• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Mediasi Budaya Organisasi Pada pengaruh Kompetensi dan Motivasi Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Terhadap Kinerja LPD, Studi LPD Kabupaten Gianyar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Mediasi Budaya Organisasi Pada pengaruh Kompetensi dan Motivasi Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Terhadap Kinerja LPD, Studi LPD Kabupaten Gianyar."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPOARAN PENELITIAN

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU MANAJEMEN UNIVERSITAS UDAYANA

PERAN MEDIASI BUDAYA ORGANISASI,

PADA PENGARUH KOMPETENSI DAN MOTIVASI

KETUA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD)

TERHADAP KINERJA LPD

(STUDI PADA LPD DI KABUPATEN GIANYAR)

TIM PENELITI

Prof. Dr. Wayan Gede Supartha, SE., SU NIP. 19550202 198003 1 004 Dr. I Wayan Suana, SE., MM NIP. 19550122 198702 1 001 Dr. Putu Saroyeni Priartini, Ak. MM NIP. 19640910 199003 2 001 Dr. Made Surya Putra, SE., M.Si NIP. 19740924 200312 1 002 Dr. I. Gst. A. Manuati Dewi, MA. NIP. 19620427 198803 2 002

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)

i Identitas Peneliti

Judul : Peran Mediasi Budaya Organisasi, pada Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Terhadap Kinerja LPD (Studi pada LPD di Kabupaten Gianyar)

Konsentrasi : Sumber Daya Manusia Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Prof. Dr. Wayan Gede Supartha, SE,. SU b. NIP/NIDN : 19550202 198003 1 004 / 0002025510 Pangkat/Gol. : Pembina Utama Muda/ IVC

c. Jabatan Fungsional : Guru Besar d. Jurusan : Manajemen

Fakultas/PS Alokasi Waktu (Jam/Minggu 1 Dr. I Wayan Suana, SE.,

MM

Manajemen Ekonomi &

Bisnis/Manajemen

10 Jam/minggu 2 Dr. Putu Saroyeni Priartini,

Ak. MM

Manajemen Ekonomi &

Bisnis/Manajemen

Manajemen Ekonomi &

Bisnis/Manajemen

10 Jam/minggu

1. Obyek Penelitian : Kinerja LPD

2. Masa Pelaksanaan Penelitian : 6 (enam) bulan 3. Anggaran yang diusulkan : Rp. 16.000.000,-

4. Lokasi Penelitian : Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali 5. Hasil yang ditargetkan :

(4)

ii ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Peran mediasi budaya organisasi pada pengaruh kompetensi dan motivasi ketua LPD terhadap kinerja LPD (studi pada LPD di Kabupaten Gianyar)”. Penelitian ini bertujuan agar ketua LPD mampu menganalisis dan memperkuat budaya organisasi serta meningkatkan kompetensi, motivasi dan kinerja LPD.

Responden dalam penelitian ini berjumlah 73 orang ketua LPD di Kabupaten Gianyar. Pengambilan sampel dilakukan secara area purporsional random sampling di seluruh Kecamatan di Kabupaten Gianyar. Metode analisis yang dipergunakan adalah analisis jalur (path analysis). Variabel dalam penelitian ini adalah; kompetensi ketua LPD, motivasi ketua LPD, budaya organisasi LPD serta kinerja LPD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi ketua LPD, motivasi ketu LPD dan budaya organisasi LPD berpengaruh terhadap kinerja LPD. Sedangkan kompetensi ketua LPD dan motivasi ketua LPD berpengaruh terhadap budaya organisasi LPD. Untuk meningkatkan kinerja LPD maka perlu peningkatan budaya organisasi, kompetensi dan motivasi ketua LPD. Kompetensi ketua LPD yang perlu ditingkatkan adalah; pendidikan dan pengetahuan berkaitan dengan perbankan dan ekonomi, motivasi ketua LPD yang perlu ditingkatkan adalah; prosedur kerja, waktu kerja, mengedepankan kepentingan LPD dan melakukan langkah-langkah persuasif sebelum melakukan tindakan tegas, budaya organisasi LPD yang perlu ditingkatkan adalah; komit melayani nasabah dengan kejujuran, memisahkan keuangan LPD dengan keuangan pribadi.

(5)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …... i

HALAMAN PENGESAHAN …... ii

IDENTITAS PENELITI ………... ii

ABSTRAK …... iv

DAFTAR ISI …... v

DAFTAR TABEL …... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN …... x

BAB I PENDAHULUAN …... 1

1.1. Latar Belakang …... 1

1.2. Tujuan Khusus …... 4

1.3. Urgensi Penelitian …... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……... 5

2.1. Budaya Organisasi ……….………. 5

2.1.1. Konsep Budaya ………...……….……. 5

2.1.2. Budaya Organisasi …..…………...……….……. 6

2.1.3 Klasifikasi Budaya Organisasi ... 10

2.2 Kompetensi ……….………... 12

2.2.1 Pengertian Kompetensi ………..…... 12

2.2.2 Jenis-Jenis Kompetensi ……….……… 13

2.2.3 Aplikasi dan Manfaat Kompetensi ...…….……... 15

2.3 Motivasi Kerja………\...… 17

2.3.1 Pengertian Motivasi ……….………... 17

2.3.2 Bentuk Motivasi ……….………...… 18

2.4 Kinerja Organisasi………..………….. 22

2.4.1 Pengertian Kinerja Organisasi ………..… 22

2.4.2. Pengukuran Kinerja Organisasi ………..………….. 23

2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi ... 24

2.5. Road Map Penelitian ………... 28

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 33

3.1. Kerangka Pikir………... 33

3.2. Kerangka Konseptual Penelitian... 34

3.3. Hipotesis Penelitian………... 38

3.3.1. Pengaruh kompetensi terhadap kinerja LPD……….... 39

3.3.2. Pengaruh motivasi terhadap kinerja LPD………….... 39

3.3.3. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja LPD... 39

3.3.4. Pengaruh kompetensi terhadap buudaya organisasi... 40

(6)

iv

BAB IV METODE PENELITIAN …... 42

4.1. Lokasi dan Obyek Penelitian …... 42

4.2. Identifikasi Variabel …... 42

4.3. Definidi Operasional Variabel …... 42

4.4. Jenis dan Sumber Data …... 44

4.4.1. Jenis Data…... 44

4.4.2. Sumber Data…... 44

4.5. Populasi dan Sampel Penelitian …... 45

4.6. Metode Pengumpulan Data …... 46

4.7. Instrumen dan Skala Pengukuran …... 46

4.8. Uji Validitas dan Reliabilitas…………... 47

4.8.1. Uji Validitas... 47

4.8.2. Uji Reliabilitas... 49

4.8. Teknik Analisis Data …... 49

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 54

5.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 54

5.2. Karakteristik Responden... 55

5.3. Deskripsi Variabel Penelitian... 56

5.3.1. Deskripsi variabel kompetensi ketua LPD…... 57

5.5. Hasil Analisis Jalur (Path Analysis... 65

5.5.1. Analisis Jalur Pengaruh Langsung Kompetensi Ketu LPD (X1) dan Motivasi Ketua LPD (X2) Terhadap Budaya Organisasi LPD (Y1)……….... 65

5.5.2. Analisis Jalur Pengaruh Langsung Kompetensi Ketua LPD (X1), Motivasi Ketua LPD (X2) dan Budaya Organisasi LPD (Y1) Terhadap Kinerja LPD (Y2)…... 66

5.5.3. Peran Mediasi Budaya Organisasi LPD (Y2) pada Pengaruh Kompetensi Ketua LPD (X2) dan Motivasi Ketua LPD (X2) Terhadap Kinerja LPD (Y2)………... 67

