• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN CRITICAL THINKING SISWA KELAS V PADA MATA PELAJARAN PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DI SD NEGERI 1 SEDAYU BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN CRITICAL THINKING SISWA KELAS V PADA MATA PELAJARAN PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) DI SD NEGERI 1 SEDAYU BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017."

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN CRITICAL THINKING SISWA KELAS V PADA MATA

PELAJARAN PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM

BASED INSTRUCTION (PBI) DI SD NEGERI 1 SEDAYU BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh: Esti Rahmawati NIM 13108241134

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

i

PENINGKATAN CRITICAL THINKING SISWA KELAS V PADA MATA

PELAJARAN PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM

BASED INSTRUCTION (PBI) DI SD NEGERI 1 SEDAYU BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh: Esti Rahmawati NIM 13108241134

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(3)

ii

PENINGKATAN CRITICAL THINKING SISWA KELAS V PADA MATA

PELAJARAN PKN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM

BASED INSTRUCTION (PBI) DI SD NEGERI 1 SEDAYU BANTUL TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh: Esti Rahmawati NIM 13108241134

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan critical thinking siswa kelas V pada mata pelajaran PKn di SD Negeri 1 Sedayu Bantul Tahun Ajaran 2016/2017 dengan menggunakan model Problem Based Instruction (PBI).

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Kemmis& Taggart dengan model siklus berulang, dimana setiap siklusnya terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Sedayu tahun ajaran 2016/2017. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi dan skala. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan critical thinking siswa kelas V pada mata pelajaran PKn di SD Negeri 1 Sedayu Bantul tahun ajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata hasil observasi dari pra siklus yaitu 1,9 meningkat pada siklus I yaitu 5,3 dan meningkat menjadi 7,2 pada siklus II dengan persentase siswa yang memenuhi kriteria 29% pada siklus I menjadi 77,4% pada siklus II. Hasil rata-rata skala critical thinking mengalami peningkatan dari 6,77 dengan 38,7% siswa yang tuntas pada tahap pra tindakan, menjadi 7,0 dengan 51,6% siswa yang tuntas pada siklus I, dan meningkat kembali menjadi 7,1 dengan 80,6% siswa yang tuntas pada siklus II.

(4)

iii

IMPROVING CRITICAL THINKING OF 5THSTUDENTS GRADE IN

EDUCATIONAL OF CITIZENSHIP THROUGH PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) LEARNING MODEL AT SD NEGERI 1 SEDAYU

BANTUL SCHOOL YEAR 2016/2017

By:

Esti Rahmawati NIM 13108241134

ABSTRACT

This study aims to improve the critical thinking of 5th grade students in Educational of Citizenship at SD Negeri 1 Sedayu Bantul School Year 2016/2017 by using Problem Based Instruction (PBI) model.

This research is a collaborative class action research. This study uses Kemmis& Taggart research design with a recurring cycle model, where each cycle consists of planning activities, action execution, observation, and reflection. The subjects of the study were the students of 5th grade SD Negeri 1 Sedayu school year 2016/2017. The data were collected by observation technique and scale. Data analysis technique used is qualitative and quantitative descriptive technique.

The results of the study showed that the model of Problem Based Instruction (PBI) can improve the critical thinking of the students of 5th grade in Educational of Citizenship at SD Negeri 1 Sedayu Bantul school year 2016/2017. This can be seen from the average increase of observation result from pre cycle that is 199 increase in cycle I that is 5,3 and increased to 7,2 in cycle II with percentage of student fulfilling criterion 29% in cycle I become 77,4% at cycle II. The average mean-scale thinking rate increased from 6.77 with 38.7% of the completed students at the pre-action stage, to 7.0 with 51.6% of completed students in cycle I, and increased again to 7.1 with 80, 6% of students completed in cycle II.

(5)
(6)
(7)
(8)

vii

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Arti dari Q. S. Al-Insyirah ayat 6)

(9)

viii

PERSEMBAHAN

Tugas akhir skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Orang tua serta kakak-kakak yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungan.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Peningkatan

Critical Thinking Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran PKn melalui Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) di SD Negeri 1 Sedayu Bantul Tahun Ajaran 2016/2017” sesuai dengan harapan. Tugas akhir skripsi ini dapat

diselesaikan atas bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat sebagai berikut.

1. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M. Pd., selaku Ketua Penguji, Bapak Fathurrohman, M. Pd., selaku Sekretaris Penguji, serta Ibu Suyantiningsih, M. Ed., Penguji Utama yang sudah memebrikan koreksi perbaikan terhadap Tugas Akhir Skripsi ini.

3. Bapak Suparlan, M. Pd. I., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan fasilitas selama proses penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

(11)
(12)

xi A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Critical Thinking ... 13

1. Pengertian Critical Thinking ... 13

2. Indikator Critical Thinking ... 16

3. Melatih Critical Thinking ... 20

B. Kajian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Sekolah Dasar... 23

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 23

2. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas V ... 25

C. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar ... 27

D. Kajian Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) .... 30

1. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) ... 30

2. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) ... 32

3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) ... 34

(13)

xii

5. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Instruction

(PBI) ... 40

E. Kerangka Berpikir ... 42

F. Hipotesis Tindakan ... 45

G. Definisi Operasional Variabel ... 45

H. Penelitian yang relevan ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47

B. Setting Penelitian ... 48

1. Tempat Penelitian ... 48

2. Waktu Penelitian ... 48

C. Subyek Penelitian ... 48

D. Desain Penelitian ... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Instrumen Penelitian ... 55

G. Teknik Analisis Data ... 59

H. Indikator Keberhasilan ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63

B. Hasil Penelitian ... 65

C. Pembahasan ... 98

D. Keterbatasan Penelitian ... 101

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Indikator Critical Thinking menurut Ennis ... 17

Tabel 2. Indikator Critical Thinking menurut Kowiyah ... 19

Tabel 3. Indikator Critical Thinking dalam Penelitian... 20

Tabel 4. SK dan KD PKn Kelas V Semester 1 ... 26

Tabel 5. SK dan KD PKn Kelas V Semester 2 ... 27

Tabel 6. Langkah-langkah Model Problem Based Instruction (PBI) ... 38

Tabel 7. Kisi-kisi Observasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)... 56

Tabel 8. Kisi-kisi Observasi Critical Thinking Siswa ... 57

Tabel 9. Kisi-kisi Skala Critical Thinking Siswa ... 59

Tabel 10. Pedoman Penilaian Menggunakan Standar 10 ... 62

Tabel 11. Rekapitulasi Hasil Observasi Critical Thinking Tahap Pra Tindakan ... 66

