• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu Dosen Pengampu: Amirullah, S. Pd., M.A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu Dosen Pengampu: Amirullah, S. Pd., M.A"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu Dosen Pengampu:

Amirullah, S. Pd., M.A

KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH :

1 Azrina Permata Kuncono 1901025271 2 Aulia Syafa’ah 1901025307 3 Maria Indriastuti 1901025211 4 Novi Indriani 1901025397 5 Nuril Millah Karimah 1901025247 6 Rahma Aulia Azzahra 1901025103

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA 2022

(2)

i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Hidayah serta kelimpahan rahmat-Nya bagi seluruh umat termasuk nikmat sehat Wal’afiat.

Shalawat serta salam kita haturkan pada junjungan suri teladan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberitahu kepada kita jalan yang benar berupa ajaran agama yang sempurna serta rahmat bagi seluruh alam, beserta Keluarga, Sahabat, dan Para pengikutnya hingga Akhir Zaman.

Adapun tujuan dari penyusunan Makalah ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Islam dan Disiplin Ilmu dengan topik Paradigma dan Integrasi Ilmu untuk memenuhi tugas dari Bapak Amirullah sebagai syarat untuk lulus dalam mata kuliah tersebut. Dengan adanya Laporan Makalah ini semoga bisa menambah pengetahuan dan cakrawala berfikir penulis dan pembaca.

Kami memahami bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan krtitik dan saran yang bermanfaat demi terciptanya laporan selanjutnya yang lebih baik. Semoga dengan adanya laporan ini dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupan sehari-hari dan menjadi tabungan amal bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 27 Maret 2022

Kelompok 4

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 1

C. Tujuan ... 1

BAB II PEMBAHASAN ... 2

A. Paradigma dalam Integrasi Ilmu ... 2

B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu dan Teknik Integrasi Ilmu ... 3

1. Ragam Paradigma Integrasi ... 3

2. Teknik Integrasi Ilmu ... 6

C. Pedoman Teknis Pengintegrasian dan Contoh ... 10

BAB III PENUTUP ... 12

A. Kesimpulan ... 12

B. Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awalnya, terjadi sebuah pemisahan antara agama dari ilmu pengetahuan yang terjadi pada abad pertengahan. Pada masa itu, banyak orang yang hanya terfokus untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama saja (seperti tafsir, fiqih, dan tauhid) dan tidak tertarik untuk mempelajari alam dan kehidupan dunia yang ada di alam semesta ini. Bahkan ada yang sampai mengharamkan untuk mempelajari filsafat, padahal dari filsafatlah IPTEK dapat berkembang pesat. Kemudian, karena kesadaran akan beragama dan keinginan untuk dapat menyusul ketertinggalan dari orang-orang barat, terjadilah perubahan pada akhir abad ke-19 yakni sejak ide-ide pembaharuan diterima dan didukung oleh sebagian umat. Mereka mengkritik pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang dipisahkan dari ajaran agama, seperti dikemukakan oleh Muhammad Naquib al-Attas dan Ismail Razi al- Faruqi dengan tujuan agar ilmu pengetahuan dapat membawa kepada kesejahteraan bagi umat manusia. Menurut para ilmuwan dan cendekiawan muslim tersebut, pengembangan iptek perlu dikembalikan pada kerangka dan perspektif ajaran Islam.

Oleh sebab itu, al-Faruqi menyerukan perlunya dilaksanakan islamisasi sains. Dan, sejak itu gerakan islamisasi ilmu pengetahuan digulirkan, dan kajian mengenai Islam dalam hubungannya dengan pengembangan IPTEK mulai digali dan diperkenalkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan konsep paradigma dalam Integrasi Ilmu?

2. Apa saja ragam Paradigma dan Teknik Integerasi Ilmu?

3. Bagaimana panduan Teknis Pengintegrasian dan Contoh Praktik Integerasi Ilmu?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu paradigma dalam integrasi ilmu 2. Untuk mengetahui ragam paradigma dan teknik integerasi ilmu

3. Untuk mengetahui panduan teknis pengintegrasian dan contoh praktik integerasi ilmu

(5)

2 BAB II PEMBAHASAN

A. Paradigma dalam Integrasi Ilmu

Paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat keyakinan atau kepercayaan yang mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan. Capra (1991) dalam bukunya Tao of Physicsmenyatakan bahwa paradigma adalah asumsi dasar yang membutuhkan bukti pendukung untukasumsi-asumsi yang ditegakkan nya, dalam menggambarkan dan mewarnai interpretasinya terhadap realita sejarah sains.

