• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan perekonomian Indonesia mulai Pelita I (April ) sampai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pembangunan perekonomian Indonesia mulai Pelita I (April ) sampai"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan perekonomian Indonesia mulai Pelita I (April 1968-1974) sampai dengan Pelita I11 (April 1979-1984) memprioritaskan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan sedangkan mulai Pelita IV prioritas utama dialihkan kepada sektor non pertanian terutarna sektor industri dan jasa. Pembangunan sektor pertanian dan jasa pada Pelita IV dan selanjutnya diharapkan memanfaatkan landasan yang telah dibangun selama Pelita I sampai Pelita 111, yakni pembangunan sektor industri dan jasa yang mendukung perturnbuhan sektor pertanian, khususnya pembangunan industri hulu dan industri hilir yang terkait dengan sektor pertanian. Banyak ahli ekonorni menilai bahwa pembangunan industri yang dikembangkan di Indonesia sejak Pelita IV tersebut adalah industi-industri yang bersifat foot lose industry, yakni industri padat modal yang tidak berdasarkan pada sumberdaya yang tersedia didalam negeri dan industri tersebut diimpor dari negara lain yang relatif sudah usang dan tidak efisien sehingga potensi sumberdaya pertanian belurn dikelola secara optimal.

Keberhasilan pembangunan pertanian sampai dengan Pelita 111, khususnya pertanian tanaman pangan dalam berswasembada beras nasional tahun 1984, ditunjang oleh banyak faktor. Soepardi (1 996) mengemukakan keberhasilan tersebut terutama disebabkan oleh pemanfaatan teknologi baru seperti benil1 varietas unggul, pupuk buatan, pengendalian hama penyakit tanaman, pembangunan jaringan irigasi dan penyuluhan pertanian yang memungkmkan produksi padi meningkat dari 2 tonha menjadi 6 tonha. Mulyana (1998) mengemukakan bahwa keberhasilan tersebut juga karena kebijakan pemerintah berupa penyediaan kredit usahatani, subsidi harga pupuk, harga dasar gabah dan pengendalian harga beras dibawah harga eceran tertinggi yang diingtnkan serta alasan sosial politik

(2)

karena beras merupakan bahan pangan pokok sehingga dengan keberhasilan tersebut menjarnin ketersediaannya bagi rakyat.

Perkembangan mulai Pelita IV sampai sekarang menunjukkan keberhasilan swasembada beras yang pernah dicapai tidak marnpu dipertahankan. Abbas (1997) mengemukakan berdasarkan data tahun 1984-1996, ha1 ini disebabkan oleh laju peningkatan produksi berm (2,38 persen per tahun) lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (3,25 persen per tahun) dirnana produktivitas padi secara nasional telah mengalami levelling-off (pelandaian) disebabkan inefisiensi penggunaan pupuk TSP dan SP36 di Jawa. Sawit (1998) mengemukakan keadaan tersebut karena diabaikannya saran kebijakan untuk meningkatkan penyediaan dana atau investasi berbagai aktivitas penting seperti: kredit pertanian, riset, penyuluhan, pemeliharaan dan pembangunan infiastruktur yang dapat mendorong peningkatan produksi pangan.

Kendala lain swasembada b a a s gaga1 dipertahankan adalah bertambahnya alih fbngsi atau konversi lahan menjadi kawasan industti, pefumahan dan lahan non pertanian yang sebagian terbesar di Jawa. Suprapto (1994) mengemukakan bahwa lahan sawah di Jawa mengalami pengurangan luas dari 2.946 ribu hektar tahun 1983 menjadi 2.508 ribu hektar tahun 1993 atau turun 14,87 persen. Secara nasional konversi lahan pertanian (sawah dan bukan sawah) terkonsentrasi di Jawa, yang mencapai 92 persen dari total konversi lahan pertanian Indonesia.

