• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Komunikasi Sosial 2.1.1 Komunikasi

Komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, baik sengaja maupun tidak sengaja. Komunikasi tidak terbatas hanya pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi (Cangara, 1998). Definisi lain dari komunikasi adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan antar individu, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain (Ruben & Steward, 1998).

Berdasarkan definisi-definisi komunikasi tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya komunikasi yang terjadi antar sesama manusia tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, komunikasi dapat didefinisikan juga sebagai proses interaksi yang terjadi antar sesama manusia, baik dalam lingkup individu maupun dalam lingkup yang lebih luas. Hal tersebut sesuai dengan definisi komunikasi yang dikemukakan oleh David K Berlo, yaitu instrumen dari interaksi sosial yang berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dalam masyarakat (Cangara, 1998).

Berangkat dari penjelasan tentang komunikasi tersebut, komunikasi yang dilakukan oleh setiap manusia, dapat juga disebut sebagai komunikasi sosial.

2.1.2 Definisi Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma- norma tertentu (Santoso, 2006), atau sebagai suatu proses interaksi antar seseorang atau

(2)

5

suatu lembaga melalui penyampaian pesan dalam rangka untuk membangun integrasi atau adaptasi sosial (Vera dan Wihardi, 2012).

Selain itu, komunikasi sosial juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan komunikasi yang diarahkan pada pencapaian suatu situasi integrasi sosial, atau suatu proses pengaruh mempengaruhi mencapai keterkaitan sosial yang dicita-citakan antar individu yang ada di masyarakat (Komaruddin, 2014). Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka secara singkat komunikasi sosial adalah komunikasi yang dilakukan untuk menciptakan kesepahaman terhadap hal-hal tertentu sehingga tercapai integrasi sosial. Oleh karena itu menurut Vera dan Wihardi (2012), titik pangkal dari suatu komunikasi sosial adalah komunikator dan komunikan perlu sepakat tentang bahan/materi yang akan dibahas dalam kegiatan komunikasi yang akan dilangsungkan.

Melalui komunikasi sosial terjadilah aktualisasi dari masalah-masalah yang dibahas.

Terdapat beberapa ciri atau karakteristik dari komunikasi sosial tersebut, yaitu:

(Vera dan Wihardi, 2012)

1. Terdapatnya interaksi sosial mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengakui bahwa orang lain adalah makhluk sosial. Interaksi sosial tersebut mencakup, namun tidak terbatas pada, gaya komunikasi, penggunaan bahasa/alih kode, penalaran dan kompetensi sosial, dan resolusi konflik.

2. Hadirnya kognisi sosial menggambarkan kemampuan seseorang untuk terhubung dengan dan memahami emosi diri sendiri dan orang lain, serta memahami nuansa bahasa dan membuat kesimpulan dari isyarat konteks.

3. Terdapatnya pragmatik (penggunaan bahasa yang sesuai dengan kontek dan kondisi) yang terkait dengan bagaimana kita menggunakan bahasa dalam situasi sosial dengan menggunakan aturan tidak tertulis berdasarkan konteksnya.

Misalnya, seseorang mungkin menggunakan bahasa secara berbeda ketika berbicara dengan teman sebaya versus orang tua. Dimana untuk keterampilan pragmatis termasuk, tetapi tidak terbatas pada, mempertahankan topik percakapan, memulai percakapan atau interaksi, melakukan kontak mata, memperbaiki gangguan percakapan, dan bergiliran untuk berbicara.

(3)

6

4. Mempergunakan bahasa reseptif (kemampuan untuk memahami bahasa yang didengar atau dibaca) yang setidaknya mengacu pada pemahaman bahasa, sedangkan bahasa ekspresif mengacu pada keluaran ekspresif bahasa (kemampuan untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan melalui komunikasi verbal dan non verbal). Bahasa meliputi membaca, menulis, berbicara, memberi isyarat, dan memahami. Komponen bahasa reseptif/ekspresif adalah sintaksis (urutan kata), morfologi (bentuk kata), dan semantik (kosa kata), dan fonologi (bunyi ujaran).

Tradisi Popokan Sebagai tradisi yang sarat dengan berbagai kegiatan, melibatkan dan dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat menunjukkan ciri komunikasi sosial, seperti: terdapat interaksi sosial, hadirnya kognisi sosial, penggunaan bahasa sesuai kontek (pragmatik), penggunaan bahasa reseptif dan ekspresif telah tercakup dalam tradisi tersebut. Oleh karena itu tradisi Popokan dapat dikatakan sebagai bentuk komunikasi sosial.