Sedangkan Kuhn (1962) dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution menyatakan bahwa paradigma adalah gabungan hasil kajian yang terdiri dari seperangkat konsep, nilai, teknik dll yang digunakan secara Bersama dalam suatu komunitas untuk menentukan keabsahan suatu masalah berserta solusinya. 1

Ilmu ialah suatu cara untuk mengetahui. Yang hendak diketahui adalah realitas, yakni segala sesuatu, baik yang konkret maupun yang abstrak. 2Dewasa ini ilmu telah berkembang demikian pesat dengan munculnya pendekatan-pendekatan baru, seperti pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan sebagainya. Ilmu bahkan telah menjadi semacam way of life dan setiap aspek kehidupan manusia kini terlibat dengan praktik, proses, dan produk-produk kegiatan ilmiah. Manusia pun secara sadar atau tanpa sadar cenderung berkehidupan dengan “cara-cara ilmiah”, atau sesuai dengan tuntutan dan tuntunan ilmiah pada umumnya.

Menurut Murad W. Hofman, terjadinya pemisahan agama dari ilmu pengetahuan terjadi pada abad pertengahan, yakni pada saat umat Islam kurang memperdulikan IPTEK. Pada masa itu yang berpengaruh di masyarakat Islam adalah ulama tarekat dan ulama fiqih. Keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu- ilmu agama seperti tafsir, fiqih, dan tauhid. Ilmu tersebut mempunyai pendekatan normatif dan tarekat, tarekat hanyut dalam wirid dan dzikir dalam rangka mensucikan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah swt dengan menjauhkan kehidupan duniawi.

Sedangkan ulama tidak tertarik mempelajari alam dan kehidupan manusia secara objektif, bahkan ada yang mengharamkan untuk mempelajari filsafat, padahal dari

1 Erlina Diamastuti, “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis,” Jurnal Akuntansi Universitas Jember10, no. 1 (2015): 61.

2 Bagir, Z. A. 2005. “Integrasi Ilmu dan Agama”.

(6)

3

filsafatlah iptek bisa berkembang pesat. Keadaan ini mengalami perubahan pada akhir abad ke-19, yakni sejak ide-ide pembaharuan diterima dan didukung oleh sebagian umat. Mereka mengkritik pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang dipisahkan dari ajaran agama, seperti dikemukakan oleh Muhammad Naquib al-Attas dan Ismail Razi al-Faruqi dengan tujuan agar ilmu pengetahuan dapat membawa kepada kesejahteraan bagi umat manusia. Menurut para ilmuwan dan cendekiawan muslim tersebut, pengembangan iptek perlu dikembalikan pada kerangka dan perspektif ajaran Islam. Oleh sebab itu, al-Faruqi menyerukan perlunya dilaksanakan islamisasi sains.

Dan, sejak itu gerakan islamisasi ilmu pengetahuan digulirkan, dan kajian mengenai Islam dalam hubungannya dengan pengembangan iptek mulai digali dan diperkenalkan.

Perkembangan ilmu yang demikian pesat tentu saja tidak terlepas dari karakteristiknya yang semakin terbuka, dan terintegrasi dengan kehidupan manusia. Secara lebih eksplisit, integrasi ilmu dengan berbagai aspek kehidupan tercermin dari pola hubungan timbal balik antara ilmu dengan aspek-aspek utama kehidupan manusia, yaitu teknologi, kebudayaan, filsafat, dan bahkan agama sebagai salah satu instuisi sakral dalam kehidupan manusia. 3

B. Ragam Paradigma Integrasi Ilmu dan Teknik Integrasi Ilmu 1. Ragam Paradigma Integrasi

a. Paradigma Fungsionalis/Positivist

Paradigma positivisme/fungsionalis adalah paradigma yang muncul paling awal dalam dunia ilmu pengetahuan. Kepercayaan dalam pandangan ini berakarpada paham ontology realisme yang menyatakan bahwa realitas berada dalamkenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam. Penelitiannya berusaha untuk mengungkap kebenaran dari realitas yang ada dan bagaimana realitas tersebut berjalan sesuai dengan kenyataannya. Dalam paradigma ini mempunyai prespektifyang didasarkan pada sosiologi regulasi dengan pendekatan obyektif dancenderung mengasumsikan dunia sosial sebagai produk empiris yang sangat nyataserta mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya (sebab-akibat).

