undermining/Tunneling, karakteristik jaringan nekrotik, eksudat, warna kulit di sekitar luka, edema, indurasi, karakteristik lain, jaringan granulasi, dan epitelisasi (Sussman & Jensen, 2007).

1. Lokasi

Lokasi luka merupakan tempat terjadinya luka pada anatomi tubuh si pasien. Lokasi luka perlu di ketahui untuk memprediksi penyembuhan luka. Lokasi luka telah terbukti mempengaruhi penyembuhan. Namun, lokasi spesifik mana yang menguntungkan atau merugikan penyembuhan masih harus ditentukan.

(30)

16 2. Bentuk

Untuk luka yang akan sembuh, akan sering berubah bentuk dan mungkin akan berbentuk lebih teratur, bentuk melingkar atau oval.

Bentuk luka dianggap lebih membantu untuk menentukan ukuran keseluruhan luka. Bentuk luka ditentukan dengan mengevaluasi perimeter luka. Bentuk luka dilapisi dengan kontraksi luka. Kontraksi luka bisa terlihat saat area permukaan luka terbuka berkurang dan saat bentuk luka berubah

3. Ukuran

Ukuran luka dapat di artikan sebagai luas permukaan luka si pasien.

Luas permukaan dapat dilihat dengan mengalikan panjang dengan lebar.

Metode yang paling umum digunakan dalam menentukan ukuran adalah mengukur (dalam cm) aspek terpanjang dan tegak lurus dari permukaan luka yang terlihat. Hal ini dapat menjadi sulit untuk ditentukan dalam mengukur ukuran pada beberapa luka, karena tepi luka mungkin sulit untuk diketahui atau tepinya mungkin tidak teratur.

4. Kedalaman

Merupakan ukuran dasar luka ke permukaan luka. Mengukur kedalaman luka dapat dengan menggunakan aplikator yang berujung katun/kapas. Masukkan aplikator di bagian terdalam dari luka dan tandai aplikator dengan pulpen, dan ukur jarak dari ujung yang ditandai, dengan menggunakan panduan pengukuran metrik.

(31)

17 5. Tepi

Tepi luka merupakan daerah dimana jaringan normal menyatu dengan dasar luka. Tepi luka menunjukkan beberapa karakteristik luka yang paling penting. Saat menilai tepi luka, lihat bagaimana penamakan dari luka tersebut.

6. Undermining/Tunneling

Undermining/Tunneling merupakan hilangnya jaringan dibawah permukaan kulit yang utuh. Undermining didefinisikan sebagai pengikisan dibawah tepi luka, dan tunneling didefinisikan sebagai sebaris dari jalur bidang yang mengarah ke saluran sinus. Undermining biasanya melibatkan jaringan subkutan dan mengikuti jalur bidang disamping luka. Tunneling biasanya melibatkan persentase kecil dari margin luka: sempit dan cukup panjang dan tampaknya memiliki tujuan.

7. Karakteristik jaringan nekrotik

Nekrosis didefinisikan sebagai jaringan devisa yang mati. Dapat berwarna hitam, coklat, abu-abu, atau kuning. Tekstur bisa kering dan kasar, lembut, lembab, atau berserabut. Karakteristik jaringan nekrotik meliputi tampilan, warna, konsistensi. Bau bisa ada atau tidak ada.

Banyak tenaga kesehatan yang salah menilai jaringan nekrotik.

Terkadang merreka menilai jaringan kuning dan putih sebagai jaringan nekrotik padahal tidak selamanya seperti itu. Jaringan kuning bisa berupa lemak kuning yang sehat, membran reticular dermis, atau tendon. Jaringan putih bisa berupa jaringan ikat, fasia, atau ligamen.

(32)

18 8. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang terdapat pada luka. Untuk menilai jumlah eksudat di luka, amati dua area yakni luka itu sendiri dan balutan yang digunakan pada luka. Amati luka untuk menilai kelembaban yang ada. Sebelum menilai jenis eksudat, bersihkan luka dengan NaCl atau air putih secara normal dan evaluasi eksudat segar. Pilih jenis eksudat yang dominan di luka, sesuai warna dan konsistensi.

9. Warna Kulit di Sekitar luka

Warna kulit di sekitar luka dapat mengindikasikan luka lebih lanjut dari tekanan, gesekan, atau gunting. Karakteristik Kulit di Sekitar luka sering merupakan indikasi pertama yang menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Yang paling sering ditemukan dalam pengamatan kulit disekitar luka adalah eritema. Eritema didefinisikan sebagai kemerahan atau kehitaman pada kulit, dibandingkan dengan kulit di sekitarnya. Eritema setelah trauma disebabkan oleh pecahnya venula dan kapiler kecil atau mungkin disebabkan oleh aliran darah masuk untuk memulai proses peradangan.

