• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Literasi Finansial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Literasi Finansial"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Literasi Finansial

Literasi finansial secara umum didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami, menganalisis, mengelola, dan mengkomunikasikan perihal keuangan personal (Vitt et al., 2000). Menurut Sohn et al. (2012), literasi finansial secara khusus didefinisikan sebagai pengetahuan dan kemampuan yang penting untuk mengatasi tantangan dan keputusan finansial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki literasi finansial, masyarakat akan mampu menghadapi situasi dan transaksi finansial yang terjadi dalam kehidupan mereka.

Seluruh masyarakat dalam status sosial, pendidikan, dan ekonomi, dari level terendah hingga tertinggi, tentu menggunakan uang. Jumlah dan cara penggunaan uang setiap orang pasti berbeda. Namun adanya sebuah kesamaan, yaitu setiap orang perlu pengelolaan uang. Kegiatan mengelola keuangan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari hingga proses persiapan jangka panjang dalam bentuk tabungan, tentu memerlukan literasi finansial. Literasi finansial akan membantu kita dalam banyak hal, seperti menyeimbangkan arus keuangan rumah tangga, serta merencanakan pembangunan rumah, pendidikan anak, dan jaminan hari tua (Agarwalla, 2015).

Literasi finansial adalah sesuatu yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena literasi finansial adalah media yang berguna untuk

(2)

membuat keputusan-keputusan keuangan (Orton, 2007). Menurut Lusardi dan Mitchel (2007), literasi finansial adalah pengetahuan keuangan dengan tujuan mencapai kesejahteraan. Pengetahuan keuangan yang rendah akan mengakibatkan kegagalan dalam pembuatan rencana keuangan dan kesulitan dalam mencapai kesejahteraan hari tua (Byrne et al., 2007). Literasi finansial yang rendah akan menghasilkan keputusan finansial yang tidak optimal, dimana seseorang dengan level yang rendah akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan finansialnya. Lebih jauh lagi, literasi finansial pada remaja adalah sesuatu yang penting dimana dilihat dari perspektif pengetahuan dan kemampuan finansial, masa remaja merupakan masa dimana manusia membentuk pondasi perilaku terhadap uang untuk masa depan (Beverly dan Burkhalter, 2005; Martin dan Olivia, 2001).

2. Remaja

Remaja berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992).

Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Marcell (2007), remaja adalah fase transisi perkembangan fisik dan psikologis manusia yang terjadi selama masa pubertas menuju usia legal dewasa (usia mayoritas).

Menurut Rumini dan Sundari (2004), masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek

(3)

atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Daradjat (1990), remaja adalah masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini, anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Menurut Winkel (1997), rentang umur mahasiswa ini dibagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I sampai dengan semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V sampai semester VIII. Pada rentang usia tersebut mahasiswa berada pada masa dewasa dini. Mahasiswa tidak dapat dikatakan sebagai kanak-kanak tapi juga belum dapat dikatakan sebagai dewasa.

Mereka dalam masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisik serta psikisnya.

3. Literasi Finansial pada Remaja

Survey lapangan pada beberapa negara mencatat bahwa literasi finansial yang rendah antara grup sosial-ekonomi, termasuk di antaranya yaitu para remaja.

Lusardi, Mitchell, dan Curto (2010) meneliti literasi finansial pada remaja di Amerika Serikat melalui penelitian National Longitudinal Survey of Youth, dan menemukan bahwa level literasi finansial para remaja adalah rendah. Mereka menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara wanita dan pria, yaitu

(4)

wanita menunjukkan literasi finansial yang lebih rendah. Literasi finansial yang rendah juga dilaporkan terjadi pada berbagai sub-grup populasi dari negera berkembang maupun negara kurang berkembang. Studi dari literasi finansial di Indonesia menyimpulkan bahwa level literasi finansialnya sangat rendah. Misal, penelitian yang dilakukan oleh USAID (2013), didapatkan hasil bahwa literasi finansial di Indonesia berdasarkan pendidikan, pemasukan, dan jenis kelamin, untuk pengetahuan dasar finansial hasilnya cukup bervariasi, namun untuk untuk pengetahuan advanced finansial hasilnya sangat rendah. Secara umum, semakin tinggi pendidikan dan pemasukan, maka semakin tinggi literasi finansialnya.