4Paradigma ini memiliki pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan

3 Fuad Ramli Saifullah idris, Dimensi Filsafat Ilmu Dalam Diskursus Integrasi Ilmu, 2016.

4 Erlina Diamastuti, “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis,” Jurnal Akuntansi Universitas Jember10, no. 1 (2015): 61.

(7)

4

hubungan sosial dengan pemikiran yang rasional, dengan orientasi yang pragmatik berkaitan dengan pengetahuan tepat guna dan mengedepankan regulasiyang efektif serta pengendalian hubungan sosial. Pendekatan ini cenderung mengartikulasikan dunia sebagai dunia artefek empiris dan hubungan yang ada dapat diidentifikasi dan diukur dengan ilmu natural seperti biologi dan mekanik. Paradigma ini di dasarkan pada norma rasionalitas purposif (Burrel & Morgan,1979). Positivist/fungsionalis selalu menekankan pada generalisasi untuk memberikan kekuatan akumulasi pengetahuan atas fenomena sebab akibat. Serta penjelasan keilmuannya selalu berdasarkan pada angka yang mengandungkepastian sehingga tidak bisa ditolak.

b. Paradigma Interpretif

Paradigma interpretif muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap pandangan yang dikemukakan oleh paradigma fungsionalist/positivist khususnya mengenai realitas, karena menurut intrepretivist, realitas adalah yang dapat dikonstruksi oleh individu yang terlibat dalam situasi penelitian, sehingga paradigma ini menolak 3 prinsip yang didengung-dengungkan oleh penganut paradigma fungsionalis/positivist yaitu 1) ilmu merupakan usaha untuk mengungkap realitas 2) hubungan subyek dan obyek harus dapat digambarkan dan 3) hasil temuan harus dapat digeneralisasi.

Paradigma interpretif lebih menekankan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman akan makna dari realitas (Chua 1969). Menurut Morgan (1979) paradigma ini menggunakan cara pandang para nominalis dari paham nominalisme yang melihat realitas sosial sebagai suatu yang tidak lain adalah label, nama, konsep yang digunakan untuk membangun realitas. Dalam paradigma intrepretif, secara ontology melihat realitas bersifat sosial, karena itu selalu menghasilkan realitas majemuk di dalam masyarakat. Mereka menganggap bahwa realitas tidak dapat diungkapkan secara jelas dengan satu kali pengamatan dan pengukuran oleh sebuah ilmu pengetahuan. Keberadaan realitas merupakan seperangkat bangunan yang kokoh dan menyeluruh serta mempunyai makna yang bersifat kontekstual dan dialektis. Paradigma ini memandang suatu fenomena

(8)

5

alam atau social dengan prinsip relativitas, sehingga penciptaan ilmu yang diekspresikan dalam teori bersifat sementara, local dan spesifik. 5

c. Paradigma Kritis

Paradigma kritis menggunakan bukti ketidakadilan sebagai awal telaah, dilanjutkan dengan merombak struktur atausistem ketidakadilan dan dilanjutkan dengan membangun konstruksi baru yangmenampilan sistem yang adil.

Sedikitnya ada dua konsepsi yang diungkapkanSalim (2006) perihal paradigma kritis yang perlu dipahami: Pertama, kritiki nternal terhadap analisis argument dan metode yang digunakan dalam berbagaipenelitian. Kritik ini memfokuskan pada alasan teoritis dan prosedur dalammemilih, mengumpulkan dan menilai data empiris. 6Paradigma ini lebih mementingkan pada alasan, prosedur dan bahasa yang digunakan dalam mengungkap kebenaran. Oleh karena itu, penilaian silang secara kontinyu dan pengamatan data secara intensif merupakan merk dagang dari paradigma ini. Kedua, makna kritis dalam reformulasi masalah logika.