Mulai Pelita VI (awal PJP 11), pada tahun 1996 telah dilakukan pengkajian suatu paket teknologi SUTPA (Sistem Usahatani berbasis Padi) dan uji cobanya dilakukan pada tahun 1997. Karena Indonesia dilanda krisis ekonomi dan politik maka Program SUTPA yang belurn mantap menjadi paket program sektor pertanian tanaman pangan tidak dilanjutkan dan pada tahun 1998 digantikan dengan program GEMA PALAGUNG

(3)

3 (Gerakan Mandiri Padi Kedelai dan Jagung), yakni program pencapaian swasembada padi kedelai dan jagung yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2001.

Program Gema Palagung dalam pelaksanaannya menghadapi banyak tantangan dan hambatan sehingga dalam rangka memperkuat ketahanan pangan dan konsisten dengan program jangka panjang, sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan dengan IMF (International Monetary Fund), sesarna negara ASEAN (AFTA), negara-negara dikawasan Asia Pasifik (APEC) serta negara-negara di dunia (WTO) menuju liberalisasi perdagangan dunia, maka sejak tahun 2002 pemerintah telah menetapkan rencana strategis sektor pertanian untuk peningkatan laju pertumbuhan sektor pertanian melalui dua program utama, yakni: Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Agribisnis. Dalam ha1 ini Delima (1995) mengemukakan pentingnya strategi diversifikasi yang tepat dalam rangka menjamin tercapainya tujuan-tujuan masa yang akan datang melalui pengembangan komoditi yang potensial, sedangkan Nasution (1995) mengemukakan bahwa: "Selama keadaan damai-damai saja tanpa ada perang dan keadaan darurat lainnya, mungkm lebih baik kita mengadakan analisis pasar dan meneliti komoditi apa yang lebih baik kita impor dari luar negeri, dan sebagai gantinya komoditi apalagi yang sebaiknya kita kembangkan di dalam negeri untuk dijadikan komoditi ekspor kita yang penting ".

Berdasarkan hal-ha1 diatas dan dalam rangka perumusan alternatif kebijakan ekonomi yang sesuai dengan arah pembangunan sektor pertanian maka perlu dilakukan penelitian tentang kebijakan ekonomi tanaman pangan Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, khususnya penyediaan pangan nasional, peningkatan kesejahteraan petani dan konsumen serta peningkatan penerimaan pemerintah dan penerimaan devisa.

1.2. Permasalahan

Kasryno (1996) mengemukakan berdasarkan hasil sensus pertanian bahwa sektor pertanian tanaman pangan masih menjadi lapangan pekerjaan utama dan sumber

(4)

pendapatan masyarakat, dalam hal ini pada tahun 1993 terdapat sekitar 45.88 persen dari 77.8 juta total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian, dimana dari jumlah itu sekitar 18,3 juta diserap oleh subsektor tanaman padi dan palawija (BPS, 1994: Sensus Pertanian).

Suryana dan Purwoto (1998) menambahkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam menghasilkan bahan pangan, sebagai sumber bahan baku bagi agroindustri dan sebagai penghasil devisa tetapi sumbangan sektor pertanian terhadap pendapatan nasional menurun tajam dari 34 persen pada tahun 197 1 menjadi 17 persen pada tahun 1996 sehingga permasalahan perekonomian secara nasional adalah: (1) merninimumkan ketergantungan perekonomian pada industri perminyakan, (2) mendorong peningkatan ekspor non minyak dan gas, clan (3) meminimwnkan subsidi atau pengeluaran devisa.

Simatupang et.al. (1995) dan Arifin (1997) mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah setelah Pelita 111 mengandung kontradiksi antara kebijakan jangka pendek yang berupaya menyediakan pangan melalui harga beras yang dapat terjangkau oleh masyarakat dengan kebijakan jangka panjang yang bertujuan meningkatkan diversifbsi pangan. Arnin (1997) dan Erwidodo et.al. (1997) mengemukakan bahwa diversifikasi konsumsi pangan dari baas ke bahan pangan lain masih kurang mendapat perhatian secara luas dari masyarakat kecuali di daerah perkotaan yang mulai menunjukkan kecendemgan kearah diversifikasi konsumsi.