Bagi sebagian besar orang, masa kuliah adalah saat pertama dalam mengelola keuangan secara mandiri tanpa pengawasan penuh orang tua (Sabri et.al., 2010). Masa kuliah merupakan waktu bagi para mahasiswa untuk belajar finansial secara mandiri dan bertanggung jawab atas keputusan yang mereka ambil. Menurut Nababan (2012), masa kuliah merupakan peralihan dari masa ketergantungan finansial (financial dependence) menuju masa kemandirian finansial (financial independence). Dengan peralihan dari masa ketergantungan finansial menuju kemandirian finansial, tentu mahasiswa akan menemui permasalahan ekonomi yang semakin kompleks. Masalah-masalah ekonomi yang dihadapi oleh para mahasiswa antara lain, keterlambatan kiriman uang saku, pengeluaran tak terduga, pengaruh gaya hidup dalam lingkaran pertemanan, pola konsumsi yang berlebihan, dan lain sebagainya.

Chen dan Volpe (1998) menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang rendah akan membuat keputusan keuangan yang salah. Tanpa

(5)

adanya pengetahuan finansial yang cukup dan pengelolaan finansial yang baik, mahasiswa dapat kehabisan uang saku sebelum waktu pengiriman berikutnya.

Menurut Widayati (2012), pembelajaran di perguruan tinggi sangat berperan penting dalam proses pembentukan literasi finansial mahasiswa. Dengan pengetahuan finansial yang cukup, mahasiswa dapat membuat perencanaan finansial dengan lebih baik, guna mempersiapkan kemandirian finansial, serta membantu dalam mencapai kesuksesan dan kemakmuran di masa yang akan datang.

4. Agen Sosialisasi Finansial

Sosialisasi finansial adalah sebuah proses yang didapatkan dari lingkungan, yaitu berupa kemampuan, pengetahuan, dan perilaku yang penting untuk memaksimalkan peran konsumen dalam pasar finansial (Ward, 1974).

Sosialisasi merupakan proses sosial pada konsumen dengan berbagai karakteristik yang dibawa oleh sumber spesifik, biasanya disebut dengan agen sosialisasi (Churchill dan Moschis, 1979). Pusat dari teori sosialiasi konsumen menekankan pada kepentingan dari menspesifikasikan sumber sosial, guna memahami bagaimana konsumen mendapat berbagai pengetahuan dan perilaku tersebut (McLeod dan O‟Keefe, 1972). Hal tersebut berguna untuk memahami tingkat keefektifan agen sosialisasi konsumen dalam mempengaruhi masyarakat, dalam pembentukan dan pengembangan keterampilan, pengetahuan, dan perilaku konsumen. Menurut Sohn et al. (2012), Agen Sosialisasi meliputi 4 pihak, yaitu keluarga, rekan, pendidikan dan media.

(6)

5. Pengalaman Finansial

Johnson dan Sherraden (2007) menyatakan bahwa konsep pengalaman finansial adalah sebuah konsep alternatif untuk literasi finansial. Menurut mereka, masyarakat tidak hanya perlu untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan finansial, tetapi juga perlu untuk meningkatkan kemampuan akses mereka pada kebijakan, instrumen, dan servis finansial. Pada penelitian tersebut, pengalaman finansial diasumsikan berasal dari pengalaman masyarakat dalam menghadapai kebijakan, instrumen, dan servis finansial. Selain itu, uang saku pada mahasiswa juga merupakan sebuah hal yang terkait dengan pengalaman finansial. Menurut Ling dan Lin (2005), uang saku berhubungan positif dengan kecenderungan perilaku pembelian impulsif konsumen muda pada toko secara fisik atau offline. Uang saku bisa berasal dari beberapa sumber, di antaranya orang tua, keluarga selain orang tua, beasiswa, maupun gaji.

Penelitian yang dilakukan oleh Johnson dan Sherrade (2007) menyimpulkan bahwa masyarakat, seiring meningkatnya usia, yang memerima gaji ataupun memiliki akun bank, akan memeliki kecenderungan lebih mengerti secara finansial. Hubungan yang signifikan antara pengalaman finansial dan literasi finansial dibuktikan dengan hasil bahwa seseorang yang memiliki akun bank akan berpengaruh pada kebiasaan finansialnya. Pengalaman finansial merupakan aspek yang fungsional selain aspek kognitif dan pengetahuan, yang mana ketiganya dapat memicu perubahan pemahaman, kebiasahaan, dan perilaku dalam finansial. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh M. Hilgert, J.