Tabel 12. Rekapitulasi Nilai Skala Critical Thinking Siswa Tahap Pra Tindakan ... 67

Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus I ... 80

Tabel 14. Rekapitulasi Nilai Skala Critical Thinking Siswa Siklus I ... 81

Tabel 15. Hambatan dan Perbaikan Siklus I ... 83

Tabel 16. Rekapituasi Hasil Observasi Cirtical Thinking Siklus II ... 94

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 45

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan dari Kemmis& Taggart ... 50

Gambar 3. Hasil Observasi Critical Thinking Tahap Pra Tindakan ... 67

Gambar 4. Hasil Skala Critical Thinking Tahap Pra Tindakan ... 68

Gambar 5. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus I ... 80

Gambar 6. Hasil Skala Critical Thinking Siswa Siklus I ... 81

Gambar 7. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus II... 94

(16)

xv

LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I... 109

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ... 123

Lampiran 3. Lembar Observasi Pelaksanaan Model PBI ... 136

Lampiran 4. Hasil Observasi Pelaksanaan Model PBI Siklus I ... 137

Lampiran 5. Hasil Observasi pelaksanaan Model PBI Siklus II ... 139

Lampiran 6. Pedoman Observasi Critical Thinking Siswa ... 141

Lampiran 7. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Tahap Pra Tindakan ... 144

Lampiran 8. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus I Observer 1 ... 145

Lampiran 9. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus I Observer 2 ... 146

Lampiran 10. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus II Observer 1 ... 147

Lampiran 11. Hasil Observasi Critical Thinking Siswa Siklus II Observer 2 ... 148

Lampiran 12. Rekapitulasi Hasil Observasi Critical Thinking Siklus I ... 149

Lampiran 13. Rekapitulasi Hasil Observasi Critical Thinking Siklus II ... 150

Lampiran 14. Perbandingan Hasil Observasi Critical Thinking Siswa... 151

Lampiran 15. Skala Critical Thinking Siswa ... 152

Lampiran 16. Perbandingan Nilai Skala Critical Thinking Siswa ... 155

Lampiran 17. Surat Perijinan dan Keretangan Penelitian ... 156

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut kualitas sumber daya manusia yang lebih baik pula. Terlebih lagi bangsa Indonesia tengah menghadapi masa Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA. Hal tersebut menuntut seseorang untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki, agar masyarakat mampu menghadapi tantangan MEA agar dapat bersaing dengan bangsa lain.

Era MEA menuntut masyarakat memiliki karakter yang kuat dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Menurut Direktur Perundingan Perdagangan Jasa, Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional yang dilansir melalui m.liputan6.com, salah satu hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pengembangan kurikulum tersebut dimaksudkan sebagai salah satu jalan meningkatkan kualitas SDM dari bidang pendidikan.

Pendidikan merupakan instrumen utama dalam mengembangkan potensi dan karakter seseorang untuk menciptakan SDM yang berkualitas. Tanpa melalui pendidikan, seseorang tidak akan dapat menjadi manusia yang bermanfaat dan bermartabat, yakni menjadi sosok manusia yang utuh (Rohman, 2013: 2). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 menegaskan bahwa:

(18)

2

mampuan kognitif, kemampuan afektif, kemampuan psikomotorik, serta kemampuan sosial untuk menjalankan proses kehidupan bermasyarakat.” Pengertian tersebut menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dilandasi dengan kesadaran dari dalam diri peserta didik untuk mengembangkan potensi dalam dirinya yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, serta kemampuan sosial. Pengertian tersebut juga menjelaskan bahwa pendidikan dimulai dari usia dini, yang artinya pendidikan dimulai sejak masih kanak-kanak seta dilaksanakan secara berjenjang.

(19)

3

Paulo Freire (Rohman, 2013: 2) mengatakan, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan memahami makna atas realitas yang dipelajari, yang menuntut sikap kritis dari para pelaku pendidikan yaitu pendidik dan peserta didik. Berdasarkan pernyataan tersebut, para pendidik dituntut untuk memunculkan sikap aktif, kreatif, dan kritis dari dalam diri peserta didik. Melalui sikap yang aktif, kreatif, dan mampu berpikir kritis akan menciptakan manusia yang cakap, baik cakap dalam berpikir maupun bertindak. Penumbuhan sikap tersebut dilakukan melalui kegiatan pendidikan, dimana terintegrasi dalam suatu mata pelajaran di sekolah. Salah satu mata pelajaran yang berperan menumbuhkan sikap aktif, kreatis, dan mampu berpikir kritis adalah mata pelajaran PKn.

Pembelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam pendidikan. Mata pelajaran PKn bertujuan untuk meningkatkan sikap aktif, keratif dan kritis dalam diri siswa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan mata pelajaran PKn (Depdiknas, 2006: 271) bahwa salah satu tujuan mata pelajaran PKn agar siswa mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan bermasyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, maka guru PKn khususnya di sekolah dasar diharapkan mampu mendesain kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi partisipasi siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut diharapkan agar tujuan mata pelajaran PKn dapat tercapai, serta siswa memiliki pengalaman belajarnya.

(20)

4

pada implementasi PKn terkait peran siswa sebagai warga. Forum Diskusi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda di Utrecht pada 6 Januari 2013 menyatakan bahwa pembelajaran PKn di SD di Indonesia selama ini hanya bersifat doktrinal dan menghafal, bukan menekankan pada implementasinya sebagai warga negara seperti penerapan good practice pendidikan yang diterapkan di negara Belanda. Pembelajaran yang bersifat teoritis kurang menekankan keaktifan siswa, sehingga pembelajaran berpusat pada guru. Kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa kurang terdorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Hal tersebut bertentangan dengan tujuan mata pelajaran PKn dimana PKn bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, serta berpartisipasi aktif dalam kegiatan bermasyarakat, dalam hal ini kegiatan pembelajaran.

(21)

5

menyimpulkan hasil pembelajaran secara mandiri, sehingga guru harus membantu siswa dalam merumuskan kesimpulan. Siswa juga belum mampu ketika guru meminta mengkaitkan hasil pembelajaran dengan realita di kehidupannya.

Berdasarkan hasil ulangan akhir semester 1, rata-rata nilai PKn di rapor sudah di atas KKM yakni 78 dengan KKM 75. Rata-rata nilai PKn masih di bawah rata-rata nilai mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia dengan rata-rata-rata-rata 81, IPS dengan rata-rata 82, IPA dengan rata-rata 80, tetapi sama dengan nilai rata-rata mata pelajaran Matematika yaitu 78. Akan tetapi, pada saat pembelajaran matematika siswa memiliki kemauan yang kuat untuk belajar, yang terlihat dari siswa yang memerhatikan penjelasan guru serta kemauan untuk mencatat dan mengerjakan tugas mereka secara mandiri. Berbeda dengan pembelajaran PKn dimana banyak siswa kurang antusisas mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya critical thinking siswa pada mata pelajaran PKn, sehingga penerimaan konsep PKn belum mengena pada siswa.

