• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES EKSTRAKSI ASAM ASETAT DARI DISTILAT ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROSES EKSTRAKSI ASAM ASETAT DARI DISTILAT ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT SKRIPSI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES EKSTRAKSI ASAM ASETAT DARI DISTILAT ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA

MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT

SKRIPSI

Oleh

RORY FAHAM P. SIREGAR 120405094

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2017

(2)

PROSES EKSTRAKSI ASAM ASETAT DARI DISTILAT ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA

MENGGUNAKAN PELARUT ETIL ASETAT

SKRIPSI

Oleh

RORY FAHAM P. SIREGAR 120405094

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

APRIL 2017

(3)

i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PROSES EKSTRAKSI ASAM ASETAT DARI DISTILAT ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA MENGGUNAKAN

PELARUT ETIL ASETAT

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku

Medan, 20 April 2017

Rory Faham P. Siregar NIM 120405094

(4)
(5)

iii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan Skripsi dengan judul “Proses Ekstraksi Asam Asetat Dari Distilat Asap Cair Tempurung Kelapa Menggunakan Pelarut Etil Asetat” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Erni Misran, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Bambang Trisakti M.T. selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ir Maya Sarah, ST., MT., Ph.D, IPM selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Bode Haryanto, ST., MT., Ph.D dan Ibu Ir. Seri Maulina, MSChE, Ph.D selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

5. Iman Tri Cahyadi, selaku partner penelitian penulis yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2017 Penulis

Rory Faham P. Siregar

(6)

iv

DEDIKASI

Di Atas Langit ada Langit – Jangan Terlalu Cepat Merasa Puas

Skripsi ini saya dedikasikan untuk:

1. Kedua Orang Tua Bapak Parasian Siregar dan Ibu Sahta Pinem

Kedua Orang Terpenting dalam Hidup Saya. Orang Tua Yang selalu membimbing , berdoa , dan berusaha terbaik untuk saya.

2. Denny Siregar

Adik laki-laki saya satu-satunya. Kami berdua berjanji untuk membanggakan orang tua dan berusaha terbaik dalam menggapai

cita-cita kami

(7)

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Rory Faham P. Siregar NIM : 120405094

Tempat/tgl lahir : Medan, 10 Juni 1995

Nama orang tua : Parasian Siregar dan Sahta Pinem Alamat:

Jl. Lizardi Putra Komp. Setia Budi Vista F12A

Asal sekolah

 SD Swasta Katolik Budi Murni 2 Medan

 SMP Swasta Katolik Santo Thomas 1 Medan

 SMA Swasta Katolik Santo Thomas 1 Medan Pengalaman organisasi/kerja:

1. Anggota bidang Pendidikan dan Kaderisasi Himatek USU 2. Asisten Laboratorium Proses Industri Kimia USU

3. Praktek Kerja Lapangan di PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan Belawan

(8)

vi

ABSTRAK

Biomasssa yang cukup banyak ditemukan di Indonesia adalah tempurung kelapa.

Asap cair adalah distilat asap yang merupakan campuran larutan dari dispersi asap hasil pirolisis kayu. Asam asetat merupakan salah satu senyawa yang cukup banyak dalam asap cair. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi proses distilasi dan ektraksi pada asap cair, juga variasi jumlah pelarut dan suhu proses ekstraksi sehingga didapatkan yield, kandungan asam asetat, pH, dan densitas ekstrak dengan variabel perbandingan yang paling baik. Proses distilasi memiliki tujuan utama sebagai proses pemisahan komponen yang memiliki titik didih tinggi seperti tar. Proses distilasi ini dilakukan selama 2 jam pada suhu 105-120 oC. Proses ekstraksi memiliki tujuan utama sebagai proses lanjutan penyerapan asam asetat sehingga ekstrak memiliki kandungan asam asetat yang lebih tinggi. Proses ekstraksi dilangsungkan selama 2 jam berdasarkan variasi suhu (30, 50, dan 70 oC) dan rasio pelarut: sampel (2:1; 4:1; 6:1; 8:1).

Pelarut ekstraksi dalam proses pengambilan asam asetat ini adalah etil asetat.

Hasil GC-MS pada percobaan ini menunjukkan komposisi asam asetat pada asap cair, distilat, dan ekstrak berturut turut adalah sebesar: 46,40; 41,80; dan 24,00 %.

Pada percobaan ini yield ekstrak tertinggi sebesar 10,40% dihasilkan pada suhu 50

oC dengan rasio pelarut terhadap sampel sebesar 8:1. Kandungan asam asetat tertinggi sebesar 49,26% dihasilkan pada suhu 70 oC dengan rasio pelarut terhadap sampel sebesar 8:1. Nilai pH pada ekstrak dengan kandungan asam asetat tertinggi sebesar 1,80. Besarnya densitas pada ekstrak dengan kandungan asam asetat tertinggi sebesar 1,08 gr/ml.

Kata kunci: Asap Cair, Distilasi, Ekstraksi, Etil Asetat, Tempurung kelapa

(9)

vii

ABSTRACT

Coconut shell is one of the most widely found biomass in Indonesia. Liquid Smoke is a smoke distillate which is a mixture solution of smoke dispersion from wood pyrolysis. Acetic acid is one of the many compounds that can be found in liquid smoke. This research is important to understand the effect of combined distillation and extraction process on liquid smoke, also the variation of solvent ratio and temperature of extraction process to obtain yield, acetic acid content, pH, and density which is the best among those of possible variable given. The objective of distillation is to separate the components with high boiling points such as tar. This distillation process is carried out for 2 hours at temperature 105- 120 oC. The main purpose of extraction is acetic acid recovery in order to obtain higher content of acetic acid in extract. The extraction process is carried out for 2 hours based on temperature variations (30, 50, and 70 oC) and solvent to sample ratio (2: 1, 4: 1, 6: 1, 8: 1). The solvent in the process of extracting acetic acid is ethyl acetate. The GC-MS results in this experiment showed acetic acid composition in liquid smoke, distillate, and extract were: 46.40; 41.80; and 24.00.

In this experiment the highest extract yield of 10.40% was produced at 50 °C with solvent to sample ratio 8:1. The highest content of acetic acid of 49.26% was produced at 70 oC with solvent to sample ratio 8:1. The pH of the extract with the highest acetic acid content was 1.80. The density in the extract with the highest acetic acid content was 1.08 gr / ml.

Keywords: Coconut shell, Distillation, Ethyl Acetate, Extraction, Liquid smoke

(10)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Tempurung Kelapa 6

2.2 Asap Cair 6

2.3 Pirolisis .9

2.4 Proses Pemurnian Asap Cair 9

2.4.1 Redistilasi 9

2.4.2 Adsorpsi 10

2.4.3 Ekstraksi 10

2.5 Distilasi Asap Cair 10

2.6 Ekstraksi Asam Asetat 12

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi 13

2.7.1 Suhu 14

2.7.2 Pelarut 14

(11)

ix

2.8 Asam Asetat 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 16

3.2 Bahan 16

3.3 Peralatan 16

3.3.1 Peralatan Proses Distilasi 16

3.3.2 Peralatan Proses Ekstraksi dan Evaporasi Pelarut 16

3.3.3 Peralatan Analisa 17

3.4 Prosedur Penilitian 18

3.4.1 Pengambilan Asam Asetat dengan Menggunakan Distilasi

dan dan Ekstraksi 18

3.5 Prosedur Analisa 18

3.5.1 Analisa Komposisi Menggunakan GC/MS 18

3.5.2 Analisa Yield 18

3.5.2 Analisa Kandungan Asam Asetat 19

3.5.2 Analisa pH 19

3.5.3 Analisa Densitas 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20

4.1 Analisis Kualitatif 20

4.1.1 Analisis Komposisi Asap Cair Tempurung Kelapa 20

4.1.2 Analisis Distilat Asap Cair 21

4.1.3 Analisis Ekstrak Asap Cair 22

4.2 Analisis Kuantitatif 24

4.2.1 Analisis Yield 24

4.2.1.1 Analisis Yield Distilat Asap Cair 24 4.2.1.2 Analisis Yield Ekstrak Asap Cair 25

4.2.2 Analisis Kandungan Asam 27

4.2.2.1 Analisis Kandungan Asam Asap Cair dan Distilat Asap Cair 27

4.2.2.2 Analisis Kandungan Asam Asap pada Ekstrak dan

……….Rafinat 28

4.2.1 Nilai pH 31

(12)

x

4.2.1 Densitas 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 34

5.1 Kesimpulan 34

5.2 Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Skema Pembagian Produk dari Pirolisis Biomassa 7