Kontroversi tentang pengurangan peran pemerintah dalam intervensi ekonomi pangan juga masih berlanjut, padahal pembangunan pertanian tanaman pangan Indonesia selama ini sangat ditunjang oleh berbagai proteksi dan kebijakan pemerintah, ba& secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yakni subsidi harga input dan output, pengendalian stok oleh pemerintah, dan program pertanian: Bimas, Inmas, Insus, Supra Insus dan Upsus (upaya khusus dalarn menunjang keberhasilan Gema Palagung). Secara tidak langsung diantaranya kebijakan artijicial overvalued exchange rate, subsidi impor

(5)

5 gandum dan terigu, proyek pengembangan jaringan irigasi dan pembangunan jalan atau jembatan.

Saragh (1998) mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan yang efisien dan lestari dapat diwujudkan melalui mekanisme pasar sepanjang syarat-syarat beke rjanya mekanisme pasar dapat diwujudkan. Jika syarat-syarat bekerjanya mekanisme pasar tidak t e m j u d maka pasar gaga1 mewujudkan sistem ketahanan pangan yang efisien dan lestari sehingga timbul pembenaran ekonomi dari kebijakan pemerintah, yakni menciptakan iklim yang kondusif bagi bekerjanya mekanisme pasar yang efisien, bukan menggantikan atau merusak mekanisme pasar.

Kebijakan ekonomi dalam rangka peningkatan kinerja ekonomi sub-sektor pertanian tanaman pangan, sebagai bagian dari sektor pertanian dan perekonomian nasional merupakan pennasalahan utama penelitian ini, dalam ha1 ini kebijakan ekonomi yang berhasil adalah yang dapat meningkatkan kesejahteman produsen dan konsumen rnaupun penerimaan pemerintah dan devisa. Berdasarkan perkembangan kinerja ekonomi tanaman pangan dua dekade terakhir (tahun 198 1- 1998), sebagai resultante kinerja produksi, kinerja pasar komoditi dan berbagai kebijakan ekonomi yang telah ditempuh pemerintah menunjukkan bahwa: (1) terdapat peningkatan produksi padi, kedelai dan jagung, sedangkan ubikayu, ubi rambat dan tebu relatif konstan, (2) terdapat peningkatan konsumsi beras, kedelai, jagung dan gula, dimana peningkatannya lebih tinggi dibandingkan peningkatan produksi sehingga impor semakin meningkat, sebaliknya ekspor ubikayu semakin menurun dan ekspor ubirambat meskipun kecil terjadi peningkatan, dan (3) harga kornoditi secara nominal semakin meningkat namun secara riel semakin menurun.

Berbagai kebijakan ekonomi yang terkait dengan tanaman pangan telah ditempuh pemerintah namun masalah kesejahteraan petani dan konsumen serta penerimaan pernerintah dan devisa khususnya dan masalah kine rja produksi dan pasar umumnya, masih

(6)

merupakan permasalahan yang perlu dievaluasi dan dianalisis sebagai bahan pertimbangan perumusan altematif kebijakan masa akan datang. Pengkajian berbagai alternatif kebijakan ekonomi yang telah maupun belurn ditempuh pemerintah semakin penting untuk peningkatan kinerja ekonomi tanaman pangan masa akan datang, terutama: peningkatan kinerja produksi untuk peningkatan ketersediaan pangan, peningkatan kinerja pasar komoditi pangan domestik untuk mengurangi impor komoditi yang membebani penerimaan pemerintah maupun penerimaan devisa serta permasalahan dengan negara-negara lain

menghadapi liberalisasi perdagangan.

Pada era liberalisasi perdagangan yang akan datang, petani rakyat yang umurnnya petani tanaman pangan akan semakin mempunyai kebebasan dalam memilih komoditi yang ditanamnya, maka perumusan berbagai kebijakan hams dilihat dalam kerangka keterkaitan berbagai komoditi yang ditanam oleh petani sehingga penelitian tentang kebijakan ekonorni tanaman pangan perlu dilakukan dengan pendekatan multi komoditi. Dalam ha1 ini perumusan kebijakan dengan pendekatan multi komoditi mampu melihat efek balik dari produsen komoditi dengan komoditi lain maupun dengan konsumen berdasarkan harga pasar serta keterkaitannya dengan pasar input. Dengan demikian setiap alternatif kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah akan berdampak terhadap output akhir yakni kinerja ekonomi tanaman pangan, yang terdiri dari: (1) kesejahteraan produsen dan konsumen maupun penerimaan pemerintah dan devisa, dan (2) kinerja produksi dan pasar komoditi, terutama: produksi, konsurnsi, impor atau ekspor dan harga komoditi.

Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan pendekatan yang digunakan untuk mengungkapkan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

(7)

-

PENDEKATAN PENELlTlAN

Kebijakan

-

Single komoditi

Single

4

Welfare Petani

Komohti (single komoditi)

Multi Komoditi Padi, Kedelai, Jagung, Ubikayu

Ubirambat dan Tebu a. Mempunyai keterkaitan

antara kornoditi

b. Petani mempunyai Welfare Petani

kebebasan memilih macam (mdti komoditi) tanamkomoditi

c. Pendapatan petani tidak single komoditi

Instrumen Kebijakan

!

I I

Protehi

I

a Subsidi Input b. Harga Dasar c. Harga Maksimum d. Pajak imporlekspor e. Monopoli Bdog

makroekonomi Indonesia

KINERJA EKONOMI TANAMAN PANGAN

Kinerja Produksi dan Pasar Komoditi a Produksi

b. Konsurnsi c. Irnporlekspor d. Harea.

Welfare I Kesej ahteraan a. Produsen b. Konsumen c. Devisa

Gambar I . Pendekatan untuk Perurnusan Masalah Penelitian

(8)

8 1. Komoditi tanaman pangan utama Indonesia (padi, kedelai, jagung, ubikayu, ubirambat,

dan tebu) umumnya dihasilkan oleh petani rakyat, dimana terdapat keterkaitan antar komoditi dalam menggunakan sumberdaya terutama lahan yang tersedia. Berdasarkan kecenderungan bahwa petani semakin bebas dalarn menghasilkan produksi komoditi maka berbagai analisis maupun kebijakan yang didasarkan pada pendekatan single komoditi tentu kurang mendekati fenomena yang ada karena penetapan kebijakan ekonomi untuk suatu komoditi berimplikasi kepada faktor-faktor produksi dan pasar komoditi lainnya. Penelitian dengan pendekatan multi komoditi tanaman pangan mulai sisi produksi sampai pasar domestik dan dunia belum banyak dilakukan di Indonesia, padahal untuk mengevaluasi kebijakan yang telah ditempuh maupun yang akan ditempuh perlu dilakukan secara multi komoditi. Dengan demikian permasalahan pertama adalah bagaimanakah model ekonomi tanaman pangan Indonesia berdasarkan pendekatan multi komoditi dan meliputi sisi produksi sampai pasar komoditi.

2. Berdasarkan model ekonomi tanaman pangan dengan pendekatan multi komoditi tersebut permasalahan kedua adalah bagaimanakah dampak berbagai kebijakan ekonomi terhadap kinerja ekonorni tanaman pangan Indonesia, yakni: (1) berdasarkan berbagai kebijakan ekonomi yang telah maupun belum diternpuh pemerintah pada masa lalu, bagaimanakah hasil evaluasi berbagai alternatif kebijakan ekonomi masa laly dan (2) alternatif kebijakan manakah yang dapat dipertimbangkan sebagai kebijakan masa akan datang agar kesejahteraan, kinerja produksi dan pasar komoditi tanaman pangan dapat ditingkatkan.

3. Pennasalahan ketiga adalah kebijakan ekonomi manakah yang dapat dipertimbangkan untuk perurnusan kebijakan pada masa akan datang, karena: (1) kontroversi kebijakan pro-kontra proteksi terhadap komoditi pangan masih berlanjut, dalam ha1 ini masalah kontroversi antara pro-proteksi dan kontra-proteksi masih dalam perdebatan dan mash

(9)

belurn final diantara negara-negara di dunia. Komoditi pangan utama rakyat masing- masing negara ~nerupakan salah satu komoditi green box yang masih diijinkan untuk diproteksi oleh WTO sarnpai tahun 2020, sehingga penelitian yang terkait dengan kesiapan ekonomi tanaman pangan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan sangat diperlukan, dan (2) kebijakan ekonomi inanakah yang dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia, khususnya komoditi-komoditi manakah yang berpotensi untuk dikembangkan dan komoditi-komoditi lain manakah yang tidak berpotensi untuk dikembangkan agar secara total komoditi dapat meningkatkan welfare atau kesejahteraan produsen dan konsuunen, penerimaan pemerintah dan penerirnaan devisa serta peningkatan kinerja produksi dan pasar komoditi tanaman pangan.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dampak berbagai kebijakan ekonomi terhadap kineqja ekonomi tanatnan pangan Indonesia, yakni: kesejahteraan produsen dan kons~unen, penerimaan pemerintah dan devisa serta kinerja produksi dan pasar komoditi, dengan menggunakan model ekonometrika. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:

1. Metnbangun model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang mencakup sisi produksi dan pasar komoditi tanaman pangan dengan pendekatan multi komoditi.

2. Menganalisis struktur ekonomi tanaman pangan Indonesia.

3 Mengevaluasi dampak berbagai skenario kebijakan ekonomi terhadap kesejahteraan dan kinerja produksi dan pasar komoditi tanaman pangan periode tahun 1985-1998.

4. Merarnalkan darnpak berbagai skenario kebijakan ekonorni terhadap terhadap kesejahteraan dan kinerja produksi dan pasar komoditi tanaman pangan periode tahun 2002-2007.

(10)

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk: (1) mengidentifikasi secara empiris struktur ekonomi tanaman pangan Indonesia, (2) sebagai evaluasi dampak berbagai kebijakan ekonomi tanaman pangan pada masa lalu dan pertimbangan untuk peramalan masa akan datang, dan (3) sebagai pertimbangan perumusan kebijakan ekonomi tanaman pangan masa akan datang. Dengan dernikian secara terperinci hasil penelitian ini drharapkan berguna untuk mengidentifikasi dan pertimbangan perumusan kebijakan- kebijakan berikut:

1. Perumusan kebijakan yang berkaitan dengan pro-kontra proteksi, kebijakan subsidi input produksi (modal, pupuk dan tenaga kerja), kebijakan harga komoditi, dan peningkatan atau penghapusan peran Bulog dalam pengendalian pangan (beras dan gula). Dengan demikian dapat diketahui kesiapan ekonomi tanaman pangan Indonesia memasuki liberalisasi perdagangan.

2. Perumusan kebijakan dalarn kaitannya dengan peningkatan ketahanan pangan, dalam ha1 ini berguna untuk penentuan pilihan komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan dan komoditi yang tidak berpotensi untuk dikembangkan atau sebaiknya diimpor.

3. Perurnusan kebijakan-kebijakan ekonomi pangan berdasarkan prioritas yang mendesak, diantaranya prioritas pengembangan perberasan dan pergulaan nasional.

