ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
USULAN PENELITIAN
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Diajukan Oleh : Niki Digo G.S.M 0311015006/FE/EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
SKRIPSI
Diajukan Oleh : Niki Digo G.S.M 0311015006/FE/EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Diajukan Oleh : Niki Digo G.S.M 0311015006/FE/EP
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
USULAN PENELITIAN
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
Yang diajukan oleh
Niki Digo G.S.M 0311015006/FE/EP
Telah disetujui untuk diseminarkan oleh:
Dosen Pembimbing
Drs Ec Marseto DS, MSi Tanggal : ...
Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jawa Timur
USULAN PENELITIAN
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
Yang diajukan oleh
Niki Digo G.S.M 0311015006/FE/EP
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh :
Pembimbing Utama
Drs Ec. Marseto DS, MSi Tanggal : ………
Mengetahui Ketua Jurusan
SKRIPSI
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
Yang diajukan oleh
Niki Digo G.S.M 0311015006/FE/EP
Disetujui untuk Ujian Lisan oleh :
Pembimbing Utama
Drs Ec. Marseto DS, MSi Tanggal : ………
Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Assalamu’ alaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT, serta atas segala
rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Ekspor Ikan
Tuna Di Jawa Timur Ke Jepang”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana ekonomi pada
fakultas ekonomi, jurusan ilmu studi pembangunan, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran”Jawa Timur.
Dalam penelitian ini hingga selesainya skripsi, penulis telah banyak
bimbingan, bantuan, kesempatan setelah pengorbanan baik moril maupun materil
dan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati
menyatakan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Mayjend (Purn) Drs. H. Warsito SH, MM, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Arief Bachtiar, MSi, selaku ketua jurusan Sosial
Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs Ec. Marseto DS, MSi, selaku Dosen Pembimbing Utama yang
5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Bapak, Ibu dan keluarga yang selalu memberikan doa dan restunya kepada
penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam
penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan
saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi
ini memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, Juni 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTARKSI ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 6
2.2. Landasan Teori ... 11
2.2.1. Pengertian Perdagangan Internasional ... 11
2.2.1.1. Terjadinya Perdagangan Internasional ... 12
2.2.1.2. Teori Yang Mendasari Perdagangan Internasional 13
2.2.1.2.1.Kemanfaatan Absolut ... 14
2.2.1.2.2.Kemanfaatan Relatif ... 15
2.2.1.2.3.Biaya Relatif ... 15
2.2.1.2.4.Faktor Proporsi ... 16
2.2.1.2.5.Kesamaan Harga Faktor Produksi ... 17
2.2.1.2.6.Teori Permintaan Dan penawaran ... 17
2.2.2. Teori Permintaan Dan Penawaran ... 18
2.2.2.1. Teori Permintaan ... 18
2.2.2.2. Teori Penawaran ... 20
2.2.3. Pengertian Inflasi ... 21
2.2.3.1. Macam – Macam Inflasi ... 22
2.2.3.2. Teori Utama Inflasi ... 24
2.2.4. Kurs valuta Asing ... 25
2.2.4.1. Pengertian Kurs Valuta Asing ... 25
2.2.4.2. Pengertian Pasar Valuta Asing ... 26
2.2.4.3. Sistem Penetapan Kurs Valuta Asing ... 26
2.2.4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurs valuta Asing ... 28
2.2.4.5. Teori Purchasing Power Parity (PP) ... 33
2.2.5. Teori Produksi ... 34
2.2.5.1. Fungsi Produksi ... 35
2.2.5.2. Macam-Macam Teori Produksi ... 36
2.2.5.2.1.Teori Produksi Dengan Satu Faktor Perubahan ... 36
2.2.5.2.2.teori Produksi Dengan Dua Faktor perubahan ... 37
2.2.6. Teori GPD ... 38
2.2.7. Ekspor ... 44
2.2.7.1. Pengertian Ekspor ... 44
2.2.7.2. Tujuan Ekspor ... 44
2.2.7.3. Manfaat Ekspor ... 44
2.2.7.4. faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor ... 45
2.3. Kerangka Pikir ... 47
2.4. Hipotesis ... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 51
3.2. Teknik penentuan Sampel ... 52
3.3. teknik Pengumpulan Data ... 52
3.4. teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskrispi Obyek Penelitian ... 61
4.1.1. Keadaan Geografis ... 61
4.1.2. Keadaan Alam ... 62
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64
4.2.1. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna di Jawa Timur ke Jepang ... 64
4.2.2. Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat di Indonesia 66 4.2.3. Perkembangan Inflasi di Jepang ... 67
4.2.4. Perkembangan Gross Domestic Product di Jepang ... 68
4.2.5. Perkembangan Produksi ... 69
4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 70
4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan Asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estim) ... 70
4.3.2. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 72
4.3.3. Hasil Analisis Kebaikan Model Regresi Kurs Vallas Dollar Terhadap Rupiah, Harga Rata-Rata Ekspor Kedelai, dan Inflasi Terhadap Nilai Ekspor Kedelai Jawa Timur ke Hongkong ... 75
4.3.4. Uji Pengaruh Parsial ... 77
4.3.4.1. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Individu) ... 77
4.4. Pembahasan hasil penelitian ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 86
5.2. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva Permintaan ... 18
Gambar 2. Pergeseran Kurva Penawaran... 20
Gambar 3. Demand Inflation ... 22
Gambar 4. cost inflation ... 23
Gambar 5. Diagram perubahan keseimbangan Pasar valuta Asing ... 30
Gambar 6. Kurva Fungsi Produksi ... 37
Gambar 7. Paradigma Analisis beberapa faktor Yang Mempengaruhi Nilai Ekspor Ikan Tuna di Jawa Timur ke Jepang ... 49
Gambar 8. Daerah Ho Mulai Kurva Distribusi F ... 55
Gambar 9. Distributor Penerimaan Hipotesis secara Parsial ... 57
Gambar 10. Distribusi Daerah keputusan Autokorelasi ... 59
Gambar 11. Distribusi Daerah keputusan Autokorelasi ... 72
Gambar 12. Kurva Distribusi F ... 75
Gambar 13. Hasil Uji t ... 77
Gambar 14. Kurva Distribusi t Pengaruh X1 Terhadap Y ... 78
Gambar 15. Kurva Distribusi t Pengaruh X2 Terhadap Y ... 79
Gambar 16. Kurva Distribusi t Pengaruh X3 Terhadap Y ... 81
Gambar 17. Kurva Distribusi t Pengaruh X4 Terhadap Y ... 82
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Ikan Tuna (US $) di Jawa Timur ke
Jepang Periode Tahun 1992-2006 ... 65
Tabel 2. Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat (Rupiah) di
Indoensia Periode Tahun 1992-2006 ... 66
Tabel 3. Perkembangan Inflasi (%) di Jepang Periode Tahun 1992 -
2006 ... 67
Tabel 4. Perkembangan Gross Domestic product (Billions US $) di
jepang periode Tahun 1992-2006 ... 68
Tabel 5. Perkembangan Produksi (ton) di Jawa Timur periode Tahun
1992-2006 ... 69
Tabel 6. Uji Multikolinieritas ... 70
Tabel 7. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ... 71
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Kurs Dollar AS di Indoensia (X1), Inflasi
(X2), Rekapitulasi Data GPD di Jepang (X3), Perkembangan
produksi (Ton) di Jawa Timur (X4), dan Nilai Ekspor Ikan
Tuna Jawa Timur ke Jepang (Y) Tahun 1992-2006
Lampiran 2. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Asumsi Klasik
Lampiran 3. Model Summary, Anova dan Coefficients
Lampiran 4. Nonparametric Correlations
Lampiran 5. Tabel Uji F
Lampiran 6. Tabel uji t
ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI EKSPOR IKAN TUNA DI JAWA TIMUR
KE JEPANG
Niki Digo G.S.M
Abstraksi
Dalam pembangunan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan taraf hidup petani dan nelayan memperluas lapangan kerja, dan kesempatan usaha serta dan memperluas pasar baik dalam negeri maupun luar negeri melaluu ekspor non migas terutama dibidang perikanan merupakan komoditas penghasil devisa terpenting selain hasil perkebunan dan kehutanan. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa hasil perikanan merupakan mata dagang ekspor andalan disektor non migas volume dan nilai ekspor dari tahun ke tahun meningkat.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari badan pusat statistik Jawa Timur, Dinas Perikanan dan Dinas perindustrian dan perdagangan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda dengan menggunakan alat bantu komputer Statistik Program for Social Science (SPSS) versi 12 yang menunjukkan pengaruh signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Dari penelitian ini dapat disinpulkan bahwa variabel Kurs Valuta Asing, Inflasi Jepang, GPD Jepang, Produksi tidak terbukti kebenarannya semua, akan tetapi yang mempengaruhi hanya GPD Jepang dan Produksi dan produksi paling dominan terhadap nilai ekspor ikan tuna di Jawa Timur telah terbukti kebenarannya. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis dengan uji t untuk variabel diperoleh thitung sebesar 6,251 ≥ ttabel sebesar 2,228
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai Negara berkembang yang mempunyai potensi
sumber daya alam yang sangat melimpah. Sumber daya tersebut seperti sumber
daya dalam bentuk migas dan non migas dengan kekayaan alam yang melimpah
tersebut maka penduduk Indonesia selalu berupaya untuk memanfaatkannya
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu bentuk upaya pembangunan Indonesia untuk mendapatkan
manfaat dari sumber daya alam yang melimpah adalah dengan mengekspor akan
mendapatkan devisa dari luar negeri kemudian digunakan untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945
dapat tercapai (Sukirno, 2005:100).