Gambar 2.2 Skema Ekstraksi Pyrolysys Oil 13

Gambar 2.3 Struktur Asam Asetat 14

Gambar 4.1 Diagram Hasil Kromatogram GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa 20 Gambar 4.2 Diagram Hasil Kromatogram Distilat Distilat Asap Cair

Pada Suhu Distilasi 105-120oC 21

Gambar 4.3 Diagram Hasil Kromatogram Ekstrak Asap Cair Dengan

Rasio Pelarut Terhadap Umpan 1: 6 (v/v) pada suhu 70 oC 22 Gambar 4.4 Grafik Yield Distilat Berdasarkan Fraksinasi Berbagai Suhu 24 Gambar 4.5 Grafik % Yield Ekstrak Berdasarkan Variasi

Suhu dan Rasio Pelarut : Umpan 25

Gambar 4.6 Kandungan Asam Asetat Berdasarkan Variasi Suhu

dan Rasio Pelarut : Umpan Pada Fasa Ekstrak 28 Gambar 4.7 Kandungan Asam Asetat Berdasarkan Variasi Suhu

dan Rasio Pelarut : Umpan Pada Fasa Rafinat 29 Gambar 4.8 Grafik Nilai pH Ekstrak Berdasarkan Variasi

Suhu dan Rasio Pelarut Terhadap Umpan 31 Gambar 4.9 Perbandingan Nilai pH Ekstrak Asap Cair Terhadap

Kandungan Asam Asetat Pada Ekstrak 32 Gambar 4.10 Grafik Densitas Ekstrak Berdasarkan Variasi

Suhu dan Rasio Pelarut Terhadap Umpan 33

Gambar LC.1 Foto Proses Distilasi Asap Cair 45

Gambar LC.2 Foto Ekstraksi Asam Asetat Dari Asap Cair 45

Gambar LC.3 Foto Proses Evaporasi Pelarut 46

Gambar LC.4 Foto Proses Titrasi 46

Gambar LC.5 Foto Hasil Kandungan Asam dengan Proses Titrasi 47

Gambar LC.6 Foto Analisis pH pada Ekstrak 47

Gambar LC.7 Foto Proses Distilasi Asap Cair 48

Gambar LC.8 Foto Asap Cair Tempurung Kelapa dan Distilat Asap Cair 48

(14)

xii

Gambar LC.9 Foto Hasil Ekstrak Asap Cair pada Berbagai Variabel 49 Gambar LC.10 Foto Hasil Rafinat Asap Cair pada Berbagai Variabel 49

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Mengenai Asap Cair dan Proses Ekstraksi

Asam Asetat Terdahulu 2

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa 6

Tabel 2.2 Komposisi Asap Cair Setelah Distilasi Hasil Analisa GCMS 8 Tabel 2.3 Titik Didih Senyawa Pendukung Sifat Fungsional Asap Cair dalam

Keadaan Murni 11

Tabel 2.4 Komposisi Asap Cair Hasil Distilasi 12

Tabel 2.5 Sifat –Sifat Asam Asetat 15

Tabel 4.1 Komposisi Asap Cair Kimia Tempurung Kelapa 20

Tabel 4.2 Komposisi Distilat Asap Cair 21

Tabel 4.3 Komposisi Ekstrak Asap Cair 23

Tabel LA.1 Data Yield Distilat Asap Cair 40

Tabel LA.2 Data Yield Ekstrak Asap Cair 40

Tabel LA.3 Data Kandungan Asam Asetat Umpan Asap Cair 40 Tabel LA.4 Data Kandungan Asam Asetat Ekstrak Asap Cair 41 Tabel LA.5 Data Kandungan Asam Asetat Rafinat Asap Cair 41

Tabel LA.6 Data Nilai pH Ekstrak Asap Cair 42

Tabel LA.7 Data Nilai Densitas Ekstrak Asap Cair 42

(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A DATA HASIL PENELITIAN 40

LA.1 Data Yield Distilat Asap Cair 40

LA.2 Data Yield Ekstrak Asap Cair 40

LA.3 Data Kandungan Asam Asetat Umpan Asap Cair 40 LA.4 Data Kandungan Asam Asetat Ekstrak Asap Cair 41 LA.5 Data Kandungan Asam Asetat Rafinat Asap Cair 41

LA.6 Data Nilai pH Ekstrak Asap Cair 42

LA.7 Data Nilai Densitas Ekstrak Asap Cair 42

LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 43

LB.1 Perhitungan Nilai Yield 43

LB.2 Perhitungan Kandungan Asam Asetat 43

LB.3 Perhitungan Densitas Ekstrak Asap Cair 43

LAMPIRAN C DOKUMENTASI PENELITIAN 45

LC.1 Foto Proses Distilasi Asap Cair 45

LC.2 Foto Ekstraksi Asam Asetat Dari Asap Cair 45

LC.3 Foto Proses Evaporasi Pelarut 46

LC.4 Foto Proses Titrasi 46

LC.5 Foto Hasil Kandungan Asam dengan Proses Titrasi 47

LC.6 Foto Analisis pH pada Ekstrak 47

LC.7 Foto Proses Distilasi Asap Cair 48

LC.8 Foto Asap Cair Tempurung Kelapa dan Distilat Asap Cair 48 LC.9 Foto Hasil Ekstrak Asap Cair pada Berbagai Variabel 49 LC.10 Foto Hasil Rafinat Asap Cair pada Berbagai Variabel 49

LAMPIRAN D SPESIFIKASI GC-MS 50

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai negara agraris yang terletak di daerah tropis, Indonesia memiliki limba h industri berupa biomassa. Limbah biomassa ini cukup melimpah dan sangat beraneka ragam yang berasal dari pertanian, pengolahan hutan maupun tanaman yang tumbuh liar [1]. Berbagai sumber daya alam dari kayu dan limbah pertanian seperti: kayu jati, bangkirai, lamtoro, tempurung kelapa, sekam padi, tongkol jagung, dan lain-lain yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan asap cair [2].

Asap cair adalah distilat asap yang merupakan campuran larutan dari dispersi asap hasil pirolisis kayu [3]. Kayu mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar akan menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu, asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik [4]. Asap cair saat ini mulai populer digunakan sebagai bahan pengawet pada berbagai produk pangan dan biopestisida dalam peningkatan produksi pertanian [5].

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa yang utama di dunia.

Rata-rata produksi kelapa Indonesia dari perkebunan rakyat pada periode 2000-2005 adalah sebesar 3.036.759 ton per tahun, sedangkan rata-rata produksi selama 2006- 2009 adalah 3.187.695 ton, atau meningkat sekitar 5 persen [6]. Dengan membuat asap cair dari limbah tempurung kelapa maka akan menambah nilai ekonomis dari limba h tersebut bagi masyarakat.

Pada penelitian ini ingin dikaji tentang upaya pengambilan asam asetat dari asap cair. Asam asetat adalah senyawa alifatik asam karbonik yang paling banyak digunakan. Asam asetat juga sangat sering digunakan sebagai pelarut, diantaranya digunakan dalam pembuatan selulosa asetat dan pembuatan produk farmasi. Produksi dan pengambilan asam asetat dalam suatu proses tertentu memerlukan perhitungan dan pertimbangan secara ekonomis [7]. Distilasi merupakan salah satu cara pemurnia n terhadap asap cair, yaitu merupakan proses pemisahan kembali suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Redistilasi atau distilasi berulang asap cair dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya, seperti poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan tar, dengan cara pengaturan

(18)

2

suhu didih sehingga diharapkan didapat asap cair jernih, bebas tar, dan benzo(a)pire n [8].

Pelarut ekstraksi dalam proses pengambilan asam asetat ini adalah senyawa etil asetat. Hal ini didasarkan pada teori bahwa etil asetat adalah salah satu ekstraktan yang cukup baik dalam pengambilan asam asetat yang dilihat dari koefisien distribusinya [9]. Dalam proses ekstraksi perbandingan jumlah pelarut dan suhu pada ekstraksi mempengaruhi seberapa banyak perolehan solut dan kandungan ekstrak yang didapat.