Interaksi sosial dalam tradisi Popokan dengan sendirinya akan berlangsung secara alami, baik interaksi sosial antara individu dengan individu masyarakat, individu dengan kelompok masyarakat, kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, aparat pemerintah desa dengan individu masyarakat, aparat pemerintah desa dengan kelompok masyarakat, dan lain sebagainya

Timbulnya interaksi sosial antar berbagai kalangan masyarakat, menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan tradisi Popokan telah hadir kognisi sosial. Dalam proses interaksi yang melibatkan banyak kalangan akan sulit terwujud dengan baik tanpa adanya kehadiran kognisi sosial atau kemampuan berbagai kalangan dalam memahami emosi diri sendiri dan orang lain serta memahami nuansa bahasa dan membuat kesimpulan dari isyarat konteks.

Interaksi sosial antar berbagai kalangan masyarakat akan berlangsung dengan baik juga perlu melibatkan berbagai ketrampilan pragmatis, seperti: menggunakan bahasa secara berbeda ketika berbicara dengan teman sebaya versus orang tua, dan bergiliran untuk berbicara. Contoh konkrit: sebagai tradisi resmi maka dalam pelaksanaan Popokan dihadiri oleh aparat desa, sesepuh desa, panitia, dan babinsa.

(4)

7

Kehadiran mereka tentu tidak hanya sebagai penonton, tapi secara bergiliran memberikan sambutan-sambutan, petuah-petuah, dan hal-hal penting lainnya yang perlu untuk disampaikan kepada masyarakat. Dan tentu saja karena acara di lingkungan desa masyarakat Jawa, penggunaan bahasa sarat dengan bahasa Jawa Kromo, walaupun sesekali menggunakan bahasa Indonesia.

Pelaksanaan tradisi melibatkan dan dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat menunjukkan bahwa terdapat keselarasan komunikasi antara pihak aparat desa dengan masyarakat. Keselarasan komunikasi dapat tercapai apabila pihak yang menerima informasi (reseptif) paham dengan maksud dari komunikasi yang disampaikan oleh pihak pemberi informasi (ekspresif).

2.1.2 Fungsi Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi seseorang dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat lain, seperti: keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, dan lain sebagainya untuk mencapai tujuan bersama (Komaruddin, 2014).

1. Pembentukan konsep diri

Konsep diri adalah pandangan seseorang mengenai dirinya, dan itu hanya dapat diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepadanya. Jadi dalam proses pembentukan konsep diri dibutuhkan orang lain sebagai pihak yang memberikan bimbingan sekaligus melakukan penilaian. Oleh karena itu dalam pembentukan konsep diri seseorang harus melakukan komunikasi secara aktif dengan pihak-pihak lainnya.

2. Pernyataan eksistensi diri

Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar.

(5)

8

Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebar mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

3. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan Sejak lahir, setiap orang tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup, sehingga setiap orang membutuhkan orang lain. Hal tersebut dapat dicapai oleh setiap manusia, apabila terdapat komunikasi diantara mereka. Oleh karena itu, setiap orang perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologisnya, seperti sukses, kebahagiaan, dicintai, diterima orang lain, rasa aman, dan kebutuhan akan kebebasan.

Selain ketiga fungsi di atas, menurut Sutaryo (2005) fungsi dari komunikasi sosial adalah

1. Memberi informasi

a. Manusia hanya dapat maju dan berkembang apabila dia mengetahui nilai-nilai yang perlu dicapai.

b. Tidak semua orang memiliki pengetahuan yang sama mengenai nilai-nilai yang sudah berhasil dicapai, mengenai sarana-sarana yang harus dipakai dan bahaya- bahaya yang harus dihindari.

c. Setiap orang mempunyai hak untuk mendapat informasi yang berguna bagi hidupnya.