Oleh karena itu dalam masa pembangunan lima tahun arah kebijakan di
bidang perdagangan ekspor ditujukan untuk meningkatkan ekspor barang
khususnya komoditi non migas. Dipilihnya komoditi ini dikarenakan menurunnya
ekspor minyak bumi di pasar dunia. Untuk mengatasi situasi yang tidak
menguntungkan tersebut maka pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap
ekspor migas yaiut dengan mengadakan deversifikasi kea rah peningkatan ekspor
komoditi jasa-jasa non migas (Sobri, 1997:101)
Dalam pembangunan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup petani
dan nelayan, memperluas lapangan kerja, dan kesempatan usaha dan serta
migas terutama di bidang periklanan merupakan komoditas penghasil devisa
terpenting selain hasil perkebunan dan kehutanan. Tidak berlebihan apabila
dikatakan bahwa hasil periklanan merupakan mata dagang ekspor andalan di
sektor non migas volume dan nilai ekspor dari tahun ke tahun meningkat
(Sukirno, 2005:108)
Kegiatan ekspor akan tetap menempati peran penting sebagai penggerak
ekonomi dalam negeri pada masa yang akan dating, ekspor merupakan sarana
dalam perdagangan internasional yang meliputi barang dan jasa antara Negara
satu dengan Negara yang lain. Ekspor juga digolongkan sebagai pengeluaran
otonomi oleh karena pendapatan nasional bukanlah penentu penting dari tingkat
ekspor yang dicapai suatu Negara. Daya saing di pasaran luar negeri, keadaan
ekonomi di Negara-negara lain, kebijaksanaan potensi di luar dan kurs valuta
asing merupakan factor-faktor utama yang akan menentukan kemampuan suatu
Negara mengekspor ke luar negeri (Sukirno, 2005-109)
Pemerintah selalu berupaya mengambil sesuatu kebijakan dalam
memecahkan permasalahan yang ada disekitar terutama masalah permodalan yaitu
dengan memberikan kredit perbankan, dimana salah satu tugas pokok perbankan
untuk menghimpun segala dana dari masyarakat guna diarahkan ke segala bidang
mempertinggi taraf hidup masyarakat.
Dalam upaya meningkatkan perolehan devisa sekaligus meningkatkan
pendapatan petani/nelayan dan memperoleh kesempatan kerja, pemerintah telah
mencanangkan program peningkatan ekspor periklanan tahun 2003 (PROTEKAN
yang semakin berkembang dan bermunculan Negara eksportir baru yang
menggunakan teknologinya yang lebih canggih (Anonim, 2001:75).
Selama ini Jawa Timur yang kaya akan hasil-hasil pertaniaanya termasuk
juga dalam hal ini adalah sektor perikanan, dengan daerah-daerah perikanan yang
meliputi wilayah Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo dan
lahan-lahan pesisir yang masih luas. Tenaga kerja di sekitar pertanian masih banyak
maka bisa diharapkan Jawa Timur akan mendapatkan keuntungan dari peraitan
laut ekspor untuk ekspor ikan tuna.
Perkembangan nilai ekspor ikan tuna di Jawa Timur tahun 2000 nilai
ekspor ikan tuna di Jawa Timur 1196864.10 US$ per tahun, pada tahun 2001 nilai
ekspor ikan tuna sekitar 1979439.60 US$ per tahun, tahun 2002 nilai ekspor ikan
tuna sekitar 16632496.46 US$ per tahun, tahun 2003 nilai ekspor ikan tuna
18055087.77 US$, pada tahun 2004 nilai ekspor ikan tuna 33272306.03 US$.
(BPS Jawa Timur)
Selain itu pemerintah daerah Jawa Timur melalui departemen periklanan
selalu berusaha keras supaya komoditi ikan tuna menjadi komoditas andalan.
Apabila hal ini terjadi maka akan manambah pendapatan para nelayan. Namun
banyak kendala-kendala yang harus dihadapi mulai dari penggunaan teknologi
yang digunakan untuk menangkap ikan tuna masih tradisional sehingga hasil yang
diperoleh sedikit. Harga penjualan ikan tuna tidak sesuai dengan biaya operasional
para nelayan sehingga kesejahteraan kurang terjamin serta kurangnya pengawasan
dari departemen perikanan untuk menyalurkan penjualan dari hasil tangkapan ikan
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan maka permasalahan yang akan
diteliti sebagai berikut :
a. Apakah faktor kurs Rupiah terhadap Dollar, inflasi Jepang, GDP Jepang,
produksi berpengaruh terhadap nilai ekspor ikan tuna di Jawa Timur ke
Jepang?
b. Manakah diantara kurs Rupiah terhadap Dollar, inflasi Jepang, GDP Jepang,
produksi yang paling dominan pengaruhnya terhadap ekspor ikan tuna di Jawa
Timur ke Jepang?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu :
a. Untuk mengetahui apakah kurs Rupiah terhadap Dollar, inflasi Jepang, GDP
Jepang, produksi berpengaruh terhadap nilai ekspor ikan tuna di Jawa Timur
ke Jepang.
b. Untuk mengetahui manakah diantara kurs Rupiah terhadap Dollar, inflasi
Jepang, GDP Jepang, produksi, yang paling dominan pengaruhnya terhadap
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memiliki manfaat sebagai berikut :
a. Sebagai informasi bagi peneliti yang akan datang yang pembahasannya sama.
b. Sebagai sarana perpustakaan pada umumnya dan diperpustakaan Universitas
Pembangunan Nasional Jawa Timur pada khususnya.
c. Sebagai sarana pengetahuan agar ekspor iakn tuna mampu berkembang
melalui penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelititna ini pernah
dilakukan oleh :
a. Manu Purwhito (2002:30) meneliti tentang ”Beberapa faktor yang
mempengaruhi ekspor ikna hias air laut PUSKUD ”minus” Jawa Timur ke
Jepang”, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil pengujian secara simultan
diperoleh nilai F hitung > F tabel yaitu 19,302 > 4,76 yang berarti ada
pengaruh nyata antara pengaruh variabel bebas dan variabel terikat secara
parsial. Untuk kurs Rupiah terhadap dollar (X1) nilai t hitung > t tabel yaitu
4,403 < 2,447 untuk GNP Singapura (X2) nilai t hitung > t tabel yaitu 3,419 >
2,447 untuk inflasi (X3) nilai t hitung > t tabel yaitu -2,504 > 2,447 hal ini
menunjukkan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
b. Andini (2003:90) dengan judul ”Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai
ekspor kopi Indonesia ke Jerman”. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara
simultan menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara variabel bebas
nilai tukar terhadap rupiah (X1), harga rata-rata (X2) dan volume produksi
kopi (X3) terhadap variabel terikat nilai ekspor kopi Indonesia (Y). Ini dapat
diketahui dari uji F hitung = 4.334 > F tabel = 3.59. Sedangkan untuk secara
parsial dari uji t yaitu untuk nilai dollar terhadap rupiah (X1) sebesar t hitung
2.201, volume ekspor kopi (X3) sebesar t hitung 3.781 > t tabel 2.201 untuk
lebih meningkatkan ekspor kopi pemerintah harus giat mengadakan pameran
atau promosi tentang produk kopi di Indonesia.