Hogarth, dan S. Beverly (2003) menunjukkan bahwa masyarakat memperoleh

(7)

pengetahuan finansial tidak hanya dari pendidikan formal, tetapi juga dari interaksi dengan para agen sosialisasi, misalnya, teman, keluarga dan media.

Selain agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial juga merupakan peran yang signifikan. Karena pengetahuan finansial seseorang dapat ditingkatkan dengan lebih efektif, ketika orang tersebut berlatih secara langsung dalam aktifitas finansial.

6. Perilaku terhadap Uang

Uang adalah sebuah isu penting di masyarakat, tidak hanya sebagai komoditas utilitarian, tetapi juga sebagai representasi emosional atas simbol keberhargaan sesuatu (Engelberg dan Sjoberg, 2006; Mitchell dan Mickel, 1999).

Uang telah menjadi motivator yang kuat dalam kehidupan, sama kuatnya dengan faktor yang mempengaruhi kepuasan pekerjaan dan tingkat stres seseorang (Tang dan Gilbert, 1995). Uang dapat membuat seseorang lebih termotivasi untuk mengetahui lebih banyak tentang finansial agar mereka dapat mengelola, memperoleh, dan mengembangkan uang yang lebih banyak untuk ke depannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Edwards, Allen dan Hayhoe (2007) berjudul “Financial attitudes and family communication about students‟ finances:

the role of sex differences”, menyimpulkan bahwa perilaku terhadap uang (misal, dengan persepsi uang sebagai hadiah dari usaha atau sebagai obyek penyimpanan) juga dapat menjadi peran yang signifikan dalam meningkatkan motivasi untuk mendapat pengetahuan manajemen finansial tambahan. Dengan memiliki perilaku

(8)

terhadap uang yang positif dapat membawa seseorang menjadi lebih termotivasi untuk mempelajari lebih lanjut seputar literasi finansial.

Selain itu mereka juga menemukan bahwa perilaku terhadap uang berhubungan dengan keterbukaan mereka pada orang tua mereka mengenai situasi finansial. Seseorang yang memiliki keterbukaan seputar finansial mereka cenderung lebih memahami tentang literasi finansial. Perilaku terhadap uang yang positif dan didukung dengan peran orang tua dalam mengajarkan finansial, maka seseorang akan memiliki motivasi lebih untuk mengetahui tentang finansial. Hal tersebutlah yang akan meningkatkan literasi finansial mereka.

B. PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Agen Sosialisasi Finansial dan Literasi Finansial

Banyak penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa keluarga, rekan, pendidikan, dan media adalah agen signifikan dalam sosialisasi konsumen, yang mana masing-masing agen bekerja dengan cara berbeda-beda dalam lingkaran kehidupan (Sohn et al., 2012). Dalam penelitian terhadap sosialisasi konsumen remaja, Churchil dan Moschis (1979) menemukan bahwa komunikasi dengan keluarga tentang kepentingan konsumsi akan menurun dengan seiring meingkatnya usia, dimana sebaliknya komunikasi dengan rekan akan meningkat dengan seiring meningkatnya usia. Maka dari itu, pengaruh orang tua akan semakin melemah sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu, sedangkan pengaruh rekan akan semakin tumbuh kuat. Seorang anak yang tumbuh semakin dewasa akan terkena pengaruh dari berbagai agen sosialisasi. Dari interaksi

(9)

dengan para agen sosialisasi itulah, maka anak tersebut akan belajar tentang peran konsumen. Mereka juga mengembangkan literasi finansial mereka melalui proses sosialisasi. Berikut adalah gambaran umum hubungan antara agen sosialisasi (misal, keluarga, rekan, pendidikan, dan media) dengan literasi finansial.

Keluarga, terutama orang tua, diketahui menjadi salah satu agen sosialisasi primer untuk para remaja ketika membentuk perilaku terhadap uang maupun simpanan (Clarke, Heaton, Israelsen, dan Eggett, 2005; Rettig, 1985), dan perilaku terhadap kredit (Norvilitis et al., 2006), dimana survey dilakukan pada para remaja yang berpartisipasi dalam workshop pendidikan finansial. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir 77% dari mereka merujuk pada orang tua mereka untuk mendapatkan informasi finansial.