Untuk itu akan dilakukan beberapa variasi jumlah pelarut dan suhu ekstraksi untuk mendapat gambaran perolehan jumlah pelarut terbaik dalam ektraksi asam asetat dari asap cair.

Berbagai penelitian mengenai proses pengolahan asap cair dan ekstraksi asam karboksilat terutama asam asetat sudah banyak ditemukan. Kajian mengena i pengambilan asam asetat dari asap cair oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti yang terangkai pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Mengenai Asap Cair dan Proses Ekstraksi Asam Asetat Terdahulu

Metode Nama Peneliti (Tahun)

Hasil Penelitian Distilasi Darmadji,

(2002) Memperoleh data komposisi hasil distilasi dan redistilasi asap cair dari tempurung kelapa. Hasil terbaik dari segi kadar asam tertinggi yaitu distila si pada suhu 200 oC selama 90 menit dengan perolehan asam sebesar 29,10 ± 0,24 (% b/v)

Distilasi Darmadji dkk.,

(2010) Memperoleh perolehan yield asap cair dari tempurung kelapa hibrida dengan yield terbesar 85,70% yang dihasilka n pada suhu 100-110 oC

Distilasi Noor dkk. Memperoleh data komposisi hasil distilasi dan redistilasi asap cair dari tempurung kelapa yang dihasilkan pada suhu pirolisis 300 dan 500 oC. Hasil terbaik dari segi kadar asam tertinggi yaitu pada distilasi suhu 150 - 200oC dengan kandungan asam sebesar 58,63 -59,93 %

(19)

3

Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Mengenai Asap Cair dan Proses Ekstraksi Asam Asetat Terdahulu (Lanjutan)

Tabel 1.1 Rangkuman Hasil Penelitian Mengenai Asap Cair dan Proses Ekstraksi Asam Asetat Terdahulu (Lanjutan)

Metode Nama Peneliti (Tahun) Hasil Penelitian Ekstraksi Ellis dan Garner,

(1958)

Dilakukan ekstraksi asam asetat dengan pelarut etil asetat dan didapatkan data kesetimbangan cair - cairnya. Hasil penelitia n menunjukkan kemampuan etil asetat dalam menyerap asam asetat cukup baik.

Ekstraksi Sutin (2008) Dilakukan ekstraksi asap cair tempurung kelapa dengan pelarut heksan, etil asetat, dan etanol.

Ekstraksi menggunakan etanol tidak selektif karena menyerap komponen asap cair secara keseluruhan. Volume terekstrak yang cukup baik dihasilka n pelarut etil asetat dibandingka n dengan pelarut heksan.

Sejauh ini belum ada kajian tentang pengambilan asam asetat dari asap cair yang spesifik memadukan dua metode pemisahan khususnya pada variabel perbandinga n pada proses ektraksi. Pada penelitian ini dilakukan upaya pengambilan asam asetat yang menggunakan adalah kombinasi metode distilasi dan ekstraksi. Pada proses distilasi dilakukan pada suhu dan waktu yang paling optimal berdasarkan hasil penelitian yang menghasilkan yield distilat terbanyak pada range suhu 105-120 oC [8].

Pada proses ekstraksi digunakan pelarut etil asetat dengan variasi perbandingan umpan dan pelarut serta suhu ekstraksi.

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh distilasi dan ektraksi pada asap cair, juga variasi rasio pelarut dengan ekstraktan dan suhu sehingga didapatkan yield ekstrak dan kandungan asam asetat dengan variabel perbandinga n yang paling baik. Komposisi asam asetat itu sendiri tergolong cukup banyak dalam asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa sebesar 11,39% [10].

(20)

4 1.2 PERUMUSAN MASALAH

Asap cair memiliki banyak kandungan asam karboksilat yang tinggi, terutama asam asetat. Metode distilasi dan ekstraksi dengan etil asetat dengan penambahan rasio pelarut dan kenaikan suhu mampu mendapatkan ekstrak dengan yield ekstrak dan kandungan asam asetat yang tinggi. Untuk itu, pada penelitian ini akan dikaji bagaimana pengaruh kondisi operasi distilasi dan ekstraksi dengan variasi suhu ektraksi dan jumlah pelarut terhadap yield ekstrak dan kandungan asam asetat serta karakteristik pada ekstrak asap cair.

1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Menganalisa pengaruh suhu, serta perbandingan umpan dengan pelarut terhadap yield ekstrak dan kandungan asam asetat.

2) Mengevaluasi karakteristik lain ekstrak asap cair berupa pH dan densitas pada tiap hasil yang diperoleh.

1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah:

1) Mendapatkan informasi mengenai yield ekstrak, kandungan asam asetat, dan karakteristik terbaik hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut etil asetat.

2) Sebagai acuan oleh pihak industri atau masyarakat dalam metode pengambila n asam asetat yang berasal dari asap cair.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik, Fakultas Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Organik dan Fitokimia, Departemen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahua n Alam, Fakultas Farmasi. Penelitian dilakukan menggunakan proses ekstraksi dengan rangkaian alat utama untuk distilasi, ekstraksi dan evaporasi pelarut. Adapun peralatan utama yang digunakan untuk mengidentifikasi komponen kimia dari asap cair yang diperoleh adalah Gas Chromatoghrapy di Laboratorium LPKS Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Organik Universitas Gajah Mada. Penelitian ini kurang lebih dilakukan selama 6 bulan.

(21)

5

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel tetap:

a. Bahan baku yang digunakan adalah asap cair tempurung kelapa yang diperoleh dari produsen asap cair Cocco Production, Jalan Karang Sari no 12. Medan Polonia Sumatera Utara.

b. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah etil asetat.

c. Rentang suhu distilasi yaitu 105-120 oC selama 2 jam.

d. Proses ekstraksi dilangsungkan dengan pengadukan selama 2 jam.

2. Variabel berubah:

a. Perbandingan pelarut dengan bahan baku = 2:1; 4:1; 6:1, 8:1 b. Suhu ekstraksi = 30 ; 50 ; 70 oC

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Analisis komposisi hasil ekstrak asap cair (asam asetat) dengan GC-MS b. Analisis yield distilat dan ekstrak

c. Analisis kadar asam asetat pada ekstrak dan rafinat d. Analisis pH ekstrak

e. Analisis densitas ekstrak

(22)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEMPURUNG KELAPA

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kelapa yang utama di dunia.

Rata-rata produksi kelapa Indonesia dari perkebunan rakyat pada periode 2000-2005 adalah sebesar 3.036.759 ton per tahun, sedangkan rata-rata produksi selama 2006- 2009 adalah 3.187.695 ton, atau meningkat sekitar 5 persen [6]. Kelapa memiliki peran yang strategis bagi masyarakat Indonesia, dan termasuk sembilan bahan pokok masyarakat. Produksi kelapa Indonesia per tahun menempati urutan kedua di dunia yakni sebesar 12.915 milyar butir (24,4 %) produksi dunia [11].

Pemanfaatan buah kelapa umumnya hanya daging buahnya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk keperluan rumah tangga, sedangkan hasil sampinga n lainnya seperti tempurung kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Bobot tempurung mencapai 12% dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 672 ribu ton tempurung yang dihasilkan [12]. Komposisi dari tempurung kelapa ditampilkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa [13]

Komponen Persentase (%)

Selulosa 34

Hemiselulosa 21

Lignin 27

Karbon 74,3

Oksigen 21,9

Silikon 0,2

Kalium 1,4

Fosfor 1,7

2.2 ASAP CAIR

Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain. Bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dan lain-lain [10].

(23)

7

Bahan baku tersebut merupakan bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, serta senyawa karbon lainnya [8].