2. Memberi Bimbingan

Baik secara langsung maupun tidak langsung, komunikasi berfungsi memberikan bimbingan bagi warga masyarakat, amanat yang bernilai tinggi dapat menimbulkan gairah kerja, menghidupkan semangat yang telah padam. Warga masyarakat menyimpang dari pola-pola kelakuan yang benar dapat dikembalikan ke jalan yang benar. Bimbingan disampaikan lewat pesan (amanat) yang sifatnya menuntun, menyetujui, menolak, mencela, menegur, mendukung atau menentang,

(6)

9

mengajak atau menganjurkan, meberi petunjuk mengenai prioritas tertentu diantara sekian banyak tindakan yang harus dilaksanakan.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka terdapat 5 (lima) fungsi dari komunikasi sosial, yaitu: membentuk konsep diri, sebagai pernyataan eksistensi diri, untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan, serta memberikan informasi dan memberi bimbingan.

Tradisi Popokan seperti telah disinggung pada sub bab sebelumnya juga berfungsi untuk membentuk konsep diri. Hal tersebut terlihat dari acara-acara yang melibatkan semua kalangan, sebagai contoh: adanya kirab budaya yang diikuti kesenian drum band dan drum blek oleh karangan anak-anak TK sampai remaja dapat mendidik anak-anak tersebut untuk lebih percaya diri saat tampil di depan umum menunjukkan kemampuannya. Pembentukan kepercayaan diri tersebut merupakan bagian dari upaya pembentukan konsep diri yang merupakan salah satu dari fungsi komunikasi sosial.

Fungsi pernyataan eksistensi diri, di saat masyarakat banyak meninggalkan tradisi pada era modern saat ini, masyarakat desa Sendang dengan bangga tetap memelihara dan mengingat tradisi leluhurnya. Fungsi untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Tradisi popokan dipercaya masyarakat desa Sendang sebagai tolak balak dan memakmurkan pertanian di desa Sendang. Tradisi yang diikuti dan melibatkan berbagai kalangan masyarakat tentu dengan sendiri memupuk hubungan baik antar berbagai kalangan. Dengan mengikuti pelaksanaan tradisi masyakat juga dapat memperoleh kebahagiaan, sebab dengan melihat berbagai macam acara yang ada dalam pelaksanaan tradisi tersebut masyarakat akan terhibur.

Fungsi memberi informasi, dengan tetap dilakukan pelaksanaan tradisi Popokan tersebut mampu memberikan informasi kepada masyarakat, terutama di kalangan anak- anak muda tentang asal usul tradisi Popokan, dan pentingnya untuk tetap dilestarikan.

Fungsi memberi bimbingan, dalam pelaksanaan tradisi Popokan yang dihadiri oleh pamong (aparat) pemerintahan desa, sesepuh desa, dan babinsa, maka pelaksanaan

(7)

10

tradisi Popokan sekaligus memberikan fungsi bimbingan kepada masyarakat, sebab tentu saja sebagai pamong desa, sesepuh desa, dan babinsa akan menyampaikan berbagai informasi lainnya yang tidak hanya berkaitan dengan tradisi Popokan.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas menunjukkan, tradisi Popokan memenuhi fungsi komunikasi sosial, baik fungsi membentuk konsep diri, sebagai pernyataan eksistensi diri, untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan dan memperoleh kebahagiaan, serta memberikan informasi dan memberi bimbingan.

2.2. Tradisi

2.2.1 Definisi Tradisi

Tradisi adalah suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dimulai dari nenek moyang, atau kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum dihancurkan atau dirusak, atau singkatnya tradisi adalah segala sesuatu warisan masa lalu yang disalurkan ke masa kini (Sztompka, 2007).

Tradisi juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah (Sztompka, 2007). Definisi lain dari tradisis adalah segala warisan masa lampau yang masuk pada kita dan masuk kedalam kebudayaan yang sampai sekarang masih berlaku (Hakim, 2003). Berdasarkan definisi-definisi tradisi tersebut, maka tradisi adalah warisan generasi masa lalu yang masih dijalankan oleh generasi saat ini.

2.2.2 Fungsi Tradisi

Fungsi tradisi bagi masyarakat, diantaranya, yaitu: (Komaruddin, 2014) 1. Tradisi adalah kebijakan turun temurun.

Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan, norma, dan nilai yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun menyediakan fragmen warisan historis yang dipandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan

(8)

11

gagasan dan material yang dapat digunakan dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu.

2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada.

Salah satu sumber legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan: “selalu seperti itu” atau “orang selalu mempunyai keyakinan demikian”, meski dengan resiko yang paradoksal, yakni bahwa tindakan tertentu hanya dilakukan karena orang lain melakukan hal yang sama di masa lalu atau keyakinan tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerimanya sebelumnya.

