• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

14 1. Implementasi

Konsep ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor satu. Adapun konsep implementasi berarti tindakan untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan dampak atau untuk mencapai tujuan tertentu. Kata kunci dari implementasi adalah melakukan atau melaksanakan. Melakukan sesuatu yang dimaksud berasal dari sumber yang dapat dipastikan kebenarannya. Hal tersebut akan berpengaruh pada hasil akhir dari tindakan melakukan sesuatu tersebut. Ketika melakukan tindakan yang mengarah pada implementasi suatu hal, perlu dipahami berkaitan dengan sumber dan tujuan yang hendak dicapai.

Secara umum, implementasi merupakan tindakan atau aktifitas dari hasil kebijakan yang telah dirumuskan oleh pihak-pihak tertentu.

Tujuan dari adanya implementasi adalah untuk menerapkan sehingga rumusan tersebut dapat diterima dengan baik. Pengertian lain implementasi adalah tindakan mentransfer rumusan kebijakan sehingga dapat diterima dengan baik. Implementasi sering dikaitkan dengan kebijakan, walaupun dalam kenyataanya, implementasi tidak selalu berkaitan dengan hal tersebut. Konsep awal menyatakan bahwa implementasi adalah tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dikatakan bahwa implementasi tidak hanya berlaku untuk kehidupan masyarakat saja.

Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana untuk mencapai tujuan kegiatan

(2)

(Nurdin, 2002:70). Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai implementasi kebijakan ketika dilaksanakan dengan cara yang sistematis demi mencapai tujuan. Pendapat yang dikemukakan oleh Nurdin Usman tersebut mendefinisikan implementasi sebagai rangkaian aktivitas atau mekanisme yang dilakukan secara terencana untuk mencapai tujuan tertentu. Pelaksanaan kegiatan yang disebut dengan implementasi tersebut harus dilakukan secara sistematis. Tindakan yang dilakukan tanpa adanya keteraturan atau sistematis tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Pelaksanaan tersebut dititik beratkan pada tindakan sistematis untuk mencapai tujuan.

Menurut Horn implementasi diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh baik individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapain tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam kebijakan (Tahir, 2014:55). Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Horn, implementasi dilakukan tidak terbatas pada pihak-pihak tertentu Semua unsur dapat melakukan tindakan yang disebut dengan implementasi untuk mendapatkan tujuan tertentu. Horn memberikan pendapatnya ini berkaitan dengan kebijakan, sehingga dapat diketahui bahwa obyek dari implementasi ini adalah kebijakan yang memiliki unsur dan juga tujuan yang jelas.

Pressman dan Wildadavsky (Tachjan, 2008:29) memberikan pendapatnya mengenai implementasi. Implementation as to carry out, accomplish full fill produce, complete. Maksud dari pendapat tersebut adalah implementasi sebagai cara untuk melaksanakan, mengisi, dan menyelesaikan atau melengkapi. Berdasarkan pendapat tersebut, implementasi dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas yang terdiri atas unsur melaksanakan, mengisi, kemudian menyelesaikan yang telah

(3)

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Tiga unsur yang disebutkan diatas menjadi poin penting dalam pelaksanaan implementasi.

Mazmanir dan Sebastiar turut memberikan pendapatnya mengenai implementasi. Implementasi menurut Mazmanir dan Sabastiar adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan (Wahab, 2001:68). Implementasi yang dikemukakan oleh Mazmanir dan Sebastiar dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendapat tersebut mengandung unsur undang-undang, eksekutif, dan peradilan. Implementasi dilakukan secara sistematis guna melaksanakan kebijakan yang mendasar. Hal tersebut dapat berbentuk undang-undang maupun keputusan dari pihak yang berwenang, tujuannya disesuaikan oleh obyek implementasi tersebut.

Kapioru (2014:105) menyatakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja impmentasi yaitu :

a. Kondisi lingkungan (environmental condition).

b. Hubungan antar organisasi (interorganizational relationship).

c. Sumber daya (resource).

d. Karakter institusi implemantor (charactheristic implementing agencies).

