• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SIMULASI HANDOVER PADA JARINGAN LTE ( LONG TERM EVOLUTION)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS SIMULASI HANDOVER PADA JARINGAN LTE ( LONG TERM EVOLUTION)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SIMULASI HANDOVER PADA JARINGAN LTE ( LONG TERM EVOLUTION)

Diajukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan

Untuk menyelesaikan program Strata-1 Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Makassar Oleh :

ETA SAIRA SAID D411 10 101

ADRYANDA MALIK D411 10 287

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

(2)

ABSTRAK

Tugas akhir ini membahas tentang analisis dan simulasi handover jaringan LTE menggunakan software NS-3 (Network Simulator). Software NS-3 merupakan software open source dan menggunakan bahasa pemrograman C++

dan phyton. NS3 dapat mendukung konfigurasi jaringan LTE yang tersedia dalam bentuk modul pada library. Handover merupakan suatu sistem yang menjamin kontinuitas koneksi antar user. Di dalam LTE terdapat dua jenis handover yakni S1 based handover dan X2 based handover. Tugas akhir ini khusus membahas X2 based handover tanpa perubahan S-GW. Simulasi ini menampilkan nilai parameter jitter, delay dan throughput dari user yang bergerak. Nilai jitter, delay dan throughput yang dihasilkan dari simulasi digunakan untuk membandingkan kualitas layanan video streaming dan web browsing. Selain itu, tugas akhir ini juga membahas analisa kualitas layanan LTE baik video streaming maupun web browsing, dengan perubahan parameter seperti kecepatan user, jarak antar eNodeB, bandwidth dan banyak user yang dilayani dalam satu waktu.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa kualitas layanan web browsing lebih baik dari video streaming sesuai dengan standar Tiphon, hasil rata-rata nilai throughput untuk untuk layanan web browsing yaitu 12,3990 Mbps dengan delay 2,15e-06 s dan nilai jitter sebesar 4,55e-07 s. Sedangkan untuk layanan video streaming didapatkan hasil rata-rata nilai throughput yaitu 6,684 Mbps dengan delay 2,59e-06 dan nilai jitter 1,63e-06 s.

Kata kunci ; Handover, LTE, NS3, jitter, delay throughput, web browsing, video streaming

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin, dengan judul “ANALISIS SIMULASI HANDOVER PADA JARINGAN LTE (LONG TERM EVOLUTION)”.

Penulis sepenuhnya menyadari segala keterbatasan dan kekurangan dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini dikarenakan keterbatasan penulis sebagai manusia biasa.

Oleh karena itu, dengan dengan penuh kerendahan hati penulis memohon maaf atas segala kekurangan serta sangat mengharapkan saran dan kritik dari segala pihak demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Pada proses penyelesaian Tugas Akhir ini tidak mustahil ditemukan rintangan dan hambatan, namun semua bisa teratasi berkat bantuan material maupun moril dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan Tugas Akhir ini dan berterimakasih yang sebesar-besarnya pada:

1. Allah SWT atas segala anugerah dan pertolongan-Nya yang tak terhingga. Ketika segala daya upaya telah dilakukan dan tiada hasil,

(4)

hanya Engkau satu-satunya bisa membantu. Tak lupa pula kepada Nabi Muhammad SAW berserta para sahabat beliau suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

2. Kedua Orang Tua beserta Keluarga Penulis, atas segala doa yang tak pernah putus, semangat yang tak pernah sirna dan harapan yang terus terucap, pengorbanan dan kasih sayang yang tak pernah berakhir serta jasa-jasanya yang tak pernah berhenti.

3. Bapak Dr. Ir. H. Andani Achmad, MT dan Ir. H. Gassing, MT selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, atas segala dukungannya.

4. Bapak Dr. Ir. Zulfajri Basri Hasanuddin, M.Eng selaku Pembimbing I dan Ibu Dr.Eng.Intan Sari Areni, ST, MT selaku Pembimbing II, atas segala bimbingan, bantuan, arahan dan waktu yang diberikan selama proses persiapan dan penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Segenap Staf Dosen, Staf Jurusan Teknik Elektro, dan Staf Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan-bantuan yang telah diberikan selama kami berada di sini.

6. DetektorX, atas segala dorongan semangat, canda tawa, kebersamaan dan kenangan yang tak akan pernah kami lupa.

7. Senior-senior Elektro UH yang tidak pernah pelit membagi ilmu dan pengalaman.

8. Rekan-rekan Asisten Laboratorium Listrik Dasar keluarga kecil kami di kampus.

(5)

9. Dan seluruh pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu baik berupa bantuan moril maupun materil.

Penulis berharap mudah-mudahan Allah SWT membalas segala bantuan yang diberikan dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 21 Agustus 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang ... I-1 I.2. Rumusan Masalah ... I-3 I.3. Tujuan Penelitian ... I-3 I.4. Batasan Masalah ... I-3 I.5. Metodologi Penelitian ... I-4 I.6. Sistematika Penulisan ... I-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Dan Konsep Long Term Evolution ... II-1 II.1.1 Perkembangan Teknologi Jaringan Seluler ... II-1 II.1.2 Long Term Evolution ... II-2 II.1.3 Spesifikasi dan standard LTE ... II-6 II.1.4 Arsitektur Jaringan LTE ... II-7 II.1.5 Aspek Interface Radio LTE ... II-9 II.1.5.1 Teknik Akses ... II-9 II.1.5.2 Mode Akses Radio ... II-10 II.1.5.3 Konfigurasi Antena Pada LTE ... II-12 II.1.5.3.1 Single Input Multiple Output (SIMO) ... II-12 II.1.5.3.2 Multiple Input Single Output (MISO) ... II-12 II.1.5.3.3 Multiple Input Multiple Output (MIMO) ... II-13 II.1.6 Jenis layanan-layanan pada LTE ... II-15 II.1.7 Data Rate LTE ... II-1 II.1.8 Quality of Service (QoS) LTE ... II-19 II.1.8.1 Throughput ... II-19 II.1.8.2 Delay ... II-19 II.1.8.3 Jitter ... II-21

(7)

II.2 Konsep Dasar Handover pada Jaringan LTE ... II-22 II.2.1 Dasar-dasar Handover ... II-22 II.2.2 Handover di LTE ... II-22 II.2.2.1 Algoritma Handover LTE Intra SGW ... II-22 II.2.2.2 S1 based handover ... II-22 II.2.2.3 X2 based handover ... II-24 II.3. NS 3 (Network Simulator) ... II-28

BAB III METODOLOGI DAN PERANNCANGAN SIMULASI LTE

III.1 Hardware dan Software yang digunakan ... III-1 III.1.1 Hardware yang digunakan ... III-1 III.1.1 Software yang digunakan ... III-1 III.2 Tahap-tahap simulasi ... III-2 III.3 Parameter-parameter simulasi ... III-2 III.4 Diagram Alir Simulasi ... III-4 III.5 Perancangan Simulasi ... III-5 III.5.1Perancangan Simulasi Skenario 1 ... III-16 III.5.2Perancangan Simulasi Skenario 2 ... III-17 III.5.3Perancangan Simulasi Skenario 3 ... III-18 III.5.4Perancangan Simulasi Skenario 4 ... III-19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil dan Analisis Simulasi ... IV-2 IV.1. 1Hasil dan Analisis Simulasi Skenario 1 ... IV-2 IV.1.1.1Hasil dan Analisis Simulasi Throughput UE1 ... IV-2 IV.1.1.2Hasil dan Analisis Simulasi Jitter UE1 ... IV-3 IV.1.1.3Hasil dan Analisis Simulasi Delay UE1 ... IV-4 IV.2.2Hasil dan Analisis Simulasi Skenario 2 ... IV-5 IV.2.2.1Hasil dan Analisis Simulasi Throughput UE1 ... IV-5 IV.2.2.2Hasil dan Analisis Simulasi Jitter UE1 ... IV-7 IV.2.2.3Hasil dan Analisis Simulasi Delay UE1 ... IV-8 IV.2.3Hasil dan Analisis Simulasi Skenario 3 ... IV-8 IV.2.3.1Hasil dan Analisis Simulasi Throughput UE1 ... IV-9 IV.2.3.2Hasil dan Analisis Simulasi Jitter UE1 ... IV-10