10. Edema

Edema merupakan pembengkakakan yang terjadi pada luka dan sekitarnya. Kaji jaringan dalam 4 cm tepi luka. Kenali edema dengan menekan jari ke dalam jaringan dan tunggu selama 5 detik. Saat melepaskan tekanan, jaringan gagal untuk kembali ke posisi normal, dan lekukan muncul. Ukur seberapa jauh edema melampaui tepi luka.

(33)

19 11. Indurasi

Indurasi adalah ketegasan jaringan yang abnormal dengan margin.

Indurasi dapat menjadi tanda kerusakan yang akan terjadi pada jaringan.

Seiring dengan perubahan warna kulit, indurasi merupakan pertanda trauma jaringan akibat tekanan lebih lanjut. Raba dimana indurasi dimulai dan dimana ia berakhir. Raba dari jaringan sehat, bergerak menuju tepi luka. Biasanya terasa sedikit ketegasan pada tepi luka itu.

Jaringan normal terasa lembut dan kenyal sedangan indurasi terasa keras dan tegas saat disentuh.

12. Karakteristik lain

Karakteristik lain yang dapat dievaluasi pada jaringan disekitarnya termasuk maserasi dan perdarahan. Maserasi didefinisikan sebagai pelunakan pada jaringan ikat. Jaringan maserasi kehilangan pigmentasi dan bahkan pigmen kulit yang gelap terlihat pucat. Jaringan yang melemah ini sangat rentan terhadap trauma, menyebabkan kerusakan dari jaringan maserasi dan pembesaran luka.

13. Jaringan granulasi

Jaringan granulasi adalah penanda dari kesehatan luka. Itu adalah tanda fase proliferatif dari penyembuhan luka dan biasanya akhir dari penutupan luka. Jaringan granulasi berkembang dari pembuluh darah kecil dan jaringan ikat ke rongga luka. Jaringan granulasi itu sehat jika cerah, berdaging merah, mengkilap dan granular dengan penampilan seperti beludru.

(34)

20 14. Epithelization

Epithelization adalah proses pelepasan epidermal dan muncul sebagai kulit merah muda atau merah. Epithelization mungkin pertama diperhatikan selama fase peradangan atau fase proliferasi dari penyembuhan sebagai jaringan merah muda yang berpigmen ringan, bahkan pada individu dengan kulit berwarna gelap. Banyak orang membingungkan jaringan parut pink terang atau kulit baru sebagai eritema. Pada luka dengan ketebalan parsial, sel epitel dapat berpindah dari tempat di permukaan luka atau dari tepi luka, atau keduanya. Pada luka dengan ketebalan penuh, pelepasan epidermal terjadi dari tepi saja, biasanya setelah luka hampir sepenuhnya terisi dengan jaringan granulasi

F. Perawatan luka

Dalam perawatan luka di kenal dua teknik dasar yang sering di terapkan untuk merawat luka yaitu teknik steril dan teknik bersih. Teknik steril merupakan teknik di mana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang telah disterilkan sehingga tidak ada bakteri atau partikel virus yang menempel di permukaannya. Beberapa contoh peralatan steril antara lain peralatan yang telah di sterilkan dengan Autoklaf untuk digunakan di ruang operasi serta beberapa peralatan medis yang telah di sterilkan dan dibungkus dengan baik dari pabrik sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan luar yang tidak steril. Sedangkan teknik bersih adalah teknik dimana tenaga kesehatan memakai peralatan dan bahan yang tidak memerlukan perlakukan yang seksama seperti memperlakukan instrumen

(35)

21 steril. Cukup dengan peralatan yang telah di bersihkan dengan alkohol tanpa harus di masukkan ke Autoklaf terlebih dahulu (Semer, 2013).

Seiring dengan perkembangan zaman, di kenal teknik perawatan konvensional dan teknik perawatan luka modern. Teknik rawat luka modern lebih efektif daripada konvensional yang di buktikan dengan penelitian tentang Teknik Perawatan Luka Modern dan Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 dan Interleukin 6 Pada Pasien Luka diabetik. Dalam penelitian ini diamati peningngkatkan perubahan faktor pertumbuhan dan sitokin, terutama interleukin. Proses penyembuhan luka dipengaruhi faktor pertumbuhan dan sitokin, hal ini akan dirangsang oleh pembalutan luka.

teknik pembalutan luka modern (Kalsium alginat) dapat menyerap luka drainase, non oklusive, non adhesif, dan debridement autolitik (Nontji, Hariati, & Arafat, 2015).