Pelaksanaan implementasi yang sistematis untuk mencapai tujuan tertentu didasari oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Apabila salah satu faktor dihilangkan akan menimbulkan ketimpangan dalam melaksanakan implementasi. Pengertian implementasi sebagaimana yang dinyatakan oleh Kopiuro bahwa lingkungan, organisasi, sumber daya, dan juga

(4)

karakter institusi. Keempatnya harus berjalan seiringan, agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Faktor implementasi juga disebutkan oleh George C. Edward dalam pendapatnya. Menurut George.C.Edward, implementasi memiliki empat faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Adapun pengertian atas faktor-faktor tersebut adalah :

a. Komunikasi

Komunikasi berarti menyampaikan informasi dari satu pihak ke pihak lain dengan tujuan tertentu. Pengertian komunikasi dalam konteks implementasi adalah proses penyampaian informasi dari pihak yang merumuskan dan pihak yang mengimplementasikan.

Penyampaian informasi merupakan hal yang sangat penting, sebab memuat isi, maksud, dan tujuan tertentu. Perlu ditekan bahwa dalam penyampaian informasi harus akurat dan jelas. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari perbedaan persepsi yang dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam pelaksanaan implementasi.

b. Sumber daya

Faktor sumber daya juga merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan implementasi. Sumber daya ini tidak terbatas pada sumber daya manusia saja. Melainkan juga mencakup sumber daya prasarana atau fasilitas dan informasi serta kewenangan. Jenis-jenis sumber daya tersebut digunakan sebagai daya dukung dalam pelaksanaan implementasi. Tanpa adanya sumber daya maka implementasi tidak akan berjalan sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Disposisi

Disposisi erat kaitannya dengan karakter dari pihak-pihak yang berhubungan dengan implementasi. Pihak yang melaksanakan

(5)

implementasi harus memiliki karakter yang kuat dengan rasa tanggung jawab. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan juga fungsi yang telah di tentukan. Tanpa adanya rasa tanggung jawab maka akan menimbulkan ketimpangan, sehingga tujuan dari implementasi tidak akan berjalan dengan maksimal.

d. Struktur birokrasi

Implementasi erat kaitannya dengan struktur birokrasi yang mencakup dua hal, yaitu mekanisme dan birokrasi. Pihak yang akan melakukan implementasi terlebih dahulu merumuskan dan memiliki sistem dan prosedur yang diterapkan. Rangkaian sistem dan prosedur tersebut yang disebut mekanisme, yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan hal-hal yang sudah dirumuskan. Tujuan dari adanya implementasi ini adalah agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan sistem dan tidak bertolak belakang dari tujuan yang diharapkan. Kedua adalah birokrasi yang erat kaitannya dengan struktur dalam lingkup jabatan. Pelaksanaan implementasi dikatakan harus mengikuti aturan birokrasi agar dapat menimbulkan keharmonisan dalam pelaksanaanya.

2. Peraturan Daerah

Konsep ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor satu. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa pemerintah pusat memberikan otonomi yang merupakan hak, wewenang, dan kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahannya sendiri. Daerah otonom sebagai satuan pemerintahan mandiri yang memiliki wewenang atributif.

Terlebih sebagai subjek hukum (public rechsperson, public legal entity), berwenang membuat peraturan-peraturan untuk menyelenggarakan rumah tangganya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa untuk

(6)

melaksanakan otonomi daerah sebagaimana yang dirumuskan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, daerah otonom memiliki wewenang untuk membuat peraturan untuk daerahnya. Peraturan daerah tersebut kemudian digunakan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah otonom. Peraturan dirumuskan untuk mengatur urusan pemerintahan daerah, sehingga lingkup wewenangnya terbatas pada bidang otonomi dan tugas pembantuan.

Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Ni’matul,2009:213). Peraturan yang dibentuk oleh daerah guna melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan harus sejalan dengan peraturan-peraturan diatasnya. Pengertian peraturan perundang- undangan sebagai berikut :

a. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum.

b. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan- ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, dan status atau suatu tatanan.

c. Peraturan yang mempunyai ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada obyek peristiwa atau gejala konkret tertentu.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-Undangan mengatur hirearki peraturan perundang-undangan. Peraturan perundangan- undangan memiliki hirearki sebagai berikut :

(7)

a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR);

c. Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu);

d. Peraturan Pemerintah (PP);

e. Peraturan Presiden (Perpres);

f. Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi);dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota (Perda Kabupaten atau Kota).

Kedudukan peraturan daerah kabupaten atau kota berada di bawah peraturan daerah provinsi. Hirearki tersebut menempatkan peraturan daerah provinsi berada di bawah peraturan presiden.

Berdasarkan peraturan tersebut dikatakan bahwa peraturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan daerah provinsi dan peraturan perundang-undangan diatasnya.

Peraturan daerah dibuat oleh Kepala Daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD. Rancangan peraturan daerah yang sudah disepakati bersama oleh kedua belah pihak menjadi peraturan daerah dapat langsung berlaku sejak ditetapkan oleh Kepala Daerah tanpa harus menunggu pengesahan dari Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri (untuk Perda Kabupaten/Kota) atau pun Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden (untuk Perda Propinsi) (NI’matul, 2009:215). Kepala daerah bersama dengan DPRD bekerja sama dan bersinergi merumuskan peraturan yang sesuai dengan kebutuhan daerah.

Dua unsur tersebut menjadi wakil bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan perumusan peraturan sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.

Peraturan daerah yang dibuat oleh kepala daerah dan DPRD tidak disebut sebagai produk regulatif. Melainkan disebut sebagai produk

(8)

legislatif di tingkat daerah. Peraturan daerah dibentuk oleh lembaga legislatif daerah yaitu DPRD dan juga kepala daerah yang sama-sama dipilih oleh rakyat. Jimly Asshiddique berpendapat bahwa peraturan daerah juga dapat dilihat sebagai bentuk undang-undang yang bersifat lokal (Ni’matul, 2009:233). Kepala daerah sebagai lembaga eksekutif daerah dan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah bersinergi untuk membuat peraturan perundang-undangan tersebut. Hal tersebut diibaratkan undang-undang yang dibuat oleh DPR sebagai lembaga legislatif dan Presiden sebagai lembaga eksekutif. Peraturan daerah sama halnya dengan undang-undang karena melibatkan peran wakil rakyat yang dipilih secara langsung.

Peraturan daerah yang dibuat oleh kepala daerah bersama dengan DPRD memiliki beberapa unsur yang berpengaruh terhadap perumusan peraturan daerah. Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut :

a. DPRD

DPRD menjadi salah satu unsur dalam pembentukan peraturan daerah. Tidak hanya itu, DPRD juga dapat merumuskan dan membentuk produk hukum lainnya di daerah. DPRD sebagai lembaga legislatif daerah yang menjadi wakil dari rakyat memiliki wewenang membentuk produk hukum untuk mewujudkan fungsi legislasi.

b. Kepala Daerah

Kepala daerah merupakan wakil dari pemerintah daerah sebagai cerminan daerah. Seorang kepala daerah dianggap paham kondisi dan kebutuhan daerahnya. Dianggap paham dan merupakan cerminan daerah menjadikan kepala daerah salah satu unsur dalam pembentukan peraturan daerah.

(9)

c. Partisipasi

Perumusan peraturan daerah, perlu melibatkan pihak ketiga diluar kepala daerah dan DPRD. Pihak ketiga tersebut bertugas untuk menyampaikan aspirasi sebagai wujud partisipasi dalam pembentukan peraturan daerah. Pihak ketiga diharapkan peraturan daerah dapat berlaku secara maksimal dan tepat guna sesuai peraturan perundang- undangan dan juga kebutuhan wilayah.

Peraturan daerah yang dibentuk oleh kepala daerah dan DPRD berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Prinsip-prinsip tersebut termuat dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Prinsip pembentukan peraturan daerah meliputi :

a. Peraturan daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.

b. Peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas pembantuan dan merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

c. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

d. Peraturan daerah dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

e. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan ataupun tertulis dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan peraturan daerah.

f. Peraturan daerah memuat ketentuan beban biaya paksaan penegakan hukum atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000.

(10)

g. Peraturan kepala daerah atau keputusan kepala daerah ditetapkan untuk melaksanakan peraturan daerah.

h. Peraturan daerah berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.

i. Peraturan daerah dapat menunjuk pejabat tertentu sebagai penyidik pelanggaran peraturan daerah.

j. Pengundangan peraturan daerah dalam lembaran daerah dan peraturan kepala daerah dalam berita daerah.

3. Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan

Konsep ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor satu dan dua. Adapun pengertiannya sebagai berikut, penyediaan merupakan langkah awal yang tercantum di dalam ketentuan yang mengatur mengenai obyek tertentu. Hal ini akan berpengaruh pada ketentuan-ketentuan lain seperti penyerahan dan pengelolaan.

Penyediaan, penyerahan, dan pengelolaan berhubungan secara langsung dengan ketentuan yang mengatur mengenai pengadaan fisik. Dikatakan demikian sebab antara tiga hal tersebut saling berkesinambungan.

Penyediaan, penyerahan, dan pengelolaan menjadi unsur penting dalam ketentuan yang mengatur mengenai prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Tiga hal tersebut bertujuan untuk mengawasi keberlanjutan pengadaan fisik yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuan yang termuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah.

Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utillitas Perumahan dan Permukiman di Daerah menyatakan bahwa penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman dari pengembang kepada pemerintah daerah. Bertujuan untuk menjamin keberlanjutan

(11)

pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan dan permukiman. Pasal tersebut menjelaskan secara khusus bahwa dalam hal penyerahan ini mengatur dalam lingkup perumahan dan permukiman. Pengembang sebagai pihak ketiga yang menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Ketika pengembang menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas umum ke pihak pemerintah.

Tanggung jawab mengenai pemeliharaan dan pengelolaan ini sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Ketentuan ini akan menjamin terlaksananya penyerahan, penyediaan, dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkup perumahan dan kawasan permukiman.

Tujuan dari ketentuan tersebut diharapkan dapat berlaku maksimal, maka diperlukan ketentuan yang mengaturnya. Menjamin agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Mengenai hal tersebut diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasaran, Sarana, dan Utillitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman didasarkan atas prinsip yang termuat dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah sebagai berikut :

a. Keterbukaan, yaitu masyarakat mengetahui prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah diserahkan dan atau kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi terkait dengan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

b. Akuntabilitas, yaitu proses penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

(12)

c. Kepastian hukum, yaitu menjamin kepastian, ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan dan permukiman sesuai dengan standar, rencana tapak yang disetuju oleh pemerintah daerah, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat.

d. Keberpihakan, yaitu pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi kepentingan masyarakat di lingkungan perumahan dan permukiman.

e. Keberlanjutan, yaitu pemerintah daerah menjamin keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan fungsi peruntukannya.

Keberlanjutan dari ketentuan yang mengatur mengenai tujuan dan prinsip penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah menyatakan bahwa pemerintah daerah meminta pengembang untuk menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 yang dibangun oleh pengembang.

Pada prinsipnya ketika pengembang sudah melaksanakan kewajibannya untuk membangun prasarana, sarana, dan utilitas umum maka selanjutnya menyerahkan kepada pemerintah. Penyerahan diatur dalam pasal yang sama yaitu Pasal 11 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah.

Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah menyatakan bahwa

(13)

penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan : a) paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa pemeliharaan. b) sesuai dengan rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah daerah.

