• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI SELF-DIRECTED LEARNING MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS MATEMATIS, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN DISPOSISI SELF-DIRECTED LEARNING MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

MELALUI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Matematika

MARIA AGUSTINA KLEDEN

1201415

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

DISPOSISI SELF- DIRECTED LEARNING MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF

Oleh

Maria Agustina Kleden 1201415

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan Matematika pada Sekolah Pascasarjana

Maria Agustina Kleden Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ”Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Matematis, Komunikasi Matematis, dan Disposisi

Self-Directed Learning Mahasiswa melalui Pembelajaran Metakognitif” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap menanggung risiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Oktober 2015 Yang membuat pernyataan,

Maria Agustina Kleden NIM 1201415

(5)

Komunikasi Matematis, dan Self-Directed Learning Mahasiswa melalui

Pembelajaran Metakognitif.

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis (KBLM), kemampuan komunikasi matematis (KKM) dan disposisi self-directed learning (DSDL) antara mahasiswa dengan pembelajaran strategi

metakognitif (PSM) dan mahasiswa dengan pembelajaran konvensional (PKv), interaksi antara model pembelajaran dan kelompok kemampuan awal matematis (KAM), pendapat mahasiswa tentang PSM serta kesalahan mahasiswa mengerjakan tes KBLM dan KKM. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-postest control group design.

Mahasiswa peserta mata kuliah statistik matematik di Kupang merupakan populasi dengan sampel sebanyak 65 mahasiswa. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Dua kelas statistik matematik pada satu Universitas di Kupang dipilih secara

acak satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Instrumen meliputi tes kemampuan awal matematis, tes KBLM dan KKM, skala DSDL, pedoman observasi dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan uji-t, uji Mann-Whitney, dan ANAVA dua jalur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian dan peningkatan KBLM dan KKM mahasiswa kelas PSM lebih baik daripada mahasiswa kelas PKv. Berdasarkan kelompok KAM, pencapaian dan peningkatan KBLM mahasiswa KAM atas dan KAM tengah kelas PSM lebih baik daripada mahasiswa kelas PKv. Pencapaian dan peningkatan KKM mahasiswa untuk semua kelompok KAM kelas PSM lebih baik dibandingkan dengan kelas PKv. Ditinjau secara keseluruhan dan kelompok KAM, pencapaian dan peningkatan DSDL mahasiswa kelas PSM tidak lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa kelas PKv. Tidak terdapat interaksi pendekatan pembelajaran dan kelompok KAM terhadap pencapaian dan peningkatan KBLM dan KKM. Sebaliknya pada pecapaian dan peningkatan DSDL terdapat interaksi pendekatan pembelajaran dan kelompok KAM. Pembelajaran metakognitif berdampak positif terhadap peningkatan KBLM, KKM dan DSDL mahasiswa. Situasi dan kondisi dalam PSM memberi tantangan baru sehingga berdampak positif dalam menemukan sendiri konsep-konsep. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan mahasiswa disebabkan oleh rendahnya pemahaman mereka terhadap materi prasyarat seperti integral dan turunan. Selain itu, mahasiswa juga kesulitan dalam mengidentifikasi data dan informasi yang diberikan dalam setiap soal.

(6)

Thinking, Mathematical Communication and Student Self-Directed Learning through Metacognitive Learning

The aims of the research are to identify differences in competency of mathematical logical thinking (KBLM), mathematical communication (KKM) and self-directed disposition (SDLD) achievements and enhancements upon students between students learning through a metacognitive strategy approach (PSM) and those of a conventional approach (PKv). Moreover, this research identifies interactions between the learning approach and mathematics prior knowledge group (KAM), student assertion regarding the PSM and student mistakes in KBLM and KKM tests. The design of this research is pretest-postest control group design. The population is students of mathematical statistics course in Kupang Province of East Nusa Tenggara with sample 65 students. The sampling technique is purposive sampling. Two separate classes of a Mathematical Statistics course of at the University in Kupang were randomly selected to be distinguished as an experimental class and a control class. Research instrument covers test of KBLM, KKM, DSDL scales, guide of observations and interviews. Data were analyzed through t-test, Mann-Whitney test, and a two way ANAVA. Research results point a difference between achievements and enhancements in KBLM and KKM in an overall perspective. Viewed from the KAM group, the differences of achievements and enhancements in KBLM occur for those in the top and middle KAM group. There are no differences of achievements and enhancements in DSDL in overall and KAM group perspectives. There are no interactions between the learning approaches and the KAM group towards achievements and enhancements in KBLM and KKM. Further, regarding achievements and enhancements in DSDL, there are found to be interactions between the learning approaches and the KAM group. Assertion of students of the PSM class suggests that metacognitive learning conveys positive impacts towards KBLM, KKM and DSL enhancement. Conditions within the PSM approach assert new challenges upon students, and therefore necessary effort were undertaken to self-identify learning concept. Student mistakes within task completion arose due to low comprehension upon particular concepts such as integral and derivatives. Moreover, students experience difficulties in identifying data and information given in the tests.

(7)

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Pernyataan ……… ii

Kata Pengantar ... iii

Lembar Ucapan Terima Kasih……… v

Motto………... vi

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ………... xii

Daftar Diagram ... xix

Daftar Lampiran ………. xx

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Definisi Operasional ... 16

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Berpikir Logis Matematis ... 18

1. Pengertian Berpikir Logis ... 18

2. Kemampuan Berpikir Logis Matematis ... 20

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 26

1. Pengertian Komunikasi ... 26

2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 28

C. Self-Directed Learning ... 33

1. Pengertian Self-directed Learning ... 35

(8)

2. Strategi Metakognitif ... 45

E. Hubungan Strategi Metakognitif dengan Kemampuan Berpikir Logis Matematis dan Komunikasi Matematis ... 60

F. Penelitian yang Relevan... 69

G. Hipotesis Penelitian ... 75

BAB III: METODOLOGI ... 78

A. Desain Penelitian ... 78

B. Variabel Penelitian……….. 79

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 80

D. Instrumen Penelitian ……... 81

E. Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan PSM dan Pendekatan Konvensional ……….. 106

F. Prosedur Penelitian ... 108

G. Teknik Analisa Data ... 109

H. Alur Kerja/Bagan Penelitian ……….. 110

I. Jadwal Penelitian ……….... 111

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 112

A. Temuan………... 112

1. Analisis Kemampuan Awal Matematis Mahasiswa …….. 115

2. Analisis Kemampuan Berpikir Logis Matematis Mahasiswa ... 121

3. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa... 143

4. Analisis Disposisi Self-Directed LearningMahasiswa …. 169 B. Pembahasan ………. 194

1. Gambaran Pendekatan Pembelajaran ………... 194

2. Kemampuan Berpikir Logis Matematis ………... 202

3. Kemampuan Komunikasi Matematis ………... 207

4. Disposisi Self-Directed LearningMahasiswa ………….. 211

(9)

BAB V: KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ………… 275

A. Kesimpulan ……….. 275

B. Implikasi ……….. 279

C. Rekomendasi ………... 279

DAFTAR PUSTAKA ... 281

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

2.1 Aspek dan Indikator Berpikir Logis Matematis………... 26

2.2 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis……… 33

2.3 Kategori Self-Directed Learning, Self-Management Activities

dan Self-Cognitive Activities………. 36

2.4 Aktivitas Belajar Guru untuk Meningkatkan Self-Directed Learning Peserta Didik………. 40

2.5 Aktivitas Belajar Peserta Didik untuk Meningkatkan

Self-Directed Learning.……… 40

2.6 Indikator Disposisi Self-Directed Learning……….. 41

2.7 Kegiatan Perkuliahan dengan Strategi Metakognitif……… 56 2.8 Langkah-Langkah Strategi Metakognitif yang Memunculkan

Kemampuan Berpikir Logis Matematis, Komunikasi Matematis dan Self-Directed Learning………... 58