(22)

6

menghaflkan banyak materi dalam PKn. Oleh karena itu, siswa sering bosan bahkan mengantuk ketika pembelajaran PKn berlangsung. Hal tersebut membuat iswa lebih memilih sibuk mengobrol dengan temannya. Apabila hal tersebut berjalan terus menerus akan mengakibatkan daya pikir siswa menjadi rendah dan siswa kurang mnegembangkan critical thinking mereka. Hal tersebut bertentangan dengan pengertian critical thinking menurut Faiz (2012: 3) bahwa critical thinking adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Sesuai dengan hal tersebut, evaluasi mengarah pada pengambilan keputusan untuk menerima, menangkal, atau meragukan suatu pernyataan.

Seseorang yang berpikir kritis akan berpikir sebelum bertindak. Critical thinking is reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe

or do (Ennis, 2011:1). Pengertian tersebut mengandung arti bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang fokus pada pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan atau diyakini. Keputusan masuk akal tentang sesuatu yang dilakukan atau diyakini menjauhkan seseorang dari keputusan yang keliru, tidak bermoral karena tergesa-gesa (Hassoubah, 2008: 86). Artinya, dengan berpikir kritis seseorang akan lebih berhati-hati dalam pengambilan keputusan yang akan mereka ambil, yang selanjtnya akan mereka praktikkan. Dengan kata lain, seorang pemikir kritis akan mempertimbangkan matang-matang apa yang akan dilakukan.

(23)

7

kritis juga dikembangkan sejak usia anak-anak, agar semakin bertambah usianya, semakin bertambah pula kemampuan berpikir kritisnya. Critical thinking siswa dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang diintegrasikan dalam semua mata pelajaran di SD. Paul (Hassoubah, 2008: 84) mengungkapkan bahwa keadaan lingkungan dan prasangka dianggap sebagai suatu kebenaran apabila mengembangkan anak-anak untuk berpikir secara kritis terhadap materi pelajaran, penggunaan bahasa, dan informasi yang mereka terima.

Critical thinking perlu dikembangkan dalam diri siswa terkait dengan penerimaan konsep pembelajaran yang mereka pelajari. Susanto (2013: 126) mengungkapkan bahwa berpikir kritis membuat siswa lebih mudah memahami konsep, peka akan masalah yang terjadi, sehingga dapat memahami dan menyelesaikan masalah serta mampu mengimplementasikan konsep dalam situasi yang berbeda. Dengan demikian, siswa tidak hanya hafal teori dalam materi PKn saja, tetapi mereka juga mampu mengimplementasikannya.

Dalam upaya meningkatkan critical thinking di dunia pendidikan diperlukan proses pembelajaran yang memicu aktivitas siswa. Kegiatan pembelajaran yang aktif dapat ditentukan melalui model, metode, atau media yang digunakan. Peran guru di dalam kelas adalah sebagai fasilitator atas kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Hal tersebut dilakukan agar kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa atau

(24)

8

Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) atau yang sering disebut dengan pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dimana guru menyajikan masalah autentik dan bermakna bagi siswa sebagai awal dari kegiatan pembelajaran (Trianto, 2007: 91). Problem Based Instruction (PBI) berorientasi pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah, sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri (Fathurrohman, 2015: 113). Melalui model pembelajaran PBI ini, siswa akan mampu menganalisis masalah-masalah autentik yang ada disekitar mereka, menyelidiki, dan mencari solusi dari permasalahan tersebut. Penyelidikan masalah yang dilakukan siswa akan memunculkan kemampuan berpikir kritis siswa agar mereka tidak ragu-ragu dalam membuat keputusan dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu, model PBI sangat tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis dalam memecahkan suatu permasalahan.

(25)

9

Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan peneliti. Penelitian yang dilakukan adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Peningkatkan Critical Thinking

Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran PKn melalui Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) di SD Negeri 1 Sedayu Bantul Tahun Ajaran 2016/2017.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan di kelas V SD 1 Sedayu, Kabupaten Bantul antara lain sebagai berikut.

1. Rendahnya critical thinking sebagian siswa Kelas V SD Negeri 1 Sedayu Bantul pada mata pelajaran PKn.

2. Model pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat monoton, yakni menggunakan metode ceramah.

3. Kegiatan pembelajaran didonimasi dengan menghafal materi, bukan mengajak siswa untuk berpikir kritis.

4. Beberapa siswa enggan mencari sumber informasi dari buku ketika menjawab soal atau mengerjakan tugas individu, tetapi menyontek hasil pekerjaan temannya.

5. Siswa masih belum tepat dalam mengerjakan soal, karena hasil pengumpulan informasi yang dilakukan tidak relevan dengan pertanyaan yang diberikan. 6. Sumber informasi yang digunakan siswa dalam mengerjakan tugas PKn

(26)

10

7. Beberapa siswa menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat dan sederhana tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

8. Siswa masih kebingungan dalam mengkaitkan materi pembelajaran dengan dampaknya pada kehidupan sehari-hari.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan beberapa identifikasi masalah yang banyak dan kompleks, maka peneliti memfokuskan batas masalah yang akan diteliti pada “Masih kurangnya

critical thinking siswa kelas V pada mata pelajaran PKn di SD Negeri 1 Sedayu Bantul Tahun Ajaran 2016/2017.”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan critical thinking siswa pada mata pelajaran PKn melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) di kelas V SD Negeri 1 Sedayu Bantul tahun ajaran 2016/2017?”

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan critical thinking pada mata pelajaran PKn melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sedayu Bantul Tahun Ajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

(27)

11

Hasil penelitian ini diharapkan untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan critical thinking siswa pada mata pelajaran PKn, khususnya melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Lebih lanjut lagi, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengenai penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) untuk meningkatkan critical thinking siswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

1) Guru dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dalam meningkatkan efektifitas kegiatan mengajar.