Pasal 11 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah menyatakan bahwa penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman sesuai rencana tapak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan : a) secara bertahap, apabila rencana pembangunan dilakukan bertahap; b) sekaligus, apabila rencana pembangunan dilakukan tidak bertahap.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah juga mengatur persyaratan dalam hal penyerahan. Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki tiga persyaratan terkait penyerahan prasarana, sarana, utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

Syarat-syarat tersebut meliputi syarat umum, syarat teknis, dan syarat administrasi yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah.

a. Persyaratan umum penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman adalah sebagai berikut :

(14)

1) Lokasi prasarana, sarana, utilitas umum sesuai dengan rencana tapak yang sudah disetujui oleh pemerintah daerah.

2) Sesuai dengan dokumen perijinan dan spesifikasi teknis bangunan.

b. Persyaratan teknis penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman adalah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman.

c. Persyaratan administrasi terkait penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman adalah sebagai berikut:

1) Dokumen rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah daerah.

2) Ijin mendirikan bangunan bagi bangunan yang dipersyaratkan.

3) Ijin penggunaan bangunan bagi bangunan yang dipersyaratkan.

4) Surat pelepasan hak atas tanah kepada pemerintah daerah.

Ketentuan yang termuat dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman, terkait dengan penyerahan menjadi tanggung jawab pengembang kepada pemerintah daerah. Penyerahan dapat berupa tanah dengan bangunan atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk aset.

Penyerahan tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, melainkan pada awalnya menjadi tanggung jawab pengembang.

Pengembang adalah pihak yang menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang menjadi hak masyarakat di lingkup perumahan dan kawasan permukiman.

Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum memiliki kriteria-kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Peraturan Daerah

(15)

Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman yaitu sebagai berikut :

a. Untuk prasarana berupa tanah dan bangunan harus sudah selesai dibangun dan dipelihara;

b. Untuk sarana, harus dalam bentuk tanah siap bangun; dan

c. Untuk Utilitas Umum, harus sudah selesai dibangun dan dipelihara.

Pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum diatur dalam Pasal 29 Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 29 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik daerah.

Nantinya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah diserahkan oleh pengembang akan menjadi barang milik daerah yang digunakan untuk menjamin hak warga negara terkait lingkungan hunian yang layak. Oleh karena itu, dalam pengelolaan tidak boleh merubah hak guna prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman.

4. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

Konsep ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor satu dan dua. Adapun pengertian konsep tersebut adalah sebagai berikut,

(16)

Pasal 1 ayat (13) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman mendefinisikan prasarana sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Prasarana menjadi daya dukung lingkungan hunian dapat dikatakan layak, sehat, aman, dan nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Prasarana dikatakan dapat menjadi daya dukung apabila telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

Standar prasarana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hal tersebut secara khusus diatur dalam Pasal 17 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang meliputi :

a. Jaringan jalan;

b. Saluran pembuangan air hujan atau drainase;

c. Penyediaan air minum;

d. Saluran pembuangan air limbah atau sanitasi; dan e. Tempat pembuangan sampah.

Peraturan tersebut sama halnya dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 8 Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, dan Penyerahan, Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang

(17)

menyatakan bahwa prasarana perumahan dan kawasan permukiman terdiri atas :

a. Jaringan jalan;

b. Jaringan saluran pembuangan air limbah;

c. Jaringan saluran pembuangan air hujan;

d. Tempat pembuangan sampah; dan e. Prasarana lainnya.

Pengertian sarana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 1 ayat (14) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan, sosial, budaya, dan ekonomi. Sejalan dengan prasarana, sarana juga menjadi daya dukung bagi lingkungan hunian atau wilayah tempat tinggal. Sarana menjadi pendukung dalam lingkup sosial, budaya, dan ekonomi sesuai dengan standar-standar yang diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Standar sarana menurut Pasal 17 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman meliputi :

a. Ruang terbuka hijau; dan b. Sarana umum.

(18)

Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman mengatur sarana perumahan dan kawasan permukiman secara jelas dalam Pasal 9 Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa sarana perumahan dan kawasan permukiman meliputi :

a. Sarana perniagaan atau perbelanjaan;

b. Sarana pelayanan umum dan pemerintahan;

c. Sarana pendidikan;

d. Sarana kesehatan;

e. Sarana peribadatan;

f. Sarana rekreasi dan olahraga;

g. Sarana pemakaman;

h. Sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau;

i. Sarana parkir; dan j. Sarana lainnya.