Kartika (2015) menjelaskan dalam tulisannya tentang Pengkajian Luka:

1. Status nutrisi pasien: BMI (body mass index), kadar albumin 2. Status vaskuler: Hb, TcO2

3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang lain

4. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya 5. Kondisi luka:

a. Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka b. Eksudat dan bau

(36)

22 c. Warna dasar luka: Dasar pengkajian berdasarkan warna: slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink).

1) Luka dasar merah:

Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembap, mencegah trauma/perdarahan serta mencegah eksudat.

Gambar 2.9 Luka dengan warna dasar merah tua atau terang dan selalu tampak lembap merupakan luka bersih dengan banyak vaskulerisasi, karenanya luka mudah berdarah (Kartika, 2015)

2) Luka dasar hitam:

Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolisis debridement agar luka berwarna merah, kontrol eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi/menghindari kejadian infeksi.

(37)

23

Gambar 2.10 Luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan nekrosis, merupakan jaringan avaskuler (Kartika, 2015)

3) Luka dasar kuning:

Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna kuning, yaitu pembersihan jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis debridement maupun dengan pembedahan.

Gambar 2.11 Luka dengan warna dasar kuning/kuning kecoklatan/kuning kehijauan/kuning pucat adalah jaringan nekrosis merupakan kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskuler (Kartika, 2015)

Maryunani (2015) menjelaskan dalam tulisannya tentang macam-mcam dressing primer antara lain gauze/kasa kering, kassa anti lengket, balutan

(38)

24 kering anti lengket yang dilapisi transparant film, balutan post operasi, transparant film, hydrogels, calcium alginate, hydrocellulosa, hydrocolloid, foam, Balutan hidropobik, silver dressing, tulle grass dengan antiseptic, tule grass dengan antibiotic, dan zinc cream.

1. Guaze/kassa kering

Merupakan merupakan jenis balutan dengan susunan material yang terdiri dari katun, rayon, dan/atau polyster. Kassa biasanya di sediakan dalam bentuk bersih atau dapat juga di sterilkan terlebihdahulu dengan alat sterilisasi. Balutan kassa dapat menyerap eksudat dengan jumlah minimal hingga banyak. Materialnya dapat berfungsi sebagai bahan penampung. Balutan kassa biasa di gunakan pada luka yang terinfeksi dengan eksudat sedikit atau banyak. Balutan ini juga dapat digunakan untuk luka berongga atau memiliki terowongan.

2. Kassa anti lengket

Balutan ini tersusun atas berbagai balutan anti lengket berbahan rayon sintesis. Lapisan atasnya biasanya non woven sehingga bakteri tidak dapat masuk dan eksudat tidak tembus keluar balutan. Balutan ini biasa digunakan pada luka superfisial dengan eksudat sedang, luka bakar, dan luka post operasi.

3. Balutan kering anti lengket yang dilapisi transparant film

Biasanya tersusun oleh transparant film polyster perforasi tipis yang direkatkan pada absorbent berbahan katun atau acrylic. Balutan ini

(39)

25 seringkali digunakan ssebagai lapisan yang kontak dengan balutan pelindung.

4. Balutan post-operasi

Balutan ini biasanya mengkombinasikan balutan primer antara lain katun dan/atau acrylic, dan balutan sekunder atau lapisan luar untuk merekatkan balutan. Jenis balutan ini merupakan jenis balutan steril.

Balutan ini biasa digunakan pada luka dengan eksudat sedikit. Dengan balutan ini pasien dapat mandi tanpa perlu khawatir terhadap lukanya.

5. Trasparant film

Balutan ini memiliki komposisi clear polyurethane yang disertai perekat adhesive atau tidak adhesive. Jenis balutan ini digunakan untuk jenis luka yang rentan terkena air. Selain untuk melindungi dari paparan air, balutan ini juga dapat melindungi luka dari bakteri dan jamur dengan tetap menjaga sirkulasi udara disekitar luka.

6. Hydrogels

Merupakan suatu jenis koloid yang terdiri dari polymer dalam bentuk air, tetapi tidak terlarut. Hydrogels dapat berfungsi sebagai debridement alami karena dapat membantu proses peluruhan jaringan yang telah mati oleh tubuh si penderita itu sendiri. Secara umum hydrogels terdiri dari dua jenis yaitu hydrogels dressing dan amorphous gel. Hydrogels dressing biasa digunakan untuk luka nekrotik permukaan dan luka bakar derajat II. Sedangkan amorphous gel biasa digunakan untuk luka nekrotik dalam dan luka dalam dengan cairan sedikit.

(40)

26 Dogan, et all (2014), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Sodium Pentahydrate Pentahydrate (NaB) dan Pluronic (Plu) yang mengandung Hydrogel dapat meningkatkan penyembuhan luka kronik.