2) Guru dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) pada setiap mata pelajaran.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak sekolah dalam mengembangkan mutu pendidikan dan menentukan kebijakan khususnya dalam proses pembelajaran di kelas.

c. Bagi Pembaca

(28)

12

(29)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori Critical Thinking

1. Pengertian Critical Thinking

Berpikir merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Berpikir yang menjadikan manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dan tumbuhan. Menurut Walgito (2013: 195), berpikir merupakan suatu aktivitas mental dan kognitif yang berwujud untuk mengolah atau memanipulasi informasi dari lingkungan dengan simbol-simbol atau materi yang disimpan dalam ingatannya. Sugihartono (2013: 12) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir merupakan suatu aktivitas kognitif yang kompleks karena melibatkan berbagai bentuk gejala jiwa seperti persepsi, sensasi, maupun memori.

(30)

14

bahwa berpikir adalah aktivitas mental yang menghasilkan pengetahuan. Keterampilan berpikir dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Berpikir memiliki tahapan-tahapan tertentu yang sesuai dengan perkembangan manusia. Berpikir dimulai dari tahap awal ke tahap yang lebih tinggi atau lebih kompleks. Frenkel (Kowiyah, 2012: 175-176) mengemukakan tahapan-tahapan berpikir sejak tahap operasional konkrit sampai tahap operasional formal yaitu sebagai berikut: (a) Tahap berpikir konvergen, yaitu mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar; (b) Tahap berpikir divergen, yaitu mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban, jawaban tidak 100% benar maka dari itu tidak dapat ditarik suatu kesimpulan; (c) Tahap berpikir kritis, yaitu seseorang harus memiliki alternatif terlebih dahulu sebagai jawaban sementara, kemudian menentukan kriteria untuk memiliki jawaban yang paling benar. Penentuan kriteria didasarkan pada pengetahuan dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi; (d) Tahap berpikir kreatif, yaitu menghasilkan gagasan baru yang tidak dibatasi oleh fakta, tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan, tidak memperhatikan bukti dan bisa saja melanggar hukum.

Aktivitas berpikir seseorang yang mentransformasikan informasi menjadi pengetahuan yang baru atau untuk memecahkan masalah perlu untuk berpikir secara kritis. Ennis (2011: 1) menerangkan bahwa “Critical thinking is reasonable

(31)

15

tersebut mengandung arti bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan refektif yang berfokus pada pengambilan keputusan tentang apa yang diyakini atau dilakukan. Lain halnya dengan Ennis, Rudinow & Barry (2008: 11) mengemukakan pendapatnya bahwa “critical thinking as a set of conceptual tools

with associated intellectual skills and strategies useful for making reasonable decision about what to do or believe.” Pengertian tersebut mengandung arti bahwa berpikir kritis sebagai seperangkat konsep yang dihubungkan dengan kemampuan dan strategi intelektual yang berguna untuk membuat suatu keputusan yang beralasan mengenai apa yang dilakukan atau yang dipercaya. Susanto (2013: 121) menyampaikan bahwa berpikir kritis merupakan kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna.

(32)

16

Halpen (Susanto, 2013:122) menjelaskan bahwa critical thinking adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan yang dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran yang perlu ditingkatkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkn berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan. Berpikir kritis disebut juga directed thinking karena berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Sedangkan Faiz (2012: 3) mengemukakan bahwa

critical thinking atau berpikir kritis adalah aktivitas mental yang yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan.

Dari beberapa definisi tentang critical thinking, peneliti sependapat dengan pendapat Ennis (2011:1) bahwa critical thinking adalah aktivitas berpikir yang masuk akal dengan mempertimbangkan secara cermat keputusan yang akan diambil agar dapat keputusan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Indikator Critical Thinking

Critical thinking atauberpikir kritis merupakan kegiatan berpikir yang dapat diamati melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan seseorang. Aktivitas-aktivitas kritis menunjukkan indikator bahwa seseorang dapat dikatakan berpikir kritis. Faiz (2012: 4) merumuskan indikator-indikator dalam berpikir kritis yakni sebagai berikut.

a. Mampu menentukan pokok-pokok permasalahan

(33)

17

c. Mampu memilih argumen yang logis, relevan, dan akurat.

d. Mampu mendeteksi bias berdasarkan sudut pandang yang berbeda e. Mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai

suatu keputusan.

Lebih lanjut lagi Ennis (Susanto, 2013: 125-126) yang menyatakan bahwa aspek dan indikator kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Indikator Critical Thinking menurut Ennis

Aspek Indikator

Memberikan penjelasan sederhana

 Memfokuskan pertanyaan

 Menganalisis pertanyaan

 Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan Membangun keterampilan

dasar

 Mempertimbangkan sumber apakah dapat dipercaya atau tidak

 Mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi

Menyimpulkan  Mendeduksi dan mempertimbangkan induksi.

 Menginduksi dan mempertimbangkan induksi

 Membuat dan menentukan hasil pertimbangan

Memberikan penjelasan lebih lanjut

 Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi dalam tiga dimensi.

 Mengidentifikasi asumsi. Mengatur strategi dan taktik  Menentukan suatu tindakan.

(34)

18

Lain halnya dengan Ennis, Watson dan Glaser (Kowiyah, 2012:177) menyatakan bahwa indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut.

a. Inferensi, yaitu kecakapan untuk membedakan tingkat-tingkat kebenaran dan kepalsuan. Inferensi merupakan kesimpulan yang dihasilkan oleh seorang observer sesuai fakta tertentu.

b. Pengenalan asumsi, yaitu pengenalan terhadap asumsi, dimana asumsi merupakan sesuatu yang dianggap benar.

c. Deduksi, yaitu kecakapan untuk menentukan kesimpulan tertentu perlu mengikuti informasi dalam pertanyaan yang diberikan.

d. Interpretasi, yaitu menimbang fakta-fakta dan menghasilkan kesimpulan berdasarkan data yang diberikan. Interpretasi adalah kecakapan untuk menilai apakah kesimpulan secara logis berdasarkan informasi yang diberikan.

e. Evaluasi, yaitu membedakan argumen yang kuat dan relevan dengan argumen yang lemah atau tidak relevan.

(35)

19

Tabel 2. Indikator Critical Thinking menurut Kowiyah

Kecakapan Indikator

Menginterpretasi  Mengkategorikan

 Mengklasifikasi

Menganalisis  Menguji

 Mengidentifikasi

Mengevaluasi  Mempertimbangkan

 Menyimpulkan

Menarik kesimpulan  Menyaksikan data

 Menjelaskan kesimpulan

Penjelasan  Menuliskan hasil

 Menghadirkan argumen

Kemandirian  Melakukan koreksi

 Melakukan pengujian

(36)

20

Tabel 3. Indikator Critical Thinking dalam Penelitian

Aspek Indikator

Memberikan penjelasan sederhana

 Bertanya tentang suatu penjelasan atau tantangan

 Menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.

