viii ABSTRAK
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS
ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Sella Windya Nugraheni Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan ; (2) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha ; (3) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
Penelitian ini merupakan peneliian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Resto PKL dan Taman Kuliner yang berjumlah 72 orang. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Tekhnik analisis data menggunakan Analysis of Variance.(ANOVA).
ix ABSTRACT
THE SMALL BUSINESS OWNER’S PERCEPTION ON BUSINESS ENTITY
CONCEPTS PERCEIVED FROM LEVEL OF EDUCATION, CAPITAL SIZE, AND ENTREPRENERSHIP EXPERIENCES
A survei done on Small Business Owner’s in the group of Resto PKL in Depok District Sleman Regency Yogyakarta
Sella Windya Nugraheni Sanata Dharma University
2009
The research aims to find out the differences of small business owner’s perception on Business Entity concepts perceived from (1) level of education, (2) capital size, (3) entreprenership experiences.
The study is a kind of an observation research. The sourses of population in this reseach are 72 small business owner’s in Resto PKL and Taman Kuliner in Depok District, Sleman Regency Yogyakarta. The techniques of collecting data is questionnaire. The technique of analysing the data is Analysis if Variance (ANOVA).
The results of the research show that : (1) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from level of education (sign. value = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from capital size (sign. value = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) there is any different perception on Business Entity concepts perceived from entreprenership experiences (sign. value = 0,012 < a = 0,05).
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS
ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Sella Windya Nugraheni 041334016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS
ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Sella Windya Nugraheni 041334016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
“Tuhan adalah penuntun
hidupku”
Skripsi ini kupersembahkan kepada: Yesus Kristus & Bunda Maria, Juru Slamatku
v
MOTTO
Dalam hidup ini, semua ada
waktunya…
Tuhan takkan terlambat, juga takkan
lebih cepat..
Dia jadikan indah tepat pada
waktunya…
“Hidup terlalu indah untuk dilewatkan
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 Februari 2009
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma: Nama : Sella Windya Nugraheni
Nomor Mahasiswa : 041334016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 20 Februari 2009 Yang menyatakan
viii ABSTRAK
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS
ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Sella Windya Nugraheni Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan ; (2) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha ; (3) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
Penelitian ini merupakan peneliian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Resto PKL dan Taman Kuliner yang berjumlah 72 orang. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Tekhnik analisis data menggunakan Analysis of Variance.(ANOVA).
ix ABSTRACT
THE SMALL BUSINESS OWNER’S PERCEPTION ON BUSINESS ENTITY
CONCEPTS PERCEIVED FROM LEVEL OF EDUCATION, CAPITAL SIZE, AND ENTREPRENERSHIP EXPERIENCES
A survei done on Small Business Owner’s in the group of Resto PKL in Depok District Sleman Regency Yogyakarta
Sella Windya Nugraheni Sanata Dharma University
2009
The research aims to find out the differences of small business owner’s perception on Business Entity concepts perceived from (1) level of education, (2) capital size, (3) entreprenership experiences.
The study is a kind of an observation research. The sourses of population in this reseach are 72 small business owner’s in Resto PKL and Taman Kuliner in Depok District, Sleman Regency Yogyakarta. The techniques of collecting data is questionnaire. The technique of analysing the data is Analysis if Variance (ANOVA).
The results of the research show that : (1) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from level of education (sign. value = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from capital size (sign. value = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) there is any different perception on Business Entity concepts perceived from entreprenership experiences (sign. value = 0,012 < a = 0,05).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Akuntansi , Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
a. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S. J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.
b. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakulas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
c. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma
xi
e. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah besedia meluangkan waktu memberikan saran dan kritik yang sangat berarti dalam membimbing penyelesaian skripsi ini.
f. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd. dan Ibu Rita Eny Purwanti, S.Pd., M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
g. Segenap staff pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi atas ilmu yang telah diberikan melalui perkuliahan.
h. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu proses kelancaran dalam proses belajar selama ini.
i. Seluruh pedagang di Resto Pedagang Kaki Lima Mrican dan Taman Kuliner Condongcatur, khususnya Bapak Totok selaku Kepala Resto PKL Mrican dan Bapak Sugiharto S.Pd., S.Sos., M.P. selaku Kepala UPTD Taman Kuliner Condongcatur yang telah membantu kelancaran penelitian.
xii
k. Sahabat-sahabat terbaikku: Pascalia Vincentia M (atas segala bantuanmu, kesabaran, pinjaman bukumu yang sangat membantuku), C Rini W (atas semangat dan keceriaan yang selalu menemaniku) , Alfonsa Ika (atas semangatmu yang membara menjadi penyemangatku) , Febriantari Eka (terimakasih kamu selalu mau membantuku dengan sabar), Astri Tumanggor, Anastasia Swastika, Putri Kurnia J, Margaretha Novita, Yanita M, Barbarigo, Babbel, terimakasih atas semua dukungan, bantuan, hiburan, omelan, keceriaan dan kenangan terindah selama kuliah ini yang membuat hidupku lebih bermakna serta nasihat supaya aku segera lulus. Kalian adalah teman-teman yang hebat, terimakasih atas persahabatan yang kalian berikan selama 5 tahun ini. Walaupun nanti kita akan terpisah jarak dan waktu untuk mencari masa depan, kalian akan selalu dan tetap di hati tak akan terganti.
l. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2004 atas segala kebersamaan selama kuliah di Sanata Dharma yang tak akan pernah telupakan (aku sangat bahagia dan beruntung pernah mengenal kalian dalam hidupku)
m. Mas Andreas Triatmojo atas segala perhatian, semangat, nasihat, keceriaan yang telah diberikan selama 2 tahun 8 bulan ini sebagai pelengkap hidupku sehingga semua terlihat lebih indah.
n. Motor Astrea Grand ijoku yang selalu mengantar kemanapun aku pergi. Terimakasih atas jasamu...
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
PERSEMBAHAN……….. iv
MOTTO………...…………. … v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi
ABSTRAK………. vii
ABSTRACT………... viii
KATA PENGANTAR………... ix
DAFTAR TABEL………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………. xviii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Batasan Masalah………... 5
C. Rumusan Masalah………... 5
D. Tujuan Penelitian………... 5
E. Manfaat Penelitian………... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 7
xv
1. Persepsi………... 7
2. Business Entity……... 9
3. Pedagang Kaki Lima…... 12
4. Pendidikan... 17
5. Modal Usaha... 21
6. Pengalaman Berwirausaha... 25
B. Kerangka Berfikir... 30
C. Perumusan Hipotesis... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 34
A. Jenis Penelitian... . 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 34
C. Subjek dan Objek Penelitian... 34
D. Populasi... 35
E. Tekhnik Pengumpulan Data... 36
F. Operasionalisasi Variabel…... 36
G. Uji Instrumen Penelitian... 40
1. Uji Validitas………... 40
2. Uji Reliabilitas……... 43
I. Tekhnik Analisis Data…... 45
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 51
xvi
B. Analisis Data... 60
C. Pembahasan... 69
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN... 76
A. Kesimpulan... 76
B. Keterbatasan... 77
C. Saran... 78 DAFTAR PUSTAKA
xvii
DAFTAR TABEL
1. Tabel III.1 Operasionalisasi Varibel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang
Konsep Business Entity... 37
2. Tabel III.2 Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 38
3. Tabel III.3 Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 41
4. Tabel III.4 Tabel Batas Kelompok Dengan Menggunakan PAP II... 45
5. Tabel III.5 Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II... 46
6. Tabel IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Asal Resto... 52
7. Tabel IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 52
8. Tabel IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Besarnya Modal Usaha 53 9. Tabel IV.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Berwirausaha 54 10. Tabel IV.5 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsp Business Entity... 55
11. Tabel IV.6 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan... 56
xviii
13. Tabel IV.8 Deskripsi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity Ditinjau Dari Pengalaman Berwirausaha……... 59 14. Tabel IV.9 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang
Konsep Business Entity ditinju dari Tingkat Pendidikan... 60
15. Tabel IV.10 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang Konsep Business Entity ditinju dari Besarnya Modal Usaha... 61 16. Tabel IV.11 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang
Konsep Business Entity ditinju dari Pengalaman
Berwirausaha... 62 17. Tabel IV.12 Hasil Pengujian Homogenitas... 63 18. Tabel IV.13 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………... 65 19. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity Ditinjau Dari Besarnya Modal Usaha……… 67 20. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Data Validitas dan Reliabilitas Lampiran 3 Data Induk Penelitian
Lampiran 4 Anaisis Data Lampiran 5 Tabel r Lampiran 6 Tabel f
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini banyak kita jumpai pedagang kaki lima yang menggunakan gerobak dan tenda untuk menjajakan dagangannya. Mereka memilih tempat dan menghiasnya dengan tulisan nama dan jenis makanan yang unik untuk dijual dengan tujuan menarik perhatian masyarakat untuk membeli. Mereka biasa berada di tempat yang strategis untuk menjajakan dagangannya, misalnya di sekitar sekolah dan kampus, di dekat pertokoan, di pinggir jalan dalam pusat kota, dan di tempat lain yang dianggap mudah untuk dilihat banyak orang.
Pada dasarnya pedagang harus memilih suatu lokasi yang tepat agar memperoleh keuntungan yang lebih banyak, suatu kegiatan harus seefisien mungkin. Keputusan penentuan lokasi yang tepat biasanya diambil bila memenuhi kriteria: tempat yang memberikan kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak ; tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi.
dalam suatu tempat. Lokasi yang dipilih juga tidak kalah strategis dengan lokasi usaha mereka sebelumnya.
Dengan bermodalkan pendidikan dan uang yang cukup, para pedagang kaki lima memulai usaha dan memiliki harapan akan berkembang lebih besar menjadi sebuah warung makan yang dapat digunakan untuk kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Mereka mencari modal untuk memulai usaha dengan banyak cara, misalnya dengan meninjam uang pada kerabat dan sanak saudara, menjual barang-barang berharga, dan cara lainnya.
Banyak pedagang kaki lima yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan sampingan dan hanya mencari kesibukan saja. Tetapi tidak sedikit pula yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Walaupun demikian, banyak dari pedagang kaki lima tersebut yang berjualan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki.
pengambilan keputusan. Jika tidak ada pemisahan yang jelas, maka pedagang kaki lima tidak akan tahu secara tepat prestasi dan kinerja unit bisnis yang tercermin dalam laporan keuangan yang biasanya dibuat dalam bentuk Laporan Laba Rugi. Bila tidak dipertimbangkan, hal ini akan membawa dampak yang cukup buruk karena mengakibatkan usaha tidak mampu berkembang secara pesat. Contoh penerapan konsep Business Entity adalah dengan melakukan pencatatan pada setiap transaksi yang terjadi. Baik itu merupakan penerimaan uang, pengeluaran, hutang dan sebagainya. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity.
Namun pada kenyataannya, banyak para pedagang kaki lima tidak melakukan pencatatan terhadap pengeluaran yang digunakan dalam usaha dan pendapatan yang didapatkan dari usaha. Mereka membiarkan semua berjalan apa adanya, tanpa memprediksikan laba dan rugi usaha. Akibatnya tidak sedikit dari para pedagang kaki lima tersebut yang mengalami kerugian dan akhirnya bangkrut. Kebanyakan dari mereka yang tidak melakukan pencatatan dikarenakan kurang memahami akan pentingnya pencatatan tersebut. Sehingga tidak sedikit pula para pedagang kaki lima yang menggunakan kekayaan pribadi untuk menambah pemasukan usaha dan dijadikan modal berdagang selanjutnya. Selain itu, mereka juga menggunakan barang dagangan tanpa ada pencatatan dan pemisahan yang jelas.
mereka akan menggabungkan kekayaan pribadi dengan modal usahanya. Maka nantinya mereka akan sulit untuk mengidentifikasi laba usaha dan berkembang lebih besar.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, para pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta juga mengalami hal demikian. Oleh karena itu peneliti ingin membuat penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertemu dengan konsumen karena arena berjualan mereka teletak di daerah sekitar kampus dan sekolah di Yogyakarta. Tentu saja mereka memerlukan modal yang lebih besar untuk dapat menambah keanekaragaman jenis dagangangannya di tempat tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi pegagang kaki lima tentang konsep Business Entity.
Selain itu dalam hal pengalaman berwirausaha. Biasanya pedagang yang sudah memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih memahami seluk beluk dunia usaha. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui bagaimana persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity. Penelitian ini memfokuskan pada tiga faktor yang diduga kuat mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima, yaitu tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan pengalaman berwirausaha.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan?
2. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha?
3. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.
3. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak pengelola Universitas Sanata Dharma.
2. Bagi penelitian selanjutnya
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi
Sejak dilahirkan, individu secara langsung dengan dunia luar. Sejak itu pula seseorang akan menerima stimulus atau rangsangan dari luar.
Menurut Linda Davidoff (1981: 232) persepsi diartikan sebagai proses pemahaman yang terorganisir dan menggabungkan data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita.
Sedangkan menurut Thoha (1983:138), persepsi adalah proses pemahaman yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat pendengaran, penglihatan, pengkhayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pemahaman, menerima, pengorganisasian, dan mengimpretasikan rangsangan dari lingkungan melalui panca indra sehingga individu mengerti tentang yang diinderakan.
Menurut Thoha (1988: 1945), faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalam dan luar, yaitu:
Prinsip intensitas dari perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal itu dipahami.
b. Ukuran
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar untuk obyek semakin mudah untuk bisa diketahui atau dipahami.
c. Pengulangan (Repetition)
Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberi perhatian yang lebih besar dibanding dalam sekali lihat. d. Gerakan (Moving)
Prinsip gerakan ini antara lain menyatakan bahwa orang akan memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang bergerak dalam jangkauan pandangnya dibandingkan dari obyek yang diam.
e. Baru dan Familiar
Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi ekternal yang baru maupun yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian. 2. Faktor dari dalam
a. Proses belajar (learning)
b. Motivasi
Selain proses belajar dapat membentuk persepsi dari dalam lainnya yang juga menentukan terjadinyapersepsi antara lain motivasi dan kepribadian pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar, tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting dalam proses pemilihan persepsi.
c. Kepribadian
Dalam membentuk persepsi unsur ini sangat erat hubungannya dengan proses belajar dan motivasi mempunyai akibat tentang apa yang diperhatikan dalam menghadapi suatu situasi.
B. Business Entity
perusahaan tersebut dan bukan terhadap kegiatan, aktiva, atau hutang. (Ahmed Riahi, Belkaovi,2000: 176)
Akuntansi memandang pemilik sebagai pihak luar perusahaan dan karenanya transaksi pemilik dan pihak luar lainnya bukan merupakan transaksi yang menjadi objek akuntansi perusahaan yang bersangkutan. Konsep entitas usaha ini penting karena membatasi data ekonomi dalam sistem akuntansi terhadap data yang berhubungan langsung terhadap usaha.
operasional. Kalau pemisahan semacam itu dapat diterima secara konsepsional, maka laba perusahaan harus dianggap sebagai kenaikan kekayaan perusahaan. Kenaikan kekayaan tersebut baru menjadi laba pemilik setelah kekayaan tersebut dialihkan kepada pemilik berupa pengambilan oleh pemilik untuk kepentingan pribadi. Perbedaannya dengan badan hukum adalah bahwa dalam perusahaan perseorangan pengambilan kenaikan kekayaan tersebut tidak memerlukan tindakan yuridis resmi seperti pengumuman pengambilan deviden.
Batasan Kesatuan Usaha
C. Pedagang Kaki Lima
Sektor informal pedagang kaki lima merupakan fenomena yang sangat menarik perhatian. Sebenarnya istilah kaki lima yang terkenal sekarang ini merupakan warisan sejarah. Sebab istilah tersebut muncul pertama kali saat pemerintahan jajahan Inggris manguasai Indonesia.
Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan, yakni mengharuskan agar tepi kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya. Karena mereka berjualan di area lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima. (Hernawi, 1996: 50)
Pada ukuran lebar trotoar yang waktu itu dihitung dengan memakai dasar ukuran feet, dalam istilah Bahasa Inggris diterjemahkan kaki yang berukuran 31 sentimeter lebih. Pada saat itu lebar trotoar adalah lima kaki, untuk selanjutnya orang yang berjualan di atas trotoar disebut pedagang kaki lima (Hidayat, 1978:31)
Selain dari aspek kesejarahan, menurut Eridian (1993: 4) memberikan pengertian pedagang kaki lima adalah orang-orang dengan modal relatif kecil / sedikit berusaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana informal.
terminal, dan sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan digolongkan dalam jenis makanan, non makanan dan jasa. Alat yang digunakan dalam bejualan dapat berupa pikulan, gerobak, tenda, dan sebagainya.
Jadi dengan demikian pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal relatif kecil berusaha di bidang produksi dan pengumpulan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu di dalam masyarakat dengan mengambil lokasi yang dianggap strategis. Ada beberapa pendapat tentang karakteristik pedagang kaki lima, yang pada dasarnya hampir sama. Seperti halnya menurut Julisar An-naf yang dikutip oleh Hidayat (1978:31-32), pedagang kaki lima memiliki ciri-ciri khusus antara lain:
1. Bergang kaki lima umumnya merupakan mata pencaharian pokok. 2. Para pedagang kaki lima pada umumnya tergolong angkatan kerja
produktif.
3. Tingkat pendapatan yang diperoleh relatif rendah.
4. Sebagian besar merupakan pendatang dari daerah dan belum memiliki status kependudukan.
5. Mereka mulai berdagang antara 5-10 tahun yang lalu.
6. Sebelum menjadi pedagang kaki lima umumnya mereka tani dan buruh.
7. Permodalan lemah dan omset penjualannya relatif kecil. 8. Belum berhubungan dengan bank dalam permodalan.
9. Umumnya mereka mempergunakan bahan pangan, sandang dan kebutuhan-kebutuhan sekunder.
10.Pada hakekatnya mereka telah kena pajak dengan adanya retribusi meupun pungutan tidak resmi.
Penjelasan tentang sosok pedagang kaki lima berdasarkan karakteristik menurut Hernawi (1996:53) adalah :
1. Berusaha di kaki lima pada umumnya bukan pekerjaan yang dicita-citakan.
3. Tingkat pendidikan mereka relaif rendah.
4. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang dari luar kota dan belum mendapat status sebagai penduduk parlemen.
5. Sebelum terjun di kaki lima mereka pada umumnya berprofesi sebagai petani atau buruh rendah.
6. Modal diusahakan sendiri dan tidak punya hubungan dengan lembaga keuangan perbankan.
7. Modal yang dimiliki sangat terbatasdemikian pula dengan omset usaha serta profit yang diperoleh.
8. Kemampuan kewirausahaan relatif rendah demikian pula kemampuan dalam pemupukan modal.
9. Jenis dagangannya sangat variatif , namun yang cukup dominan adalah jenis pangan, sandang dan jenis kebutuhan sekunder lainnya.
10.Pada dasarnya mereka ikut terkena pajak dengan adanya retribusi dan berbagai jenis pungutan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kota Bandung Peneliti Fisipol UNPAR Bandung yang dikutip oleh Eridian (1993:28-29) memberikan ciri/karakteristik pedagang kaki lima sebagai berikut:
1. Sesuai dengan istilah pedagang, walaupun dalam hal ini istilah pedagang kadang-kadang juga produsen, sekaligus pedagang. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pedagan kaki lima berkecimpung apa yang dinamakan sektor informal.
2. Perkataan “kaki lima” memberikan konotasi bahwa umumnya menjajakan barang-barang dagangan pada gelaran tikar di pinggir jalan atau depan toko-toko yang dianggap strategis. Kelompok pedagang yang menggunakan meja untuk berdagang, kereta dorong, dan kios-kios kecil masih kita golongkan pada kelompok pedagang kaki lima.
3. Para pedagang umumnya menjajakan bahan mekanan, barang-barang konsumsi secara eceran.
4. Para pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.
5. Pada umumnya kualitas barang-barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki lima relatif rendah.
6. Volume omset pedagang pedagang kaki lima relatif tidak begitu besar.
7. Para pembeli umumnya adalah merupakan pembeli berdaya beli rendah.
9. Kalau pedagang kaki lima kita golongkan pada “enterprise” maka usaha-usaha tersebut menunjukkan sifat-sifat khusus “one man enterprise” atau dalam bahasa Belanda “ummanzal.”
10.Tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli merupakan relasi ciri usaha pedagang kaki lima.
11.Sebagian dari pedagang kaki lima melaksanakan pekerjaannya secara penuh, yaitu secara full job, sebagian lagi setengah jam kerja atau waktu senggang dalam rangka mencapai pendapatan nasional.
12.Ada pedagang kaki lima yang melaksanakan pekerjaannya secara musiman dan kerap kali jenis harganya berubah-ubah.
13.Barang yang umumnya dijual pedagang kaki lima merupakan apa yang dalam ilmu marketing dinamakan “convenience goods” jarang sekali mereka memperdagangkan “specially goods”
14.Pedagang kaki lima pada umumnya ada dalam suasana perasaan tidak tenang. Seringkali mereka diliputi perasaan takut kalau-kalau usaha mereka diberhentikan oleh TIBUM (Tim Penertib Umum) sehingga mereka bermain kucing-kucingan dengan pihak yang berwajib.
15.Masyarakat umum beranggapan, bahwa pedagang kaki lima adalah kelompok yang menduduki status sosial yang rendah dalam tangga kemasyarakatan, walaupun hati kecil mereka mengakui bahwa kelompok ini memenuhi kebutuhan tertentu.
16.Mengingat faktor yang bertentangan dengan kepentingan, maka kelompok pedagang kaki lima merupakan kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasaan setia kawan cukup kuat.
17.Jam dan waktu kerja pedagang kaki lima tidak menujukkan pola yang yang tetap yang mana merupakan salah satu ciri perusahaan perseorangan.
18.Pada pedagang kaki lima terdapat jiwa enterprenurship yang kuat, walaupun faktor saling mengintimidasi usaha pedagang yang lain berhasil cukup dilakukan secara intensif.
akan timbul banyak kekerasan dan rasa tidak puas. Dengan demikian dunia pedagang kaki lima menduduki fungsi ekonomi kota sekaligus turut membantu menciptakan kehidupan sosial ekonomi kota yang selaras dan serasi.
1. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki pedagang kaki lima:
• Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara-negara sedang berkembang. Merupakam mata rantai terakhir, mengingat sifatnya sebagai pedagang eceran dalam jaringan distribusi produsen ke konsumen akhir.
• Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani masalah pajak.
• Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari perkembangan kualitas) Selain itu juga dimungkinkan pembelian secara kredit jika sudah terjalin hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli.
2.Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pedagang kaki lima:
• Mereka dapat dimasukan ke dalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil, sehingga laba yang dihasilkan juga kecil. Padahal banyak anggota keluarga yang tergantung pada hasil dan laba tersebut. Oleh karena itu terciptalah keadaan dimensi hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar hidup.
• Disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan tekhnikal training maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian seperti masalah populasi dan faktor higienis sebagai produk sampingan yang negatif.
• Di kalangan pedagang kaki lima sering terdapat faktor imidasi yang berlebihan, menyebabkan suatu jenis usaha tertentu menjadi terlampau padat.
D. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa bila berbicara masalah pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah. Mereka kurang menyadari bahwa pendidikan seseorang diperoleh tidak hanya melalui pendidikan sekolah saja, tetapi dari luar sekolah seperti keluarga, kelompok belajar dan masyarakat. Hal ini membawa konsekuensi yang lebih luas yakni proses pendidikan bukan berarti hanya belajar di sekolah, tetapi dapat berlangsung satiap saat dan dimanapun.
Pengertian pendidikan menurut Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:5) adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribabdiannya dengan jalan membina potensi pribadinya. Yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta ketrampilan).
Pendidikan mempunyai arti yang berbeda-beda, karena itu semua tergantung dengan deinisi yang dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi pengertian dari definisi tersebut mempunyai arti yang hampir sama.
• Menurut Heidjrachman et al (2000:77)
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai standar yang telah ditetapkan.
Dari beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah penyiapan seseorang untuk memasuki kehidupan di masa yang akan datang yang dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan.
2. Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah
Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan merupakan bersama antar keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam masyarakat industri, dunia kerja menuntut tenaga kerja yang terlatih profesional dan memiliki keahlian serta ketrampilan tertentu. Untuk memenuhi tuntutan dunia kerja tersebut, lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal merupakan tempat latihan dan pengembangan bagi tenaga kerja yang kompeten. (Wuraji, 1988:37)
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:7) mengemukakan tetang pembagian pendidikan adalah sebagai berikut:
• Pendidikan informal, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga.
• Pendidikan formal, ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu.
Menurut Sistem Pendidikan Nasional (UU no 2 tahun 2003 pasal 10) mengemukakan bahwa pendidikan terbagi atas :
• Pendidikan persekolahan, mencakup berbagai jenjang pendidikan, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.
• Pendidikan Luar Sekolah, terbagi menjadi pendidikan non formal yang mencakup lembaga pendidikan di luar sekolah, misalnya ; kursus, seminar,kejar paket A. Dan pendidikan informal yang mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program-program sekolah, misalnya ceramah di radio/tv dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah.
Kemudian didukung oleh Tadjudin Noer Efendi dan Chris Manning (1991:45) menyimpulkan bahwa (usaha di sektor informal dalam hal pendidikan) tingkat pendidikan merupakan pendidikan terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang yang melalui pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Tingkat pendidikan sekolah adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang, sedangkan untuk luar sekolah pengetahuan dan ketrampilan sebelum dan sedang berlangsungnya usaha tersebut.
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. (Umar Tirtarahardja dan La Sulo,1994:78). Dalam UU no 2 tahun 2003 pasal 16 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional, dijelaskan bahwa dalam jalur pendidikan formal ada berbagai jenjang pendidikan, yang meliputi:
• Pendidikan dasar, yang biasa dikenal dengan pendidikan dasar sembilan tahun, yaitu pendidikan SD enam tahun ditambah SMP tiga tahun.
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan, dunia kerja, dan dapat melanjutkan di Perguruan Tinggi.
• Pendidikan Tinggi, merupakan lanjutan pendidikan menengah untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis/profesional, yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian.
Dari uraian mengenai jenjang persekolahan atau tingkat-tingkat yang ada pada pendidikan formal, dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu setiap tingkat atau jenjang pendidikan itu harus dilaksanakan secara tertib, dalam arti tidak bisa terbalik letak penempatannya. Setiap jenjang atau tingkatan mempunyai tujuan dan Mteri pelajaran yang berbeda-beda.
Pendidikan luar sekolah dibagi menjadi dua yaitu pendidikan non formal dan in formal. Pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah menurut Ary H Gunawan (1995:63) adalah :
Semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian sera kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti kursus, bahan bacaan, radio,televisi, penyuluhan dan medi komunikasi lainnya.
Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidikan informal adalah yang paling dahulu dikenal dan paling penting peranannya. Hal ini disebabkan dalam masyarakat sederhana satu-satunya bentuk pendidikan yang dikenal adalah pendidikan informal.
Pendididkan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lain, sampai umur tiga tahun seseorang akan berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian.
Pendidikan informal bagi pedagang kaki lima sangat erat dalam kehidupan sehari-hari karena mereka terbiasa menghadapi berbagai konsumen dan harus dapat memahami perkembangan masyarakat untuk suatu usahanya dan dapat menambah profit/laba.
E. Modal Usaha
Faktor produksi modal merupakan faktor yang penting dan mempunyai arti yang lebih menonjol dalam kegiatan usaha, karena modal usaha merupakan urat nadi bagi suatu kegiatan usaha. Sehingga masalah modal usaha merupakan persoalan yang tak pernah berakhir mengingat hal ini mengandung banyk aspek. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menurut Poerwodarminto (1976:595), modal diartikan sebagai uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk mengasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan.
Selanjutnya pengertian dari Poerwodarminto (1976: 506 ) adalah : 1. Kegiatan dengan menggerakan tenaga kerja, pikiran atau badan untuk
2. Pengertian di bidang perdagangan (bertujuan mencari laba); perdagangan; perusahaan.
Untuk selanjutnya pembicaraan mengenai modal ini sudah termasuk di dalamnya modal usaha, karena menurut pengertian modal seperti di atas pengertian dari usaha sudah terkandung di dalamnya.
Kemudian Bambang Priyanto (1990:11-12) mengungkapkan bahwa modal merupakan ikhtisar neraca suatu perusahaan yang menggambarkan selain adanya modal kongkrit (setelah debet) dan modal abstrak (sebelah kredit), juga menunjukkan suatu bentuk modal lain yang disebut modal aktif (debet) dan modal pasif (kredit). Jadi pengertian modal usaha dapat dikatakan merupakan ikhtisar dari neraca perusahaan yang terletak di sebelah debet dan kredit dimana sebelah debet disebut modal aktif dan di sebelah kredit disebut modal pasif.
Berdasarkan cara dan lamanya, modal aktif dibedakan sebagai berikut: 1. Modal Lancar
Menurut Bambang Priyanto (1990:10) modal lancar diartikan sebagai aktiva yang habis dalam satu kali perputaran proses produksi dan proses perputarannya dalam jangka waktu pendek. Engan kata lain aktiva lain merupakan aktiva yang dapat diuangkan dalam jangka waktu pendek. Selanjutnya menurut pandangan Munawir (1990:16) dikatakan:
bank, piutang dagang, surat-surat berharga, persediaan barang dan sebagainya.
2. Modal tetap
Ada beberapa pendapat yang menyatakan pengertian dari modal tetap diantaranya juga Bambang Priyanto (1990:10) yang mengatakan bahwa modal tetap merupakan aktiva yang tahan lama yang tidak atau secara berangsur habis turut serta dalam proses produksi. Dan ditinjau dari lamanya perputaran, aktiva tetap adalah aktiva yang mengalami proses perputaran dalam jangka waktu panjang atau lebih dari satu tahun.
Kemudian sejalan dengan hal tersebut menurut Abas Kartadinata (1983:3) menyatakan:
“Aktiva tetap adalah alat-alat produksi than lama yang tidak terpakai habis dalam satu kali proses produksi dan oleh sebab itu baru dalam jangka waktu lama perlu diganti.”
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya aktiva tetap adalah aktiva yang digunakan dalam jangka panjang (lebih dari 1 tahun) dan tidak habis dalam satu kali proses produksi. Kemudian mengenai modal pasif Abas kartadinata (1983:3-4) juga mengatakan bahwa:
Dengan demikian secara umum modal merupakan ikhtisar dari neraca perusahaan yang tertera di sebelah debet sebagai modal aktif yang menggambarkan bentuk-bentuk seluruh dana yang diperoleh dan ditanamkan perusahaan sehingga dapat menunjukkan struktur keuangan perusahaan. Sedangkan di sebelah kredit sebagai modal pasif menggambarkan sumber-sumber dana, sehingga dapat menunjukkan struktur financial dan struktur modal perusahaan.
Kembali ditegaskan lagi menurut Abas Kartadinata (1983:8) dengan menytakan lebih terinci bahwa:
Modal aktif dibedakan menjadi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar dibedakan lagi menjadi modal kerja dan alat-alat lancar. Alat-alat lancar terdiri dari uang kas, piutang yang dapat ditagih, seketika dan surat-surat berharga yang seketika dapat diuangkan. Sementara aktiva tetap terdiri dari bangunan/gedung, mesin-mesin, peralatan kantor, dan sebagainya.
Kemudian Abas kartadinata (1983:10) menyimpulkan bahwa modal usaha adalah sejumlah nilai pokok modal aktif dan pasif yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya setiap hari, baik berupa total nilai uang, barang-barang maupun peralatan-peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah.
Oleh karena itu tersedianya modal usaha yang cukup akan sangat mempengaruhi kelancaran usaha para pedagang kaki lima. Hal ini didukung oleh pendapat Munawir (1986:114), bahwa :
kesempatan untuk memperoleh keuntungan telah disia-siakan. Sebaliknya adanya ketidak cukupan modal kerja atau mismanajemen merupakan sebab utama gagalnya perusahaan.
F. Pengalaman Berwirausaha F. 1. Pengalaman
Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa yang sudah dialami. (Muhammad Ali :301) Sedangkan Manullang (1987:54) berpendapat bahwa orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari mereka yang sama sekali tidak didukung mempunyai pengalaman.
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa seseorang yang sering mengulangi suatu pekerjaan dikatakan sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Bila pengalaman dikaitkan dengan pekerja, maka dapat diartikan bahwa pengalaman adalah sesuatu atau hal-hal yang telah dirasakan , diketahui, dilakukan/dikerjakan sehubungan dengan penyelesaian suatu pekerjaan atau aktivitas usaha tertentu. Adapun pengalaman tersebut tidak terlepas dari intensitas pengulangan dan dimanifestasikan dalam sejumlah masa kerja.
E. 2. Wirausaha
1. Pengertian Wirausaha
wirausaha sama dengan pengusaha yang mendirikan usaha sendiri kemudian memimpin pengelolaan usahanya tersebut. Tetapi beberapa ahli ekonomi mengartikan seorang wirausaha berbeda dengan pengusaha. Seperti pendapat ahli di bawah ini, yang berpendapat wirausaha bukanlah sekedar pengusaha melainkan pengusaha yang sukses karena memiliki ciri-ciri serta kemampuan tertentu untuk menciptakan sesuatu yang baru (Subanar, 2001:11) berikut ini adalah pendapat beberapa ahli tentang wirausaha:
a. Scumpeter, 1930
Wirausaha adalah orang yang memutuskan atau mengambil alih resiko dalam memperkenalkan produk atau jasa yang baru untuk memajukan perekonomian dan mencapai tujuannya.
b. Webster
Wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola, serta menanggung resiko atas keputusan bisnisnya tersebut.
c. Fillion, 1998
Wirausaha adalah orang yang imajinatif, yang ditandai oleh kemampuannya dalam menetapkan sasaran-sasaran itu. Juga memiliki kesadaran tinggi untuk menemukan peluang-peluang, membuat keputusan dengan menerapkan inovasi yang memiliki resiko moderat. d. Kamus Besar bahasa Indonesia Balai Pustaka 1989
mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkannya.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wirausaha adalah orang yang mampu mengoptimalkan potensi ekonomis yang ada pada dirinya atau di sekitarnya dengan resiko yang moderat dan mampu mengembangkan dengan mandiri serta mampu mengelola usahanya tersebut mulai dari perencanaan, operasi, kontrol menjadi bisnis yang disadari pembuatan keputusan bisnis yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar.
2. Karakteristik Wirausaha
Menurut Mc Clelland wirausaha memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Keinginan untuk berprestasi
Keinginan atau dorongan dalam diri untuk memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan. Dimana pencapaian tujuan merupakan tantangan bagi kompetensi individu.
b. Keinginan untuk bertanggungjawab
Seorang wirausaha seharusnya memilih menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dengan tanggungjawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.
c. Preferensi pada resiko-resiko menengah
tinggi. suatu tingkatan yang memerlukan usaha keras dan dipercaya dapat mereka penuhi.
d. Persepsi pada kemungkinan berhasil
Keyakinan atas kemampuan untuk berhasil dengan berdasarkan fakta-fakta yang dipelajari dengan penilaian yang obyektif.
e. Rasa ingin tahu terhadap rangsangan oleh umpan balik
Wirausaha selalu ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka.
f. Aktifitas yang energik
Wirausahawan menunjukan energi yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang mereka bersifat aktif dan memiliki proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara baru.
g. Orientasi ke masa depan
Seorang wirausaha melakukan perencanaan dan berfikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh di masa depan.
h. Ketrampilan dalam pengorganisasian
Wirausaha akan menunjukkan ketrampilan dalam mengorganisasi kerja dan orang-orang dalam pencapaian tujuan.
Keuntungan finansial adalah menjadi nomor dua jika dibandingkan dengan arti penting dari prestasi kerja mereka. Mereka hanya memandang uang sebagai lambang konkret dari tercapainya tujuan dan sebagai kompetensi mereka.
3. Penentuan potensi wirausaha
Potensi menjadi wirausaha yang sukses dapat diketahui bila seseorang memiliki kemampuan dalam beberapa hal di bawah ini: (Wiratmo, 1995:5)
a. Kemampuan inovatif
Inovasi sangat penting karena hal tersebut berarti perbaikan barang dan jasa yang ada, menciptakan barang dan jasa yang baru, atau mengkombinasikan unsur-unsur produksi yang ada dengan cara-cara baru.
b. Toleransi terhadap kemenduaan
Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang tidak terstruktur dan tidak bisa diprediksi.
c. Keinginan untuk berprestasi
Keinginan untuk berprestasi menandakan seseorang tidak kenal menyerah di dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri.
d. Kemampuan perencanaan realistis mampu menetapkan tujuan yang menantang tapi tidak bisa untuk diterapkan.
Kepemimpinan yang mengarahkan semua usaha dalam organisasi dipusatkan untuk mencapai tujuan utama organisasi tersebut.
f. Objektivitas
Kemampuan berfikir dan bertindak secara obyektif di dalam mengarahkan pemikiran dan aktivitas kewirausahaan dengan cara pragmatis.
g. Tanggung jawab pribadi
Wirausaha harus mampu memikul tanggung jawab pribadi. Mereka menetapkan tujuan sendiri dan memutuskan bagaimana mencapai tujuan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri.
h. Kemampuan beradaptasi
Seorang wirausaha hendaknya dibekali kemampuan unutuk beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga mampu menilai situasi secara obyektif dan merumuskan rencana-rencana baru untuk menghadapinya.
i. Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator
Wirausaha diharuskan memiliki kemampuan untuk mengorganisasi dan administrasi di dalam mengidentifikasi dan mengelompokkan orang-orang berbakat untuk mencapai tujuan.
F. Kerangka Berfikir
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Sedangkan Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah kesatuan usaha adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam akuntansi, perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemilik dan pihak lain yang menanamkan dana dalam perusahaan. Jika tingkat pendidikan pedagang kaki lima relatif tinggi, maka akan semakin besar pula pengetahuannya, khususnya ilmu ekonomi yang dapat menunjang usahanya. Dan dapat ia terapkan dalam kegiatan usahanya. Seorang pengusaha yang memiliki pendidikan tinggi cenderung akan berfikir lebih rasional dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha.
Modal diartikan sebagai uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk mengasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan.
modal awalnya.. Sehingga selalu melakukan pencatatan setiap terjadinya transaksi untuk mempermudah penghitungan laba usaha.
3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
Pengalaman dapat diartikan apa yang sudah dialami. Sedangkan orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari mereka yang sama sekali tidak didukung mempunyai pengalaman.
Dengan pengalaman berwirausaha yang cukup lama, seorang pedagang akan lebih memahami tentang usaha, persaingan, pencatatan dan sebagainya dibandingkan dengan seseorang yang baru saja menjalani usahanya tanpa pengalaman.
Gambar kerangka berfikir:
Dari gambar di atas maka dapat diketahui kerangka berfikir adalah untuk mencari:
Tingkat Pendidikan Variabel X1
Besarnya Modal Usaha Variabel X2
Pengalaman Berwirausaha Variabel X2
Persepsi Pedagang Kaki Lima tentng Konsep
1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.
2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha.
3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan penelitian yang biasa dirumuskan dalam bentuk yang dapat diuji secara empirik. Berdasarkan landasan di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai dasar pengumpulan data, yaitu:
1. Tingkat pendidikan mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity.
2. Besarnya modal usaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Yang mempelajari secara intensif tentang latar belakang sekarang, dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.
Penelitian ini akan melihat dan membandingkan tingkat perbedaan pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima ditinjau dari tingkat pendidikan, besarnya modal usaha dan pengalaman berwirausaha.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada pedagang kaki lima yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta. (Taman Kuliner Condong Catur dan Resto PKL Mrican)
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2008.
Subyek Penelitian bagian yang terlibat dalam penelitian dan yang terkait dalam penelitian. Subyek penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogykarta.
2. Obyek Penelitian
Obyek Penelitian merupakan suatu yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Obyek penelitian ini adalah tingkat pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan pengalaman berwirausaha.
D. Populasi 1. Populasi
E. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini tekhnik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Kuesioner
Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan dalam bentuk tertulis mengenai tingkat pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan pedagang kaki lima, besarnya modal usaha yang dimiliki pedagang kaki lima, dan pengalaman berwirausaha sebagai pedagang kaki lima. Dengan menggunakan sejumlah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisikan dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan responden yang sebenarnya.
F. Operasionalisasi Variabel 1. Business Entity
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity
No Butir Variabel Indikator
Positif Negatif 1. pencatatan
usaha
2. pemisahan kekayaan
1. Mencatat pengeluaran belanja sebagai beban usaha.
2. Mencatat pengeluaran sehari-hari dalam keluarga
3. Mencatat pengeluaran belanja usaha dengan pengeluaran sehari-hari keluarga menjadi satu. 4. Mencocokan catatan dengan
untung setelah selesai berdagang. 5. Pemasukan usaha merupakan
pendapatan.
6. Pengeluaran penerangan berdagang merupakan beban usaha.
7. Mencatat pengeluaran listrik yang digunakan dalam keluarga.
8. Mencatat pengeluaran bensin yang digunakan untuk keluarga.
9. Pengeluaran bensin untuk berdagang merupakan beban usaha.
10. Sewa tempat usaha merupakan beban usaha.
11. Mencatat pengeluaran untuk retribusi sebagai beban usaha. 12. Pengeluaran pinjaman merupakan
beban usaha.
13.Membutuhkan bantuan orang lain untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan yang terjadi dalam usaha.
14. Harta usaha dan harta pribadi 15. Memisahkan harta usaha dengan
harta pribadi.
16. Harta pribadi dicatat sebagai modal jika dipakai dalam operasi usaha.
17. Mencatat harta pribadi yang digunakan dalam usaha.
18. Menggunakan harta pribadi untuk keperluan usaha
19. Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sediri, dicatat sebagai pendapatan usaha
20 Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sendiri, dianggap gratis.
19
18
20
Indikator tersebut dituangkan dalam bentuk kuesioner dan setiap pernyataan dalam kuesioner akan dinyatakan dalam bentuk Skala Likert. Peberian skor dalam setiap pernyataan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep
Business Entity
Jawaban Pernyataan positif Pernyataan Negatif Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
4 3 2 1 1 2 3 4
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang dimaksudkan ialah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh pedagang kaki lima. Dalam hal ini pendidikan formal adalah tingkat pendidikan tertinggi yang berhasil diselesaikan oleh pedagang kaki lima yang dikelompokan sebagai berikut:
1 Lulus Diploma atau Perguruan Tinggi skor 5 2 Lulus SMA skor 4
3. Modal Usaha
Modal usaha yaitu sejumlah nilai pokok yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan (pedagang kaki lima) untuk membiayai kegiatan usaha dagangnya setiap hari, baik berupa total nilai uang, barang dagangan maupun peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah yang dikelompokkan sebagai berikut:
a. > Rp3.000.000 skor 5
b. Rp2.250.001 – Rp3.000.000 skor 4 c. Rp1.500.001 – Rp2.250.000 skor 3 d. Rp750.001 – Rp1500.000 skor 2 e. < Rp 750.000 skor 1
4. Pengalaman berwirausaha
Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa yang sudah dialami. Sedangkan berwirausaha adalah orang yang mampu mengoptimalkan potensi ekonomis yang ada pada dirinya atau di sekitarnya dengan resiko yang moderat dan mampu mengembangkan dengan mandiri serta mampu mengelola usahanya tersebut mulai dari perencanaan, operasi, kontrol menjadi bisnis yang disadari pembuatan keputusan bisnis yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar. Pengalaman berwirausaha dikelompokkan sebagai berikut:
d. 5,1 s/d 10 tahun skor 2 e. < 5 tahun skor 1
G. Uji Instrumen Penelitian
1. Pengujian Validitas kuesioner
Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila suatu alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur dengan tepat atau teliti. Pengujian kevalidan alat ukur dapat menggunakan metode analisis butir dengan menguji apakah item telah mengungkapkan faktor atau indikator yang ingin diselidiki.
a. Tekhnik Pengujian Validitas
Arikunto (1996:170) menyatakan perhitungan korelasi product moment dari Karl Pearson dengan rumus
( )( )
( )
{
2 2}
{
2( )
2}
,y y N x x N y x xy N Rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dengan:
N = total responden
∑
y = nilai dari total butir jawaban responden
∑
x = nilai dari item atau jawaban respondenb. Hasil Uji Validitas
Syarat suatu instrumen penelitian adalah harus dapat diukur derajat ketepatan tentang isi atau arti sebenarnya dari apa yang diukur (validitas) dan taraf kepercayaan yang ditujukan oleh instrumen (reliabilitas).
Untuk mengukur tingkat validitasnya digunakan korelasi product moment Coefficient of Correlation. Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.00. Dalam menentukan butir instrumen valid atau tidak, r tabel terlebih dahulu dibandingkan dengan r hitung. Apabila r hitung > r tabel maka butir pertanyaan dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil perhitungan dk = n – 2 dan α = 0.05 ( dk = 50 – 2 = 48, α = 0.05 ) diperoleh r tabel sebesar 0,187.