Aplikasi gel NaB / Plu ditemukan dapat meningkatkan kontraksi luka dan deposisi kolagen di daerah luka. Temuan ini dapat digunakan di klinik dermatologis dan menjadi solusi masa depan untuk luka kronis.

7. Calcium alginate

Balutan ini tersusun oleh ion calsium dan natrium sehingga mempunyai daya larut yang tinggi dan dapat menggantikan ion-ion yang hilang pada luka. Balutan ini berbentuk jalinan serabut yang mirip dengan jalinan bulu domba. Selain menggantikan ion yang hilang pada luka, jenis balutan ini juga dapat menyerap sejumlah cairan yang cukup banyak pada luka. Calsium alginate biasanya di gunakan pada luka dekubitus dengan jumlah cairan banyak, dalam, dan terinveksi. Selain itu juga balutan ini biasa digunakan pada luka superfisial dengan cairan banyak dan pada luka bakar derajat I dan II.

8. Hydrocellulosa

Hidroselulosa merupakan jenis balutan yang terbuat dari selulosa dengan daya serap cairan yang tinggi. Selain itu balutan ini juga dapat lansung mengikat bakteri kedalam seratnya serta mempertahankan cairan luka yang sedang atau banyak. Balutan ini biasa digunakan untuk luka kaki, luka tekan stdium I dan II, luka DM, luka bedah, luka

(41)

27 traumatik, luka bakar yang tidak lebih dari 10% permukaan tubuh, dan penyerapan cairan pada luka kanker.

9. Hydrocolloid

Hidrokoloid biasanya terdiri dari polyurethane film, sodium carboxymethylcellulose, gelatin, pectin, dan elastomers. Jenis balutan ini biasa digunakan pada luka lembab untuk melindungi luka dari trauma atau kontaminasi dari lengkungan sekitar luka yang dapat menyebabkan infeksi. Oleh karena itu balutan ini kurang efektif untuk digunakan pada luka dengan cairan yang banyak. Balutan ini kebanyakan dugunakan pada luka dengan dasar berwarna merah atau granulasi.

10. Foam

Foam tersusun dari polymer atau polyurethane yang mengandung sel- sel berlubang kecil yang mampu menahan cairan dan menariknya dari dasar luka. Balutan ini paling sering digunakan pada luka yang berair/basah walaupun terkadang juga dapat digunakan pada luka lembab.

11. Balutan hidropobik

Balutan ini terdiri dari bahan khusus berupa DACC (Diyalkylacbamoylchloride) yang menyebabkan balutan ini memiliki sifat hidrofobik yang kuat. Balutan mulai sering digunakan dalam perawatan luka saat ini karena kemampuannya yang secara cepat dapat membersihkan cairan luka, pus, debris, bahkan mampu mengangkat

(42)

28 bakteri dan jamur. Dalam pengaplikasiannya, balutan ini biasa di gunakan pada luka inveksi baik partial maupun full thickness, luka post operasi, luka berongga, luka trauma, serta berbagai luka kronik.

12. Silver dressing

Merupakan jenis balutan yang mengandung silver untuk sediaan topikal antimikroba. Balutan ini digunakan untuk membunuh kuman pada luka karena kandungan silver sulphadiazine yang terdapat pada jenis balutan ini mempunyai aktivitas antibakteri yang luas terhadap jasad renik gram positif dan gram negatif.

13. Tulle grass dengan antiseptic

Balutan ini mengandung parafin, petrolatum, dan bahan lain yang berfungsi sebagai antiseptik. Balutan ini dapat memberikan lingkungan yang lembab pada luka den sebagai terapi antiseptik pada luka terkontaminasi atau terinfeksi.

14. Tulle grass dengan antibiotic

Balutan ini terdiri dari kassa katun yang dipadukan dengan salep lanoparaffin yang mengandung framycetin sulphate 1%. Balutan ini biasa digunakan sebagai agent antibakteri untuk organisme yang sensitif terhadap framycetin

15. Zinc cream

Zinc cream merupakan jenis salep yang berfungsi untuk melindungi kulit disekitar luka agar tidak terjadi maserasi. Zinc cream biasa

(43)

29 digunakan untuk semua jenis luka dengan berbagai jenis warna dasar luka.

G. Jenis penyembuhan luka

Luka dapat dijelaskan proses penyembuhannya sesuai dengan jenis atau metode penutupan pada penyembuhan luka (Maryunani, 2015). Jenis penutupan pada luka tersebut antara lain:

1. Primary intention

Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman full ticknes yang di tutup dengan tindakan menjahit, staples, atau perekat. Umumnya penyembuhan luka jenis ini dapat sembuh dengan cepat. Infeksi pada penyembuhan luka jenis ini juga tergolong jarang bahkan tidak ada.