3.1 Keterkaitan Kemampuan Berpikir Logis Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, Disposisi Self-Directed Learning, Kelompok Belajar, dan Kelompok Kemampuan Awal

Matematis……….. 79

3.2 Kriteria Penglevelan KAM………... 81

3.3 Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Butir Soal Tes

Kemampuan Awal Matematis Mahasiswa……….. 82

3.4 Uji Keseragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Soal Tes

Kemampuan Awal Matematis Mahasiswa……….. 83

3.5 Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Butir Tes

Kemampuan Berpikir Logis Matematis……… 85

3.6 Uji Keseragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Tes

Kemampuan Berpikir Logis Matematis……… 85

3.7 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Logis

Matematis……….. 86

3.8 Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Butir Tes

(11)

3.9 Uji Keseragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Tes

Kemampuan Komunikasi Matematis………... 88

3.10 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 89

3.11 Daftar Pernyataan Positif dan Negatif Skala Self-Directed Learning……… 90

3.12 Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Item………. 92

3.13 Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Item Skala Disposisi Self-Directed Learning………. 92

3.14 Prosedur Perhitungan Skor Skala Disposisi Self-directed Learning untuk Pernyataan Nomor 21………. 93

3.15 Prosedur Perhitungan Skor Skala Disposisi Self-directed Learning untuk Pernyataan Nomor 24………. 93

3.16 Penskoran 39 Item Skala Disposisi Self-Directed Learning……. 93

3.17 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Logis Matematis………. 97

3.18 Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis………. 97

3.19 Hasil Perhitungan Validitas Butir Pertanyaan Skala Disposisi Self-Directed Learning………. 98

3.20 Kriteria Reliabilitas Tes……… 99

3.21 Reliabilitas Tes KAM………... 100

3.22 Reliabilitas Tes Berpikir Logis Matematis………... 100

3.23 Reliabilitas Tes Komunikasi Matematis………... 100

3.24 Reliabilitas 39 Skala Disposisi Self-Directed Learning………... 101

3.25 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas Tes dan Skala Disposisi Self-Directed Learning……… 101

3.26 Reliabilitas 36 Skala Disposisi Self-Directed Learning………… 101

3.27 Kriteria Daya Pembeda Soal………. 102

3.28 Hasil Analisis Data Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Logis Matematis………. 103

3.29 Hasil Analisis Data Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis………. 103

(12)

3.31 Hasil Analisis Data Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes

Kemampuan Berpikir Logis Matematis……… 105

3.32 Hasil Analisis Data Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes

Kemampuan Komunikasi Matematis……… 105

3.33 Kategori N-gain………... 109

3.34 Jadwal Kegiatan Penelitian dan Indikator Capaian……….. 111 4.1 Deskripsi KBLM, KKM, dan Disposisi SDL Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok

KAM……….. 113

4.2 Kriteria Pengelompokan KAM ……… 115 4.3 Deskripsi Hasil Tes KAM untuk Kelas PSM dan PKv………… 116 4.4 Uji Normalitas Data KAM untuk Kelas A dan Kelas B ………. 116 4.5 Uji Homogenitas Varians Data KAM Mahasiswa untuk Kelas A

dan Kelas B ……….. 117

4.6 Uji Perbedaan Data KAM antara Kelas A dan Kelas B ……….. 118 4.7 Hasil Uji Normalitas Data KAM Berdasarkan Kelompok KAM

dan Kelas Pembelajaran……… 119

4.8 Hasil Uji Homogenitas Varians Data KAM Mahasiswa

Kelompok KAM Atas Kelas PSM dan Kelas ………. 119

4.9 Uji Perbedaan KAM untuk Kelompok KAM Atas antara Kedua

Kelas Pembelajaran………...

120

4.10 Uji Perbedaan KAM untuk Kelompok KAM Tengah dan

Kelompok KAM Bawah antara Kedua Kelas

Pembelajaran………... 120

4.11 Deskripsi Kemampuan Berpikir Logis Matematis Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok KAM... 122

4.12 Uji Normalitas Data Pretes KBLM Mahasiswa untuk

Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv………... 124

4.13 Uji Perbedaan Pretes antara Kedua Kelompok Pembelajaran….. 125 4.14 Uji Normalitas Data Pretes KBLM Mahasiswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Semua Kelompok

KAM……… 126

(13)

Tabel Judul Hal

4.17 Uji Perbedaan Pencapaian KBLM antara Kedua Kelompok

Pembelajaran………. 128

4.18 Uji Normalitas Data Pencapaian KBLM Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM... 130

4.19 Uji Homogenitas Varians Data Pencapaian KBLM Mahasiswa untuk Kelompok KAM Bawah Kelas PSM dan PKv…... 130

4.20 Uji Perbedaan Pencapaian KBLM Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas dan Tengah... 132

4.21 Uji Perbedaan Pencapaian KBLM Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Bawah ... 132

4.22 Uji Normalitas Data N-gain KBLM Mahasiswa untuk

Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv……….. 135

4.23 Uji Homogenitas Varians Data N-gain KBLM Mahasiswa

untuk Masing-Masing Kelompok PSM dan Kelompok PKv... 136

4.24 Uji Perbedaan Rata-rata N-gain KBLM Mahasiswa Kedua

KelompokPembelajaran……… 136

4.25 Uji Normalitas Data N-gain KBLM Mahasiswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM... 138

4.26 Uji Homogenitas Varians Data N-gain KBLM Mahasiswa

untuk Masing-Masing Kelompok PSM dan Kelompok PKv... 138

4.27 Uji Perbedan N-gain KBLM Mahasiswa Kedua Kelompok

Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas………... 139

4.28 Uji Perbedaan Peningkatan KBLM Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Tengah dan Kelompok KAM Bawah…………... 140 4.29 Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok

KAM terhadap Peningkatan KBLM Mahasiswa………. 141

4.30 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis (KKM) Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok KAM...………. 144 4.31 Uji Normalitas Data Pretes KKM Mahasiswa untuk

Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv………... 146

4.32 Uji Perbedaan Pretes KKM antara Kedua Kelompok

(14)

Tabel Judul Hal

4.34 Hasil Uji Homogenitas Varians Data Pretes KKM Mahasiswa untuk Kelompok KAM Bawah…... 149

4.35 Uji Perbedaan Pretes KKM Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas dan Tengah... 150

4.36 Uji Perbedaan Pencapaian KKM Kedua Kelas Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas dan Kelompok KAM Bawah... 151

4.37 Uji Normalitas Data Postes KKM Mahasiswa untuk

Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv………... 152

4.38 Uji Homogenitas Data Postes KKM Mahasiswa untuk

Masing-masing Kelas PSM dan Kelas PKv………... 152

4.39 Uji Perbedaan Postes KKM antara Kedua Kelompok

Pembelajaran………. 153

4.40 Uji Normalitas Data Pencapaian KKM Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM... 155

4.41 Uji Homogenitas Varians Data Pencapaian KKM Mahasiswa untuk Kelompok KAM Atas dan Kelompok KAM Bawah untuk Kedua Kelas Pembelajaran... 156

4.42 Uji Perbedaan Pencapaian KKM Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas dan Kelompok KAM Bawah...………... 157

4.43 Uji Perbedaan Pencapaian KKM Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Tengah ... 157

4.44 Uji Normalitas Data N-gain KKM Mahasiswa untuk

Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv……….. 160

4.45 Uji Homogenitas Varians Data N-gain KKM Mahasiswa untuk

Masing-Masing Kelompok PSM dan Kelompok PKv…………. 161

4.46 Uji Perbedaan N-gain KKM Mahasiswa Kedua Kelompok

Pembelajaran………. 162

4.47 Uji Normalitas Data N-gain KKM Mahasiswa Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM... 163

4.48 Uji Homogenitas Varians Data N-gain KKM Mahasiswa untuk Masing-Masing Kelompok PSM dan Kelompok PKv…………. 164

(15)