Untuk mendapatkan asap cair umumnya dilakukan pirolisis tipe cepat (fast pyrolysys) untuk menghasilkan yield produk cair yang lebih tinggi. Produk hasil pirolisis terbagi atas tiga yaitu : padat berupa arang (char), cair (bio-oil), dan asap cair serta gas (syngas) [14]. Skema pembagian produk dari pirolisis biomassa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema Pembagian Produk dari Pirolisis Biomassa [14]

Komposisi kimia utama asap cair tempurung kelapa adalah fenol 5,13%; karbonil 13,28%; dan asam 11,39%. Pada literatur lain asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2- siklopentadion, 2-metoksifenol, 2- metoksi-4metilfenol, 2,6-dimetoksi- fenol, 4 etil-2- metoksifenol dan 2,5-dimetoksi- benzilalkohol [10]. Untuk meningkatkan komposisi asam astetat diperlukan proses lanjutan berupa distilasi asap cair seperti yang dicontohkan pada distilasi asap cair dari kulit durian, dimana proses ini dilakukak pada suhu 200 oC yang mampu meningka tka n komposisi asam asetat sampai 70,55 % [15]

(24)

8

Tabel 2.2 Komposisi Asap Cair Setelah Distilasi Hasil Analisa GCMS [15]

No. Komponen

% Area Area (%)

Hasil Distilasi Pada T ( oC) 1

Senyawa Asam

Asam asetat 55,1 28,03 62,8 70,55

2 3 4 5 6 7

Senyawa Keton dan Aldehid Hidroksi Aseton

1-Hidroksi-2-Butananon Siklopentenon

2-Metil-2-Siklopentenon Aseton

2,3 Pentanedion

6,8 1,63 2,09

4,29 1,48 1,63 4,55

8,99 1,76

10,97 2,28

6,68 8

9 10 11

Senyawa Furan dan Piran Butirolakton

Furfural

1,2-sikloheksanedion Asetilfuran

1,44 5,49

1,74 1,67

1,19 7,09 2,47

1,28

12 13

Senyawa Fenol dan Turunannya 2,6 dimetoksi fenol (Siringol)

Fenol 2,06 1,34 2,72 2,11

14 15 16

Senyawa Alkohol Oxiranemethanol Metanol

2,3 Pentanediol 9,49 36,09 2,18

17 Senyawa Nitrogen

Piridin 1,58

18 19

Senyawa Ester Metil asetat

Asetol asetat 1,44 4,55

3,26

Total 87,42 83,63 89,2 93,87

Dari data tabel 2.2 dapat disimpulkan bahwa asap cair yang sudah didistilasi memiliki kandungan asam karboksilat terutama asap asetat yang sangat banyak dan baik untuk diekstraksi.

Produk asap cair telah diproduksi dalam skala besar dan telah dimanfaatkan pada produk makanan seperti daging, ikan, dan keju lebih dari 40 tahun. Pengasapan produk dengan asap cair memiliki beberapa keuntungan daripada pengasapan secara tradisional pada makanan yakni mudah dalam penerapannya, dan mudah untuk mengontrol hidrokarbon aromatik yang merupakan hasil turunan dari proses

(25)

9

pembakaran [16]. Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa senyawa yang sangat berperan sebagai antimikroba adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada bersama-sama.

Selain fenol, senyawa aldehida, aseton, dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal pada produk hasil pengasapan [17].

2.3 PIROLISIS

Proses pembakaran bahan bakar menggunakan udara untuk menghasilkan panas sudah diketahui pada umumnya. Ada tiga buah faktor utama dalam pembentukan api, yang disebut segitiga api:bahan bakar, panas dan sumber oksigen (udara). Dalam pembakaran, bahan bakar pertama memanas untuk menghasilkan karbon dan gas volatil yang bertemu oksigen di udara mengalami pembakaran dan menghasilka n panas. Langkah yang pertama, sebelum kontak gas yang mudah terbakar ke udara merupakan proses pirolisis [18].

Pirolisis adalah proses awal yang terjadi ketika bahan organik pertama-tama dipanaskan dengan tidak adanya oksigen untuk menghasilkan gas mudah terbakar.

Pirolisis dengan sendirinya tidak langsung bereaksi melepaskan panas yang berlebih, melainkan proses ini membutuhkan panas. Pirolisis bahan organik seperti biomassa pada suhu tinggi (lebih besar dari 220 oC). Produk padatan dari hasil pembakaran tidak sempurna adalah arang (karbon dan abu) sisanya produk gas yang mengandung materi gas volatil. Produk hasil pirolisa akan dikondensasikan menjadi uap terkondensasi disebut minyak pirolisis (juga dikenal sebagai bio-oil, biocrude) pada suhu kamar dan gas yang tidak dapat terkondensasi seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen dan molekuler gas hidrokarbon ringan seperti metana yang berkumpul menjadi perpaduan gas (syngas) [18].

2.4 PROSES PEMURNIAN ASAP CAIR

Terdapat tiga cara yang biasa dipakai dalam pemurnian asap cair, yakni metode redistilasi, adsorpsi, dan ekstraksi.

2.4.1 Redistilasi

Redistilasi merupakan salah satu cara pemurnian terhadap asap cair, yaitu merupakan proses pemisahan kembali suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Redistilasi asap cair dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang

(26)

10

tidak diinginkan dan berbahaya, seperti poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan tar, dengan cara pengaturan suhu didih sehingga diharapkan didapat asap cair jernih, bebas tar dan benzo(a)piren [19].

2.4.2 Adsorpsi

Salah satu cara pemurnian asap cair dapat menggunakan metode adsorpsi.

Pemurnian dengan adsorpsi dapat menggunakan adsorben yang berasal dari minera l dari alam contohnya zeolit. Zeolit memiliki struktur berongga, sehingga tar dan benzo(a)pyrene yang ada pada asap cair yang melewati penyaring zeolit akan mengisi rongga zeolit.disini zeolit menyerap sejumlah besar molekul yang lebih kecil ataupun sesuai dengan ukuran rongga. Sedangkan untuk asap cair yang memiliki molekul jauh lebih kecil dapat melewati rongga zeolit Selain itu zeolit mampu menghasilka n molekul air dari permukaan rongga, menyebabkan medan listrik meluas ke rongga utama yang menyebabkan interaksi saling mengikat antara zeolit dengan tar dan benzo(a)piren [20].

2.4.2 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalam suatu cairan ke cairan lainnya. Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan, atau gas, menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen terlarut.

Pelarut selalu berupa cairan jernih dan bening serta mempunyai aroma yang khusus.

Konsentrasi larutan mempengaruhi komponen yang terlarut dalam suatu volume pelarut [4]. Pelarut yang sudah mengandung komponen asap cair disebut sebagai hasil ekstraksi atau fraksi utama dan sisa dari hasil pelarutan adalah rafinat

2.5 DISTILASI ASAP CAIR

Proses distilasi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat daripada komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi komponen-komponen yang bersifat lebih volatil, sehingga proses pemisahan komponen-komponen dari campuran dapat terjadi [10].

(27)

11

Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap, sejumlah campuran dimasukka n ke dalam sebuah bejana, dipanaskan bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk dikondensasikan dan ditampung dalam labu erlenmeyer. Produk destilat yang pertama kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain. Komponen- komponen dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah senyawa fenolat, karbonil dan asam. Titik didih dari komponen-komponen pendukung sifat fungsional asap cair [10]. Titik didih dari berbagai komponen asap cair dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Titik Didih Senyawa Pendukung Sifat Fungsional Asap cair dalam Keadaan Murni [10]

Senyawa Titik Didih (oC, 760 mmHg) Fenol

Guaikol 4-metilguaikol Eugenol Siringol Furfural Piroketakol Hidroquinon Isoeugenol Karbonil Glioksal Metilglioksal Glioksaldehid Diasetil Formaldehid Asam Asam asetat Asam butirat Asam propionat Asam isovalerat

205 211 244 267 162 240 285 266 51 72 97 88 21 118 162 141 176

Penentuan grade asap cair telah dilakukan peneliti sebelumnya. Penentuan ini didasarkan pada total asam karbonil (keton dan aldehid) dan fenol berdasarkan aturan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) [15]. Contoh penentuan grade berdasarkan komposisi ditampilkan dalam Tabel 2.4.

(28)

12

Tabel 2.4 Komposisi Asap Cair Hasil Distilasi [15]

Grade Suhu

Distilasi (ͦC) Asam (%) Karbonil

(%) Fenol

(%)

1 125 28,03 11,95 1,34

2 150 55,1 10.52 2,06

3 200 dan 175 62,8 – 70,55 10,75-19,93 1.41-1,69 2.6 EKSTRAKSI ASAM ASETAT

Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalam suatu cairan ke cairan lainnya [4]. Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan, atau gas, menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen terlarut.

