• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS S431302008 ERNY PRASETYANINGSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TESIS S431302008 ERNY PRASETYANINGSIH"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN DAERAH DAN

TEMUAN AUDIT TERHADAP KINERJA PEMERINTAH

PADA PEMERINTAH DAERAH SE-INDONESIA

TESIS

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Magister Sains Program Studi Magister Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

ERNY PRASETYANINGSIH

NIM : S431302008

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2014

(2)

i

(3)

ii

(4)
(5)

iv

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu akan datang kemudahan, maka apabila

kamu telah selesai urusanmu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)

yang lain dan kepada Tuhanmu hendaknya kamu limpahkan segala harapan.

(Q.S Al- Insyiroh: 6-8)

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi

bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

- Confusius

(6)

v

PERSEMBAHAN

Terima kasih Allah SWT dengan kasih sayang Mu, memberi kekuatan padaku senantiasa bersemangat dalam

menapaki perjalanan studi hingga selesai. Tiada kekuatan selain ridho-Mu

Dengan rasa hormat, cinta, dan penuh kasih sayang. Tesis ini kupersembahkan:

Untuk my little family, atas segala keikhlasan dan kesabarannya menerima segala aktifitasku

dalam menyelesaikan studi,

Pimpinan dan rekan kerja di Dinas Indakop dan UKM Kabupaten Ponorogo atas support yang diberikan

hingga akhir masa studi

Teman-teman PPs Magister Akuntansi Angkatan 19 dengan canda dan keakrabannya membuat semangat

belajar tak pernah pudar.

Almamater tercinta

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “ Pengaruh Karakteristik Keuangan Daerah dan Temuan Audit Terhadap Kinerja Pemerintah Dengan Akuntabilitas Keuangan sebagai Pemoderasi Pada Pemerintah Daerah Se-Indonesia” disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk menyelesaikan program S-2 (strata) Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Tesis ini bukan hasil jerih payah sendiri, akan tetapi banyak pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga selesainya Tesis ini. Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah berkenan memberikan bantuan kepada peneliti berupa Beasiswa Unggulan Diknas dalam menyelesaikan studi di program studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof.Dr.Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret.

3. Prof. Dr.Ir.Ahmad Yunus,M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret;

4. Prof.Wisnu Untoro,M.S., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Sebelas Maret.

(8)

vii

5. Dr.Payamta, M.Si., CPA, Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Universits Sebelas Maret.

6. Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak., selaku Sekretais Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

7. Dr.Payamta, M.Si., CPA, Ak.,. selaku Pembimbing yang penuh kesabaran, kearifan, dan bijaksana telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukan beliau guna menyempurnakan proses tesis ini;

8. Bapak Ibu beserta staf di Program Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingannya selama menempuh studi,

9. Teman-teman Program Studi Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Angkatan 19, yang telah memberikan masukan dan dukungan serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 4 Pebruari 2014 Penyusun

(9)

viii ABSTRAK

PENGARUH KARAKTERISTIK KEUANGAN DAERAH DAN TEMUAN AUDIT TERHADAP KINERJA PEMERINTAH PADA PEMERINTAH

DAERAH SE-INDONESIA

Erny Prasetyaningsih, S.E NIM. S431302008

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik keuangan daerah dan temuan audit terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada pemerintah daerah se-Indonesia.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive

sampling. Sampel dalam penelitian adalah Pemerintah kabupaten/kota

se-Indonesia sebanyak 489 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk menguji hubungan antar variabel dalam penelitian ini.

Pengujian dilakukan menggunakan model regressi dengan 4 variabel penelitian yang terdiri dari 3 variabel independen dan 1 variabel dependen. Variabel independen terdiri dari kekayaan pemerintah daerah, belanja pemerintah daerah dan temuan audit. Adapun variabel independen adalah kinerja pemerintah yang diproksikan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasilnya pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari karakteristik keuangan daerah pada variabel Total Asset, sedangkan variabel Total Belanja Daerah mempunyai pengaruh yang tidak siqnifikan. Adapun variabel temuan audit menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Koefisien beta yang positif pada variable Total Asset dan Belanja Daerah yang berarti semakin besar nilai Total Asset dan Belanja Daerah maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan. Sedangkan beta negatif terjadi pada pada variabel Temuan Audit yang menunjukkan bahwa semakin besar Temuan Audit maka akan menurunkan kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menggunakan variabel tersebut untuk menguji kinerja pemerintah daerah dengan tolok ukur yang berbeda..

Kata kunci : karakteristik keuangan daerah, temuan audit, kinerja pemerintah, kesejahteraan masyarakat

(10)

ix ABSTRACT

THE EFFECT OF FINANCIAL CHARACTERISTICS AND AUDIT FINDINGS ON THE PERFORMANCE ON LOCAL GOVERNMENT

IN INDONESIA". Erni Prasetyaningsih, S.E

S431302008. 2015

This study aimed to examine the effect of the characteristics of the local financial and audit findings on the performance of the government in the public welfare with financial accountability as moderating the local government in Indonesia.

The sampling technique used was purposive sampling method. Samples were government districts/cities in Indonesia as many as 489 districts/cities. This study uses regression analysis techniques to examine the relationship between variables in this study.

Testing is done using a regression model with four variables of the study consists of three independent variables and one dependent variable. The independent variables consist of a wealth of local government, local government expenditure and audit findings. The independent variable is the performance of the government which is proxied by the Human Development Index (HDI) to measure the level of social welfare. The results of testing showed a significant effect on the financial characteristics of the variable regions in total assets, while the total local government expenditure variable haven’t siqnifikan influence. The variables audit findings demonstrate a significant effect on the performance of the government in the public welfare. Positive beta coefficient on the variable Total Assets and Expenditure which means the greater the value of total assets and local government expenditure, the higher the level of welfare. Whereas a negative beta occurs at the variable Audit Findings indicate that the greater the audit findings will degrade the performance of the government in the public welfare. This study is in line with several studies that use these variables to test the performance of local governments with different benchmarks ...

Keywords : characteristics of local finance, audit findings, the performance of the government, the public welfare.

