• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DI DESA UJUNG BAJI KECAMATAN SANROBONE KABUPATEN TAKALAR Disusun dan Diusulkan Oleh ASTIYANA BAHTIAR Nomor Induk Mahasiswa: 105640219915

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Skripsi IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DI DESA UJUNG BAJI KECAMATAN SANROBONE KABUPATEN TAKALAR Disusun dan Diusulkan Oleh ASTIYANA BAHTIAR Nomor Induk Mahasiswa: 105640219915"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DI DESA UJUNG BAJI KECAMATAN SANROBONE

KABUPATEN TAKALAR

Disusun dan Diusulkan Oleh ASTIYANA BAHTIAR

Nomor Induk Mahasiswa: 105640219915

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(2)

ii

HALAMAN PENGAJUAN

IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR DI DESA UJUNG BAJI KECAMATAN SANROBONE

KABUPATEN TAKALAR

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar untuk memenuhi

persyaratan guna Memproleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diusulkan Oleh ASTIYANA BAHTIAR

Nomor Induk Mahasiswa: 105640219915

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Astiyana Bahtiar Nomor Stambuk : 105640219915 Program studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/ dipublikasikan orang lain atau melalui plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun gelar akademik.

Makassar, 17 Agustus 2020 Yang menyatakan,

Astiyana Bahtiar

(6)

vi Abstrak

ASTIYANA BAHTIAR, Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar (dibimbing oleh Nuryanti Mustari dan Handam).

Tujuan Penelitian ini membahas tentang Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jenis penelitian adalah kualitatif. Tipe penelitian yaitu fenomenologi.Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik Analisa Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisa yang meliputi 3 komponen yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menggunakan 4 indikator dari implementasi kebijakan yaitu 1) komunikasi Desa Pesisir impelemntasi program pemberdayaan masyarakat pesisir mengenai sosialisai sudah berjalan dengan baik. Dengan adanya sosialisasi mengenai ini masyarakat mengetahui hal-hal yang dimana pemerintah memberikan pembinaan tentang pemeliharaan rumput laut yang benar, pengelolaan rumput laut dan informasi-informasi lainnya serta pola fikir mereka juga bisa lebih berubah setelah belum adanya pemberdayaan. 2) sumber daya implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir masih tidak efektif, karena bantuan dana dari pusat untuk saat ini sudah agak sulit dan masyarakat membutuhkan dana yang cukup untuk memberikan kurangnya modal bagi pihak yang sngat membutuhkan. sarana dan prasarana belum cukup memadai. 3) disposisi, kemampuan imlementor yang sudah sangat baik memberikan pengetahuan kepada masyarakat pesisir dan masyarakat disana juga dibina oleh impeskop dari canada tentang pemberdayaan rumput lautnya. 4) struktur birokrasi, dalam hal ini masyarakat desa ujung baji dapat menerima dengan baik kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pemerintah tidak jalan sendiri- sendiri dalam hal pemberdayaan tetapi masyarakat setempat atau kelompok- kelompok pemberdayaan juga ikut berpartisipasi. Adapun faktor pendukung implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar yaitu potensi alam yang memadai, bantuan bimbingan dan pelatihan. Faktor penghambatnya yaitu: fasilitas yang tidak cukup memadai, kurangnya anggaran/dana.

Kata kunci: Implementasi, Pemberdayaan Masyarakat

(7)

vii

KATA PENGANTAR

“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”

Segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah Kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidaya dan magfirah-Nya sehingga meski harus melewati perjuangan yang cukup panjang dan cukup melelahkan namun penulis skripsi yang berjudul “Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar” dapat diselesaikan.

Skripsi ini adalah tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S1) Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Sebagai bentuk karya ilmiah penulis menyadari bahwa banyak menghadapi hambatan dan tantangan selama dalam penelitian dan penulisan skripsi ini apalagi waktu, tenaga, biaya serta kemampuan penulis yang terbatas.

Namun berkat bantuan, arahan serta petunjuk dari Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Handam, S.IP., M.Si sebagai pembimbing II, yang dengan tulus membimbing penilis, melakukan koreksi dan perbaikan- perbaikan yang amat berharga sejak awal sampai skripsi ini. Gagasan-gagasan beliau merupakan Kenikmatan intelektual yang tak ternilai harganya. Teriringi Do’a semoga Allah Yang Maha Esa menggolongkan upaya-upaya beliau sebagai amal kebaikan.

(8)

viii

Selanjutnya pada kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan, yang telah membina Jurusan ini dengan sebaik-baiknya.

4. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si, sebagai pembimbing I, yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan skripsi dan memberikan banyak ilmu serta solusi dari setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi.

5. Bapak Handam, S.IP., M.Si, sebagai pembimbing II, yang telah membimbing penulis sekaligus memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulisan skripsi ini.

6. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Tata Usaha Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan layanan kepada penulis selama menempuh pendidikan di lembaga ini.

7. Dinas Kelutan dan perikanan Kabupaten Takalar, Kepala Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone beserta jajarannya yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian.

(9)

ix

8. Kepada dua insan sederhana yang sangat hebat dan luar biasa teruntuk kedua orang tua Bapak Bahtiar Tumpuang dan Ibu Asmiati yang always super awesome, yang tidak henti-hentinya memberi dukungan tentunya tidak terbatas dan tidak terbalas. Betapa beruntungnya penulis mempunyai orang tua yang sangat dan selalu mendoakan penulis agar bisa terus dan terus membuat bangga Bapak dan Mama, insyaallah bossku! I love you forever!

9. Untuk Adikku Muhajir Bahtiar yang satu-satunya saudara penulis terima kasih telah membantu penulis dalam menyesaikan skripsi yang selama melakukan penelitian selalu direpotkan karena sering mengantar penulis Jeneponto-Takalar.