5.6. Pembahasan Hasil Penelitian………... 71

(7)

v

5.6.6. Variabel budaya organisasi LPD memediasi pengaruh kompetensi ketua LPD terhadap Kinerja

LPD... 75

5.6.7. Variabel budaya organisasi LPD memediasi pengaruh motivasi ketua LPD terhadap Kinerja LPD... 76

5.7. Implikasi Penelitian ………... 77

5.7.1. Implikasi teori ……… 77

5.7.2. Implikasi praktis……… 77

5.8. Kontribusi Penelitian………... 78

5.9. Keterbatasan Penelitian………... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1. Kesimpulan... 79

6.2. Saran………... 80

DAFTAR PUSTAKA ………. 82

(8)

vi

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

2.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi ... 27

2.2 Road Map Penelitian ……….. 28

4.1 Jumlah Populasi dan Sampel LPD Per Kecamatan di Kabupaten Gianyar, Tahun 2014 ……….. 45

4.2 Hasil Uji Validitas Data Penelitian ……… 48

4.3 Hasil Uji Reliabilitas Data Penelitian ……… 49

5.1 Karakteristik Responden………. 56

5.2 Persepsi Responden Terhadap Variabel Kompetensi Ketua LPD (X1) 57 5.3 Persepsi Responden Terhadap Variabel Motivasi Ketua LPD (X2)... 58

5.4 Persepsi Responden Terhadap Variabel Budaya Organisasi Ketua LPD (Y1)……….. 59

5.5 Persepsi Responden Terhadap Variabel Kinerja LPD (Y2)…………. 60

5.6 Hasil Analisis Faktor Untuk Variabel Kompetensu Ketua LPD (X1). 61 5.7 Hasil Analisis Faktor Untuk Variabel Motivasi LPD (X2)... 62

5.8 Hasil Analisis Faktor Untuk Variabel Budaya Organisasi LPD (Y1). 63 5.9 Hasil Analisis Faktor Untuk Variabel Kinerja LPD (Y2)... 64

5.10 Hasil Koefisien Path Kompetensi Ketua LPD (X1) dan Motivasi Ketua LPD (X2) Terhadap Budaya Organisasi LPD (Y1)…………... 65

5.11 Hasil Koefisien Path Kompetensi Ketua LPD (X1), Motivasi Ketua LPD (X2) dan Budaya Organisasi LPD (Y1) Terhadap Kinerja LPD (Y2)………... 66

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

3.1 Kerangka Konseptual... 36 3.2 Kerangka Model Penelitian... 37 3.1 Model pathanalysis (path

model)... 51 3.1 Hubungan Kausal Empiris dari Variabel X1 dan X2 Terhadap Y1

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam mempermudah akses permodalan di wilayah pedesaan maka keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau lembaga yang sejenis (Lembaga Perkreditan Desa/LPD) sangat di perlukan. Untuk itu manajemen LKM atau LPD perlu memperkuat budaya organisasi agar dapat memberikan pelayanan yang optimal serta meningkatkan kinerja. Hal ini sejalan dengan Susan and Michael (2004) yang menyatakan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi.

Di Bali perhatian pemerintah untuk pengembangan LPD cukup besar terbukti dari adanya program kemitraan antara LPD dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang di dukung oleh pemerintah. Lembaga keuangan yang mendukung perkembangan ekonomi masyarakat Desa Pekraman di Bali adalah Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Hampir setiap Desa Pekraman di Provinsi Bali memiliki LPD. Namun dari data yang tersedia, keberadaan LPD tersebut tidak semuanya termasuk dalam kategori sehat, karena ada sebagian LPD yang masuk dalam kategori kurang sehat, yang memerlukan pembenahan dan pembinaan, dari sisi; keuangan, pemasaran, organisasi dan pengembangan SDM khususnya kompetensi dan motivasi Ketua LPD. Jumlah LPD di Provinsi Bali dari tahun ketahun terus meningkat, dimana pada tahun 2013 telah ada sebanyak 1.418 LPD dengan total dana yang dihimpun mencapai 10,2 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 7.568 tenaga kerja.

Di Kabupaten Gianyar sampai dengan tahun 2013 ada sebanyak 270 unit LPD yang tersebar di 7 (tujuh) kecamatan yakni ; Kecamatan Sukawati sebanyak 33 LPD, Kecamatan Blahbatuh sebanyak 36 LPD, Kecamatan Gianyar sebanyak 40 LPD, Kecamatan Tanpaksiring sebanyak 36 LPD, Kecamatan Ubud sebanyak 32 LPD, Kecamatan Tegallalang sebanyak 45 LPD dan Kecamatan Payangan sebanyak 48 LPD. Berdasarkan pengamatan dari 20 LPD yang berada di Kabupaten Gianyar, sebanyak 5 (lima) LPD kinerjanya termasuk dalam kategori

(12)

kurang sehat, yakni ada LPD yang sebagian kreditnya digelapkan oleh Ketua LPD sehingga masuk ranah pidana (sedang proses di pengadilan), ada yang asetnya tetap kecil tidak bertambah secara signifikan dan ada juga Non Performing Loan (NPL) diatas 5 (lima) persen dari jumlah kredit yang diberikan.

Kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh budaya organisasi, juga dipengaruhi oleh kompetensi dan motivasi Ketua organisasi. Hal ini diungkap oleh Supartha dkk (2008) pada penelitian Kinerja Usaha Mikro dan Kecil di Kota Denpasar. Kinerja organisasi publik juga dipengaruhi oleh kepemimpinan dan kebijakan pemerintah (Supartha, 2010). Disisi lain Suana et. al. (2014) menyatakan keberhasilan wirausaha ditentukan oleh budaya Tri Hita Karaana, lingkungan bisnis dan kepribadian pengusaha itu sendiri. Hal ini menunjukkan kinerja usaha dipengaruhi oleh kompetensi dan motivasi dari pimpinan perusahaan.

Kinerja juga dipengaruhi oleh komitmen organisasi serta komitmen organisasi dipengaruhi oleh pemimpin (Dana dkk, 2012). Supartha (2012) menyatakan, manajemen berbasis keharifan lokal yakni perkuatan budaya organisasi mampu meningkatkan kinerja organisasi (Subak). Hal ini mengungkapkan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi dan motivasi serta kompetensi dari pemimpin organisasi. Juga dinyatakan bahwa pengembangan organisasi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dapat meningkatkan kinerja LPD (Supartha, 2013). Demikian pula, Wahyudi dan Supartha (2014) mengungkapkan bahwa budaya organisasi yang kuat mempengaruhi kinerja organisasi.

Salah satu kegiatan yang diharapkan mampu meningkatkan peran serta masyarakat marginal dan miskin serta generasi muda adalah adanya kegiatan– kegiatan untuk memberikan pelayanan dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah melalui peningkatan kerjasama dengan LPD yang ada di daerah untuk mempermudah akses dana (permodalan) yang dibutuhkan. Hal tersebut adalah sejalan dengan pembangunan yang dapat dikatakan prorakyat, dalam arti meningkatkan peran LPD terhadap usaha mikro dan kecil dalam meningkatkan perekonomian kerakyatan. Namun demikian, ada beberapa hambatan yang pada umumnya dihadapi oleh masyarakat dalam mengembangkan usaha mikro dan kecil. Karafir (1997) menyatakan bahwa pemupukan modal para pedagang kaki

(13)

lima dipengaruhi oleh pendapatan yang diperolehnya, pengeluaran produktif, pengeluaran konsumtif dan tabungan. Hal ini sejalan dengan keluhan yang disampaikan oleh para pengusaha mikro dan kecil di Kabupaten Gianyar, yang mengalami masalah dalam: permodalan yang relatif lemah sehingga sulit untuk mengembangkan potensi yang dimiliki serta sumber daya manusia yang belum memiliki jiwa wirausaha. Disamping itu hambatan lainnya adalah penguasaan teknologi serta akses pasar untuk dapat menjual produk serta bersaing secara global (Supartha, 2007).

Pemberdayan dan pembinaan LPD adalah merupakan satu cara dalam memperkuat ekonomi kerakyatan yang diharapkan mampu memperkuat posisi ekonomi dari masyarakat miskin dan marginal, generasi muda dan wanita, dalam kerangka mewujudkan Ajeg Bali terutama melalui perkuatan ekonomi rakyat dari masyarakat tradisional Bali. LPD adalah merupakan salah satu sektor yang relatif tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi.

Kinerja yang baik merupakan tujuan organisasi yang ingin dicapai. Secara umum kinerja LPD belum maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan beberapa LPD, yang kinerjanya termasuk dalam kategori kurang sehat. LPD sangat perlu untuk memiliki kinerja yang tinggi, karena LPD merupakan lembaga keuangan masyarakat yang ada di pedesaan untuk memenuhi kebutuhan dana masyarakat desa. Apabila kinerja LPD baik maka hal ini akan meningkatkan perkembangan perekonomian masyarakat. Demikian juga sebaliknya apabila kinerja LPD rendah maka perkembangan ekonomi masyarakat akan semakin rendah.