Tabel Judul Hal

4.50 Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kelompok KAM Terhadap Peningkatan KKM Mahasiswa... 167

4.51 Deskripsi Disposisi Self-Directed Learning (DSDL) Mahasiswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran……… 169

4.52 Uji Normalitas Data Skala Awal Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa untuk Masing-Masing Kelas PSM dan

Kelas PKv………... 172

4.53 Uji Homogenitas Data Skala Awal Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa untuk Masing-masing Kelas PSM dan Kelas PKv... 172

4.54 Uji Perbedaan Skala Awal Disposisi Self-Directed Learning

antara Kedua Kelompok Pembelajaran……… 173

4.55 Uji Normalitas Data Skala Awal Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM………... 174

4.56 Uji Homogenitas Varians Data Skala Awal Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa untuk Semua Kelompok KAM.... 175 4.57 Uji Perbedaan Skala Awal Disposisi Self-Directed Learning

Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Semua Kelompok KAM... 176

4.58 Uji Normalitas Data Pencapaian Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa untuk Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv………... 178

4.59 Uji Homogenitas Data Pencapaian Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa untuk Masing-masing Kelas PSM dan Kelas PKv... 178

4.60 Uji Perbedaan Pencapaian Disposisi Self-Directed Learning

antara Kedua Kelompok Pembelajaran……… 179

4.61 Uji Normalitas Data Pencapaian Disposisi Self-Directed Learning Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM………... 180

(16)

Tabel Judul Hal

4.63 Uji Perbedaan Pencapaian Disposisi Self-Directed Learning

Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas

dan Tengah ... 182

4.64 Uji Perbedaan Pencapaian Disposisi Self-Directed Learning Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Bawah... 182

4.65 Uji Normalitas Data N-gain Disposisi SDL Mahasiswa untuk Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv………. 185

4.66 Uji Homogenitas Varians Data N-gain Disposisi SDL Mahasiswa untuk Masing-Masing Kelas PSM dan Kelas PKv… 186 4.67 Uji Perbedaan Peningkatan Disposisi SDL Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran………... 186

4.68 Uji Normalitas Data N-gain Disposisi SDL Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kelompok KAM... 188

4.69 Uji Homogenitas Varians Data N-gain Disposisi SDL Mahasiswa untuk Masing-Masing Kelompok PSM dan Kelompok PKv………. 189

4.70 Uji Perbedaan Peningkatan Disposisi SDL Mahasiswa Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Atas………... 190

4.71 Uji Perbedaan Peningkatan Disposisi SDL Kedua Kelompok Pembelajaran untuk Kelompok KAM Tengah dan Bawah... 190

4.72 Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kelompok KAM terhadap Peningkatan Disposisi SDL Mahasiswa………... 192

4.73 Multiple Comparison Disposisi Self-Directed Learning... 193

4.74 Aktivitas Mahasiswa Kelas PSM dan Mahasiswa Kelas PKv 198 4.75 Rata-rata Masing-Masing Aspek KBLM……….. 206

4.76 Rata-rata Masing-Masing Indikator KKM………... 210

4.77 Rata-rata Masing-Masing Indikator Disposisi SDL………. 214

(17)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Judul Hal

2.1 Sketsa Proses Metakognitif, Berpikir Logis dan Komunikasi...

68

3.1 Alur Penelitian... 110 4.1 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan

Kelompok KAM... 133

4.2 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok

KAM dalam Meningkatkan KBLM ... 143

4.3 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan

Kelompok KAM... 159

4.4 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok

KAM dalam Meningkatkan KKM ... 168

4.5 Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dan

Kelompok KAM Terhadap Pencapaian Disposisi SDL... 184

4.6 Interaksi Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Hal

LAMPIRAN 1

1.1 Lembar Validitas Pengetahuan Awal Matematis

(KAM)……… 288

1.2 Hasil Penilaian Validasi KAM ……….. 291

1.3 Lembar Validasi Tes Kemampuan Berpikir Logis Matematis (KBLM) dan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis (KKM)………. ……… 292

1.4 Hasil Penilaian Validitas KBLM dan KKM ………. 298

1.5 Lembar Validasi Skala Disposisi Self-Directed Learning………. 300

1.6 Hasil Penilaian Validasi Disposisi SDL……… 304

1.7 Lembar Validasi Lembar Aktivitas Mahasiswa (LAM)……….……….…………. 306

1.8 Lembar Validasi Satuan Acara Perkuliahan ………. 309

1.9 Lembar Observasi Aktivitas Dosen dalam Pembelajaran PSM ……….……….……… 312

1.10 Lembar Observasi Aktivitas Mahasiswa dalam Pembelajaran PSM ……….………... 315

1.11 Pedoman Wawancara ……….………... 318

LAMPIRAN 2 2.1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Awal Matematis ………. 319

2.2 Tes Kemampuan Awal Matematis dan Kunci Jawaban... 320

2.3 Kisi-Kisi Tes KBLM dan KKM ……… 325

2.4 Soal Tes KBLM dan KKM ……….………….. 326

2.5 Kunci Jawaban Tes KBLM dan Tes KKM ……… 330

2.6 Kisi-Kisi Skala Disposisi Self-Directed Learning (SDL) …. 345 2.7 Skala Disposisi SDL ……….……… 346

(19)

LAMPIRAN 3

3.1 Data Nilai Ujicoba KAM ……….………. 360

3.2 Data Nilai Ujicoba KBLM dan KKM ………... 361

3.3 Data Ujicoba Skala Disposisi SDL ………... 363

3.4 Data Nilai KAM ……….……….. 365

3.5 Data Nilai Pretes KBLM dan KKM ……….…. 367

3.6 Data Nilai Postes KBLM dan KKM ……….… 371

3.7 Data Nilai Skala Awal Disposisi SDL ………. 375

3.8 Data Nilai Skala Akhir Disposisi SDL ………. 377

LAMPIRAN 4 4.1 Hasil Analisis Data Ujicoba KAM ……….…... 379

4.2 Hasil Analisis Data Ujicoba Tes KBLM ……….. 381

4.3 Hasil Analisis Data Ujicoba Tesk KKM ………... 387

4.4 Hasil Analisis Data Ujicoba Dsiposisi SDL ………. 393

LAMPIRAN 5 5.1 Hasil Analisis Data KAM ……….………….... 398

LAMPIRAN 6 6.1 Hasil Analisis Data Pretes KBLM ……….…... 400

6.2 Hasil Analisis Data Pencapaian KBLM ……… 404

6.3 Hasil Analisis Data Peningkatan KBLM ……… 410

LAMPIRAN 7 7.1 Hasil Analisis Data Pretes KKM ……….……. 414

7.2 Hasil Analisis Data Pencapaian KKM ……… 420

7.3 Hasil Analisis Data Peningkatan KKM ……… 424

LAMPIRAN 8 8.1 Hasil Analisis Data Skala Awal Disposisi SDL ……… 430

8.2 Hasil Analisis Data Pencapaian Disposisi SDL ……… 433

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak penelitian pendidikan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran peserta didik. Salah satu topik yang sangat sering diteliti dalam dunia pendidikan adalah pembelajaran matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang diberikan pada semua tingkat pendidikan dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, layak mendapat perhatian untuk diteliti. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran matematika belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini merupakan topik yang menarik di seluruh dunia dan telah dibahas dalam berbagai konferensi, seminar, maupun diskusi kecil.

Penerapan model pembelajaran yang bervariasi merupakan salah satu upaya praktisi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Strategi yang efisien dalam pembelajaran matematika akan mempermudah peserta didik memahami apa yang diajarkan. Pembelajaran akan mendorong peserta didik

memahami kemampuan yang dimiliki, menemukan sendiri konsep-konsep, mengeksplorasi pemikiran atau gagasan mereka secara tepat merupakan

kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran matematika yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu pendidikan secara umum.