(8)

IV.2.3.2Hasil dan Analisis Simulasi Delay UE1 ... IV-11 IV.2.4Hasil dan Analisis Simulasi Skenario 4 ... IV-11 IV.2.4.1Hasil dan Analisis Simulasi Throughput UE1 ... IV-12 IV.2.4.2Hasil dan Analisis Simulasi Jitter UE1 ... IV-14 IV.2.4.3Hasil dan Analisis Simulasi Delay UE1 ... IV-15 IV.2. Perbandingan bandwidth pada layanan video streaming

handover LTE ... IV-16 IV.2.1Perbandingan skenario 1 dan skenario 2 ... IV-16 IV.2.2Perbandingan kualitas layanan handover ... IV-17 IV.2.3Perbandingan kualitas layanan video streaming terhadap jarak

dan kecepatan user yang berubah ... IV-18

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan ... V-1 V.2. Saran ... V-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Evolved Packet Core... II-5 Gambar II.2. Arsitektur jaringan LTE ... II-8 Gambar II.3. Arah transmisi downlink dan uplink ... II-9 Gambar II.4. FDD dan TDD pada LTE ... II-11 Gambar II.5. Konfigurasi SIMO ... II-13 Gambar II.6. Konfigurasi MISO ... II-13 Gambar II.7. Konfigurasi MIMO ... II-14 Gambar II.8. E-UTRA states and inter-RAT mobility procedures ... II-23 Gambar II.9. Algoritma handover LTE Intra SGW ... II-25 Gambar II.9. S1 interface handover ... II-26 Gambar II.10. X2 X2 Handover : (a) tanpa perubahan S-GW dan

(b) perubahan S-GW ... II-24 Gambar III.1. Hardware yang digunakan ... III-1 Gambar III.2. Diagram alir dari simulasi handover pada jaringan LTE ... III-4 Gambar III.3. Perancangan simulasi skenario 1 dan skenario 2 ... III-25 Gambar III.5. Perancangan simulasi skenario 3 ... III-26 Gambar III.6. Perancangan simulasi skenario 4 ... III-27 Gambar IV.1. Throughput UE1 pada skenario 1 ... IV-2 Gambar IV.2. Jitter UE1 pada skenario 1 ... IV-3 Gambar IV.3. Delay UE1 pada skenario 1 ... IV-4 Gambar IV.4. Throughput UE1 pada skenario 2 ... IV-5 Gambar IV.5. Jitter UE1 pada skenario 2 ... IV-6 Gambar IV.6. Delay UE1 pada skenario 2 ... IV-7 Gambar IV.7. Throughput UE1 pada skenario 3 ... IV-8 Gambar IV.8. Jitter UE1 pada skenario 3 ... IV-9 Gambar IV.9. Delay UE1 pada skenario 3 ... IV-10 Gambar IV.10. Throughput UE1 pada skenario 4 ... IV-12 Gambar IV.11. Jitter UE1 pada skenario 4 ... IV-13 Gambar IV.12. Delay UE1 pada skenario 4 ... IV-14

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Klasifikasi Layanan Mobile pada LTE ... II-16 Tabel II.2. Tabel data rate downlink ... II-18 Tabel II.4. Tabel data rate uplink ... II-18 Tabel II.5. Standard Nilai Throughput Tiphon ... II-17 Tabel II.6. Standard Nilai Delay Tiphon ... II-19 Tabel II.7. Standard Nilai Jitter Tiphon ... II-19 Tabel III.1. Parameter Simulasi ... III-3 Tabel IV.1. Perbandingan kualitas layanan video streaming dengan

perubahan bandwidth ... IV-15 Tabel IV.2. Perbandingan kualitas layanan video streaming dan

web browsing ... IV-16 Tabel IV.3. Perbandingan kualitas layanan terhadap jarak dan kecepatan

user yang berubah ... IV-17

(11)

DAFTAR SINGKATAN

3GPP : 3rd Generation Partnership Project AMC : Adaptive Modulation and Coding AMPS : Advanced Mobile Phone System AuC : Authentication Center

BBERF : Bearer Binding dan Event Reporting Function CDMA : Code Divison Multiple Access

CELL_PCH : Cell Paging Channel

DHCP : Dynamic Host Configuration Protocol DSL : Digital Subscriber Line

EDGE : Enhanched Data Rates for GSM Evolution

eNodeB : Evolved Node B

EPC : Evolved Packet Core EPS : Evolved Packet System FDD : Frequency Division Duplex GPON : Gigabyte Passive Optical Network GPRS : General Packet Radio Service GRE : General Routing Encapsulation

GSM : Global System for Mobile Communication GTP : GPRS Tunneling Protocol

GUTI : Globally Unique Temporary Identity HSPA : High Speed Packet Access

HSS : Home Subscription service IMS : IP Multimedia Sub-System

IMSI : International Mobile Subscriber Identity

IP : Internet Protocol

ISDN : Integrated Service Digital Network

LTE : Long Term Evolution

MAC : Medium Access Control MBR : Modify Bearer Request

MIMO : Multiple Input and Multiple Output MISO : Multiple Input Single output

MM : Mobility Management

(12)

MME : Mobility Management Entity MRC : Maximum Ratio Combining NS 3 : Network Simulator

OFDMA : Orthogonal Frequency Division Multiple Access

OFDMA : Orthogonal Frequency Division Multiple Accees PAPR : Peak Average Powe Ratio

PCRF : Policy Charging and Rules Function PDCP : Packet data Convergence Protocol

PDN : Packet Data Network

P-GW : Packet Data Network Gateway

PHY : Physical Layer

PMIP : Proxy Mobile Internet Protocol PSTN : Public Switched Telephone Network

PUCCH : Physical Uplink Control Channel

Qos : Quality of Service

RLC : Radio Link Control

RRC : Radio Resource Control RRM : Radio Resource Management SAE : Service Architecture Evolution

SC-FDMA : Single Carrier- Frequency Division Multiple Access S-GW : Serving Gateway

SIMO : Single Input Multiple Output SIP : Session Initiation Protocol SNR : Signal To Noise Ratio TDD : Time Division Duplex

TDMA : Time Division Multiple Access

TIPHON : Telecommunication and Internet Protocol Harmonization Over Network

UE : User Equipment

UTRAN : Universal Terrestrial Radio Access Network E-UTRAN : Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network UICC : Universal Integrated Circuit Card

UL : Uplink

UMTS : Universal Mobile Telecommunication System USIM : Universal Subscriber Identity Module

(13)

VoIP : Voice Over IP

WCDMA : Wideband Code Division Multiple Access

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan teknologi telekomunikasi di dunia terjadi dengan sangat pesat dikarenakan kebutuhan untuk berkomunikasi dan bertukar informasi dengan cepat, mudah dan mobile. Dengan cepatnya pertumbuhan pengguna jaringan telekomunikasi untuk akses broadband, inilah saatnya operator dan vendor untuk mengimplementasikan teknologi Long Term Evolution (LTE) untuk memenuhi pertumbuhan tersebut. LTE akan mendorong transformasi aplikasi dan layanan berbasis circuit bermigrasi ke lingkungan All IP.

Saat ini teknologi 4G Long Term Evolution (LTE) masih dalam masa perkembangan. LTE ini merupakan pengembangan dari teknologi seluler sebelumnya yaitu UMTS (3G) dan HSPA (3,5G) yang mana LTE disebut sebagai generasi ke-4 (4G). Pada UMTS kecepatan transfer data maksimum adalah 2Mbps, sedangkan pada LTE ini kemampuan dalam memberikan kecepatan dalam hal transfer data dapat mencapai 100 Mbps pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink.

Dalam perkembangannya perlu diketahui integritas jaringan LTE dalam menyediakan layanan yang handal terhadap mobilitas pengguna layanan, sehingga perlu dibahas tentang proses handover yang terjadi pada LTE, dimana proses

(15)

handover ini nantinya akan menentukan kemampuan jaringan dalam menjaga hubungan komunikasi yang sedang terjadi.