Johnston, dkk. (2002) menyatakan bahwa kinerja usaha dalam hal ini LPD hendaknya diukur dengan pendekatan Balanced Scorecard, sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan manajemen. Serta dinyatakan bahwa perkembangan usaha harus imbangi dengan evaluasi dan kontrol dari lembaga pemerintah yang terkait dalam pembinaan perusahaan kecil.

Dari sisi pelaku usaha, Gratton dkk. (1999) menyatakan bahwa kinerja bisnis dalam hal ini LPD sangat terkait dengan kinerja individu dari pengelola usaha itu sendiri. Pengelola yang memiliki kompetensi dan motivasi yang kuat serta melaksanakan budaya organisasi (etika bisnis) yang kuat menyebabkan kinerja perusahaannya semakin baik. Adrian (2011) mengatakan kompetensi SDM berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

(14)

Moreno et. al. (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Sedangkan Ojo (2010) menyatakan bahwa budaya organisasi dalam perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi pada bank komersial di Nigeria. Demikian juga Shakil (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa budaya organisai berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di Pakistan.

Luc Sels et. al. (2006) menyatakan bahwa usaha mikro dan kecil yang menerapkan fungsi sumber daya manusia secara baik, dalam arti melaksanakan ; seleksi, pelatihan, pemberian kompensasi yang layak, memperhatikan pengembangan karir, mengukur kinerja individu, mengambil keputusan berdasarkan partisipasi, memiliki kinerja perusahaan yang lebih baik dari usaha kecil lainnya, baik dari sisi produksi maupun dari sisi finasial.

Berdasarkan uraian tersebut, salah satu lembaga keuangan yang mampu meningkatkan perekonomian rakyat adalah berkembangnya LPD. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang variabel yang berpengaruh terhadap kinerja LPD khususnya pengaruh variabel kompetensi dan motivasi Ketua LPD terhadap budaya organisasi serta kinerja LPD.

1.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang ada, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Agar Ketua LPD mampu menganalisis dan memperkuat budaya organisasi serta meningkatkan kompetensi, motivasi dan kinerja LPD.

1.3 Urgensi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi khazanah ilmu pengetahuan manajemen khususnya pengembangan sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan; kondisi dan kebutuhan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi (LPD) di Bali. Secara lebih khusus hal ini diharapkan berguna:

a. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini akan memperluas khazanah penelitian di bidang manajemen SDM.

b. Bagi pengelola LPD, agar mampu menganalisis dan memperkuat budaya organisasi dan meningkatkan kompetensi, motivasi serta kinerja organisasi (LPD).

(15)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Konsep Budaya

Budaya mempengaruhi banyak aspek kehidupan, baik organisasi maupun individu. Dalam literatur teori organisasi, budaya telah didefinisikan dalam berbagai ragam oleh berbagai ahli. Definisi budaya (culture) secara umum dikemukakan oleh Hofsted dalam Bourantas et al., (1988) sebagai “the collective programming of the mind which distinguishes the members of one human group

from another”. Menurut Hofsted, manusia membawa mental program yang terbentuk sejak dini, dari masa kecil di lingkungan keluarga, di sekolah, dan di organisasi. Definisi budaya dalam artian budaya kelompok dikemukakan Edgar (1997) sebagai suatu pola asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok karena menyelesaikan masalah-masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah berjalan baik dan valid, dan karenanya diajarkan pada para anggota baru sebagai cara yang benar untuk memandang, berpikir dan merasakan, dalam hubungannya dengan berbagai masalah yang dihadapi. Schein (2004) menyatakan bahwa budaya merupakan suatu pola asumsi dan keyakinan dasar yang dirasakan bersama oleh para anggota dari sebuah kelompok atau organisasi ketika organisasi itu memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal para anggotanya. Luthans (2007) menyatakan bahwa budaya adalah pengetahuan yang diperoleh untuk menginterprestasikan pengalaman dan menghasilkan perilaku sosial. Budaya memiliki beberapa lapisan atau hierarkhi yang meliputi budaya organisasi, budaya kelompok dan budaya individu. Sangat dimungkinkan terjadi konflik antara budaya dengan subbudaya dalam organisasi sebagai konsekuensi logis perkembangan organisasi.

Dari uraian tersebut dapat dinyatakan hal – hal sebagai berikut : (1) Budaya terbentuk sejak dini melalui lingkungan, (2) Budaya menyediakan sarana bagi anggota untuk menyelesaikan masalah eksternal dan internal, (3) Budaya sebagai nilai dan kebiasaan bersama yang membentuk perilaku anggota organisasi

(16)

dan (4) Budaya memiliki lapisan atau hierarki, meliputi organisasi, kelompok dan individu.

Konsep budaya banyak digunakan untuk membantu menjelaskan aspek irasional yang terjadi dalam kelompok pada suatu organisasi. Budaya tidak dapat dipisahkan dengan kepemimpinan dalam organisasi, karena pemimpinlah yang pertama kali menciptakan budaya dalam organisasi. Sering organisasi dihadapkan pada aspek disfungsional budaya, dan tugas pemimpin untuk mengevaluasi budaya yang ada serta mengantar organisasi melakukan perubahan budaya yang sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Hal ini juga dapat dikaji pada organisasi Pusat Kesehatan Masyarakat.

2.1.2. Budaya Organisasi

Budaya organisasi semakin disadari berperan besar dalam meningkatkan kinerja organisasi. Tika (2006) menyatakan “Organizational culture is the set of shared values and norms that controls organizational members interactions with

each other and with suppliers, customers, and other people outside the

organization”.

Menurut Luthans (2007), terdapat 3 (tiga) faktor yang membentuk budaya dalam organisasi, yaitu : (1) komunikasi, (2) motivasi, dan (3) kepemimpinan. Komunikasi merupakan transfer informasi, ide, pemahaman dan perasaan di antara para anggota organisasi. Manajer yang ingin berhasil dalam organisasi harus mampu berkomunikasi secara efektif. Dalam lingkungan bisnis global, masalah komunikasi menjadi semakin sulit akibat hambatan bahasa. Motivasi merupakan kemauan untuk berusaha dalam mengejar tujuan organisasi. Sebelumnya manajer tidak dapat secara langsung memotivasi bawahan, karena motivasi adalah masalah internal masing – masing individu. Tugas manajemen adalah menghadirkan budaya organisasi yang mendorong perilaku positif dari bawahannya. Manajemen organisasi perlu memahami faktor – faktor yang memicu perilaku bawahan dan mengembangkan serta mempertahankan lingkungan yang produktif dalam organisasi. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi anggota organisasi untuk bertindak sesuai dengan keinginan

(17)

pimpinan. Para manajer organisasi menggunakan pendekatan yang beragam dalam mempengaruhi para anggota organisasi, dan hal ini sangat mempengaruhi budaya organisasi.

Kotter dan Heskett (1997), menyatakan bahwa budaya organisasi berdampak signifikan terhadap kinerja ekonomi jangka panjang. Penelitian mereka menunjukkan bahwa organisasi – organisasi yang memiliki budaya yang mementingkan pelanggan, pemegang saham dan karyawan terbukti memiliki kinerja yang jauh lebih baik dibanding dengan organisasi – organisasi yang tidak berbudaya seperti itu. Budaya organisasi diprediksi menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan organisasi di masa mendatang. Budaya yang merosotkan kinerja akan berdampak negatif terhadap kinerja organisasi, khususnya kinerja keuangan. Budaya organisasi yang menghambat kinerja keuangan organisasi terdapat pada banyak organisasi, bahkan di berbagai organisasi yang penuh dengan orang pandai sekalipun. Walaupun budaya relatif sulit dirubah, tetapi budaya organisasi dapat dibuat agar lebih meningkatkan kinerja.

Luthans (2007), menyatakan “Organizational culture has a number of important characteristics. Some of the most readily agreed upon are the

following : (1) Observed behavioral regularities, (2) Norms, (3) Dominant values,

(4) Philisophy, (5) Rules, (6) Organizational climate”. Budaya kerja dengan demikian dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok yang didasari atas nilai – nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari – hari.