Paradigma kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran adalah melekatpada keterpautan antara tindakan penelitian dengan situasi historis yang melingkupi. Penelitian tidak dapat terlepas dari konteks tertentu, misalnya situasipolitik, kebudayaan, ekonomi, etnis dan gender. Peneliti juga harusmengembangkan penyadaran (conscientization). Hal ini menuntut sikap hati-hatidalam kegiatan penelitian, karena kegiatan penelitian dapat mengungkapketidaktahuan dansalah pengertian. Tidak semua asumsi dan teori dapat memuat kebenaran, sehingga dalam proses kegiatan penelitian dimungkinkan puladiperoleh wawasan baru dalam cara berpikir tertentu.

d. Paradigma Postmodern

Postmodernisme memunculkan suatu kritik terhadap modernitas yang cenderung bersifat reduksionisme sehingga membuka peluang untuk menunjukkan realitas baik yang inferior maupu yang superior. Karena dalam modernitas, realitas cenderung direduksi supaya bisa dikuasai. Pusat perhatian postmodernis adalah proses yang artinya bahwa ada yang sedang terjadi dan perlu diinvestigasi dengan

5 Erlina Diamastuti, “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis,” Jurnal Akuntansi Universitas Jember10, no. 1 (2015): 61.

6 Erlina Diamastuti, “Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis,” Jurnal Akuntansi Universitas Jember10, no. 1 (2015): 61.

(9)

6

cara yang relevan. Suatu aspek yang mendasar dari paradigma postmodern adalah bangkitnya suatu fakta bahwa kosmologi kita, pandangan dunia kita (world view) secara pasti menentukan etika dan cara hidup kita.

Dilihat dari filsafat ilmu maka paradigma ini secara ontologism memandang realitas secara subyektif dan beragam yang dapat dilihat oleh partisipan pada suatu penelitian. Jika dilihat dari asumsi epistemology, paradigma ini melihat peneliti berinteraksi dengan apa yang diteliti. Secara metodologi, paradigma postmodern lebih menekankan pada keakuratan dan reliabilitas melalui verifikasi dan logical discourse. Dalam aksiologi, paradigma ini lebih menekankan pada peran nilai (role of value) dalam riset artinya peneliti membawa nilai-nilai social yang diletakkan untuk menjustifikasi fenomena yang diinvestigasi. 7

2. Teknik Integrasi Ilmu

Upaya mengintegrasikan ini juga telah ditunjukkan dalam beberapa disiplin ilmu pengetahuan. Salah satunya pada cabang ilmu psikologi. Nashori, H.

F, Diana R. R., & Hidayat, B (2019) memaparkan kecenderungan psikologi islam mulai berkembang dari aspek konseptual kearah praksis, baik dalam bentuk psikoterapi Islam maupun kajian akademis. Di antaranya, kajian tentang pengaruh ibadah keislaman dalam ibadah yang terbukti efektif dalam pembentukan Kesehatan mental anak dan remaja untuk mengurangi hambatan perkembangan psikofisiologis (Lubis, L. T., Sati, L., Adhinda, N. N., Yulianirta, H., & Hidayat, B (2019). Namun, implikasi hasil-hasil riset tersebut belum menjadi prioritas utama dalam kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi Islam di Indonesia. Termasuk dalam kajian pembelajaran dikelas, misalnya pada rencana pembelajaran semester (RPS) ataupun dalam bentuk praktik yang teratur, terarah, dan terdokumentasikan dengan baik dalam bentuk riset lanjutan. Oleh karena itu, dipandang perlu melakukan praktik nyata integrasi ilmu pengetahuan dan agama yang diantaranya dengan meluncurkan proyek Islamisasi ilmu pengetahuan tepat pada titik ia lahir dengan berkembang.

Wacana untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama, semakin meluas setelah adanya indikasi kegagalan proyek modernisme. Degradasi moral,

7 Jurnal Akuntansi Indonesia et al., “Postmodern : ( The Best ) Paradigm ?,” Akuntansi Indonesia6, no. 1 (2010):

53–64.

(10)

7

meningkatnya angka kriminalitas, berkembangnya prostitusi, dan perjudian, serta dilegalkannya hal-hal yang sebenarnya dilarang dalam ajaran agama-agama. Hal tersebut menjadikan “ilmu pengetahuan tanpa agama seperti jasad tanpa jiwa”.