Masalah yang timbul ketika berbicara proses handover adalah bagaimana proses pentransferan data yang terjadi pada LTE. X2 adalah sebuah interface yang harus dilewati ketika terjadi proses pentransferan data saat terjadinya handover pada LTE antara dua buah eNodeB yang bersebelahan. Kemampuan interface X2 ini juga berpengaruh terhadap maksimalisasi fungsi dari proses handover, sehingga perlu untuk mengetahui fungsi X2 tersebut saat terjadinya handover antara eNodeB pada LTE.

Untuk melihat kondisi handover LTE tersebut dapat disimulasikan menggunakan simulator NS-3 (Network Simulator). NS-3 merupakan simulator yang dikembangkan untuk menyediakan platform simulasi jaringan yang open source. NS-3 merupakan pengembangan software dari NS-2. NS-2 telah memiliki bermacam-macam model simulasi dibandingkan NS-3. Meskipun demikian, NS-3 memiliki model serta fitur yang lebih detail dalam beberapa penelitian yang popular seperti LTE dan Wifi. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan NS-3 sebagai simulator untuk menampilkan simulasi handover pada jaringan LTE. Berdasarkan uraian di atas penulis membuat suatu simulasi yang mampu menjelaskan berlangsungnya proses handover pada sistem LTE. Sehingga tugas akhir ini berjudul

“ ANALISIS SIMULASI HANDOVER PADA JARINGAN

LTE ( LONG TERM EVOLUTION)”

(16)

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan dalam pembuatan tugas akhir ini yaitu:

1. Bagaimana proses handover pada jaringan LTE dengan simulasi menggunakan program NS-3.

2. Bagaimana mengevaluasi kinerja handover LTE dengan menggunakan program NS-3.

3. Bagaimana proses handover pada jaringan LTE terhadap kualitas layanan video streaming dan web browsing.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan tugas akhir ini yaitu:

1. Mensimulasikan proses handover pada jaringan LTE menggunakan program NS-3.

2. Mengevaluasi kinerja handover LTE dengan menggunakan program NS-3.

3. Menganalisis kualitas layanan video streaming dan web browsing pada proses handover pada jaringan LTE.

I.4 Batasan Masalah

Pada tugas akhir ini sistem yang akan dibuat dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

(17)

1. Membuat simulasi proses X2 based handover tanpa perubahan S-GW pada jaringan LTE menggunakan program NS-3.

2. Menganalisis parameter-parameter handover pada jaringan LTE berupa, throughput, delay, dan jitter dari hasil simulasi.

3. Aplikasi yang dibahas berupa layanan video streaming dan web browsing.

I.5 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Literatur, yaitu pencarian dan pengumpulan literatur-literatur dan kajian- kajian yang berkaitan dengan masalah-masalah yang ada pada Tugas Akhir ini, baik berupa artikel, buku referensi, internet, dan sumber-sumber lain yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.

b. Merancang handover LTE dengan membuat berbagai kondisi yakni skenario yang mendekati kondisi real.

c. Membuat simulasi handover LTE menggunakan bahasa pemograman NS-3.

d. Menganalisis hasil simulasi dan menghubungkannya dengan hasil studi literatur.

e. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil simulasi dan analisa.

I.6 Sistematika Penulisan

(18)

Untuk mempermudah penulisan dan agar pembahasan yang disajikan lebih sistematis, maka laporan ini dibagi ke dalam lima bab. Isi masing–masing bab diuraikan secara singkat sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini dijelaskan tentang berbagai dasar teori tentang LTE secara umum terutama tentang perekembangan teknologi LTE, arsitektur jaringan LTE serta menjelaskan konsep dan proses terjadinya handover pada LTE.

BAB III PERANCANGAN SIMULASI

Bab ini menjelaskan tentang metode-metode yang digunakan dalam simulasi dan menjelaskan perancangan simulasi.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

Bab ini menampilkan hasil dari simulasi handover LTE serta analisis handover pada simulasi tersebut.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh bab dan saran dari hasil yang diperoleh pada bab sebelumnya.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Dan Konsep Long Term Evolution

II.1.1 Perkembangan Teknologi Jaringan Seluler [1]

Teknologi seluler berkembang sangat pesat, mulai dari generasi pertama (1G) sampai pada sekarang ini yang akan menginjak pada teknologi generasi keempat (4G). Teknologi seluler dibedakan menjadi 2 standar, yaitu standar 3GPP dan 3GPP2 (2). Pada standar 3GPP, perkembangan teknologi dimulai dari AMPS (Advanced Mobile Phone System) yang masih bersifat analog. Pada tahun 1991 mulai dikembangkan teknologi seluler berbasis digital generasi kedua yaitu GSM (Global System for Mobile Communication) yang telah menggunakan TDMA (Time Division Multiple Access) pada akses jamaknya. GSM hanya mendukung layanan berupa voice aja, sehingga muncul teknologi GPRS (General Packet Radio Service) yang menambahkan layanan akses data hingga kecepatan transfer data 160 kbps yang kemudian ditingkatkan dengan penambahan perangkat pada sisi radio aksesnya yang sering disebut dengan teknologi EDGE (Enhanched Data Rates for GSM Evolution). Selanjutnya generasi ketiga muncul dengan menggunakan teknik multiple access WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) atau yang sering disebut dengan UMTS (Universal Mobile

(20)

Telecommunication System). Generasi ketiga pun mengalami perkembangan untuk meningkatkan kecepatan akses data dan coverage karena telah menggunakan sistem AMC (Adaptive Modulation and Coding) pada sistem transmisi pada jaringan aksesnya. Untuk kedepannya, akan muncul teknologi berbasis full IP yang disebut LTE yang telah menggunakan OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access) pada sistem transmisi arah downlink dan telah menggunakan bandwidth serta modulasi yang bervariasi sehingga akan meningkatkan kapasitas dan coverage-nya.

Pada evolusinya ada perbedaan perkembangan yaitu antara standarisasi 3GPP dengan 3GPP2. Termasuk dalam perkembangan 3GPP adalah teknologi GSM yang merupakan generasi kedua (2G) sampai dengan LTE yang merupakan generasi keempat (4G). Sedangkan yang termasuk dalam perkembangan 3GPP2 adalah CDMA (Code Divison Multiple Access) yang juga merupakan teknologi seluler generasi kedua (2G) sampai pada CDMA EVDO (Evolution Data Optimized).

II.1.2 Long Term Evolution

Long Term Evolution adalah generasi teknologi telekomunikasi seluler.

Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 Mbps dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps. Bandwidth LTE adalah dari 1.4 MHz hingga 20 MHz. Operator jaringan dapat memilih bandwidth yang berbeda dan memberikan layana yang berbeda berdasarkan spektrum. Itu juga merupakan tujuan desain dari LTE yaitu untuk meningkatkan efisiensi spektrum pada

(21)

jaringan, yang memungkinkan operator untuk menyediakan lebih banyak paket data pada suatu bandwidth.

Teknologi LTE menggunakan OFDMA-based pada suatu air interface yang sepenuhnya baru yang merupakan suatu langkah yang radikal dari 3GPPP dan merupakan pendekatan evolusioner berdasar pada peningkatan advance WCDMA. Teknologi OFDM-based dapat mencapai data rate yang tinggi dengan implementasi yang lebih sederhana menyertakan biaya relatif lebih rendah dan efisiensi konsumsi energi pada perangkat kerasnya.

LTE menggunakan OFDMA pada downlink dan SC-FDMA (Single Carrier- Frequency Division Multiple Access) pada uplinknya. SC-FDMA secara teknis serupa dengan OFDMA tetapi lebih cocok diaplikasikan pada device handheld karena lebih sedikit dalam konsumsi baterai.

LTE mendukung teknik MIMO (Multiple Input and Multiple Output) untuk mengirimkan data pada sinyal path secara terpisah yang menduduki bandwidth RF yang sama pada waktu yang sama, sehingga dapat mendorong pada peningkatan data rates dan throughput. Sistem antena MIMO merupakan metode pada suatu layanan broadband sistem wireless memiliki kapasitas lebih tinggi serta memiliki performa dan keandalan yang lebih baik.