Pengertian utilitas umum diatur dalam Pasal 1 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 1 ayat (15) Peraturaan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. Utilitas umum menjadi unsur pelengkap agar lingkungan hunian menjadi layak, sehat, aman, dan nyaman.

(19)

Pengertian utilitas umum juga diatur dalam Pasal 10 Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman. Adapun mengenai utilitas umum terdiri atas :

a. Jaringan air bersih;

b. Jaringan listrik;

c. Jaringan telepon;

d. Jaringan gas;

e. Jaringan transportasi;

f. Pemadam kebakaran;

g. Penerangan jalan umum; dan h. Utilitas umum lainnya.

5. Perumahan dan Kawasan Permukiman

Konsep ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah nomor satu dan dua. Adapun pengertian konsep tersebut adalah sebagai berikut, Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan, dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Ketentuan dalam pasal tersebut terdiri atas dua unsur, yaitu perumahan dan kawasan permukiman. Keduanya menjadi satu kesatuan dalam menyelenggarakan lingkungan hunian yang layak sebagaimana

(20)

diatur oleh peraturan perundang-undangan. Lingkup perumahan dan kawasan permukiman mengatur mulai dari pembinaan hingga pembiayaan serta peran serta masyarakat sebagai daya dukung lingkungan hunian yang layak.

Pengertian kawasan permukiman diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan kawasan permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan. Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Perumahan dan Kawasan Permukiman diselenggarakan untuk :

a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaan perumahan dan kawasan permukiman;

b. Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan;

c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan dengan tetap

(21)

memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan;

d. Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

e. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;

f. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terenana, terpadu, dan berkelanjutan;

Definisi permukiman diatur dalam Pasal 1 ayat (5) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal tersebut menyatakan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Suatu lingkungan yang terdiri atas beberapa perumahan dikatakan sebagai kawasan permukiman. Ketika dikategorikan sebagai kawasan permukiman, maka wajib memiliki prasarana, sarana, dan utilitas umum serta penunjang lainnya. Hal tersebut untuk mewujudkan fungsi kawasan permukiman yang layak, sehat, aman, dan nyaman untuk ditinggali.

Pasal 1 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Pasal tersebut yang menyatakan

(22)

perumahan sebagai kumpulan rumah, berarti suatu lingkungan dapat dikatakan sebagai perumahan apabila tidak hanya terdiri atas satu rumah.

Diperlukan pengaturan agar lingkungan perumahan tersebut dikatakan layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan yang menyatakan bahwa perumahan merupakan kumpulan dari beberapa rumah. Sesuai dengan ketentuan mengenai rumah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 1 ayat (7) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman mendefiniskan rumah sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya serta aset bagi pemiliknya. Pasal yang sama yaitu Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman memuat aturan mengenai jenis-jenis rumah yaitu :

a. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

b. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat.

c. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

d. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.

(23)

e. Rumah negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang.

Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman mengklasifikasikan rumah dalam tiga kategori. Ketentuan mengenai hal tersebut tercantum dalam Pasal 21E Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal tersebut mengklasifikasikan rumah dalam tiga kategori, yaitu rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana yang pengertiannya sebagai berikut :

a. Rumah mewah adalah rumah yang harga jualnya di atas lima belas kali harga rumah umum yang ditetapkan pemerintah pusat;

b. Rumah menengah adalah rumah yang harga jualnya paling sedikit tiga kali sampai dengan lima belas kali harga jual rumah umum yang ditetapkan pemerintah pusat;

c. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas lantai dan harga jual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis perumahan dan kawasan permukiman yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman terdiri atas perumahan tidak bersusun dan rumah susun. Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan

(24)

Kawasan Permukiman mendefinisikan perumahan tidak bersusun sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. Pengertian mengenai rumah susun diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal tersebut mendefinisikan rumah susun berupa bangunan gedung bertingkat dalam suatu lingkungan.