4. Perumusan kebijakan-kebijakan lainnya: peran investasi penelitian pengembangan dan penyuluhan (LRD) dan investasi pembangunan untuk sektor pertanian: pengairan, infi-astruktur jalan dan pasar (PPP).

5. Identifikasi terhadap fenomena negatif yang diduga sering terjadi di pasar domestik, yakni penyelundupan dan penimbunan pangan, khususnya beras atau stok tak tercatat beras (STBT) dan gula atau stok tak tercatat gula (STGT).

(11)

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dan keterbatasan-keterbatasan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Kebijakan ekonomi yang dimaksudkan adalah kebijakan yang telah atau belum ditetapkan oleh pemerintah yang terkait dengan ekonomi tanaman pangan mulai sisi produksi sampai pasar komoditi, meliputi kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan jangka pendek: (1) kebijakan harga input, yaitu modal (tingkat suku bungalkredit), subsidi harga pupuk dan kebijakan upah tenaga kerja, (2) kebijakan harga dasar dan harga atap komoditi di pasar domestik, terutama komoditi padi, kedelai, jagung, gula dan terigu, dan (3) kebijakan monopoli Bulog dalam pengendalian stok pangan (ditingkatkan atau diktuangi peranannya). Kebijakan jangka panjang: (1) pengeluaran pemerintah untuk sektor pertanian, baik investasi irigasi dan infiastruktur jalan dan pasar (PPP), dan (2) dana atau investasi pemerintah untuk penelitian

pengembangan penyuluhan dan statistik (LRD).

2. Shock internal dimaksudkan adalah perubahan variabel domestik yang dapat mempengaruhi kinerja ekonomi tanaman pangan: musirn (curah hujan).

3. Shock eksternal dimaksudkan adalah perubahan variabel yang ditentukan oleh faktor luar negeri yang dapat berpengaruh terhadap kinerja ekonomi tanaman pangan, diantaranya: perubahan harga komoditi di pasar dunia dan perubahan jumlah ekspor atau impor komoditi di pasar dunia.

4. Indikator ekonomi makro dalam penelitian ini adalah: nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amarika (exchange rate) dan tingkat inflasi yang digambarkan oleh indeks harga.

5. Batasan tanaman pangan dalam penelitian ini meliputi komoditi pertanian yang dapat saling bersaing dan banyak ditanam oleh petani rakyat dalam melnanfaatkan lahan

(12)

12 pertaniannya, disamping itu komoditi-komoditi tersebut merupakan sasaran berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah dan sangat dirasakan oleh sebagian besar petani Indonesia. Komoditi tanaman pangan yang diteliti meliputi enam komoditi: padi, kedelai, jagung, ubikayu, ubirambat dan tebu. Dalam ha1 ini terdapat lima komoditi yang termasuk dalam pembinaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan (padi, kedelai, jagung, ubikayu dan ubirambat) dan satu komoditi dibawah pembinaan Dinas Perkebunan (tebu). Tebu dalam penelitian ini dimasukkan sebagai komoditi tanaman pangan karena tanaman tebu merupakan alternatif pilihan atau berkompetisi dengan tanaman pangan yang banyak ditanam oleh petani.

6. Penelitian ini difokuskan atau lebih berorientasi pada aspek ekonomi domestrk, yakni mulai sisi produksi sampai pasar komoditi domestik, namun tidak dapat dihindari beberapa faktor atau variabel pasar dunia yang masuk kedalam model, yakni beras dan gula sedangkan variabel-variabel pasar komoditi selain beras dan gula ditetapkan sebagai variabel eksogen.

7. Aspek-aspek yang dikaji pada masing-masing komoditi meliputi: areal panen komoditi, produktivitas komoditi per hektar, penggunaan input per hektar (pupuk dan tenaga kerja), pasar komoditi domestik (harga, permintaan, penawaran dan stok komoditi), ekspor atau impor komoditi dan harga dunia (beras dan gula).