c. Agustina (2004:58) dengan judul ”Analisis faktor-faktor mempengaruhi
ekspor komoditi teh Jawa Timur ke Amerika Serikat. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara simultan diperoleh F hitung = 38.770 > F tabel =
3.48 sehingga variabel teh Jawa Timur (X1), produk domestik bruto Amerika
Serikat (X2), harga teh intrenasional (X3) nilai tukar dollar terhadap rupiah
(X4) berpengaruh nyata terhadap colume ekspor teh Jawa Timur ke Amerika
Serikat (Y). Sedangkan secara parsial untuk variabel produksi teh Jawa Timur
(X1) dipeoleh t hitung -3.703 < t tabel -2.228, sehingga produksi teh Jawa
Timur ke Amerika Serikat berpengaruh nyata dan negatif produk domestik
bruto (X2) diperoleh t hitung 2.626 > t tabel 2.228 sehingga produk domestik
bruto berpengaruh nyata terhadap volume ekspor teh Jawa Timur ke Amerika
Serikat. Untuk variabel harga teh internasional (X3) diperoleh t hitung 10.156
> t tabel 2.228 sehingga harga ekspor teh berpengaruh nyata terhadap volume
ekspor teh Jawa Timur ke Amerika Serikat. Untuk variabel nilai tukar dollar
terhadap rupiah (X4) diperoleh t hitung 5.156 > t tabel 2.228 sehingga harga
ekspor teh berpengaruh nyata terhadap volume ekspor teh Jawa Timur ke
Amerika Serikat.
d. Devi Arianingrum (2000:64) meneliti tentang : ”Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai udang ekspor di Jawa Timur ke Jepang”. Permasalah
dollar Amerika Serikat dan inflasi terhadap peningkatan nilai ekspor udang.
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut bahwa secara simultan harga ekspor
negara pesaing kurs dan inflasi berpengaruh secara nyata terhadap
peningkatan nilai ekspor udang karena berdasarkan perhitungan diperoleh
nilai F hitung sebesar 6.59 sedangkan nilai F tabel sebesar 4.804 yang berarti
F hitung lebih besar dari F tabel secara parsial dapat disimpulkan bahwa
inflasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai ekspor udang, karena
berdasarkan perhitungan hipotesis diperoleh t hitung sebedar -2.224
sedangkan t tabel sebedar -2.776 hal ini menunjukkan jika ada peningkatan
tingkat inflasi maka terjadi penurunan nilai ekspor udang.
e. Debby Ivana (2002:98) memberikan kajian tentang : ”Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai ekpor kayu olahan di Jawa Timur”. Permasalahan
yang dibahas adalah apakah ada pengaruh antara volume produksi kayu
olahan, kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, harga ekspor rata-rata
dan investasi terhadap nilai kayu ekspor olahan di Jawa Timur. Kesimpulan
dari penelitian ini bahwa secara simultan volume produksi, kurs, harga dan
infestasi berpengaruh secara nyata terhadap nilai ekspor kayu olehan di Jawa
Timur. Karena berdasarkan perhitungan diperoleh nilai F hitung hasil
penelitian sebedar 491.3462 sedangkan nilai F tabel sebesar 5.19 yang berarti
F hitung lebih besar dari F tabel. Secara parsial dapat disimpulkan bahwa kurs
dollar Amerika Serikat terhadap rupiah tidak berpengaruh secara meningkat
terhadap nilai ekspor kayu olahan di Jawa Timur, karena berdasarkan
sebesar 2.5706 dan juga infestasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai
ekspor kayu olahan di Jawa Timru, karena berdasarkan perhitungan hipotesis
diperoleh t hitung sebesar -0.2460 sedangkan t tabel sebesar -2.5076 hal ini
menunjukkan minat investor baik domestik maupun asing dalam menanamkan
modalnya di dalam negeri masih rendah.
f. Budiman Hutabarat dan Bambang Sajaka, Jurnal 2001 ”Sub Sektor perikanan
dan kehandalan ekspor tuna cakalang” hasil perikanan merupakan komoditas
penghasil devisa terpenting selain hasil perkebunan dan kehutanan tidak
berlebihan apabila dikatakan bahwa hasil perikanan merupakan mata dagang
ekspor andalan disektor non migas volume dan nilai ekspoenya dari tahun ke
tahun meningkat terus menerus. Dalam upaya meningkatkan perolehan devisa
dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani/nelayan dan memperoleh
kesempatan kerja, pemerintah telah mencanangkan program peningkatan
ekspor perikanan tahun 2003 (PROTEKAN 2003). Namun seiring dengan arus
liberalisasi dan globalisasi pasar dunia, persaingan dalam pasar ekspor produk
perikanan semakin kuat. Hal ini berkaitan dengan penerapan teknologi
penangkapan dan budidaya yang semakin berkembang.
g. Sarweni Jurnal ”Pengarh pembangunan ekonomi terhadap ekspor non mogas
Indonesia”. Perekonomian Indonesia tumbuh dengan pesat sejak pemerintah
mendapat dukungan secara eksosif dari masuknya investasi asing, hal ini
berakibat pada pergeseran struktur ekonomi Indonesia. Hal ini didasarkan atas
permintaan domestik yang lebih tinggi dari pada kenaikan permintaan luar
domestik. Hubungan ekspor dengan tingkat harga ekspor dalam jangka pendek
menunjukkan hubungan positif dapat diartikan bahwa jangka pendek kenaikan
harga di pasar internasional akan berdampak peningkatan jumlah ekspor
terutama pada permintaan ekspor non migas di Indonesia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pergeseran sturktur ekomoni di
Indonesia membawa dampak positif bagi perubahan ekspor komoditas non migas
di Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang. Temuan ini
menunjukkan bahwa proses industrialisasi memiliki peran penting bagi
peningkatan ekspor komoditas non migas di Indonesia. Bahwa proses
industrialisasi memiliki peran penting bagi peningkatan ekspor komoditas non
migas di Indonesia.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan luar negeri adalah perdagangan antar negara yang memiliki
kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda dengan kesepakatan tertentu dan
memenuhi kaidah-kaidah bau yang telah ditentukan dan diterima secara
internasional (Iskandar Putong, 2003:271)
Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi.
Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas
kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena
paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan
kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak
(Boediono, 1991:10)
Perdagangan internasional adalah yang meliputi transaksi barang dan jasa
antara satu negara dengan negara lain. Perdagangan Internasioanl di mas kini
merupakan kegiatan ekonomi yang sangat penting dan merupakan salah satu
untuk meningkatkan taraf kemakmuran bagi suatu negara. (Sobri, 1998:48)
Jadi dapat disimpulakan perdagangan internasional adalah proses tukar
menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak untuk
meningkatkan taraf kemakmuran bagi suatu negara. Sebetulnya yang melakukan
perdagangan atau pertukaran tersebut bukan negaran melainkan penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain. Penduduk ini bisa seorang warga biasa, bisa
sebuah perusahaan ekspor, bisa sebuah perusahaan impor, bisa sebuah perusahaan
industri, bisa sebuah perusahan negaran dan bisa pula sebuah departemen
pemerintah.