(21)

Keabstrakan dan kekompleksan matematika menyebabkan ketidaksenangan sebagian besar peserta didik untuk mempelajarinya. Mereka menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang rumit dan sulit dipahami. Bahkan ada yang berusaha menghindar dari pelajaran matematika. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya kemampuan mereka terhadap matematika. Untuk itu mereka harus dimotivasi dan dilatih agar memiliki kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan dalam mempelajari matematika.

Dalam mempelajari matematika dibutuhkan kemampuan-kemampuan seperti berpikir logis, kritis, kreatif, dan komunikasi matematis. Peserta didik membutuhkan kemampuan untuk menyadari dan mengolah pikirannya agar apa

yang dipelajari dapat dipahami. Hal ini dipertegas dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000, 29) bahwa dalam pembelajaran matematika terdapat lima kemampuan matematis yang harus dicapai oleh siswa yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi (connection) dan representasi (representation).

Lebih lanjut dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) juga dikatakan bahwa peserta didik diharapkan dan dituntut memiliki (1) kemampuan pemecahan masalah dalam matematika, pelajaran lain, maupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata; (2) Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi; dan (3) Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialihgunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, logis dan sistematis.

(22)

Mencermati tujuan pendidikan matematika dan standar NCTM di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir logis dan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran matematika. Dengan memiliki kedua kemampuan ini, peserta didik akan berpikir secara runtut dan tepat, mengambil kesimpulan dengan tepat dan menyampaikan pemikiran matematis dalam bentuk bahasa matematis sehingga dipahami oleh dirinya sendiri dan juga oleh orang lain. Melalui komunikasi yang baik, peserta didik mampu menyakinkan dirinya dan orang lain tentang kelogisan pemikirannya. Selain itu melalui komunikasi, kebenaran ide matematis dapat diuji. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik untuk mengkomunikasikan

pemikiran atau gagasan matematis dengan menggunakan model matematis, grafik, ataupun tabel untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Kemampuan berpikir logis meliputi kemampuan menggunakan aturan-aturan matematika untuk mengambil kesimpulan dan membuktikan kebenaran dengan memberikan argumen-argumen yang tepat. Berpikir logis merupakan kunci untuk mengambil suatu kesimpulan dan menyelesaikan masalah-masalah kompleks. Hal ini sejalan dengan Minderovic (Aminah & Sabandar, 2011) yang menegaskan bahwa walaupun setiap orang memiliki kemampuan untuk berpikir, tidak semua bisa berargumen dengan alasan yang baik. Memberikan alasan yang tepat membutuhkan pemikiran yang logis agar diterima. Kelogisan berpikir terungkap dalam komunikasi yang benar. Berpikir logis merupakan keterampilan dasar yang penting dari matematika. Hal ini disebabkan belajar matematika merupakan proses berurutan yang memerlukan keruntutan berpikir, sehingga pada akhirnya secara tepat mengambil kesimpulan.

Beberapa penulis seperti Pornsawan & Charan (2012), Capie & Tobin (Sumarmo, 1987), Inhelder & Piaget, Lawson, dan Lin (Fah, 2009) mengukur kemampuan berpikir logis matematis meliputi lima komponen yaitu penalaran proporsional, variabel pengendali, penalaran kombinatorik, penalaran probabilistik, penalaran hipotesis, dan penalaran korelasional. Berbeda dengan pendapat di atas, penulis lain mendefinisikan berpikir logis sebagai berikut: kemampuan menggunakan bilangan secara efektif, mengklasifikasi,

(23)

hipotesis, dan simulasi (Demiral dalam Tuna & Biber, 2013); pemikiran yang masuk akal yang digunakan sebagai alasan untuk memecahkan masalah dan menggunakan simbol yang diklasifikasikan secara tepat (Kamanee, dalam Pornsawan & Charan, 2012); proses berpikir yang menggunakan penalaran secara konsisten untuk menghasilkan kesimpulan (Sumarto, dalam Pamungkas, 2013); berpikir untuk membuat kesimpulan mengikuti aturan logis, dan merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Lebih lanjut Sumarmo (2012) menegaskan bahwa kemampuan berpikir logis meliputi: a) menarik kesimpulan berdasarkan aturan referensi; b) menarik kesimpulan, membuat perkiraan, prediksi, interpretasi berkenaan dengan porporsi peluang, korelasi, dan kombinasi; c) menyusun

analisis dan sintesis beberapa kasus.

Berdasarkan pengertian berpikir logis matematis di atas dapat dikatakan bahwa berpikir logis adalah kunci untuk menarik kesimpulan dan memecahkan masalah yang kompleks. Pendidikan tidak hanya dilakukan untuk mengajarkan fakta-fakta dan konsep-konsep yang spesifik pada pengetahuan tertentu tetapi lebih penting untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Hal ini sejalan dengan Renner dan Philips (Fah, 2009) yang mengatakan bahwa mengembangkan kemampuan berpikir merupakan dasar untuk pengembangan intelektual. Selain itu, beberapa ahli seperti Glaserfeld, Nickson dan Polya (Rohaeti, et al, 2014) menegaskan bahwa dalam pembelajaran guru tidak hanya menyampaikan informasi saja, tetapi lebih dari itu bertindak sebagai sesama peserta didik untuk memahami cara berpikir peserta didik dan kemudian mefasilitasi peserta didik untuk membangun pengetahuan dan meningkatkan kemampuan berpikir mereka.

Penjelasan di atas mengilustrasikan bahwa meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis merupakan hal yang esensial. Dalam belajar matematika peserta didik diharapkan memberikan argumen berdasarkan sifat-sifat dan pola matematika, membuat generalisasi, membuktikan, dan memperjelas pernyataan matematika. Namun dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, dilaporkan bahwa kemampuan berpikir logis siswa atau mahasiswa masih kurang. Rohaeti, et al (2014) melaporkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir logis matematis

(24)

pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis (KBLM) antara siswa yang memperoleh pembelajaran problem based learning (PBL) dan yang

memperoleh pembelajaran konvensional. Pencapaian KBLM pada kelas PBL dan kelas konvensional sangat rendah (48% - 54% dari skor ideal). Peningkatan KBLM pada kedua kelas berada pada kategori sedang yaitu masing-masing 0,41 dan 0,32. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir logis matematis berkaitan dengan membuat analogi dari kasus permutasi dan kombinasi, sintesis informasi dalam kasus kombinasi, dan proporsional.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Setiawati (2014) pada siswa SMA dengan menggunakan PBL dan Sumarmo (1987) melaporkan bahwa kemampuan

berpikir logis matematis siswa sangat rendah (40% - 45% dari skor ideal). Demikian pula, penelitian yang dilakukan oleh Maya (2005) dan Sumarmo, et al

(2012) menemukan bahwa kemampuan berpikir logis matematis tergolong sedang. Lebih lanjut diungkapkan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan kemampuan berpikir logis matematis.

Leongson dan Limjap (2003) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kemampuan operasi logis mahasiswa yang meliputi tujuh unsur diurut berdasarkan skor. Skor tertinggi ditempati oleh perkalian logis, dan diikuti berturut-turut oleh klasifikasi, kompensasi, keterurutan, berpikir probabilitas, berpikir korelasional, dan berpikir proporsional. Dari ketujuh unsur ini, yang memenuhi tingkat pemahaman cukup hanya operasi perkalian logis. Sementara keenam unsur yang lain pada level pemahaman tidak cukup. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa masih berada pada level perkembangan konkrit. Artinya mereka belum berada pada level operasi formal sebagaimana tahap Piaget. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir logis mahasiswa masih rendah.