Isu utama dalam hubungan antar budaya dengan kinerja adalah jenis budaya organisasi apa yang mampu meningkatkan kinerja organisasi jangka panjang. Kotter dan Heskett (1997), membagi teori yang berkaitan dengan hubungan antar budaya organisasi dengan kinerja jangka panjang menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : teori budaya yang kuat, teori budaya yang sesuai dan teori budaya yang adaptif

1) Teori Budaya Yang Kuat

Teori budaya yang kuat menyatakan bahwa para manajer menganut bersama seperangkat nilai dan metode menjalankan bisnis yang konsisten.

(18)

Organisasi dengan budaya yang kuat umumnya dapat dilihat memiliki gaya tertentu dalam melakukan sesuatu. Organisasi menjadikan nilai yang dianut bersama itu dalam suatu kredo atau pernyataan misi dan secara serius mendorong para manajer mengikuti pernyataan itu. Gaya dan nilai budaya yang kuat tidak banyak berubah walaupun ada pergantian manajemen puncak karena telah berakar secara mendalam.

Kekuatan budaya inilah yang memberi kontribusi penting pada kinerja melalui 3 (tiga) cara yaitu : (1) penyatuan tujuan, (2) menciptakan motivasi yang tinggi pada karyawan dan (3) memberikan struktur dan kontrol yang diperlukan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang sering menurunkan motivasi dan menghambat inovasi.

Kotter dan Heskett (1997), menyatakan budaya yang kuat menyebabkan kinerja yang kuat. Bila arah yang dituju baik, maka budaya yang kuat akan menyebabkan kinerja yang baik, tetapi bagaimana jika arah yang dituju salah ? Para pendukung teori budaya yang kuat umumnya membantah dengan menyatakan bahwa budaya yang kuat sangat jarang menjadi tidak terkendali. Hanya para pemimpin yang benar – benar kuatlah yang mampu menciptakan keselarasan dan motivasi budaya yang kuat. Resiko organisasi memiliki pemimpin yang kuat adalah pemimpin membawa organisasi pada arah yang salah, atau berhenti tanpa mempersiapkan penggantinya. Pada saat itu organisasi terancam kelangsungan hidupnya.

2) Teori Budaya Yang Sesuai

Para ahli budaya organisasi yang memfokuskan gagasan mereka pada teori kesesuaian adalah Schein, Lorsch, dan Davis, dalam Kotter dan Heskett (1997). Teori budaya yang sesuai secara stratejik menyatakan bahwa arah budaya harus menyelaraskan dan memotivasi karyawan jika ingin meningkatkan kinerja organisasi. Teori ini menyatakan bahwa isi (content) budaya lebih penting atau sama pentingnya dengan kekuatan budaya itu sendiri. Tidak ada ukuran untuk isi budaya yang paling baik atau paling unggul yang dapat berlaku secara umum. Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dengan konteksnya dalam artian sesuai dengan kondisi obyektif industri, segmen industri, strategi organisasi atau

(19)

strategi bisnis itu sendiri. Budaya yang tepat secara kontektual atau stratejiklah yang dapat diasosiasikan dengan kinerja yang baik.

Kritik terhadap teori ini umumnya ditujukan pada sifatnya yang tampak statis. Para penentang teori ini mempertanyakan tentang apa yang terjadi jika lingkungan industri berubah.

3) Teori Budaya Adaptif

Menurut Kirkman and Shapiro (2001), budaya adaptif mensyaratkan pendekatan yang siap menanggung resiko, percaya dan proaktif terhadap kehidupan organisasi maupun kehidupan individu. Teori budaya adaptif menyatakan bahwa hanya budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang dapat diasosiasikan dengan kinerja yang unggul dalam jangka panjang. Secara aktif para anggota organisasi saling mendukung dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah. Para anggota organisasi menerima perubahan dan inovasi dengan baik. Jenis budaya adaptif menghargai dan mendorong kewirausahaan yang dapat membantu organisasi beradaptasi dengan lingkungan yang berubah dengan memungkinkannya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang – peluang baru. Kotter dan Heskett (1997) memiliki pandangan yang sama, hanya saja lebih menekankan pada aspek kepemimpinan dibanding kewirausahaan. Fungsi utama kepemimpinan adalah menghasilkan perubahan di seluruh jenjang organisasi untuk meningkatkan inisiatif, penanggungan resiko, kimunikasi dan motivasi.

Para kritisi teori ini menyatakan bahwa budaya yang menghargai perubahan bisa tidak adaptif karena bisa mendorong orang untuk mengubah sesuatu kearah yang salah. Hal yang sama terjadi pada teori budaya yang kuat dimana pemimpin yang kuat mengarahkan organisasi pada arah yang salah.

Peters dalam Kotter dan Heskett (1997), menekankan pada aspek pelanggan dengan menyatakan bahwa organisai dengan budaya yang sangat menghargai pelanggan akan membuat organisasi memiliki budaya yang adaptif. Organisasi seharusnya memiliki budaya yang menghargai semua stakeholders, khususnya pelanggan, pemegang saham, dan karyawan.

(20)

Manajemen organisasi dalam hal ini Ketua LPD dan pengurus lainnya harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan organisasi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa teori budaya organisasi yang kuat, sangat sesuai dengan kondisi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas dalam usaha membiayai unit kegiatan masyarakat khususnya dalam usaha mikro dan kecil.

2.1.3. Klasifikasi Budaya Organisasi

Dalam kerangka konseptual tentang budaya organisasi Bourantas et al., (1998) mengatakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu :

1) Budaya Klub (Zeus)

Organisasi yang mengikuti budaya ini umumnya dibagi dalam fungsi atau lini produk. Gaya manajemen mengarah pada sentralisasi yang kuat. Harrison dan Handy dalam Bourantas et al., (1998), mengibaratkan organisasi dengan club culture sebagai sarang laba – laba, dimana jaring menunjukkan kekuasaan dan pengaruh. Posisi jaring yang semakin jauh dari pusat menunjukkan semakin kecil kekuasaan dan pengaruhnya. Dewa Zeus dianggap sesuai sebagai simbol organisasi dengan budaya organisasi yang menekankan tradisi patrialchial. Tidak rasional dan berlandaskan kekuasaan, dan kharisma.

2) Budaya Peran (Apollo)

Organisasi dengan role culture lebih menempatkan peran (role) dan bukan orang sebagai pusat budaya organisasi. Oleh karena itu, dewa Apollo dianggap sesuai sebagai simbol karena merupakan dewa pengatur. Budaya organisasi ini berasumsi bahwa manusia bersifat rasional dan segala sesuatu dapat dianalisis secara logis. Peran atau sekumpulan tugas bersifat tetap dalam organisasi sehingga para individu dalam organisasi adalah bagian dari sistem dan melakukan tugas yang secara bebas dapat berganti.

3) Budaya Tugas (Athena)

Organisasi dengan task culture mengumpulkan sumber daya dari berbagai pihak untuk memecahkan masalah. Manajemen senantiasa berorientasi pada

(21)

keberhasilan memecahkan masalah. Budaya ini hanya mengakui expertise sebagai dasar kekuasaan dan pengaruh.

4) Budaya Eksistensi (Dionysus)

Organisasi dengan existensial culture menganggap keberadaan individu dalam organisasi dimaksudkan untuk membantu organisasi mencapai tujuan organisasi dan keberadaan organisasi dimaksudkan untuk membantu anggota organisasi dalam mencapai tujuan anggota organisasi. Budaya organisasi ini sangat disukai para profesional karena mereka dapat mempertahankan identitas dan kebebasan mereka. Pada dasarnya, budaya ini mengakui tidak ada atasan meskipun mereka dapat menerima koordinasi.