Jaringan granulasi dan jaringan parut pada janis penyembuhan ini juga tergolong sangat sedikit. Contoh jenis penyembuhan primary intention adalah luka insisi bedah

Gambar 2.12 Jenis penyembuhan luka primary intention (Maryunani, 2015)

(44)

30 2. Secondary intention

Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman partial atau full thicknes yang secara sengaja dibiarkan terbuka agar terjadi penyembuhan luka melalui deposisi jaringan granulasi. Umumnya penyembuhan luka jenis ini dapat sembuh dengan sangat lambat. Infeksi juga seringkali ditemukan pada penyembuhan luka jenis ini. Jaringan granulasi dan jaringan parut pada janis penyembuhan ini juga tergolong sangat banyak. Contoh jenis penyembuhan secondary intention adalah ulkus kaki

Gambar 2.13 Jenis penyembuhan luka secondary intention (Maryunani, 2015)

3. Tertiary intention

Biasanya terjadi pada luka dengan kedalaman full thicknes biasanya secara sengaja dibiarkan terbuka untuk mengupayakan debridement atau penurunan edema sampai kondisi optimal terpenuhi untuk penutupan luka aktif. Umumnya penyembuhan luka jenis ini dapat sembuh dengan lambat. Infeksi juga seringkali ditemukan pada penyembuhan luka jenis ini. Jaringan granulasi dan jaringan parut pada

(45)

31 janis penyembuhan ini juga tergolong banyak. Contoh jenis penyembuhan tertiary intention adalah luka insisi terbuka.

Gambar 2.14 Jenis penyembuhan luka tertiary intention (Maryunani, 2015)

H. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Menurut Astuti (2014), stres merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Dari hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa tingkat stres yang dialami oleh para penderita luka diabetes melitus sangat berpengaruh terhadap penyembuhan luka diabetesnya. Stres dapat menimbulkan reaksi terhadap fisik, kognitif, emosi, dan tingkah laku. Dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Tingkat Stres dengan Penyembuhan Luka Diabetes Melitus di Rsud Gunungsitoli Kabupaten Nias Tahun 2013 menyebutkan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan pada 22 orang responden dengan tingkat stres berat sebanyak 7 orang (31,8%), sedang sebanyak 9 orang (40,9%), stres ringan sejumlah 4 orang (18,2%), dan stres normal sebanyak 2 orang (9,1%). Dari 7 orang yang mengalami stres berat keseluruhan dari mereka mengalami penyembuhan luka yang kurang baik. Semantara dari 9 orang yang mengalami stres sedang terdapat 8 diantaranya yang mengalami

(46)

32 penyembuhan luka yang tidak baik. Unruk tingkat stres ringan dari 4 orang yang mengalami stres 1 diantaranya mengalami penyembuhan luka yang kurang baik. Sementara untuk orang yang tingkat stresnya normal terdapat 2 orang dan keduanya mengalami penyembuhan luka yang baik.

Proses penyembuhan luka dapat dihambat atau dipengaruhi secara negatif oleh banyak faktor yang dapat dibagi menjadi faktor sistemik dan lokal. Faktor sistemik antara lain trauma, devisiensi imun, penyakit autoimun, penyakit metabolik, diabetes, malnutrisi dan kekurangan nutrisi, stres psikososial, dan usia. Faktor ini sering mengakibatkan perkembangan luka kronis. Sedangkan faktor lokal antara lain fisik, tekanan lokal, perfusi pembulu darah, dan cacat neurologis (Wild, Rahbarnia, Kellner, Sobotka, &

Eberlein, 2010).

Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka antara lain perawatan yang kurang baik, Osteomylitis kronis, konsumsi tembakau, kanker, malnutrisi, diabetes, obat-obatan, radiasi, dan sirkulasi yang buruk (Semer, 2013).

1. Perawatan yang kurang baik

Banyak luka tidak dapat segera sembuh karena kurang perawatan.

Semua jaringan nekrotik harus dibuang, infeksi di jaringan sekitar ditangani dengan antibiotik, dan penanganan luka yang memadai pun dilakukan.

(47)

33 2. Osteomylitis kronis

Pertimbangkan infeksi di tulang (Osteomylitis kronis), terlebih jika ada kejadian trauma atau patah tulang. Osteomylitis kronis adalah masalah yang serius di negara berkembang. Karena infeksi di tulang mencegah jaringan lunak dan tulang untuk menyembuh, hal tersebut adalah penyebab utama morbiditas pasien yang menderita patah tulang terbuka.

Pasien biasanya memerlukan 6 minggu pengobatan antibiotik dan tulang harus di debridemen supaya penyembuhan dapat berjalan.