Membangun keterampilan dasar

 Mempertimbangkan sumber apakah dapat dipercaya atau tidak.

 Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

Menyimpulkan  Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

 Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi.

 Membuat dan menentukan hasil pertimbangan.

Memberikan penjelasan lebih lanjut

 Mendefinisikan istilah dan

mempertimbangkan definisi dalam tiga dimensi.

 Mengidentifikasi asumsi. Mengatur strategi dan taktik  Menentukan suatu tindakan.

 Berinteraksi dengan oang lain.

3. Melatih Critical Thinking

Critical thinking atau berpikir kritis merupakan proses mental, dimana setiap proses memerlukan tahapan-tahapan tertentu. Soeprapto (Susanto, 2013: 130-131) mengemukakan bahwa tahapan dalam berpikir kritis harus memperhatikan tingkat perkembangan kognitif anak. Tahapan tersebut sebagai berikut:

a. Identifikasi komponen-komponen prosedural, yaitu siswa diperkenalkan pada langkah-langkah khusus yang diperlukan dalam berpikir kritis.

(37)

21

c. Latihan terbimbing, yaitu dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada anak agar dapat menggunakan keterampilan dalam belajar secara mandiri. d. Latihan bebas, yaitu cara guru mendesain aktivitas sedemikian rupa, sehingga

dapat secara mandiri menggunakan keterampilan yang dimilikinya.

Hassoubah (2008: 97-106) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut.

a. Membaca dengan ktitis.

Berpikir secara kritis mengharuskan seseorang untuk membaca dengan kritis pula. Hal tersebut dikarenakan membaca dengan kritis akan menimbulkan refleksi antara bacaan dengan pendapat dan pendirian seorang pembaca itu sendiri.

b. Meningkatkan daya analisis

Strategi yang dapat digunakan adalah membuat kesimpulan sementara atas suatu permasalahan, kemudian meminta kepada teman diskusi untuk memberikan kritik dan sarannya. Dalam diskusi yang memerlukan analisis, kritik, dan saran harus diterima secara positif.

c. Mengembangkan kemampuan mengamati

Melakukan kegiatan mengamati akan membuat seseorang dapat menyelesaikan masalah yang meminta sseorang untuk terlibat di dalamnya. d. Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya, dan refleksi.

(38)

22 e. Metakognisi

Metakognisi berarti cara berpikir sendiri. Dengan melakukan metakognisi, akan terjadi proses yang seolah mengamati dan mengarahkan pikiran dengan sadar atau sengaja.

f. Mengamati “model” berpikir kritis.

Mengamati “model” akan membantu membayangkan, menjelaskan, dan

melaksanakan tingkah laku yang dilakukan dalam kehidupan sendiri. g. Diskusi yang kaya

Diskusi akan membuat seseorang mampu mengungkapkan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, mengevaluasi serta mempertimbangkan pendapat tersebut yang pada akhirnya akan mencari pendapat lain atau menggabungkan beberapa pendapat.

Lain halnya dengan Bonnie dan Potts (Kowiyah, 2012: 179) yang menjelaskan bahwa langkah-langkah untuk mengasah kemampuan berpikir kitis adalah sebagai berikut

a. Meningkatkan interaksi antar siswa pada saat proses pembelajaran. b. Dengan mengajukan pertanyaan open-ended.

c. Memberikan waktu kepada siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan.

(39)

23

Cara melatih kemampuan berpikir kritis siswa yang digunakan pada penelitian berdasar pada pendapat Bonnie dan Potts yaitu dengan meningkatkan interaksi antar siswa pada proses pembelajaran, mengajukan pertanyaan terbuka, memberi waktu kepada siswa untuk merefleksi pertanyaan atau masalah yang diberikan, dan mengajarkan sesuai dengan pengalaman guru yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. hal tersebut terkait dengan perkembangan kognitif dan sosial siswa kelas V SD dimana perkembangan kognitif pada tahap dimana anak sudah mampu berpikir logis, tetapi masih berorientasi pada hal-hal yang mereka alami (Izzaty, 2013: 115). Selain itu, interaksi siswa saat proses pembelajaran merupakan bentuk perkembangan sosial anak, dimana pengaruh teman sebaya memiliki pengaruh yang besar untuk melakukan kegiatan bersama, termasuk kegiatan pemecahan masalah yang dapat meningkatkan critical thinking siswa. Mengajukan pertanyaan open-ended membuat anak berinisiatif menggunakan strategi untuk menentukan keputusan tentang sebab-akibat (Izzaty, 2013: 105). Dengan demikian, siswa memiliki alternatif pemecahan masalah serta solusi dalam memecahkan masalah.

B. Kajian Pendidikan Kewarganegaran (PKn) di Sekolah Dasar

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

(40)

24

menjadi warga negara yang baik, terutama dalah hal cinta tanah air. Susanto (2013:225) mendefinisikan pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar budaya bangsa Indonesia, yang diharapkan mampu membina dan mengembangkan anak didik menjadi warga negara yang baik (good citizen). Zamroni (Susanto, 2013: 226) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan betindak demokratis.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti merujuk pada definisi yang disampaikan oleh Susanto bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah suatu mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana pelestarian nilai dan moral bangsa Indonesia untuk mempersiapkan masyarakat menjadi warga negara yang baik.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan secara klasik adalah untuk menjadikan anak didik sebagai warga negara yang baik. Sedangkan tujuan khusus mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah dasar (Depdikbud, 2006: 271) adalah sebagai berikut.

a. Mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

b. Mampu berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup besama dengan bangsa lainnya.

(41)

25

Dengan demikian, PKn merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan khususnya di tingkat sekolah dasar untuk melatih siswa dalam berpikir kritis, rasional, dan kreatif terutama dalam menanggapi isu-isu kewarganegaraan di negaranya yang semakin kompleks.

2. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas V

Ruang lingkup pembelajaran menunjukkan muatan materi yang disampaikan kepada siswa. Adapun ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan menurut Depdikbud (2006: 271-272) adalah sebagai berikut.

a. Persatuan dan Kesatuan bangsa meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, serta keterbukaan dan jaminan keadilan.

b. Norma, hukum, dan peraturan meliputi tata tertib dalam keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, serta hukum dan peradilan internasional.

c. Hak asasi manusia meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan keajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional, HAM, serta pemanjuan, penghormatan, dan perlindungan HAM.

d. Kebutuhan warga negara meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, serta seermasaan kedudukan warga negara.

e. Konstitusi negara meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, serta hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f. Kekuasaan dan politik yang meliputi pemerintah desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, serta pers dalam masyarakat demokrasi.

(42)

26

h. Globalisasi meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, serta mengevaluasi globalisasi.

