• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMANENAN ROTAN DI WILAYAH KPH GULARAYA DESA LELEKAA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TEKNIK PEMANENAN ROTAN DI WILAYAH KPH GULARAYA DESA LELEKAA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMANENAN ROTAN DI WILAYAH KPH GULARAYA DESA LELEKAA

(Rattan Harvesting Techniques In The Kph Gularaya Area, Lelekaa Village)

Niken Pujirahayu*, Zakiah Uslinawaty, Abigael Kabe’, Nurhayati Hadjar, Ifan Muhammad Tamsis

Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo Jalan Mayjend. S. Parman Kemaraya, Kendari, Indonesia

* korespondensi: nikenpujirahayu@uho.ac.id

Received: 22 November 2022; Accepted: 24 Desember 2022; Published: 30 Desember 2022

Abstract: South Konawe Regency is one of the rattan-producing areas in Southeast Sulawesi, Indonesia.

The rattan commonly used by the community in this area comes from the forest in Lelekaa Village, KPH Gularaya. This study aimed to determine the type of rattan harvested by the people of Lelekaa Village and to find out how to harvest rattan by type. This research was conducted in Lelekaa Village, Wolasi District, South Konawe Regency, June-July 2022. Respondents to be interviewed were determined by purposive sampling and the criteria for respondents were the people of Lelekaa Village who work as rattan harvesters totaling 10 people. The results showed that the people of Lelekaa Village harvested 9 (nine) species of rattan.

Three species of rattan (Calamus zollingeri, C. ornatus, and C. inops) are sold directly to collectors and six other types are used as handicrafts. The stages of rattan harvesting techniques in Lelekaa Village include cleaning the rattan area, felling, pulling, cutting parts of rattan to a size of 2-6 meters, skidding, and bringing the rattan to the collection point (TPN).

Keywords: Harvesting Techniques, Rattan, Calamus ornatus, Lelekaa Village, KPH Gularaya.

1. Pendahuluan

Hasil hutan bukan kayu merupakan salah satu sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan memberikan manfaat yang begitu besar bagi masyarakat sekitar kawasan hutan.

Rotan merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang mempunyai nilai komersil yang cukup tinggi. Rotan pada umumnya tumbuh secara alami dan tersebar mulai daerah pantai hingga pegunungan, pada elevasi 0-2900 mdpl (Hidayat et al., 2017).

Rotan merupakan hasil hutan bukan kayu berupa palem memanjat dan berduri pada setiap ruasnya yang terdapat di daerah tropis dan subropis yang memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Tumbuhan ini merupakan sumber bahan baku untuk industri mebel rotan. Komoditas rotan memiliki peluang pasar yang sangat baik ini dikarenakan permintaan stok pasar yang tersedia, namun dilain sisi kualitas rotan perlu diperhatikan agar memiliki nilai jual yang baik. Proses pemanenan awal rotan memegang peranan penting dalam memberikan hasil

(2)

yang maksimal agar rotan yang dipanen memenuhi standar pasar (Kalima dan Prameswari, 2017).

Keteknikan dan pemanenan hasil hutan memegang peranan penting dalam pengusahaan hasil hutan bukan kayu maupun hasil hutan kayu. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa hasil hutan bukan kayu dalam teknik pemanenannya harus mengedepankan aspek kelestarian guna keberlangsungan pertumbuhan anakan tanaman baru (Anca, 2010). Dalam proses memanen rotan secara lestari dilakukan dengan beberapa cara yaitu, 1. memotong batang rotan dengan jarak 1 – 1,5 m dari pangkal tumbuh agar tidak terjadi pembusukan pangkal. 2. Batang rotan yang dipilih adalah batang rotan yang tua, ditandai paling kurang 75% dari panjang batang pelepahnya sudah kering dan mengelupas. 3. Ujung batang rotan dicari arahnya ke arah pohon penunjang. 4.

Pemotongan ujung dilakukan dengan memanjat atau menggunakan sabit yang tajam (Matius, 2016).

Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu daerah yang berada di Sulawesi Tenggara sebagai salah satu daerah penghasil rotan. Rotan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat di daerah ini bersumber dari hutan yang berada di Desa Lelekaa. Rotan saat ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Desa Lelekaa dengan sebutan “owue”. Meskipun tanaman ini cukup dikenal masyarakat dan merupakan tanaman serba guna serta dapat menambah pendapatan masyarakat, namun sampai saat ini, data dan informasi terkait teknik pemanenan rotan untuk masyarakat Desa Lelekaa belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian jenis-jenis rotan yang dipanen oleh masyarakat dan teknik pemanenan rotan di Desa Lelekaa yang masuk dalam kawasan KPH (Kesatuan Pengelola Hutan) Gularaya.

2. Metode dan Analisis

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Desa Lelekaa Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan pada bulan Juni- Juli 2022. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan rotan di Desa Lelekaa KPH Gularaya, Peta Lokasi Penelitian dan Kuesioner. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat tulis, GPS (Global Positioning System) dan parang.

Penentuan responden yang akan diwawancarai ditentukan secara purposive sampling yaitu pemilihan sekelompok subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan tujuan penelitian dan kreteria responden adalah masyarakat Desa Lelekaa yang berkerja sebagai pemanen rotan yang berjumlah 10 orang.

(3)

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis-jenis tumbuhan rotan yang biasa di panen petani rotan dan teknik pemanenan rotan di Desa Lelekaa.

Data dianalisis secara deskriptif pada proses pemanenan rotan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan alam yang didasarkan pada data hasil pengamatan di lapangan dan wawancara terhadap responden.

3. Hasil Dan Pembahasan Jenis Rotan

Hasil pengamatan dan observasi lapangan menunjukkan terdapat 9 (sembilan) jenis rotan di Desa Lelekaa yaitu jenis rotan batang, rotan tohiti, rotan lambang, rotan noko, rotan umbul, rotan cacing, rotan kabe, rotan jermasing dan rotan cabang (Tabel 1). Kesembilan jenis rotan tersebut memiliki manfaat produk yang berbeda-beda. Ada jenis rotan yang langsung dijual oleh para pemanen dan ada jenis rotan yang diolah menjadi kerajinan tangan oleh para petani rotan.

Tabel 1. Jenis rotan Desa Lelekaa

No Jenis Rotan Habitus

Ukuran Batang Keliling Panjang

Ruas 1 Rotan Batang (Calamus zolingeri Becc.) Rumpun 2-10 cm 20-40 cm

2 Rotan Tohiti (Calamus inops Becc.) Tunggal 2-10 cm 20-40

cm 3 Rotan Lambang (Calamus ornatus Blume) Rumpun 2-10 cm 20-40

cm 4 Rotan Noko (Calamus koordersianus Becc) Rumpun 2-10 cm 20-40

cm 5 Rotan Umbul (Calamus symphysipus Becc), Tunggal 2-10cm 20-40

cm 6 Rotan Cacing (Calamus melanoloma Mart) Rumpun 1-4 cm 20-35

cm

7 Rotan Kabe Rumpun 1-4 cm 15-35

cm

8 Rotan Jermasing (Calamus leicaulius) Rumpun 1-4 cm 15-35

cm 9 Rotan Cabang ( Korthalsia laciniosa Griffith ex Martius) Rumpun 1-5 cm 20-35

cm

Jenis rotan di Desa Lelekaa yang dijual kepengepul rotan ada tiga jenis yaitu rotan batang, rotan tohiti dan rotan lambang (Gambar 1). Tiga jenis rotan ini memang khusus dicari oleh para pemanen rotan dengan tujuan untuk dijual langsung kepengumpul rotan yang berada di Desa Konda. Proses pengambilan rotan membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu kurang lebih 1-2 minggu

(4)

pencarian sekaligus pengumpulan rotan. Rotan yang telah terkumpul dalam waktu satu bulan dilakukan 2 kali penjualan dalam skala ton.