Teknik dalam mengintegrasikan ilmu dapat diperoleh dari urgensi-urgensi ilmu pengetahuan. Seseorang ingin mendapatkan ilmu karena beberapa alasan.

Antara keinginan maupun kebutuhannya. Urgensi integrasi ilmu dan agama saling berkaitan. Berikut 3 faktor yang mendorong urgensi integrasi ilmu dan agama:

1. Adanya gagasan dari kaum cendekian untuk membangkitkan ghirah dan masa keemasan islam

2. Factor yang berasal dari sikap taqlid dan jumud yang berdampak pada tertutupnya pintu itjihad sehingga membawa kemunduran islam. Selain itu juga diakibatkan adanya ragam paradigma pemikiran di tataran ontologis, epistemologis, dan aksionologis.

3. Masih ditemukannya dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum.

Jadi, Teknik pengintegrasian ilmu dapat kita peroleh dari paradigma pemikiran ilmuan terdahulu yang menggabungkan ilmu menjadi satu kesatuan sehingga muncul ilmu-ilmu baru yang menjadikan kemajuan untuk peradaban modernisme dengan berbagai pembaharuan.

Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan Proses islamisasi ilmu pengetahuan ini akan bisa dilaksanakan ketika proses ilmu pengetahuan ini dilaksanakan dengan beberapa prinsip pokok yang ada pada agama Islam itu sendiri. Baik itu dalam prinsip pokok tauhid, syariah, maupun akhlak. Ketiga prinsip pokok tersebut haruslah menjadi pondasi dasar bagi ilmu pengetahuan yang ada. Islamisasi ilmu pengetahuan ini bisa dilaksanakan dengan dua cara. Yakni yang pertama, dengan cara mengislamkan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada maupun yang sedang berkembang. Yang kedua, dengan cara mengilmukan Islam. Dari kedua konsep Islamisasi ilmu pengetahuan ini dibahas oleh kedua tokoh besar dalam gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini yakni Syed M.Naquib Al-Attas dan Ismail Raji AlFaruqi. Dalam pandangan Syed Naquib AlAttas proses Islamisasi ilmu ini bisa dilakukan dengan melalui dua cara. Yang pertama, ialah melakukan proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat. Dalam arti menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menjadikan peluang-peluang terjadinya budaya yang menimbulkan suatu peradaban yang dihasilkan oleh orang-orang Barat. Misalnya, dalam budaya

(11)

8

terdapat salah satu unsur budaya adalah bahasa. Bahasa disini memberi peluang terjadinya budaya yang menjadikan peradaban Barat. Mulai dari penggunaan bahasa hingga bagaimana memperlakukan bahasa tersebut. Contohnya dalam kajian sosiologi kita kenal dengan tokoh Emile Durkheim dengan beberapa teorinya dalam melihat masyarakat. Diantaranya mengenai konsep solidaritas.

Konsep solidaritas ini seakan-akan menjadi gagasan awal yang disampaikan oleh Emile Durkheim. Namun perlu diketahui bahwa konsep solidaritas sudah ada sejak zaman terdahulu. Tepatnya pada zaman Ibnu Khaldun. Dimana Ibnu Khaldun sudah jauh mencetuskan dan menggagas konsep solidaritas yang disebut sebagai Ashobiyah ini dalam menjawab persoalan Negara. Menurut Al-Attas inilah yang harus dihilangkan. Sehingga tidak memunculkan klaim terhadap peradaban Barat.

Yang kedua, menurut Al-Attas adalah memasukan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan. Dalam arti konsep kedua ini Al-Attas menindaklanjuti konsepan yang pertama yakni dengan memasukkan nilai-nilai Islam dalam unsur-unsur ilmu pengetahuan tersebut. Berbeda dengan pandangan Ismail Raji Al-Faruqi. Dimana Al-Faruqi berpendapat bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan ini dilakukan dengan cara menjadikan konsep tauhid sebagai pondasi dalam ilmu pengetahuan. Berikut merupakan esensi tauhid yang digambarkan Al-Faruqi dalam ilmu pengetahuan:

(a) Tauhid / Keesaan Allah. Al-Faruqi ini berpandangan bahwa suatu yang esa atau mengandung unsur ketuhanan yang satu merupakan esensi dari segalanya.