8. Berdasarkan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka dalam penelitian hi: ( I ) aspek pemasaran dan kelembagaan ekonomi masing-masing komoditi direpresentasikan dengan pendekatan analisis harga, yakni integrasi pasar horizontal, vertikal dan kecepatan penyesuaian harga pasar komoditi (variabel lag), dan (2) teknologi agroindustri (prosesing) masing-masing komoditi didekati dengan tingkat rendemen hasil produksi (produk primer) menjadi komoditi yang dipasarkan di tingkat pasar

(13)

13 domestik (produk sekunder), yakni: tingkat rendemen gabah ke beras, rendemen tebu ke gula dan ubikayu ke gaplek.

9. Keterbatasan lainnya adalah permintaan komoditi tanaman pangan dalam penelitian ini adalah permintaan atau konsumsi tingkat nasional dan belum didisagregasi berdasarkan wilayah (Jawa dan Luar Jawa) maupun kelompok konsumennya (permintaan oleh rumah tangga atau oleh industri).

Berdasarkan mang lingkup diatas, beberapa variabel endogen atau eksogen yang diteliti menggunakan pewakil atau proksi dari variabel dimaksud, diantaranya:

1. Pengaruh gejala El Nino dan La Nina, yakni kondisi m u s h kering berkepanjangan disertai tempertur udara yang relatif panas untuk El Nino dan kondisi sebaliknya untuk La Nina, dalam ha1 ini di representasikan oleh curah hujan.

2. Fluktuasi moneter, dalam ha1 ini direpresentasikan dengan tingkat suku bunga dan tingkat indeks harga.

3. Disagregasi wilayah dibagi menjadi dua, yaitu Jawa dan Luar Jawa, ha1 ini diasumsikan komoditi pangan banyak terkonsentrasi di Jawa dengan tingkat homogenitas yang tinggi dibandingkan dengan di Luar Jawa, khususnya dalam ha1 kondisi lahan, iklim dan perilaku masyarakat dalam berusahatani.

4. Tingkat harga input dan output komoditi yang diteliti adalah harga riel rerata komoditi dalam setahun (dideflate dengan indeks harga).

5. Upah tenaga kerja yang digunakan adalah sebesar upah tenaga kerja sektor pertanian di pedesaan di wilayah yang bersangkutan.

Gambar

Gambar  I .   Pendekatan  untuk  Perurnusan Masalah Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

pembahasan yang ada dengan memfokuskan penelitian pada perancangan Sistem Informasi pembelian barang secara kredit berbasis Web mulai dari, penyampaian informasi

Maka hasil perancangan Resor dan Spa ini adalah resor yang dapat membuat seseorang tersebut lebih rileks pada kondisi alam yang beriklim tropis dengan bangunan yang nyaman, dan

produkifmanusiA bail sebagai wadahnya nraupun sebasai faklo. p'oduksi') lndonesia sebasai slah salu negara berkenbang yang sebagian besar. rakyarnya nEngganlunskan hidup

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Bubuk Daun Beluntas ( Pluchea indica Less) dalam Air Seduhan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Kerupuk Beluntas” yang

4 Karyawan harus berusaha bekerja keras untuk hasil maksimal sesuai kompetensi. 5 Karyawan harus saling bekerja sama untuk menghasilkan sinergi optimal

Pada gb 6.6 anggap bumi sedang bergerak ke kanan jika kita anggap eter sedang bergerak dengan kecepatan putaran bumi ,v=30 km/s maka pengamat dibumi pada keadaan

untuk mempelajari tentang profesionalisme dan etika dalam bidang perhotelan dan pariwisata, serta mengembangkan kemampuan dalam berbahasa Inggris..  Pada semester 3dan 4(2018 -

Pada penelitian ini akan membahas tentang bagaimana merancang dan membangun sebuah sistem RAPS ( Rubric Assessment Participation System ) yang dapat menilai dan mengukur