Berdasarkan uji tingkat validitas butir pada variabel persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Bussines Entity dapat dilihat pada tabel III.I di bawah ini:
Tabel III.3
Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang konsep Business Entity
No Butir r tabel r hitung Kesimpulan
1 0.187 0.290 valid
3 0.187 0.462 valid
4 0.187 0.582 valid
5 0.187 0.759 valid
6 0.187 0.647 valid
7 0.187 0.697 valid
8 0.187 0.585 valid
9 0.187 0.401 valid
10 0.187 0.741 valid
11 0.187 0.733 valid
12 0.187 - 0.037 Tidak valid
13 0.187 0.462 valid
14 0.187 0.339 valid
15 0.187 0.324 valid
16 0.187 0.620 valid
17 0.187 0.574 valid
18 0.187 0.368 valid
19 0.187 0.447 valid
20 0.187 0.614 valid
21 0.187 0.716 valid
Sumber : Hasil olahan data Reliabilitas Business Entity, 2008
yang tidak valid. Pengambilan keputusan ini dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien r hitung masing – masing butir dengan nilai koefisien r tabel. Dengan jumlah data sebanyak 50 responden dan derajad keyakinan 5% atau 0,05 maka diperoleh nilai r tabel sebesar 0.187. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa nilai koefisien r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > 0.187) kecuali pada butir nomor dua belas dimana r hitung (- 0.037 < 0.187). maka nomor soal tersebut untuk selanjutnya tidak dapat dipakai.
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa satu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga Arikunto (1998:110).
a. Tekhnik Pengujian Reliabilitas
Arikunto menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:
⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ −
=
∑
21 2 1 1
α
α
b k k rn Keterangan :k
= jumlah butir pertanyaaanα
t
2 = varian total∑α
b
2 = jumlah varian butirDibantu dengan menggunakan program SPSS, langkah menguji reliabilitas adalah:
Berdasarkan pengujian validitas ulangan (dimana nilai r hitung untuk semua butir yang valid pada pengujian sebelumnya > dari nilai r tabel 0,187 dan semua nilai r juga sudah positif), analisis dapat dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas.
a. Perumusan Hipotesis
Ho : Skor butir berkorelasi positif dengan komposit faktornya. H1 : Skor butir tidak berkorelasi positif dengan komposit faktornya.
b. Tentukan nilai r tabel
Dari tabel r untuk df = dk-2 dan taraf signifikan = 5%, di dapat angka r tabel 0,187
c. Mencari r hitung
Nilai r hitung adalah angka ALPHA ( di akhir out put ) d. Pengambilan kesimpulan
Jika r alpha positif dan r alpha > r tabel (0,187) maka variabel tersebut reliabel. Tapi jika alpha positif dan r alpha < r tabel (0,187) , maka variabel tersebut tidak reliabel.
Hasil uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui taraf kapercayaan dari suatu instrumen pengukuran terhadap reliabilitas. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.00 dari dua puluh satu butir pertanyaan pada variabel persepsi pedagamg kaki lima tentang konsep Business Entity diperoleh nilai koefisien alpha sebesar 0.900. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien alpha dengan 0.187. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien alpha 0,900 lebih besar dari pada 0.187. Hal ini berarti bahwa instrumen persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity dikatakan reliabel.
I. TEKNIK ANALISIS DATA 1. Statistik Deskriptif
Statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum. Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini mencakup perhitungan PAP II. Cara menentukan batas-batas kelompok:
Tabel III.4
Tabel Batas Kelompok Dengan Menggunakan PAP II Skor Kriteria
A B C
D E
45% - 55% < 45%
Berikut ini disajikan tabel cara penghitungan dengan menggunakan PAP II:
Tabel III.5
Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II
No Batas skala Kategori
interval1 interval2 interval3 interval4 interval5
Skor terendah + 81% (skor tertinggi – terendah) Skor terendah + 66% (skor tertinggi – terendah) Skor terendah + 56% (skor tertinggi – terendah) Skor terendah + 46% (skor tertinggi – terendah) < kategori kurang baik
Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik
2. Pengujian prasyarat analisis a. Uji Normalitas
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apalah data yang terjaring dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang terjaring berdistribusi normal, maka analisi untuk menguji hipotesis dapat dilakukan. Untuk mengetahui hal tersebut one sample Kolmogorov-Smirnov yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
D = deviasi atau penyimpangan
Fo (x) = distribusi frekuensi kumulatif teoritis Sn(x) = distribusi frekuensi yang diobservasi
Apabila probabilitas (α) yang diperoleh melalui perhitungan relatif kecil dari taraf signifikansi maka signifikan, artinya ada beda antara distribusi data yang dianalisis dengan distribusi teoritis sehingga sebaran data Variabel adalah tidak normal pada taraf signifikansi 5%. Sedangkan probabilitas (α) yang diperoleh melalui perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi 5% maka data tidak signifikan, artinya tidak ada beda antara distribusi data yang dianalis dengan data teoritis sehingga sebaran data variabel adalah normal pada taraf signifikansi 5%.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah varians sample yang akan dikomparasikan tersebut homogen atau tidak. Varians adalah standar deviasi yang dikuadratkan. Uji homogenitas varians digunakan uji F.
F= Varians terbesar/Varians terkecil
data yang akan dianalisi homogen sehingga perhitungan ANOVA dapat dilanjutkan perhitungan homogenitas dengan menggunakan metode SPSS.
3. Pengujian Hipotesis a. Perumusan Hipotesis
Ho = μ1 = μ2
tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.
H1= μ1 ≠μ2
ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.
b. Pengujian hipotesis
Analysis of Varians (ANOVA)
1. Menentukan daerah penerimaan Ho dan penolakan Ha :
Pengujian dengan ANOVA menggunakan distribusi F, titik kritis diperoleh dengan bantuan table F dimana titik kritis ditentukan oleh :
a. Taraf nyata atau signifikan (α) = 5%
b. Derajat bebas atau degree of freedom (df) yang terdiri dari : numenator = k – 1
Nilai statistik uji atau yang disebut uji F ditentukan dengan cara menghitung :
a. JKtotal = ∑Xtotal2 -
2 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛
∑
N Xtotalb. JKantar =
(
) (
) (
2) (
2)
22 2 2 1 1 N X n X n X n X total m m
∑
∑
∑
∑
+ + −c. Jkdalam = JKtotal – JKantar
d. MKantar = 1
−
m JKantar
e. MKdalam =
m N JKdalam
−
f. Fhitung =
dalam antar
MK MK
3. Membandingkan nilai F hitung dengan F tabel, yaitu : Ho diterima jika F hitung < F tabel
Ha diterima jika F hitung > F tabel 4. Menarik kesimpulan :
Jika Ho diterima menyatakan bahwa tidak ada perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pendidikan.