3. Konsumsi tembakau

Beberapa orang tidak memperhatikan efek tembakau terhadap penyembuhan luka. Nikotin menurunkan aliran darah dengan menyumbat pembuluh darah kecil. Kapasitas penghantaran oksigen juga mengalami penurunan karena karbonmonoksida. Hal tersebut dapat memperparah kerusakan jaringan yang rusak dan jaringan yang relatif hipoksia seperti tulang.

4. Kanker

Luka yang berlansung lama (beberapa bulan hingga tahun) yang tampak mengkilap dan tidak kunjung sembuhbisa saja ternyata sebuah kanker.

Biasanya luka ini terlihat sedikit berbeda di banding luka terbuka pada umumnya. Tepi meninggi dan tidak beraturan merupakan indikasi adanya kanker. Luka bakar dapat juga berubah menjadi kanker kulit.

Jika ragu, ambil biopsi dari jaringan dan kirimkan ke ahli patologi

(48)

34 anatomi. Kanker harus dieksisi semuanya untuk penyembuhan luka dan mencegah kambuh.

5. Malnutrisi

Malnutrisi adalah masalah yang pelik di daerah tertinggal. Protein dan kalori yang cukup diperlukan dalam proses penyembuhan luka. Vitamin C, A, zat besi, dan zink juga merupakan nutrien penting untuk penyembuhan luka. Jika tersedia, suplemen nutrisi untuk pasien yang kekurangan nutrisi sangat diperlukan.

6. Diabetes

Pasien dengan diabetes memiliki penyembuhan yang lambat. Menjaga kadar gula darah dapat mempercepat penyembuhan luka.

7. Obat-obatan

Perhatikan daftar obat yang dikonsumsi pasien. Steroid dan NSAID dapat mempengaruhi penyembuhan. Vitamin A 25.000 IU/hari oral atau 200.000 IU/8 jam topikal selama 1-2 minggu dapat menggurangi efek steroid.

8. Radiasi

Luka yang terletak di daerah yang pernah mendapat radiasi akan memerlukan waktu yang sangat panjang untuk menyembuh jika terjadi luka. pemberian suplemen vitamin E selama 1-2 minggu (100 - 400 IU/hari) dapat berguna.

(49)

35 9. Sirkulasi yang buruk

Untuk luka di ekstremitas bawah, rasakan pulsasi di sekitar tumit dan kaki. Jika tidak dijumpai pulsasi, pasien tersebut memilliki penurunan aliran darah ke ekstremitas dan luka tidak akan menyembuh.

(50)

36 BAB III

KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep

Dari tinjauan pustaka diatas maka Penelitian ini difokuskan pada Gambaran Karakteristik Luka dan Perawatannya. Dengan demikian maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

Karakteristik Luka A. Ukuran Luka B. Kedalaman Luka C. Tepi Luka

D. Undermining/Tunneling E. Jaringan Nekrotik F. Eksudat

G. Kulit sekitar luka H. Edema

I. Jaringan Granulasi J. Epitelisasi

Karakteristik Perawatan A. Jenis Dressing B. Jenis Cleansing Perawatan

Luka

(51)

37 BAB IV

METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Retrospektif. Dimana pengumpulan data dilakukan berdasarkan data sekunder yaitu catatan rekam medik pasien pada kunjungan pertama dan terakhir di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien yang mendapat perawatan dan terdaftar di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar dengan jumlah kunjungan pada periode Oktober 2014 – September 2017.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Metode pengumpulan sampel dalam penelitian ini adalah Nonprobability Sampling dengan menggunakan teknik Total Sampling

(52)

38 yaitu metode pengambilan sampel dengan jumlah sampel sama dengan jumlah populasi (Sugiyono, 2014). adapun kriteria inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini adalah :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau untuk di teliti (Setiadi, 2013).

Kriteria inklusi dari penelitian ini antara lain:

1) Pasien yang pernah berkunjung dan menjalani perawatan di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar periode Oktober 2014 s/d September 2017 (three year prevalence).

2) Rekam medik yang tercatat sebagai awal dan akhir kunjungan di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar periode Oktober 2014 s/d September 2017

b. Kriteria ekslusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi di karenakan beberapa sebab (Setiadi, 2013). Kriteria ekslusi dari penelitian ini antara lain:

1) Pasien yang tercatat hanya satu kali kunjungan di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar

(53)

39 D. Alur Penelitian

Bagan 4.1 Alur Penelitian

Populasi: Pasien yang menjalani perawatan di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar dari bulan Oktober 2014 – September 2017

Izin penelitian dan persetujuan etik

Mengumpulkan semua rekam medik pasien yang masuk di Klinik Perawatan Luka Griya Afiat Makassar

Sampel: Dengan menggunakan metode Total Sampling

Mengambil data sesuai lembar observasi

Pengolahan data dan analisis data

Pembahasan dan hasil

Kesimpulan dan saran

(54)

40 E. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut (Sugiyono, 2014).

Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik luka yang mencakup ukuran luka, kedalaman luka, tepi luka, eksudat, warna kulit di sekitar luka, edema dan Undermining/Tunneling, jaringan Nekrotik, Granulasi, Epitelisasi Jenis Dressing serta jenis Cleansing yang di gunakan dalam perawatannya.