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PUBLIKASI TESIS ... iv

MOTTO ... v

2. Karakteristik keuangan daerah ... 18

3. Perang dan Fungsi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ... 19

4. Kekayaan Pemerintah Daerah ... 21

5. Belanja Daerah ... 22

6. Ketidaktaan Pada Undang-Undang ... 23

7. Kinerja Pemerintah Daerah ... 28

8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 30

(12)

xi

C. Skema konseptual ... 35

D. Pengembangan Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Desain Penelitian ... 40

B. Jenis Penelitian ... 41

C. Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel ... 41

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran ... 43

E. Metode Analisis Data ... 48

1. Statistik Deskriptif ... 49

2. Uji Asumsi Klasik ... 49

a. Uji Normalitas Data ... 49

b. Uji Multikolinearitas ... 50

c. Uji Autokorelasi ... 50

d. Uji Heterokedastis ... 51

3. Pengujian Hipotesis ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Statistik Deskriptif ... 54

1. Maksimum, minimum, mean dan stadard deviasi ... 55

B. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 57

a. Uji signifikan Simultan (Uji Statistik F) ... 62

b. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 63

(13)

xii

D. Pembahasan ... 65

1. Kekayaan dan kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan Masyarakat ...66

2. Belanja daerah dan kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan Masyarakat ...67

3. Temuan audit karena ketidaktaatan pada undang-undang berpengaruh terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan Masyarakat ...68

BAB V PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Keterbatasan ... 70

C. Saran ... 71

D. Implikasi ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Tabel 1 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi ... 51

Tabel 2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 55

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas ... 57

Tabel 4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 58

Tabel 5 Hasil Uji Autokorelasi ... 61

Tabel 6 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F) Hipotesis1,2,3 ... 62

Tabel 7 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Hipotesis 1,2,3 ... 63

Tabel 8 Hasil Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) Hipotesis 1,2,3 ... 64

Tabel 9 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F) Hipotesis 4 ... 74

Tabel 10 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Hipotesis 4 ... 64

Tebel 11 Hasil Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik F) Untuk Hipotesis 4 ... 75

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian ... 37

Gambar 2 Diagram Pencar (Scatter Plot) Pengujian Heterokedastisitas ... 60

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Indonesia telah di mulai sejak era orde lama, orde baru dan dilanjutkan sampai dengan orde reformasi. Masing masing orde dibawah kepemimpinan masing-masing presiden mempunyai program pembangunan sendiri-sendiri. Sejak orde lama dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno program pembangunan belum bisa dilaksanakan dengan baik karena pada waktu itu adalah era setelah kemerdekaan. Perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan masih sangat terpuruk karena masih dalam tahap berkembang setelah kekuasaan penjajah usai. Terjadi inflasi yang tinggi, kas negara kosong, serta eksploitasi besar-besaran oleh penjajah Belanda (Rinthania 2013).

Pada masa Orde Baru program pembangunan sudah mulai membaik. Pemerintah melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dan dilakukan secara periodic lima tahunan yang disebut dengan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Kemudian MPR membuat ketetapan dalam bentuk GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang didalamnya memuat perencanaan pembangunan dengan istilah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Perencanaan pembangunan pada masa Orde Baru lebih bersifat sentralistik dan bersifat Top-Down. Masyarakat kurang dilibatkan secara aktif dalam pembuatan perencanaan maupun dalam pelaksanaan program pembangunan. Orientasi pemerintah pada masa Orde Baru adalah penyelamatan

(16)

ekonomi nasional terutama usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pedoman pembangunan nasional pada Masa Orde Baru adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari keduanya pedoman adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasanan politik dan ekonomi yang stabil (http://alunanaspirasi.blogspot.com, 2011).

Pembangunan pada masa Orde Baru ternyata menghasilkan berbagai permasalahan pembangunan karena dinilai terdapat kelemahan atau kesalahan dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan maupun dalam pelaksanaannya. Oleh karenan itu pada era reformasi berusahaan untuk mengadakan perbaikan dalam kegiatan pembangunan mulai dari proses penyusunan perencanaan pembangunan maupun dalam pelaksanaannya.

Pada masa era reformasi mulai menerapkan model desentralisitik melalui kebijakan otonomi daerah. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang direvisi kembali dengan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004. Dengan diterbitkanya Undang-Undang-Undang-Undang Otonomi Daerah ini diharapkan mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan public, Dengan otonomi daerah pelayanan kepada masyarakat lebih dekat sehingga pemerintah daerah mengetahui kebutuhan masyarakat (http://alunanaspirasi.blogspot.com, 2011). Dengan otonomi daerah program pembangunan diharapkan akan berhasil karena penyusunan program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

(17)

Program pembangunan sudah dilaksanakan dalam kurun waktu yang cukup panjang namun kesejahteraan masyarakat belum seperti yang diharapkan. Padahal kekayaan alam negara Indonesia sangat luar biasa. Indonesia adalah negara yang besar dan kaya. Namun masyarakat masih banyak yang belum sejahtera. Dilihat dari angka kemiskinan (Maret 2012) sebanyak 29, 13 juta orang (11, 96%), kemudian pada tahun berikutnya (Maret 2013) sebanyak 28,07 juta orang (11,37%) dan bertambah pada bulan September 2013 orang miskin di Indonesia menjadi sebanyak 28,55 juta orang (Samad 2014).

Selain itu angka pengangguran juga menunjukkan adanya kelemahan dalam program pembangunan di Indonesia. Angka pengangguran di Indonesia pada bulan Agustus 2012 menunjukkan sebanyak 7,24 juta orang atau sebesar 6,14 persen. Kemudian pada bulan Februari 2013 jumlah pengangguran sebanyak 7,17 juta orang atau 5,92 persen dan pada bulan Agustus 2013 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah pengangguran dengan mencapai sebanyak 7,39 juta orang atau 6,25 persen.

Program pembangunan telah dilaksanakan namun belum mampu mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Sebenarnya upaya untuk melakukan perubahan telah dilakukan pemerintah agar program dan kegiatan pembangunan bisa mencapai tujuan yang diharapkan yaitu tercapainya kesejahteraan masyarakat atau rakyat Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi (UUD 1945).

(18)

Dengan latar belakang kondisi negara yang tidak seperti yang diharapkan masyarakat, maka muncullah gerakan reformasi. Reformasi adalah gerakan perubahan yang merupakan tuntutan masyarakat pada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan negara. Salah satu reformasi yang dilakukan pemerintah adalah reformasi akuntansi dan manajemen sector pemerintahan. Reformasi reformasi akuntansi dan manajemen sector pemerintahan sangat penting dilakukan. Reformasi sector politik tanpa diikuti sector public tidak akan menghasilkan reformasi yang langgeng. Reformasi public diharapkan pemerintah akan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat (Harun 2008).

Reformasi sector pemerintahan diharapkan akan mampu memberikan fasilitas pada program dan kegiatan pemerintah yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi bagaimana reformasi sector pemerintahan telah dilakukan. Dan apakah upaya peningkatan pelayanan masyarakat yang diharapkan berdampak pada pencapaian kesejahteraan masyarakat sudah terdapat dalam reformasi sector public.