Robbins (2002), menyatakan terdapat 10 (sepuluh) karakteristik kunci yang membedakan satu budaya organisasi dengan budaya organisasi lainnya, yaitu :

(1) Inisiatif individu, yaitu sampai seberapa jauh tingkat tanggungjawab, kebebasan, dan indepedensi yang dimiliki organisasi;

(2) Toleransi resiko, yaitu sampai seberapa jauh karyawan didorong untuk agresif, inovatif dan mau mengambil resiko;

(3) Arahan, yaitu sampai seberapa jauh organisasi menentukan tujuan ekspektasi kinerja yang jelas;

(4) Integrasi, yaitu sampai seberapa jauh unit – unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi secara terkoordinasi;

(5) Dukungan manajemen, yaitu sampai sejauh mana manajer memberikan sarana komunikasi, bantuan dan dukungan pada bawahan;

(6) Pengendalian, yaitu sejumlah aturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk mengendalikan perilaku karyawan;

(7) Identitas, yaitu sejauh mana anggota organisasi mengidentifikasi diri sebagai anggota organisasi secara keseluruhan dan bukan sebagai anggota kelompok atau expertise;

(8) Sistem imbalan, yaitu sejauh mana imbalan didasarkan pada kinerja karyawan, bukan pada senioritas, favoritisme, dan lain – lain;

(22)

(9) Toleransi konflik, yaitu sejauh mana karyawan didorong untuk menyelesaikan konflik dan memberikan kritik secara terbuka;

(10) Pola komunikasi, yaitu sampai sejauh mana komunikasi dalam organisasi dibatasi pada hierarkhi formal dari otoritas;

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengkajian atas budaya organisasi LPD lebih tepat dilakukan dengan pendekatan budaya eksistensi (Dionysus).

2.2. Kompetensi

2.2.1. Pengertian kompetensi

Menurut Spencer & Spencer dalam Ruky (2006) kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang (individu) yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi serta bertahan cukup lama dalam diri manusia. Sejalan dengan definisi tersebut, komponen-komponen yang membentuk sebuah kompetensi adalah :

1) Motif (motives), adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau dikehendaki oleh seseorang, yang selanjutnya akan mengarahkan, membimbing dan memilih suatu perilaku tertentu terhadap sejumlah aksi atau tujuan.

2) Karakter pribadi (traits), adalah karakteristik fisik dan reaksi atau respon yang dilakukan secara konsisten terhadap suatu situasi atau informasi.

3) Konsep diri (self concept), adalah perangkat sikap, sistem nilai atau citra diri yang dimiliki seseorang

4) Pengetahuan (knowledge), adalah informasi yang dimiliki seseorang terhadap suatu area spesifik tertentu.

5) Ketrampilan (skills), adalah kemampuan untuk mengerjakan serangkaian tugas fisik atau mental tertentu.

Komponen kompetensi yang berupa motif, karakter pribadi dan konsep diri dapat meramalkan suatu perilaku tertentu yang pada akhirnya akan muncul sebagai kinerja.

(23)

Definisi kompetensi menurut beberapa ahli manajemen dalam Sedarmayanti (2007) adalah :

1) Konsep luas, memuat kemampuan mentransfer keahlian dan kemampuan kepada situasi baru dalam wilayah kerja. Menyangkut organisasi dan perencanaan pekerjaan, inovasi dan mengatasi aktivitas rutin, kualitas efektivitas personil yang dibutuhkan di tempat berkaitan dengan rekan kerja, manajer serta pelanggan.

2) Kemampuan dan kemauan melakukan tugas 3) Dimensi perilaku yang mempengaruhi kinerja

4) Karakteristik individu apapun yang dapat dihitung dan diukur secara konsisten, dapat dibuktikan untuk membedakan secara signifikan antara kinerja efektif dengan tidak efektif.

5) Kemampuan dasar dan kualitas kinerja yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik.

6) Bakat, sifat dan keahlian individu apapun yang dapat dibuktikan, dapat dihubungkan dengan kinerja efektif dan baik sekali.

Bersdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat dinyatakan bahwa kompetensi adalah karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang mempengarui cara berpikir dan berindak untuk menghasilkan kinerja yang baik.

2.2.2. Jenis-jenis kompetensi

Spencer & Spencer dalam Ruky (2006), menyatakan bahwa kompetensi dalam kaitannya dengan kinerja dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu :

1) Kompetensi ambang (Threshild Competencies), yaitu kriteria minimal dan esensial yang dibutuhkan/dituntut dari sebuah jabatan dan harus bisa dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan tersebut untuk dapat bekerja menjalankan pekerjaannya tersebut dengan efektif.

2) Kompetensi pembeda (Differentiating Competencies), yaitu kriteria yang dapat membedakan antara orang yang selalu mencapai kinerja superior dan orang yang kinerjanya rata-rata saja.

(24)

Menurut Sedarmayanti (2007) ada 18 model kompetensi yang umum ditemui pada berbagai bidang pekerjaan dan industri, yaitu :

1) Orientasi pencapaian (Achievement Orientation) 2) Berpikir analitis (Analytical Thinking)

3) Berpikir konseptual (Conseptual Thinking)

4) Orientasi layanan pelanggan (Customer Service Orientation) 5) Mengembangkan lainnya (Developing Others)

6) Penginstruksian (Directiveness) 7) Fleksibilitas (Flexibility)

8) Dampak dan pengaruh (Impact and Influence) 9) Pencairan informasi (Information Seeking) 10)Inisiatif (Initiative)

11)Integritas (Integrity)

12)Pemahaman antar pribadi (Interpersonal Understanding) 13)Kesadaran organisasi (Organizational Awareness) 14)Komitmen organisasi (Organizational Commitment) 15)Menjalin hubungan (Relationship Building)

16)Rasa percaya diri (Self Confidence)

17)Kepemimpinan dalam Kelompok (Team Leadership)

18)Kerjasama dan kelompok kerja (Teamwork and cooperation)

Menurut Ruky (2006), pada beberapa perusahaan ada beberapa model kompetensi yang dapat dibagi dalam dua kelompok.

1) Kompetensi Inti (Core Competencies), yaitu kelompok kompetensi yang harus dimiliki oleh semua orang dalam organisasi termasuk didalamnya fokus pada pelanggan, kesadaran bisnis, manajemen perubahan, orientasi pada prestasi/output, komunikasi, kerja sama kelompok, kepemimpinan, mengembangkan orang lain, berpikit analitis dan pemecahan masalah.

2) Kompetensi Spesifik (Specific Competencies), yaitu kelompok kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang yang menduduki suatu jabatan tertentu.

(25)

Kompetensi spesifik ini terdiri dari komponen-komponen motive dan traits, yaitu karakteristik pribadi yang spesifik dengan pekerjaan dalam bidang itu serta pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dan lebih bersifat teknis.

2.2.3. Aplikasi dan manfaat kompetensi

Keberhasilan sistem berbasis kompetensi sangat tergantung pada : 1) Keakuratan pengukuran kompetensi karyawan

2) Keakuratan pendefinisian model kompetensi. Kompetensi penting diisyaratkan pada tiap jabatan agar seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan sangat baik.

3) Validasi model yang digunakan dalam mengukur kesesuaian antara pekerjaan dan calon pemangku jabatan

Kompetensi dapat diaplikasikan dan bermanfaat dalam beberapa kegiatan sumber daya manusia (SDM) antara lain :

1) Seleksi/rekrutmen

Seleksi adalah proses mencocokkan antara pekerjaan dan calon pemegang jabatan, baik yang direkrut dari dalam maupun dari luar perusahaan. Keuntungan penggunaan kompetensi dalam proses seleksi adalah :

a. Menghindari kesalahan perekrutan dan biaya terkait yang sia-sia b. Proses belajar yang lebih cepat dari karyawan baru

c. Dasar pengambilan keputusan (untuk merekrut) yang kuat terkait jenis dengan persyaratan jabatan

2) Manajemen kinerja

Manajemen kinerja adalah proses yang menciptakan pemahaman bersama antara atasan dan bawahan mengenai apa yag harus dicapai (hasil akhir yang harus dicapai) dan bagaimana mencapainya (kompetensi yang dibutuhkan), sehingga akan meningkatkan kemampuan tercapainya sasaran yang ditetapkan. Keuntungan dari penggunaan kompetensi dalam proses manajemen kinerja adalah :

(26)

a. Karyawan potensial dapat secara tepat diidentifikasi untuk dikembangkan b. Dapat lebih meningkatkan motivasi karyawan (karena ”arah” yang jelas

dalam karirnya).