2.2.1.1.Terjadinya Pedagangan Internasional
Perdagangan luar negeri terjadi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
dan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Adanya perdedaan antara
permintaan dan penawaran akan sesuatu barang di negara yang stu dengan
negaran yang lain. Beberapa faktor yang menyebabkan perdagangan luar negeri
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh barang atau sumber daya yang tidak dapat dihasilkan di
2. Untuk mendapatkan barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri
tetapi kualitsnya belum memenuhi syarat.
3. Untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka
memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri.
4. Untuk memperluas pasaran produk yang dihasilkan di dalam negeri.
5. Mendapatkan keuntungan dari spesifikasi yang diantaranya sebagai berikut :
a. Keuntungan mutlak (absolute advantage) adalah keuntungan yang
diperoleh oleh suatu negara baik karena keunggulan atau kelebihan
alamiah (sumber daya alam) negaranya maupun karena kelebihan
sumber daya manusianya sehingga produksi menjadi lebih efisien
dibandingkan dengan negara lainnya.
b. Keuntungan banding (comparative advantage) adalah keuntungan yang
dimiliki oleh suatu negaran dalam menghasilkan produk yang dihasilkan
lebih efisien.
c. Keuntungan bersaing (comparative advantage) adalah keuntungan yang
diperoleh suatu negara dibandingkan dengan negaran lainnya karena
kemampuan negara tersebut dalam melayani ”kebutuhan pasar”, dalam
arti meski semua negara bisa menghasilkan produk yang sama dengna
tingkat efisiensi yang relative sama namun dari segi mutu, pelayanan dan
pemasaran lebih unggul dibandingkan dengan negara lainnya (Iskandar
2.2.1.2.Teori-Teori Yang Mendasar Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta
komposisi perdagangan antara beberapa negaran serta bagaimana efeknya
terhadap struktur perekonomian suatu negara. Disamping itu teori perdagangan
internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul adanya
perdagangan internasional (gains from trade) (Nopirin, 1994:200)
2.2.1.2.1. Kemanfaatan Absolut (Absolute Advantage : Adam Smith)
Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) riil bukan moneter
sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel riil seperti misalnya nilai sesuatu barang diukur dengan banyaknya tenaga
kerja yang dipergunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (labour theory of
value)
Teori nilai tenaga kerja ini sifatnya sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya
faktor produks. Dalam kenyataannya bahwa tenaga kerja tidak terbatas. Namun
teori itu memiliki dua manfaat : pertama, memungkinkan kita dengan secara
sederhana menjelaskan tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran.
Kedua, meskipun pada teori-teori berikutnya (theory modern) kita tidak
menggunakan teori nilai tenaga kerja namun prinsip teori ini tetap tidak bisa
negara dapat menghasilkan suatu macam dengan biaya (diukur dengna tenaga
kerja) yang secara absolute lebih rendah dari pada negara lain. (Nopirin,
1995:201)
2.2.1.2.2. Kemanfaatan Relatif (Comparative Advantage : J.S Mill)
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative disadvantage,
yaitu suatu barang yang dapat menghasilkan dengan murah dan mengimpor
barang kalau yang dihasilkan sendiri memakan ongkos besar.
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan
oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang,
makin mahal barang tersebut.
Apabila nilai tukar dalam perdagangan itu sama dengan harga di dalam
negeri salah satu negara, maka keuntungan karena perdagangan (gains from trade)
tersebut hanya ada pada satu negara saja.
Dengan demikian maka teori comparative advantage dapat menerangkan
berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini
tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage. (Nopirin, 1995:205-208)
2.2.1.2.3. Biaya Relatif (Comparative Cost : David Ricardo)
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah
teorinya tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung
dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memperoduksi baran tersebut
Perdagangan antar negara akan timbul apabila masing-masing negara
memiliki compartive cost yang terkecil. Pada dasarnya teori comparative cost dan
comparative advantage itu sama, hanya kalau pada teori ;
- Comparative advantage untuk sejumlah tertentu tenaga kerja di
masing-masing negara outputnya berbeda.
- Sedangkan comparative cost untuk sejumlah output tertentu, waktu yang
dibutuhkan berbeda antara satu negara dengan negara lain (Nopirin,
1995:208-209).
2.2.1.2.4. Faktor Proporsi (Hecksher & Ohlin)
Telah dijelaskan di atas bahwa kaum klasik menerangkan comparative
advantage dalam bentuk produktifitas dari tenaganya (labor produtivity). Teori
yang lebih modern menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu
negara dengan negara lain karena adanya perbedaan dlam jumlah faktor produksi
yang dimilikinya.
Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih banya daripada negara lain,
sedang negara lain memiliki capital lebih banyak daripada negara tersebut
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertukaran. (Nopirin, 1994:214)
Eli Heckscher (1919) dan Bertil Ohlin (1993) membangun teori
berdasarkan teori Ricardo yang mengembangkan model yang sangat
memperhatikan aspek kepemilikan faktor produksi (factor endowment). Dengan
menggunakan asumsi-asumsi yang sifatnya sangat membatasi, yaitu : 1) dunia
hanya terdiri atas dua negara, 2) hanya ada dua faktor produksi : tenaga kerja dan
barang modal, dan 3) hanya ada dua komoditas diproduksi (Mandala Manurung,
2.2.1.2.5. Kesamaan Harga Faktor Produksi (Factor Price Equialization) Inti dari teori ini adalah bahwa perdagangan bebas cenderung
mengakibatkan harga faktor-faktor produksi sama di beberapa negara. Dari teori
factor propotions Hecksher-Ohlin, selam negara A memperbanyak produk barang
X akan mengakibatkan bertambahnya permintaan tenaga kerja, sebaliknya makin
berkurangnya produksi barang Y berarti makin sedikitnya permintaan akan
capital. Hal ini akan cenderung menurunkan upah (harga daripada tenaga kerja)
dan manaikkan harga daripada capital (rate of return) (Nopirin, 1995:24)
2.2.1.2.6. Teori Permintaan dan Penawaran
Pada prinsipnya perdagangan antara dua negara itu timbul karen adanya
pervedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan ini berbeda
misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera sedangkan pervedaan
penawaran, misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam jumlah dan kualitas
faktor-faktor produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.
Anggaran yang digunakan dalam analisa ini adalah :
a. Persaingan sempurna
b. Faktor produksi tetap
c. Tidak ada ongkos angkut
d. Kesempatan kerja penuh
e. Tidak ada perubahan teknologi
f. Produksi dengan ongkos yang menarik (increasing cost of production)
2.2.1.2.7. Teori Permintaan
Permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah yang
menunjukkan jumlah sesuatu barang ingin dan dapat dibeli oleh konsumen pada
berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu (Nopirin, 1994:32)
Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta
kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2003:239)
Harga (P) berlawanan dengan arah gerakan jumlah barang yang diminta
pada gambar 1
Gambar 1 : Kurva Permintaan
P1
P
P11
Q1 Q Q11
0 P
H
ar
g
a
Jumlah yang diminta
Suber : Rosyidi Suherman, 2003, Pengantar Teori Ekonomi, Raja Grafindo
Hukum Permintaan
”Jika harga naik maka jumlah output yang dimunta akan turun, demikian pula
sebaliknya”. Demikanlah bunyi hukum permintaan. Terlihat jika harga naik dari
OP menjadi OP1, maka jumlah barang yang diminta akan turun dari OQ menjai
OQ1. demikan juga jika harga turun dari OP menjadi OP11, maka jumlah barang
yang diminta naik dari OQ menjadi OQ11.
Faktor-faktor yang memperngaruhi permintaan pasar adalah :
a. Perubahan pendapatan konsumen artinya apabila konsumen memiliki jumlah
pendapatan yagn lebih maka konsumen mampu untuk memberli
barang-barang yang digunakan sehingga akan mempengaruhi jumlah permintaan.
b. Perubahan harga barang yang berkitan artinya apabila permintaan peningkatan
harga barang pertama akan menyebabkan kenaikan permintaan harga barang
kedua dan sebaliknya penurunan harga barang pertama akan menyebabkan
penurunan harga barang kedua.
c. Perubahan jumlah atau komposisi konsumen artinya eksperktasi
mempengaruhi permintaan contohnya konsumen yang menduga akan
mengalami kenaikan pendapatan bias meningkatkan permintaan sebelum
pendapatan belum meningkat.