Reformasi sector public merupakan perubahan atau perbaikan system, institusi, program hingga kebijakan negara agar sumber daya ekonomi dan manusia yang dikuasai pemerintah dapat dimanfaatkan lebih besar melalui peningkatan efisiensi maupun efektivitas pelayanan negara beserta institusinya kepada masyarakat. OECD mendefinisikan reformasi sector public sebagai usaha untuk menciptakan lembaga pemerintahan pada semua level (pusat dan daerah) agar lebih efisien dan efektif, meningkatkan kualitas pelayanan umum,

(19)

mendorong sector public untuk merespon secara lebih flexible dan strategis terhadap semua perubahan (Harun 2008).

Terdapat hubungan antara Sektor Publik dan Good Governance. Pengertian governance diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan public.

World Bank memberikan definisi governance sebagai “the way state power is

used in managing economic and social resources for development of society.

Sementara United Nations Development Program (UNDP) mendefinisikan

governance sebagai “The execise of political, economic, and administrative

authority to manage a nation’s affair at all levels. Dalam hal ini World Bank

lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya social dan ekonomi untuk pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administrative dalam pengelolaan Negara. (Mardiasmo 2002).

Jurnal yang mendasari penelitian ini berjudul Evaluation of Financial Accountability In The Public Sector : A Necessary Concept For Good

Governance (Akinbuli & Feyi 2012). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

akuntabilitas sektor publik di Nigeria lemah sehingga perlu adanya tinjauan kritis terhadap prosedur yang ada untuk tujuan akuntabilitas. Penelitian ini merekomendasikan bahwa setiap departemen pemerintah, kementerian dan Badan, harus menghasilkan laporan keuangan interim yang meliputi peraturan anggaran dalam satu periode bersamaan dengan laporan kinerja, analisis varians dan faktor penghambat kinerja.

(20)

Selain itu kasus reformasi sector public yang telah memberikan manfaat pada pengelolaan keuangan pemeritah daerah (Local Government) juga terjadi di Australia ( Caccia & Steccolini 2003). Dalam paper tersebut menyampaikan bahwa Pemerintah Daerah (Local Government) Italia telah mengalami proses reformasi yang mendalam. Lebih khusus lagi, sejak tahun 1990 Pemerintah daerah telah dikenali menjalankan otonomi yang lebih dalam hal memungut pajak dan menentukan biaya untuk layanan.

Pada tahun 1995, sebuah dekrit reformasi akuntansi Local Goverment diperkenalkan. Di Italia, persyaratan akuntansi pemerintah, pelaporan dan audit yang ditetapkan oleh undang-undang nasional. Setelah periode 10 tahun, perubahan system akuntansi sector public pada Local Government di Italia telah membawa manfaat karena mampu mengurangi defisit dan menjaga Girotondo dari kebangkrutan. Bahkan peningkatan posisi keuangan pemerintah kota, yang memungkinkan Dewan untuk mengurangi beban pajak sebagai konsekuensi dari penurunan tarif penggelapan pajak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan system akuntansi yang baik akan membawa dampak yang bagus dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah.

B. Perumusan Masalah

Sebagaimana definisi Good Governance menurut World Bank yang lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya social dan ekonomi untuk pembangunan masyarakat, sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administrative dalam pengelolaan keuangan negara

(21)

(Mardiasmo 2002). Dengan adanya komitmen pemerintah untuk melaksanakan

good governance maka pemerintah dituntut untuk menghasilkan laporan

keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu dalam pengelolaan keuangan diharapkan memberikan dampak pada kesejahteraan masyarakat. Karena melalui pengelolaan keuangan yang baik maka tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan tercapai. Tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi…dan

seterusnya.

Otonomi daerah mulai bergulir sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang direvisi kembali dengan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004. Otonomi daerah memberikan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan roda pemerintahan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah. Laporan keuangan merupakan sebagian dari tanggungjawab pemerintah dalam menyampaikan laporan pengelenggaraan pemerintah.

Laporan keuangan pemerintah daerah menunjukkan capaian kinerja keuangan Kabupaten/Kota pada tahun pelaporan. Masing-masing laporan keuangan kabupaten/kota menyampaikan kondisi keuangan kabupaten/kota yang dilaporkan pada tahun pelaporan. Kabupaten/kota memiliki kondisi yang berbeda

(22)

sesuai dengan sumber daya keuangan dan penggunaan dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Oleh karena itu masing-masing kabupaten/kota memiliki karakteristik atau ciri khas tersendiri yang akan berbeda dengan kabupaten/kota lain, walaupun format laporan keuangan adalah sama atau standar sesuai dengan ketentuan penyusunan laporan keuangan daerah.

Sebagian karakteristik keuangan daerah yang menunjukkan potensi daerah tampak pada besarnya nilai Asset Daerah. Asset daerah merupakan sumber daya atau kekuatan pemerintah yang harus dikelola untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan semakin besarnya kekuatan atau potensi daerah maka diharapkan akan memberikan kontribusi yang lebih baik dalam pencapaian tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan masyarakat. Kemampuan pencaian kesejahteran masyarakat merupakan salah satu tolok ukur kinerja pemerintah daerah.

Adapun Total Belanja adalah bentuk realisasi penggunaan potensi yang ada pada pemerintah daerah dalam bentuk program dan kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan nilai total Belanja Daerah yang besar diharapkan mampu menyentuh kebutuhan pembanguan masyarakat baik dalam bentuk sarana prasarana fisik daerah maupun program dan kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan potensi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Masing-masing daerah memiliki kemampuan sendiri-sendiri dalam pelaksanaan pengelolaan keuangannya. Dengan pengelolaan keuangan yang baik maka diharapkan tujuan pemerintah bisa tercapai. Badan Pengawas Keuangan

(23)

(BPK) adalah lembaga yang berwenang dalam melakukan penilaian terhadap keuangan pemerintah daerah. Badan Pengawas Keuangan (BPK) melakukan penilaian pengelolaan keuangan negara dengan cara melakukan pemeriksaan.

Pengelolaan keuangan akan diperiksa oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Hasil dari pemeriksaan BPK adalah berupa pendapat (opini). Laporan Hasil Pemeriksaan BPK menyatakan bahwa Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) bertujuan untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah yang berdasarkan berdasarkan pada:

a. kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan atau prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan;

b. kecukupan pengungkapan (adequate disclosure); c. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan d. efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Hasil pemeriksaan keuangan atas LKPD disajikan dalam 3 kategori yaitu opini, Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan

Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan dinyatakan dalam sejumlah temuan. Setiap temuan dapat terdiri atas satu atau lebih permasalahan kelemahan SPI dan/ atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi

(24)

kerugian daerah, kekurangan penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Setiap permasalahan merupakan bagian dari temuan dan di dalam IHPS ini disebut dengan istilah “kasus”.Namun, istilah kasus di sini tidak selalu berimplikasi hukum atau berdampak finansial

Ada 4 (empat) opini hasil pemeriksaan BPK yaitu Wajar Tanpa Pengecualian, Wajar Dengan Pengecualian, Tidak Wajar dan Tidak Memberikan Opini (Disclaimer). Masing-masing pemerintah daerah berusaha untuk mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang merupakan standar tertinggi dalam penilaian pengelolaan keuangan Negara oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK).