Dalam tujuan pembelajaran matematika, selain ditekankan pencapaian kemampuan berpikir logis matematis juga ditekankan pencapaian kemampuan komunikasi matematis. Anak sejak usia dini dilatih untuk memahami dan mengekspresikan fakta-fakta, pikiran-pikiran dan ide-ide matematis yang

(25)

matematis secara tepat dan benar sehingga orang lain dapat memahaminya. Mereka harus dilatih mengekspresikan ide matematis dalam kalimat matematika untuk menyederhanakan masalah dan penyelesaiannya. Hal ini sejalan dengan NCTM (2000) yang menegaskan bahwa komunikasi dalam bahasa matematika merupakan hal yang sangat penting sehingga harus diberikan sejak usia dini. Apabila seorang anak sejak usia dini sudah terbiasa mengkomunikasikan pemikirannya secara tepat akan menimbulkan kepercayaan diri.

Dalam konteks pendidikan, komunikasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Proses transfer informasi berupa ilmu pengetahuan dan pengalaman antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan antara

peserta didik dengan bahan ajar merupakan komunikasi. Ide-ide matematis yang dipikirkan terungkap dalam bentuk representasi eksternal. Pemikiran merupakan representasi internal yang harus diungkapkan dalam bentuk representasi eksternal yaitu komunikasi. Gagasan matematis yang telah dipikirkan, diungkapkan dalam bahasa matematis dalam bentuk gambar, grafik, teks, dan model matematika agar

mudah dipahami orang lain. Hal ini sejalan dengan Jamison (Kabael, 2012) yang

mengatakan bahwa bahasa matematika memiliki struktur logis dan retorika yang hampir diterima oleh semua kalangan, dan telah disajikan mengikuti format definisi, bukti, dan teorema. Menyampaikan gagasan matematis dengan jelas dan tepat memberikan makna yang terbantahkan.

Selain untuk dipahami orang lain, komunikasi juga bermanfaat untuk mengevaluasi kebenaran pemikiran. Melalui komunikasi, pemikiran matematis peserta didik dapat dinilai kebenarannya baik oleh sesama peserta didik maupun oleh guru. Hal ini mendorong peserta didik menyadari kesalahan pemikiran matematisnya dan mencoba untuk memperbaikinya. sebagaimana dipertegas dalam NCTM (2000) bahwa komunikasi membuat pemikiran matematis dapat diamati dan mendorong siswa untuk merefleksikan pemahaman matematis mereka sendiri dan pemahaman orang lain.

Beberapa penulis seperti Ernest (1994), Ansari (2003), dan Lin, et al

(26)

diungkapkan oleh beberapa penulis sebagai berikut: menulis matematika adalah alternatif yang penting untuk komunikasi lisan (Baxter, Woodward & Olson, dalam Dan, 2013); peserta didik lebih membutuhkan komunikasi tulisan untuk mengekspresikan pemikiran dan ide-ide matematis (McKenzie, 2001); ketika menulis, peserta didik terlibat dalam membentuk pengetahuan matematika (Clarke, Waywood & Stephens, dalam Dan, 2013).

Berkaitan dengan komunikasi matematis, Dan (2013) mendefinisikan komunikasi matematis sebagai kemampuan untuk memahami dan mengekspresikan fakta-fakta, pikiran-pikiran, dan ide-ide matematis. Nis (dalam Dan, 2013), mengatakan bahwa komunikasi matematis meliputi pemahaman teks

matematika dan mengekspresikan tentang sesuatu dalam bentuk tulisan, lisan, atau visual. Sumarmo (Koswara, et al, 2012) menganalisis beberapa pendapat para ahli dan menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis meliputi: (a) menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, atau dengan benda nyata, gambar grafik dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa simbol matematika; mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika, membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika.

(27)

antara guru dan peserta didik, antara peserta didik, dan antara materi belajar dan peserta didik.

Namun fakta dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa/mahasiswa masih rendah atau kurang. Koswara, et al (2012) melaporkan bahwa kemampuan komunikasi matematis

siswa SMA yang memperoleh pendekatan kontekstual berbantuan program

Autograph mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa

yang memperoleh pendekatan konvensional. Akan tetapi peningkatan kedua kelompok pembelajaran berada pada kategori sedang (58,69% - 62,00%). Begitu pula peningkatan pencapaian kemampuan komunikasi matematis pada siswa

untuk kedua kelas berada pada kelompok sedang. Peningkatan pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontekstual berbantuan program autograph sebesar 0,31 dan 0,35 untuk siswa kelas konvensional. Peneliti lain seperti Armiati (2011), Widjajanti (2010), Karlimah (2010), Ramdani (2013) yang melakukan penelitian terhadap mahasiswa dengan menggunakan berbagai pendekatan, menemukan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa berada pada kategori sedang.

Kurangnya kemampuan komunikasi matematis mahasiswa diungkapkan dalam penelitian lain yang dilakukan Kleden (2013). Penelitian ini melibatkan mahasiswa jurusan matematika semester tujuh (7) dan menunjukkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan dalam memahami dan mengekspresikan fakta-fakta, pikiran-pikiran dan ide-ide matematika yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan dalam cara menyelesaikan soal di bawah ini.

Diketahui 3 TV dipilih secara acak dari 12 TV yang 2 diantaranya rusak a. Berapa banyak TV rusak yang diharapkan terpilih dalam

pengiriman tersebut? Jelaskan setiap langkah penyelesaian yang digunakan!

b. Buatkan model matematis dari kasus ini!

(28)

Sebanyak 9 dari 11 mahasiswa menyelesaikan soal (a) dengan menggunakan aturan kombinasi tanpa penjelasan apapun. Untuk soal (b), terdapat 5 mahasiswa hanya mampu mendefinisikan variabel-variabel tetapi seperti mahasiswa yang lainnya, mereka tidak membangun model matematik yang dimaksud. Hal ini membuat mereka tidak mampu menggambar grafik dari model tersebut dan menjelaskan makna dari grafik ataupun model yang dibangun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa mahasiswa mengalami kesulitan melakukan beberapa hal berikut: (1) mengatur dan mengkonsolidasikan pemikiran matematis mereka melalui komunikasi; (2) mengkomunikasikan pemikiran matematis mereka secara koheren dan jelas; (3) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan

ide-ide matematis secara tepat.

Selain kemampuan berpikir logis dan komunikasi matematis yang merupakan kemampuan kognitif, peserta didik juga harus memiliki kemampuan afektif. Untuk mencapai hasil belajar matematika seperti berpikir logis dan komunikasi matematis, peserta didik juga perlu memiliki inisiatif dalam diri untuk memulai belajar, mengatur jadwal belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya dan material untuk belajar, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat, dan mengevaluasi dan mereview hasil pembelajaran. Sikap atau perilaku tersebut dinamakan self-directed learning (SDL). Self-directed learning memiliki makna yang hampir sama dengan self-regulated learning (SRL). Namun Self-directed learning lebih menekankan pada inisiatif peserta untuk mengatur cara belajarnya

sendiri.

Hoban & Hoban (2004), membagi self-directed learning membagi dua

dimensi yaitu dimensi utama dan dimensi sekunder. Dimensi utama meliputi motivasi, metakognisi, dan self-regulation. Dimensi sekunder meliputi pilihan,

kompetensi, kontrol dan kepercayaan diri. Beberapa ahli lain mendefinisikan Self-directed learning secara berbeda yang dapat dikemukakan sebagai berikut: sikap

individu memiliki inisiatif dan tanggung jawab untuk belajar, memilih, mengelola, dan menilai kegiatan belajar mereka sendiri, memiliki motivasi dan minat, memiliki kebebasan dalam menetapkan tujuan dan menentukan apa yang paling

(29)

inisiatif untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya untuk belajar, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran (Knowles, dalam Hoban & Hoban, 2004).