Para peneliti telah mencatat bahwa pengaruh rekan dapat membentuk perilaku finansial pada remaja (Kretschmer dan Pike, 2010; Masche, 2010; Moore dan Bowman, 2006). Dalam penelitian mereka, remaja cenderung melakukan gambling. Delfabbro dan Thrupp (2003) menemukan bahwa walaupun kebiasaan

telah dibentuk oleh perilaku orang tua sejak kecil, namun aspek sosialisasi seorang rekan yang kuat dalam usia muda, dapat mempengaruhi kebiasaan. Para rekan akan mempengaruhi kebiasaan konsumen remaja, biasanya dalam pemilihan produk (Bachmann, Roedder-John, dan Rao, 1993), permintaan hadiah (Caron dan Ward, 1975), perilaku materialistik (Churchill dan Moshcis, 1979) dan kompetensi konsumen (Lachance dan Legault, 2007). Lachance dan Legault (2007) menemukan bahwa mahasiswa yang melakukan konsumsi terhadap suatu barang sebagai jalan untuk diterima oleh grup rekan mereka, memiliki kompetensi

(10)

konsumen yang lebih rendah. Di samping itu, bagi para remaja yang mencari informasi konsumsi dari rekan mereka, justru memiliki kompetensi konsumen yang lebih tinggi.

Pendidikan formal sebagai agen sosialisasi juga dipercaya memainkan peran penting dalam membentuk pengetahuan finansial (Bernheim, Garett, dan Maki, 2001). Penelitian Bernheim, Garett, dan Maki (2011) mengenai efek kebiasaan jangka panjang dari pendidikan finansial sekolah menengah atas, menunjukkan bahwa siswa dari sekolah yang diamanatkan pendidikan finansial dapat secara signifikan menikatkan tingkat simpanan mereka pada hingga level rumah tangga. Pada tahun 2005, Varcoe et al. mencatat bahwa menggunakan kurikulum finansial yang didesain secara profesional dapat meningkatkan pengetahuan dan kebiasaan finansial para siswa.

Selanjutnya, media adalah agen sosialisasi konsumen yang penting lainnya untuk para remaja. Dalam penelitian Lyons et al. (2006), sekitar 33% dari para siswa menengah atas dan para mahasiswa dilaporkan menggunakan media dan internet menjadi sumber mendapatkan informasi finansial. Penelitian lain menunjukkan bahwa lama menonton televisi secara positif berpengaruh pada permintaan pembelian, pengenalan merek, perilaku materialistik, dan kebiasaan finansial (Bujizen dan Valkenburg, 2003; Churchil dan Moschis, 1979; Loibl dan Hira, 2005; Schor, 2004). Lolbi dan Hira (2005) menemukan bahwa tingkat penggunaan media (misal, berita, surat, publikasi, software, dan internet) sebagai sebuah sumber informasi dalam perencanaan finansial, secara positif berhubungan dengan praktek finansial yang lebih baik, sebaik dengan kepuasan finansial.

(11)

Signifikansi dari agen sosialisasi finansial dalam membentuk pengetahuan finansial pada remaja adalah penting (Sohn et al., 2012). Remaja di Indonesia mendapatkan literasi finansial dari berbagai agen sosialisasi, misal, berita, surat, publikasi, software, dan internet, dimana pengaruh dari masing-masing agen dapat berbeda.

Dari penjelasan mengenai peran agen sosialisasi finansial pada pembentukan literasi finansial, maka didapatkan hipotesis sebagai berikut:

H1: Ada pengaruh agen sosialisasi finansial pada literasi finansial mahasiswa.

2. Pengalaman Finansial dan Literasi Finansial

Menurut Kotlikoff dan Bernheim (2001), seseorang yang secara aktif berpartisipasi dalam manajemen simpanan, akun bank, dan produk finansial lainnya pada usia muda, dapat menjamin kehidupan mereka pada hari tua.

Pendidikan finansial akan lebih efektif, jika dapat menggabungkan pengetahuan kognitif dengan pengalaman finansial, misalnya memiliki akun bank.