Secara khusus, Pendidikan Kewarganegaraan di kelas V memiliki ruang lingkup tersendiri. Adapun ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan di kelas V pada semerter 1 yakni persatuan dan kesatuan bangsa yang meliputi keutuhan NKRI, serta ruang lingkup norma hukum dan peraturan yang meliputi peraturan-peraturan daerah. Sedangkan ruang lingkup PKn kelas V semester 2 yakni kebutuhan warga negara yang meliputi kebebasan berorganisasi dan menghargai keputusan bersama.

Ruang lingkup PKn kelas V dirumuskan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam pembelajaran. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Pkn kelas V menurut Depdiknas (2006: 277 ) sebagai berikut.

Tabel 4. SK dan KD PKn Kelas V Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami

pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

1.1 Mendeskripsikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.2 Menjelaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.3 Menunjukkan contoh-contoh prilaku dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Memahami peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah

2.1 Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah. 2.2 Memberikan contoh peraturan

(43)

27

Sedangkan untuk standar kompetensi dan komptensi dasar mata pelajaran PKn kelas V pada semester 2 adalah sebagai berikut.

Tabel 5. SK dan KD PKn Kelas V Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

3. Memahami kebebasan berorganisasi.

3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi.

3.2 Menyebutkan contoh-contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat.

3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih orgnisasi di sekolah. 4. Menghargai keputusan

bersama.

4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama.

4.2 Mematuhi keputusan bersama.

Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada SK dan KD PKn semester 2. Hal tersebut dikarenakan penelitian dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2016/2017. Peneliti memfokuskan pada SK 4. Menghargai keputusan bersama dengan KD 4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama dan 4.2 Mematuhi keputusan bersama. Pemilihan SD dan KD tersebut telah sesuai dengan materi yang disampaikan di sekolah sesuai dengan kesepakatan guru dengan peneliti.

C. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

(44)

28

bicara, emosi, moral, dan perkembangan sosial. Menurut Santrock dan Yussen (Susanto, 2013: 17) anak usia sekolah dasar berada pada fase kanak-kanak tengah dan akhir, fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur enam sampai sebelas tahun.

Karakteristik anak juga berimplikasi pada dunia pendidikan. Menurut Piaget (Izzaty, 2013: 104) perkembangan kognitif anak usia sekolah dasar tergolong pada tahap operasional konkret, dimana anak berpikir logis terhadap obyek yang konkret. Izzaty (2013: 115) menyatakan bahwa pada masa ini anak mampu berpikir logis mengenai obyek dan kejadian, meskipun masih terbatas pada hal-hal yang sifatnya konkret, dapat digambarkan, atau pernah dialaminya. Sumantri (2015: 154) menyatakan bahwa karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang melakukan atau memperagakan sesuatu secara langsung.

(45)

29

rendah. Izzati, dkk (2013: 115) menjelaskan lebih banyak ciri khas siswa kelas tinggi sekolah dasar yaitu sebagai berikut.

1. Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari. 2. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis.

3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Paul (1990: 3) menjelaskan bahwa karakteristik critical thinking pada siswa kelas 4 sampai 6 sekolah dasar yang muncul dari perilaku-perilaku siswa sebagai berikut.

1. Siswa termotivasi dalam pembelajaran dan sangat tertarik untuk mengemukakan gagasannya.

2. Siswa mengingat apa yang sudah dipelajarinya baik kemarin, minggu lalu, maupun bulan lalu tanpa harus diingatkan oleh guru.

3. Siswa akan melakukan koreksi apabila melakukan suatu kesalahan dalam pembelajaran.

4. Siswa menerapkan apa yang telah dielajari dalam kehidupan sehari-hari. 5. Siswa yang belum memahami materi akan menanyakan kepada guru sebagai

bentuk klarifikasi.

(46)

30

7. Fokus siswa tidak keluar dari topik yang sedang dibahas.

Dengan demikian, karakteristik critical thinking siswa pada kelas 4 sampai kelas 6 sekolah dasar tidak terlepas dari perkembangan kognitif siswa. Siswa usia sekolah dasar khususnya kelas tinggi telah mampu berpikir logis mengenai suatu obyek atau kejadian. Berpikir kritis siswa usia sekolah dasar khususnya kelas 4 sampai kelas 6 tidak terlepas dari pengalaman yang mereka miliki. Hal trsbut dikarenakan cara berpikir kritis siswa masih terbatas pada hal-hal yang konkret, serta masih memerlukan “model” dalam berpikir krits.

D. Kajian Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

1. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Teori yang mendasari model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah teori belajar konstruktivistik dimana siswa membangun sendiri pengetahuan mereka berdsarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, pengembangan konsep, serta konstruksi solusi daripada menghafalkan prosedur untuk memperoleh satu jawaban yang benar (Santyasa, 2007: 2). Paul Suparno (Rohman, 2013: 181-182) menyatakan, paham konstruktivisttik dalam pembelajaran merupakan proses konstruksi untuk membentuk pengetahuan secara terus menerus, dimana hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar terhadap dunia fisik dan lingkungan di sekitarnya.

(47)

31

dalam aktivitas pemecahan masalah otentik (Santyasa, 2007: 10). Hal tersebut menegaskan bahwa pembelajaran dilakukan dengan memberikan permasalahan relevan dengan dunia peserta didik di awal pembelajaran yang nantinya siswa terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah. Senada dengan pendapat Rusman (2010: 240) yang menyatakan bahwa Problem Based Instruction adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur dan bersifat terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis sekaligus membangun pengetahuan baru. Problem Based Instruction atau Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk dapat memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah, sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah (Fathurrohman, 2015: 113).

(48)

32

dalam benaknya dan menusun pengetahuan mereka tentang dunia sosial di sekitarnnya.

Ibrahim dan Nur (Rusman, 2010: 241) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Lebih lanjut lagi Moffit (Rusman, 2010: 241) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

Pembelajaran berdasarkan masalah menjadikan masalah sebagai pemicu proses kegiatan belajar sebelum mengetahui konsep formal, bukan sebagai sarana penerapan konsep seperti dalam pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan para siswa harus mengembangkan keahlian belajar dan strategi dalam mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan belajar dari sumber yang relevan (Fathurohman, 2015: 114).

(49)

33

menyelesaikan masalah dan berpikir kritis sekaligus membangun pengetahuan baru.

2. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Fathurrohman (2015: 113) menyampaikan bahwa tujuan Problem Based Instruction (PBI) berorientasi pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemmapuan pemecahan masalah, sekaligus mengembangkan kemampuan peserta didik untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri. Menurut Kurniasih& Sani (2015: 48) tujuan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Instruction) untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik, menjadi siswa mandiri, bergerak pada level pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfer pengetahuan baru, mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan motivasi belajar, dan membantu siswa mentransfer pengetahuan dengan situasi yang baru.

Trianto (2010: 94-96) menyatakan bahwa tujuan Problem Based Instruction

adalah sebagai berikut.

a. Mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang disebabkan PBI memberi dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai hal konkret, tetapi lebih berpikir terhadap ide-ide yang abstrak dan konkret atau dengan kata lain melatih berpikir tingkat tinggi. b. Belajar peranan orang dewasa yang otentik, dimana PBI berimplikasi pada

(50)

34

dan dialog dengan orang lain sehingga dapat memahami orang yang diajak berinteraksi atau diamati, serta melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan mnejelaskan fenomena dunia dan membangun pengetahuan mereka sendiri.

c. Menjadi pembelajar yang mandiri, dikarenakan siswa dengan bimbingan guru mencari penyelesaian dari masalah nyata mereka dan belajar untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara mandiri.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, peneliti merujuk pada pendapat Fathurrohman dimana tujuan Problem Based Instruction adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta melatih siswa untuk aktif membangun pengetahuan mereka sendiri. Hal tersebut dikarenakanmodel pembelajaran

Problem Based Instruction menyajikan masalah kepada siswa untuk diselidiki dan dicari solusi pemecahan masalahnya. Penyelesaian masalah yang ilakukan memerlukan pemikiran yang kritis agar hasil keputusan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) secara umum memiliki ciri-ciri menggunakan masalah nyata untuk membangun konsep siswa. Trianto (2010: 93-94) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah atau

(51)

35

a. Pengajuan pertanyaan atau masalah, yang mengorganisasikan masalah yang secara sosial penting dan bermakna untuk siswa agar siswa dapat mengajukan masalah pada situasi nyata, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya solusi untuk situasi tersebut.

b. Berfokus pada keterkitan antardisiplin, dimana masalah yang akan diselidiki tidak terbatas pada satu mata pelajaran tertentu, tetapi masalah dapat dipecahkan dengan meninjau permasalahan dari banyak mata pelajaran. c. Penyelidikan autentik, yang mengharuskan siswa melakukan penyelidikan

autentik untuk mencari penyelesaikan masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisa informasi, membuat inferensi, dan membuat kesimpulan. d. Menghasilkan produk dan memamerkannya dalam bentuk karya nyata yang

menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. e. Kolaborasi, yakni siswa bekerja sama dengan kelompok kecil dimana bekerja

sama yang berkelanjutan akan meningkatkan motivasi, terlibat dalam tugas yang kompleks, mengembangkan keterampilan sosial, dan mengembangkan kemampuan berpikir.

Lain halnya dengan Arends, Fathurrohman (2015: 115) mengemukakan bahwa ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Instruction

(PBI) adalah sebagai berikut.

(52)

36

b. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata peserta didik, atau merupakan integrasi konsep dan masalah di dunia nyata. c. Mengorganisasikan pembelajaran di seputar masalah, bukan seputar disiplin

ilmu.

d. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar dalam membentuk dan menjalankan proses belajarnya secara langsung.

e. Menggunakan kelompok kecil.

f. Menuntut pembelajar mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Rusman (2010: 232-233) menerangkan bahwa model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) atau pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Permasalaan menjadi starting point dalam belajar.

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata dan tidak terstruktur.

c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

e. Belajar pengarahan diri menjadi hal utama.

f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.

g. Belajar dalah kolaboratif, komunikasi, dan kooeratif.

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

(53)

37

Berdasarkan beberapa ciri-ciri di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Instruction (PBI) sependapat dengan Arends yaitu sebagai berikut.

a. Belajar dimulai dengan suatu masalah yang berhubungan dengan dunia nyata peserta didik.

b. Pembelajaran difokuskan di seputar masalah, bukan pada disiplin ilmu atau mata pelajaran tertentu.

c. Membentuk tanggung jawab siswa dalam menjalankan proses belajarnya secara langsung.

d. Dilakukan dengan berkolaborasi atau berkelompok kecil.

e. Mendemonstrasikan atau mempresentasikan produk hasil kinerjanya.

4. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Problem Based Instruction

Langkah-langkah pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Secara umum, langkah dari model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dimulai dengan guru memperkenalkan masalah dan diakhiri dengan anallisis dan penyajian hasil kerja siswa. Fogarty (Rusman, 2010: 143) menuturkan bahwa Problem Based Instruction (PBI) atau disebut juga pembelajaran berbasis masalah (PBM) dimulai dari masalah yang tidak terstruktur atau sesuatu yang kacau, dimana dari kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui kegiatan diskusi.

(54)

38

Berbeda dengan Fogarty, Ibrahim dan Nur (Trianto, 2010: 98) menyampaikan langkah-langkan Problem Based Instruction adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Langlah-langkah Model Problem Based Instruction (PBI)

Tahap Aktivitas Guru dan Peserta Didik

Tahap 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap 2

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, dan

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Santyasa (2007: 10-11) mengemukakan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) yaitu sebagai berikut.

(55)

39

b. Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi.

c. Guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang dilaporkan

d. Pengorganisasian laporan. e. Presentasi.

Dalam penelitian ini, peneliti merujuk pada langkah-langkah Problem Based Instruction yang dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur yang terdiri dari lima tahap, yaitu: 1) mengorientasikan siswa pada masalah; 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sintaks model pembelajaran Problem Based Instruction yang dikemukakan Ibrahim dan Nur yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan karakteristik siswa di SD Negeri 1 Sedayu. Penyampaian fenomena melalui cerita. Fenomena yang disampaikan erat kaitannya dengan siswa. hal tersebut dilakukan agar siswa mudah menerima konsep dan memahami permasalahan yang disampaikan. Selain itu, disesuaikan pula dengan perkembangan kognitif siswa dimana siswa sudah mampu berpikir logis, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang konkret.

(56)

40

a. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

b. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen.

c. Memfasilitasi dialog siswa. d. Mendukung belajar siswa.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok, sehingga dapat memberi pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Hal tersebut dilakukan disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBI dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan PBI dapat meningkatkan pemahaman siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir mereka menjadi lebih kritis tentang apa yang mereka pelajari, sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

5. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

(57)

41

a. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif siswa.

b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah para siswa dengan sendirinya.

c. Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

d. Membantu siswa untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi yang serba baru.

e. Dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. f. Mendorong kreativitas siswa dalam pegungkapan penyelidikan masalah yang

telah mereka lakukan.

g. Model ini mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang benar.