Opini WTP, menggambarkan adanya perbaikan yang dicapai oleh entitas pemerintahan daerah dalam menyajikan suatu laporan keuangan yang wajar sesuai dengan prinsip yang berlaku. Selanjutnya, penyajian suatu laporan keuangan yang wajar merupakan gambaran dan hasil dari pengelolaan keuangan yang lebih baik. Laporan keuangan adalah tanggung jawab entitas. Opini yang diberikan atas suatu laporan keuangan merupakan cermin bagi kualitas pengelolaan dan penyajian atas suatu laporan keuangan

Opini Wajar Dengan Pengecualian atau disingkat WDP, pada umumnya laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan akun yang dikecualikan, di antaranya aset tetap yang belum dilakukan Inventarisasi dan Penilaian, penatausahaan kas yang tidak sesuai dengan ketentuan, penyertaan modal belum disajikan dengan menggunakan metode ekuitas, saldo dana bergulir

(25)

belum disajikan dengan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan, penatausahaan persediaan tidak memadai, dan pertanggungjawaban belanja hibah tidak sesuai dengan ketentuan

Opini Tidak Wajar (TW) pada umumnya laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan dalam semua hal yang material, di antaranya pada akun aset tetap, kas, belanja barang dan jasa, belanja pegawai, serta belanja modal. Sedangkan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada umumnya laporan keuangan tidak dapat diyakini kewajarannya dalam semua hal yang material sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang disebabkan oleh pembatasan lingkup pemeriksaan, kelemahan pengelolaan yang material pada akun asset tetap, kas, piutang, persediaan, investasi permanen dan non permanen, asset lainnya, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

Karakteristik keuangan daerah merupakan sumber daya yang dimiliki daerah untuk melaksanakan pembangunan sehingga tercapai tujuan dari pembangunan. Pengelolaan sumber daya ini harus dilakukan dengan secara professional (efektif dan efisien) sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan pengelolaan keuangan yang baik yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan BPK, maka diharapkan tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan masyarakat akan tercapai. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

- Apakah kekayaan berpengaruh terhadap pencapaian kinerja pemerintah daerah?

(26)

- Apakah besarnya belanja berpengaruh terhadap pencapaian kinerja pemerintah daerah?

- Apakah besarnya nilai kerugian dan potensi kerugian negara karena ketidak taatan pada undang-undang dalam pengelolaan keuangan daerah berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran kepada Pemerintah Daerah tentang bagaimana sumber daya pada pemerintah daerah mempengaruhi kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu bagaimana kualitas pengelolaan keuangan negara khususnya pada pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan pengelolaan keuangan negara adalah menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk memberikan fasilitas berupa program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pemerintah atau negara.

Tujuan Negara sebagaimana terdapat dalam pembukaan Undang-undang Dasar tahun1945 adalah meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social..seterusnya. Dalam pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah ditujukan untuk mencapaian tujuan negara tersebut, yangmana hal ini adalah bagian dari tujuan good

governance.

(27)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah. Khususnya dikaitkan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masing-masing daerah memiliki karakteris keuangan sendiri-sendiri yang merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik sehingga mampu memberikan manfaat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Dengan kebijakan pengelolaan keuangan yang baik diharapkan akan berdampak pada pencapaian kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

Berbagai teori menyatakan hubungan antara masyarakat dengan pemerintah dalam arti sebagai penyelenggaranegara. Teori entitas dan teori keagenan menyatakan hubungan antara dua pihak yang memiliki dua kepentingan. Karena perbedaan dalam penguasaan informasi diantara kedua pihak, sehingga tidak jarang akan menimbulkan permasalahan dan kerugian

1. Teori Entitas dan Keagenan

Pembahasan hubungan antara masyarakat dan pemerintah tidak akan lepas dari teori yang melatar belakangi. Dua teori yang sering dipakai dalam menggambarkan hubungan antara masyarakat dan pemerintah antara lain teori entitas dan teori keagenan.

Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton dalam Suwardjono (2005), yang menyatakan bahwa organisasi dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan usaha ekonomi yang berdiri sendiri, bertindak atas nama sendiri, dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau pihak lain yang menanamkan dana. Kesatuan ekonomi tersebut menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi. Perspektif ini menunjukkan bahwa organisasi merupakan kesatuan pelapor (reporting entity) yang bertanggungjawab kepada pemilik.

Prinsip agency theory dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang member wewenang

14

(29)

(principal) dengan pihak yang menerima wewenang (agensi). Hubungan antara principal dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi, karena agen berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan principal.

Permasalahan yang timbul pada hubungan antara agent dan principal sering disebabkan oleh adanya benturan kepentingan antara kepentingan manajemen dengan kepentingan stakeholder. Manajemen tidak selalu bertindak untuk kepentingan stakeholder, namun seringkali manajemen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka dan mengamankan posisi mereka tanpa memandang bahaya yang ditimbulkan terhadap stakeholder lain, misalnya karyawan, investor, kreditor dan masyarakat.

Dipandang dari sudut pandang teori keagenan. Hubungan antara masyarakat dengan pemerintah adalah seperti hubungan antara prinsipal dan agen. Masyarakat adalah prinsipal dan pemerintah adalah agen. Prinsipal memberikan wewenang pengaturan kepada agen, dan memberikan sumberdaya kepada agen (dalam bentuk pajak dan lain-lain). Sebagai wujud pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan, agen memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap prinsipal. Karena tidak mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan oleh agen (terjadi asimetri informasi) maka prinsipal membutuhkan pihak ketiga yang mampu meyakinkan prinsipal bahwa apa yang dilaporkan oleh agen adalah benar. Penelitian lain yang menguatkan tentang teori agen menunjukkan bahwa praktek pelaporan sektor publik merupakan respon terhadap adanya asimetri informasi yang ada di antara para pemilih, politisi yang terpilih, pejabat yang

(30)

ditunjuk, dan pemegang obligasi. Mengingat keragaman hubungan agen-prinsipal adalah masuk akal untuk mengharapkan bahwa praktek pengungkapan tertentu akan lebih efektif dalam memenuhi sinyal tertentu (Copley 1991).