2. Definisi Operasionalbab a. Ukuran

ukuran adalah mengukur (dalam cm) aspek terpanjang dan tegak lurus dari permukaan luka yang terlihat. Luas permukaan dapat dilihat dengan mengalikan panjang dengan lebar. Ukuran luka di nilai dengan skala 1-5 di mana 1=PxL <4cm, 2=PxL 4<16, 3=PxL 16<36, 4=PxL 36<80, 5=PxL >80

b. Kedalaman

Kedalaman adalah ukuran dalamnya luka dari permukaan kulit yang di ukur dengan menggunakan aplikator yang berujung katun/kapas. Kedalaman luka di nilai dengan skala 1-5 berdasarkan stage luka.

(55)

41 c. Tepi

Tepi luka adalah daerah disekitar pinggiran luka dimana jaringan normal menyatu dengan dasar luka. Dalam penilaian tepi luka, tenaga kesehatan harus memperhatikan 2 poin penting yaitu:

1) ada atau tidaknya tepi luka yang di nilai dengan skala 1-5 untuk menjelaskan samar atau jelasnya tepi luka

2) ada atau tidaknya pengerasan jaringan tepi luka yang di nilai dengan skala 1-5 untuk menjelaskan besarnya pengerasan tepi luka yang di ukur dengan sentimeter (cm).

d. Undermining/Tunneling

Undermining/Tunneling merupakan hilangnya jaringan dibawah permukaan kulit yang utuh sehingga membentuk ruangan di bawah permukaan kulit. Undermining/Tunneling juga biasa di devinisikan sebagai GOA pada luka. GOA di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan kedalaman yang di ukur dengan kapas lidi dan besarannya di dokumentasikan dalam bentuk sentimeter (cm).

e. Eksudat

Eksudat merupakan cairan yang biasanya muncul pada luka. Pada dasarnya eksudat terdiri dari air, tetapi juga mengandung elektrolit, nutrisi, protein, mediator inflamasi, faktor pertumbuhan dan produk limbah, serta berbagai jenis sel (misalnya neutrofil, makrofag dan platelet). Terkadang eksudat juga mengadung mikroorganisme di

(56)

42 dalamnya. Dalam penilaian eksudat, tenaga kesehatan harus memperhatikan 2 poin penting yaitu:

1) Tipe eksudat yang di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan eksudat tipe apa yang terkandung pada luka. Masing-masing dari tipe eksudat itu antara lain bloody, serosanguineous, serous, dan purulent.

2) Jumlah eksudat yang di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan banyak atau sedikitnya eksudat yang terdapat pada luka.

f. Jaringan Nekrotik

Nekrosis didefinisikan sebagai jaringan devisa yang mati. Dapat berwarna hitam, coklat, abu-abu, atau kuning. Dalam penilaian eksudat, tenaga kesehatan harus memperhatikan 2 poin penting yaitu:

1) Tipe jaringan nekrotik yang di nilai dengan skala 1-5 menjelaskan jenis jaringan nekrotik yang tampak pada dasar luka.

2) Jumlah jaringan nekrosis yang di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan presentasi jaringan nekrotik yang ada di dasar luka.

(57)

43 g. Warna kulit disekitar luka

Adalah penilaian terhadap warna kulit yang ada di sekitar luka.

Yang diamati biasanya adalah eritema berupa kemerahan atau kehitaman pada kulit di sekitar luka. Warna kulit di sekitar luka di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan warna kemerahan hingga kehitaman yang terjadi pada kulit.

h. Edema

Edema adalah pembengkakan pada jaringan di sekitar luka. edema dapat dikenali dengan menekan jari ke dalam jaringan dan tunggu selama 5 detik. Saat melepaskan tekanan, jaringan gagal untuk kembali ke posisi normal, dan lekukan muncul pada daerah yang di berikan tekanan. Edema di nilai dengan skala 1-5 berdasarkan derajat piting edema disekitar luka.

i. Jaringan granulasi

Merupakan tanda perbaikan penyembuhan luka. Biasanya jaringan granulasi berwarna merah. Jaringan granulasi yang di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan presentasi jaringan granulasi yang ada di dasar luka.

j. Jaringan epitelisasi

Epithelization adalah proses pelepasan epidermal dan muncul sebagai kulit merah muda atau merah. Jaringan epitelisasi yang di nilai dengan skala 1-5 yang menjelaskan presentasi jaringan epitelisasi yang ada di dasar luka.