Perubahan selera konsumen artinya permintaan justru barang dipengaruhi oleh
selera konsumen. Konsumen akan meningkatkan jumlah permintaan apabila
2.2.2. Teori Penawaran
Arti penawaran adalah suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah
barang itu yang ditawarkan untuk dijual pada berbagai tingkat harga dalam suatu
dasar pada suatu waktu tertentu (Rosyidi, 2003:288)
Gambar 2 : Pergeseran Kurva Penawaran P
Sumber : Rosyidi Suherman, 2003, Pengantar Teori Ekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 295
Pergeseran Kurva Penawaran
Gambar (a) menunjukkan gerakan sepanjang kurva penawaran jika harga naik,
misalnya dari Rp OB menjadi OC, maka jumlah barang yang ditawarkan naik pula
dari OD menjadi OE satuan. Dengan demikian terjadilah gerakan sepanjang kurva
penawaran dari A1 ke A2. gambara (b) menunjukkan pergeseran kurva
penawaran. Disini output dari OG ke OG1 satuan atau ke G1 satuan tidak
2.2.3. Pengertian Inflasi
Menurut Boediono (1982:155) menyatakan bahwa inflasi menunjukkan
adanya kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan
terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi
kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga
barang-barang lain.
Disisi lain infalsi dapat ditandai dengan kenaikan harga barang-barang
ekspor, diman bila harga barang-barang ekspor naik, maka ongkos produksi dari
barang-barang yang menggunakan barang-barang tersebut dalam produksinya
akan naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pula. Kenaikan harga
barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir (dan juga para produsen
barang-barang ekspor tersebut).
Inflasi dapat diartikan jika harga barang-barang ekspor naik, maka indeks
biaya hidup akan naik pula, sebab barang-barang ini lansung masuk dalam daftar
barang-barang yang tercantum dalam indeks harga.
Dari definisi diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa inflasi
merupakan suatu gejala adanya kecenderungan harga-harga untuk naik sampai
batas tertentu. Dimana dalam arti yang lebih luas bukan semata-mata masalah
ekonomi tetapi juga masalah sosial ekonomi politis.
2.2.3.1.Macam Inflasi
Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi. Penggolongan
pertama didasarkan atas ”parah” tidaknya inflasi tersebut, disini kita bedakan
a. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
b. Inflasi sedang (antara 10-30% setahun)
c. Inflasi berat (antara 30-100% setahun)
d. Hiper inflasi (di atas 100% setahun)
Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari
inflasi. Atas dasar ini kita bedakan dua macam inflasi :
a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang yang
terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
Gambar 3 : Demand Inflation
Sumber : Nopirin, 1997, Ekonomi Moneter II, Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta, halaman 29
Q1 QEF
Q AD1
AD2
AD3
H
arga
Permintaan P
Inflationary gap
AD4
Dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan permintaan total dari AD1 dan
AD2 menyebabkan harga naik menjadi P3 sedangkan output tetap pada Qte,
dan kenaikan harga ini akan terus menerus sepanjang permintaan total terus
b. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Ini disebut cost
inflation.
Gambar 4 : Cost Inflation AS3
AS2
AS1
AD
0
Q2 Q1 QFE Q P3
P2
P1 P
H
arga
Produksi
Sumber : Nopirin, 1997, Ekonomi Moneter II, Penerbit BPFE-UGM,
Yogyakarta, halaman 29
Pada harga P1 dan QFE kenaikan harga produksi akan menggeser kurva
penawaran total dari AS1 menjadi AS2. konsekuensinya harga naik menjadi
P2 dan produk turun menjadi Q1. kenaikan harga selanjutnya akan menggeser
kurva AS2 menjadi AS3, harga naik dan produksi turun menjadi Q2. proses
ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergeser ke atas. Proses kenaikan harga
inilah yang disebut cost inflation. Bila inflasi tidak selalu senus akan
mempengaruhi distribusi pendapatan yang lebih menguntungkan kepada
pemilik modal karena keuntungna yang diperoleh dapat digunakan sebagai
1. Bila harga barang-barang ekspor (seperti kopi, teh) naik, maka indeks biaya
hidup akan naik sebab barang ini langsung masuk dalam daftar
barang-barang yang tercakup dalam indeks harga.
2. Bila harga barang-barang ekspor (seperti kayu, karet, timah dan sebagainya)
naik, maka onglos produksi dari barang-barang tersebut dalam produksinya
(perumahan, sepatu, kaleng dan sebagainya) akan naik, dan kemudian harga
jualnya akan naik pula (cost inflation).
3. Kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir
(dan juga para produsen barang-barang ekspor tersebut). Kenaikan
penghasilan ini keudian akan dibalanjakan untuk membeli barang-barang
(baik dari dalam maupun luar negeri). Bila jumlah barang yang tersedia di
pasar tidak bertambah, maka harga-harga lain akan naik pula (demand
inflation).
2.2.3.2.Teori Utama Inflasi a. Teori Kuantitas
Teori Kuantitas mengenai inflasi menyatakan bahwa penyebab utama dari
inflasi adalah penambahan jumlah uang beredar dan psikologi (harapan)
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa mendatang.
b. Teori Keynes
Teori Keynes mengenai inflasi menyatakan inflasi terjadi karena suatu
keadaan dimana masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalau melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia (inflationary gap)
c. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis mengenai inflasi adalah teori inflasi ”jangka panjang”
karena menyoroti sebab inflasi yang berasal dari kekuatan stuktur ekonomi,
khususnya : ketegaran yang berupa ketidak elastisan dari penerimaan ekspor
yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibandingkan dengan
pertumbuhan sektor-sektor lain dn ketegaran yang berkaitan dengan ketidak
elastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Dimana
produksi bahan makanan di dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan
penduduk dan penghasilan perkapita sehingga adanya kecenderungan naiknya
harga makanan di dalam negeri (Boediono, 1982:167).
2.2.4. Kurs Valuta Asing
2.2.4.1.Pengertian Kurs Valuta Asing
Yang dimaksud valuta asing (foreign exchange) adalah mata uang negara
lailn (foreign currency) dari suatu perekonomian, misalnya valuta asing bagi
perdagangan baik bilateral (antar dua negara) maupun multilateral (lebih dari dua
negara), relatif baik atau intensif (raharja, 2004:84)
Valuta asing (valas) atau foreign exchange (FOREX) atau foreign currency
adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk
melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang
Dapat disimpulkan bahwa kurs mempunyai kecenderungan untuk selalu
bergerak mengikuti kondisi perekonomian secara global dan bersifat sangat peka
terhadap perubahan-perubahan yang ekstrim. Kurs bergerak naik atau turun
disebabkan oleh dua hal :
a. Bekerjanya mekanisme pasar (kurs mengambang)
b. Penetapan (kebijaksanaan pemerintah) seperti devaluasi. Naik turunya kurs ini
dalam jangka pendek mempunyai pengaruh langsung berupa fluktuasi harga
barang-barang ekspor maupun barang-barang impor dalam negeri (yaitu bila
harga tersebut dinyatakan dengan mata uang dalam negeri, misalnya rupiah)
2.2.4.2.Pengertian Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asing pada dasarnya adalah jaringan kerja (network) dari
perbankan dan lembaga keuangan yang melalui mata uang-mata uang dapat saling
dipertukarkan (Raharja, 2004:85)
Pasar valuta asing adalah tempat dimana diperjualbelikan valuta asing
pasar valuta asing tidak menyangkut kurs atau harga saja tetapi juga pihak-pihak
yang melakukan transaksi pihak-pihak ini adlah eksportir dan importir, bank,
pedagang perantara dan bank sentral (Nopirin, 1995:138)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pasar valuta asing
adalah tempat diman diperjualbelikan valuta asing. Pasar valuta asing tidak
menyangkut kurs atau harga saja tetapi juga pihak-pihak yang melakukan
2.2.4.3.Sistem Penetapan Kurs Valuta Asing a. Sistem Kurs Tetap (FIER)
Sistem kurs tetap, baik yang disertakan oleh suatu lembaga keuangan
internasional (IMF) maupun oleh masing-masing negara sesuai dengan
kemampuan ekonominya (biasanya berdasarkan nilai dari hard currency)
adalah sistem kurs yang menetapkan nilai kurs mata uang asing terhadap mata
uang negara yang bersangkutan dengan nilai tertentu yang selalu sama dalam
periode tertentu (artinya tidak terpengaruh oleh konjungtur ekonomi).