MIMO adalah salah satu contoh teknologi denga kualitas yang baik dari LTE pada kecenderungan teknologi yang berkembngan saat ini. Saat ini fokus adalah untuk menciptakan frekuensi yang dapat lebih efisien. Teknologi seperti MIMO dapat menghasilkan frekuensi yang efisien yaitu dengan mengirimkan informasi yang sama dari dua atau lebih pemancar terpisah kepada sejumlah

(22)

penerima, sehingga mengurangi informasi yang hilang dibanding bila menggunakan sistem transmisi tunggal. Pendekatan lain yang akan dicapai pada sistem MIMO adalah teknologi beam forming yaitu mengurangi gangguan

interferensi dengan cara mengarahkan radio links pada penggunaan secara spesifik.

Fleksibilitas di dalam penggunaan spektrum adalah suatu corak utama pada teknologi LTE, tidak hanya bersifat tahan terhadap interferensi antar sel tetapi juga penyebaran transmisi yang efisien pada spektrum yang tersedia.

Hasilnya adalah peningkatan jumlah pengguna per sel bila dibandingkan dengan WDMA.

EPC (Evolved packet core) pada LTE adalah arsitektur jaringan yang telah disederhanakan, dirancang untuk seamless integrasi dengan komunikasi berbasis jaringan IP. Tujuan utamanya adalah untuk menangani rangkaian dan panggilan multimedia melalui konvergensi pada inti IMS. EPC memberikan sebuah jaringan all IP yang memungkinkan untuk konektivitas dan peralihan ke lain akses teknologi, termasuk semua teknologi 3GPP dan 3GPP2 serta Wifi dan fixed line broadband seperti DSL dan GPON.

Jaringan E-UTRAN adalah jaringan yang jauh lebih sederhana daripada jaringan sebelumnya pada jaringan 3GPP. Semua masalah pemrosesan paket IP dikelola pada core EPC, memungkinkan waktu respons yang lebih cepat untuk penjadwalan dan re-transmisi dan juga meningkatkan latency dan throughput.

RNC (Radio Network Controller) telah sepenuhnya dihapus dan sebagian besar

(23)

dari fungsionalitas RNC pindah ke eNodeB yang terhubung langsung ke Evolved Packet Core.

Gambar II.1 Evolved Packet Core [1]

Pada gambar II.1 Evolved Packet Core dalam arsitektur jaringan LTE memungkinkan terhubung langsung atau melakukan perluasan jaringan ke jaringan nirkabel lainnya. Sehingga operator dapat mengatur fungsi kritis seperti mobilitas, handover, billing, otentikasi dan keamanan dalam jaringan seluler. IP dikembangkan pada wired networks data link dimana endpoint dan terkait kapasitas (bandwidth) statis. Masalah arus trafik pada jaringan tetap, akan muncul apabila link kelebihan beban atau rusak. Kelebihan beban dapat dikelola dengan mengontrol volume trafik yaitu dengan membatasi jumlah pengguna terhubung ke sebuah hub dan bandwidth yang ditawarkan. Jaringan EPC meningkatkan performa secara paket tidak perlu lagi diproses oleh beberapa node dalam

(24)

jaringan. LTE menggunakan teknologi re-transmisi di eNodeB, untuk mengelola beragam laju data yang sangat cepat. Hal tersebut memerlukan buffering dan mekanisme control aliran ke eNodeB dari jaringan inti mencegah overflow data atau loss bila tiba-tiba sinyal menghilang yang dipicu oleh retransmission tingkat tinggi.

II.1. 3 Spesifikasi dan standard LTE

LTE bersama dengan SAE (Service Architecture Evolution) adalah inti kerja dari 3GPP Release 8. Inti atau core LTE disebut juga EPC (Evolved Packet Core). EPC bersifat all-IP, dan mudah berinterkoneksi dengan network IP lainnya.

Spesifikasi LTE ditargetkan untuk melayani downlink sedikitnya 100 Mbps dan uplink sedikitnya 50 Mbps. LTE mendukung operator scalable bandwidth dari 1.4 MHz sampai 20 MHz. Kecepatan rata-rata berkisar pada 15 Mbps dengan delay 15ms, walaupun nilai maksimal diharapkan dapat mencapai di atas 200Mbps pada bandwidth 20 MHz. Akses radio akan berdasarkan penggunaan kanal bersama sebesar 300 Mbps pada arah downlink dan 75 Mbps pada arah uplink.

Menurut Uke Kurniawan Usman standard dari LTE adalah :[2]

1. Untuk setiap 20 MHz spectrum, download mencapai 326.4 Mbitps untuk 4x4 antena, dan 172.8 Mbitps untuk 2x2 antena.

2. Upload mencapai 86.4 Mbitps untuk setiap 20 MHz spectrum menggunakan 1 antena.

3. Setidaknya 200 pengguna aktif dalam setiap 5 MHz sel.

4. Sub-5ms latency untuk paket kecil.

(25)

5. Meningkatkan fleksibilitas spectrum, dengan spectrum irisan sekecil 1,5 MHz hingga sebesar 20 MHz.

6. Optimal sel sejauh 5 km, 30 km dengan kinerja masih bagus, dan sampai 100 km dengan kinerja masih dapat diterima.

II.1.4 Arsitektur Jaringan LTE [3]

Arsitektur jaringan LTE dirancang untuk tujuan mendukung trafik packet switching dengan mobilitas tinggi, Quality of Service (QoS), dan latency yang kecil. Pendekatan packet switching ini memperbolehkan semua layanan termasuk layanan voice menggunakan koneksi paket. Oleh karena itu, pada arsitektur jaringan LTE dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu eNodeB dan mobility management entity/gateway (MME/GW). Hal ini sangat berbeda dengan arsitektur teknologi GSM dan UMTS yang memiliki struktur lebih kompleks dengan adanya Radio Network Controller (RNC).

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan hanya adanya single node pada jaringan akses adalah pengurangan latency dan distribusi beban proses RNC untuk beberapa eNodeB. Pengeliminasian RNC pada jaringan akses memungkinkan karena LTE tidak mendukung soft handover. Arsitektur dasar jaringan LTE dapat dilihat pada Gambar II.2

(26)

Gambar II.2 Arsitektur dasar jaringan LTE [3]

Semua interferensi jaringan pada LTE adalah berbasis internet protocol (IP) eNodeB saling terkoneksi dengan interface X2 dan terhubung dengan MME/SGW melalui interface S1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar II.2. Pada LTE terdapat 2 logical gateway, yaitu serving gateway (S-GW) dan packet data network gateway (P-GW). S-GW bertugas untuk melanjutkan dan menerima paket ke dan dari eNodeB yang melayani User Equipment (UE). P-GW menyediakan interface dengan jaringan packet data network (PDN), seperti internet dan IMS.

Selain itu P-GW juga melakukan beberapa fungsi lainnya, seperti alokasi alamat, packet filtering, dan rooting.

(27)

II.1.5 Aspek Interface Radio LTE

Spesifikasi LTE ditetapkan oleh 3GPP untuk User Equipment (UE) dan eNodeB. Adapun spesifikasi teknik LTE yang telah ditetapkan meliputi teknik akses, mode akses radio, konfigurasi antenna pada LTE, dan modulasi yang digunakan.

II.1.5.1 Teknik Akses

Pada LTE, teknik akses yang digunakan pada transmisi dalam arah downlink dan uplink berbeda. Arah downlink adalah arah komunikasi dari eNodeB ke UE, sementara arah uplink adalah arah dari UE menuju eNodeB seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.3. Pada arah downlink teknik akses yang digunakan adalah orthogonal frequency division multiple accees (OFDMA) dan pada arah uplink teknik akses yang digunakan adalah single carrier frequency division multiple access (SC-FDMA). OFDMA adalah variasi dari orthogonal frequency division modulation (OFDM).