Penelitian yang menguatkan manfaat hubungan baik antara perusahaan dengan pemegang sahan dan mitra terkait (stakeholder) juga terjadi di Taiwan. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki efektivitas mekanisme tata kelola perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan positif antara kualitas corporate governance perusahaan dan keuntungan dari mitra aliansinya. Bahwa perusahaan dengan tata kelola yang baik lebih akan sangat menghargai kepentingan stakeholder. Dan bahwa perusahaan-perusahaan, dan pemegang saham, akan mendapat manfaat dari pengelolaan hubungan dengan stakeholder mereka dengan cara yang positif akan mempengaruhi prospek perusahaan dan kekayaan pemegang saham (Lai & Chen 2014).

Penelitian di atas membuktikan bahwa dengan pengelolaan yang baik pada perusahaan maka akan memberikan manfaat bagi mitra bisnis dan tentu saja pemegang saham selaku pemilik perusahaan. Hal ini bila dikaitkan dengan sektor publik atau pemerintahan maka dengan pengelolaan pemerintahan yang baik, maka akan memberikan manfaat bagi masyarakat selaku pemilik negara.

Kerugian yang timbul karena perbedaan kepentingan antara dua pihak yang saling berinteraksi ini bisa diminimalkan bila ada sarana komunikasi yang baik sehingga kesenjangan informasi (asymetris informasi) bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan sama sekali jika dimungkinkan. Untuk mampu berkomunikasi baik dengan masyarakat maka pemerintah harus memahami kebutuhan

(31)

masyarakat Dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat maka akan timbul komunikasi dan hubungan yang harmonis antara masyarakat dan pemerintah. Harmonisnya hubungan antara pemerintah dan masyarakat akan menimbulkan stabilitas yang sangat dibutuhan dalam penyelenggaraan negara.

Secara umum kebutuhan masyarakat sebagaimana diuraikan dalam teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow dalam Anwar Sanusi (2011 : 68) menyatakan bahwa lima kebutuhan manusia yaitu kebutuhan fisiologi (fisiologi

needs), kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs ),

kebutuhan sosial (sosial needs), kebutuhan harga diri (esteems needs), dan kebutuhan actualisasi diri (self actualization).

Dari lima jenis kebutuhan masyarakat dapat dijabarkan secara luas dan rinci. Dengan banyak dan luasnya kebutuhan masyarakat maka pemerintah harus membuat skala prioritas dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penyusunan APBD yang baik akan dapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada dalam daerah untuk mendukung program dan kegiatan yang telah disusun sehingga kebutuhan masyarakat akan terpenuhi secara optimal. Evaluasi apakah pemanfaatan potensi yang ada dalam daerah mampu memberikan konstribusi bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berdampak pada pencapaian kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan.

Dalam mekanisme keuangan negara di Indonesia, teori ataupun konsep entitas telah diaplikasikan. Istilah entitas pelaporan masuk dalam khasanah perundangundangan melalui penjelasan pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) dari UU

(32)

Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, yang berbunyi : tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.

2. Karakteristik Keuangan Daerah

Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) mendefinisikan karakteristik sebagai ciri khusus atau sifat khas (kekhususan) yang sesuai dengan perwatakan yang membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dengan demikian karakteristik daerah adalah sesuatu yang khusus dari daerah dalam hal ini kabupaten / kota yang membedakan dengan kabupaten/kota lain.

Karakteristik daerah yang merupakan ciri khas daerah dapat berupa geografis, demografis dan keuangan. Ciri geografis adalah membedakan suatu daerah dengan daerah lain berdasarkan kondisi geografis atau letak daerah. Misalnya membedakan antara Kabupaten di wilayah pulau Jawa dan diluar pulau Jawa. Ciri demografis adalah membedakan suatu daerah berdasarkan permasalah demografis atau kependudukan. Misalnya membandingkan satu kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lain berdasarkan jumlah penduduk, jenis kelamin penduduk. Sedangkan karakteristik keuangan daerah adalah membandingkan satu kabupaten/kota dengan kabupaten / kota lain dengan mendasarkan kondisi keuangan daerah. Kondisi keuangan daerah dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

(33)

Instansi pemerintah baik pusat maupun daerah wajib menyajikan laporan keuangan sebagaimana amanat dari Undang-Undang no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Harun 2009). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam hal ini adalah laporan keuangan pokok yang harus dibuat oleh kabupaten / kota setiap tahun. Laporan keuangan pokok tersebut (PP 71 tahun 2010) terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).

3. Peran dan Fungsi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Laporan keuangan daerah merupakan informasi yang memuat data sebagai elemen struktur kekayaan dan struktur finansial yang merupakan pencerminan hasil aktivitas ekonomi suatu organisasi pemerintah daerah. Adapun tujuan Pelaporan Keuangan daerah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Dari dunia internasional menyampaikan bahwa Jurnal Akuntansi sebagai fungsi sosial mempunyai dampak pada kesejahteraan sosial. Model penelitian ini diturunkan dari teori akuntabilitas dan regulasi. Pengujian dari keseluruhan efek dari kesejahteraan sosial adalah bahwa informasi akuntansi seharusnya mempunyai efek mempertinggi kesejahteraan sosial, dan tujuan yang paling penting adalah efisiensi alokasi sumberdaya. Sebagai contoh dari teori agency adalah kesejahteraan sosial dipertinggi dengan mengurangi biaya agency dalam

(34)

hubungan agent dengan principal. Bahwa biaya agency dapat dikurangi dengan adanya laporan keuangan (Tower 1993).

Salah satu tujuan ekonomi negara adalah alokasi sumber daya ekonomi (alam, manusia, dan keuangan) secara efektif dan efisien untuk mencapai tingkat kemakmuran masyarakat yang optimal. Berbagai kebijakan dan regulasi pemerintah secara langsung mempengaruhi pelaku ekonomi dan system ekonomi negara sebagai sarana dalam alokasi sumber daya ekonomi (Suwardjono 2011).

Tujuan Pelaporan keuangan sektor publik secara khusus (Bastian 2001) antara lain :

a. Mengidentifikasi sumber daya yang didapat dan digunakan sesuai dengan anggaran yang telah disetujui secara umum;

b. Mengidentifikasi sumber daya yang didapat dan digunakan sesuai dengan kontrak keuangan yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Daerah);

c. Menyediakan informasi tentang sumber daya alokasi dan penggunaan sumber daya keuangan;

d. Menyediakan informasi untuk mengevaluasi kinerja organisasi sektor publik terutama yang terkait dengan biaya operasi efisiensi dan pencapaian target.