3) Perencanaan karir dan suksesi

Adalah proses yang berkesinambungan untuk memilih karyawan kompetensi yang siap naik ke jabatan yang lebih tinggi/lebih strategis, apabila pada suatu saat jabatan tersebut lowong. Keuntungan penggunaan kompetensi dalam proses perencanaan karir dan suksesi adalah :

a. Karyawan yang potensial dapat secara lebih tepat diidentifikasi untuk seterusnya dikembangkan

b. Dapat lebih meningkatkan karyawan (karena ”arah” yang jelas dalam karirnya)

4) Pelatihan dan pengembangan

Kegiatan competency base training and development mencakup program pelatihan formal, penugasan, monitoring, coaching dan intervensi terhadap struktur organisasi, proses kerja dan budaya organisasi untuk meningkatkan kompetensi karyawan. Keuntungan dari penggunaan kompetensi dalam proses pelatihan dan pengembangan adalah :

a. Menghemat biaya dengan melakukan pelatihan yang sudah terfokus pada peningkatan kompetensi.

b. Fokus pada pengembangan kompetensi yang jelas berpengaruh pada peningkatan kinerja.

5) Penggajian

Sistem penggajian adalah sebuah metode untuk menentukan gaji tetap dan variabel untuk karyawan dalam sebuah organisasi. Competency base pay mempertimbangkan kompetensi (seperti keahlian, pengalaman, potensi, kreativitas) dari pemegang jabatan.

(27)

2.3. Motivasi Kerja 2.3.1. Pengertian motivasi

Pengertian motivasi yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen dalam buku Sedarmayanti (2007) adalah : (1) George R. Terry, menyatakan Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya melakukan tindakan. (2) Porter & Lawler, menyatakan Motivasi adalah proses dimana perilaku dibangkitkan, diarahkan dan dipertahankan selama berjalannya waktu. (3) Richard M. Steers, menyatakan Motivasi adalah kekuatan kecendrungan seorang individu melibatkan diri dalam kegiatan yang berarahkan sasaran dalam pekerjaan. Ini bukan perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan tetapi lebih merupakan perasaan sedia/rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan. (4) Paul Hersey & Kenneth Blanchard, menyatakan Motivasi adalah motif cendrung menurun kekuatannya apabila terpenuhi atau terhambat pemenuhannya. (5) Siagian, menyatakan Motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motivasi bekerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis. Bersumber dari beberapa pendapat tersebut, Sedarmayanti mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan mengeluarkan tingkat upah tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individu.

Nawawi (2001) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari bahasa yunani yakni movere yang berarti menggerakkan (to move). Motivasi adalah suatu dorongan sebab seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondidi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar.

Yulk dalam Toha (2000) memberikan batasan mengenai motivasi, bahwa motif adalah yang melatar-belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan. Adapun ciri-ciri dari pada motif individu adalah sebagai berikut.

1) Motif adalah majemuk

Dalam suatu perbuatan tidak hanya mempunyai suatu tujuan tetapi beberapa tujuan yang berlangsung bersama-sama. Misalnya seorang karyawan yang melakukan kerja giat, dalam hal ini tidak hanya karena ingin lekas naik

(28)

pangkat, tetapi juga ingin diakui atau dipuji, dapat upah yang tinggi dan sebaginya.

2) Motif dapat berubah-ubah

Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan. Ini disebabkan karena keinginan manusia berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau keinginannya. Misalnya seorang karyawan pada suatu ketika menginginkan gaji yang tinggi, pada waktu yang lain menginginkan pimpinan yang baik atau kondisi kerja yang menyenangkan.

3) Motif berbeda-beda bagi individu

Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama, tetapi ternyata terdapat perbedaan motif. Misalnya dua orang karyawan yang bekerja pada suatu mesin yang sama dan pada ruang yang sama pula, tetapi motivasinya bisa berbeda. Yang satu menginginkan teman kerja yang baik, sedang yang lain menginginkan kondisi kerja yang menyenangkan.

4) Beberapa motif tidak disadari oleh individu

Banyak tingkah laku manusia yang tidak disadari oleh pelakunya. Sehingga beberapa dorongan (needs) yang muncul seringkali karena berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan lalu ditekan dibawah sadarnya. Dengan demikian sering kali kalau ada dorongan dari dalam yang kuat sekali menjadikan individu yang bersangkutan tidak bisa memahami motifnya sendiri.

2.3.2. Bentuk Motivasi

Nawawi mengkatagorikan motivasi kerja berdasarkan asal pendorong atau penggerak dari motivasi kerja tersebut, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut Robbins (2002), dinyatakan bahwa ada dua bentuk dari motivasi yaitu :

(29)

1) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu berupa kesadaran mengenai pentingnya atau maanfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakan.

2) Motivasi ekstrinsik

Motovasi ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal.

Pada garis besarnya motivasi yang diberikan bisa dibagi menjadi dua yaitu motivasi positip dan motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses mencoba mempengaruhi orang dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motovasi negatif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah melalui kekuatan-kekuatan. Pada motivasi negatif apabila karyawan tidak mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, kita memberitahukan bahwa ia mungkin akan kehilangan sesuatu, bisa kehilangan pengakuan, uang atau jabatan. Beberapa cara yang digunakan dalam motivasi positif yaitu :

1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan

Penghargaan terhadap pekerjaan yang terselesaikan dengan baik akan menyenangkan karyawan karena menerima pengakuan terhadap hasil kerjanya.

2) Informasi

Pemberian informasi yang jelas tentang suatu tindakan yang harus dilakukan akan menghindarkan dari persepsi yang salah tentang tujuan ssuatu pekerjaan. 3) Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu. 4) Persaingan

Pada umumnya orang bersaing secara jujur dan seorang atasan bisa menggunakannya sebagai alat motivasi dengan memberikan sesuatu yang lebih bagi pemenang persaingan sehat.

(30)

5) Partisipasi

Bawahan atau karyawan ikut dalam berbagai kegiatan atasan dan hal tersebut akan sangat bermanfaat seperti bisa menghasilkan kepuasan yang lebih baik (karena banyaknya sumbangan pikiran), adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan dan adanya perasaan diperlukan.

6) Kebanggaan

Memberikan tantangan yag wajar agar dapat diselesaikan karyawan. Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa puas dan bangga.

7) Uang

Uang jelas merupakan alat motivasi yang berguna untuk memuaskan kebutuhan ekonomi karyawan.

Bukti yang paling dasar terhadap keberhasilan suatu bentuk motivasi adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan (Heidjrachman dan Suad Husnan, 2000). Menurut Mc. Clelland dalam As’ad (2000) dinyaatakan bahwa timbulnya tingkah laku karena dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya, yang kemudian dikenal dengan social motive theory, yaitu:

1) Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement)

Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhann ini berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. Tingkah laku ini individu ini didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi akan tampak sebagai berikut.:

a. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif b. Mencari feed back (umpan balik) tentang perbuatnnya

(31)

c. Memilih resiko yang moderat (sedang) didalam perbuatannya. Dengan memilih resiko tersebut berarti masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi.

d. Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatnnya.

2) Kebutuhan untuk beraafiliasi (Need for Affiliation)

Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat yang tinggi akan tampak sebagai berikut.

a. Lebih memperhatikan hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya, dari pada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu.

b. Melakukan pekerjaan lebih efektif apabila bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.

c. Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain d. Lebih suka dengan orang lain dari pada sendiri

3) Kebutuhan untuk berkuasa (Need for Power)

Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini, menyebabkan orang tersebut tidak atau kurang memperdulikan perasaan orang lain. Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk berkuasa yang lebih tinggi akan tampak sebagai berikut:

a. Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta. b. Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi dimana ia

berada.

c. Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestasi.

d. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.

(32)

2.4. Kinerja Organisasi

2.4.1. Pengertian Kinerja Organisasi

Sampai saat ini disadari bahwa, belum terdapat kesepakatan bulat perihal pendefinisian kinerja organisasi. Sebuah organisasi dapat langsung mengukur kinerjanya dari data internal, seperti yang dilakukan banyak organisasi secara historis selama ini.

Kinerja organisasi belakangan ini sering di perdebatkan. Jacky Holloway, dalam Zainal and Hassel (2004), menyatakan ; At its broadest, performance management can be defined as the managerial work needed to ensure that the

organisation’s top – level aims (sometimes expressed as Vision and Mission

statement) and objectives are attained. Usually this will require realistic time

periods for their attainment, and the indentification of sub-objectives and tasks

which in turn have to be attained in a controlled way, contributing in a tangible

way to top-level objectives.

Levine dkk, dalam Ruky (2006), mengemukakan 3 konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja organisasi, yakni: responsivitas (responsiveness), responsibilitas (responsibility) dan akuntabilitas (accountability).