(58)

Self-42

regulated learning, serta efektif dalam mengatasi keragaman siswa (Santyasa, 2007:11).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Instruction (PBI) memiliki kelebihan antara lain meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, realistis dengan kehidupan siswa, meningkatkan motivasi internal, memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, penerimaan konsep menjadi kuat, dan menjadikan siswa pembelajar yang mandiri.

Kelebihan model pembelajaran Problem Based Instruction didukung dengan adanya kerjasama antarsiswa dalam kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah. Selain itu, peran guru sebagai fasilitator dalam peaksanaan model pembelajaran

Problem Based Instruction mendukung kelancaran terlaksanakanya aktivitas pemecahan masalah. Aktivitas pemecahan masalah membutuhkan sumber belajar yang beragam, sehingga pengetahuan siswa pun akan semakin bertambah.

E. Kerangka Berpikir

(59)

43

yang mereka temui. Proses analisis tersebut memerlukan pemikiran yang kritis.

(60)

44

Gambar1. Kerangka Berpikir Critical thinking yang masih kurang

yang ditunjukkan dengan

1. Siswa tidak memperhatikan guru saat menjelaskan

2. Siswa menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan yang ditanyakan. 3. Siswa masih salah dalam menjawab

soal walaupun sudah mencari jawaban dari buku.

4. Dalam menjawab pertanyaan menggunakan jawaban singkat tanpa menjelaskan lebih lanjut.

5. Siswa tidak menanggapi penjelasan guru.

6. Siswa masih kebingungan dalam mengkaitkan materi dengan keidupan sehari-hari.

Penggunaan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI), dengan sintaksnya sebagai berikut.

1. Orientasi siswa pada masalah 2. Mengorganisasikan siswa untuk

belajar.

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.

4. Mengembangkan dan menyajikan karya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Critical thinking siswa akan meningkat sesuai dengan aspek critical thinking

a. Memberikan penjelasan sederhana. b. Membangun keterampilan dasar c. Menyimpulkan.

(61)

45

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis dari penelitian ini adalah “Critical thinking siswa kelas V pada mata pelajaran PKn dapat meningkat melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) di SD Negeri 1 Sedayu Kabupaten Bantul Tahun Ajaran 2016/2017.”

G. Definisi Operasional Variabel

1. Critical thinking merupakan kegiatan berpikir atau pemikiran yang masih akal dan reflektif, yang berfokus pada pengambilan keputusan mengenai apa yang akan dilakukan atau apa yang akan diyakini. Indikator critical thinking

menurut Ennis (Susanto, 2013: 125-126) adalah: 1) siswa mampu memberikan penjelasan sederhana; 2) siswa dapat membangun keterampilan dasar; 3) siswa mampu menyimpulkan; 4) siswa dapat memberikan penjelasan lebih lanjut; dan 5) siswa dapat mengatur strategi dan taktik. 2. Problem Based Instruction (PBI) adalah pembelajaran yang menggunakan

(62)

46

menyajikan karya; dan 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

H. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ferid Aquaruita pada tahun 2011, penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan hasil belajar menggunakan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) secara klasikal pada observasi awal ke siklus I sebesar 63,29 menjadi 73,95 dan meningkatan dari siklus I ke siklus II meningkat dari 73,95 menjadi 83,6. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena peningkatan critical thinking siswa dilakukan melalui aktivitas pembelajaran, yang nantinya akan berdampak pula pada peningkatan hasil belajar PKn.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Ma’rifah tahun 2014 yang

(63)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik pembelajaran (Aqib, 2009:19). Suyanto (Muslich, 2011: 9) menyatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional.

Pardjono (2007: 12) menjelaskan bahwa misi dalam penelitian tindakan kelas adalah memberdayakan guru dan sekaligus siswa. Guru diberdayakan dari sudut pengembangan profesionalitas, sedangkan siswa mendapat manfaat dari upaya guru karena mendapatkan layanan lebih baik dari dampak meningkatnya kualitas pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dalam penelitian ini ditunjukkan dengan meningkatnya critical thinking siswa pada mata pelajaran PKn yang dilakukan melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) pada kelas V SD Negeri 1 Sedayu Tahun Ajaran 2016/2017.

(64)

48

yang kemudian diberikan tindakan tertentu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Penelitian Tindakan Kelas dilakukan secara kolaboratif atau bersama-sama (Pardjono, 2007: 18). Artinya, penelitian ini tidak dilakukan oleh peneliti sendiri, tetapi berkolaborasi atau bekerjasama dengan guru kelas, yakni guru kelas V SD Negeri 1 Sedayu. Dalam kolaborasi ini, guru berperan sebagai pihak yang melakukan tindakan, sedangkan peneliti melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan.

B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas V SD Negeri 1 Sedayu pada tahun ajaran 2016/2017. Lokasi ini dipilih karena pernah menjadi lokasi tempat pelaksanaam Praktik Pengalaman Lapangan pada tahun 2016, dimana peneliti mulai menemukan permasalahan yang terjadi di kelas V.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2017 di SD Negeri 1 Sedayu. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2016/2017. Penelitian dilaksanakan sesuai jadwal dan materi yang ditentukan oleh pihak sekolah.

C. Subyek Penelitian

Gambar

Tabel 1. Indikator Critical Thinking menurut Ennis
Tabel 2. Indikator Critical Thinking menurut Kowiyah
Tabel 3. Indikator Critical Thinking dalam Penelitian
Tabel 4. SK dan KD PKn Kelas V Semester 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Area cagar budaya memiliki keterikatan yang sangat jelas terhadap waktu, terutama berkaitan dengan aspek kesejarahannya, sehingga untuk menghadirkan objek yang ’abadi’,

Tegangan di serat atas yaitu 0 mPa lebih kecil dari tegangan ijin pada waktu servis yaitu 3.54

Wahai kaum guru semua Bangunkan rakyat dari gulita Kita lah penyuluh bangsa. Pembimbing melangkah

The voyages from each port were classified into various mortality categories, as shown in Table 25 (below). There were no voyages in the high category in 2015.. For the three months

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) isu mengenai CSR merupakan hal yang relatif baru di Indonesia dan kebanyakan investor memiliki persepsi yang rendah terhadap

Soil organic matter content af non-forest land use (mixei neis and bush tand) tendei to ne higher than forest ecosystem. Fuwhermore, soil texture on theforest and

penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar yang.

Our results suggest that social interaction and psychological safety had a positive impact on knowledge development in student groups, and that this synergistic knowledge