Laporan keuangan pokok sebagaimana dalam PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah adalah sebagai berikut :

a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) b. Neraca Daerah

c. Laporan Arus Kas

(35)

d. Catatan Atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan tersebut harus disusun oleh pemerintah daerah baik kabupaten maupun kota setiap tahunnya. Dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tersebut dapat dilakukan monitoring maupun penilaian kinerja pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan. Apakah pemanfaatan sumber-sumber daya dalam pemerintah sudah dimanfaatkan secara efisien dan mencapai target dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perencanaan (Harun 2009).

4. Kekayaan Pemerintah Daerah

Kekayaan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah bisa dilihat pada Laporan Keuangan yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah. Kekayaan Pemerintah daerah dapat dilihat dalam Neraca yang disampaikannya. Jumlah total asset yang disampaikan dalam neraca menunjukkan kekayaan yang dimiliki Pemerintah Daerah. Asset adalah elemen dari neraca yang menunjukkan kekayaan atau harta yang dimiliki suatu perusahaan atau unit bisnis dan memberikan keuntungan dengan memanfaatkannya. Selain itu asset mempresentasikan potensi jasa fisis dan non fisis yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. FASB memberian definisi asset sebagai manfaat ekonomi masa datang suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa lalu (Suwardjono 2011).

Dari pernyataan diatas berarti bahwa asset adalah kekayaan yang dimiliki suatu entitas yang memberikan manfaat dalam pengelolaannya. Sehingga semakin banyak asset yang dimiliki suatu entitas maka semakin banyak manfaat yang

(36)

diperolehnya. Manfaat tersebut tentu saja akan diperoleh jika pengelolaan asset dilakukan dengan cara yang baik.

Asset pemerintah daerah adalah kekayaan yang dimiliki pemerintah daerah yang tentunya juga memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dalam pengelolaannya. Sebagaimana diungkapkan dalam PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual mendefinisikan asset sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan diharapkan dapat diperoleh manfaat ekonomi dan / atau sosial di masa depan baik oleh pemerintah maupun masyarakat serta dapat diukur dengan satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam asset adalah potensi asset tersebut untuk memberikan sumbangan baik langsung maupun tidak langsung bagi kegiatan operasional pemerintah berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja pemerintah.

5. Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana. Belanja daerah merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan

(37)

urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

Manajemen belanja daerah juga mengacu kepada prinsip tranparansi dan akuntabilitas, disiplin anggaran, keadilan anggaran serta efisiensi dan efektifitas anggaran seperti dalam manajamen pendapatan daerah. Dari segi disiplin anggaran, anggaran belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi. Penganggaran belanja daerah secara keseluruhan harus juga didukung dengan adanya kepastian tersediaanya penerimaan. Ini bermakna bahwa daerah sebaiknya menghindari anggaran defisit yang melebihi cadangan yang tersedia sehingga terhindar dari penciptaan utang daerah

Prinsip keadilan anggaran mewajibkan belanja daerah, khususnya dalam pemberian pelayanan umum harus dialokasikan secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi. Dengan prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran, belanja harus menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang optimal untuk kepentingan masyarakat. Ini bermakna bahwa setiap pos belanja daerah harus dapat diukur kinerjanya.

6. Ketidaktaatan Pada Undang-Undang dan Kerugian Negara

Dalam pelaksanakaan dan pengelolaan keuangan daerah harus mentaati semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan keuangan Negara. Dalam undang-undang tersebut terdapat memuat segala hal terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang merupakan kewajiban pemerintah daerah

(38)

sebagai konsekuensi adanya otonomi daerah. Berbagai undang-undang dalam pengelolaan keuangan Negara antara lain

a. Undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

b. Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara c. Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

d. Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Republik Indonesia

e. Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerinah Pusat dan Pemerintah Daerah

f. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2012 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

g. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan h. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi

Keuangan Daerah

i. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah j. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah

k. Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik

(39)

l. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

m. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2012 tentang Hibah Daerah

n. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah sebagai diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah

o. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk penanggulangan kemiskinan

p. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

q. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

r. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 39 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 32 tahun 2011 tentang Pemberian Hibah dan

(40)

Bantuan Sosial Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang disampaikan oleh BPK juga mengungkapkan tentang tetidakpatuhan entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian negara / daerah / perusahaan, potensi kerugian negara/daerah/perusahaan, kekurangan penerimaan, kelamahan administrasi, ketidakhematan, ketidaefisienandan ketidakefektifan (LHP BPK 2013).

Beberapa kelompok dan jenis temuan tentang Ketidaktaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK antara Lain:

a. Perjalanan dinas fiktif

b. Belanja atau pengadaan fiktif lainnya

c. Rekanan pengadaan barang / jasa tidak menyelesaikan pekerjaan d. Kekurangan volume pekerjaan dan / atau barang

e. Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan / atau barang;

f. Pemahalan harga (mark up);

g. Penggunaan uang / barang untuk kepentingann pribadi;

h. Biaya perjalanan dinas ganda dan atau melebihi standar yang ditetapkan; i. Pembayaran honorarium ganda dan / atau melebihi standar yang ditetapkan j. Spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak;

k. Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan

(41)

l. Penjualan/pertukaran/ penghapusan asset negara/daerah/perusahaan tidak sesuai ketentuan dan merugikan negara;

Dalam pengujian atas kepatuhan terhadap perundang-undangan juga menilai akibat yang ditimbulkannya. Akibat ketidakpatuhan terhadap perundangan-undangan antara lain:

a. Negara/daerah/perusahaan mengalami kerugian nyata yang berupa berkurangnya kekayaan negara/daerah/perusahaan. Artinya negara mengalami berkurangnya uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan hukum baik disengaja maupun lalai;

b. Potensi kerugian negara/daerah/perusahaan adalah kerugian nyata berupa berkurangnya kekayaan negara, tetapi masih berupa resiko. Terjadinya kerugian negara terjadi apabila suatu kondisi yang mengakibatkan kerugian negara benar-benar terjadi;

c. Kekurangan penerimaan, yaitu penerimaan yang sudah menjadi hak Negara/daerah, tetapi belum/tidak masuk ke kas negara/daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan;

d. Ketidakhematan/pemborosan yang mengungkapkan adanya penggunaan input dengan harga atau kualitas/kuantitas yang lebih tinggi dari standar kualitas/kuantitas yang dibutuhkan dan harga yang lebih mahal dibanding dengan pengadaan serupa pada waktu dan kondisi yang sama.

(42)

7. Kinerja Pemerintah Daerah

Pemerintah Derah dalam penyelenggaraan pemerintahan perlu adanya penilaian yang bisa digunakan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilannya. Pengukuran kinerja pemerintah daerah mutlak diperlukan sehingga dalam menjalankan tugasnya selalu mengacu pada tujuan penyelenggaraan pemerintahan. Tujuan penyelenggaraan pemerintahan akan tercapai melalui kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah daerah.