3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.

Tradisi nasional dengan lagu, bendera, emblem, mitologi, dan ritual umum adalah contoh utama. Tradisi nasional selalu dikaitkan dengan sejarah, menggunakan masa lalu untuk memelihara persatuan bangsa.

4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, ketidakpuasan, dan kekecewaan kehidupan moderen.

Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis.

Dari penjelasan tentang fungsi tradisi tersebut jelas di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Ia berkembang menjadi suatu system, memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan saksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan (Hakim, 2003).

Sebagai sistem budaya, tradisi akan menyediakan seperangkat model untuk bertingkah laku yang bersumber dari sistem nilai dan gagasan utama (vital). Sistem nilai dan gagasan utama ini akan terwujud dalam sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi. Sistem idiologi merupakan etika, norma, dan adat istiadat. Ia

(9)

12

berfungsi memberikan pengarahan atau landasan terhadap sistem sosial, yang meliputi hubungan dan kegiatan sosialnya masayarakat (Hakim, 2003).

Tidak hanya itu saja sebagai sistem budaya, tradisi juga merupakan suatu sistem yang menyeluruh, yang terdiri dari cara aspek yang pemberian arti laku ujaran, laku ritual, dan berbagai jenis laku lainnya dari manusia atau sejumlah manusia yang melakukan tindakan satu dengan yang lain. Unsur terkecil dari sistem tersebut adalah simbol. Simbol meliputi simbol konstitutif (yang berbentuk kepercayaan), simbol kognitif (yang berbentuk ilmu pengetahuan), simbol penilaian normal, dan sistem ekspresif atau simbol yang menyangkut pengungkapan perasaan (Esten, 1999).

2.3. Tradisi Popokan

Salah satu tradisi masyarakat yang eksis sampai saat ini adalah tradisi Popokan (perang lumpur). Tradisi ini merupakan tradisi yang menjadi asal usul dan kepercayaan masyarakat Desa Sendang Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Tradisi ini dilakukan sekali dalam setahun, yaitu pada bulan Agustus tepatnya pada hari Jumat Kliwon, setelah dilakukan panen kedua. Tradisi Popokan dipercaya masyarakat desa Sendang untuk tolak bala dan memakmurkan pertanian di desa Sendang.

Tradisi inipun awalnya hanya meliputi ritual Popokan, perang lumpur di lokasi pesawahanan di Balai Desa Sendang. Ritual tersebut dilakukan untuk mengingatkan upaya para sesepuh warga Desa Sendang jaman dahulu saat mengusir harimau yang masuk di desa dengan melemparinya menggunakan lumpur sawah. Di kemudian hari peristiwa itu disepakati oleh warga Desa Sendang menjadi tradisi Desa Sendang. Ritual yang sebelumnya hanya Popokan dimodifikasi dengan beberapa prosesi lainnya, seperti kirab budaya yang menampilkan berbagai hasil kreasi, dan kesenian warga masyarakat Desa Sendang. Sehingga dalam pelaksanaan tradisi tersebut semua warga desa ikut terlibat, hal tersebut menggambarkan budaya masyarakat Desa Sendang yang guyup rukun, gotong-royong, dan kekeluargaan.

Secara garis besar pelaksanaan tradisi Popokan, meliputi: bersih sendang yang diakhiri dengan makan ketupat bersama, kenduri, ziarah makam, kirab budaya (seni

(10)

13

tradisional: reog (kuda lumping), nok nik (wayang orang), maupun kesenian modern (seperti: drum band maupun drum blek), doa dan perebutan isi tumpeng, Popokan (aksi lembar lumpur sawah), dan sebagai acara penutup rangkaian kegiatan tradisi Popokan tersebut, malam harinya setelah Isyak diadakan acara hiburan masyarakat, seperti:

acara pengajian, wayang kulit, dan lain sebagainya yang tujuannya untuk mempererat silaturahmi antar warga desa Sendang.

2.4. Simbol dan Makna

John Fiske mengemukakan dalam berbicara konsep tanda (simbol), maka tidak bisa dilepaskan dengan konsep makna. Sebab semua model makna memiliki bentuk yang luas dan mirip. Masing-masing memperhatikan tiga unsur yang mesti ada dalam setiap studi tentang makna, antara lain (a) tanda, (b) acuan tanda, dan (c) pengguna tanda. Sebuah tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun (Waleleng, 2018).

Fiske juga mengemukakan, dalam studi komunikasi, makna dan tanda adalah hal yang sangat esensial. Secara sederhana hubungan antara komunikasi, makna dan tanda dapat diilustrasikan sebagai berikut : (Waleleng, 2018)

“Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, saya harus membuat pesan dalam bentuk tanda (sign). Pesan-pesan itu, kemudian, mendorong kita untuk menciptakan makna untuk diri kita sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat untuk dalam pesan. Makin banyak kita berbagi “kode” yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekat

“makna” kita berdua atas pesan yang datang pada masing-masing kita.

Membicarakan hal tersebut di atas, maka sama halnya membicarakan komunikasi dalam perspektif semiotika, atau komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning) (Waleleng, 2018). Charles Sanders Pierce mendefinisikan semiotika sebagai studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, yakni cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan

(11)

14

penerimanya oleh mereka yang mempergunakannya. Sementara menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, tentang bagaimana tanda dibangun dalam teks “teks” media: atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna (Vera, 2015).

Terdapat 9 (sembilan) jenis atau macam semiotika, salah satunya adalah semiotika kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Oleh karena semua suku, bangsa atau negara memiliki kebudayaan masing-masing, maka semiotik menjadi metode dan pendekatan yang diperlukan untuk ‟membedah‟ keunikan, kronologi, kedalaman makna, dan berbagai variasi yang terkandung dalam setiap kebudayaan tersebut (Vera, 2015).

Bagi Peirce, tanda adalah sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi.

Berdasarkan objeknya, Peirce mengklasifikasikan tanda menjadi tiga, yakni icon (ikon), indeks (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah benda fisik yang menyerupai apa yang dipresentasikannya. Representasi tersebut ditandai dengan kemiripan.

Contohnya gambar, patung-patung, lukisan, dan lain sebagainya. Pierce (menjelaskan bahwa ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk secara ilmiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan seperti potret dan peta. Secara sederhana, ikon definisikan sebagai tanda yang mirip antara benda aslinya dengan apa yang direpresentasikannya (Sobur, 2009).

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas yang menunjukkan tanda berupa indeks yaitu asap sebagai tanda adanya api. Indeks merupakan tanda yang hadir dengan cara saling terhubung akibat adanya hubungan ciri acuan yang sifatnya tetap. Kesimpulannya bahwa indeks berarti hubungan antara tanda dan petanda yang bersifat hubungan sebab

(12)

15

akibat, karena tanda dalam indeks tidak akan muncul jika petandanya tidak hadir (Sobur, 2009).

Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya (Sobur, 2009). Atau dengan kata lain, dalam konsep Peirce simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri (Kertamukti, 2013). Hubungan diantaranya bersifat konvensi (kesepakatan masyarakat), selain juga bersifat semena-mena (Sobur, 2009). Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan obyek yang diacu dan menafsirkan maknanya. Dalam arti demikian, simbol tidak dapat disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan asosiatifnya dengan simbol lainnya.

Oleh karenanya simbol merupakan kata atau sesuatu yang bisa dianalogikan sebagai kata yang telah terkait dengan penafsiran pemakai, kaidah pemakaian sesuai dengan jenis wacananya, dan kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi pemakainya (Kertamukti, 2013), atau sebuah tanda yang membutuhkan proses pemaknaan yang lebih intensif setelah menghubungkannya dengan objek, dan simbol bersifat semena- mena atau atas persetujuan masyarakat sekitar (Sobur, 2009).

Sementara itu makna, menurut Peirce, makna adalah hasil gabungan tanda dan referen yang terbentuk dalam pikiran (Sobur, 2009). Menurut Fiske, makna (meaning) adalah hubungan antara suatu objek atau idea dalam suatu tanda (Waleleng, 2018).

Sedang menurut Sobur (2009), makna merupakan hasil interaksi dinamis antara tanda, interpretan dan objek, makna secara historis ditempatkan dan mungkin akan berubah seiring dengan perjalanan waktu. Makna bukanlah konsep yang mutlak dan statis yang bisa ditemukan dalam kemasan pesan. Pemaknaan merupakan proses aktif.