Penelitian NEFE (2004) menyarankan bahwa pendidikan finansial yang digunakan untuk mengakses aplikasi praktis dari kepemilikian akun bank adalah sebuah sarana untuk pelatihan finansial. Penelitian tersebut juga mencatat bahwa masyarakat secara umum memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pasar saham setelah mereka melakukan investasi saham, serta memiliki pengetahuan tentang pembelian rumah setelah mereka membelinya. Dengan kata lain, literasi finansial seperti berhubungan dengan pengalaman finansial. Mereka yang

(12)

memiliki pengalaman finansial yang lebih akan menunjukkan pengetahuan finansial yang lebih juga.

Selain itu, pengalaman masa muda adalah sesuatu yang penting dalam menentukan literasi finansial seseorang, karena kejadian finansial yang pernah terjadi dalam keluarga di masa muda merupakan salah satu bentuk pengalaman sekaligus sosialisasi finansial. Pengalaman finansial saat muda dapat menjadi kunci mempercepat seseorang untuk meraih literasi dan kebiasaan finansial yang lebih baik di masa dewasa.

Dari penjelasan mengenai peran pengalaman finansial pada pembentukan literasi finansial, maka didapatkan hipotesis sebagai berikut:

H2: Ada pengaruh pengalaman finansial pada literasi finansial mahasiswa.

3. Perilaku terhadap Uang dan Literasi Finansial

Dalam sebuah penelitian perilaku pembelian, Roberts dan Jones (2001) menunjukkan bahwa perilaku terhadap uang, utamanya pada barang prestisius, dapat mengarahkan pada pembelian kompulsif. Pembelian kompulsif merupakan proses pengulangan yang sering berlebihan dalam berbelanja yang dikarenakan rasa ketagihan, tertekan atau rasa bosan (Solomon, 2002). Hong (2005) yang meneliti sampel siswa sekunder dan post-sekunder Korea, mendukung dengan menunjukkan hubungan yang siginifikan antara perilaku terhadap uang dengan pembelian kompulsif. Kim (2003) juga menemukan bahwa perilaku terhadap uang dapat secara signifikan mempengaruhi pada pola penggunaan uang pada para mahasiswa di Korea.

(13)

Sebuah penelitian yang dilakukan pada para siswa, Edwards et al. (2007) menemukan bahwa perilaku terhadap uang berkaitan dengan keterbukaan siswa dengan orang tuanya mereka mengenai situasi finansial. Penemuan ini menyarankan bahwa perilaku terhadap uang yang umum dapat menjadi motivator untuk membentuk kebiasaan dalam pencariian pengetahuan finansial, sejalan dengan perilaku terhadap udang dapat mempengaruhi kebiasaan lainnya (misal, penggunaan kartu debut maupun kredit, dan kebiasaan pembelian kompulsif).

Burgess (2005) menemukan bahwa perilaku terhadap uang yang spesifik terkait dengan tujuan mengarahkan diri dan nilai-nilai keamanan dalam berfinansial.

Dari penjelasan mengenai peran perilaku terhadap uang pada pembentukan literasi finansial, maka didapatkan hipotesis sebagai berikut:

H3: Ada pengaruh perilaku terhadap uang pada literasi finansial mahasiswa.

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu dapat dikembangkan kerangka model penelitian dapat dilihat dalam gambar 2.1.

Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan pengaruh agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial, dan perilaku terhadap uang terhadap literasi finansial.

(14)

Sumber: Sohn et al., 2012 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Sohn, et al. (2010). Pada kerangka tersebut digambarkan bahwa literasi finansial sebagai variabel independen, agen sosialisasi finansial, pengalaman finansial, dan perilaku terhadap uang sebagai variabel dependen.

Literasi Finansial Agen Sosialisasi

Finansial Pengalaman

Finansial Perilaku terhadap Uang

Referensi

Dokumen terkait

berubah. Apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting. Sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. 4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap

Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis.. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka

Masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dalam masyarakat dewasa, dimasa anak tidak lagi merasakan dibawah tingkah orang lebih tua melainkan berada pada

Perilaku mereka mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku.Seberapa jauh perubahan pada masa remaja akan mempengaruhi perilaku bagaian

Remaja adalah suatu masa transisi atau masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa dimana sulit untuk menentukan pilihan,

Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu akan

Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (121) dengan mengatakan Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak

Piaget (dalam Hurlock, 1999), mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa