ABSTRAK
ANALISIS PERILAKU MAHASISWA DALAM PENGGUNAAN MOBILE PHONE MEREK BLACKBERRY DENGAN PENDEKATAN TRADING
UP Arum Astari
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2010
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi karakteristik psikografis dan demografis konsumen Blackberry, (2) mengidentifikasi hubungan antara Strategi Marketing New Luxury menurut konsumen dengan perilaku trading up, (3) menjelaskan pengaruh perilaku trading up terhadap tingkat emotional yang dicari dalam menggunakan mobile phone Blackberry dengan pendekatan trading up pada mahasiswa pengguna mobile phone Blackberry di Kota Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan 2 tahap pada bulan Juni 2010 dan Agustus 2010 di Universitas Sanata Dharma, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner dan survei rintisan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa di Kota Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Random Sampling. Dari teknik sampling ini didapatkan 102 responden mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang memiliki Blackberry. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Spearman rank dan analisis regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik psikografis konsumen Blackberry adalah actualizers, bahwa 62.70% konsumennya wanita, uang saku/penghasilan berkisar Rp 501.000 – Rp 1.000.000, dan 38.20% berusia 22 tahun. Penelitian ini juga mendapati ada hubungan antara Strategi Marketing New Luxury dengan perilaku trading up, dan ada pengaruh antara emotional benefit dan perilaku trading up.
AN ANALYSIS ON
STUDENT BEHAVIOR IN USING BLACKBERRY MOBILE PHONE USING TRADING UP APPROACH
Arum Astari Sanata Dharma University
Yogyakarta 2010
This research aimed to identify (1) Blackberry consumer’s psychographic and demographic characteristics, (2) relationship between New Luxury Product Marketing Strategy according to consumer perception and trading up behavior, (3) emotional motives of Blackberry purchase decisions taken by students in Yogyakarta.
This research, which was consisted of 2 stages, was conducted in June 2010 to August 2010 in Sanata Dharma University, Indonesian Islamic University, and Gadjah Mada University. Data were collected using questionnaire in preliminary and main surveys. Population of this research was all students in Yogyakarta. The research samples were 102 respondents from Sanata Dharma University, Indonesian Islamic University, and Gadjah Mada University who were drawn using random sampling technique. Data analysis employed are Spearman rank correlation and Simple Linier Regression analysis.
This research showed that blackberry consumers psychographic characteristic was majority woman (62,7%), pocket money of Rp 501.000 – Rp 1.000.000, and aged 22 years old (38,20%). This research showed that there is a positive relationship between New Luxury Product Marketing Strategy and trading up behavior, and a positive relationship between emotional benefit and trading up behavior.
ANALISIS PERILAKU MAHASISWA DALAM PENGGUNAAN
MOBILE PHONE
MEREK BLACKBERRY DENGAN
PENDEKATAN
TRADING UP
Disusun oleh :
Nama : Arum Astari
NIM : 062214024
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ANALISIS PERILAKU MAHASISWA DALAM PENGGUNAAN
MOBILE PHONE
MEREK BLACKBERRY DENGAN
PENDEKATAN
TRADING UP
Disusun oleh :
Nama : Arum Astari
NIM : 062214024
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PERSEMBAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 30 September 2010
Penulis
ABSTRAK
ANALISIS PERILAKU MAHASISWA DALAM PENGGUNAAN MOBILE PHONE MEREK BLACKBERRY DENGAN PENDEKATAN TRADING
UP Arum Astari
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2010
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi karakteristik psikografis dan demografis konsumen Blackberry, (2) mengidentifikasi hubungan antara Strategi Marketing New Luxury menurut konsumen dengan perilaku trading up, (3) menjelaskan pengaruh perilaku trading up terhadap tingkat emotional yang dicari dalam menggunakan mobile phone Blackberry dengan pendekatan trading up pada mahasiswa pengguna mobile phone Blackberry di Kota Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan 2 tahap pada bulan Juni 2010 dan Agustus 2010 di Universitas Sanata Dharma, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner dan survei rintisan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa di Kota Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Random Sampling. Dari teknik sampling ini didapatkan 102 responden mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang memiliki Blackberry. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Spearman rank dan analisis regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik psikografis konsumen Blackberry adalah actualizers, bahwa 62.70% konsumennya wanita, uang saku/penghasilan berkisar Rp 501.000 – Rp 1.000.000, dan 38.20% berusia 22 tahun. Penelitian ini juga mendapati ada hubungan antara Strategi Marketing New Luxury dengan perilaku trading up, dan ada pengaruh antara emotional benefit dan perilaku trading up.
AN ANALYSIS ON
STUDENT BEHAVIOR IN USING BLACKBERRY MOBILE PHONE USING TRADING UP APPROACH
Arum Astari Sanata Dharma University
Yogyakarta 2010
This research aimed to identify (1) Blackberry consumer’s psychographic and demographic characteristics, (2) relationship between New Luxury Product Marketing Strategy according to consumer perception and trading up behavior, (3) emotional motives of Blackberry purchase decisions taken by students in Yogyakarta.
This research, which was consisted of 2 stages, was conducted in June 2010 to August 2010 in Sanata Dharma University, Indonesian Islamic University, and Gadjah Mada University. Data were collected using questionnaire in preliminary and main surveys. Population of this research was all students in Yogyakarta. The research samples were 102 respondents from Sanata Dharma University, Indonesian Islamic University, and Gadjah Mada University who were drawn using random sampling technique. Data analysis employed are Spearman rank correlation and Simple Linier Regression analysis.
This research showed that blackberry consumers psychographic characteristic was majority woman (62,7%), pocket money of Rp 501.000 – Rp 1.000.000, and aged 22 years old (38,20%). This research showed that there is a positive relationship between New Luxury Product Marketing Strategy and trading up behavior, and a positive relationship between emotional benefit and trading up behavior.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Arum Astari
Nomor Mahasiswa : 062214024
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Perilaku Mahasiswa Dalam Menggunakan Mobile Phone Merk Blackberry dengan Pendekatan Trading Up Studi Tentang Mahasiswa Pengguna Blackberry di Kota Yogyakarta
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 28 September 2010
Yang menyatakan
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyeleseaikan skripsi dengan judul ”Analisis Perilaku Mahasiswa Dalam Penggunaan Mobile Phone Merek Blackberry Dengan Pendekatan Trading Up”. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr.Ir.P.Wirjono P.,S.J., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
2. Drs.Y.P.Supardiyono,M.SI,Akt,QIA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
3. Bapak V. Mardi Widyadmono, S.E., M.B.A., selaku Ketua Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Ike Janita Dewi S.E., M.B.A., Ph.D., selaku dosen pembimbing I, yang telah membimbing dengan penuh kesungguhan hati, serta mengajarkan banyak hal kepada penulis dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini
5. Bapak A. Budi Susila S.E, M.Sos,Sc., selaku dosen pembimbing II, yang telah membimbing dengan kesabaran, dengan masukan-masukan yang memberi kemudahan penulis menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman MPT Bu Ike yang banyak memberikan semangat, dan referensi dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi masukan bagi rekan-rekan dalam menyusun skripsi.
Yogyakarta, 30 September 2010 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv
PRNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v
ABSTRAK ...vi
ABSTRACT ...vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ...viii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI ...xi
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Rumusan Masalah ...4
C. Tujuan Penelitian ...4
D. Manfaat Penelitian ...4
A. Segmentation, Targeting, dan Positioning ...6
B. Konsep Strategi Marketing Mix ...7
C. Pengertian Perilaku Konsumen ...8
D. Teori Perilaku Konsumen ...9
E. Wacana Trading Up ...15
F. Pengertian Trading Up ...16
G. Faktor-Faktor Penyebab Trading Up dari Sisi Supply ...17
H. Memahami Perilaku Pembelian Konsumen ...20
I. Klasifikasi Produk ...22
J. Produk New Luxury / Specialty Product ………23
K. Empat Ruang Emosional ...24
L. Emotional Benefit ………27
M. Pemisahan Emosi dan Fungsi ...28
N. Kerangka Teoritis ...29
O. Perumusan Hipotesis ...30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………34
A. Jenis Penelitian ………34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..34
C. Asumsi Penelitian ...34
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35
E. Metode Pengumpulan Data ... 37
G. Pengujian Instrumen ...42
H. Teknik Analisis Data ...43
BAB IV GAMBARAN UMUM ...47
A. Sejarah Blackberry ... 47
B. Produk Unggulan Blackberry ...48
C. Kelebihan Blackberry ...50
D. Perangkat Lunak Blackberry... ...52
E. Model Blackberry ...54
F. Tentang Blackberry Messenger ...54
G. Pertumbuhan Blackberry di Indonesia ...55
H. Mengapa Blackberry sangat Digemari ...56
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ...59
A. Pengujian Instrumen ...59
B. Analisis Deskriptif Karakteristik Psikografis dan Demografis..62
C. Pengujian Hipotesis ...67
D. Pembahasan Korelasi Spearman Rank ...70
E. Analisis Regresi Linier Sederhana ...71
F. Pembahasan ...73
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...76
B. Saran ...77
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
II.1 Empat Ruang Emosi ... 27
III.1 Hasil Survei Rintisan USD,UGM, dan UII ... 37
III.2 Gambaran Variabel Rumusan Masalah Pertama .. 38
III.3 Gambaran Variabel Kedua ... 42
V.1 Hasil Pengujian Validitas ... 60
V.2 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 62
V.3 Karakteristik Psikografis Responden ... 63
V.4 Usia Responden ... 64
V.5 Jenis Kelamin Responden ... 65
V.6 Uang Saku/Penghasilan Responden ... 66
V.7 Hasil Uji t ... 69
V.8 Hasil Korelasi ... 70
V.9 Hasil Regresi Linier Sedrhana ... 71
V.10 Korelasi ... 72
V.11 Interprestasi Koefisien Korelasi ……… 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah
memberikan dampak yang besar di segala bidang, termasuk mempengaruhi
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Penggunaan mobile phone
beberapa tahun belakangan ini semakin marak, terlebih pada kaum muda.
Banyak kaum muda yang menggunakan mobile phone untuk menunjukkan self
image atau personal lifestyle. Pesatnya kemajuan teknologi, mendorong kaum muda untuk mencari hal-hal baru lewat apa saja, termasuk lewat fitur, desain,
dan aplikasi dari mobile phone. Beberapa vendor yang memiliki kepekaan
akan situasi tersebut, akan menangkap peluang tersebut.
Secara fitrah manusia memang senang beraktualisasi dengan apa yang
dimilikinya, Maslow dalam Silverstein, 2005 bahkan menempatkannya pada
level yang tertinggi dalam hierarkinya. Untuk itu, berbagai produk yang
ditawarkan produsen pun kian berkembang tidak lagi sekadar fungsinya, tetapi
berusaha menjalin relasi secara emosional antara produk dan konsumennya.
Ada proses perubahan perilaku mereka, menjadi mementingkan emotional
benefit daripada functional benefit. Dengan emotional benefit mereka mendapat pemuasan atas keinginan mereka, yaitu value added dan self image.
Saat terjadi perubahan perilaku atau consumer transform atas sebuah
kebutuhan baru karena motif emosional guna memenuhi kebutuhan mereka
melakukan trading up, (Silverstein, 2005). Bagi pemasar, perilaku trading up
yang dikarenakan motif emosional dapat menjadi peluang jika pemasar
berhasil menemukan pola dasar dari perilaku emosional tersebut (Ferrinadewi,
2008).
Dalam pasar mobile phone, terdapat beberapa vendor yang bermain di pasar lokal seperti Nokia, Sony Ericsson, Blackberry, Samsung, Motorola,
Apple, dan LG. Menurut http://www.chip.co.id/, pada 01 Juni 2009,
pertumbuhan layanan Blackberry di Indonesia terus meningkat. Informasi dari
Research in Motion (RIM) selaku penyedia teknologi BlackBerry menyatakan bahwa pertumbuhan penggunaan layanan tersebut di Indonesia merupakan
yang tertinggi di antara negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Saat ini
saja diperkirakan ada sekitar tiga ratus ribu lebih pengguna layanan
Blackberry dari tiga operator yang menyediakan layanannya di Indonesia,
yaitu Indosat, Telkomsel, serta Excelcomindo Pratama (XL). Merebaknya
penggunaan layanan Blackberry tentunya juga tidak terlepas dari berbagai
upaya yang dilakukan oleh tiga operator tersebut yang menjadikan Blackberry
sebagai bagian dari gaya hidup. Presiden AS Barack Obama pun
menggunakan Blackberry sebagai ponsel pribadinya. Dalam penelitian ini,
akan diteliti khusus vendor Blackberry, karena pertumbuhan Blackberry yang cukup signifikan tersebut. Selain itu, akan dikaitkan langsung dengan strategi
marketing new luxury product yang mereka jalankan apakah konsumen
mampu menangkap strategi tersebut. Strategi marketing new luxury product
yang digunakan perusahaan mengubah cara pandang konsumen terhadap
produk yang mereka tawarkan, sehingga membuat produk mendapat tempat
Mengenali sebuah segmen dengan karakteristik segmentasinya
memang perlu dilakukan perusahaan untuk menentukan arah strategi.
Mahasiswa atau kaum muda mempunyai kekhasan perilaku, lingkungan,
motivasi, persepsi yang terangkum dalam karakteristik demografis dan
psikografis. Karakteristik demografis merupakan latar belakang konsumen,
meliputi usia, jenis kelamin, dan uang saku per bulan. Karakteristik psikografi
meliputi segmentasi yaitu, outdoors enthuisiasts (petualang) , couch potatoes
(penggemar acara tv), dan actualizers. (Schiffman dan Kanuk, 2007).
Hasil penelitian sebelumnya mengatakan bahwa 48,8% remaja
karakteristik psikografi yang memiliki karakteristik outdoor enthusiasts
(petualang) dan remaja potatoes (penggemar hangout) dan dari karakteristik
demografis sebagian besar adalah kaum wanita menggunakan mobile phone
merk Nokia N series dan E series untuk memenuhi keinginan mereka
mengetahui teknologi. Penelitian tersebut ditulis oleh Chaterina Intan
Mulyono (2009). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya tersebut, penulis
akan menggunakan karakteristik psikografi berdasarkan segmentasi yaitu
outdoor enthusiasts (petualang) , couch potatoes (penggemar acara tv), dan
actualizers. Penelitian ini akan dilihat juga keterkaitan hubungan antara
strategi marketing new luxury product menurut persepsi konsumen dengan
perilaku trading up yang dilakukan mahasiswa pada pengguna Blackberry.
Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS
PERILAKU MAHASISWA DALAM PENGGUNAAN MOBILE PHONE
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik psikografi (outdoor enthusiasts (petualang) ,
couch potatoes (penggemar acara tv), actualizers) dan demografi (usia,
jenis kelamin, uang saku per bulan) dari mahasiswa pengguna mobile
phone merk Blackberry?
2. Apakah ada hubungan antara strategi marketing new luxury product
khususnya dengan mengeluarkan produk-produk premium dengan perilaku
trading up?
3. Apakah persepsi terhadap emotional benefit dapat mempengaruhi perilaku
trading up terhadap Blackberry?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menggambarkan atau mengidentifikasi karakteristik psikografi dan
demografi mahasiswa pengguna mobile phone merk Blackberry.
2. Untuk menjelaskan hubungan antara strategi marketing new luxury
menurut persepsi konsumen dengan perilaku trading up.
3. Untuk menjelaskan pengaruh perilaku trading up terhadap tingkat
emotional pada penggunaan Blackberry.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara pandang
bisnis, yang dapat digunakan dalam melihat pasar yang dapat
dikembangkan dan dimodifikasi berdasarkan segmentasi yang akan
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
untuk menentukan keputusan dalam hal pembelian mobile phone.
3. Bagi Pemerintah
Penambah wacana dan gambaran / deskripsi tentang perilaku konsumsi
BAB II LANDASAN TEORI
A. Segmentation, Targeting, dan Positioning
Perusahaan tahu bahwa mereka tidak dapat melayani semua konsumen
dalam pasar tertentu dengan baik, setidaknya tidak semua konsumen dengan
cara yang sama. Ada terlalu banyak jenis konsumen dengan terlalu banyak
ragam kebutuhan. Sebagian besar perusahaan berada dalam posisi untuk
melayani beberapa segmen dengan lebih baik daripada segmen lainnya. Oleh
karena itu, pemasaran yang kokoh memerlukan analisis pelanggan yang tepat.
Perusahaan harus membagi keseluruhan pasar, memilih segmen terbaik, dan
merancang strategi untuk melayani segmen terpilih dengan baik. Proses ini
melibatkan segmentasi pasar, penetapan target pasat, diferensiasi dan
positioning (Kotler dan Armstrong, 2008) 1. Segmentasi Pasar (Market Segmentation)
Segmentasi pasar (market segmentation) adalah proses pembagian
pasar menjadi kelompok pembeli berbeda yang mempunyai kebutuhan,
karakteristik, atau perilaku berbeda, yang mungkin memerlukan produk
atau program pemasaran terpisah. Konsumen dapat dikelompokkan dan
dilayani dalam berbagai cara berdasarkan faktor geografis, demografis,
psikografis, dan perilaku. Segmen pasar terdiri dari konsumen yang
merespons dalam cara yang sama terhadap sejumlah usaha pemasaran
tertentu.
2. Penetapan Target Pasar (Market Targeting)
daya tarik masing-masing segmen pasar dan memilih satu atau lebih
jumlah segmen yang dimasuki. Perusahaan harus menargetkan daya tarik
segmen di mana perusahaan dapat menghasilkan nilai pelanggan terbesar
dan mempertahankanya sepanjang waktu.
3. Diferensiasi dan Positioning
Setelah perusahaan memutuskan segmen pasar mana yang dimasuki,
perusahaan harus memutuskan bagaimana mendeferensikan penawaran
pasarnya untuk setiap segmen sasaran dan posisi apa yang ingin
ditempatinya dalam segmen tersebut.. Positioning adalah pengaturan suatu produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda, dan diinginkan,
relatif terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran. Oleh
karena itu, pemasar merencanakan posisi yang membedakan produk
mereka dari merk pesaing dan memberi mereka manfaat terbesar dalam
target pasar mereka.
B. Konsep Strategi Marketing Mix
Kotler dan Amstrong (2008) menyatakan bahwa bauran pemasaran
(marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang
dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di
pasar sasaran. Marketing mix terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Berbagai
kemungkinan ini dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variabel
yang disebut ”empat P” : Product (produk), Price (harga), Place (tempat), dan
1. Product
Produk berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan
kepada pasar sasaran.
2. Price
Harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk
memperoleh produk.
3. Place
Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia
bagi pelanggan sasaran.
4. Promotion
Promosi merupakan aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan
membujuk pelanggan untuk membelinya.
Program pemasaran yang efektif memadukan semua elemen bauran pemasaran
(marketing mix) ke dalam suatu program pemasaran terintegrasi yang dirancang untuk mencapai tujuan pemasaran perusahan dengan
menghantarkan nilai bagi konsumen. Marketing mix merupakan sarana taktis
perusahaan untuk menentukan positioning yang kuat dalam pasar sasaran.
C. Pengertian Perilaku Konsumen
1. Engel, et al dalam Dharmmesta dan Handoko, (2000) menyatakan sebagai
berikut :
Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang
dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada
2. American Marketing Association menyatakan sebagai berikut :
Perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi,
perilaku, dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek
pertukaran dalam hidup mereka.
Ada tiga ide penting dalam definisi di atas :
a. Perilaku konsumen adalah dinamis, ini berarti bahwa seorang
konsumen, serta masyarakat selalu berubah dan bergerak sepanjang
waktu.
b. Hal tersebut melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi,
perilaku, dan kejadian di sekitar.
c. Hal tersebut melibatkan pertukaran.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah
sejumlah tindakan-tindakan nyata individu (konsumen) yang dipengaruhi
faktor kejiwaan (psikologis) dan faktor luar lainnya (eksternal) yang
mengarahkan mereka untuk memilih dan mempergunakan barang-barang
yang diinginkannya.
D. Teori Perilaku Konsumen
Dalam Dharmmesta dan Handoko (2000), disebutkan beberapa teori
perilaku konsumen antara lain :
1. Teori Ekonomi Mikro
Menurut teori ini, konsumen akan berusaha mendapatkan kepuasan
maksimal, dan konsumen akan meneruskan pembeliannya terhadap suatu
produk untuk jangka waktu yang lama, bila ia telah mendapat kepuasan
dari produk yang sama yang telah dikonsumsinya.
a. Bahwa konsumen selalu mencoba memaksimumkan keputusannya
dalam batas-batas kemampuan finansialnya.
b. Bahwa ia mempunyai kemampuan tentang beberapa alternatif sumber
untuk memuaskan kebutuhannya.
c. Bahwa ia selalu bertindak dengan rasional.
2. Teori Psikologis
Teori psikologis ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis
individu yang selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan. Pada
pokoknya teori ini merupakan penerapan dari teori-teori bidang psikologi
dalam menganalisa perilaku konsumen.
Tujuan mempelajari bidang psikologi ini adalah :
a. Mengumpulkan fakta-fakta perilaku manusia dan mempelajari
hukum-hukum perilaku tersebut.
b. Psikologi berusaha untuk meramalkan manusia.
c. Psikologi bertujuan untuk mengontrol perilaku manusia.
Bidang psikologi ini sangat kompleks dalam meneliti perilaku manusia,
karena proses mental tidak dapat diamati secara langsung.
Rangsangan-rangsangan (stimuli) merupakan input untuk suatu kegiatan manusia, dan perilaku adalah output atau hasilnya.
3. Teori Belajar
Teori ini didasarkan pada empat komponen kelompok, yaitu: drive
(dorongan), cue (petunjuk), response (tanggapan), dan reinforcement
(penguatan).
Menurut teori ini, proses belajar merupakan tanggapan dari seseorang
(atau binatang) terhadap suatu rangsangan yang dihadapinya.
Rangsangan tersebut diulang-ulang sampai mendapat tanggapan yang
sama dan benar secara terus-menerus. Akhirnya akan muncul suatu
kebiasaan dan perilaku tertentu.
b. Cognitive Theory (Teori Kesadaran)
Pada teori kesadaran, proses belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti : sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu, dan kesadaran untuk
mencapai tujuan atau kesadaran untuk mengorganisir nilai. Para teori
kesadaran lebih menekankan pada proses pemikiran seseorang karena
sangat mennetukan dalam pembentukan perilakunya.
c. Gestalt dan Field Theory (Teori Bentuk dan Bidang)
Gestalt theory ini memandang proses belajar dan perilaku secara keseluruhan. Proses pengamatan, pengalaman masa lalu, dan
pengarahan tujuan merupakan variabel yang menentukan terhadap
perilaku. Juga diasumsikan bahwa orang-orang berperilaku karena
mempunyai suatu tujuan.
Field theory mengemukakan bahwa perilaku secara umum adalah hasil interaksi yang nampak antara individu dan lingkungan psikologis.
Lingkungan psikologis adalah bagian dari ruang hidup, karena
sifat-sifatnyanya tidak ditentukan oleh sifat-sifat lingkungan obyektif saja,
4. Teori Psikoanalitis
Menurut Freud dalam Dharmmesta dan Handoko (2000), perilaku
manusia dipengaruhi oleh adanya keinginan yang terpaksa dan adanya
motif yang tersembunyi.
Perilaku manusia ini selalu merupakan hasil kerja sama dari ketiga
aspek dalam struktur kepribadian manusia, yaitu :
a. Id
Adalah wadah dari dorongan-dorongan yang ada dalam diri manusia.
b. Ego
Adalah aspek psikologis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan
organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan.
c. Super ego
Merupakan aspek sosilogis dari kepribadian. Aspek ini dapat dianggap
sebagai aspek moral dari kepribadian, yang menyalurkan
dorongan-dorongan naluriahnya ke dalam tindakan-tindakan yang tidak
bertentangan dengan norma sosial dan adat kebiasaan masyarakat.
5. Teori Sosiologis
Dalam teori ini yang disebut juga teori psikologi sosial, lebih
menitikberatkan pada hubungan dan pengaruh antara individu-individu
yang dikaitkan dengan perilaku mereka. Jadi, lebih mengutamakan
perilaku kelompok, bukannya perilaku individu. Keinginan dan perilaku
seseorang sebagian dibentuk oleh kelompok masyarakat dalam mana ia
ingin menjadi anggota.
Teori sosiologis mengarahkan analisa perilaku pada kegiatan-kegiatan
sebagainya. Banyak orang ingin meniru pola sosial kelompok masyarakat
yang langsung berada di atas kelompok dalam mana mereka menjadi
anggota. Perusahaan harus bisa menentukan mana di antara lapisan-lapisan
sosial yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap permintaan akan
produk yang dihasilkannya.
6. Teori Antropologis
Teori antropologis juga menekankan perilaku pembelian dari suatu
kelompok masyarakat. Namun, kelompok-kelompok masyarakat yang
lebih diutamakan dalam teori antropologis ini bukannya kelompok kecil
seperti keluarga, tetapi kelompok besar atau kelompok yang ruang
lingkupnya sangat luas, termasuk di dalamnya antara lain : kebudayaan
(kultur), subkultur, dan kelas-kelas sosial.
Dengan menggunakan teori antropologis, manajemen dapat
mempelajari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor tersebut
terhadap perilaku konsumen. Karena faktor-faktor tersebut memainkan
peranan yang amat penting dalam pembentukan sikap, dan merupakan
petunjuk penting mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh seorang
konsumen.
7. Teori Kebudayaan Massa / Kebudayaan Pop
Budaya massa / budaya pop adalah sebuah norma, cara pikir, dan sudut
pandang baru (diluar budaya elite/budaya konservatif) dalam masyarakat
yang mengacu pada gaya hidup konsumtif yang berkembang pada suatu
waktu, dan dapat berkembang serta ditinggalkan bersilih ganti. Sebuah
kajian sosial masyarakat memandang bahwa ada perkembangan budaya
perkembangan informasi yang sangat cepat masyarakat yang terbuaka, dan
sejak dulu memang sudah bersinggungan dengan kebudayaan lain, baik
yang datang kepada kita maupun yang kita datangi.
Budaya massa tidak dapat dilepaskan dari pola hiburan masyarakat.
Selain itu istilah budaya massa (mass culture) sering disalingpertukarkan
dengan budaya populer (popular culture), begitu pula dengan hiburan
massa (mass entertainment). Walaupun budaya massa tidak hanya bersifat
hiburan, tetapi mencakup pula seluruh produk terpakai atau barang
konsumsi (consumer goods) sebagai produk massal dan fashionable yang formatnya terstandarisasi dan penyebaran dan penggunaannya bersifat
luas.
Lewat budaya massa / budaya pop, konsumen menggunakan produk
kebudayaan untuk tujuan psikologis atau sosial. Secara sederhana produk
budaya massa berfungsi untuk menghibur dan didukung oleh sistem
massal dalam pendistribusiannya.
Masuk pada level konsumsi, yang dikonsumsi masyarakat pada level
ini bukan lagi sesuatu berdasarkan nilai guna, nilai pakai, tetapi sesuatu
yang kalau disebut dalam istilah teoritis adalah simbol. Di sini kemudian
citra atau image menjadi sangat penting, ia berjalan seiring melesatnya kemajuan dunia informasi di mana informasi bukan lagi sekadar sebagai
alat atau modal untuk berdagang, melainkan menjadi produk itu sendiri.
Orang rela membayar, mengongkosi begitu mahal untuk kepentingan citra
itu, dengan misalnya para orang kaya baca puisi, selain tentu saja membeli
merupakan gejala dari budaya tersebut, di mana orang ”dilatih” untuk
berobsesi dengan persoalan gaya hidup.
Pentingnya citra atau image cukup mencolok manifestasinya dimana
kita semua percaya bisa melihat langsung di sekitar kita. Terjadi iklan
secara besar-besaran, desain, aksesori toko, plaza yang bukan main. Kalau orang membikin toko baru, bukan mencari barang yang lebih murah untuk
dijual untuk bisa bersaing dengan toko lain, tetapi pertama-tama desainnya
harus bagus, aksesorinya menarik, lampunya gemerlap, dan seterusnya.
E. Wacana Trading Up
Berangkat dari sebuah pernyataan Adam Smith dalam Silverstein
(2005), kebebasan dan kemewahan adalah dua anugerah terbesar yang dapat
dimiliki seseorang, yang dirasa cocok dengan sikap konsumen trading up.
Pada kenyataannya sangat sulit bagi seseorang untuk mendapatkan keduanya,
apalagi di tengah krisis seperti yang dialami bangsa kita saat ini. Akan tetapi,
bagi produsen, mereka tidak boleh kehabisan akal dalam meningkatkan
revenue penjualannya. Selalu ada segmen konsumen potensial yang siap menggunakan produk yang ditawarkan.
Salah satu strategi yang mereka jalankan adalah dengan menjual
produk-produk premium. Di Indonesia ini mungkin kelihatan paradoks, sebab
mana mungkin menjual produk dengan harga mahal di tengah daya beli
masyarakat yang kian menurun. Akan tetapi, tentu saja produk premium ini
tidak ditawarkan secara massal alias komoditi, melainkan dalam jumlah
terbatas pada segmen atas. Produk premium ini dijual tidal lagi sekadar fungsi,
teknis yang menghasilkan keuntungan fungsional yang berakibat pada daya
tarik emosional bagi konsumen.
Banyak ahli berpendapat dan menyebut produk premium sebagai pasar
jati diri di mana seseorang menyatakan diri (self) kepada orang lain melalui produk yang digunakan. Beberapa produsen mulai menciptakan produknya
untuk menjadikan konsumen mereka memiliki image yang diharapkan.
F. Pengertian Trading Up
Dari yang telah diamati selama ini bahwa perilaku konsumen trading
up adalah perilaku pembelian yang berorientasi pada pertimbangan emosi.
Konsumen membayar lebih mahal untuk produk yang dianggap penting,
dominan suatu hubungan emosional dengan suatu produk, tetapi biasanya ada
juga hubungan lain yang terikat (Silverstein, 2005). Fenomena ini digerakkan
oleh konsumen kelas menengah yang berpendidikan, cerdas, dan siap untuk
terikat pada barang dan jasa yang mereka konsumsi.
Penelitian terdahulu menunjukkan yang membeli barang-barang new
luxury tidak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, dan bahwa performa
perusahaan yang menghasilkan barang-barang new luxury tetap kuat bahkan
dalam sebuah kecenderungan yang menurun.
Menurut penelitian yang dikemukakan sebelumnya konsumen New
Luxury dicirikan dengan perilaku pembelian mereka yang sangat selektif.
Mereka dengan cermat dan sengaja melakukan trade up pada barang-barang
premium dalam kategori khusus. Tidak lah mengherankan jika trading up
menjadi fenomena yang bertahan sekian lama, karena sesungguhnya, tidak ada
melalui barang-barang yang menakjubkan selama berabad-abad. Hal yang
berbeda dari trading up sekarang ini adalah ketersediaan pada presentasi
populasi yang semakin banyak, dan pada barang dan jasa premium yang jauh
lebih banyak untuk di trade up.
Banyak wacana yang mengulas hal ini. Adam Smith ”bapak
kapitalisme”, berargumen bahwa kemewahan dan kebebasan adalah dua
anugerah terbesar yang bisa dimiliki seseorang. Dia yakin bahwa keinginan
seseorang atas suatu ”peningkatan” berdampak pada ekonom kolektif yang
baik, yang menciptakan pekerjaan bagi banyak orang dan kekayaan bagi
negara.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perdebatan telah menjadi lebih
terbagi-bagi. David Brooks (2000) menggambarkan aspek positif (dan juga
konyol) dari konsumsi dan membuat kasus yang diyakini konsumen
memungkinkan untuk ”membuat jadi baik” (memiliki dan membelanjakan
uang) dan juga ”berlaku baik” (melakukan apa yang benar bagi masyarakat).
Sebaliknya, Juliet Schoor, pengarang The Overspent American, berargumen
bahwa ”konsumerisme yang baru telah membawa pada sejenis ’berbelanja
berlebihan’ pada kelas menengah ” dan bahwa terlalu banyak warga Amerika
membelanjakan lebih dari yang mereka katakan akan membeli,dan lebih dari
yang mereka miliki” (Silverstein, 2005).
H. Faktor-Faktor Penyebab Trading Up dari Sisi Supply
Fenomena trading up mempengaruhi, atau dengan segera akan
mempengaruhi banyak pelaku bisnis pada hampir setiap kategori
barang konsumen, termasuk barang yang bisa dikonsumsi,
diciptakan untuk menggarap pasar dan segmen khusus dimana high service
menjadi tujuan utama dari strategi ini. Beberapa hal implementasi dari
strategi-strategi marketing untuk produk new luxury yang dirasakan konsumen
dilakukan perusahaan antara lain connecting with your consumers, show the
individual style, the exclusivity sell, carring, transform your costumers, versality and capacity.
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan perusahaan untuk
”mengemas” produk menjadi luxury :
1. Tidak meremehkan konsumen. Mereka yakin bahwa konsumen memiliki
hasrat, minat, kecerdasan, dan kemampuan untuk melakukan trading up
bahkan ketika wiraswastawan tidak mempunyai data untuk membuktikan
kaidahnya ataupun model untuk diikuti.
2. Merubah kurva permintaan harga-volume. Mereka tidak berfokus pada
peningkatan tambahan atau kenaikkan harga. Mereka lebih menyukai
langkah besar dan premium yang besar. Tertarik pada harga yang lebih tinggi
dan volume yang lebih tinggi, yang berakibat pada hasil keuntungan yang tidak proporsional.
3. Menciptakan tangga keuntungan murni. Mereka tidak berusaha membodohi
para pelanggan mereka dengan inovasi yang tidak berarti, tidak juga
berusaha menyelamatkan diri hanya dengan brang image. Mereka
melakukan peningkatan teknis yang menghasilkan keuntungan fungsional
yang berakibat pada daya tarik emosional bagi konsumen. Mereka tidak
berusaha berpura-pura bahwa produk yang mereka jual lebih baik merupakan
4. Meningkatkan inovasi, menaikkan kualitas, memberi pengalaman tanpa
cacat. Pasar untuk New Luxury dalam kesempatan, tetapi juga sangat tidak
stabil. Hal ini dikarenakan keuntungan teknis dan fungsional semakin pendek
ketika para pesaing baru memasuki pasar dan karena peningkatan aliran
inovasi dari produk high-end ke produk dengan harga lebih rendah. Apa yang mewah dan berbeda saat ini menjadi merek standar di hari esok.
5. Mengembangkan rentang harga dan positioning merek. Banyak merek New
Luxury mengembangkan merek up market untuk menciptakan daya tarik
emosional dan down market untuk membuatnya lebih terjangkau dan lebih
kompetitif dan untuk membangun permintaan. Harga tertinggi pesaing
tradisional berangkat tiga atau empat kali lebih rendah. Namun, mereka
berhati-hati untuk menciptakan, merumuskan, dan mempertahankan karakter
dan makna yang berbeda untuk masing-masing produk pada tiap level, dan
juga untuk mengungkapkan intisari merek yang dimiliki oleh semua produk.
6. Memodifikasi rantai nilai mereka agar mengantarkan pada tangga
keuntungan. Produsen menekankan pada pengawasan value chain daripada
kepemilikannya, dan mereka menjadi ahli dalam penyusunannya. dalam
produksi produk, produsen mengendalikan kualitas mutu produk, memilih
bahan-bahan, dan mengelola distribusi, tetapi tidak memilih meningkatkan
lompatannya sendiri atau membangun fasilitas produk tambahan.
7. Menggunakan pemasaran pengaruh dan menyemai kesuksesan mereka
melalui utusan merek. Pada barang-barang New Luxury, presentase kecil
konsumen kategori menyumbangkan bagian nilai yang dominan. Para
(segmen pasarnya) dengan beberapa hal. Mencari keunikan lewat cara
mempromosikan produk.
8. Berfikir menyerang seperti orang luar. Mereka berfikir seperti orang luar,
bertindak seperti orang luar, lebih tepatnya mereka berusaha berfikir berbeda
dengan apa yang telah ada selama ini, lebih kreatif dan inovatif mengemas
produk mereka.
Menurut penelitian yang dikemukakan sebelumnya, konsumen New
Luxury dicirikan dengan perilaku pembelian mereka yang sangat selektif.
Mereka dengan cermat dan sengaja melakukan trade up pada barang-barang
premium dalam kategori khusus sementara membayar lebih sedikit atau
trading down dalam banyak, atau sebagian besar kategori lainnya.
I. Memahami Perilaku Pembelian Konsumen
Menurut Silverstein (2005), terjadi dua keadaan konsumen / bifurkasi.
Di sisi atas, konsumen melakukan trading up, rela membayar harga premium
untuk barang dan jasa yang berkualitas tinggi atau memberikan ikatan emosi
yang kuat. Di sisi bawah, konsumen melakukan trading down, mengurangi
sebanyak mungkin membeli barang-barang yang murah tapi masih
memberikan kualitas dan keandalan. Di antara keduanya, terdapat pasar
menengah yang ”biasa-biasa saja”. Di sisi tengah ini juga banyak perusahaan
yang menghadapi ”death in the middle”, artinya tanpa positioning yang jelas akan kualitas, harga, dan spesifikasi maka membuat suatu produk tidak
mendapatkan kesempatan berkembang. Berangkat dari keadaan perilaku
tersebut, maka bifurkasi bisnis pun terbagi menjadi sisi atas dan bawah,
tengah. Turunkan biaya atau naikkan kualitas, lihat penawaran kita sebagai
orang luar.
Selain melakukan trading up, konsumen juga melakukan trading
down. Konsumen melakukan trading down karena melihat dirinya sebagai
pembeli yang bijaksana, tidak ada perbedaan dengah harga yang lebih murah.
Penghematan dianggap sebagai nilai moral dan kerelaan untuk mengabaikkan.
Dapat disimpulkan bahwa, untuk sukses dalam pasar dengan dua
kecenderungan yang ada trading up dan trading down ada yang perlu
diperhatikan. Dalam pasar trading down, kunci suksesnya adalah sederhana,
berbiaya rendah, dan dapat diandalkan. Misi utamanya membuat produk atau
servis yang murah dan baik. Sedangkan dalam pasar trading up, kuncinya
adalah perbaiki kualitas, berikan keuntungan maksimal, sampaikan ikatan
emosional dengan pelanggan. Perilaku trading up diharapkan dapat diolah
menjadi strategi marketing yang mampu membuat dan menyampaikan tangga
keuntungan baru bagi konsumennya.
Setelah harga dan kualitas mengalami pergesekan dengan pesaing
retail lain, dan setelah produsen merasa kualitas sudah baik dan berhenti membuat yang lebih baik, maka pesaing akan menggabungkan teknik
pengembangan atau merebut perhatian konsumen. Konsumen trading down
tidak akan berhenti mencari produk dengan harga termurah dengan kualitas
optimal, karena konsumen tidak akan pernah berhenti mencari manfaat lebih
sehingga konsumen tidak loyal. Dengan mengenali trading up, diharapkan
J. Klasifikasi Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2003), produk konsumen (consumer
product) adalah semua produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Para pemasar umumnya mengklasifikasikan
produk lebih lanjut berdasarkan cara konsumen membelinya. Produk
konsumen meliputi produk sehari-hari (convenience product), produk belanja
(shopping product), produk khusus (specialty product), dan produk yang tidak
dicari (unsought product). Produk-produk tersebut berbeda menurut cara
konsumen membelinya dan karenanya berbeda cara pemasarannya.
Produk sehari-hari (convenience product) adalah produk dan jasa yang dibeli oleh konsumen scara teratur, cepat, dan dengan perbandingan
dengan produk lain yang minimal serta usaha untuk mendapatkan produk
tersebut yang juga minimal. Contohnya adalah sabun, permen, koran, dan
makanan cepat saji. Umumnya produk tersebut mempunyai harga rendah, dan
para pemasar harus menetapkan produk tersebut pada berbagai lokasi sehingga
konsumen dapat dengan mudah mendapatkan ketika menginginkannya.
Produk belanja (shopping product) adalah barang yang frekuensi pembeliannya tidak sesering produk sehari-hari dan dalam pembeliannya
konsumen melakukan pembandingan dengan produk lain berdasarkan
kecocokan, kualitas, harga, dan gaya. Contohnya adalah perabot, pakaian,
mobil bekas, peralatan-peralatan utama, dan jasa hotel atau motel. dalam
produk jenis ini, konsumen menggunakan lebih banyak waktu dan usaha untuk
mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan. Para pemasar biasanya
menyediakan dukungan penjualan yang lebih dalam untuk membantu
konsumen melakukan perbandingan.
Produk khusus (specialty product) adalah produk dan jasa konsumen yang mempunyai karakteristik dan identifikasi merek yang unik sehingga
kelompok pembeli yang cukup signifikan bersedia melakukan usaha
pembelian yang khusus. Contohnya adalah mobil dengan spesifikasi merek
dan tipe tertentu, peralatan fotografi berharga mahal, pakaian yang dibuat oleh
perancang tertentu, dan jasa dokter spesialis dan ahli hukum. Pembeli biasanya
tidak melakukan perbandingan untuk produk khusus. Pengorbanannya adalah
waktu yang dihabiskan guna menuju dealer yang menjual produk yang
diinginkannya.
Produk yang tidak dicari (unsought product) adalah produk konsumen yang konsumen tidak mengetahui ataupun mengetahuinya tetapi
biasanya tidak terpikirkan untuk membeli produk tersebut. Contoh paling
klasik produk dan jasa yang diketahui dan merupakan produk/jasa yang tidak
dicari adalah asuransi jiwa dan donor darah ke PMI. Produk-produk itu
memerlukan usaha pemasaran yang besar seperti iklan dengan frekuensi
tinggi, penjualan pribadi, dan usaha pemasaran lainnya.
K. Produk New Luxury / Specialty Product
Dari analisis mengenai barang-barang New Luxury atau specialty
product yang paling sukses dalam lebih dari tiga puluh kategori, telah mengidentifikasi tiga tipe produk :
1. ”Produk-produk premium yang bisa dijangkau”. Produk ini ditetapkan
dengan harga atau mendekati harga tertinggi dari kategori produk tersebut,
produk-produk tersebut masih bisa dijangkau konsumen pasar menengah karena
produk tersenut merupakan barang-barang dengan harga relatif rendah.
2. Perluasan merek barang-barang mewah lama (Old Luxury). Old Luxury
merupakan versi produk dengan harga lebih rendah yang diproduksi oleh
perusahaan yang mereknya semula hanya bisa dibeli oleh orang kaya.
Merek-merek Old Luxury semacam itu telah menguasai sebuah trik yang
rapi, menjadi lebih bisa dijangkau dan sekaligus lebih aspirasional.
3. Barang-barang masstige (mass prestige). Produk ini mempunyai
karakteristik dalam hal harga dan tidak pula berkaitan dengan versi baru
untuk perluasan. Barang-barang tersebut menduduki wilayah yang bagus
di pasar ”antara produk konvensional dan produk berkelas”, yang
menuntut harga lebih tinggi dibanding produk konvensional, tetapi dengan
harga di bawah harga premium atau Old Luxury.
L. Empat Ruang Emosional
Menurut Silverstein (2005), terdapat empat ”ruang emosional” yaitu
memelihara diri, membuat hubungan, penyelidikan, gaya individual (taking
care of me, connecting, questing, and individual style).
1. Taking Care of Me (Memberi Waktu untuk Diri Sendiri)
Ruang emosi ini adalah yang paling pribadi dan paling mendesak, dan
bagi konsumen paling penting. Ruang ini adalah mengenai
barang-barang yang saya beli untuk membuat saya merasa sebaik saya bisa,
sesegera mungkin. Ini menyangkut peremajaan fisik, peningkatan
emosional, pengurangan stres, pemanjaan, kesenangan hidup, istirahat,
dan waktu untuk diri sendiri. Ruang ini mencakup barang-barang
cokelat, kopi, peralatan home theater, peralatan, perabotan, dan kain-kain tempat tidur (seprai, selimut).
2. Connecting (Daya Tarik, Pertalian, dan Keanggotaan)
Connecting sama pentingnya dengan Taking Care of Me bagi
konsumen, dan barang-barang New Luxury adalah penolong dalam
membantu membuat hubungan dan menjaganya tetap kuat. Sejenak sisi
connecting ini ada kaitannya dengan Freudian theory, bahwa di dalam diri manusia ada seksualitas yang menjadi penggerak dan daya tarik
tersendiri, dalam hal ini contoh yang dapat diberikan adalah aturan dan
praktik mencari pasangan yang telah berubah secara dramatis dalam
dua puluh tahun belakangan ini. Berkencan dirasakan merupakan
latihan pemasaran yang harus dilakukan dengan sangat serius. Produk
yang dianggap mencerminkan adalah produk yang dapat
mencerminkan isyarat selera dan pengetahuan, prestasi dan nilai, dan
kualitas itu merupakan hal-hal New Luxury yang sangat mendasar,
seperti : minuman yang kita konsumsi, pakaian dalam, pakaian yang
kita pakai, perhiasan, dan aksesoris.
3. Questing (Selera, Petualangan, Belajar, dan Bermain)
Questing merupakan ruang emosional yang telah muncul paling kuat
pada beberapa tahun belakangan ini. Questing adalah segala tentang
barang dan jasa yang bisa dibeli yang akan memperkaya rasa ingin
tahu, memberikan rasa ingin tahu, memberikan rangsangan intelektual,
memberikan petualangan dan kegembiraan dan menambah kesenangan
baru dan luar biasa. Questing lebih diartikan mengenai keberanian
keterbatasan personal dan wisata merupakan cara yang paling populer
untuk melakukannya. Menurut buku Trading up, 72% responden
survei memberitahu bahwa mereka senang berwisata.
4. Individual Style (Prestasi, Kecanggihan, dan Kesuksesan)
Meskipun konsumen New Luxury tidak sekadar digerakkan oleh
keinginan untuk mendapatkan status atau kegilaan kosong dengan
merek, itu tidak berarti bahwa mereka tidak peduli pada pesan yang
disampaikan barang-barang dan merek mengenai Individual Style.
Konsumen dengan keadaan ekonomi baik sangat menaruh perhatian
pada kemewahan, dimana sebagian besar konsumen berusaha
mendidik diri mereka mengenai suatu merek dan apa yang ditawarkan,
seperti mobil, letak rumah, pakaian dengan merek terkenal yang
mewah. Merek memainkan peranan penting dalam menciptakan
individual style (self image) yang mengirim pesan kepada orang lain mengenai siapa saya atau ingin seperti apa saya, dengan mengenakan
merek tertentu dapat menyediakan metode yang sangat terpercaya,
Tabel II.1 Empat Ruang Emosi
Taking Care of
Me
Connecting Questing Individual
Style
Waktu untuk
diri sendiri
Menarik Berpetualang Ungkapan diri
Menyenangkan Pemeliharaan Belajar Self-branding
Pembaruan dan
penghargaan
Kepemilikan Bermain Penanda (self
image)
M. Emotional Benefit
Dalam realitas pemasaran sehari-hari, kita dapat menjumpai beragam
cara penyajian proposisi nilai oleh beragam merek. Dalam Sadat (2009),
dikemukakan bahwa :
Nilai Emosional (Emotional Benefit)
Saat membeli atau menggunakan merek tertentu, seseorang akan merasakan
sebuah pengalaman yang berbeda. Merek-merek terkenal dengan identitas
yang kuat biasanya memiliki semacam ”aura” yang berbeda saat digunakan
oleh pelanggan. Anda akan memiliki perasaan berbeda saat memakai jam
tangan Rolex dibandingkan jam tangan lainnya. Mengapa demikian? Karena
Rolex bukan sekadar penunjuk waktu, tetapi merek tersebut mampu
memberikan manfaat emosional, yaitu perasaan berupa simbol kemewahan
N. Pemisahan Emosi dan Fungsi
Hasil penelitian Daniel Goleman, pengarang "Emotional Intelligence", menarik untuk dikaji. Dikatakannya, sesungguhnya kita memiliki 2 otak, satu
yang berpikir (otak berpikir) dan satu yang merasakan (otak emosional).
Biasanya, otak berpikir itu kita sebut otak kiri, dan otak emosional kita sebut
otak kanan. Maksudnya, apa-apa yang kita ketahui ada di otak berpikir, dan
apa-apa yang kita rasakan ada di otak emosional.
Dalam arti yang sesungguhnya kita memiliki dua pikiran, satu yang
berfikir dan satu yang merasa. Pikiran yang berfikir bersifat pasti atau
rasional, yaitu sesuai atau mengikuti prosedur-prosedur tertentu sedangkan
pikiran yang merasa bersifat fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi dari
lingkungan luar. Dikotomi emosional/ rasional kurang lebih sama dengan
awam antara hati dan kepala: mengetahui sesuatu itu benar didalam hati
anda.
Kedua pikiran tersebut yang emosional dan yang rasional, pada
umumnya bekerja dalam keselarasan yang erat, saling melengkapi cara-cara
mereka yang amat berbeda dalam mencapai pemahaman guna mengarahkan
kita menjalani kehidupan duniawi. Biasanya ada keseimbangan antara
pikiran emosional dan pikiran rasional, emosi memberi masukan dan
informasi kepada proses pikiran rasional, dan pikiran rasional memperbaiki
dan terkadang memberi masukan-masukan emosi tersebut. Namun pikiran
emosional dan rasional merupakan kemampuan-kemampuan yang semi
mandiri; masing-masing, sebagaimana akan kita lihat mencerminkan kerja
jaringan sirkuit yang berbeda namun saling terkait didalam otak. Pada
menentukan gerak anggota tubuh. Untuk menghasilkan gerak yang terbaik
maka sebaiknya pikiran rasional diperankan sebagai pembuat konsep yang
menentukan prosedur atau langkah-langkah gerak sedangkan pikiran rasional
mengendalikan gerak sehingga gerak dan aktifitas tubuh tertata dan tampak
lebih halus dan sopan. Didalam banyak atau sebagian besar peristiwa.
Pikiran-pikiran ini terkoordinasi secara istimewa; perasaan sangat penting
bagi pikiran, pikiran sangat penting bagi perasaan. Tetapi bila muncul napsu
keseimbangan itu goyah, pikiran emosionallah yang menang serta menguasai
pikiran rasional. http://id.shvoong.com
O. Kerangka Teoritis
Dalam perkembangan perilaku konsumsi, terjadi proses perubahan
perilaku pembelian dan akan pencarian emotional benefit yang cukup besar,
dimana dengan emotional benefit mereka mendapatkan pemuasan atas
keinginan mereka, value added, dan self image dalam perilaku penggunaan.
Saat terjadi perubahan perilaku atau consmer transform atas sebuah kebutuhan baru karena motif emosional guna memenuhi keinginan mereka untuk produk
yang dianggap lebih premium, maka konsumen sedang melakukan trading up
yang sedikit banyak dikarenakan Strategi Marketing New LuxuryProduct. Produk yang dibeli konsumen pada kenyataannya tidak membeli
produk atau jasa melainkan mereka membeli motif atau membeli solusi untuk
pemecahan masalah mereka. Dengan mengenali konsumen dalam segmentasi
tertentu, maka perusahaan harus mampu mengenali dan memberikan perhatian
khusus kepada konsumennya untuk menjaga agar konsumen setia kepada
perusahaan. Bagi pemasar, perilaku trading up yang dikarenakan motif
emotional benefit dapat menjadi peluang sekaligus bumerang dalam meraih dan mempertahankan konsumen.
P. Perumusan Hipotesis
Penelitian ini digunakan untuk mengulas deskripsi dan sebab akibat
sebuah proses trading up karena sebuah implementasi dari strategi pemasaran. Hipotesis merupakan jawaban sementara mengenai masalah yang akan diteliti
dan merupakan pertanyaan yang perlu diuji kebenarannya. Hipotesis dapat
pula diartikan sebagai jawaban sementara dari penelitian sampai dibuktikan
melalui data terkumpul. Hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk rumusan masalah pertama penelitian ini mengajukan hipotesis
deskriptif bahwa :
H1 : pengguna mobile phone merk Blackberry dilihat dari karakteristik
psikografi adalah actualizers, sedangkan dilihat dari karakteristik
demografi adalah wanita.
2. Perkembangan teknologi memberikan pengaruh pada perilaku konsumsi,
sehingga terjadi proses perubahan perilaku pembelian dan akan pencarian
emotional benefit yang cukup besar. Konsumen tidak lagi hanya mengutamakan functional benefit tetapi juga emotional benefit yang akan
memberikan mereka value added dan self image dalam perilaku
penggunaan. Saat terjadi perubahan perilaku atas sebuah kebutuhan baru
karena motif emosional guna memenuhi keinginan mereka untuk produk
yang dianggap lebih premium, maka konsumen sedang melakukan trading
up yang sedikit banyak dikarenakan oleh Strategi Marketing New Luxury
Product dengan mengeluarkan produk-produk premium yang dapat
Product diciptakan untuk menggarap pasar dan segmen khusus dimana
high service menjadi tujuan utama dari strategi ini. Beberapa hal
implementasi dari strategi-strategi marketing untuk produk new luxury
yang dirasakan konsumen dilakukan perusahaan antara lain :
1. Connecting with your consumers
Meliputi hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Indikatornya
adalah layanan khusus bagi pengguna Blackberry. Dalam hal ini adalah
layanan Blackberry Messanger (BBM). Pengguna Blackberry dapat
memanfaatkan fitur ini untuk chatting antar sesama pengguna
Blackberry.
2. Show the individual styles
Luxury Product yang ditawarkan akan tepat sasaran jika mampu
menunjukkan prestige yang bisa didapat konsumen sebagai pengguna
merek tersebut. Maka indikator yang digunakan adalah image unik dan
up to date yang ada dalam diri pengguna Blackberry. 3. The exclusivity sell
Membuat produk yang limited, sehingga menjadi eksklusif. 4. Carring
Membuat produk yang dapat membuat konsumen merasa senang dan
memberi hiburan. Pengguna Blackberry dapat menikmati fitur seperti
chatting lewat Blackberry Messanger (BBM) atau lewat Yahoo
Messanger, browsing, dan games. 5. Transform your costumer
Menyadari segmen yang digarap, produk dan merek yang dibeli
digunakan adalah menjadikan pengguna Blackberry sebagai generasi
yang terbuka terhadap teknologi dan semua aplikasinya, sehingga
mengesankan mereka menjadi generasi yang selangkah lebih maju.
6. Versatility and capacity
Keragaman fungsi (versality) meliputi kemudahan akses, kemudahan
aplikasi, kemudahan pencarian software penunjang. Sedangkan
kapasitas memory (capacity) yang dimaksud adalah ketersediaan
memoryeksternal.
Hipotesis yang ingin diuji bertujuan untuk menguji hubungan antara
dua variabel yaitu strategi marketing new luxury product dengan perilaku
trading up. Dari uraian di atas, penulis mencoba membuat hipotesis sebagai berikut :
H2 : Ada hubungan positif antara Strategi Marketing New LuxuryProduct
dengan perilaku trading up di kalangan mahasiswa pengguna mobile
phone Blackberry.
3. Dari rumusan masalah ketiga yaitu: Apakah persepsi terhadap emotional
benefit dapat mempengaruhi perilaku trading up terhadap Blackberry? Berdasarkan teori pendukung yang telah dijabarkan, maka hipotesis untuk
rumusan masalah kedua adalah bahwa persepsi terhadap emotional benefit
dapat mempengaruhi perilaku trading up terhadap Blackberry.
H3 : persepsi terhadap emotional benefit berpengaruh positif pada perilaku trading up terhadap Blackberry
Gambar II.1
Dalam penelitian ini, peneliti mengamati konsumen mahasiswa.
Peneliti akan menguji hubungan Strategi Marketing New Luxury Product yang
mempengaruhi perilaku mahasiswa dalam melakukan perilaku trading up
dengan membeli personal product yaitu mobile phone Blackberry. Setelah
melihat hubungan tersebut peneliti mengidentifikasi pola hubungan / relasi
perilaku trading up yang dilakukan dalam pembelian, dengan manfaat yang
dicari oleh mahasiswa selama penggunaan.
Mahasiswa merupakan salah satu segmen yang memiliki kekhasan
perilaku, lingkungan, motivasi, persepsi yang terangkum dalam karakteristik
demografis dan psikografis. Karakteristik demografis merupakan keadaan
statis latar belakang konsumen, dan karakteristik psikografis yang terdiri dari
outdoors enthuisiasts (petualang), couch potatoes (penggemar acara tv), dan
actualizers.
Dalam penelitian ini akan melihat karakteristik yang akan digunakan
untuk menjelaskan perilaku trading up yang dilakukan remaja yang
dikarenakan Strategi Marketing New Luxury Product, yang berelasi pula
dengan perilaku penggunaan yang mengarah pada pencarian emotional
benefit.
Strategi Marketing New Luxury
Perilaku (pembelian) Trading Up
Perilaku penggunaan dengan Emotional Benefit
Konsumen Mahasiswa
Psikografis
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kausal atau konsep sebab akibat, yaitu
penelitian terhadap pengujian yang diperoleh berdasarkan adanya sebab akibat
yang terjadi pada suatu keadaan dari kesimpulan-kesimpulan empiris
merupakan inferensi kesimpulan yang ditarik secara induktif. Selain studi
kausal, terdapat pula studi deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan dan
menggambarkan subjek dan keterkaitan masalah dalam hal ini adalah
mahasiswa dan perilakunya.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Univeritas Sanata Dharma, Universitas
Gadjah Mada, dan Universitas Islam Indonesia yang didapatkan secara
random dari beberapa universitas yang ada di kota Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Pada penelitian ini telah dilakukan survey rintisan pada bulan Juni 2010
sampai awal Agustus 2010. Dalam survei rintisan tersebut diketahui
jumlah populasi yang ada, sehingga setelah diketahui kondisi, jumlah
populasi yang ada dapat dilanjutkan tahap selanjutnya, yaitu penelitian.
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2010.
C. Asumsi Penelitian
Sesungguhnya kita memiliki 2 otak, satu yang berpikir (otak berpikir)
sebut otak kiri, dan otak emosional kita sebut otak kanan. Maksudnya, apa-apa
yang kita ketahui ada di otak berpikir, dan apa-apa yang kita rasakan ada di
otak emosional.
Di dalam penelitian ini, penulis hanya mengukur emotional benefit
yang berpengaruh terhadap perilaku trading up dan tidak memasukkan
functional benefit kedalamnya. Oleh karena itu, penulis mengangsumsikan bahwa antara emotional benefit dengan functional benefit adalah terpisah. Saat seseorang dikatakan memiliki emosi yang rendah bukan berarti atau tidak
dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki sisi fungsi yang lebih kuat.
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa pengguna atau yang
memiliki mobile phone Blackberry yang ada di Yogyakarta. Sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikuto, 2002). Teknik sampel
dalam penelitian ini adalah random sampling, kemudian dilakukan penarikan
populasi yaitu Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Gadjah Mada
(UGM), dan Universitas Islam Indonesia (UII) dari beberapa universitas yang
ada di Yogyakarta.
Daftar Universitas di Yogyakarta
1. Universitas Respati
2. Universitas Ahmad Dahlan
3. Universitas Atma Jaya
4. Universitas Cokroaminoto
5. Universitas Dirgantara Indonesia
6. Universitas Gadjah Mada
8. Universitas Janabadra
9. Universitas Kristen Duta Wacana
10. Universitas Kristen Immanuel
11. Universitas Mercu Buana
12. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
13. Universitas Pembangunan Nasional Veteran
14. Universitas PGRI
15. Universitas Proklamasi 45
16. Universitas Sanata Dharma
17. Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa
18. Universitas Teknologi Yogyakarta
19. Universitas Wangsa Manggala
20. Universitas Widya Mataram
Setelah didapati Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas
Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Islam Indonesia (UII), kemudian
dilakukan penelitian rintisan untuk mengenali keadaan dan jumlah sampel.
Pengambilan sampel ini menggunakan asisten peneliti untuk mendata populasi
pengguna Blackberry. Sebelum seseorang dijadikan responden dilakukan
investigasi terlebih dahulu yang sesuai kriteria yaitu, menggunakan mobile
Tabel III.1
Hasil Survei Rintisan USD,UGM, dan UII Agustus 2010
Universitas Prodi N
USD Ekonomi 20
Maka, didapati 102 mahasiswa yang menggunakan mobile phone
Blackberry dan semuanya akan dijadikan subyek peneltian dengan
memanfaatkan seluruh sampel mahasiswa pemilik Blackberry di ketiga
Universitas yang telah dipilih
E. Metode Pengumpulan Data
Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Tujuan
penyebaran kuesioner adalah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu
masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan
jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisisan daftar
pertanyaan. Penulis akan menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa pengguna
Blackberry yang berada di Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas
Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Karakteristik psikografis dalam penelitian ini meliputi segmentasi yaitu;
couch potatoes (penggemar acara tv), outdoor enthusiasts (petualang), actualizers. Karakteristik demografis dalam penelitian ini meliputi; usia, jenis kelamin, uang saku per bulan. Dalam penelitian ini yang menjadi
subjek penelitian mahasiswa.
Psikografis dan demografis akan dijadikan gambaran profil tentang
pennguna mobile phone Blackberry. Dalam hal ini, ingin diketahui lewat
aspek psikografis dan pengelompokkan konsumen pengguana mobile
phone Blackberry. Aspek demografis akan digunakan untuk mengetahui latar belakangnya.
Tabel III.2
Gambaran Variabel Rumusan Masalah Pertama
Variabel Aspek Indikator Keterangan
Karakteristik Psikografis 1.Outdoor
enthusiasts
mencoba hal-hal baru
tentang teknologi.
- Sangat emosional
dalam pembelian
produk sesuai dengan
orientasi kebutuhan
yang ingin dicapai.
- Tidak loyal terhadap
merk
- Ingin mengikuti trend,