Gambar 1. Jenis rotan dari Desa Lelekaa yang langsung dijual kepengepul rotan (a. Rotan Batang, b) Rotan Tohiti, c) Rotan Lambang

Berdasarkan sifat fisik dan kimia rotan, ketiga jenis rotan tersebut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan jenis rotan lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan Hadjar et al (2017) menunjukkan bahwa rotan tohiti yang berasal dari wilayah yang sama (Wolasi, Konawe Selatan) memiliki kualitas kelas II berdasarkan SNI 2006, dengan KA kering udara rata-rata sebesar 11.18%

dan BJ 0.6. Hasil riset yang dilakukan oleh Tellu (2008) juga menyimpulkan bahwa rotan tohiti (Calamus inops Becc) merupakan jenis rotan terbaik karena memiliki selulosa dan lignin rendah sehingga relatif lebih tahan terhadap serangan rayap. Rotan tohiti memiliki nilai kerapatan tertinggi dengan nilai kerapatan93,33batang/ha kemudian diikuti oleh jenis rotan batang dengan nilai 66,67 batang/Ha. Berdasarkan pembagian kriteria kerapatan menurut nilai baku mutu lingkungan (Kepmen, KLH No. 02/ 1988) maka nilai kerapatan kedua jenis rotan tersebut tergolong pada kriteria kerapatan Sedang (Uslinawaty, et. al 2014).

Jenis rotan Desa Lelekaa yang dijadikan sebagai bahan kerajinan tangan (Tabel 2) yaitu rotan noko, rotan umbul, rotan cacing, rotan kabe, rotan jermasing dan rotan cabang. Enam jenis rotan tersebut dicari oleh para pemanen rotan dengan tujuan untuk dijadikan bahan kerajinan mebel rotan. Proses pengambilan rotan ini membutuhkan waktu lebih cepat 1 minggu, sekitar 3-4 kali masuk ke hutan untuk bisa dilakukan pemanenan.

Keenam jenis rotan tersebut menjadi bahan penting dalam membuat kerajinan tangan yang sering dibuat oleh para pengrajin rotan. Produk kerajinan yang dihasilkan berupa tempat tidur santai, pemukul kasur, tikar rotan, kursi rotan, meja rotan yang dibuat oleh para pemanen dan memilik harga jual yang cukup tinggi.

a b c

(5)

Tabel 2. Jenis rotan Desa Lelekaa yang dibuat kerajinan tangan

Gambar 2: a). Pemukul kasur (rotan jermasing, rotan cacing), b). Kursi (rotan batang, noko, umbul, cacing, cabang), c). Rak pakaian dan ranjang (rotan umbul,

cacing, kabe, cabang)

Masyarakat Desa Lelekaa yang berprofesi sebagai petani rotan termasuk dalam KTH Bersatu (Kelompok Tani Hutan). Mata pencarian lain yaitu petani sayuran, merica dan nilam. Namun sebagian besar hanya menggantungkan hidup dengan mencari rotan dan membuat kerajinan dari rotan saja. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan menunjukan bahwa jenis rotan yang terdapat di Desa Lelekaa sudah mulai berkurang jumlahnya di sekitaran pinggir hutan Desa Lelekaa karena intensitas pemanenan yang sering dilakukan sehingga jenis rotan tersebut hanya menyisakan anakan rotan saja. Jenis anakan rotan yang masih banyak ditemui yaitu anakan rotan batang, rotan lambang, rotan cacing, rotan kabe, rotan jermasing dan rotan cabang. Sedangkan anakan rotan tohiti, rotan noko dan umbul agak jarang terlihat di sekitaran hutan Desa Lelekaa namun masih banyak tumbuh dibagian dalam hutan.