Sebelum menjabarkan tentang kinerja pemerintah daerah. Kita harus memahami apa arti kinerja. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (starategis planning). Kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu (Bastian 2001).

Pemerintah adalah bagian dari sektor publik. Pengukuran kinerja sektor publik dapat menjadi acuan pemerintah untuk mengukur kinerjanya. Tujuan pengukuran kinerja sektor publik disampaikan oleh Mardiasmo dalam Halim (2012 : 129) adalah sebagai berikut:

a. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik;

b. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan;

(43)

c. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan akuntabilitas publik dan mempebaiki komunikasi kelembagaan.

Sistem Pengukuran kinerja sektor publik adalah system pengukuran yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian strategi melalui alat ukur financial dan non financial (Mardiasmo 2005).

Untuk mengevaluasi kinerja perlu adanya indicator kinerja yang merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah diterapkan dengan memperhitungkan elemen indicator yang terdiri dari : indicator masukan (input), keluaran (Output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

Indikator masukan (Input) mengukur jumlah sumber daya yang digunakan untuk melaksanaka kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumberdaya, suatu lembaga dapat menganalisa apakah alokasi sumberdaya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategic yang ditetapkan. Indikator proses merumuskan ukuran kegiatan baik dari kecepatan, ketepatan maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan. Ukuran yang dominan dalam indicator ini adalah efisiensi, yaitu besarnya hasil yang diperoleh dengan pemanfaatan sejumlah input.

Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Indikator hasil (outcome) menggambarkan tingkat pencapaian hasil dan apakah hasil yang diperoleh memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat, sehingga outcome lebih tinggi nilainya daripada output

(44)

Pengukuran outcome adalah untuk mengukur dampak sosial suatu aktivitas (Halim & Kusufi 2012).

Indikator manfaat (benefits) menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indicator hasil. Manfaatnya akan tampak setelah beberapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan jangka panjang (Bastian 2001).

8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat adalah tujuan dari penyelenggaraan negara. Sebagaimana tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum. Artinya bahwa penyelenggaraan negara adalah ditujukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Ada berbagai cara untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah merupakan pengukuran standar hidup untuk semua negara seluruh dunia (http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Pembangunan_manusia). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup

Indeks ini pada tahun 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh

(45)

Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu indeks ini dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya.

Indeks ini berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusia.

IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia, antara lain :

a. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran

b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).

c. Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli.

Human Development Index (HDI) atau disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup

(longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).

(46)

Keterangan :

IP : Indeks Pendapatan, dihitung dengan rumus sebagai berikut : Indeks Pendapatan = [log � − (100)

[log 40.000 −log (100)

$ 40.000 = Jumlah pendapatan maksimum yang dapat dicapai sebuah negara pada generasi berikutnya menurut UNDP.

UHH : Usia Harapan Hidup, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: Indeks Usia harapan hidup =

� − �

� �� − �

Indeks Pendidikan, dihitung dengan rumus sebagai berikut: Indeks Pendidikan = 2

3 (Indeks Kemampuan baca tulis orang dewasa) + 1

3 (Indeks Masa Bersekolah Bruto)

Indeks kemampuan baca tulis orang dewasa = [ – 0] [100−0]

Indeks masa bersekolah bruto =

[ �, � & �� – 0]

[100−0]

Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 (http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/08/rumus-untuk-menghitung-ipm-indeks.html ) dengan kategori sebagai berikut :

– Tinggi : IPM lebih dari 80,0

– Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9

– Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9

– Rendah : IPM kurang dari 50,0

(47)

Sumber data penghitungan komponen IPM berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan BPS setiap tahun yang mencakup seluruh Provinsi di Indonesia.

Dengan mengacu ketentuan dari UNDP mengenai Indeks Pembangunan Manusia maka peneliti menentukan bahwa IPM bisa digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan yang dilaksanakan pada Pemerintah Daerah. Sehingga pengelolaan keuangan sebagai fasilitas dalam program pembangunan harus diukur dengan komponen ini untuk mengukur efektifitas pengelolaan keuangan dalam mencapai program pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menghubungkan antara karakteristik keuangan daerah dengan kesejahteraan masyarakat antara lain berjudul Financial Sektor

Development and Economic Growth : Empirical Evidence from Nigeria (Samson

and Udeaja 2010) bahwa Ada korelasi positif antara PDB riil per kapita dan berbagai langkah pembangunan sektor keuangan. Dan terbukti terdapat hubungan kausalitas dua arah antara kredit domestik bersih dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan simultanitas antara pembangunan keuangan dan pertumbuhan ekonomi.

Indikator ekonomi secara tradisional telah digunakan untuk menilai ekonomi negara. Pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi dan pengangguran yang rendah dianggap sebagai indikasi dari iklim ekonomi yang sehat dan

(48)

diyakini menghasilkan kemakmuran bagi warga. Namun, warga telah menjadi semakin khawatir tentang kualitas relatif hidup mereka, dinyatakan dalam istilah-istilah seperti kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan, ketersediaan peluang budaya, rekreasi, lingkungan yang bersih, dan aman dari kejahatan. Akuntansi dan pengukuran berbasis ekonomi sistem dalam negara mereka tidak dirancang untuk mengatasi masalah ini; dengan kondisi tersebut pemerintah Nigeria memperkenalkan sistem baru untuk mengukur kemajuan, termasuk pengukuran kinerja berbasis hasil kebijakan (Ogata dan Goodkey 1998).

Diperkenalkan pada tahun 1993 pada simposium modern Governance : Interaksi Pemerintah-Masyarakat Baru, Jan Kooijman membahas "pola-pola baru interaksi antara pemerintah dan masyarakat" dan "cara baru dalam mengatur dan pemerintahan" bahwa ia disebut "tata pemerintahan sosial-politik" (1993 : 2- 3). Menanggapi meningkatnya kompleksitas, dinamika dan keragaman masyarakat, sektor publik dan swasta, katanya, terlibat dalam interaksi terus menerus dan bertindak dalam hubungan sama lain secara terpisah. Hasilnya telah bentuk struktural kemudi interaktif baru, mengelola, mengendalikan dan membimbing dalam sektor-sektor tertentu.