Para ahli semiotika menggunakan kata kerja seperti menciptakan, membangkitkan, atau menegosiasikan untuk mengacu pada proses pemaknaan (Sobur, 2009).

Terkait dengan proses munculnya makna, Peirce menjelaskannya melalui teorinya yang dikenal dengan Teori Triangle Meaning yang terdiri dari sign (tanda), object (objek), dan interpretant (interprestasi). Salah satu bentuk sign (tanda) adalah kata, sedangkan object (objek) adalah sesuatu yang dirujuk tanda, sementara

(13)

16

interpretant (interprestasi) adalah tanda dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna yang diwakili oleh tanda tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, proses apapun yang melibatkan pengalaman makna berarti menggunakan simbol.

2.5. Kajian Penelitian Sebelumnya

Tabel 1.

Kajian Penelitian Sebelumnya

Nama Judul Hasil Metode

Penelitian Wuryansari

(2014)

Sadranan Sebagai Bentuk Komunikasi Sosial

Upacara Sadranan, sebagai simbol yang memiliki konsep ganda yaitu konsep umum sebagai kuburan-haji dan konsep sebagai rasa syukur kepada Tuhan, menyambut Ramadhan, berdoa pengampunan bagi roh leluhur, dan memelihara hubungan sosial selama prosesi Sadranan.

Upacara Sadranan adalah salah satu elemen komunikasi dengan mendesak orang-orang untuk bertemu dan berkomunikasi. Upacara Sadranan sebagai budaya asli yang tetap dilakukan sampai saat ini dan mengembangkan adat asli desa Karangturi. Dapat disimpulkan juga bahwa upacara Sadranan telah melalui modifikasi nilai yang dimasukkan dengan prinsip Islam.

Metode penelitian yang digunakan untuk

mengumpulkan data adalah deskriptif kualitatif dengan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka

Hadirman (2015)

Tradisi Katoba Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Masyarakat Muna

Masyarakat Muna menggunakan tradisi katoba sebagai media komunikasi tradisional mereka.

Tradisi ini telah memenuhi unsur-unsur dalam komunikasi, serta dalam praktiknya merupakan refleksi dari komunikasi ritual. Fungsi tradisi Katoba pada masyarakat Muna, yakni fungsi pembawa informasi (pesan), fungsi pendidikan, dan fungsi warisan sosial/budaya.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif.

Afnan (2018) Ritualisasi Nadran Sebagai Sarana Komunikasi Antara Budaya Dan Agama

Ritualisasi Nadran memiliki dimensi yang sangat universal meskipun masih sebatas dimensi kultural. Tradisi Nadran merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat pesisir sekaligus sebagai manifestasi upaya manusia untuk mendapatkan ketenangan rohaniah. Tradisi Nadran mampu memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan dan melestarikan budaya lokal.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.

(14)

17 2.6. Kerangka Berpikir

Tradisi Masyarakat Indonesia

Tradisi Popokan

Tradisi Popokan Sebagai Bentuk Komunikasi Sosial

Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah

Komunikasi Sosial

Simbol dan Makna

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi diberikan terapi rehabilitasi medik berupa kemunduran muskuloskeletal (penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot, keterbatasan rentang gerak sendi serta

Pertama : Menetapkan Susunan Unit Pengelola Keuangan dan Unit Pengelola Kegiatanyang terdiri atas Panitia Perencana, Panitia Pelaksana dan Panitia Pengawas Bantuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kadar air serta kerapatan kayu lamina dari jenis Malau dan Palele dengan kayu solidnya;

Kegiatan dalam pemasaran hampir selalu berkaitan dengan variabel- variabel dari bauran pemasaran,karena tekanan utama dari bauran pemasaran adalah pasar, yang merupakan

terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur, oleh karena itu dalam usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka cara yang dapat dilakukan adalah

Kecenderungan Internet Addiction Disorder Mahasiswa Fakultas Dawah dan komunikasi ditinjau dari religiositas.. Jurnal Dakwah,

Inflasi y-o-y bulan Mei 2014 pada 6 ibukota provinsi di pulau Jawa, inflasi tertinggi terjadi di Serang sebesar 8,81 persen, diikuti oleh Jakarta sebesar 7,70 persen,

Hasil ini mengindikasi bahwa karyawan dengan motivasi berprestasi yang tinggi dan diberdayakan secara maksimal oleh perusahaan, membuat karyawan akan mengalami