Pelarut selalu berupa cairan jernih dan bening serta mempunyai aroma yang khusus.

Konsentrasi larutan mempengaruhi komponen yang terlarut dalam suatu volume pelarut.

Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi polar (hidrofilik) dan non-polar (lipofilik).

Polaritas pelarut berbanding lurus dengan tipe komponen yang dapat dilarutka n.

Prinsipnya, pelarut polar merupakan pelarut komponen polar terbaik dan pelarut non- polar merupakan pelarut komponen non-polar terbaik. Contohnya air dengan minyak dan heksan dengan vinegar adalah tidak cocok maka dengan cepat akan terbentuk dua lapisan setelah melalui pengocokan yang baik. Pada umumnya pelarut organik mempunyai densitas yang lebih rendah daripada air, sehingga akan membentuk lapisan terpisah yang berada di atas air. Pelarut akan membentuk beberapa ikatan kimia yang lemah dengan zat terlarut untuk melarutkannya. Sebagian besar ikatan yang terjadi adalah ikatan van der waals, ikatan dipol-dipol terkuat, dan ikatan rantai hidrogen [4].

Pelarut yang sudah mengandung komponen asap cair disebut sebagai hasil ekstraksi atau fraksi utama dan sisa dari hasil pelarutan adalah rafinat

Proses ekstraksi cair-cair adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pengambilan kembali asam karbosilat (dalam penelitian ini adalah asam asetat) pada industri. Untuk mengetahui apakah proses ekstraksi lebih layak dibanding proses yang sudah dipakai selama ini, maka diperlukan pengkajian yang lebih mendala m.

Pengkajian tersebut meliputi pemilihan pelarut yang sesuai, studi parameter-parameter ekstraksi yang berguna untuk perancangan peralatan ekstraksi maupun analisis ekonominya.

(29)

13

.Gambaran proses ekstraksi hasil dari produk pirolisis (dalam minyak pirolisis) secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema Ekstraksi Pyrolysys Oil [14]

Selain itu, pelarut tersebut (terutama alkohol) mempunyai kelarutan yang cukup besar dalam air sehingga kurang cocok bila dipakai sebagai ekstraktan dalam ekstraksi asap cair. Senyawa ester terutama etil asetat lebih cocok dipakai karena memilik i kemampuanyang lebih besar untuk mengikat asam-asam karboksilat sehingga dapat meningkatkan nilai koefisien distribusi dalam proses ekstraksi asam asetat.

2.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRAKSI 2.7.1 Suhu Ekstraksi

Suhu adalah pengaruh besar pada ekstraksi dengan suhu tinggi. Tingkat dan hasil ekstraksi yang sangat tinggi berbanding lurus dengan suhu. Salah satu alasan adalah peningkatan daya pelarut dengan suhu tinggi untuk senyawa nonpolar. Alasan lainnya adalah peningkatan proses perpindahan massa dengan suhu dan kenaikan eksponensia l dari tekanan uap dari senyawa ekstrak. Dalam waktu kritis dan superkritis, peningkata n laju reaksi dan hasil kurang optimal jika kepadatan tetap tinggi

Temperatur yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan solute lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi. Namun, temperatur ekstraksi tidak boleh melebihi titik didih pelarut karena akan menyebabkan pelarut menguap. Biasanya temperatur ekstraksi yang paling baik adalah sedikit di bawah titik didih pelarut [21]. Kelarutan bahan yang diekstraksi akan

(30)

14

meningkat dengan suhu untuk memberikan tingkat yang lebih tinggi dari ekstraksi, koefisien difusi meningkat dengan kenaikan suhu dan ini juga akan meningka tka n laju ekstraksi [22].

2.7.2 Pelarut

Pada proses ekstraksi pelarut bertujuan untuk mengekstrak zat terlarut dari satu fase cair yang lain. Hal ini dapat dilakukan untuk memisahkan dua zat terlarut yang berbeda untuk memurnikan fasa cairan dari kontaminasi. Sebuah sistem ekstraksi pelarut mengandung dua fasa cair yang bercampur, satu fase rafinat dan satu cair organik, pengencer, dan satu atau lebih zat terlarut. Selain itu, sistem ekstraksi di sebagian besar satu atau lebih ekstraktan ditambahkan ke pengencer untuk meningkatkan ekstraksi dan pemisahan. Kadang-kadang pengubah fase digunaka n untuk mencegah pembentukan tahap ketiga mengganggu [23].

2.8 ASAM ASETAT

Asam asetat merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Senyawa ini bersifat korosif. Pada gambar 2.3 dapat diliha t struktur dari asam asetat.

Gambar 2.3 Struktur Asam Asetat [25]

Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui fermentasi bakteri, seperti dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum.

Bakteri-bakteri tersebut terdapat pada makanan dan tanah, sehingg asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan atau makanan yang sudah basi. Adapun cara yang paling populer dalam pembuatan asam asetat melalun karbonilasi metanol. Dalam proses ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi membentuk asam asetat [24].

Dapat dilihat pada tabel 2.5 komposisi serta sifat fisika kimia dari asam asetat.

(31)

15

Tabel 2.5 Sifat –Sifat Asam Asetat [25]

Nama Senyawa Asam Asetat

Rumus Kimia CH3COOH

Wujud Senyawa (28 °C) Liquid

Berat Molekul 60,05 g/mol

Warna Senyawa Tidak berwarna

pH 2,5

Titik Didih 116-118 °C

Densitas 1,05 g/cm

Asam asetat ini memiliki beberapa manfaat dalam bidang industri, diantaranya sebagai berikut [24]:

a. Digunakan dalam produksi polimer, seperti selulosa asetat dan polivinil asetat yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar cair cat dan lem untuk kertas dan kayu.

b. Pembuatan anhidrida asetat.

c. Sebagai fungisida.

d. Sebagai bahan pelarut untuk banyak campuran organik.

e. Sebagai bahan dalam industri farmasi, seperti aspirin yang dibentuk dari reaksi . antara asam asetat dan asam salisilat.

(32)

16

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik, Fakultas Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara dan, Laboratorium Kimia Organik dan Fitokimia, Departemen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Farmasi. Penelitian dilakukan menggunakan proses ekstraksi dengan rangkaian alat utama untuk distilasi, ekstraksi dan evaporasi pelarut. Adapun peralatan utama yang digunakan untuk mengidentifikasi komponen kimia dari asap cair yang diperoleh adalah GC-MS di LPKS Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Organik Universitas Gajah Mada. Penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 bulan.

3.2 BAHAN

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

1. Asap cair tempurung kelapa 2. Aquadest

3. Etil asetat (C2H5OH) Teknis : Kadar 99 % didistribusi oleh Brataco Chemical Medan

4. Natrium Hidroksida (NaOH) : Kemurnian 99 % didistribusi oleh PT. Merck Indonesia

5. Indikator phenolphthalein : Kemurnian 99 % didistribusi oleh PT. Merck Indonesia

3.3 PERALATAN

3.3.1 Peralatan Proses Distilasi

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:

1. Hot plate with mixer (Boeco, Jerman) 2. Beaker glass

3. Gelas Ukur 4. Erlenmeyer 5. Labu Leher 1 6. Pendingin liebig

(33)

17 7. Sambungan joint T

8. Termometer 9. Stopwatch 10. Penangas minyak 11. Gabus Penutup 12. Selang air

3.3.2 Peralatan Proses Ekstraksi dan Evaporasi Pelarut Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:

1. Hot plate with mixer (Boeco, Jerman) 2. Magnetic Stirrer

3. Beaker glass 4. Gelas Ukur 5. Erlenmeyer 6. Labu Leher 3 7. Refluks Kondensor 8. Corong Pemisah 9. Stopwatch 10. Termometer 11. Gabus Penutup 12. Selang air

13. Rotary Evaporator (Stuart Equipment, UK)

3.3.3 Peralatan Analisa

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain:

1. Gelas Ukur 2. Erlenmeyer 3. Pipet tetes 4. Biuret 5. Timbangan 6. pH meter

7. Instrumen GC-MS (GC-MS-QP2010S SHIMADZU JAPAN)

(34)

18 3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 Pengambilan Asam Asetat dengan Menggunakan Distilasi dan Ekstraksi Prosedur pemurnian asap cair yang dilakukan sebagai berikut

1. Asap cair disiapkan dengan volume sebesar 300 ml yang akan dijadikan umpan distilasi

2. Asap cair didistilasi selama 2 jam dengan suhu 105-120 oC.

3. Kondensat asap cair ditampung di beaker glass dan dicatat volumenya.

4. Asap cair yang telah didistilasi sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam beaker glass.

5. Suhu pada hot plate diatur dengan variasi suhu : 30; 50; 70 oC

6. Pelarut etil asetat dimaksukkan dengan variasi perbandingan pelarut : umpan

= 2 : 1; 4 : 1; 6 : 1; 8: 1

7. Asap cair dan pelarut diaduk menggunakan mixer hot plate pada variasi temperatur dan rasio pelarut : umpan selama 2 jam.