No Jenis Rotan Pemanfaatan

1. Rotan Noko (Calamus koordersianus Becc)

Kerajinan (Kursi, Meja)

2. Rotan Umbul (Calamus symphysipus Becc)

Kerajinan (Kursi, Meja, rak pakaian, ranjang)

3. Rotan Cacing (Calamus melanoloma Mart)

Kerajinan (Kursi, Meja, Pemukul Kasur, rak pakaian, ranjang)

4. Rotan Kabe Kerajinan (Meja, rak pakaian,

ranjang)

5. Rotan Jermasing (Calamus leicaulius) Kerajinan (Kursi, Meja, Pemukul Kasur)

6. Rotan Cabang ( Korthalsia laciniosa Griffith ex Martius)

Kerajinan (Kursi, Meja, rak pakaian, ranjang)

a b c

(6)

Tahapan Pemanenan Rotan

Pemanenan rotan oleh petani rotan di Desa Lelekaa (Tabel 3) terdiri dari kegiatan persiapan sampai dengan proses pengangkutan rotan dari hutan.

Tabel 3. Tahapan pemanenan rotan di Desa Lelekaa

No Tahapan

Pemanenan

Uraian Kegiatan

1. Persiapan - Persiapan kelengkapan petani

- Perjalanan pemanen ke lokasi pemanenan - Pembuatan gubuk tinggal

2. Pencarian rotan - Pencarian rotan di lokasi pemanenan - Pembersihan area sekitar rotan

- Pemilihan rotan siap panen 3. Teknik pemanenan - Teknik penebangan rotan

- Teknik penarikan rotan

- Pelipatan dan pembagian rotan

4. Pengangkutan - Pengangkutan ditempat pengumpulan (TPN) - Perendaman rotan di sungai

- Pengangkutan rotan di mobil pengangkut

a. Persiapan Kelengkapan Petani

Persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan petani rotan sebelum berangkat mencari dan memanen rotan di dalam hutan. Para petani rotan Desa Lelekaa terlebih dahulu menyiapkan peralatan dan perbekalan selama 1 minggu di lapangan. Peralatan yang disiapakan yaitu: parang, sepatu rotan, tali pengangkat rotan, alat masak, dan peralatan mandi. Parang merupakan alat yang paling sering digunakan untuk proses pemanenan rotan, pembersihan area sekitar rotan, pemotongan rotan, membersihkan duri rotan dengan cara menguliti dan memukul-mukul kepala parang ke batang rotan yang telah ditebang agar dapat dikuliti dengan mudah, serta membagi dan memotong ukuran rotan sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

Sedangkan perbekalan yang dibawa oleh petani berupa beras yang dibawa kurang lebih 4-5 liter perorang dan lauk-pauk (mie instant, ikan asin) serta obat-obatan pribadi. Menurut Iqramullah (2018), sistem pemungutan rotan yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Taripa Kecamatan Sindue Kabupatan Donggala adalah meliputi perancanaan dan persiapan (waktu pelaksanaan, persiapan peralatan, persiapan perbekalan), proses pemungutan (pembersihan lokasi pemungutan, membersihkan bagian pangkal batang rotan, menebang atau memotong pangkal batang rotan, menarik batang rotan, pembersihan pelepah

(7)

duri rotan, pemotongan dan pengukuran batang rotan, pelurusan, pengikatan, pengangkutan, perendaman di TPN, dan pemasaran).

b. Perjalanan Para Petani Rotan Menuju Tempat Pemanen Rotan

Perjalan ke lokasi pemanenan rotan khusus para pemanen rotan di Desa Lelekaa membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 1 jam perjalanan dari kampung. Selanjutnya berjalan kaki untuk masuk ke dalam hutan untuk mencari rotan kurang lebih 1-2 jam baru bisa mulai menemukan banyaknya rotan dewasa. Untuk jarak dari rumah gubuk ke lokasi pemanen rotan kurang lebih sekitar 5 km.

Sedangkan untuk kelompok lainnya biasanya menempuh jarak kurang lebih 10 km dari kampung. Perjalanan membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 2-3 jam perjalanan dari kampung ke lokasi pemanenan rotan.

c. Pembuatan Gubuk Tinggal

Para perotan masuk ke dalam hutan secara berkelompok. Pembuatan rumah/gubuk tinggal sementara dilakukan oleh para perotan sebagai tempat peristirahatan sekaligus tempat menyimpan perbekalan. Gubuk tinggal dibuat dari terpal dapat juga menggunakan daun sagu jikalau ada disekitar lokasi.

Khusus untuk KTH Bersatu yang beranggotakan 5 orang anggota tidak lagi membuat rumah gubuk tinggal sementara ketika masuk ked alam hutan di Desa Lelekaa karena sebelumnya telah ada rumah jaga yang dibuat oleh KPH Gularaya untuk pos pemantauan hutan yang beratapkan seng dan berdindingkan kayu.

d. Pencarian Rotan di Lokasi Pemanenan.

Dalam kegiatan pencarian rotan di hutan, sebelumnya ada aturan-aturan yang harus diketahui oleh pemanen rotan seperti :

(1) Kegiatan pemanenan rotan dilakukan bersama-sama/berkelompok,

(2) Apabila lokasi rotan yang ditemukan sudah ditemukan oleh pemanen lain, hendaknya mencari lokasi rotan yang lain,

(3) Pemanenan rotan dilakukan secara tebang pilih yaitu rotan yang sudah masak tebang saja yang dipungut.

Para pemanen rotan di desa Lelekaa sudah mengetahui lokasi-lokasi tumbuh rotan secara turun temurun. Untuk lokasi di luar wilayah Desa, dapat diketahui dengan melihat dari kejauhan seperti dari daun yang tampak berbeda, ujung batang rotan yang bergantungan di pepohonan menyerupai mata kail, dan batang rotan yang melilit pada batang pohon. Sesuai dengan hasil pengamatan, tempat-tempat tumbuh rotan yang ada di dalam hutan Desa Lelekaa sesuai dengan yang dikemukakan Kunut et al., (2014), rotan pada umumnya tumbuh secara alami, menyebar mulai daerah pantai hingga pegunungan, pada elevasi 0- 2900 mdpl. Secara ekologis rotan tumbuh dengan subur diberbagai tempat, baik

(8)

dataran rendah maupun agak tinggi, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai.

e. Pemilihan Rotan Siap Panen

Pemilihan jenis rotan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para pemanen rotan untuk mengambil jenis rotan yang nantinya akan dijual kepada para pengepul rotan. Para petani rotan Desa Lelekaan hanya mengambil rotan dewasa dari tiga jenis rotan yang diterima dipengepul rotan, dan hanya mengambil rotan yang siap untuk dipanen. Para pemanen hanya diperbolehkan mengambil rotan yang sudah tua dan siap panen. Untuk anakan rotan tidak ikut dalam pemanenan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan diketahui bahwa ciri-ciri rotan sudah siap panen adalah apabila daunnya kering, kulit luar rotan sudah berwarna kekuningkuningan, dan minimal panjang rotan mencapai > 17 meter, serta kulit luar rotan sudah kering. Ciri-ciri yang disebutkan para pemanen sesuai dengan (Iswara, 2008 dalam Risna, 2019), rotan siap panen memiliki beberapa ciri-ciri khusus yaitu batangnya berwarna kuning, daunnya sudah gugur, durinya berwarna hitam atau kuning kehitaman dan batangnya sudah tidak dibalut pelepah.

f. Pembersihan Rotan

Pembersihan area rotan merupakan suatu kegiatan yang biasa dilakukan oleh para petani rotan di Desa Lelekaa untuk membersihkan rotan dari penghalang pada saat pemanenan. Berdasarkan hasil wawancara bersama para pemanen rotan terkadang para petani membersihkan area rotan yang akan dilakukan penebangan jika dilokasi rotan tersebut terdapat penghalang. Untuk jarak yang biasa mereka bersihkan kurang lebih 50 cm sampai dengan 1 meter dari rotan tersebut. Kegiatan ini sesuai dengan proses yang disebutkan Handayani (2019), bahwa tahap pembersihan rotan yaitu meliputi tahap dimana rumpun sekitaran rotan dibersihkan dan batang rotan dibersihkan dari pelepah, kemudian dibersihkan dari kulit luar dengan cara diraut. Setelah kulit rotan diraut, baru kemudian dibelah menggunakan pisau raut.

g. Teknik Pemanenan/Penebangan

Kegiatan pemanenan berfungsi untuk mencari rotan yang sudah masak tebang. Kegiatan ini diawali sejak para pemanen berpencar dari tempat dimana para pemanen membuat tempat rumah persinggahan di dalam hutanan. Para pemanen rotan berjumlah kurang lebih 6 orang berkumpul mencari rotan yang jaraknya sekitar 3 - 4 km dari tempat tinggal pencari rotan. Pada masa pencarian rotan, para pemanen berusaha mencari dan memanen rotan seharian, yaitu mulai jam 07.00-16.00 (sampai mereka menemukan kurang lebih 1-2 ikat rotan yang dalam satu ikatannya berjumlah 40-90 batang rotan.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara lapangan yang dilakukan kepada pemanen rotan di Desa Lelekaa Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan

(9)

diketahui bahwa tidak ada perbedaan perlakuan antara cara penebangan disetiap jenis rotan yang ada. Perotan hanya memerlukan peralatan berupa parang yang digunakan untuk memotong rotan dari batangnya. Pemotongan rotan diawali dengan pembersihan areal sekitar rotan baik rotan berumpun maupun rotan tunggal. Pemotongan rotan adalah sebuah teknik atau cara yang biasa dilakukan oleh para pemanen rotan dengan cara mengayunkan parang ke arah batang rotan yang telah dibersihkan batangnya.

Pemotongan rotan biasa berjarak kurang lebih 50 cm -1m di atas permukaan tanah dan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Matius (2016) yang menjelaskan bahwa dalam proses memanen rotan secara lestari dilakukan dengan beberapa cara antara lain, 1. memotong batang rotan dengan jarak 1 – 1,5 m dari pangkal tumbuh agar tidak terjadi pembusukan pangkal. 2. Batang rotan yang dipilih adalah batang rotan yang tua, ditandai paling kurang 75% dari panjang batang pelepahnya sudah kering dan mengelupas. 3. Ujung batang rotan dicari arahnya ke arah pohon penunjang. 4.

Pemotongan ujung dilakukan dengan memanjat atau menggunakan sabit yang tajam.

Para pemanen rotan di desa Lelekaa tidak menggunakan alat galah yang diberi pisau untuk mengait rotan yang ada diatas pohon melainkan para pemanen rotan memanjat batang rotan tersebut, tetapi jika batang rotan kecil maka batang rotan di tebang hingga jatuh ketanah. Tahapan pemanenan rotan di Desa Lelekaa meliputi pembersihan area rotan, penebangan, penarikan, pemotongan bagian rotan dengan ukuran minimal 2-6 meter, penyaradan dan membawa rotan ke tempat pengumpulan (TPN).

h. Teknik Penarikan Rotan

Teknik penarikan rotan merupakan suatu teknik yang biasa dilakukan oleh para pemanen rotan di Desa Lelekaa setelah melakukan penebangan rotan.

Penarikan dilakukan ketika rotan yang telah ditebang sebelumnya melilit dibatang pohon yang berada disekitarnya baik batang pohon dewasa maupun batang pohon yang ukurannya masih seukuran tiang. Kegiatan penarikan rotan membutuhkan teknik serta tenaga yang cukup besar karena dinilai kekuatan dari lilitan rotan yang sangat kuat ketika menggelantung diatas pohon.

Teknik penarikan yang biasa dilakukan oleh para pemanen rotan di Desa Lelekaa antara lain:

1. Rotan ditarik dengan satu tangan dan tangan lainnya memegang parang.

2. Mundur beberapa langkah kebelakang untuk mengambil kuda-kuda sebelum penarikan.

3. Membungkuk dan jongkok untuk menarik rotan dengan sekuat tenaga.

4. Memotong rotan dengan ukuran 4-6 m ketika dinilai rotan sudah tidak bisa ditarik lagi.

(10)

5. Memanjat atau memotong pohon tempat melilitnya rotan.

Kebiasaan pemanen rotan di Desa Lelekaa yaitu ketika para pemanen mendapatkan rotan dewasa yang menggelantung diatas pohon dewasa yang susah dijangkau dan tidak ada cara lain selain memanjat pohon maka para petani harus memanjat pohon dewasa tersebut. Namun jika dinilai sangat berbahaya terkadang para petani hanya menebang pohon tempat melilit rotan tersebut ketika dinilai batang pohonnya kecil, sehingga hal ini akan berdampak mengurangi kelestarian hutan.

i. Pelipatan dan Pembagian Rotan

Pelipatan dan pembagian rotan merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh para pemanen rotan, untuk melipat rotan yang sudah ditebang sebelumnya tujuannya agar lebih mudah saat pengangkutan dan penarikan rotan.

Selanjutnya pembagian rotan dilakukan bisa ditempat dimana rotan itu dipanen dan bisa juga ditempat rumah gubuk para pemanen rotan dengan ukuran rotan sekitar 2-6 m.

Gambar 3. (a) Pelipatan dan pembagian rotan, (b dan c) Pengangkutan dan pengumpulan rotan ke tempat pengumpulan (TPN)

j. Pengangkatan dan Pengumpulan Rotan di Tempat Pengumpulan (TPN)

Pengangkutan dan pengumpulan rotan ketempat pengumpulan (TPN) merupakan kegiatan pengangkatan rotan yang nantinya dibawa ke gubuk tempat para petani tinggal merupakan suatu kegiatan mengangkat rotan yang sebelumnya sudah dipanen dan diikat berdasarkan jenisnya kemudian dibawa kerumah singga dengan cara dipikul. Adapun alat yang digunakan untuk memikul rotan yaitu, bisa berupa tali yang di ambil dari hutan bisa juga berupa karung atau kain yang di gulung gulung untuk digunakan menarik dan mengangkat rotan.

k. Perendaman Rotan di Sungai

Perendaman rotan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para petani untuk menjaga rotan agar rotan tersebut tetap memiliki kadar air yang cukup dalam batangnya agar tidak terjadinya penyusutan pada batang rotan.

a b c

(11)

Berdasrkan hasil wawancara kepada para petani rotan mengatakan bahwa kegiatan perendaman rotan bisa dilakukan ketika di tempat pengangkutan rotan itu melewati sungai. Perendaman rotan minimal 1-2 hari setelah itu di angkut menuju gudang penjualan rotan. Namun ketika di tempat pemuatan rotan tidak terdapat air maka rotan yang dibawa petani disimpan di tempat yang teduh guna terhindar dari cahaya matahari secara langsung, kemudian diangkut menggunakan mobil truk.

l. Pemuatan Rotan di Mobil Pengangkut

Pemuatan rotan merupakan kegiatan akhir dari pemanenan rotan. Rotan yang telah siap dimuat dan dibawa kepengepul rotan biasanya berada di pinggir sungai ataukah berada disekitar jalan tempat masuknya mobil penganggkut rotan. Rotan hasil panen mulanya dimasukan ke dalam truk, disusun rapih sesuai dengan ukuran panjangnya setelah itu maka rotan diangkut ke tempat pengepul rotan untuk selanjutnya dilakukan penimbangan berat rotan.

4. Kesimpulan

Terdapat 9 (Sembilan) jenis rotan di Desa Lelekaa Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan. Tiga (3) diantaranya yaitu rotan batang, rotan tohiti, rotan lambang langsung dijual kepengepul rotan sedangkan enam (6) jenis lainnya yaitu jenis rotan jermasing, rotan noko, rotan ummbul, rotan cacing, rotan kabe, rotan cacing di manfaatkan oleh masyarakat untuk bahan kerajinan tangan. Tahapan teknik pemanenan rotan di Desa Lelekaa meliputi pembersihan area rotan, penebangan, penarikan, pemotongan bagian rotan dengan ukuran minimal 2-6 meter, penyaradan, dan membawa rotan ke tempat pengumpulan (TPN).

Daftar Pustaka

Anca, A. 2010. Keteknikan dan pemanenan hasil hutan. Academia Accelerating the world's research.

Asra, R., D. Andryani., A. Adriadi., I. A. Fijridiyanto., J. R. Witono dan O.

Gailing. 2021. Etnobotani rotan jernang (Calamus spp.) pada masyarakat Sarolangun, Jambi. Buletin Kebun Raya. 24(2): 76‒84.

Hadjar, N., N. Pujirahayu dan Marniati. 2017. Sifat fisika rotan tohiti (Calamus inops becc.) di kawasan hutan lindung gunung papalia Desa Mata Wolasi Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe. Ecogreen. 3(2): 117 – 125.

Handayani, Y., G. Hardiansyah dan M. Idham. 2019. Studi pemanfaatan rotan oleh masyarakat Desa Landau Mentail Kecamatan Boyan Tanjung Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Hutan Lestari. 7 (2): 835 – 843.

Hidayat, T. N., D. Yoza., E. S. Budiani. 2017. Identifikasi jenis-jenis rotan pada kawasan arboretum Universitas Riau. Jom Faperta. 4(1).

(12)

Iqramullah., S. Aminah., Anwar dan Rafiudin. 2018. Studi sistem pemungutan rotan alam di desa taripa kecamatan sindue kabupaten donggala.

Universitas Muhammadiyah Palu

Kalima, T dan D. Prameswari. 2017. Karakterisasi jenis andalan setempat rotan di Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Bul Plasma Nutfah 23(2):119–126

Kunut, A. A., A. Sudhartono dan B. Toknok. 2014. Keanekaragaman jenis rotan (Calamus spp.) di kawasan hutan lindung wilayah Kecamatan Dampelas Sojol Kabupaten Donggala. Warta Rimba. 2(2).

Martono, D. 2012. Pengertian ekolabeling dan penerapannya pada industri rotan.

[artikel]. 1(1).

Matius, P. 2016. Belajar panen rotan lestari. NTFP Indonesia. [artikel].

[PERMEN] Peraturan Menteri Kehutanan. 2007.Tentang hasil hutan bukan kayu.

No 35/Menhut II.

Hadjar, N., N.Pujirahayu dan Marniati. 2017. Sifat Fisik Rotan Tohiti (Calamus inops Becc.) di Kawasan Hutan Lindung Gunung Papalia Desa Mata Wolasi Kecamatan Wolasi Kabupaten Konawe Selatan. Ecogreen 3(2):117-125.

Risna. 2019. Roduktivitas Pemanenan Rotan Pada Kawasan Hutan Lindung di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. [Skripsi].

Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

Tellu, A.T. 2008. Sifat Kimia Jenis-jenis Rotan yang Diperdagangkan di Propinsi Sulawesi Tengah. Biodiversitas. 9(2):108-111

Uslinawaty, Z., Rosmarlinasiah dan Asrun. 2014. Morfologi dan Tingkat Kelimpahan Jenis Rotan di Hutan Lindung Papalia Kabupaten Konawe Selatan. Biowallacea 1(2): 90-96.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa indikator yang memiliki persentase tertinggi faktor sikap terhadap perilaku pada mahasiswa adalah indikator ke-6, yaitu fleksibel.

terbatasnya sumber daya manusia pengelola PKBM , kurang berminatnya generasi muda pada bidang pertanian, lemahnya koordinasi dari Stakeholder, serta partisipasi

Dari hasil perhitungan analisa pengolahan data dengan model optimasi produksi keripik daun singkong menggunakan Linier programming melalui metode simpleks maka

Berdasarkan hasil pengolahan data yang ada, 100 responden yang terdiri dari mahasiswa laki-laki dan perempuan FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta menyatakan bahwa

Kalium diserap dalam bentuk K + (terutama pada tanaman muda).Kalium banyak terdapat pada sel-sel muda bagian tanaman yang mengandung protein, inti-inti sel

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 dikantor Akuntan Publik Riyanto dalam satu tahun pajak telah

Gagasan mengenai kesetaraan gender yang banyak diadopsi dari kaum feminis Barat tidak selamanya mencerminkan apa yang terjadi di berbagai daerah Indonesia, misalnya

Sistem otorisasi transaksi dan ativitas didalam suatu perusahaan harus dilakukan dengan semestinya sebagai alat bagi manajemen perusahaan untuk melakukan p e n g