Gambar II.3 Arah transmisi downlink dan uplink [3]

(28)

Pada teknik OFDM, setiap subcarrier adalah orthogonal sehingga akan menghemat spektrum frekuensi dan setiap subcarrier tidak akan saling mempengaruhi. Akan tetapi salah satu kelemahan teknik akses ini adalah tingginya peak average powe ratio (PAPR) yang dibutuhkan. Tingginya PAPR pada OFDM membuat 3GPP melihat skema teknik akses yang berbeda pada arah uplink karena akan sangat mempengaruhi konsumsi daya pada UE sehingga pada arah uplink LTE menggunakan teknik SC-FDMA. SC-FDMA dipilih karena teknik ini mengkombinasikan keunggulan PAPR yang rendah dengan daya tahan terhadap gangguan lintasan jamak dan alokasi frekuensi yang fleksibel dari OFDMA

II.1.5.2 Mode Akses Radio

Pada komunikasi seluler sangat penting untuk mempertimbangkan kemampuan jaringan untuk melakukan komunikasi dalam dua arah secara simultan atau dikenal dengan istilah komunikasi full duplex. Oleh karena itu untuk dapat melakukan komunikasi dua arah secara simultan, maka dibutuhkan suatu teknik duplex. Pada umunya terdapat dua teknik duplex yang biasanya digunakan, yaitu frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD). FDD merupakan teknik duplex yang menggunakan dua frekuensi yang berbeda untuk melakukan komunikasi dalam dua arah. Dengan menggunakan FDD dimungkinkan untuk mengirim dan menerima sinyal secara simultan dengan frekuensi yang berbeda-beda. Dengan teknik ini dibutuhkan guard frequency untuk memisahkan frekuensi pengiriman dan penerimaan secara simultan, serta dibutuhkan proses filtering frekuensi yang harus akurat. Sedangkan TDD

(29)

menggunakan frekuensi tunggal dan frekuensi tersebut digunakan oleh semua kanal untuk melakukan pengiriman dan penerimaan data. Setiap kanal tersebut di- multiplexing dengan menggunakan basis waktu sehingga setiap kanal memiliki time slot yang berbeda. Perbedaan teknik FDD dan TDD dapat dilihat pada Gambar II.4.

Gambar II.4 FDD dan TDD pada LTE [3]

Pada Gambar II.4 dapat dilihat bahwa dalam teknik FDD lebih banyak menggunakan spectrum frekuensi yang tersedia. FDD lebih unggul dalam menangani latency dibandingkan TDD karena kanal harus lebih lama menuggu waktu pemrosesan dalam multiplexing.

Interface radio LTE mendukung FDD dan TDD, yang masing-masing memiliki struktur frame yang berbeda-beda. Pada LTE terdapat 15 band operasi FDD dan 8 band operasi TDD pada LTE. LTE juga dapat menggunakan fasilitas half-duplex FDD yang mengizinkan sharing hardware diantara uplink dan

(30)

downlink dimana koneksi uplink dan downlink tidak digunakan secara simultan LTE dapat menggunakan kembali semua band frekuensi digunakan pada UMTS.

II.1.5.3 Konfigurasi Antena Pada LTE

Pada LTE terdapat beberapa konfigurasi antenna yang digunakan untuk mengoptimasikan kinerja pada arah downlink dalam kondisi link radio yang bervariasi. Konfigurasi ini mengkombinasikan jumlah antena, baik dibagian pengirim maupun di penerima sesuai dengan tujuan sistem jaringan yang diinginkan, seperti untuk memperbaiki kinerja penerimaan sinyal pada kondisi link radio yang buruk.

II.1.5.3.1 Single Input Multiple Output (SIMO)

Pada konfigurasi ini hanya digunakan satu buah antena pada eNodeB dan User Equipment (UE) harus memiliki minimal dua antena penerima seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.5. Konfigurasi ini disebut single input multiple output (SIMO) atau Receive Diversity. Konfigurasi ini diimplementasikan menggunakan teknik Maximum Ratio Combining (MRC) pada aliran data yang diterima untuk memperbaiki SNR pada kondisi propagasi yang buruk,sehingga sinyal yang akan diproses selanjutnya adalah sinyal dengan kualitas SNR terbaik.

(31)

Gambar II.5 Konfigurasi SIMO [3]

II.1.5.3.2 Multiple Input Single output (MISO)

Pada mode ini, jumlah antena yang digunakan pada sisi penerima lebih dari satu seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.6. Konfigurasi antena ini digunakan untuk skema transmit diversity dan tipe beam forming yang berbeda.

Tujuan utama beam forming adalah untuk memperbaiki SNR dan tentunya memperbaiki kapasitas sistem dan daerah layanan.

Gambar II.6 Konfigurasi MISO [3]

(32)

II.1.5.3.3 Multiple Input Multiple Output (MIMO)

Teknik ini menggunakan antena lebih dari satu baik penerima maupun di pengirim. Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan bit rate dan perbaikan BER. Transmisi dengan teknik MIMO mendukung konfigurasi dua atau empat antenna pengirim dan dua atau empat penerima. Konfigurasi MIMO yang mungkin pada arah downlink adalah MIMO 2x2, MIMO 2x4, MIMO 4x2, dan MIMO 4x4. Akan tetapi UE dengan 4 antena penerima yang dibutuhkan untuk konfigurasi MIMO 4x4 hingga saat ini masih belum diimplementasikan

(a)

(b)

Gambar II.7 Konfigurasi MIMO : (a) spatial multiplexing dan (b) transmit diversity [3]

(33)

Pada umunya teknik MIMO atas spatial multiplexing dan transmit diversity seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.7. Teknik spatial multiplexing mengirimkan dara yang berbeda pada masing-masing antena pemancar seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.7(a), sedangkan teknik transmit diversity mengirimkan data yang sama pada masing-masing antenna pemancar seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.7(b). Masing-masing teknik ini memiliki keuntungan tersendiri tergantung dari skenario yang ada. Misalnya, pada beban jaringan yang tinggi atau pada tepi sel, teknik spatial multiplexing keuntungan yang terbatas karena pada kondisi SNR cukup buruk. Sebaliknya teknik transmit diversity seharusnya digunakan untuk memperbaiki SNR dengan beamforming.

Selanjutnya pada skenario dimana kondisi SNR tinggi, misalnya pada sel yang kecil, maka spatial multiplexing lebih baik digunakan untuk memberikan bit rate yang tinggi.

II.1.6. Jenis layanan-layanan pada LTE [4]

Melalui kombinasi downlink dan kecepatan transmisi uplink yang sangat tinggi, lebih fleksibel, efisien dalam penggunaan spektrum dan dapat mengurangi paket latency, LTE menjanjikan untuk peningkatan pada layanan mobile broadband serta menambahkan layanan value-added baru yang menarik.

Manfaat besar bagi pengguna antara lain streaming skala besar, download dan berbagai video, musik dan konten multimedia yang semakin lengkap. Untuk pelanggan bisnis LTE dapat memberikan transfer file besar dengan kecepatan tinggi, video conference berkualitas tinggi dan nomadic access yang aman ke jaringan korporat. Semua layanan ini memerlukan throughput yang signifikan

(34)

lebih besar untuk dapat memberikan quality of service. Tabel II.2 berikut menggambarkan beberapa layanan dan aplikasi LTE :

Tabel II.1 Klasifikasi layanan mobile pada LTE

KATEGORI LAYANAN SAAT INI LTE

Layanan suara Real-time audio VoIP, konferensi video berkualitas

tinggi Pesan P2P SMS,MMS,e-mail

prioritas rendah

Pesan

foto,IM,mobile e- mail,Pesan video Browsing Akses ke layana

informasi online dimana pengguna

membayar tarif jaringan standar.