8. Ekstrak dan rafinat dipisahkan dengan corong pemisah.

9. Ekstrak yang dihasilkan dicatat volumenya dan selanjutnya akan dianalisa.

10. Solut etil asetat direkoveri dengan suhu 50 oC dan tekanan - 0,8 bar di rotary evaporator.

3.5 PROSEDUR ANALISA

3.5.1 Analisa Komposisi Menggunakan GC/MS (GC-MS-QP2010S SHIMADZU JAPAN)

Analisa komposisi bahan mengunakan GC/MS dilakukan terhadap : 1. Asap cair tempurung kelapa.

2. Distilat hasil pemurnian asap cair.

3. Hasil Ekstrak hasil pemisahan secara ekstraksi.

3.5.2 Analisa yield

1. Hasil baik distilat/ekstrak diambil dari proses sebelumnya 2. Sejumlah distilat/ekstrak dihitung volumenya

3. Perbandingan volum awal umpan dengan hasil distilat/ekstrak yang didapat merupakan nilai yield yang diperoleh

(35)

19

(3.1) 3.5.3 Analisa Kandungan Asam Asetat

1. Ekstrak yang diperoleh diambil 1 ml dan dicatat masing-masing beratnya 2. Ekstrak kemudian diencerkan sampai 10 ml dengan akuades.

3. Sebanyak 10 ml Larutan sampel ditambah indikator phenolphthalein dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi

4. Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam asetat [26,27].

% Asam asetat = Vol. NaOH (l) × N NaOH × BM as. Asetat x fak. pengenceran ×100%

Bobot Sampel (g)

3.5.4 Analisis pH

1. Ekstrak asap cair dimasukkan sebanyak 2 ml ke suatu wadah.

2. Alat pH meter dimasukkan ke dalam cairan dan dilihat angka digital pada pH meter.

3. Masing-masing nilai pH yang didapatkan dicatat.

3.5.5 Analisis Densitas

1. Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang dan dicatat massanya.

2. Piknometer diisi dengan air lalu ditimbang dan dicatat massanya. Massa air dalam piknometer adalah selisih dari massa piknometer berisi air dengan piknometer kosong.

3. Massa asam asetat yang diperoleh dari selisih massa piknometer berisi asam asetat dengan massa piknometer kosong.

4. Densitas asam asetat diperoleh dengan pembagian massa asam asetat dengan volumenya.

(36)

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS KUALITATIF

4.1.1 Komposisi Asap Cair Tempurung Kelapa

Analisis GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari struktur kimia dalam suatu senyawa. Kromatogram hasil GC-MS ditunjukan pada Gambar 4.1 dan komposisi asap cair tempurung ditunjukkan pada Tabel 4.1. Untuk spesifikasi instrumen GC-MS dapat dilihat pada lampiran D.

Gambar 4.1 Diagram Hasil Kromatogam GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa

Tabel 4.1 Komposisi Asap Cair Tempurung Kelapa Peak R.time % Area Nama

1 1,441 46,40 Asam asetat (CAS),ethylic acid, vinegar acid, ethanoic acid, glacial acetic acid

2 3,148 2,06 Butane, 2-nitro-(CAS) 2-nitrobutane

3 3,585 47,07 Fenol (CAS) izal

4 3,915 2,54 Phenol, 2-methoxy-(CAS) guaicol 5 5,876 1,94 1,2-benzedinol (cas) pyrocatechol

100,00

Hasil GC-MS menunjukkan bahwa komponen asam asetat pada asap cair bahan baku sebesar 46,40% dimana hasil mendekati hasil GC-MS peneliti terdahulu

(37)

21

yaitu sebesar 40,20% yang dihasilkan pada suhu 400 oC [28]. Komponen terbesar dalam asap cair tempurung kelapa terdiri atas asam asetat dan fenol. Besarnya komposisi asam asetat disebabkan tingginya kandungan komposisi selulosa dan hemiselulosa pada bahan baku yaitu tempurung kelapa sedangkan komposisi fenol dipengaruhi oleh kandungan lignin bahan baku [29].

4.1.2 Komposisi Distilat Asap Cair

Kromatogram hasil GC-MS ditunjukan pada Gambar 4.2 dan komposisi distila t asap cair yang dihasilkan pada suhu 105-120 oC ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Gambar 4.2 Diagram Hasil Kromatogam GC-MS Distilat Asap Cair Pada Suhu Distilasi 105-120 oC

Tabel 4.2 Komposisi Distilat Asap Cair Peak R.time % Area Nama

1 2,525 10,58 Methylamine, trideuetana, florometana, etilen Glikol 2 3,148 1,73 Alkohol; (etil alkohol) 3 3,585 0,60 Keton; (aseton, propanon,

dimetil keton)

4 3,915 1,75 Asam asetat, metil ester 5 5,876 3,97 Etil asetat, asam asetat

6 7,622 41,80 Asam asetat

(38)

22

Tabel 4.2 Komposisi Distilat Asap Cair (Sambungan)

Hasil GC-MS menunjukkan bahwa komponen asam asetat sebesar 41,80%

dimana hasil mendekati komposisi asap cair tempurung kelapa bahan baku. Komponen terbesar dalam distilat asap cair terdiri atas asam asetat dan fenol. Adapun penuruna n komposisi pada asam asetat dan fenol menunjukkan pada saat pemisaha n menggunakan proses distilasi sisa komponen yang tidak terpisahkan mengand ung komponen asam asetat dan fenol.

4.1.3 Komposisi Ekstrak Asap Cair

Kromatogram hasil GC-MS ditunjukan pada Gambar 4.3 dan komposisi ekstrak asap cair ditunjukkan pada Tabel 4.3

Gambar 4.3 Diagram Hasil Kromatogam GC-MS Ekstrak Asap Cair Dengan Rasio Pelarut Terhadap Umpan 6: 1 (v/v) pada suhu 70 oC

7 13,501 1,69 Keton; (hydroxy-2-butanone), asam propanoat,

Anhidrat;(metilasetat anhidrat, propanoat anhidrat)

8 24,026 34,09 Fenol; (benzenol, monofenol) 9 26,156 3,80 Fenol; (metoksifenol, guasol)

Total 100,00

(39)

23

Tabel 4.3 Komposisi Ekstrak Asap Cair Peak R.time % Area Nama 1 3,161 0,67 Etanol

2 5,897 36,83 Etil asetat; asam asetat

3 7,688 24,00 Asam asetat

4 11,437 0,38 Asam propanoat

5 13,512 0,79 Keton; (hydroxy-2-butanone), asam propanoat

6 16,164 1,27 Furfural, furancarboxaldehyde 7 24,504 29,65 Fenol; (benzenol, monofenol) 8 26,187 4,67 Fenol; (metoksifenol, guasol) 9 27,107 1,09 Fenol; (metoksifenol, kresol) 10 29,702 0,67 Benzena, fenol; (metoksifenol,

kresol)

Total 100

Hasil GC-MS menunjukkan komponen asam asetat sebesar 24,00 % dan 36,80

% campuran etil asetat asam asetat. Pembacaan hasil GC-MS pada peak 2 menunjukkan adanya bacaan terjemahan gugus EtOAC yang dapat diartikan sebagai etil asetat dan OAC sebagai gugus asam asetat. Komponen asam asetat berkurang dari distilat asap cair menunjukkan bahwa sisa pelarut dapat menurunkan komposisi senyawa pada ekstrak.