Bagaimana menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya bertauhid atau mengandung unsur ke-Esaan. Dalam menilai kebenaran pun bagaimana melakukan penilaian yang tidak menimbulkan dualisme kebenaran yakni kebenaran subjektif, objektif. Akan tetapi bagaimana nilai kebenaran tersebut bersifat tunggal. Yang mengerucut pada nilai-nilai ketauhidan; dan (b) Integrasi kebenaran Islam dan kebenaran ilmu pengetahuan. Menurut Al-Faruqi, kebenaran dalam Islam haruslah di integrasikan pada nilai-nilai kebenaran ilmu pengetahuan. Kebenaran ilmu pengetahuan disini kita kenal sebagai kebenaran yang melalui hukum-hukum logika yang dijadikan patokan sebagai tolak ukur standar kebenaran. Sumber kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang terpusat dalam nilai-nilai rasionalitas dan nilai-nilai empiris yang lebih mengedepankan pengalaman sebagai ukuran kebenaran. Sedangkan kebenaran dalam Islam bersumber pada wahyu dan kebenaran akal selagi tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah dalam Islam dalam

(12)

9

proses mengolahnya dengan akal manusia. Karena bagaimanapun, kepercayaan terhadap agama yang di topang oleh wahyu merupakan pemberian dari Allah dan akal juga merupakan pemberian dari Allah yang diciptakan untuk mencari kebenaran. Islamisasi ilmu pengetahuan pandangan Al-Faruqi ini haruslah mengintegrasikan konsep kebenaran yang ada pada ilmu pengetahuan yang bersumber pada akal (rasionalitas) dan pengalaman (empiris) dengan konsep kebenaran Islam yang terletak pada keyakinan melalui wahyu dan ayat-ayat yang mempunyai sakralitas dalam agama tersebut.

Pengilmuan Islam lahir dari keprihatinan terhadap ilmu modern Barat yang melenceng dari semangat Renaissans yang pada mulanya bertujuan memanusiakan manusia, malah yang terjadi dehumanisasi dan sekularisasi.

Pengilmuan Islam juga bermaksud merespons gagasan Islamisasi ilmu, yang dipandang sebagai sebuah tekstualisasi, yakni menjadikan ilmu-ilmu Barat selaras dengan Islam. Pengilmuan Islam bermaksud menempatkan Islam (teks al Qur’an) sebagai sebuah paradigma dalam memotret realitas. Apabila Islamisasi merupakan upaya untuk mengalihkan konteks kepada teks, maka pengilmuan Islam sebaliknya, yaitu bagaimana teks yang normatif diarahkan kepada konteks. Al Qur’an dalam hal ini bukan sebagai alat justifikasi dari berbagai penemuan dalam bidang ilmu, tetapi sebagai sebuah pijakan paradigma yang melahirkan keilmuan Islam yangintegralistik. Pengilmuan Islam merupakan pengembangan lebih lanjut dari upaya untuk menempatkan al Qu’an sebagai sumber utama rujukan umat Islam. Dalam hal ini, al Qur’an ditempatkan dalam posisi yang simetris dengan alam dan juga manusia, yakni sebagai sumber ilmu. Sebagai sumber ilmu, al Qur’an memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi berbagai macam teori, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan juga ilmu-ilmu yang lain. Pandangan ini menjadi mungkin, karena al Qur’an memuat banyak konsep yang dapat dianalisis sehingga melahirkan sebuah teori ilmu. Dengan menjadikan al Qur’an sebagai sebuah teori ilmu, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh.

Pertama, ketika teks Al Qur’an ditempatkan sebuah teori ilmu, maka akan melahirkan desakralisasi terhadap teks, karena bagaimanapun juga yang namanya ilmu senantiasa tidak dapat dilepaskan dari dunia kritik, ia senantiasa harus menerima revisi-revisi kalau memang ditemukan kekurangan atau kelemahan.

Inilah karakteristik yang khas dari ilmu. Kedua, dengan menjadi sebuah teori ilmu, tentu saja produk yang akan dilahirkan juga tidak akan berpisah langsung dari

(13)

10

induknya, dalam artian nilai-nilai ketuhanan yang melekat pada wahyu secara otomatis juga akan turut serta dalam teori ilmu tersebut.

C. Pedoman Teknis Pengintegrasian dan Contoh

Islam memandang bahwasannya Sains dan Ilmu tidak memiliki perbedaan, karena baik Al Quran maupun As Sunnah tidak membedakaan keduanya, yang ada hanyalah Ilmu, tidak ada pemisahan antara Sains maupun Ilmu Agama. Pembagian adanya Sains dan Ilmu Agama merupakan hasil kesimpulan manusia yang mengindetifikasikan ilmu berdasarkan sumber objek kajiannya.

Keadaan dunia islam mengalami kemunduran banyak diakibatkan oleh tidak adanya perhatian tentang tinjauan normatif atas fenomena yang terjadi, yang mengharuskan setiap umat memahami secara seksama tentang pandangan Allah terhadap Integrasi Ilmu antara Sains dan Ilmu Agama, sehingga sebuah lembaga pendidikan ‘hanya’ akan melahirkan seorang ulama yang ulama, dan ilmuan yang ilmuan.

Sebagai contoh integrasi antara ilmu agama dan sains adalah mengenai penciptaan bintang. Ayat al-Qur’an yang digunakan sebagai sumber ayat qouliyah dan kemudian dibuktikan dengan ayat kauniyah yakni dengan hasil- hasil observasi, eksperimen, dan penalaran logis. Sebagaimana dalam ayat al- qur’an yang menjelaskan mengenai penciptaan bintang adalah surat al-an’am 97.

ْوَقِل ِتاَیلآا اَنْلَّصَف ْدَق ِرْحَبْلا َو ِِّرَبْلا ِتاَمُلُظ يِف اَھِب ْاوُدَتْھَتِل َموُجُّنلا ُمُكَل َلَعَج يِذَّلا َوُھ َو َنوُمَلْعَی ٍم

﴿ ٩٧ ﴾

Artinya: Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. (Q.S al-an’am: 97).

Ayat al-qur’an di atas merupakan contoh dari integrasi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu sains. Yang mana pada hakikatnya al-qur’an adalah bersifat universal oleh karena itu perlu adanya observasi, eksperimen serta penalaran yang logis untuk membahas al-qur’an secara mendalam.

Bahkan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ayat tersebut telah terbukti kebenarannya. Pada zaman dahulu sebelum ada kompas dan GPS, orang menggunakan rasi bintang sebagai petunjuk arah, kapan waktu meraka menanam maupun memanen hasil pertanian. Contoh lain yang merupakan

(14)

11

integrasi antara ilmu agama dan sains adalah tentang konsep manajemen. Yang mana di dalam suatu hadits di jelaskan.

“Idza Wusidal Amru Ila Ghori Ahlihi, Faantadziris Sa’ah”. (artinya: jika suatu perkara diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya)14.

Dengan demikian, upaya untuk menghubungkan dan memadukan antara sains dan agama, tak hanya berarti menyatukan atau bahkan mencampur adukkan, karena identitas atau watak dari masing-masing kedua identitas itu tak mesti hilang, atau sebagian orang bahkan akan berkata, harus tetap dipertahankan. Jika tidak, mungkin saja yang diperoleh dari hasil hubungan itu "bukan ini dan bukan itu", dan tak jelas lagi apa fungsi dan manfaatnya. Integrasi yang diinginkan adalah integrasi yang "konstruktif', hal ini dapat dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan konstribusi baru untuk sains dan agama yang dapat diperoleh jika keduanya terpisahkan.

(15)

12 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Karena adanya kesadaran akan beragama dan keinginan untuk menyusul kemajuan orang-orang barat, akhirnya terjadilah perubahan dimana pengembangan IPTEK perlu dikembalikan pada kerangka dan perspektif Islam. Dengan menyatukan kembali antara agama dan ilmu pengetahuan akan dapat membawa kepada kesejahteraan bagi umat manusia. Keadaan dunia sendiri mengalami kemunduran banyak disebabkan oleh tidak adanya perhatian tentang tinjauan normatif atas fenomena-fenomena yang terjadi, yang mengharuskan setiap umat memahami secara seksama tentang pandangan Allah terhadap integrasi ilmu antara sains dan Ilmu agama. Upaya yang dilakukan untuk mengubungkan dan memadukan antara sains dan agama tak hanya berarti menyatukan atau bahkan mencampur adukkan, karena identitas atau watak dari masing-masing kedua identitas itu tak mesti hilang. Integrasi yang diinginkan adalah integrasi yang

"konstruktif”, hal ini dapat dimaknai sebagai suatu upaya integrasi yang menghasilkan konstribusi baru untuk sains dan agama yang dapat diperoleh jika keduanya terpisahkan.

B. Saran

Kedepannya penulis akan lebih fokus dan mencari lebih banyak sumber agar dapat lebih mendetail dalam menjelaskan materi mengenai “Paradigma dan Teknik Integrasi Ilmu” ini sehingga makalah yang dibuat ini dapat memberikan lebih banyak pengetahuan dan informasi bermanfaat bagi para pembaca.

(16)

13

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin, L. H. (2010). Integrasi Ilmu dan Agama: Studi Atas Paradigma Integratif- Interkonektif. Kodifikasia, 4(1), 181–214.

Author Team. (2020). Pedoman Integrasi Keilmuan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Laik Ummi.

Bramantya, M. A. (2013). Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Edukasia Islamika, 11(2), 1–9.

Fiteriani, I. (2014). Analisis model integrasi ilmu dan agama dalam pelaksanaan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Bandar Lampung. TERAMPIL Jurnal Pendidikan Dan

Pembelajaran Dasar, 1, 8–9.

Istikomah, I. (2017). Integrasi Ilmu Sebuah Konsep Pendidikan Islam Ideal. Jurnal Pemikiran Keislaman, 28(2), 408–433. https://doi.org/10.33367/tribakti.v28i2.490 Jamal, N., Worldview, I., Islam, S. P., Bucaillisme, M., Keilmuan, I., Filsafat, B.,

Keilmuwan, I., Tasawuf, B., Keilmuwan, I., Fiqh, B., Ijmali, M. K., & Bucaillisme, M.

(n.d.). MODEL-MODEL INTEGRASI KEILMUAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM. 83–101.

Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A. (2014). Pengertian Integrasi. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 12–63.

Nurhidayat. (2018). Integrasi Ilmu Pada Program Studi Manajemen Perbankan Syariah Dan Pengaruhnya Terhadap Kompetensi Lulusan. Jurnal Ekonomi Islam, 9(2), 169–196.

http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei

Raharjo, F. F. (2018). Pengilmuan Islam Kuntowijoyo Dan Aplikasinya Dalam

Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum.

Jurnal Al Gazali, 1(2), 28–53.

Sholeh, S. (2017). Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Konsep Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi dan Syed Muhammad Naquib Al-Attas). Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 14(2), 209–221. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2017.vol14(2).1029

(Aminuddin, 2010; Author Team, 2020; Bramantya, 2013; Fiteriani, 2014;

Istikomah, 2017; Jamal et al., n.d.; Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, 2014;

Nurhidayat, 2018; Raharjo, 2018; Sholeh, 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi kelas yang dilakukan selama ujicoba perangkat penilaian berbasis kelas dan hasil wawancara dengan guru ditiga sekolah sampel, terlihat bahwa guru tidak

Dengan demikian semakin besar rasio Profitabilitas menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik, sehingga auditor tidak memberikan opini Going Concern pada

kerja dan bimingan untuk berwirausaha mandiri. Selain itu juga berguna bagi peserta didik yang sedang menjalani proses belajar di LKP untuk memantapkan kemampuan,

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia yang dikelola oleh masing- masing orang tua, maka celaka atau bahagianya anggota keluarga di latar belakangi

display. Dalam proses penggilingan dan pencetak menggunakan 2 motor, pemilihan motor AC ½ HP dan motor DC dikarenakan pada proses penggilingan bumbu pecel rpm yang dibutuhkan

Penelitian ini betujuan untuk melakukan indenti- fikasi jenis parasit cacing pada satwa liar (harimau, badak, dan gajah Sumatera) dan ternak domestik (sapi, kerbau, dan

* Catatan poin penting untuk diingat *Jumlah benar dan salah di setiap latihan.. HANYA UNTUK SISWA