Dalam pembelajaran masih banyak ditemukan peserta didik yang pasif menerima informasi dalam kelas tradisional, padahal peserta didik juga dituntut mampu menerima informasi, memilah, memilih, mengasilimilasi dan mensintesa informasi tersebut. Menurut Wilcox (McCauley and McClelland, 2004), perguruan tinggi perlu mempersiapkan mahasiswa untuk terlibat dalam proses

self-directed learning (SDL), tidak hanya untuk memperbaiki dan meningkatkan

kemampuan belajar mereka saat ini, tetapi juga untuk mempersiapkan mereka untuk belajar seumur hidup. Dalam penelitiannya mereka melaporkan bahwa mayoritas mahasiswa Fisika memiliki self-directed learning sedang atau rendah.

Selain itu, Kleden (2013) melaporkan bahwa self-directed learning

mahasiswa matematika masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 58,3% mahasiswa yang jarang menciptakan lingkungan belajar yang produktif. Terdapat 25% mahasiswa menyatakan bahwa kadang-kadang menciptakan lingkungan belajar yang produktif. Berkaitan dengan mengatur kegiatan belajar, sebanyak 66,67% mahasiswa menyatakan jarang melakukan itu. Mahasiswa yang mengatakan jarang sekali mengatur kegiatan belajar sebanyak 25%. Berkaitan dengan mencari sumber-sumber belajar, hanya 16,67% yang sering melakukannya. Sementara itu 58% mahasiswa mengatakan jarang mencari sumber-sumber lain selain yang diberikan oleh dosen.

(30)

Rendahnya self-directed learning mahasiswa pasti dipengaruhi perilaku

mereka pada jenjang pendidikan sebelumnya. Beberapa peneliti seperti Rohaeti, et al (2014) dan Mulyana, et al (2014) dalam penelitian terhadap peningkatan self-regulated learning siswa SMA melalui pendekatan pembelajaran berbasis

masalah melaporkan bahwa peningkatan self-regulated learning siswa berada

pada kategori sedang. Temuan berbeda dalam penelitian Qohar (2009) dengan pembelajaran reciprocal teaching, Ratnaningsih (2007) dengan pembelajaran

kontekstual bahwa peningkatan self-regulated learning siswa tergolong antara

cukup baik dan baik.

Dalam Kurikulum 2013 dikemukakan bahwa dalam pembelajaran

hendaknya dikembangkan secara bersama-sama dan proporsional kemampuan kognitif dan afektif. Pada Perguruan Tinggi, pembelajaran merupakan proses pengembangan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa, serta dapat meningkatkan dan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkuliahan (Syamsurizal, 2011). Proses pembelajaran memberi ruang bagi mahasiswa untuk terlibat secara aktif mencari berbagai informasi, memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tulisan, berpikir, menganalisis dan menyelesaikan masalah. Dosen berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk menyadarkan dan memberdayakan mahasiswa, bahwa belajar adalah tanggung jawab mereka sendiri. Dengan kata lain, individu mahasiswa didorong untuk bertanggungjawab terhadap semua pikiran dan tindakan yang dilakukanya.

Sejalan dengan pendapat di atas, kompetensi lulusan Program Studi Pendidikan Matematika sebagai sampel penelitian ini adalah: (1) Penguasaan kemampuan berpikir rasional dan dinamis, berpandangan luas, bermoral, berakhlak dan memiliki etika sebagai manusia intelektual; (2) Penguasaan bidang studi matematika yang mencakup penguasaan substansi kurikulum sesuai dengan jenis dan jenjang program pendidikan di sekolah; (3) Mampu menjadi guru yang mempunyai pengetahuan dasar MIPA yang kuat; (4) Pemahaman tentang peserta didik dan penguasaan pembelajaran yang mendidik di bidang Matematika.

Salah satu pembelajaran yang diduga memenuhi tuntutan Kurikulum 2013

(31)

afektif peserta didik adalah pembelajaran metakognitif. Kelebihan pembelajaran metakognitif adalah secara sadar peserta didik mampu merancang, memantau, dan memonitoring proses belajar dan lebih percaya diri serta mandiri dalam belajar. Pembelajaran metakognitif memberi ruang bagi mahasiswa untuk mengesplorasi gaya belajarnya untuk mencapai tujuan pembelajarannya.

Pembelajaran metakognitif merupakan salah satu strategi pembelajaran yang menekankan pada tahapan yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Tahapan ini terdiri dari perencanaan dan pemantauan aktivitas-aktivitas kognitif serta evaluasi terhadap hasil aktivitas-aktivitas ini. Aktivitas-aktivitas perencanaan

seperti menentukan tujuan dan analisis tugas membantu mengaktifkan pengetahuan yang relevan sehingga mempermudah pengorganisasian dan pemahaman materi pelajaran. Bagaimana peserta didik memberdayakan kemampuan kognitifnya, memantau proses pemikirannya dan menggunakan strategi dalam menata perubahan proses berpikirnya sehingga efisien dan efektif dalam menyelesaikan masalah merupakan bagian-bagian utama dari metakognitif. Dalam proses memonitor dan mengontrol, peserta didik akan dikondisikan untuk berpikir logis. Berpikir logis membuat peserta didik mampu menganalisis dan mengevaluasi argumen dan bukti serta membuat penjelasan berdasarkan data yang relevan dan yang tidak relevan. Dalam proses ini peserta didik juga dituntun untuk mencapai kesimpulan dengan menggunakan penalaran secara konsisten. Peserta didik yang memiliki kelogisan berpikir yang tinggi akan mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan berkenaan dengan proses dan produk berpikirnya. Memiliki kemampuan berpikir logis membuat peserta didik memiliki berbagai alternatif strategi untuk memecahkan suatu masalah. Mereka juga kreatif dan kritis menghubungkan konsep-konsep matematika yang mereka miliki.

(32)

peserta didik ataupun kepada guru. Selain itu, peserta didik dilatih untuk mengungkapkan dalam bentuk bahasa matematika yang tepat dan jelas.

Suasana yang dibangun dalam pembelajaran dengan strategi metakognitif dapat meningkatkan interaksi antara pengajar dan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik. Interaksi yang baik berdampak pada meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Dengan demikian mendukung peserta didik untuk berkomunikasi dan menjelaskan pemikiran mereka.

Strategi metakognitif dirancang sedemikian rupa sehingga menuntun, peserta didik untuk memiliki sikap-sikap positif terhadap matematika. Pembelajaran ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan

sendiri konsep yang sedang dipelajari. Hal ini memotivasi peserta didik untuk memiliki perilaku seperti inisiatif untuk belajar, menentukan tujuan pembelajaran, menentukan sumber belajar, menentukan strategi yang digunakan, mengevaluasi dan memonitor cara berpikir dan strategi yang digunakan.

Aktivitas memonitor dan mengevaluasi proses berpikir dapat memunculkan kesadaran terhadap apa yang dipikirkan. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan sendiri tentang apa yang mereka lakukan dan menciptakan lingkungan belajar yang tepat, dan mengajukan pertanyaan yang efektif. Pertanyaan yang efektif berkontribusi terhadap pemecahan masalah, memicu proses berpikir dan merangsang imajinasi.

Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan proses mental yang membantu peserta didik menyadari akan pengetahuan dan pemahamannya tentang masalah yang dihadapi. Kesadaran akan apa yang dipikirkan serta kemampuan memonitor dan mengevaluasi pemikirannya membutuhkan sikap mengatur diri sendiri.

(33)

mengakibatkan peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami materi selanjutnya.

Memperhatikan kelebihan pendekatan pembelajaran metakognitif dan pentingnya kemampuan awal diharapkan adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematis untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis dan self-directed learning.

Tahapan-tahapan dalam pembelajaran metakognitif sangat sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis dan self-directed learning pada semua kelompok kemampuan awal matematis.

Interaksi antara kelompok pembelajaran dan kelompok kemampuan awal

matematis menunjukan bahwa pengaruh faktor pembelajaran terhadap kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis dan disposisi self-directed learning bergantung pada kelompok kemampuan awal matematis. Peserta didik yang memiliki kualitas kemampuan awal matematisnya tinggi cenderung memiliki kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis dan self-directed learning tinggi apapun pendekatan pembelajaran yang diterapkan.

Statistik Matematik merupakan salah satu mata kuliah yang sulit dipelajari dan diajarkan, maka seharusnya mahasiswa dilatih untuk menyadari apa yang mereka pikirkan dan bagaimana mengkomunikasikan pemikiran mereka tersebut. Melalui kedua kegiatan ini, mahasiswa memiliki alur berpikir yang logis dan mendorong mereka mengkomunikasikan ide-ide matematisnya sehingga mudah dipahami. Hal ini sekaligus mempersiapkan mereka untuk mempelajari konsep matematika yang lebih tinggi. Artinya dalam mempelajari materi statistik matematika, kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis dan,

self-directed learning sangat dibutuhkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan self-directed learning merupakan

(34)

tahap-tahap dalam pembelajaran metakognitif memungkinkan berkembangnya kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis dan self-directed learning. Untuk itu peneliti merasa perlu menerapkan pembelajaran metakognitif

pada mata kuliah statistik matematik dalam upaya menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan

self-directed learning.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran metakognitif

dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan self-directed learning mahasiswa? Dari rumusan masalah umum ini dirinci beberapa rumusan masalah khusus sebagai berikut:

1) Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan disposisi self-directed learning mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran metakognitif lebih tinggi dari mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau secara keseluruhan dan berdasarkan Kemampuan Awal Matematis Mahasiswa (KAM)?

2) Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kelompok Kemampuan Awal Mahasiswa (KAM) terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan disposisi self-directed learning mahasiswa?

3) Bagaimana pendapat mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran metakognitif?

4) Kesalahan-kesalahan apa yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir logis matematis dan komunikasi matematis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah:

1) Pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan disposisi self-directed learning mahasiswa

(35)

mendapat pembelajaran konvensional pada pembelajaran mata kuliah Statistik Matematika ditinjau secara keseluruhan dan berdasarkan KAM. 2) Interaksi antara model pembelajaran dan kelompok KAM terhadap

pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan disposisi self-directed learning mahasiswa.

3) Pendapat mahasiswa tentang pelaksanaan pembelajaran metakognitif. 4) Kesalahan-kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan

tes kemampuan berpikir logis matematis dan komunikasi matematis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak terkait seperti: 1. Mahasiswa.

Bagi mahasiswa peserta kuliah Statistik Matematika, penelitian ini diharapkan memberi atau menambah pengalaman dalam kemampuan berpikir logis matematis, komunikasi matematis, dan self-directed learning

melalui pembelajaran metakogitif. 2. Dosen.

Memberikan masukan bagi dosen berkaitan dengan pembelajaran metakognitif sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir logis matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan self-directed learning.

3. Peneliti.

Mengembangkan diri dan menjadikan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Definisi Operasional

Agar terhindar dari kesalahan penafsiran variabel-variabel dalam penelitian ini maka berikut ini diberikan definisi operasional variabel-variabel penelitian.

1. Berpikir logis matematis adalah kemampuan berpikir yang mencakup

membandingkan besar peluang berdasarkan kombinasi, membuat generalisasi, menentukan peluang, menyusun bukti, dan menyimpulkan

(36)

2. Komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan gambar,

diagram, situasi ke dalam ide matematis atau model matematis dan sebaliknya menyatakan ide matematis atau model matematis ke dalam bentuk gambar, diagram dan situasi.

3. Self-directed learning adalah adalah kebiasaan belajar individu yang meliputi mengambil inisiatif belajar dengan atau tanpa bantuan, mendiagnosa kebutuhan belajar, merumuskan target belajar, merancang kegiatan belajar, mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber-sumber belajar, memonitor kegiatan belajar, mengevaluasi hasil belajar dan mencocokan dengan target belajar.

4. Pembelajaran metakognitif adalah pembelajaran dengan langkah-langkah Preview, Question, Read, Reflect, Recite and Review (PQ4R).

Preview (menyiapkan materi untuk mendapatkan ide menyelesaikan tugas), Question (membuat pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi), Read ((menyelesaikan tugas), Reflect (meninjau kembali pekerjaan mereka untuk melihat keunggulan dan kelemahannya), Recite

(menyampaikan hasil pekerjaan dan menganalisis) dan Review

(37)

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap sampel penelitian. Kondisi sampel (mahasiswa) yang digunakan tidak memungkinkan untuk menggunakan sebagian mahasiswa sebagai eksperimen dan sebagian tidak digunakan. Randomisasi subyek penelitian sebagai salah satu kriteria yang harus dipenuhi dalam eksperimen tidak dapat dilakukan karena subyek penelitian sudah terbentuk dalam kelas.

Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen tentang pembelajaran dan pelaksanaannya. Pembelajaran yang digunakan dalam kelas eksperimen adalah pembelajaran metakognitif dan dalam kelas kontrol digunakan pembelajaran

konvensional. Akibat yang dilihat dalam pelaksanaan pembelajaran adalah kemampuan berpikit logis matematis, komunikasi matematis dan disposisi self-directed learning mahasiswa.

Desain penelitian ini berbentuk pretest-posttest control group design

(Creswell, 2009). Kelas eksperimen diberikan pembelajaran dengan strategi metakognitif sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:

O X O

O --- O

Keterangan:

O : tes untuk mengukur kemampuan berpikir logis matematis, kemampuan

komunikasi matematis dan skala untuk mengukur self-directed learning. X : penerapan strategi pembelajaran metakognitif

Pretest-posttest control group design yaitu pemberian pretes dan postes kemampuan berpikir logis matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan skala disposisi self-directed learning. Soal-soal tes digunakan untuk mengukur

(38)

self-directed learning digunakan untuk mengukur disposisi self-directed learning

mahasiswa yang mengikuti perkuliahan statistik matematika.

B. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas, berupa pendekatan pembelajaran yang digunakan yaitu pembelajaran dengan strategi metakognitif dan pembelajaran konvensional.

2. Variabel terikat, yaitu kemampuan berpikir logis matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan disposisi self-directed learning mahasiswa.

3. Variabel penyela, yaitu kemampuan awal mahasiswa (atas, tengah, dan bawah).

Keterkaitan antara kemampuan berpikir logis matematis, kemampuan komunikasi matematis, disposisi self-directed learning dengan kelompok pembelajaran (strategi metagoknitif (PSM) dan konvensional (PKv), dan kelompok kemampuan awal matematik (atas: (A), tengah (T), dan bawah (B)) dapat dilihat dalam Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Keterkaitan Kemampuan Berpikir Logis Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, Disposisi Self-Directed Learning berdasarkan

Kelompok Belajar, dan Kelompok Kemampuan Awal Matematis

KAM matematis atau disposisi self-directed learning mahasiswa dari kelompok

(39)

Contoh

12

M

 menyatakan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang mengikuti pembelajaran mendapatkan strategi metakoginitif dengan kemampuan awal matematis atas (A).

24

K

 menyatakan kemampuan berpikir logis matematis mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional dengan kemampuan awal matematis tengah (T).