Tujuan menciptakan lingkungan hunian yang layak perlu menerapkan asas sebagaimana diatur oleh peraturan perundang- undangan. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahaan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal tersebut menyatakan bahwa perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan berasaskan :

a. Kesejahteraan;

b. Keadilan dan pemerataan;

c. Kenasionalan;

d. Keefisienan dan kemanfaatan;

e. Keterjangkauan dan kemudahan;

f. Kemandirian dan kebersamaan;

g. Kemitraan;

h. Keserasian dan keseimbangan;

i. Keterpaduan;

j. Kesehatan;

k. Kelestarian dan keberlanjutan;

l. Keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

(25)

B. Kerangka Pemikiran aa

.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2016

TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN

PERMUKIMAN

PASAL 18 AYAT (1) UNDANG – UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

1. UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

2. UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

3. UNDANG - UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

(26)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2020 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM UMUM PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DI WILAYAH KOTA MAGELANG

FAKTOR PENGHAMBAT IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2020 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM UMUM PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DI WILAYAH KOTA MAGELANG

1. PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2019 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

2. PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 8 TAHUN 2020 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

3. PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

4. PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 57 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA MAGELANG NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG KEUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MAGELANG.

5.

TENTANG PEDOMAN PENYERAHAN, PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI DAERAH

(27)

Keterangan

Kerangka pemikiran di atas menjelaskan mengenai konsep penulis dalam menganalisis dan menjawab gejala atau isu hukum yang terjadi dalam masyarakat. Isu hukum yang terkait dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman di Kota Magelang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar pelaksanaan ketentuan yang mengatur mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara. Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat tujuan dan cita-cita bangsa. Tujuan dan cita-cita tersebut dapat tercapai sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang, maka diperlukan ketentuan yang mengatur secara lebih lanjut sesuai dengan hirearki peraturan perundang-undangan.

Beralih pada ketentuan selanjutnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, undang-undang tersebut menjadi dasar penyelenggaraan urusan pemerintahan termasuk mengenai perumahan dan kawasan permukiman. Sudah menjadi hak warga negara untuk menempati tempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman.

UPAYA PEMECAHAN PERMASALAHAN FAKTOR PENGHAMBAT

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2020 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM UMUM PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DI WILAYAH KOTA MAGELANG

(28)

Oleh karena itu, dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Hak warga negara untuk menempati tempat tinggal yang layak,sehat, aman dan nyaman harus disesuaikan dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang baik. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Permukiman di Daerah. Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah daerah merumuskan ketentuan agar hak warga negara yang berkaitan dengan perumahan dan kawasan permukiman dapat terjamin.

Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membentuk produk hukum daerah. Kota Magelang sebagai penyelenggara otonomi daerah mengatur mengenai hal tersebut dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2019 Pembentukan Produk Hukum Daerah. Peraturan daerah tersebut menjadi dasar dibentuknya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman yang mengatur penyediaan, prasarana, sarana, dan utilitas umum. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sejauh mana Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman terlaksana di wilayah Kota Magelang.

Selanjutnya, untuk mengkaji faktor penghambat pelaksanaan peraturan daerah tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa sistem ini akan bekerja apabila waktu telah menunjukkan pukul 07.00 atau 17.00 (sesuai dengan yang telah ditentukan pada timer ), dan

Peraturan Bupati Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kepada Pemerintah Daerah.. II

Trus kalau untuk yang koordinator news, dia yang mengkoordinir wartawan sama berita-berita yang dinaikkan jadi sudah dapat mandate dari pimpinan redaksi trs dia yang menaikkan

Beberapa ketentuan pokok yang dipaparkan dalam pasal-pasal tersebut antara lain: (1) objek pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah; (2)

ditinjau dari gaya belajar visual dan audiotori.2) Hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pembelajaran make a match lebih tinggi dari pada hasil belajar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah implementasi akad musyarakah pada financial technology di PT Ammana sudah sesuai dengan syarat dan

bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman

(1) Pemerintah Daerah meminta pengembang untuk menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan