BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar,
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja secara terus
menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2001). Secara eksplisit, definisi
tersebut mengasumsikan kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi
manusianya. Pola interaksi sumberdaya manusia dalam organisasi harus
diseimbangkan dan dikembangkan agar organisasi dapat tetap eksis.
Salah satu keberhasilan dalam mengembangkan managemen organisasi
adalah dengan adanya pemberdayaan sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia
merupakan salah satu aset yang tidak ternilai harganya dalam sebuah organisasi.
Sumberdaya manusia yang kompeten akan memberikan kontribusi yang besar
kepada organisasi. Organisasi akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawannya demi tercapainya target perusahaan.
Menurut Maklassa (2012), kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara ASEAN lain terutama negara-negara Eropa. Berdasarkan data UNESCO pada education for all global monitoring report 2011, Indonesia menduduki peringkat ke 69 dari 127 negara. Index ini menurun dibandingkan dengan tahun 2011 yang menempatkan Indonesia di posisi 65. Peringkat EDI Indonesia lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam, di posisi 34 dan Malaysia, di posisi 65 (Subiyanto, 2012). Pada hukum Indonesia No.4 tahun 2005 tentang guru dan pengajar menyebutkan bahwa guru dan pengajar memiliki fungsi, peran dan posisi strategis dalam pengembangan pendidikan nasional. Hal ini dapat berarti bahwa kualitas pendidikan di Indonesia tergantung pada peran guru.
Peranan guru sangat penting dalam mentransformasikan input pendidikan, sehingga dapat dipastikan bahwa di sekolah tidak akan ada perubahan atau peningkatan kualitas tanpa adanya perubahan dan peningkatan kualitas guru. Hal ini berarti, pendidikan yang baik dan unggul tetap akan bergantung pada kondisi mutu guru. UNESCO menyatakan bahwa memperbaiki mutu pendidikan pertama-tama tergantung pada perbaikan perekrutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi para guru; mereka membutuhkan pengetahuan dan keterampilan, karakter personal, prospek professional, dan motivasi yang tepat jika ingin memenuhi harapan stakeholder.
Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan
atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat mereka menyesuaikan diri
dengan masalah-masalah eksternal dan integrasi internal yang telah bekerja cukup
baik serta dianggap berharga, dan karena itu diajarkan pada anggota baru sebagai
cara yang benar untuk menyadari, berpikir, dan merasakan hubungan dengan
masalah tersebut (Luthans, 2005). Dengan adanya budaya organisasi, guru-guru
memiliki petunjuk dalam melaksanakan perannya dalam organisasi sekolah yang mengarah pada kemajuan organisasi tersebut.
Standar yang ditentukan dan dikembangkan oleh organisasi akan menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya yang berkembang secara kuat mampu memacu organisasi ke arah perkembangan yang lebih baik. Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih efektif akan memberikan sumbangan pada peningkatan kinerja guru.
Peningkatan kinerja guru juga membutuhkan pengelolaan dan pengendalian pada berbagai subsistem dalam organisasi agar tetap konsisten dengan target yang ingin dicapai organisasi. Karena itu dibutuhkan seorang pemimpin karena pemimpin merupakan bagian penting dalam peningkatan kinerja para pekerja. Di samping itu kemampuan pemimpin dalam menggerakan dan memberdayakan karyawannya akan berpengaruh pada kinerja karyawan. Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam membangun organisasi menuju high performance (Sokro, 2012).
Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai
dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Pentingnya faktor motivasi sebagai
pendorong perilaku perlu diperhatikan. Motivasi mempunyai andil sebagai penetu
kinerja. Herzberg dalam Buchari (1990) menyatakan ada dua faktor yang
mempengaruhi motivasi kerja, yakni faktor intrinsik dan faktor ekstrensik. Faktor
intrinsik, seperti : prestasi, pengakuan diri, kerja itu sendiri dan tanggung jawab,
serta kemajuan dan pertumbuhan, sedangkan faktor ekstrinsik, seperti kebijakan
dari pimpinan perusahaan, penyeliaan, hubungan antar pribadi dan kondisi kerja
serta gaji yang sesuai dan lain lain.
Wonogiri memiliki 20 Sekolah Menengah Atas, terdiri dari 12 sekolah
negeri dan 8 sekolah swasta. Sekolah Menengah Atas di Wonogiri pada
umumnya saat ini berusaha untuk meningkatan kinerja guru dalam mengelola
kegiatan pembelajaran agar dapat berhasil dengan maksimal. Total ada 743 guru
SMA baik swasta maupun negeri. Hasil pembelajaran di sekolah atas menjadi
tolak ukur pula dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Karena itu kinerja dari
guru perlu diperhatikan dan diperlukan adanya informasi yang aktual tentang
kondisi kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran di lembaga
tersebut. Aspek-aspek yang berkaitan dengan kepemimpinan, budaya organisasi
yang belum mantap, dan peningkatan motivasi menjadi sebuah agenda yang perlu
segera ditangani. Dari apa yang telah dikemukakan, penulis melakukan penelitian
mengenai bagaimana faktor gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi
guru mempengaruhi kinerja organisasi. Penelitian ini mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Sokro (2012) yang menunjukkan adanya hubungan
perusahaan multinasional di Ghana. Dan penelitian dari Mulyanto dan Arif
Yunanato (2014) yang menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan pada
gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen organisasi terhadap motivasi
dan kinerja pegawai BKD Klaten. Dari kedua penelitian tersebut membuat
penulis tertarik untuk menguji Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi pada Kinerja Guru dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening di
SMA Wonogiri.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, hal-hal yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan pada motivasi guru?
2. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh signifikan pada motivasi guru?
3. Apakah Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan pada kinerja guru?
4. Apakah Budaya Organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja guru?
5. Apakah Motivasi Kerja berpengaruh signifikan pada kinerja guru?
6. Apakah Motivasi Kerja berperan sebagai variabel intervening antara gaya
kepemimpinan dan kinerja guru?
7. Apakah Motivasi Kerja berperan sebagai variabel intervening antara
Budaya Organisasi dan Kinerja guru?
C. Tujuan Penelitian
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memberikan bukti empiris gaya kepemimpinan
berpengaruh pada motivasi guru.
2. Mengetahui dan memberikan bukti empiris budaya organisasi
berpengaruh pada motivasi guru.
3. Mengetahui dan memberikan bukti empiris gaya kepemimpinan
berpengaruh pada kinerja guru.
4. Mengetahui dan memberikan bukti empiris budaya Organisasi
berpengaruh pada kinerja guru.
5. Mengetahui dan memberikan bukti empiris motivasi berpengaruh pada
kinerja guru.
6. Mengetahui dan memberikan bukti empiri motivasi berperan sebagai
variabel intervening antara Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Guru.
7. Mengetahui dan memberikan bukti empiri motivasi berperan sebagai
variabel intervening antara budaya organisasi dan Kinerja Guru.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat yaitu :
1. Bagi instansi, diharapkan sebagai masukan dalam usaha menanamkan sadar
budaya pada guru, meningkatkan kualitas pemimpin dan meningkatkan
motivasi kerja untuk meningkatkan kinerja guru.
2. Bagi akademisi, sebagai bahan acuan bagi pihak yang berkepentingan
3. Bagi peneliti yang akan datang diharapkan dapat dijadikan referensi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya manajemen number daya