Berdasarkan perjanjian Bretton Wods, ketentuan pokok dari FIER (Hamdy,
1998:41) adalah sebagai berikut :
a. Sistem moneter internasional (SMI) didasarkan pada standar emas, dengan
pengertian bahwa setiap negara yang menjadi anggota IMF (International
Monetary Fund) mata uangnya dapat ditukar dengan emas.
b. Sistem nilai tukar atua FIER antar negara anggota IMF harus tetap dan
stabil.
c. Kurs nilai tukar hanya boleh berfluktatif 1% - 2,5% di atas atau di bawah
kurs yang berlaku resmi.
d. Setiap anggota IMF pada dasarnya dilarang melakukan devaluasi
(penurunan nilai mata uangnya) ataupun revaluasi (manikkan nilai mata
uangnya) untuk memperbaiki posisi neraca pembayarannya (BOP-Balance
of Payment)
e. Negara anggota IMF yang mengalami difisit BOP dapat meminta bantuan
yang dikeluarkan oleh IMF sebagai mata uang cadangan dan likuiditas
internasional selain dollar AS (Iskandar Putong, 2003-276)
b. Sistem Kurs Mengembang (Floating Eschang Rate-FER)
Sistem kurs ini menentukan bahwa nilai mata uang suatu negara
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada pasar uang
(resmi). Sistem ini terbagi dua macm yaitu, clean float (mengambang
murni), yaitu apabila penentuan nilai kurs tanpa adanya campur tangan
pemerintah. Sedangkan bila pemerintah turut serta mempengaruhi nilai
kurs disebut firty float atau kurs mengambang terkendali. Campur tangan
pemerintah biasanya secara langsung masuk ke pasar uang dengan
kebijakan moneter kuantitatif dan kebijakan fiskalnya, ataupun yang
bersifat tidak langsung seperti himbauan dan semacamnya.
c. Sistem Kurs Terkait (Pegged Exchange Rate-PER)
Dalam sistem ini nilai tukar yang dikaitkan dengan nilai mata uang
negara lain, atu sejumlah mata uang tertentu. Bila kedua sistem nilai kurs
yang telah dijelaskan di atas adalah nilai kurs tertinggi terakhir, maka
sistem PER menggunakan nilai kurs tengah mata uang tertentu yang
mensyararkan lebih atau kurang dari kurs tengah sebesar 2,5%. (Iskandar
Putong, 2003:279)
2.2.4.4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing 1. Permintaan dan Penawaran Valas
Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, maka harga valas
permintaan melebihi jumlah yang ditawarkan, atau jumlah permintaan tetap
sementara penawaran berkurang. Sebaliknya, harga valas akan menjadi lebih
murah dari harga nominal atau harga berlakunya bila permintaan sedikit
sementara penawaran banyak. Atau permintaaan semakin menurun meskipun
jumlah penawaran tetap.
Adapun sumber-sumber permintaan untuk valuta asing adalah :
a. Impor barang dan jasa
b. Ekspor modal atau transfer valas dari dlam negeri ke luar negeri,
sedangkan sumber-sumber dari penawaran valas adalah :
a. Ekspor barang dan jasa yang menghasilkan valas.
b. Impor modal atau transfer valas dari luar negeri ke dalam negeri.
Secara sederhana dapat diterangkan dari sisi penawaran sebagai
berikut. Misalnya ekspor barang dan jasa meningkat, maka penerimaan valuta
asing (cadangan devisa) akan semakin banyak. Bila seandanya pada saat yang
bersamaan permintaan akan valas tetap (dalam arti nilai impor tetap), maka
akan terjadi kelebihan penawaran valas di pasar uang, dan bila berlangsung
terus maka nilai kurs akan turun. Sebaliknya, bila ekspor tetap sementaran
impor meningkat, atau peningkatan impor, lebih besar dari peningkatan ekspor
maka di pasar uang akan terjadi kekurangan penawaran valas, akibatnya harga
Gambar 3 : Diagram Perubahan Keseimbangan Pasar Valuta Asing
Sumber : Manurung Mandala dan Pratama Rahaja, 2004, Teori ekonomi Makro Suatu Pengantar, Edisi Kedua, Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, Halaman 87
Misalnya, bila ekspor juga meningkat namun peningkatannya SF
bergeser ke kanan. Diasimsikan impor juga meningkat namun peningkatannya
lebih kecil dari pada ekspor, maka kurs keseimbangan baru tercapai pada saat
nilai tukar per US$ lebih kecil dari pada Rp 2.500,00, misalnya Rp 2.300,00.
kondisi di atas menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap US$ makin membaik
(menguat), sebab untuk memperoleh satu uni US$, rupiah yang harus
dikeluarkan menjadi lebih sedikit. Menguatnya nilai tukar rupiah atau mata
uang lainnya karena mekanisme pasar, disebut apresiasi (apreciation).
Diagram di atas menunjukkan hal yang sebaliknya. Ternyata,
sekalipun ekspor maupun impor meningkat, namun peningkatan ekspor lebih
kecil daripada peningkatan (∆X < ∆M), sehingga ∆Sf < ∆Df. Kondisi ini
kata lain nilai tukar rupiah memburuk, sebab untuk memperoleh satu uni US$
diperlukan rupiah yang lebih banyak. Gejala melemahnya nilai tukar mata
uang (rupiah) karena kekuatan pasar disebut depresiasi (depreciation).
2. Tingkat Infalsi
Tingginya angka inflasi yang terjadi pada suatu negara
mengindikasikan mahalnya harga barang-barang (tertentu) di negara tersebut.
Dalam hal ini dimisalkan dua negara A dan B yang menghsilkan dan menjual
barang yang sama, yaitu X di negara A inflasi meningkat dari periode tahun
sebelumnya sementara di negara B relatif stabil. Dalam kondisi tersebut, maka
harga barang S di negara A tentu saja lebih mahal dibandingkan dengan di
negara B, atau dengan kata lain harga barang X di negara B lebih murah
dibandingkan dengan di negara A, sehingga negara A akan mengimpor barang
X dari negara A. Bila ini terjadi, maka permintaan mata uang negara B akan
mengingkat sehingga nilainya akan naik. Sementara itu di negara B impor
barang X di negara A menurun yang berarti permintaan mata uang segara A
menurun.
3. Tingkat Bunga
Isu mengenai tingginya tingkat bunga dapat menaruk para pemain
”uang ” dengan menafaatkan selisih nilai bunga pinjaman dan simpanan. Oleh
karena itu bagi negara yang membutuhkan banyak mata uang asing dan
berusaha menarik peminat ”petualang” uang, maka tingkat suku bungak
simpanan di negaranya dinaikkan pada tingkat tertentu. Namankala jumlah
mata uang lokal akan semakin tinggi, sehingga nilai mata uang lokal akan
semkin naik, sedangkan nilai mata uang asing tersebut akan relatif menurun.
4. Tingkat Pendapatan dan Produksi
Bila pada suatu periode tertentu terjadi pertumbuhan ekonomi yang
relatif pesat/tinggi yang mengindikasikan semakin tingginya tingkat
pendapatan masyarakat (termsuk tingkat pendapatan perkapita), maka daya
beli masyarakat akan semakin tinggi. Pada kondisi yang sama kapasitas
produksi negara tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan/permintaan
masyarakatnya, maka negara tersebut akan mengimpor dari negara lain.