10. Untuk semua Keluarga besar Tumpuang Dg Tengang dan Karim Jafar terima kasih banyak karena sudah menghasilkan perpaduan keluarga yang kuat dan tak terkalahkan dan juga luar biasa, Long Live My Family!.

11. Kepada Bapak Mustakim dan Ibu Sutreni yang telah ramah memberikan tempat tinggal dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

12. Untuk sahabat-sahabat yang sejak tahun 2009 sampai sekarang Nurwandi Aman, Amd.Keb dan Nurjannah Rahman, S.Pd yang selalu menghibur saya saat lelah dan selalu mendukung saya.

13. Untuk sahabat-sahabat tercinta dan seperjuanganku Siti Hartina Azzahrah Mustakim, S.IP, Andi Desi Nofianti, S.IP, Lisnawati, Sumartini, Ardita Pratiwi, S.IP, Puji Astutik, S.IP, A. Dwi Agung Pebrisal, S.IP, Idzal Salwa, S.IP, Muhammad Farid Amrullah, S.IP, Abd. Rahman, Ahmad

(10)

x

Lutfi, Ahmad Azhar Mawardi, Willi Akhyar yang telah memberikan motivasi, semangat, bantuan, nasihat yang tak henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih banyak atas kebersamaan yang tak terlupakan selama masa perkuliahan, pada saat penyelesaian skripsi, dan sampai saat ini.

14. Untuk teman-teman 2015 Program Studi Ilmu Pemerintahan terima kasih banyak karena sudah menjadi keluarga selama mengikuti perkuliahan, memberi kenangan yang indah dan selalu saling memberi dukungan kepada sesama, terkhusus untuk teman-teman kelas IP D Family.

15. Kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya, namun telah membantu dalam penyelesaian studi. Semoga segala bantuan yang diberikan walau sekecil apapun memperoleh pahala disisinya.

Akhirul kata penulis mengharapkan kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca guna menambah khasanah Ilmu Pengetahuan terutama yang berkaitan dengan Ilmu Pemerintahan.

Makassar, 17 Agustus 2020 Penulis

Astiyana Bahtiar

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... iii

Penerimaan Tim ... iv

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar... vii

Daftar isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Masalah ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Konsep Implementasi ... 9

B. Konsep Pemberdayaan ... 16

C. Konsep Pemberdayaan Masyarakat ... 19

D. Konsep Masyarakat Pesisir ... 24

E. Kerangka Fikir ... 26

F. Fokus Penelitian ... 28

G. Deskripsi Fokus Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 32

1. Jenis Penelitian ... 32

2. Tipe Peneltian ... 33

C. Sumber Data ... 33

1. Data Primer ... 33

2. Data Sekunder ... 33

D. Informan ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

1. Teknik Observasi ... 35

2. Teknik Wawancara ... 35

3. Teknik Dokumentasi ... 35

F. Tekhnik Analisis Data ... 36

1. Reduksi Data... 36

2. Penyajian Data ... 37

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi ... 37

G. Keabsahan Data ... 37

1. Trigulasi Sumber ... 37

2. Trigulasi Teknik ... 38

3. Trigulasi Waktu ... 38

(12)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Deskripsi Objek Penelitian ... 39

B. Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar ... 68

C. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar ... 81

BAB V PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Informan ... 34

Tabel 4.1 Perkembangan Jumlah penduduk Desa Ujung Baji ... 64

Tabel 4.2 Penggunaan Lahan Desa Ujung baji Tahun 2019 ... 64

Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Rumah Desa Ujung Baji 2019 ... 65

Tabel 4.4 Jumlah Sarana Umum Desa Ujung baji 2019 ... 66

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang sebagian besar wilayahnya berupa wilayah perairan. Maka indonesia kemudian disebut dengan istilah Negara maritim atau disebut juga Negara kepulauan (archipelagic state). Indonesia juga merupakan Negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia, ada sekitar 17.000 pulau yang ada. Kondisi ini membawa keuntungan tersendiri bagi Indonesia.

Wilayah pantai hampir selalu menjadi daya tarik tersendiri dan selalu digunakan sebagai kawasan wisata bahari. Selain itu, banyak sumber daya alam yang dihasilkan dari laut. Jika dilihat dari kaca mata ini, Indonesia adalah Negara yang sangat kaya, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Pesisir pantai, Martono, (Kemenkes R, 2010).

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.

07./Men/2008, tentang Bantuan Sosial Budaya Masyarakat Pesisir dan Pembudidaya Ikan, masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir dengan mata pencaharian terkait langsung, dengan pemanfatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdiri atas nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pedagang hasil perikanan, industri dan jasa maritim.

Wilayah pesisir atau laut juga merupakan kawasan yang memiliki sektor yang strategis untuk pengembangan berbagai sektor usaha. Berkembangnya sektor usaha dengan jumlah stakeholder dalam pembangunan wilayah pesisir dan laut.

Tanpa adanya keterpaduan dalam pengembangan justru akan menciptakan

(15)

konflik-konflik baru. Pemanfaatan sumber daya alam kelautan masih sangat kurang dilakukan dengan menggunakan teknologi atau masih tradisional sehingga hasil yang digunakan kurang maksimal. Hasil tangkap ikan merupakan sumber utama bagi masyarakat pesisir untuk dijual belikan bukan kepada konsumen langsung tetapi kepada nelayan yang memiliki perekonomian yang baik atau yang layak. Pernyataan tersebut masih sangat berdampak pada kehidupan sosial masyarakat pesisir atau masyarakat yang tinggal dipesisir terpencil yang tergolong rendah bahkan sebagian hidup dalam garis kemiskinan dan hingga saat ini masyarakat pesisir masih terpuruk dibanding profesi lainnya, (Indarti & Wardana, 2013).

Masyarakat pesisir merupakan masyarakat majemuk yang umumnya terdiri dari nelayan, pembudidaya ikan, pengelolah ikan, pedagang, dan buruh pelabuhan serta profisi lain. Masyarakat pesisir sering sekali dipadankan dengan kondisi ekonomi yang belum sejahtera dan kesehatan lingkungan yang belum layak, serta pendidikan yang masih rendah. Dinamika masyarakat pesisir dengan kompleksitas masalah yang dihadapi membutuhkan strategi komprehensif untuk dapat menyelesaikan masalah masyarakat pesisir tersebut.

Masalah umum yang dihadapi masyarakat pesisir antara lain tingkat kemiskinan (ketidak pastian ekonomi), kerusanakan sumberdaya pesisir dan kesehatan lingkungan, serta pemanfaatan area laut bagi nelayan (akses terbuka dan akses terbuka terbatas). Terdapat empat persoalan utama yang sering dihadapi masyarakat pesisir yaitu tingkat kemiskinan, kerusakan sumberdaya pesisir, dan rendahnya kemandirian organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan

(16)

kesehatan lingkungan di pemukiman desa. Pemetaan permasalahan pada suatu daerah dapat menjadi salah satu pendekatan untuk menyusun strategi penyelesaian masalah pada daerah tersebut. Kompleksitas permasalahan apa yang terjadi, masalah apa dan mana yang perlu diselesaikan segera, dan bagaimana strategi penyelesaian masalah tersebut, (Firdaus et al., 2016).

Pembanguan di daerah pesisir juga selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan ekonomi sosial. Dengan keadaan yang seperti ini bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor kelautan, pariwisata, perhubungan laut, dan jasa kelautan serta masyarakat bukan termasuk manjadi arus utama dalam kebijakan pengembangan perekonomian masyarakat pesisir.

Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir terjadi karena keterbatasan akses permodalan dan cultural kewirausahaan yang tidak kondutif.

Pemerintah merupakan salah satu unsur negara yang berperan penting dan bertanggung jawab dalam menjalankan roda pemerintahan untuk mencapai tujuan suatu negara, secara tegas telah dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945, bahwa pemerintah Negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa indinesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pernyataan tersebut memberi arti bahwa warga negara Indonesia berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan, khususnya di bidang perikanan dan kelautan. Salah satu tujuan pembangunan perikanan dan kelautan diarahkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Selama ini masyarakat pesisir memberikan kontribusi yang nyata dalam

(17)

pembangunan perikanan dan kelautan serta pembanguan ekonomi masyarakat pesisir dan pedesaan.

Pemberdayaan masyarakat pesisir khusunya petani rumput laut menjadi salah satu program Kementrian kelautan dan Perikanan sekaligus merupakan mandat dalam pemanfaatn sumber daya kelautan dan perikanan yang bertanggung jawab, sebagaimana pasal 57 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009.

Selanjutnya dikolaborasi kedalam struktur kelembagaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Takalar sesuai dengan Perbup Nomor 52 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Takalar yakni dengan adanya yang membandingi pemberdayaan masyarakat pesisir dan terdiri atas dua subbidang yang menangani pendidikan dan pelatihan, kemitraan usaha, ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi perikanan, dan kelembagaan bagi masyarakat pesisir.

Tujuan pengembangan pelaksanaan program pemberdayaan adalah:

1. Meningkatkan kesiapan masyarakat terhadap bencana dan perubahan iklim di desa pesisir dan pulau-pulau kecil.

2. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup di desa pesisir dan pulau-pulau kecil

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam proses pengembalian keputusan secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil,

(18)

4. Memfasilitasi kegiatan pembangunan atau pengembangan sarana dan prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, (Djiwandono, 2017).

Kabupaten Takalar merupakan satu Kabupaten yang dimana sebagian wilayahnya merupakan daerah pesisir. Kabupaten Takalar memiliki panjang garis pantai kurang lebih 74 km membentang dari 6 Kecamatan pesisir dari 9 total 9 Keamatan di Kabuaten Takalar. Dari penjelasan tersebut Kabupaten Takalar mempunyai banyak hasil laut, hal ini juga didukung oleh adanya kebijakan pemerintah dalam menggerakkan roda-roda ekonomi melalui pengembangan Home Industri. Tidak hanya itu pemerintah Kabupaten Takalar juga dalam upaya peningkatan produktifitas pengelolaan rumput laut. Pemerintah Kabupaten Takalar juga berencana ingin membangun program UNINDO Smart-Fish, ini merupakan salah satu pembangunan yang berbasis pada desa sehingga dapat menjadi sekolah lapang untuk mengundang para warga pesisir lainnya, hal ini semakin diperkuat dengan adanya kunjungan dari PBB di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar.

Desa Ujung Baji merupakan salah satu wilayah pesisir yang ada di Kabupaten Takalar, sebagai desa pesisir masyarakat mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan dan petani rumput laut. Sebagian masyarakat desa lebih senang mengelolah laut dengan bertani rumput laut berjenis katonik. Dimana pada desa ini mempunyai potensi sumber daya rumput laut yang sangat berpotensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa Ujung Baji maupun perintah Kabupaten Takalar. Dengan potensi sumberdaya rumput laut ini mampu menarik perhatian

(19)

dari PBB untuk kemudian ingin melakukan kerjasama untuk mengembangkan budidaya rumput laut dan pemprosesan makanan olahan berbahan dasar rumput laut.

Sejak tahun 2017 kebijakan pemerintah pusat untuk mendorong desa menghasilkan produk unggulan desa. Sehingga kemudian ditindak lanjuti oleh pemerintah desa melalui pengadaan sarana dan persarana dalam menunjang produksi olahan rumput laut sebagai dari pemberdayaan masyarakat dan kemudian di implementasikan untuk membuat produk unggulan desa yaitu salah satu upayanya membuat minuman rumput laut. Yang dimana pendanaan dalam pembuatan produk minuman dari rumput laut ini dihasilkan dari swadaya masyarakat dan dana desa untuk pelatihan. Namun tentunya usaha swadaya bukannya tanpa hambatan karena itu dapat dijelaskan dengan tidak sesuainya dengan harapan yang tentunya diakibatkan oleh beberapa faktor, mulai dari sumberdaya manusia, kondisi pemasaran yang tidak stabil, maupun disebabkan kurang maksimalnya proses-proses kerja pengimplementasian pemerintah yang kurang maksimal.

Berdasarkan hasil obesrvasi awal yang dilakukan peneliti dalam permasalahan yang terkait dengan implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Ujung Baji kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar di dapatkan setelah melakukan obesrvasi lapangan yaitu usaha swadaya masyarakat yang bukan tanpa hambatan karena itu dapat dijelaskan dengan sering tidak sesuai dengan harapan, yang tentunya diakbatkan oleh beberapa faktor, mulai dari sumber daya manusia, kondisi pemasaran yang tidak stabil, maupun

(20)

disebabkan kurang maksimalnya proses-proses kerja pengimplementasian pemerintah yang kurang maksimal. Sehubung dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam hal tersebut dengan menganbil judul

“Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang permasalahan, maka peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar?

2. Apa faktor penghambat dan pendukung proses implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi program pemberdayaan masyarakat pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung proses implementasi

program pemberdayaan di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penilitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan studi ilmu pemerintahan khususnya yang berfokus pada kajian implementasi atau pelaksanaan pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat pesisir yang terdapat di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi seluruh pemangku kepentingan dan menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat pesisir. Secara praktis penelitian ini juga merupakan sembangsi peneliti terhadap proses pemerintahan dalam pembangunan dan pengembangan di bidang perikanan dan kelautan khususnya pemberdayaan pada masyarakat pesisir.

(22)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Implementasi

Menurut Van Metter Horn dalam (purwanto, 2012) mendefinisikan implementasi yang lebih baik spesifik, adalah “those action by public ir private individuals (or group) that are directed at tha achievement off objective set founth in prior policy decisions”, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu- individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan agar tetap terlaksananya tujuan-tujuan yang sudah digariskan ke dalam sebuah keputusan kebijakan.

Berikut ini ada beberapa macam model implementasi kebijakan (dalam Mustari, 2015) yaitu:

 Model Implementasi Kebijakan Geogre C. Edward III

Model implementasi kebijakan ini memakai pendekatan top down, dalam menganalisis implementasi kebijakan, model implementasi kebijakan Geogre C. Edward III berfokus pada empat variable yang dianggap meyakinkan sebuah proses impelentasi kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi (Communication) 2. Sumber Daya (Resources) 3. Disposisi (Disposition)

4. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

(23)

Menurut Agustino, 2016, implementasi adalah suatu proses yang dinamis, dimana kebijakan melaksanakan suatu kegiatan atau aktivitas sehingga pada akhirnya akan memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari kebijakan itu sendiri.

Menurut Mulyadi, 2015, Implementasi mengacu pada tindakan unntuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Impelementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan. Dalam tataran praktis, impelemtasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersbut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1. Tahap pengesahan peraturan perundangan.

2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.

3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.

4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.

5. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.

6. Upaya memperbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan impelementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:

1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode.

2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan.

(24)

3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Gindlen (Mulyadi, 2015), Menyatakan implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.

Menurut Widodo, implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa: “Implemenrasi as to carry out, acoumplish, fulfill, produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilakn, melengkapi. Jadi secara etismologi implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktifitas yang bertalian dangan menyelesaikan suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat0 untuk memperoleh hasil (Syahida, 2014).

Kemudian Gun dan Hoogwood (Tahir, 2014) mengemukakan bahwa implementasi merupakan suatu yang sangat esensial dari tehnik atau masalah manajeril.

Kapioru (2014) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

1. Kondisi lingkungan (enironmental conditions).

2. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship).

3. Sumberdaya (resources).

4. Karakter institusi implementor (characteristicimplementing agencies).

Pada dasarnya impementasi menurut Syaukani dkk (Pratama, 2015) merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik dalam sebuah negara.

(25)

Biasanya impelementasi dilaksankan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang.

Laster dan stewart (Kusumanegara,2010), menjelaskan bahwa implementasi adalah suatu tahap yang dilakukan setelah aturan hukum diterapkan pada proses politik.

Menurut Agustino, 2008, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis pelaksanaan kebujakan melakukan suatu aktifitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Ripley dan Franklin, bahwa implementasi adalah sesuatu yang terjadi setelah undang-undang diterapkan yang memberikan otoritas kebijakan, atau sejenis keluaran yang nyata. Grindle,juga memberikan pendapat mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa implementasi adalah membentuk suatu kaita (linkage) yang memudahkan tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah (Winarno, 2014).

Model yang dikemukakan Edward III dalam (Djiwandono, 2017) implementasi atau pelaksanaan kebijakan di pengaruhi oleh 4 variabel, yaitu:

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau impelementasi suatu program/kebijakan komunikasi menyangkut proses penyampaian informasi yang disampaikan.

Pengetahuan atas apa yang mereka kerjakan dapat berjalan dengan baik, sehingga

(26)

setiap keputusan kebijakan dan peraturan. Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, yakni:

a) Transmisi yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi atau pelaksanaan yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi pelaksanaan tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistribusi ditengah jalan.

b) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan.

Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi pelaksanaan kebijakan atau program, dimana pada tataran tertentu para pelakasana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan program, tetapi tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c) Konsistensi informasi yang disampaikan yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatau haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana lapangan.

2. Sumberdaya

Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi pelaksanaan atau impelemtor kekurangan sumberdaya untuk

(27)

melaksanankan kebijakan, maka implementor tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya adalah faktor penting untuk pelaksanaan program agar efektif, dimana tanpa sumberdaya maka program atau kebijakan hanya sekedar kertas dokumen. Edward III (agustino,2012), menyatakan bahwa hal ini meliputi empat komponen, yaitu:

a) Staf, sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebandingkan dengan oleh staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompoten dibidangnya.

b) Informasi dalam impelemtasi kebijakn, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

c) Wewenang pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi bara pelaksana dalam melaksanankan kebijakan yang ditetapkan secara politik.

d) Fasilitas merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.

Impelementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa

(28)

yang harus dilakukannya dan tanpa adanya fasilitas pendukung maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi atau attitudes

Disposisi adalah sikap dan komitmen aparat pelaksana terhadap program.

Khususnya dari mereka yang menjadi pelaksana atau implementor dari program. Dalam hal ini terutama adalah aparatur birokrasi. Apabila implementor memiliki diposisi yang baik maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan atau program. Sedangkan apabila implementor atau pelaksana memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses impelemtasi atau pelaksanan program juga menjadi tidak efektif.

a. Pengangkatan birokrasi; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh para pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksanaan kebijakan haruslah orang- oarang yang memilik desikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan lebih khusus lagi pada kepentingan warga.

b. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif.

Oleh karena itu, pada umumnya bertindak menurut kepentingan mereka sendiri maka memanipulasi intensif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan

(29)

cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan manjasi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan akan menjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik.

4. Struktur Organisasi atau Birokrasi

Bertugas mengimpelemntasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah standard operation produre (SOP) dan figmentasi. Struktur organisasi yang selalu penjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang menjadikan aktivitas yang tidak fleksibel.

Waluyo dalam ((Haines et al et al., 2019) menyatakan bahwa implementasi merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekitif yang penting atau badan peradilan lainnya. Maka dari itu, implementasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh individu/kelompok publik maupun swasta, yang dalam pelaksanaanya mempunyai pedoman untuk bertindak berupa undanh-undang ataupun keputusan-keputusan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang sebelumnya telah diterapkan.

B. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan suatu proses untuk menjadikan orang menjadi lebih terbedaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya

(30)

sendiri, dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga menumbuhkan rasa tanggung jawabnya. Pemberdayaan dapat mendorong orang untuk lebih terlibat dalam pembuatan keputusan dalam organisasi. Dengan demikian, akan meningkatkan kemampuan dan rasa memiliki, dan meningkatkan rasa tanggung jawab sehingga kinerja meningkat. Pekerja yang diberdayakan diharapkan melakukan pekerjaan melebihi tanggung jawab yang diberikan kepada masyaraka, (Tarigan, 2013).

Menurut (Suharto, 2017)Pemberdayaan artinya pemberdayaan atau kekuasaan, karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan untuk membuat oarng lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadi proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal:

a. Bahwa kekuasaan dapat berubah jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan dengan cara apapun.

b. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian yang tidak statis melainkan dinamis.

Nasdian, 2014 menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses yang ditunjukan untuk membantu masyarakat memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, termasuk mangurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tidakan.

(31)

Tesoriero, 2008 menjelaskan bahwa pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan (the disadvantaged).

Menurut World Bank (Marddikanto, 2013) mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice) atau menyuarakan pendapat atau ide-ide gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metode, produk, tindakan dan lain-lain) yang yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat. Sejalan dengan itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin, marjinanl, terpinggirkan) untuk menyampaikan pendapat atau kebutuhannya, pilihan- pilihannya, berparsipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakat secara bertanggung gugat (accountable) demi perbaikan kehidupannya.

Pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik antara lain dalam arti:

1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan

2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan) 3. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan

4. Terjaminnya keamanan

5. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran.

(32)

Pemberdayaan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan maka pemberdayaan berunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup baik yang fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, Sipahelut, 2010.

Menurut Payne dalam (Elman, 2015) pemberdayaan pada dasarnya ditunjukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan diambil terkait dengan dirinya termasuk mebgurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Dengan demikian pemberdayaan merupakan suatu daya kekuatan yang menimbulkan usaha untuk mengadakan perubahan agar terciptanya perbaikan dan peningkatan kualitas kehidupan suatu masyarakat.

C. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) sering kali sulit dibedakan dengan pengebangunan masyarakat (community development) karena mengacu pada pengertian yang tumpang tindih dalam penggunaannya di masyarakat. Dalam kajian ini pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan pembangunan masyarakat (community development)

(33)

dimaksudkan sebagai pemberdayaan masyarakat yang sengaja dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya yang dimiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial secara berkelanjutan. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat peda hakekatnya berkaitan erat dengan sustainable development yang membutuhkan pra-syarat keberlanjutan kemandirian masyarakat secara ekonomi, ekologi dan sosial yang selalu dinamis,(Margolang, 2018).

Menurut Sumpeno 2011, pemberdayaan ada upaya yang dilakukan oleh unsur yang berasal dari luar tatanan terhadap suatu tatanan, agar tatanan tersebut mampu berkembang secara mandiri. Dengan kata lain, pemberdayaan sebagai upaya perbaikan wujud interkoneksitas yang terdapat didalam suatu tatanan dan atau upaya penyempurnaan terhadap elemen atau komponen tatanan yang ditujukan agar tatanan dapat berkembang secara mandiri. Jadi pemberdayaan adalah upaya yang ditujukan agar suatu tatanan dapat mencapai suatu kondisi yang memungkinkan untuk membangun diri sendiri.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam konsep pemberdayaan manusua adalah subjek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar

(34)

mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya, Shalihin, 2014.

Keberdayaan masyarakat dapat diwujudkan melalui parsipasi aktif masyarakat yang difasilitasi dengan adanya pelaku pemberdayaan. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah mereka yang lemah dan tidak memiliki daya, kekuatan atau kemampuan mengakses sumberdaya produktif atau masyarakat yang terpinggir dalam pembangunan. Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya, (Widjajanti, 2011).

Soetomo, 2011, menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah pendekatan yang memberikan kesepakatan, wewenang yang lebih besar kepada masyarakat terutama masyarakat lokal untuk mengelola proses pembangunan.

Menurut Anthony Bebington dalam (Mardikanto Dkk, 2013) pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain pemberdayaan adalah memampukan dan mendirikan masyarakat. Dalam upaya memberdayakan dapa dilihat dari tiga sisi, yaitu:

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkemabng (enabling). Dengan titik tolak adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat

(35)

dikembangkan. Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian akan punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupa untuk mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi atau data yang memiliki masyarakat (empowering).

Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah- langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Dalam pemberdayaan ini, upaya yang penting adalah peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta akses kedalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Masukkan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan saran fisik, meliputi irigasi, jalan, listrik maupun bidang sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah.

3. Memberdayakan mengandung arti melindungi dalam proses pemebrdayaan harus dicegah yang lemah menjadi tambah lemah. Oleh karena itu perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasarkan sifatnya dalam konsep pemberdayaan. Melindungi harus lihat dari sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak

(36)

seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi semakin terkantung pada berbagai program pemberian (charity).

Pemberdayaan masyarakat menurut Sulistiyani dalam (Kaswadi, 2017) merupakan suatu proses belajar yang berlangsung secara bertahap, yaitu:

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran didalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Menurut Fahruddin, 2012, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat yang dilakukan dengan upaya sebagai berikut:

1. Enabling yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan cara mendorong (encourage), memotivasi dan membangkitka kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupa untuk mengembangkannya.

(37)

2. Empowering yaitu meningkatkan kapasitas dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Perkuatan ini melipiti langkah- langkah nyata seperti penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang dapat membuat masyarakat menjadi makin berdaya.

3. Protecing yaitu melindungi kepentingan dengan mengembangkan sistem perlindungan bagi masyarakat yang menjadi subjek pengembangan. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah oleh karena kekurangannya berdayaan dalam menghadapi yang kuat melindungi dalam hal ini dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

D. Konsep Masyarakat Pesisir

Menurut (Setiyawan, 2013) masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonimiannya bergantung pada pemanfatan sumberdaya laut dan pesisir melalui kegiatan penangkapan dan budidaya.

Menurut Aminah, 2015 mengemkakan bahwa masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal ditepi pantai yang berdekatan dengan laut yang identik dengan masyarakat nelayan karena mayorita pekerjanya adalah nelayan.

Lasabudan, 2013 masyarakat pesisir adalah masyarakat yang identik tinggak di daerah pesisir dan sumber perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka yang terdiri dari:

(38)

Nelayan pemilik, nelayan buruh, pembudidaya ikan/organisme laut lainnya, pedagang ikan, suplier fakto saana produksi perikanan. Dibidang non perikanan, terdiri dari: penjual jasa pariwisata bahari/pesisir, penjual jasa transportasi laut, kelompok laut, kelompok masyarakat yang memanfaatkan sumber non hayati laut dan pesisir untuk kehidupannya.

Kusnadi dalam (Safri, 2013) sebagai salah satu kesatuan sosial masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir hidup, tumbuh, dan berkembang diwilayah pesisir. Masayarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut.

Meskipun disadari bahwa tidak semua desa dikawasan pesisir memilik penduduk yang bermata pencagarian sebagai seorang nelayan. Secara sosial budaya dijelaskan bahwa masyarakat pesisir tersebut memiliki ciri-ciri yang salaing terkait antar astu dengan yang lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Terdapat interaksi sosial yang intensif antar warga masyarakat yang ditandai dengan efektifitasnya komunikasi tatap muka sehingga terjadi hubungan keluarga yang berdasarkan atas simpati dan bukan berdasarkan kepada pertimbangan rasional yang beriorientasi kepada untung dan rugi.

2. Dalam mencari nafkah mereka menonjolkan sifat gotong royong dan saling membantu. Hal tersebut ditandai demgan mekanismeh menangkap ikan baik dalam penangkapan mupun dalam penentuan daerah operasi.

Menurut Satria dalam (Ikhsan, 2011) masyarakat pesisir merupakan sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan

(39)

ketergantungan pada pemanfatan sumberdaya pesisir. Tentu masyarakat pesisir tidak saja nelayan melainkan pembudidaya ikan, pengelolah ikan bahkan pedagang ikan.

Berdasrkan pengertian diatas masyarakat pesisir adalah suatu komunitas yang hidup diwilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya dalam sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih terbelakang dan berada dalam posisi marginal. Selain itu, banyak dimensi kehidupan yang tidak diketahui oleh orang luar tentang karakteristik masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir mempunyai cara berbeda dalam aspek pengetahuan, kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosial dan sangat beragam identitas, spesialisasi pekerjaan, derajat, pendidikan serta latar belakang budidayanya. Adapun bebagai tipe pekerjaan dari masyarakat pesisir adalah sebagai berikut:

1. Nekayan penangkap ikan dan hewan-hewan laut lainnya.

2. Petani ikan (budidaya air payau atau tembah dan budidaya laut).

3. Pemilik atau pekerja perhubungan laut.

4. Pemilik atau pekerja industri.

5. Pemilik atau pekerja pertambahan dan energi.

6. Pemilik atau pekerja industri maritim (galang kapal, coastal and ocean engineering).

E. Kerangka Fikir

Kerangka fikir diguanakan sebagai dasar atau landasan dalam pengembangan berbagai konsep dari teori yang digunakan dalam penelitian serta hubungan dengan perumusan masalah. Kerangka fikir juga dibuat untuk

(40)

mempermudah proses penelitian karena mencakup tujuan dari penelitian itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat pesisir yang ada di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar, ingin mengetahui faktor pendukung dan penghambat pemerdayaan masyarakat pesisir yang ada di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar.

Bagan Kerangka Fikir

(Gambar 2.1 Bagan Kerangka Fikir)

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Desa Ujung Baji Kecamatan Sanrobone

Kabupaten Takalar

Faktor Pendukung

 Potensi alam yang memadai

 Bantuan

bimbingan dan pelatihan

Implementasi Kebijakan Menurut Edward (Djiwandono, 2017)

Komunikasi

Sumberdaya

Disposisi

Struktur Organisasi Faktor Penghambat

 Fasilitas yang belum cukup memadai.

 Kurangnya Anggaran/Dana

Meningkatkannya Kesejahteraan Kehidupan Masyarakat Pesisir di Desa

Ujung Baji Kabupaten Takalar

(41)

F. Fokus Penelitian

Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data sehingga terjadi biasa terhadap data yang diambil untuk menyamakan pemahaman dan cara pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan memberikan penjelasan mengenai maksdu dan fokus penelitian terhadap penulisan karya ilmiah. Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka konsep. Adanya variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui impelemntasi pemeberdayaan masyarakat pesisir di Desa Ujung Baji kecamatan Sanrobone Kabupaten Takalar.

G. Deskripsi Fokus penelitian

1. komunikasi merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan.

Ada 3 indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut diatas, yaitu:

a. transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat mengahsilkan suatu implementasi yang baik. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini adanya salah pengertian, hal tersebut telah melalui bebebrapa tingkat birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistribusi ditengah jalan.

b. Kejelasan informasi, komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi kebijakan,

(42)

pada tataran tertentu para pelaksan membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi tataran yang lain makan hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Kosnsistensi; perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Karena itu jika perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah maka dapat menimbulkan bagi pelaksana lapangan.

2. Sumber daya merupakan faktor pelaksanaan program agarefektif, dimana tanpa sumberdaya maka suatu program atau kebijakan hanya sekedar kertas dokumen. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

a. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam impelementasi kebijakan salah satunya disebandingkan oleh staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompoten dibidangnya.

b. Wewenang pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.

c. Fasulitas; faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor muntkin memiliki staf yang mencukupi tetapi yang harus dilakukan tanpa adanya fasilitas pendukung maka implemetasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

(43)

3. Disposisi; sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor ketiga dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksana suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sehingga dalam praktiknya tidak terjadi biasa. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada variabel disposisi ini adalah:

a. Pengangkatan birokrasi, disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh para pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijkan yang telah ditetapkan lebih khusus lagi pada kepentingan warga.

b. Insentif; salah satu tehnik yang disarakan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif.

Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik.

4. Struktur Birokrasi/Organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek

(44)

dari struktur organisasi adalah Standard Operation Produre (SOP) dan figmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang menjadikan aktivitas organisasi yang tidak fleksibel.

(45)

32 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA D. Konsep Implementasi

Menurut Van Metter Horn dalam (purwanto, 2012) mendefinisikan implementasi yang lebih baik spesifik, adalah “those action by public ir private individuals (or group) that are directed at tha achievement off objective set founth in prior policy decisions”, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu- individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan agar tetap terlaksananya tujuan-tujuan yang sudah digariskan ke dalam sebuah keputusan kebijakan.

Berikut ini ada beberapa macam model implementasi kebijakan (dalam Mustari, 2015) yaitu:

 Model Implementasi Kebijakan Geogre C. Edward III

Model implementasi kebijakan ini memakai pendekatan top down, dalam menganalisis implementasi kebijakan, model implementasi kebijakan Geogre C. Edward III berfokus pada empat variable yang dianggap meyakinkan sebuah proses impelentasi kebijakan adalah sebagai berikut:

5. Komunikasi (Communication) 6. Sumber Daya (Resources) 7. Disposisi (Disposition)

8. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

(46)

Menurut Agustino, 2016, implementasi adalah suatu proses yang dinamis, dimana kebijakan melaksanakan suatu kegiatan atau aktivitas sehingga pada akhirnya akan memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari kebijakan itu sendiri.

Menurut Mulyadi, 2015, Implementasi mengacu pada tindakan unntuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Impelementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan. Dalam tataran praktis, impelemtasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersbut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

7. Tahap pengesahan peraturan perundangan.

8. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana.

9. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan.

10. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak.

11. Dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana.

12. Upaya memperbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan impelementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni:

4. Penyiapan sumber daya, unit dan metode.

5. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan.

(47)

6. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

Gindlen (Mulyadi, 2015), Menyatakan implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.

Menurut Widodo, implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa: “Implemenrasi as to carry out, acoumplish, fulfill, produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilakn, melengkapi. Jadi secara etismologi implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktifitas yang bertalian dangan menyelesaikan suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat0 untuk memperoleh hasil (Syahida, 2014).

Kemudian Gun dan Hoogwood (Tahir, 2014) mengemukakan bahwa implementasi merupakan suatu yang sangat esensial dari tehnik atau masalah manajeril.

Kapioru (2014) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

5. Kondisi lingkungan (enironmental conditions).

6. Hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship).

7. Sumberdaya (resources).

8. Karakter institusi implementor (characteristicimplementing agencies).

Pada dasarnya impementasi menurut Syaukani dkk (Pratama, 2015) merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik dalam sebuah negara.

(48)

Biasanya impelementasi dilaksankan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang.

Laster dan stewart (Kusumanegara,2010), menjelaskan bahwa implementasi adalah suatu tahap yang dilakukan setelah aturan hukum diterapkan pada proses politik.

Menurut Agustino, 2008, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis pelaksanaan kebujakan melakukan suatu aktifitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Ripley dan Franklin, bahwa implementasi adalah sesuatu yang terjadi setelah undang-undang diterapkan yang memberikan otoritas kebijakan, atau sejenis keluaran yang nyata. Grindle,juga memberikan pendapat mengenai implementasi dengan mengatakan bahwa implementasi adalah membentuk suatu kaita (linkage) yang memudahkan tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah (Winarno, 2014).

Model yang dikemukakan Edward III dalam (Djiwandono, 2017) implementasi atau pelaksanaan kebijakan di pengaruhi oleh 4 variabel, yaitu:

1. Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau impelementasi suatu program/kebijakan komunikasi menyangkut proses penyampaian informasi yang disampaikan.

Pengetahuan atas apa yang mereka kerjakan dapat berjalan dengan baik, sehingga

(49)

setiap keputusan kebijakan dan peraturan. Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, yakni:

d) Transmisi yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi atau pelaksanaan yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi pelaksanaan tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistribusi ditengah jalan.

e) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan.

Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi pelaksanaan kebijakan atau program, dimana pada tataran tertentu para pelakasana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan program, tetapi tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

f) Konsistensi informasi yang disampaikan yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatau haruslah jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana lapangan.

2. Sumberdaya

Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi pelaksanaan atau impelemtor kekurangan sumberdaya untuk

(50)

melaksanankan kebijakan, maka implementor tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya adalah faktor penting untuk pelaksanaan program agar efektif, dimana tanpa sumberdaya maka program atau kebijakan hanya sekedar kertas dokumen. Edward III (agustino,2012), menyatakan bahwa hal ini meliputi empat komponen, yaitu:

e) Staf, sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebandingkan dengan oleh staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompoten dibidangnya.

f) Informasi dalam impelemtasi kebijakn, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

g) Wewenang pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi bara pelaksana dalam melaksanankan kebijakan yang ditetapkan secara politik.

h) Fasilitas merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.

Impelementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa

(51)

yang harus dilakukannya dan tanpa adanya fasilitas pendukung maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi atau attitudes

Disposisi adalah sikap dan komitmen aparat pelaksana terhadap program.

Khususnya dari mereka yang menjadi pelaksana atau implementor dari program. Dalam hal ini terutama adalah aparatur birokrasi. Apabila implementor memiliki diposisi yang baik maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan atau program. Sedangkan apabila implementor atau pelaksana memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses impelemtasi atau pelaksanan program juga menjadi tidak efektif.

c. Pengangkatan birokrasi; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh para pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksanaan kebijakan haruslah orang- oarang yang memilik desikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan lebih khusus lagi pada kepentingan warga.

d. Insentif; salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif.

Oleh karena itu, pada umumnya bertindak menurut kepentingan mereka sendiri maka memanipulasi intensif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan

(52)

cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan manjasi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan akan menjadi faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik.

4. Struktur Organisasi atau Birokrasi

Bertugas mengimpelemntasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah standard operation produre (SOP) dan figmentasi. Struktur organisasi yang selalu penjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang menjadikan aktivitas yang tidak fleksibel.

Waluyo dalam ((Haines et al et al., 2019) menyatakan bahwa implementasi merupakan pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekitif yang penting atau badan peradilan lainnya. Maka dari itu, implementasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh individu/kelompok publik maupun swasta, yang dalam pelaksanaanya mempunyai pedoman untuk bertindak berupa undanh-undang ataupun keputusan-keputusan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang sebelumnya telah diterapkan.

E. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan merupakan suatu proses untuk menjadikan orang menjadi lebih terbedaya atau lebih berkemampuan untuk menyelesaikan masalahnya

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Implementasi kebijakan program bedah rumah (Studi Penelitian tentang bedah rumah oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Kedawung Kecamatan Kuripan

“Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Melalui Budidaya Rumput Laut &Pengolahan Hasil Tambak di Desa Pulokerto Kecamatan Kraton” merupakan serangkaian program kegiatan

IMAM AL FAQIH, 2015, Implementasi Bantuan Langsung Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) - Mandiri) Di Desa Sapeken, Kecamatan

Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) di Desa Pulau Sapi Kecamatan Mentarang Induk Kabupaten Malinau pada kegiatan yang mencakup

Fajri, 2021, Implementasi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengurangan Risiko Bencana di Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang Hasil yang ingin didapatkan dari

Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk penerapan IPTEKS dengan judul Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dalam melestarikan Mangrove Di Desa Jayakarsa Kecamatan Likupang