Saat ini terbatas untuk browsing

WAP melalui jaringan GPRS dan

3G

Browsing super- cepat meng-upload

konten ke situs jaringan

Informasi pembayaran

Informasi berbasis teks

E-newspaper, streaming audio berkualitas tinggi Personalisasi Didominasi

ringtones, termasuk screensaver dan

ringbacks

Realtones (asli artis rekaman),

situs web pada mobile pribadi Games Di download dan

online game

Permainan game online secara konsisten pada

jaringan fexed

maupun mobile

TV/ video on Video streaming dan Layanan siaran

(35)

demand konten video hasil download

televise, true on- demand television,

streaming video kualitas tinggi Musik Full track downloads,

layana radio analog

Download music berkualitas tinggi Konten pesan dan

lintas media

Pesan pear-to-pear serta interaksi

dengan media lainnya

menggunakan konten pihak ketiga

Distribusi klip video, layanan karaoke, video berbasis iklan mobile dengan skala yang luas M-commerce Fasilitas pembayaran

dilakukan melalui jaringan seluler

Mobile handset sebagai alat pembayaran,

rincian pembayaran dibawa melalui

jaringan kecepatan tinggi

untuk memungkinkan

penyelesaian transaksi secara

cepat Mobile data

networking

Akses ke intranet perusahaan dan

database

Transfer file P2P, aplikasi bisnis,

application sharing,

komunikasi M2M, mobile

intranet/ekstranet

(36)

II.1.7 Data Rate LTE

Untuk medapatkan data rate downlink dan uplink di jaringan LTE dapat dilihat pada tabel dan menggunakan rumus. Rumus downlink dan uplink dapat dilihat sebagai berikut : [16]

Sesuai Standar dari 3GPP 1 radio frame = 10 sub frame

1 sub frame = 2 Time slots

1 time slot = 0,5 ms (1 sub frame = 1ms)\

1 time slot = 7 mod symbol

1 resource block (Rb) = 12 sub carrier

Data Rate = (Rb x sub carrier- carrier x sub frame x time slot x mod symbol ) x (antenna) x (coding) x (control signal x symbol overhead)

Untuk Downlink Control overhead 7,1 %

Reference symbol overhead 7,7 % Untuk Uplink Symbol overhead 14,3 %

One resource block for physical Uplink Control Channel (PUCCH)

(37)

Tabel II.2 Data rate downlink [17]

Resource bloc 6 15 25 50 100

Subcarriers 72 180 300 600 1200

Modulation Coding 1,4 MHz 3,0 MHz 5,0 MHz 10 MHz 20 MHz QPSK1/2 Single stream 0,9 Mbps 2,2 Mbps 3,6 Mbps 7,2 Mbps 14,4 Mbps 16QAM 1/2 Single stream 1,7 Mbps 4,3 Mbps 7,2 Mbps 14,4 Mbps 28,8 Mbps 16QAM 3/4 Single stream 2,6 Mbps 6,5 Mbps 10,8 Mbps 21,6 Mbps 43,2 Mbps 64QAM 3/4 Single stream 3,9 Mbps 9,7 Mbps 16,2 Mbps 32,4 Mbps 64,8 Mbps 64 QAM 4/4 Single stream 5,2 Mbps 13,0 Mbps 21,6 Mbps 43,2 Mbps 86,4 Mbps 64 QAM 3/4 2x2 MIMO 7,8 Mbps 19,4 Mbps 32,4 Mbps 64,8 Mbps 129,6 Mbps 64 QAM 1/1 2x2 MIMO 10,4 Mbps 25,9 Mbps 43,2 Mbps 64,8 Mbps 172,8 Mbps 64 QAM 1/1 4x4 MIMO 20,7 Mbps 51,8 Mbps 86,4 Mbps 172,8 Mbps 345,6 Mbps

Tabel II.3 Data rate uplink[17]

Resource bloc 6 15 25 50 100

Subcarriers 72 180 300 600 1200

Modulation Coding 1,4 MHz 3,0 MHz 5,0 MHz 10 MHz 20 MHz QPSK1/2 Single stream 0,7 Mbps 2,0 Mbps 3,5 Mbps 7,1 Mbps 14,3 Mbps 16QAM 1/2 Single stream 1,4 Mbps 4,0 Mbps 6,9 Mbps 14,1 Mbps 28,5 Mbps 16QAM 3/4 Single stream 2,2 Mbps 6,0 Mbps 10,4 Mbps 21,2 Mbps 42,8 Mbps 16QAM 1/1 Single stream 2,9 Mbps 8,1 Mbps 13,8 Mbps 28,2 Mbps 57,0 Mbps 64 QAM 3/4 Single stream 3,2 Mbps 9,1 Mbps 15,6 Mbps 31,8 Mbps 64,2 Mbps 64 QAM 1/1 Single stream 4,3 Mbps 12,1 Mbps 20,7 Mbps 42,3Mbps 85,5Mbps 64 QAM 1/1 V-MIMO (cell) 8,6 Mbps 24,2 Mbps 41,5 Mbps 84,7 Mbps 171,1 Mbps

(38)

II.1.8 Quality Of Service (QOS) LTE

Quality Of Service merupakan kemampuan suatu jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik pada trafik data tertentu dalam berbagai jenis platform teknologi QOS tidak diperoleh langsung dari infrastruktur yang ada, melainkan diperoleh dengan mengimplementasikannya pada jaringan yang bersangkutan. [5]

II.1.8.1 Throughput

Throughput adalah jumlah bit yang diterima dengan sukses perdetik melalui sebuah sistem atau media komunikasi (kemampuan sebenarnya suatu jaringan dalam melakukan pengiriman data).

Throughput diukur setelah transmisi data (host/client) karena suatu sistem akan menambah delay yang disebabkan processor limitations,kongesti jaringan,buffering inefficients,error transmisi, traffic loads atau mungkin desain hardware yang tidak mencukupi. Aspek utama throughput yaitu berkisar pada ketersediaan bandwidth yang cukup untuk menjalankan aplikasi [6].

Tabel II.4 Standard Nilai Throughput Tiphon [14]

Kategori Throughput (%)

Sangat Bagus 100

Bagus 75

Sedang 50

Jelek 25

(39)

II.1.8.2 Delay [5]

Delay adalah waktu tunda suatu paket yang diakibatkan oleh proses transmisi dari satu ke titik lain yang menjadi tujuannya. Delay di dalam jaringan dapat digolongkan sebagai berikut:

 Packetisasi delay

Delay yang disebablan oleh waktu yang diperlukan untuk proses pembentukan paket IP dari informasi user. Delay ini hanya terjadi sekali saja, yaitu source informasi.

 Queuing delay

Delay ini disebabkan oleh waktu proses yang diperlukan oleh router di dalam menangani transmisi paket di sepanjang jaringan. Umumnya delay ini sangat kecil,kurang lebih sekitar 100 microsecond.

 Delay propagasi.

Proses perjalanan informasi selama di dalam media transmisi, misalnya SDH, coax atau tembaga, menyebabkan delay yang disebut delay propagasi.

Hasil delay pada simulasi kami tergolong Queuing delay sesuai dengan hasil dari simulasi menampilkan delay sangat kecil kurang lebih 100 microsecond.

(40)

Tabel II.5 Standard Nilai Delay Tiphon [14]

Kategori Delay (ms)

Sangat Bagus <150

Bagus 150 s/d 300

Sedang 300 s/d 450

Jelek >450 ms

II.1.8.3 Jitter

Jitter merupakan variasi delay antar paket yang terjadi pada jaringan IP.

Besarnya nilai jitter akan sangat dipengaruhi oleh variasi beban trafik dan besarnya tumbuhan antar paket (congestion) yang ada dalam jaringan IP. Semakin besar beban trafik di dalam jaringan akan menyebabkan semakin besar pula peluang terjadinya congestion dengan demikian nilai jitternya akan semakin besar. Semakin besar nilai jitter akan mengakibatkan nilai Qos jaringan yang tidak baik, nilai jitter harus dijaga seminimum mungkin.

Tabel II.6 Standard Nilai Jitter Tiphon [14]

Kategori Jitter (ms)

Sangat Bagus 0

Bagus 0 s/d 75

Sedang 75 s/d 125

Jelek 125 s/d 225

(41)

II.2. Konsep Dasar Handover Pada Jaringan LTE

II.2.1 Dasar-dasar Handover

Handover adalah perpindahan mobile user dari suatu cell ke cell yang lain pada saat mode dedicated atau UE sedang melakukan panggilan. Cell awal yang ditinggalkan disebut source cell, sedangkan cell tujuan disebut dengan target cell.

Handover berfungsi untuk tetap menjaga koneksi sewaktu melakukan panggilan ketika mobile user berada diluar jangkauan source cell.[5]

Pada LTE, handover selalu dilakukan ketika ada koneksi Radio Resource Control ( RRC ) sedangkan pada jaringan UTRAN, terdapat koneksi dalam CELL_PCH state yang memungkinkan cell reselections. Oleh karena itu kinerja handover merupakan isu penting dalam LTE. Handover antara E-UTRAN dan UTRAN selalu dilakukan dari RRC CONNECTED state di E-UTRAN ke CELL_DCH state di UTRAN. Handover, sebagai salah satu state transition dalam 3GPP inter radio access technologies dapat diilustrasikan pada Gambar II.8 berikut.

(42)

Gambar II. 8. E-UTRA states and inter-RAT mobility procedures [7]

Handover di E-UTRAN adalah jaringan yang dikendalikan dan biasanya dipicu oleh pengukuran laporan yang dikirimkan oleh UE. Ketika UE memulai koneksi dengan RRC, maka UE akan menerima daftar cell yang diukur dalam pesan RRC reconfiguration. Pesan ini berisi tentang intra-LTE dan inter-RAT pengukuran daftar cell dan semua parameter handover seperti thresholds dan cell prioritization untuk laporan pengukuran.[7].

Spesifikasi handover pada LTE adalah hard handover atau juga dikenal dengan sebutan break-before-make. Hard handover adalah suatu metode dimana kanal pada sel sumber dilepaskan dan setelah itu baru menyambung dengan sel tujuan. Sehingga koneksi dengan sel sumber terputus sebelum menyambung dengan sel target, untuk itu alasan tersebut hard handover juga dikenal dengan sebutan “break-before-make”.

(43)

Adapun beberapa jenis handover yang terjadi pada LTE yaitu :[15]

• Intra-LTE (Intra-MME/SGW) Handover menggunakan X2 Interface

• Intra-LTE (Intra-MME/SGW) Handover menggunakan S1 Interface

• Inter-MME Handover menggunakan S1 Interface (perubahan S-GW)

• Inter-RAT LTE ke UMTS Handover

• Inter-RAT UMTS ke LTE Handover

(44)

II.2.2 Handover di LTE

II.2.2.1 Algoritma Handover LTE Intra SGW

Gambar II.9 Algoritma Handover LTE Intra SGW [18]

(45)

1. UE melaporkan hasil event yang di terima. Dalam algoritma ini yang di ukur adalah event A2 dan A4. Dan mengirim pengukuruan ke eNodeB_1. Sesuai standart 3GGP event A2 adalah RSRQ melemah dibandingkan threshold, dan event A4 RSRQ eNodeB tetangga membaik dibandingkan threshold. Nilai threshold antar (0-34) berdasarkan standart 3GPP TS 36.133.

2. Kemudian eNodeB_1 akan menentukan UE harus handover atau tidak, sesuai dari Pengukuran event A2 dan A4 dari UE. Dan jIka handover harus dilakukan maka eNodeB akan memilih eNodeB target yang paling baik sesuai dari pengukuran A2 dan A4.

3. eNodeB_1 mengirim handover request ke eNode target menggunakan X2.

4. eNodeB target melakukan admission control untuk menentukan apakah UE dapat melakukan koneksi di eNodeB target.

5. Jika admission control menerima handover tersebut maka, eNodeB target melakukan prsiapan radio interface dan mengirim pesan handover Request Acknowlede ke NodeB_1 . Pesan ini berisi RRC Connection Reconfiguration.

RRC Connection Reconfiguration berisi Parameter yang dibutuhkan UE agar dapat koneksi di eNodeB target.

6. Meneruskan RRCConnectionReconfiguration dan Mobility control

information. Setelah itu, eNodeB_1 menruskan downlink data melewati X2.

Kemudian UE dilepaskan dari eNodeB_1.

7. eNodeB_1 mengirim SN (sequence Number) status transfer ke eNodeB target melalui X2 interface.

(46)

8. UE akan memberikan parameter syncronize ke eNodeB target. Setelah

syncronize , eNodeB target memberikan waktu dan jadwal teansmisi UL untuk UE tersebut.

9. Setelah itu UE mengirim pesan RRCConnectionReconfiguration selesai ke eNodeb target.

10. Setelah konfirmasi dari UE, eNodeB target mengirimkan path switch request ke MME melalui S1 interface. Hal ini dilakukan untuk memberitahu MME tentang perubahan lokasi UE.

11. Kemudian MME melanjutkan User Plane Update Request ke S-GW melalui S11. Setelah s-GW menerima request, maka S-GW mengirim paket ke eNodeB_1. Paket ini berisi bahwa tidak ada user data. Kemudian eNodeB target, menata kembali paket yang akakn di kirim ke UE.

12. S-GW mengirimkan User plane Update Response ke MME.

13. Kemudian MME mengirim Path switch request Ackmowledges.

14. Kemudian eNodeB target memberitahu eNodeB_1 bahwa handover sukses melalui X2

15. eNodeB_1 menerima UE Context Release

II.2.2.2 S1 based handover [7]

S1 interface handover digunakan ketika X2 handover tidak dapat digunakan. Prosedur ini berlangsung melalui S1 interface, diasumsikan tidak terdapat X2 link antara sumber dan target eNodeB. Pada jenis handover ini terdapat perubahan antara MME dan S-GW. Berikut tahapan S1 based handover :

(47)

Gambar II.10 S1 interface handover [9]

1. Sumber eNodeB memutuskan untuk memulai S1-based handover ke target eNodeB . Hal ini dapat dipicu misalnya tidak ada konektivitas X2 dengan target eNodeB , atau dengan indikasi kesalahan dari target eNodeB setelah X2-based handover tidak berhasil, atau dengan informasi dinamis dari sumber eNodeB .

2. Sumber eNodeB mengirimkan Handover Required ke sumber MME .

3. Sumber MME memilih target MME dan mengirimkan forward relocation request. Target MME menentukan apakah S-GW mengalami perubahan jika diperlukan (dan jika diperlukan , membantu pemilihan S-GW). Jika MME mengalami perubahan, target MME memverifikasi apakah sumber S-GW dapat terus melayani UE. Jika tidak, akan dipilih S-GW yang baru.

(48)

4. Jika S-GW baru dipilih, target MME mengirimkan koneksi pesan create session request ke target S-GW . Target S- GW menentukan alamat S–GW.

5. Target S-GW mengirimkan pesan create session response ke target MME . 6. Target MME mengirimkan pesan Handover Request ke target eNodeB .

Pesan ini membentuk konteks UE dalam target eNodeB .

7. Target eNodeB mengirimkan pesan Handover request acknowledge ke target MME.

8. Target MME mengirim pesan forward relocations response ke sumber MME.

9. Sumber MME mengirimkan pesan Handover Command ke sumber eNodeB.

10. Handover Command dikirim ke UE .

11. Setelah UE telah berhasil disinkronkan dengan target cell, maka UE akan mengirimkan pesan Handover confirm ke target eNodeB. Paket downlink diteruskan dari sumber eNodeB dapat dikirim ke UE . Juga, paket uplink dapat dikirim dari UE, yang akan diteruskan ke target ke Serving GW dan PDN GW.

12. Target eNodeB mengirimkan pesan handover notivy ke target MME .

13. Jika MME telah dipindahkan , target MME mengirimkan pesan forward relocation complete acknowledge ke sumber MME .

14. Sumber MME merespon dan mengirimkan pesan forward relocation complete acknowledge ke target MME . Terlepas jika MME telah dipindahkan atau tidak , timer di sumber MME akan mulai mengawasi sumber eNodeB dan jika S- GW mengalami perubahan ,berarti sumber S-

(49)

GW akan dilepaskan. Ketika menerima pesan forward relocation complete Acknowledge, target MME memulai timer jika target MME menentukan sumber S-GW untuk indirect forwarding.

15. MME mengirimkan pesan Modify Bearer Request ke target S-GW.

16. Target S-GW mengirim pesan Modify Bearer Response ke target MME.

17. Ketika timer dimulai pada langkah 14 berakhir, sumber MME mengirimkan UE pesan Contest Release Command ke sumber eNodeB.