Pada ekstrak apabila dibandingkan dengan distilat asap cair dan umpan asap cair tempurung kelapa terjadi penurunan komposisi asam asetat, namun kandungannya belum tentu menurun, mengingat ada komponen yang keluar akibat proses ekstraksi yang tidak dapat terbaca pada unit GC-MS yaitu air. Adanya komponen etil asetat sisa menandakan perlunya penambahan waktu pada proses penguapan untuk mendapatkan komposisi asam asetat yang lebih besar. Komponen berkurang secara signifikan yaitu yaitu methylamine, trideuetana, florometana sebesar 10,58 %. Senyawa metil amina, trideuetana, dan florometana memiliki titik didih di bawah 0 oC yang kemungk ina n telah menguap pada proses ekstraksi yang mengunakan suhu di atas suhu kamar. Etilen glikol juga tidak ada dalam ekstrak yang menandakan pelarut tidak menyerap etilen glikol.

Komposisi yang terbaca pada instrumen GC-MS kebanyakan merupakan senyawa organik polar, sehingga komponen air tidak terdeteksi dalam ekstrak asap cair. Komponen air yang cukup banyak dalam asap cair dapat menurunkan kandungan senyawa organik dalam ekstrak asap cair. Untuk itu perlu dilakukan analisa kuantitatif

(40)

24

4.67

83.00

4.00 8.33

0 20 40 60 80 100

Yield Distilat (%)

sebagai analisa lanjutan pendukung baik kandungan dan perolehan senyawa organik terkhusus senyawa asam asetat.

4.2 ANALISIS KUANTITATIF 4.2.1 Analisis Yield

4.2.1.1 Analisis yield distilat asap cair

Proses distilasi asap cair umumnya dilakukan untuk memfraksinasi komponen asap cair berdasarkan perbedaan titik didihnya. Analisis yield, perbedaan kandungan asam, dan komponen kimia pada hasil distilat telah diteliti pada penelitian sebelumnya.

Pada penelitian ini hasil fraksinasi distilat yang diperoleh hampir sama dengan fraksinasi pada penelitian sebelumnya dimana yield terbesar berada pada suhu 105 oC sampai 120 oC [19,29].

Tidak semua komponen dapat terdistilasi yaitu komponen berupa tar dan zat kimia yang titik didihnya di atas suhu pemanasan maksimal distilasi. Tar kayu yang dihasilkan dari pirolisis seperti dicontohkan pada kayu pinus umumnya larut pada senyawa organik namun kelarutannya kecil dalam air [30]. Untuk itu, fungsi utama dari distilasi ini adalah pemisahan tar yang merupakan zat berbahaya dan juga sangat larut dengan pelarut etil asetat pada proses ekstraksi selanjutnya. Adapun hasil distila t yang dihasilkan pada berbagai suhu dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Yield Distilat Berdasarkan Fraksinasi Berbagai Suhu

Pada suhu <105 ;105-110; 110-120 oC proses distilasi menunjukkan yield distilat sebesar 4,67 %; 83,00 %; 4,00 %, serta bagian tidak terdistilasi sebesar 8,33 %.

<105 105-110 110-120 Tidak terdistilasi Suhu (oC)

(41)

25

Peneliti sebelumnya mendistilasi asap cair dari tempurung dan serabut kelapa dimana pada suhu 100 oC kuantitasnya sebesar 15,9-45,5 % dan pada suhu 100-125 oC sebesar 7,5-14,7 % dimana keduanya merupakan fraksi yang terbesar dibandingkan fraksi pada suhu lainnya [19]. Peneliti lainnya melakukan redistilasi asap cair dari tempurung kelapa hibrida dimana rendemen tertinggi dihasilkan pada suhu 100-110 oC yaitu sebesar 85,70 % [29]. Besarnya yield pada range suhu 105-120 oC disebabkan komponen senyawa pada distilat berupa asam asetat dan air yang merupakan senyawa yang banyak dalam komposisi asap cair yang memiliki titik didih dalam range suhu distilasi tersebut.

Dalam penelitian ini distilat yang diambil adalah hasil fraksinasi yang pada suhu 105-120 oC untuk selanjutnya diekstraksi asam asetatnya. Pemilihan range suhu 105-120 oC didasarkan bahwa pada suhu tersebut yield yang didapatkan paling besar namun kandungan asam asetat yang diperoleh paling kecil [19, 29]. Untuk itu pada fraksinasi distilat perlu dilakukan proses lanjutan berupa ekstraksi.

4.2.1.2 Analisis yield ekstrak asap cair

Proses ekstraksi asap cair umumnya dilakukan untuk mendapatkan komponen yang diinginkan dalam hal ini adalah asam asetat. Pada penelitian ini hasil ekstrak diamati yield berdasarkan variasi suhu dan rasio pelarut terhadap umpan sehingga nantinya dapat disimpulkan pengaruh suhu dan jumlah pelarut terhadap proses ekstraksi. Hasil ekstrak yang dihasilkan pada berbagai suhu dan jumlah pelarut dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 % Yield Ekstrak Berdasarkan Variasi Suhu dan Rasio Pelarut : Umpan 5

6 7 8 9 10 11 12

100 200 300 400

Yield Ekstrak (%)

Rasio Pelarut : Umpan

Suhu oC 70 50 30

2:1 4:1 6:1 8:1 terdistilasi

(42)

26

Pada variasi rasio pelarut terhadap umpan yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 dengan suhu 70 oC didapatkan % yield berturut-turut 6,8; 7,6; 9,2; dan 9,6 %, sedangkan pada suhu 50 oC pada variasi rasio pelarut terhadap umpan 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan

% yield berturut-turut 7,2; 8,4; 10; dan 10,4 %, dan pada suhu 30 oC pada variasi rasio pelarut terhadap umpan yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan yield berturut-turut 6,8;

8,4; 8,8; dan 9,2 %. Dalam penelitian ini yield terbanyak dihasilkan pada suhu 50 oC dan rasio pelarut terhadap umpan 8:1 sebesar 10,4%.

Pengaruh suhu dan jumlah pelarut terhadap yield sudah diteliti sebelumnya bukan hanya pada ekstraksi asap cair melainkan berbagai ekstraksi bahan kimia menggunakan pelarut polar organik. Berdasarkan teori, semakin besar rasio pelarut terhadap umpan, semakin banyak jumlah pelarut yang mengalami kontak dengan bahan ekstraksi. Jumlah molekul pelarut yang meningkat akan meningka tka n kemungkinan tumbukan antara solute dengan pelarut. Akibatnya semakin banyak solute dapat berdifusi keluar dari bahan ekstraksi sehingga yield ekstrak semakin tinggi [31]. Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa kenaikan yield dipengaruhi oleh penambahan jumlah / rasio pelarut sehingga pada penelitian ini pengaruh penambahan jumlah pelarut telah sesuai dengan teori.

Variasi suhu juga mempengaruhi perolehan yield ekstrak asap cair. Proses ekstraksi adalah suatu aplikasi dari proses perpindahan massa, dimana suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan perpindahan massa. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan solubilitas pelarut dan dapat memperbesar pori padatan, sehingga pelarut masuk [32]. Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa kenaikan yield dipengaruhi oleh kenaikan suhu sehingga pada penelitian ini pengaruh penambahan jumlah pelarut telah sesuai dengan teori. Namun di beberapa titik di suhu 70 oC, nilai yield berada di antara suhu 30 oC dan 50 oC. Berdasarkan terori titk didih dari etil asetat sebesat 77 oC [33], namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan terdapat volume etil asetat yang mulai menguap dan kemudian berkurang walaupun sudah direfluks dengan air yang memiliki suhu kamar. Adanya pengurangan jumla h volume pelarut pada variasi suhu ini dapat berakibat langsung terhadap yield proses ekstraksi.

Peneliti sebelumnya mendapatkan volume terekstrak sebesar 3,248 % dengan pemakaian rasio pelarut yaitu 1:1 dan waktu 10 sampai 30 menit. Namun dalam penelitian tersebut tidak dilakukan penguapan pelarut secara sempurna [4]. Hasil yang

(43)

27

didapat menunjukkan kenaikan suhu dan penambahan pelarut mempengaruhi penyerapan ekstrak karena yield yang didapat sudah lebih banyak daripada hasil peneliti sebelumnya.