5. Pengawasan Pemerintah
Terdapat dua cara klasik yang sering dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka mengawasi nilai uangnya. Pertama dengan kebijakan fiskal, yaitu
menaikkan nilai pajak dan mengetatkan belanja negara, dan sebagainya agar
jumlah penawaran mata uang lokal semakin sedikit dan ini diharapkan akan
berdampak pada naiknya nilai mata uang lokal terhadap mata uang asing.
Kebijakan yang lain adlaah kebijakan moneter. Kebijkan ini biasanya berupa
pengetatan uang beredar (atau sebaliknya), menaikkan/menurunkan tingkat
bunga dan lain sebagainya. Mengenai pengaruh suku bunga terhadap
perdagangan valas telah diulas di atas.
6. Perkiraan/Spekulasi/Isu/Rumor
Unsur ketujuh inilah barangkali yang menyebabkan banyaknya penjelasan
teoritis ilmu ekonomi yang tidak bisa diterima oleh masyarakat (bahkan
yang terjadi dalam pasar uang dewasa ini, sehingga dikatakannya ilmu
ekonomi telah mati). Perkiraan, terutama dari orang-orang yang dianggap
berpengalaman dalam bidang perdagangan uang dan bidan politik apabila
sifatnya positif bagi negar yang bersangkutan kemungkinan besar
menyebabkan naiknya permintaan mata uang lokal dari negara tersebut,
sebaliknya, bla perkiraannya negatif, maka akan semakin banyak permintaan
mata uang asing, sehingga nilaimata uang lokal akan semakin turun (Iskandar
Putong, 2003:281)
2.2.4.5.Teori Purchasing Power Parity (PP)
Teori ini dikemukakan oleh ahli ekonomi dari Swedia, yang bernama
Gustav Cassel. Dasar teorinya bahwa, perbandingan nilai satu mata uang dengan
mata uang lain ditentukan oleh tenaga beli uang tersebut (terhadap barang dan
jasa) di masing-masing negara. Pada pokoknya ada dua versi teori purchasing
power parity, yakni interpretsi absolut dan relatif. Menurut interpretasi absolut
purchasing power parity, perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang
lain (kurs) ditentukan oleh tingkat harga di masing-masing negara. Sebagai
contoh, harga 1 kg gandum di Amerika Serikat adalah $1 dan di Indonesia sebesar
Rp 1.000,00, maka kurs antara dollar dan rupiah adalah $1 = Rp 1.000,00. Jadi,
kurs didasarkan pada perbandingan purchasing powernya, yakni :
1.000 $1/lg
/kg Rp1.000,00
PP (Nopirin, 1994:249)
Apabila terjadi perubahan harga yang berbeda di kedua negara, maka kurs
Indonesia naik tiga kali dan di Amerika Serikat hanya naik dua kali, maka kursnya
(kurs PP) akan menjadi :
$1 Rp1.500,00 x
$1 1000
(Nopirin, 1994:249)
Kurs PP yang didasarkan pada perubahan harga inilah yang sering disebut kurs
PP dalam arti relatif. (Nopirin, 1994:250)
2.2.5. Teori Produksi
Setiap negara di dunia ini harus berproduksi agar dapat mengkonsumsi
untuk menjamin kehidupannya. Produksi harus dilakukan dalam keadaan apapun
juga, baik oleh pemerintah maupun swasta bahkan tidak diragukan hubungna
antar bangsa di dunia. Salah satu penunjangnya adalah produksi barang dan jasa
antara bangsa-bangsa itu.
Secara sederhana istilah produksi dan konsumsi dapat diterjemahkan
dengan pembuatan atau pemakaian. Dengan kalimat tersebut dimaksudkan secara
sederhana, bahwa produksi berarti pembuatan konsumsi berarti pemakain
(Rosyidi, 1993:53)
Secara mudah arti produksi memanglah pembuatan. Bagi kebanyakan
orang produksi diartikan sebagai kegiatan di dalam pabrik atau barangkali
kegiatan di lapangan pertanian. Dalam ilmu ekonomi, pendefinisian itu terlampau
sempit. Bacalah apa yang dituliskan Richar R dan istrinya Nancy D. R ”In broader
terms any process that creates value or already existing foods is production” yaitu
secara lebih luas, setiap proses yang diciptakan nilai atau memperbesar nilai suatu
suatu usaha yang menciptakan atau memperbesar daya guna barang (Rosyidi,
1993:54)
Untuk melakukan produksi dibutuhkan faktor produksi, faktor-faktor
tersebut diantaranya :
1. Tanah atau SDA
2. SDM
3. Modal
4. Kecakapan tata laksana
Karena faktor di atas merupakan input, sedangkan hasil produksi adalah
outputny. Jadi dapat dikatakan bahwa hasil produksi adalah jumlah barang dan
jasa yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu (Rosyidi, 1993:54)
2.2.5.1.Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah suatu schedule (persamaan matematis) yang
menggambarkan jumlah output (keluaran) maksimum yang dpat dihasilkan dari
suatu set input (masukan faktor produksi tertentu yang digunakan oleh produsen
pada tingkat teknologi tertentu pula. Singkatnya fungsi produksi adalah katalog
dari kemunkinan hasil produksi (Sudarman, 1996:124)
Untuk melakukan produksi, yang melakukan faktor-faktor produksi yang
antara lain : tanah (land) atau sumber daya alam, tenaga kerja manusia atau
sumber daya manusia, modal, kecakapan tata laksana. (Rosyidi, 1997:56)
Adapun hubungan antara produksi dengan permintaan ekspor yaitu jika
produksi berpengaruh terhadap permintaan ekspor, hal ini dapta dilihat apabila
mengalami kelebihan produksi. Untuk menyalurkan jumlah produksi tersebut
maka negara yang bersangkutan mengekspor ke negara-negara lain dengan harga
yang lebih tinggi dari harga dalam negeri. Hal ini menyebabkan permintaan
ekspor mengalami kenaikan (Anonim, 2004:42)
2.2.5.2.Macam-Macam Teori Produksi
2.2.5.2.1. Teori Produksi Dengan Satu Faktor Perubah
Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang dalam produksi jangka
pendek dikatakan bahwa ada faktor produksi yang bersifat tetap (fixed input) dan
juga berubah (variabel input). Jika faktor produksi yang bersifat variabel tersebut
terus menerus ditambah maka produksi tatal akan semakin meningkat hingga pada
satu titik tertentu (maksimum), dan apabila sudah pada tingkat maksimum faktor
produksinya terus ditambah maka produksinya akan menurun. Hal ini berarti
terjadi hukum ”low of deminishing return”
Gambar 4 : Kurva Fungsi Produksi atau Total Produksi
Sumber : Suherman Rosyidi, 2004, Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, halaman 58
Keterangan :
Kurva Total Produksi (TP) adalah kurva yang menunjukkan hubungan
diantara jumlah produksi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produksi tersebut. Bentuk kurva TP cekung ke atas apabila
tenaga kerja yang digunakan masih sedikit (yaitu apabila tenaga kerja
kurang dari 3). Ini berarti tenaga kerja adalah masih kekurangan kalau
dibandingkan dengan faktor produksi lain, misalnya tanah yang tetap
jumlahnya (Sukirno, 1995:198)
2.2.5.2.2. Teori Produksi Dengan dua Faktor Perubah
Analisa yang dibahas sebelumnya menggambarkan bagaimana tingkat
produksi akan mengalami tingkat perubahan apbila dimisalkan satu faktor
produksi yaitu tenaga kerja yang berubah. Jika menggunakan dua faktor produksi
yang dapat diubah (misalnya tenaga kerja dan modal), dan dimisalkan dapat saling
menggantikan. Hal ini berarti apabila tenaga kerja dan harga modal per unitnya
kita ketahui, maka analisa tentang bagaimana produsen akan meminimumkan
biaya dalam usahanya untuk mencapai suatu tingkat produksi tertentu dapat
dicapai.