18. Sumber eNodeB melepaskan sumber terkait dengan UE dan merespon dengan UE pesan contest release complete.

II.2.2.3 X2 based handover [7]

X2 adalah sebuah interface yang menguhubungkan sumber eNB ke target eNB. X2 merupakan interface yang penting untuk melihat performansi handover, dimana X2 merupakan interface yang harus dilewati ketika terjadi proses pentransferan data saat terjadinya handover pada LTE antara dua buah eNodeB yang bersebelahan. Kemampuan interface X2 ini juga berpengaruh terhadap maksimalisasi fungsi dari proses handover, sehingga perlu untuk mengetahui fungsi X2 tersebut saat terjadinya handover antara eNodeB pada LTE.[8] Terdapat dua jenis X2 handover yaitu X2 Handover tanpa perubahan SGW dan X2 Handover berdasarkan dengan S-GW yang berubah.[7]

(50)

(a)

( b )

Gambar II.11 X2 Handover : (a) tanpa perubahan S-GW dan (b) perubahan S-GW [9]

(51)

Pada gambar II.10.a, garis hijau menampilkan UE bergerak antara dua eNodeB dikontrol oleh MME yg sama. Setiap bearer diatur antara UE dan PGW akan berpindah ke eNodeB yang baru (jika target eNodeB dapat dikendalikan keduanya). Sedangkan pada gambar II.10.b antara UE dan eNodeB menampilkan perubahan lintasan pada proses terakhir handover tanpa perubahan S-GW. Garis biru antara UE, eNB, MME dan new SGW menampilkan lintasan baru setelah old SGW berubah to new SGW. Untuk X2 based handover dengan perubahan S-GW, memiliki tahapan yang sama dengan X2 handover tanpa perubahan S – GW. Tapi terdapat perbedaan yaitu adanya penghapusan session pada sumber S-GW dan pembentukan session baru pada target S-GW. Berikut tahapan X2 handover tanpa perubahan S-GW :

1. Target eNodeB mengirimkan pesan ke MME untuk menginformasikan bahwa UE telah berpindah cell ,termasuk info mengidentifikasi sel target dan daftar EPS pembawa harus diaktifkan. MME menentukan bahwa S-GW dapat terus melayani UE.

2. MME kemudian mengirimkan Modify Bearer Request (MBR) yang mencakup semua pembawa 'informasi dan informasi baru eNB untuk SGW . Semua informasi yang dikirim dalam pesan tunggal.

3. Jika semua informasi yang dikirim oleh MME benar, S-GW akan menerima pesan MBR dan kembali merespon. S-GW mulai mengirimkan paket downlink ke target eNodeB menggunakan informasi yang baru diterima . Sebuah pesan MBR dikirim kembali ke MME.

(52)

4. Untuk membantu mengembalikan kembali perintah ke target eNodeB, S-GW mengirimkan satu atau lebih end marker paket pada lintasan lama setelah berganti lintasan.

5. MME mengkonfirmasi pesan Path Switch Request dengan pesan Path switch request Ack.

6. Dengan mengirim release resource target eNodeB berhasil menginformasikan handover untuk sumber eNodeB dan trigger dari release of resources.

II.3 NS-3 (Network Simulator-3) [10]

NS-3 merupakan simulator yang dikembangkan sebagai simulator open source, platform network simulation, untuk riset networking dan pendidikan. NS-3 menyediakan model simulasi tentang bagaimana jaringan paket data bekerja. NS- 3 digunakan untuk melakukan studi yang lebih sulit.

NS-3 dibangun dari library yang telah di sediakan oleh software NS-3 dengan cara memanggil komponen-komponen yang telah di sediakan di library dan menggabungkannya. Program-program dapat di tulis dengan dua bahasa yaitu C++ atau Python.

NS-3 dapat digunakan pada Mac OS X dan linux sistem, walaupun tetap dapat digunakan pada windows menggunakan Cygwin, tetapi masih dalam proses pengembangan.

(53)

NS-3 tidak didukung oleh produk software dari sebuah perusahaan tetapi di dukung oleh NS-3 user mailing list. NS3 merupakan pengembangan software

dari NS-2 dan memiliki detail modul dalam library, seperti antenna, aodv, applications, bridge, buildings, config-store, core, csma, csma-layout, dsdv,

dsr, emu, energy, fd-net-device, flow-monitor,internet, lr-wpan, lte, mesh, mobility, mpi, netanim (no Python), network, nix-vector-routing, olsr, point-to- point, point-to-point-layout, propagation, sixlowpan, spectrum, stats, tap-bridge, test (no Python), topology-read, uan, virtual-net-device, visualizer, wave, wifi, dan wimax.

NS-3 didukung dengan berbagai alat visualisasi baik gambar maupun data, seperti [12] :

1. Tracing dan packet traces, yaitu berguna dalam proses penampilan multiple output data pada NS3.

2. Gnuplot dan Matplot, yaitu berguna dlam proses ploting data dari output simulasi NS3.

3. Flow Monitor, yaitu mengidentifikasi aliran data dari simulasi, dan dapat menganalisis bitrate, durasi simulasi, delay, packet size, packet loss ratio, jitter dan Throughput.

4. PyViz, yaitu live simulasi visualisai tanpa harus Tracing file simulasi.

5. NetAnim, yaitu simulasi animasi dari jaringan yang dibuat di dalam NS3, namun NetAnim tidak support untuk jaringan LTE.

6. Statistics

7. Data Collection Framework

(54)

Di dalam program NS-3 terdapat 2 model yang disediakan terkait jaringan LTE yakni, LTE model dan EPC model. LTE model yakni model yang mencakup LTE Radio Protocol Stack (RRC, PDCP, RLC, MAC, PHY).

Komponen ini berada sepenuhnya di dalam UE dan eNodeB. LTE model telah dirancang untuk mendukung evaluasi aspek-aspek dalam sistem LTE seperti, Management Radio Resource, QoS-paket scheduling, koordinasi interface inter- cell dan Dinamis Spectrum Akses. Namun LTE model memiliki kekurangan yakni tidak dapat memberikan perhitungan pathloss antar UE (User Equipment) ke UE. Sedangkan, EPC (Evolved Packet Core) model yakni model yang mencakup interface jaringan inti. Tujuan dari model ini yaitu untuk menyediakan sarana konektivitas IP end-to-end pada LTE model. Untuk tujuan ini, mendukung untuk interkoneksi beberapa UE ke internet, melalui jaringan akses radio eNodeB yang terhubung dengan SGW/PGW tunggal. EPC model telah dibuat dengan spesifikasi seperti, Paket Data Network (PDN) telah didukung dengan IPv4 dan model ini memungkinkan melakukan handover berbasis X2 antar 2 eNodeB

[13].

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi sinyal tersebut yang terjadi pada suatu gedung apartemen menjadi bahan untuk dilakukan simulasi perencanaan Indoor Building Coverage (IBC) pada jaringan

Analisis perencanaan jaringan Long Term Evolution (LTE) menggunakan metode frekuensi reuse 1, fractional frequency reuse dan soft frequency reuse studi kasus kota di

Kelas streaming meliputi layanan real time seperti video streaming sehingga HHO cocok untuk QoS 1 karena menerima packet loss lebih sedikit daripada SHO, Hal ini

Simulasi dilakukan berdasarkan hasil perhitungan-perhitugan sebelumnya yang mana simulasi pertama dilakukan berdasarkan data Existing yang ada terhadap kualitas level

Simulasi dilakukan berdasarkan hasil perhitungan-perhitugan sebelumnya yang mana simulasi pertama dilakukan berdasarkan data Existing yang ada terhadap kualitas level

Optimasi dilakukan dengan menganalisa permasalahan pada layer akses radio (Radio frekuency layer) dengan meninjau parameter RSRP, RSRQ, connected user dan mean throughput.

Analisis probabilitas packet loss video streaming meliputi probabilitas packet loss pada server yang terhubung melalui internet dan pada jaringan LTE yang

Analisis perencanaan jaringan Long Term Evolution (LTE) menggunakan metode frekuensi reuse 1, fractional frequency reuse dan soft frequency reuse studi kasus kota di