(58)

44 k. Jenis Balutan

Jenis balutan adalah balutan yang dipakai untuk merawat luka pada pasien sebagai balutan primer, balutan sekunder dan balutan tersier.

Dengan jenis balutan hidrogel, hydrocolloid, film dressing, calcium alginate, foam/absorbant dressing, antimicrobial dressing, antimicrobial hydrophobic.

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan rekam medik dari tempat penelitian sebagai data sekunder untuk menentukan populasi, sampel dan variabel yang akan di teliti. Lembar observasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi Bates Jensen Wound Assessment Tool yang dimodifikasi oleh peneliti. Dalam lembar observasi terdapat data demografi responden dan karakteristik luka yang meliputi ukuran luka, kedalaman luka, tepi luka, eksudat, dasar luka, warna kulit di sekitar luka, edema dan Undermining/Tunneling serta jenis balutan yang di gunakan dalam perawatannya.

1. Pengolahan data

Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data menuturut Notoadmodjo (2012) adalah :

(59)

45 a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Hasil wawancara, angket, atau pengamatan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu.

b. coding

Setelah penyuntingan dilakukan pengkodean atau coding, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding ini sangat berguna dalam memasukkan data.

c. Memasukkan data (Processing)

Data yang sudah dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk memasukkan data penelitian adalah SPSS for Windows.

d. Pembersihan data (Cleaning)

Apabila semua data telah dimasukkan, maka perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode kemudian dilakukan pembetulan atau korelasi.

2. Analisa data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat. Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Analisa univariat pada penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

(60)

46 gambaran karakteristik luka dan karakteristik perawatan luka yaitu jenis balutan (Notoatmodjo S. , 2012).

G. Etika Penelitian

Komisi nasional Etika Penelitian Kesehatan (2007) menyatakan bahwa etika penelitian meliputi :

1. Resfect for persons (Prinsip menghormati harkat martabat manusia)

Merupakan penghormatan pada harkat dan martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki kebebasan untuk memilih dan sekaligus bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya. Penilitian yang dilakukan memberikan otonomi kepada responden dan melindungi responden dari gangguan terhadap otonominya atau berkurangnya otonomi responden. Peneliti menghornati hak subjek penelitian, apakah subjek tersebut bersdia untuk ikut serta dalam penelitian atau tidak, dengan memberikan informed consent (lembar persetujuan) pada subjek penelitian

2. Beneficence (prinsip etik berbuat baik)

Penelitian yang dilakukan dengan memaksimalan manfaat dengan meminimalkan kerugian, resiko penelitian harus wajar dibanding manfaat yang diharapkan, memenuhi persyaratan ilmiah, peneliti mampu melaksanakan penelitian, sekaligus mampu menjaga kesejahteraan subjek penelitian serta tidak mencelakakan atau

(61)

47 melakukan hal-hal yang merugikan (non maleficence, do no harm) subjek penelitian

3. Justice (prinsip etik keadilan)

Penelitian yang dilakukan memperlakukan subjek penelitian dengan moral yang benar dan pantas, memperhatikan hak dari subjek penelitian serta distribusi seimbang dan adil dalam hal beban dan manfaat keiktsertaan dalam penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut. 3) Tahap keempat: Pembuatan Aplikasi/Program pengujian, sekaligus pengujian algoritma dan analisis hasil

Finite state automata dapat digunakan untuk membuat model Non-Deterministic Finite Automata (NDFA), sehingga dapat mendeteksi keadaan yang tidak normal atau malfungsi

Secara khusus dapat disimpulkan bahwa (1) pengenalan awal terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup, (2) pengenalan,

UKSW Salatiga memiliki sarana parkiran untuk kendaraan mobil dan motor, dimana dilakukan secara manual oleh KAMTIBPUS selaku pihak keamanan kampus. Sistem parkiran kendaraan

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental lapangan dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah two group pre test – post test design yang bertujuan untuk

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Didalam penelitian eksperimental, peneliti beraksi dari awal dalam hal pembentukan dan

Dewan Adat Suku Maya (DAS Maya) adalah sebuah lembaga adat yang di akui dibawah Dewan Adat Papua yang dibentuk dalam Konggres Papua II dan Musyawarah Besar

bahwa sesuai ketentuan pasal 2 ayat (2) Peraturan Bupati Magetan Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengadaan, Bentuk, Warna dan Ukuran Dokumen yang Dipersamakan dengan