Penelitian sejenis di dalam negeri sebagain besar menghubungkan antara karakteristik keuangan daerah dengan kinerja pemerintah. Karakteristik pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Karakteristik Pemerintah daerah terdiri dari ukuran (size) pemerintah daerah, kemakmuran (wealth) pemerintah daerah, jumlah anggota DPRD,

leverage, dan intergovernmental Revenue. Pengukuran kinerja pemerintah daerah

(49)

dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Efisiensi : realisasi pengeluaran dibagi dengan realisasi penerimaan.. Ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental revenue

berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Kemakmuran (wealth) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah disebabkan masih kecilnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini terbukti dengan masih besarnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap trasnfer dana yang berasal dari pemerintah pusat. Ukuran legislatif atau dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penelitian ini dinyatakan tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini terlihat dengan masih buruknya pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah. Banyaknya anggota DPRD yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi dan sedikitnya kehadiran anggota DPRD dalam menghadiri rapat diduga sebagai penyebab buruknya pengawasan DPRD terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah (Sumarjo 2010)

Penelitian lain (Sudarsana 2012) menunjukkan bahwa tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia, untuk temuan audit BPK berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Sedangkan ukuran daerah, belanja modal dan tingkat ketergantungan dengan pusat tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia.

(50)

C. Skema Konseptual

Skema konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian. Menurut Iskandar (2008 : 55) dalam penelitian kuantitatif, kerangka konseptual merupakan suatu kesatuan kerangka pemikiran yang utuh dalam rangka mencari jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah penelitian yang menjelaskan tentang variable-variabel, hubungan antara variable-variabel secara teoritis yang berhubungan dengan hasil penelitian yang terdahulu yang kebenarannya dapat diuji secara empiris.

Mengacu pada hipotesis yang telah lebih dahulu dirumuskan, hubungan antara variabel dapat digambarkan dalam bentuk model yang menggambarkan hubungan antara variable independen yaitu total asset, realisasi belanja daerah dan nilai kerugian negara karena ketidaktaatan terhadap Undang-Undang terhadap variable dependen yaitu kinerja pemerintah mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Hubungan antara variable independen dan variable dependen dalam penelitian ini yang digambarkan bertujuan untuk:

 Menguji pengaruh kekayaan terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (H1+);

 Menguji pengaruh Belanja Daerah terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (H2+);

 Menguji pengaruh temuan kerugian negara karena ketidaktaatan pada undang-undang terhadap kinerja pemerintah (H3+);

(51)

Kekayaan Pemerintah Daerah

1. Kekayaan Daerah Berpengaruh Positif terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Hipotesa ini dilatarbelakangi oleh penelitian yang berjudul Pengaruh Kekayaan Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah. Dari Hasil Penelitian dengan sampel/populasi pemerintah kabupaten/kota seluruh Indonesia ini menunjukkan bahwa kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah (Sudarsana 2013).

Dari penelitian tersebut peneliti berasumsi bahwa ketika pemerintah berkinerja baik maka tentunya akan berdampak positif pula terhadap kesejahteraan masyarakat. Karena tujuan pemerintah dan pengelolaan keuangan negara adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sehingga implikasi

Jumlah Realisasi Belanja Daerah (X2)

(52)

kekayaan daerah bukan saja pada kinerja pemerintah namun juga terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehingga hipotesanya adalah sebagai berikut : Hipotesis 1 (H1) : Kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja

pemerintah dalam mewujudkan kesejahteran masyarakat

2. Jumah Belanja Daerah Berpengaruh Positif Terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Hipotesa ini sejalan dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Investasi dan Belanja Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Implikasinya kepada Kemiskinan di Kabupaten Kutai Tarumanegara. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa realisasi belanja APBD berpengaruh negative terhadap jumlah penduduk miskin. Semakin besar jumlah belanja APBD maka semakin kecil jumlah penduduk miskin (Evy Wahyuni dkk 2012). Artinya dengan naiknya jumlah belanja APBD maka akan diikuti menurunya jumlah penduduk miskin yang berarti naiknya tingkat kesejahteraan penduduk.

Analog dengan hasil penelitian tersebut maka dapat diartikan pula bahwa jumlah belanja APBD berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan penduduk. Karena dengan jumlah APBD yang semakin besar maka semakin banyak program dan kegiatan yang dapat dilaksanakan pemerintah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan penduduk. Sehingga hipotesa penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:

Hipotesis 2 (H2) : Jumlah belanja daerah berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

(53)

3. Temuan audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sebagai akibat ketidaktaatan peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Hipotesis mengambil salah satu variable penelitian yang berjudul Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audi Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Sudarsana & Rahardjo 2013). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin besar jumlah temuan audit BPK pada suatu Pemda maka semakin rendah skor kinerja Pemda tersebut. Hal ini berarti Pemda harus lebih berhati-hati dalam masalah pengelolaan keuangan negara karena hal ini tidak hanya terkait dengan masalah secara akuntansi saja tapi juga terkait dengan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. Temuan audit dirumuskan sebagai berikut: Temuan audit : Temuan Audit (dalam juta rupiah )

Total Realisasi Belanja Daerah (Dalam Juta Rupiah )

Hasil penelitian ini mendukung penelitian penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang menyimpulkan bahwa temuan audit BPK berpengaruh negatif signifikan terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/kota. Dari hasil penelitian maka disusun hipotesa penelitian adalah sebagai berikut :

Hipotesis 3 (H3) : Temuan audit BPK atas LKPD karena ketidaktaatan pada peraturan perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap kinerja pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Gambar

Tabel  1 Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
Tabel 2 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Tabel  3 Hasil Uji Normalitas
Tabel  4 Hasil Uji Multikolinearitas
+6

Referensi

Dokumen terkait

CD Baik Selama periode setahun terakhir, setelah audit penilikan ke-1 tahun lalu (2014) sampai dilakukannya audit penilikan ke-2 saat ini (tahun 2015), terdapat

2 Siswa telah menunjukkan keterampilan berkolaborasi dengan dengan guru, tenaga kependidikan, atau siswa lainnya dalam bentuk kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler

Dana dari rights issue akan digunakan untuk membiayai investasi membangun pembangkit listrik, dermaga, dan jalan tol.. Perusahaan akan membatasi ekspansi

Jenis kuesioner mencoba untuk menilai bagaimana kondisi yang ditemukan di tempat kerja dapat mempengaruhi motivasi Anda (misalnya apakah Anda akan bekerja lebih keras atau tidak

h Koordinasi dengan unit lain untuk kelancaran pelayanan klinik gigi i Merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan klinik gigi j Melaksanakan sistem rujukan baik

TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah dan Ahawl as Syahsiyah Page 81 Dengan begitu besarnya pasar potensial berupa jumlah santri yang banyak didukung dengan potensi pasar

Tidak usah dipusingkan dengan berbagai ajaran yang berkembang pada waktu itu karena sejak awal, Pengkhotbah hendak mengatakan bahwa segala jerih payah yang

Berdasarkan hasil systematic literature review dan pembahasan mengenai penyuluhan metode ceramah dan bermain peran (role play) dari 6 artikel yang di review, maka dapat disimpulkan