Mardiasmo (2002), mengemukakan tolak ukur kinerja organisasi berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Satuan ukuran yang relevan digunakan adalah efisiensi pengelolaan dana dan tingkat kualitas pelayanan yang dapat diberikan kepada publik.

Whittaker dan Robert Simons, dalam Zainal dan Hessel (2004), menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme untuk memberikan penghargaan / hukuman (reward / punishment), akan tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi.

Dengan demikian, dapat dinyatakan kinerja organisasi adalah hasil kerja yang dapat menjamin tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan visi, misi dan sasaran organisasi.

(33)

2.4.2. Pengukuran Kinerja Organisasi

James B. Whittaker, dalam Zainal dan Hessel (2004), menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives).

Wibisono dalam Zainal dan Hesell (2004), mencoba membedakan sistem pengukuran kinerja atas Taktis, Operasional dan Strategi. Pengukuran kinerja taktis ditekankan pada titik pandangan konsumen, sebagai contoh kualitas dapat diukur melalui ukuran eksternal seperti tercapainya kebutuhan konsumen yang dideteksi berdasarkan jumlah klaim yang ditujukan terhadap produk yang dijual. Delivery diukur berdasarkan persentase yang dapat dilayani tepat waktu dan sebagainya. Pengukuran kinerja operasional lebih ditekankan pada proses operasi internal dan kemampuan internal organisasi. Dan pengukuran kinerja strategis di tekankan pada pencapaian visi dan misi organisasi.

Menurut Bastian (2001), indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator berikut ini :

1). Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.

2). Indikator keluaran (output) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun non fisik.

3). Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

4). Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

5). Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

(34)

Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data / informasi untuk menentukan indikator kinerja kegiatan / program / kebijakan. Indikator kinerja dapat dikaitkan dengan beberapa kategori teknis, operasional, kelembagaan dan ekonomi. Karena itu indikator kinerja dapat dinyatakan dalam unit yang dihasilkan, waktu yang diperlukan, nilai yang dihasilkan, dana yang diperlukan dan produktivitas.

Untuk menentukan keberhasilan suatu unit kerja diperlukan pengukuran kinerja terhadap unit kerja tersebut, dimana pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang penting bagi organisasi. Pengukuran tersebut antara lain dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan dan dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan sistem imbalan atau sebagai dasar penyusunan strategi organisasi,

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan dalam rangka kelancaran pengukuran kinerja adalah, melibatkan manajemen puncak (top management), kepekaan terhadap pentingnya pengukuran kinerja (sense of urgency), keselarasan dengan aturan strategik, adanya kerangka kerja konseptual, adanya sistem komunikasi yang baik dan melibatkan karyawan yang ada dalam organisasi, (Lembaga Administrasi Negara, 2004).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa indikator pengukuran kinerja organisasi tersebut (indikator hasil atau out come) dapat dipergunakan untuk mengkaji kinerja usaha mikro dan kecil.

2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi

Menurut Donaldson (1999), Organizational portfolio theory attends to the causes of organizational performance both from within the organizational and

from the external economy. These factors have been relatively neglected in that

there has been no systematic theoretical treatment of organizational performance

as a cause of adaptive change. There is widespread acceptance that low

performance is a trigger of adaptive change, but little formal theory beyond that

basic point. Given that organizational performance is accepted as a causes of

adaptive organizational change, it behaves us to consider fully the implications of

this insight. Its ramification need to be developed in order to maximize the

(35)

Yowono dkk. (2002), mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja suatu Organisasi meliputi ; upaya manajemen dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan kepemimpinan yang efektif.

Soetarto (2000) menyebutkan bahwa kinerja suatu organisasi akan maksimal jika memperhatikan budaya organisasi, kepemimpinan dan koordinasi, karena ketiga faktor ini akan menentukan kelancaran suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan Ruky (2006), mengidentifikasi faktor – faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi adalah sebagai berikut :

1) Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi, semakin berkualitas teknologi yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

2) Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.

3) Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruang dan kebersihan.

4) Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.

5) Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.

6) Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi dan lainnya.

Soesilo (2000), mengemukakan kinerja suatu organisasi birokrasi di masa depan dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut :

1) Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.

2) Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi.

3) Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal.

(36)

4) Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.

5) Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.

Atmosoeprapto (2001), mengemukakan kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal seperti berikut : 1) Faktor eksternal yang terdiri dari :

(1) Faktor Politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal.

(2) Faktor Ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor – sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar.

(3) Faktor Sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.

2) Faktor internal yang terdiri dari :

(1) Tujuan Organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

(2) Struktur Organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.

(3) Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.

(4) Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, secara teoritis dapat diinventarisir berbagai faktor yang dianggap mempengaruhi kinerja organisasi, baik yang

(37)

berpengaruh secara langsung maupun yang berpengaruh secara tidak langsung, seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA ORGANISASI

No. Faktor – Faktor Perspektif /

Pendekatan Referensi

1. Tujuan Organisasi Proses Atmosoeprapto (2001)

2. Budaya Organisasi Proses Yowono (2002)

3. Sumber Daya Manusia Proses Ruky (2001),

4 Kepemimpinan Proses Yowono (2002) Ruky (2001)

5 Kompetensi Proses Teti Suharti (2006)

6 Motivasi Proses Suharti (2006), Marifah (2004)

7 Teknologi Proses Ruky (2001)

8 Raw Materials Proses Ruky (2001) 9 Lingkungan Fisik /

Sarana prasarana

Proses Ruky (2001),

10 Budaya Organisasi Proses Ruky (2001), Atmosoeprapto (2001)

11 Struktur Organisasi Proses Atmosoeprapto (2001

12 Politik Sistem Atmosoeprapto (2001

13 Ekonomi Sistem Atmosoeprapto (2001

14 Sosial Sistem Atmosoeprapto (2001

15 Perilaku Organisasi Proses Supartha (2008)

16 Perilaku Organisasi Proses Supartha (2010)

17 Perilaku Organisasi Proses Supartha (2012)

18 Perilaku Organisasi Proses Supartha (2013)

19 Perilaku Organisasi Proses Dana et. al. (2012)

20 Perilaku Organisasi Proses Wahyudi dan Supartha (2014) 21 Perilaku Organisasi Proses Suana et. al. (2014)

Sumber : Zainal dan Hessel, 2004, serta Jurnal lainnya.

Berdasarkan Tabel 2.1. dapat dipaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja suatu organisasi. Faktor manakah yang relevan untuk diteliti sebagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, sangat tergantung pada jenis, karakteristik dan tujuan pembentukan organisasi itu sendiri. Setiap organisasi tentu memiliki karakteristik yang berbeda sehingga faktor atau variabel yang mempengaruhi tingkat kinerja organisasi akan berbeda juga.

(38)

Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan proses dapat dipergunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi (LPD), Dalam hal ini variabel yang diperkirakan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja organisasi (LPD) adalah kompetensi, motivasi dan budaya organisasi serta budaya organisasi dipengaruhi juga oleh kompetensi dan motivasi Ketua LPD.

2.5. Road Map Penelitian

Penelitian atas budaya organisasi, kompetensi, motivasi dan kinerja sudah banyak dilakukan. Namun penelitian ini akan fokus pada penelitian tentang kompetensi dan motivasi Ketua LPD serta budaya organisasi dan kinerja LPD. Berikut ini disajikan road map penelitian tentang budaya organisasi, kompetensi, motivasi dan kinerja yang sudah pernah dilakukan.

Tabel 2.2.

Pendekatan Hasil Penelitian

1 Suharti, Karir pada PT. Lion Superindo Area berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.

(39)

No Nama

Pendekatan Hasil Penelitian

5 Curtis C. Verschoor (1999)

Corporate Performance is Closely Linked to a Strong Ethical internal kontrol. 6 Denison

(40)

No Nama

Pendekatan Hasil Penelitian

8 James L. kinerja organisasi.

(41)

No Nama

Pendekatan Hasil Penelitian

14 Adrian

(42)

No Nama

Pendekatan Hasil Penelitian

(43)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1.Kerangka Pikir

Kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh budaya organisasi, juga dipengaruhi oleh kompetensi dan motivasi Ketua organisasi. Hal ini diungkap oleh Supartha dkk (2008) pada penelitian Kinerja Usaha Mikro dan Kecil di Kota Denpasar. Kinerja organisasi publik juga dipengaruhi oleh kepemimpinan dan kebijakan pemerintah (Supartha, 2010). Disisi lain Suana et. al. (2014) menyatakan keberhasilan wirausaha ditentukan oleh budaya Tri Hita Karana, lingkungan bisnis dan kepribadian pengusaha itu sendiri. Hal ini menunjukkan kinerja usaha dipengaruhi oleh kompetensi dan motivasi dari pimpinan perusahaan.

Kinerja juga dipengaruhi oleh komitmen organisasi serta komitmen organisasi dipengaruhi oleh pemimpin (Dana dkk, 2012). Supartha (2012) menyatakan, manajemen berbasis keharifan lokal yakni perkuatan budaya organisasi mampu meningkatkan kinerja organisasi (Subak). Hal ini mengungkapkan bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi dan motivasi serta kompetensi dari pemimpin organisasi. Juga dinyatakan bahwa pengembangan organisasi pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dapat meningkatkan kinerja LPD (Supartha, 2013). Demikian pula, Wahyudi dan Supartha (2014) mengungkapkan bahwa budaya organisasi yang kuat mempengaruhi kinerja organisasi.

Dari sisi pelaku usaha, Gratton dkk. (1999) menyatakan bahwa kinerja bisnis dalam hal ini LPD sangat terkait dengan kinerja individu dari pengelola usaha itu sendiri. Pengelola yang memiliki kompetensi dan motivasi yang kuat serta melaksanakan budaya organisasi (etika bisnis) yang kuat menyebabkan kinerja perusahaannya semakin baik. Adrian (2011) mengatakan kompetensi SDM berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

(44)

3.2. Kerangka Konseptual Penelitian

Suharti, Teti (2006) menyatakan bahwa kompetensi karyawan secara signifikan mempengaruhi pengembangan karir karyawan. Adrian (2011) juga menyatakan bahwa kompetensi karyawan berpengaruh signifikan terhadap kinerja bagian pembelian (persediaan). Supartha (2012) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa peran manajemen (kompetensi) berpengaruh signifikan terhadap usaha melestarikan subak (kinerja subak). Demikian juga Supartha (2013) menyatakan, pengembangan organisasi LPD mampu meningkatkan kinerja LPD, sedangkan Chen (2004) menyatakan kompetensi mempunyai hubungan signifikan terhadap kinerja organisasi.

Moreno. at. al. (2010) menyatakan motivasi intriksik berpengaruh signifikan terhadap kinerja kelompok. Demikian juga Aworemi et . al. (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa motivasi karyaawan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedangkan Suharti, Teti (2006) menyatakan bahwa motivasi karyawan secara signifikan mempengaruhi pengembangan karir karyawan, Supartha (2008) menyatakan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja UKM. dan Luc at. al. (2006) menyebutkan bahwa motivasi (pemberian kompensasi yang layak) berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.

George Boyne and Jay Dahya (2002) mengungkapkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi. Curtis C. Verschoor (1999) dalam penelitiannya menyatakan, perusahaan yang telah melaksanakan etika (budaya organisasi) memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerapkan etika sebagai bagian dalam internal kontrol. Sedangkan Denison Daniel R. and Mishra Aneil K (1995) menyatakan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan efektivitas organisasi (Kinerja). Demikian juga James L. Perry and

(45)

Lyman W. Porter (1982) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sikap, kepercayaan, kepentingan, berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi. Selanjutnya Su Maddock and Glenn Morgan (1998) menyatakan kolaborasi budaya, manajerial skil, sistem manajemen, moral karyawan berpengaruh sifnifikan terhadap pelayanan publik (kinerja). Susan Michie and Michael A. West (2004) mengungkapkan bahwa budaya organisasi, manajemen SDM, konsekuensi psikologis dan perilaku karyawan berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Sedangkan Ojo Olu (2010) menyebutkan bahwa budaya organisasi berpengarug signifikan terhadap kinerja perusahaan. Shakil (2012) menyatakan budaya organisai berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan di Comsats Institute di Pakistan. Demikian juga Kirkman Bradley L. and Shapiro Debra L. (2001) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan atas kepuasan kerja dan komitmen dari budaya yang berbeda.

Supartha (2008) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap budaya organisasi dan kinerja UKM. Demikian juga Kirkman Bradley L. and Shapiro Debra L. (2001) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan atas kepuasan kerja dan komitmen (kompetensi) dari budaya yang berbeda. Eleni et. al. (2005) menyatakan terdapat korelasi yang sangat kuat antara budaya organisasi dengan kepribadian (motivasi) seorang pemimpin. Sedangkan Chen (2004) menyatakan kompetensi mempunyai hubungan signifikan terhadap budaya organisasi dan Wen et. al. (2011) menyebutkan bahwa budaya yang berbeda akan mempengaruhi kepribadian (kompetensi) seseorang.

Supartha (2008) menyatakan bahwa Motivasi berpengaruh signifikan terhadap budaya organisasi dan kinerja UKM. Sedangkan Dana dkk. (2012) menyebutkan dalam penelitiannya dimana kepuasan kerja dan komitmen berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan koperasi krama Bali. Demikian

(46)

juga Suana et. al. (2014) dalam penelitiannya menyatakan ada kaitan antara budaya THK dengan lingkungan bisnis (motivasi). Sedangkan Kim (2012) menyatakan ada hubungan yang erat antara motivasi/kepribadian dengan budaya organisasi/lingkungan usaha demikian juga Bahattin and Muge (2010) menyatakan motivasi/kepribadian memiliki hubungan yang kuat dengan budaya organisasi/lingkungan usaha.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disajikan kerangka konseptual seperti Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual

Mengacu pada Gambar 3.1. tersebut, variabel yang mempengaruhi kinerja dapat diklasifikasi kedalam variabel internal (kepemimpinan, lingkungan kerja, kompetensi, dan motivasi) serta variabel eksternal (budaya THK, budaya organisasi, etika/perilaku, dan kepuasan kerja). Disisi lain variabel yang mempengaruhi budaya organisasi adalah; budaya THK, kompetensi dan motivasi.

KOMPETENSI

ETIKA / PERILAKU

KINERJA LPD

MOTIVASI

KEPUASAN KERJA KEPEMIMPINAN

LINGKUNGAN KERJA BUDAYA

ORGANISASI BUDAYA THK

(47)

Berdasarkan saling keterkaitan antara variabel tersebut, maka dapat dibangun model penelitian yang lebih sederhana seperti Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Kerangka Model Penelitian Keterangan :

: Pengaruh Langsung : Pengaruh Tidak Langsung

1). Hipotesis ke 1 (H1) : Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja LPD, mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh: Suharti, Teti (2006), Adrian (2011), Supartha (2012), Supartha (2013), Chen (2004).

2). Hipotesis ke 2 (H2) : Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja LPD, mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh: Moreno. et. al. (2010), Aworemi et . al. (2011), Suharti, Teti (2006), Supartha (2008) dan Luc at. al. (2006)

H5 H4

H1

H3

H2

KOMPETENSI KETUA LPD

MOTIVASI KETUA LPD

BUDAYA ORGANISASI

LPD

KINERJA LPD

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2.
Gambar 3.1.  Kerangka Konseptual
Gambar  3.2.  Kerangka Model Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa good corporate governance berpengaruh positif pada kinerja LPD, hal ini

Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian, maka implikasi praktis dari penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Penerapan nilai-nilai kepemimpinan

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan yang didapat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara variabel budaya

Dalam memberikan kredit, Terdakwa Sang Ayu Raiyoni bersama- sama dengan Ni Nyoman Nilawati dan juga Ni Made Sutria tidak berpedoman pada Sistem dan Prosedur Perkreditan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka pokok permasalahannya, yaitu apakah tingkat perputaran kas, tingkat suku bunga kredit dan pertumbuhan kredit secara

Uji Statistik t Berdasarkan hasil uji statistik t dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1 Pengaruh Kualitas Sistem Terhadap Efektivitas Sistem Informasi Akuntansi

Bagi Akademik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi dalam pengembangan ilmu manajemen khususnya ilmu manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan budaya

Syarifuddin, 2018 Dalam penelitian ini dapat memberikan kontribusi baru terhadap pengembangan pengetahuan yang ada dengan menghasilkan temuan-temuan empiris tentang pengaruh model