2.2.6. Teori GDP (Gross Domestic Product) Pengertian GDP (Gross Domestic Product)
GDP adalah salah satu faktor ekonomi makro yang merupakan suatu
indikasi pertumbuhan ekonomi suatu negara yang dihitung berdasarkan nilai
diartikan sebagai indikasi kemakmuran masyarakat suatu negara. Disamping itu
sebagai negara pengimpor, pertumbuhan ekonomi dalam negara yang tercermin
dalam GDP sangat besar pengaruhnya terhadap besar kecilnya konsumsi
masyarakat. (Boediono, 1981:12)
Di negara-negara berkembang, konsep GDP (Gross Domestic Product)
adalah konsep yang paling penting dari konsep pendapatan lainnya, GDP (Gross
Domestic Product) dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa yang diproduksi
di dalam negara tersebut dalam satu tahun.
Di dalam suatu perekonomian negara-negara maju maupun negara-negara
berkembang, barang dan jasa diproduksi bukan saja perusahaan milik penduduk
negara tersebut tetapi oleh penduduk negara lain, selalu didapati produk nasional
diciptakan oleh faktor-faktor produksi yang berasal dari luar negeri. Dengan
demikian Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang atau jasa dalam
suatu yang diproduksikan oleh faktor-faktor milik negara tersebut dan negara
asing.
PDB menggambarkan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh
suatu perekonomian. Salah satu cara pengukuran produk dengan menghitung
seluruh pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh negara
yang bersangkutan, yaitu sebagai berikut :
a. Konsumen Rumah Tangga (c)
b. Konsumen Pemerintah (G)
c. Investasi swasta dan pemerintah (1)
d. Ekspor barang dan jasa (X)
Jadi Produksi Domestik Bruto (PDB) = C + I + G + (X – M). (Rosyidi S,
1993:113)
Kegunaan pada konsumsi pemerintah yaitu antara lain :
a. Menghitung pertumbuhan ekonomi
b. Mengetahui struktur perekonomian
c. Menghitung pendapatan perkapita
d. Membandingkan perekonomian antar daerah (PDRB)
e. Sebagai salah satu bahan untuk perumusan kebijakan pemerintah
Sedangkan produk domestik bruto dapat diinterprestasikan menurut tiga
pendekatan yaitu :
1. Menurut pendekatan produksi
Dengan cara produksi yang dihitung adalah nilai produksi yang dihasilkan
oleh faktor-faktor produksi yang ada di suatu negara tanpa membedakan
apakah faktor produksi itu milih orang asing atau warga negara itu sendiri.
Menurut cara produksi pendapatan nasional dihitung dengan menentukan dan
menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh setiap sektor produksi yang
ada dalam perekonomian. Unit-unit produks tersebut dalam penyajiaanya
dikelompokkan menjadi 9 lapangan usah yaitu :
Pertanian
Pertambangan dan penggalian Perdagangan
Konstruksi
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, persewaan dan jasa persewaan Jasa-jasa
Pendapatan nasional di dapta dengan menjumlahkan nilai produksi yang
dihasilkan oleh sektor-sektor tersebut di atas. Nilai yang didapat itu
dinamakan GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik Bruto.
Dalam menghitung pendapatan nasional dengan cara produksi, yang
dijumlahkan ialah nilai tambah (Valur added) dari masing-masing sektor
sehingga terhindari perhitungan rangkap
2. Menurut Pendekatan pendapatan
Menghitung pendapata nasional dengan cara pendapatan ialah
menjumlahkan pendapat faktor-faktor produksi yang idgunakan dalam
memproduksi barang dan jasa. Balas jasa fakto produksi yang dimaksud
adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, sewa sebelum
dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Nilai yang diperoleh
dinamakan Pendapatan Nasional atau National Income (NI).
3. Menurut pendekatn pengeluaran
Dengan cara penghitungan pengeluaran yang dihitugn adalah seluruh
pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat warga negara yang
bersangkutan. Menurut cara ini pendapatan nasional didapat dengan
menjumlahkan nilai pengeluaran sektor rumah tangga, pengeluran pemerintah
diperoleh dengan cara ini disebut produk nasional bruto (PNB) atau Gross
National Product (GNP). Sedangkan menurut lapangan usaha, dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu :
a. Produk Domestik Bruto atas dasar harga yang berlaku
Adalah jumlah nilai produk atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai
sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan.
b. Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan suatu tahun
Adalah jumlah nilai produk atau pendapatan atas pengeluaran yang dinilai
atas dasar harus tetap suatu tahun.
c. PDB atas dasar harga pasar
Adalah penjumlahan nilai tambah bruto dari seluruh lapangan usaha,
meliputi balas jasa faktor produksi (upah dan gaji, suplus usaha),
penyusutan dan pajak tidak langsung nett. (Anonim, 1985-1990:1)
Terdapat peningkatan pendapatan nasional suatu negara tidaklah
berarti bahwa negara tersebut menunjukkan bahwa negara tersebut menjadi
miskin. Setiap perubahan pendapatan nasional harus dibandingkan dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam :
a. Besarnya jumlah penduduk
Jika kenaikan pendapatan nasional diikuti oleh adanya peningkatan yang
sebanding dari jumlah penduduk, maka tentu tidak akan ada perubahan
b. Tingkat harga umum
Jiak peningkatan dalam pendapatan nasional yang sebenarnya adalah dari
kenaikan harga umum, maka nilai barang-barang yang dulunya dibeli oleh
penduduk akan sama dengan sekarang.
c. Produksi barang dan jasa
Suatu kenaikan pendapatan nasional boleh jadi bukan karena kenaikan dari
produksi yang sama sehingga lebih banyak penduduk yang dapat
menikmatinya, seperti pesawat sebagai pengganti radio untuk hiburan.
d. Pembagian pendapatan
Kenaikan pendapatan nasional mungkin hanya dinikmati oleh sebagian
penduduk, jika demikian sama halnya semua penduduk menerima
tambahan pendapatan nasional tersebut
Ukuran yang lebih baik ats kemajuan ekonomi suatu negara bukanlah
oleh kenaikan pendapatan nasional itu sendiri, total produksi dibagi jumlah
penduduk akan tetapi memberikan ukuran yang lebih akurat atas kemajuan
ekonomi yang dicapai oleh suatu negara. Meskipun demikian, tidaklah praktis
untuk menjumlahkan secara fisik semua barang atau jasa dalam bentuk uang
dan membuat penyesuaian setiap terjadi perubahan dalam tingkat harga
(Siregar, 1994:124).
Dari pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Gross
Domestic Product (GDP) merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi
dalam negeri. Gross Domestic Product senantiasa dipakai sebagai alat
perekonomian suatu bangsa, penting untuk dipikirkan bahwa yang
menghasilkan seluruh barang dan jasa di suatu negara itu bukanlah mutlak
hanya warga negara itu sendiri tetapi juga orang asing.
Pengaruh Gross Domestic Product (GDP) Jepang dengan nilai ekspor
ikan tuna Jawa Timur ke Jepang (Y) adalah apabila Gross Domestic Product
Jepang meningkat, maka akan berdampak pada peningkatan ekspro ikan tuna
Jawa Timur ke Jepang. Alasan yang melatarbelakangi kondisi ini adalah
dengan meningkatnya Gross Domestic Product negara Jepang, maka
pendapatan perkapita akan meningkat pula sehingga akan membuka peluang
peningkatan ekspor ikan tuna Jawa Timur ke Jepang (Boediono, 1991:12)
2.2.7. Ekspor
2.2.7.1. Pengertian Ekspor
Yang dimaksud dengan ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari
peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan
pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir, 1995:209)
2.2.7.2.Tujuan Ekspor
Tujuan kegiatan ekspor antara lain :
1. Meningkatkan keuntungan atau laba perusahaan melaluio perluasan pasar
serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba).
2. Ekspor juga berarti membuka pasar baru diluar negeri sebagai perluasan pasar
domestik (membuka pasar ekspor)