4.2.2 Analisis Kandungan Asam Asetat

Kandungan asam pada asap cair menentukan kualitas dari asap cair. Asam organik yang biasa terkandung didalam asap cair berupa asam asetat. Asam asetat terbentuk proses dekomposisi dari komponen yang mengandung selulosa terutama hemiselulosa [29]. Keasaman dari asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair [19], namun keasaman asam asetat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan fenol.

Keasaman asam asetat dapat dilihat dari nilai pKA sebesar 4,8 dan fenol memiliki nila i pKA sebesar 9,9 menunjukkan asam asetat lebih berdampak memberikan nila i keasaman dibandingkan fenol [34]. Penentuan kandungan asam ini dengan menggunakan metode total asam tertitrasi yang dihitung sebagai jumlah asam asetat dalam ekstrak asap cair dengan acuan 0,1 Normalitas NaOH ekivalen dengan 60,05 mg asam asetat [27,35].

4.2.2.1 Analisis kandungan asam asetat asap cair dan distilat asap cair

Kandungan asam asetat pada bahan baku asap cair tempurung kelapa dalam penelitian ini adalah sebesar 8,80 %. Nilai kandungan asam asetat ini dibandingka n penelitian sebelumnya lebih rendah dari peneliti sebelumnya, dimana asap cair yang diperoleh sebesar 15,59 % pada suhu pirolisis 300 oC [4]. Selain itu, kandungan asam asetat pada bahan distilat asap cair tempurung kelapa dalam penelitian ini adalah sebesar 6,80 %. Dua peneliti sebelumnya dalam penelitiannya mengenai distilasi asap cair tempurung kelapa mendapatkan kandungan asam berkisar 4,94 % [19] dan 8,08 - 18,92 % [29] pada range suhu fraksinasi di 100-125 oC.

Pada hasil analisa kandungan asam asetat bila pada bahan baku dan distilat bila dibandingankan dengan komposisi pada GC-MS terdapat perbedaan yang sangat signifikan dimana pada bacaan GC-MS komposisi asam asetat pada asap cair dan distilat berturut-turut 46,40 dan 41,80 %. Hal ini menunjukkan masih banyak senyawa yang mampu menurunkan kandungan asam asetat pada ekstrak asap cair yaitu air yang tidak terbaca komposisinya dalam analisa GC-MS.

(44)

28

4.2.2.2 Analisis kandungan asam asetat pada ekstrak dan rafinat

Kandungan asam yang bernilai rendah disebabkan oleh kandungan air pada asap cair yang cukup tinggi [19], selain itu terdapat pula golongan -golongan senyawa penyusun asap cair berupa air (11-92 %), fenol (0,2-2,9 %), asam (2,8-9,5 %), karbonil (2,6-4,0 %), dan tar (1-7 %) [10]. Dari beberapa teori di atas, proses ekstraksi dengan etil asetat dapat mengurangi kandungan air sekaligus memekatkan asam asetat dalam asap cair. Pelarut etil asetat memiliki karakteristik yang immiscible terhadap air dimana kelarutannya sangat kecil dengan nilai sebesar 80 g/l pada suhu 25 oC [33,36].

Gambar 4.6 Kandungan Asam Asetat Berdasarkan Variasi Suhu dan Rasio Pelarut : Umpan pada Fasa Ekstrak

Hasil kandungan asam asetat yang diperoleh pada ekstak dan rafinat ditunjukkan pada Gambar 4.6 dan 4.7. Pada variasi rasio pelarut terhadap umpan dengan suhu 70 oC yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan kandungan asam asetat berturut-turut 39,29; 42,21; 46,90; dan 49,26 %, sedangkan pada variasi rasio pelarut terhadap umpan pada suhu 50 oC yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan kandungan asam asetat berturut-turut 38,14; 41,11; 43,30; dan 48,35 % dan pada variasi jumla h pelarut pada suhu 30 oC yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan kandungan asam asetat berturut-turut 37,45; 39,64; 40,85; dan 43,36 %. Dalam penelitian ini kandungan asam asetat yang tertinggi dihasilkan pada suhu 70 oC dengan rasio pelarut terhadap umpan 8:1 sebesar 49,26%.

25.00 40.00 55.00

100 200 300 400

Kandungan Asam Asetat (%)

Rasio Pelarut : Umpan

Suhu oC 70 50 30

2:1 4:1 6:1 8:1 terdistilasi

(45)

29

Peneliti sebelumnya memperoleh kandungan asam asetat sebesar 6,982 % dengan pemakaian rasio pelarut yaitu 1:1 dan waktu 10 sampai 30 menit [4]. Namun dalam penelitian tersebut tidak dilakukan penguapan pelarut secara sempurna.

Kemiripan kandungan asam pada ekstrak menyamai hasil distilat asap cair peneliti sebelumnya yang dilakukan pada variasi suhu tertinggi 125-150 oC sebesar 43,96 - 44,24 % [19], dimana pada distilat tersebut kandungan air diperoleh sangat sedikit.

Besarnya kandungan asam asetat yang diperoleh menandakan etil asetat cukup baik dalam mengekstraksi asam asetat. Selain itu data kandungan asam asetat yang diperoleh pada fasa rafinat dapat membuktikan kemampuan etil asetat dalam mengekstraksi asam asetat seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Kandungan Asam Asetat Berdasarkan Variasi Suhu dan Rasio Pelarut : Umpan pada Fasa Rafinat

Pada variasi rasio pelarut terhadap umpan pada suhu 70 oC yaitu yaitu 2:1;

4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan kandungan asam asetat berturut-turut 2,53; 2,40; 2,22; dan 2,10 %; sedangkan pada variasi rasio pelarut terhadap umpan pada suhu 50 oC yaitu yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan kandungan asam asetat berturut-turut 3,25; 2,83;

2,28; dan 2,16 % dan pada variasi rasio pelarut terhadap umpan pada suhu 30 oC yaitu yaitu 2:1; 4:1; 6:1, dan 8:1 didapatkan kandungan asam asetat berturut-turut 3,19; 2,95;

2,65; dan 2,40 %.

Peneliti sebelumnya mendapatkan kandungan asam asetat pada crude atau rafinat 11,05 % dengan pemakaian rasio pelarut yaitu 1:1 dan waktu 10 sampai 30 menit [4].

1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

100 200 300 400

Kandungan Asam Asetat (%)

Rasio Pelarut : Umpan

Suhu oC 70 50 30

2:1 4:1 6:1 8:1 terdistilasi

Gambar

Tabel  1.1 Rangkuman  Hasil  Penelitian  Mengenai  Asap Cair  dan Proses  Ekstraksi  Asam  Asetat  Terdahulu
Tabel  1.1 Rangkuman  Hasil  Penelitian  Mengenai  Asap Cair dan  Proses Ekstraksi  Asam  Asetat  Terdahulu  (Lanjutan)
Tabel  2.1 Komposisi  Kimia  Tempurung  Kelapa [13]
Gambar  2.1 Skema Pembagian  Produk  dari Pirolisis  Biomassa  [14]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kritik sastra intrinsik, yaitu menganalisis karya sastra berdasarkan unsur intrinsiknya, sehingga akan diketahui kelemahan dan kelebihan yang ada dalam karya sastraa. Kritik

Selain kebutuhan akan seni cukup tinggi don dirasakan oleh warga, Deso Kemiren juga merupakan salah satu desa Using yang masih mempertahankan adat tradisi Using

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang signifikan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar IPA siswa

Dari penelitian tentang pengaruh kadar protein dan kadar lemak yang berbeda didalam pakan buatan terhadap daya cerna nutrien pada juvenil ikan kerapu pasir

Pengembangan Produk Nanokurkuminoid Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Berbasis Temulawak dan Kunyit yang Terstandar: Uji Preklinis dan Klinis yang Berkhasiat sebagai

8 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Penanganan Gizi Buruk sehingga pada saat pelaksanaan memiliki tujuan dan hasil pasti, untuk mewujudkannya melalui

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang terdapat pada perusahaan adalah tingginya temperatur ruangan yang mencapai 35,5 0 C dan telah melebihi

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, dalam merumuskan kebijakan hukum pengawasan BUMN, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keuangan negara atau