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP di satu Universitas di Kota Kupang berjumlah 65 orang yang mengikuti perkuliahan mata kuliah Statistik Matematika. Ke- 65 mahasiswa terbagi dalam dua kelas yaitu kelas A sebanyak 33 mahasiswa dan kelas B sebanyak 32 mahasiswa. Menurut informasi yang diperoleh dari Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, mahasiswa pada kedua kelas memiliki kemampuan matematika yang relatif sama. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Dari dua kelas statistik matematika

pada Program Studi Pendidikan Matematika dipilih secara acak satu kelas eskperimen dan satu kelas kontrol.

Kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan strategi metakognitif sedangkan kelas kontrol mendapat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional. Sebelum pelaksanaan pembelajaran, kepada mahasiswa diberikan tes kemampuan awal

matematis (KAM) untuk menempatkan mahasiswa dalam kelompok kemampuan awal matematis. Selain itu, tes ini digunakan untuk melihat sejauhmana

permahaman mahasiswa terhadap materi-materi prasyarat mata kuliah statistik matematik dan bagaimana persiapan mereka untuk mengikuti perkuliahan statistik matematik.

(40)

Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sebagai observer dan lima orang ahli pendidikan matematika sebagai penimbang instrumen penelitian ini.

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen penelitian ini adalah tes kemampuan awal matematis, tes kemampuan komunikasi matematis, tes berpikir logis matematis, dan skala disposisi self-directed learning model Likert. Instrumen tes meliputi tes

kemampuan berpikir logis matematis dan tes kemampuan komunikasi matematis. Tes komunikasi matematis dan tes berpikir logis matematis, masing-masing terdiri dari enam (6) butir pertanyaan berbentuk uraian. Skala self-directed learning terdiri

dari 36 pertanyaan dengan lima (5) option. Pengembangan instrumen mengacu pada syarat karakteristik tes yang memadai (Subino, 1987).

1. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) Mahasiswa

Tes kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa diberikan untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa. Tes ini terdiri dari delapan (8)

pertanyaan berupa uraian. Skor maksimal ideal sebesar 24 dan skor minimalnya adalah nol.

Tujuan pemberian tes ini adalah mengetahui kemampuan matematika yang dimiliki mahasiswa sebelum pembelajaran berlangsung serta kesiapan mahasiswa menguasai materi yang akan dipelajari. Selain itu, tes KAM dilakukan untuk mengelompokkan mahasiswa ke dalam tiga kelompok yaitu atas, tengah, dan bawah. Kriteria pengelompokan dilakukan berdasarkan pengelompokan Arikunto (2008) sebagaimana tergambar dalam Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2: Kriteria Pengelompokan KAM

Kriteria Kelompok

x x s Atas

x   s x x s Tengah

x x s Bawah

Ket.: x: nilai KAM; : rataan; : deviasi standar x s

(41)

Tes kemampuan awal disusun dan dikonsultasikan dengan pembimbing berkaitan dengan isi tes. Setelah disetujui oleh pembimbing, tes KAM divalidasi oleh lima (5) orang ahli matematika dalam bidang pendidikan matematika dan matematik murni. Kelima validator tersebut memberikan pertimbangan terhadap validitas muka dan validitas isi setiap butir tes KAM. Validitas muka adalah kejelasan bahasa/redaksional dan gambar/representasi dari setiap butir tes yang diberikan. Sedangkan validitas isi adalah kesesuaian materi tes dengan kisi-kisi tes, tujuan yang ingin dicapai, indikator KAM yang diukur, dan tingkat kesukaran untuk mahasiswa. Hasil validasi kelima validator tersebut dijadikan acuan untuk merevisi setiap butir tes KAM sebelum pelaksanaan ujicoba.

Hipotesis untuk menguji keseragaman hasil validasi dari kelima validator dirumuskan sebagai berikut:

H0 : Kelima validator memberikan pertimbangan yang seragam. H1 : Kelima validator memberikan pertimbangan yang tidak seragam. Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis keseragaman pertimbangan adalah statistik Q-Cochran. Kriteria pengujiannya: terima H0 jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 dan dalam hal lainnya, H0 ditolak.

Hasil uji Q-Cochran terhadap data validitas muka setiap butir tes KAM dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Butir Soal Tes Kemampuan Awal Matematis Mahasiswa

Test Statistics

N 9

Cochran's Q 3.000a

df 4

Asymp. Sig. .558

a. 1 is treated as a success.

Tabel 3.3 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. sebesar 0,558 yang lebih besar dari nilai probabilitas 0,05. Hal ini berarti bahwa pada taraf signifikansi  =

0,05 H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, kelima validitor memberikan pertimbangan yang seragam terhadap validitas muka setiap butir tes kemampuan awal matematis.

(42)

Hasil uji Q-Cochran terhadap data validitas isi setiap butir tes kemampuan awal matematis dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Uji Keseragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Soal Tes Kemampuan Awal Matematis Mahasiswa

Test Statistics

N 9

Cochran's Q 4.000a

df 4

Asymp. Sig. .406

a. 1 is treated as a success.

Pada Tabel 3.4 terlihat bahwa nilai Asymp. Sig. sebesar 0,406 yang lebih besar

dari nilai probabilitas 0,05. Ini berarti bahwa H0 diterima pada taraf signifikansi  = 0,05. Artinya kelima penimbang memberikan pertimbangan yang seragam terhadap

validitas isi setiap butir tes kemampuan awal matematis.

Selain memberi pertimbangan terkait validitas muka dan validitas isi setiap butir tes kemampuan awal matematis, para validiator juga memberi beberapa saran perbaikan redaksi kalimat dari beberapa butir soal. Perbaikan tersebut didiskusikan kembali dengan para validator untuk memperoleh kesesuaian pendapat.

Setelah memperoleh kesepakatan dan persetujuan dari para validator, soal tes KAM diujicobakan pada 42 mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika semester VII. Ujicoba tes KAM ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa terhadap bahasa yang digunakan dalam tes tersebut. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa semua mahasiswa memahami secara baik bahasa dalam tes KAM.

2. Tes Kemampuan Berpikir Logis Matematis

Tes kemampuan berpikir logis matematis disusun berdasarkan aspek-aspek berpikir logis yaitu kombinatorik, probabilitas, korelasional, dan pembuktian. Tes disusun dalam bentuk uraian dan dikonsultasikan dengan para pembimbing. Tes kemampuan berpikir logis matematis terdiri dari enam (6) soal. Tes ini diberikan sebagai pretes dan postes. Pretes dilaksanakan untuk

Gambar

Tabel 3.1 Keterkaitan Kemampuan Berpikir Logis Matematis, Kemampuan
Tabel 3.2: Kriteria Pengelompokan KAM Kriteria Kelompok
Tabel  3.4    Uji Keseragaman Data Validitas Isi Setiap Butir Soal
Tabel 3.5 Uji Keseragaman Data Validitas Muka Setiap Butir
+7

Referensi

Dokumen terkait

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI MUTU PROGRAM UNGGULAN TERHADAP PRESTASI SISWA DAN KEPUASAN ORANG TUA Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu..

sama yang tahun pada dan wilayah di penduduk Jumlah yah suatu wila di u tertentu kurun wakt pada yah suatu wila di lain kesehatan pelayanan sarana dan

tahap analisis hasil uji instrumen, soal tersebut sudah bisa digunakan dalam. penelitian sebagai alat ukur untuk melihat peningkatan pemahaman

dihadapi oleh petani padi organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas. 1.3

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang

Penetapan Kadar Nitrit pada Daging Sapi Segar dan Olahan yang Beredar di Kota Medan secara Spektrofotometri Sinar Tampak.. Medan: Fakultas

Anggodo Kembali Jalani PemeriksaanRabu, 20 Januari 2010 11:17 Sahabat MQ/ penyidik Komisi Pemberantasan Korups/ hari ini kembali melakukan pemeriksaan lanjutan

Perhitungan kinerja reksadana saham dengan metode Sharpe dan Treynor menghasilkan 12 reksadana bernilai positif, artinya bahwa hanya 29,26% reksadana saham yang