• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian 2.2 Kapal Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian 2.2 Kapal Perikanan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian

Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik sosio ekonomi, sosio politik, institusional dan lingkungan, serta hukum. Rangkaian dasar pikir dan kenyataan yang diuraikan di atas menjadi fenomena umum untuk Maluku. Secara geografis Kabupaten Maluku Tenggara terletak pada koordinat 131o – 133o5’ Bujur Timur dan 5o – 6,5o00’ Lintang Selatan, dengan batasannya Sebelah Utara dengan Papua Bagian Selatan,Sebelah Selatan Berbatasan dengan Laut Arafura, Sebelah barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar, Sebelah Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru.

Secara administrasi pemerintahan Ur Pulau terletak wilayah Kecamatan Kei Kecil Barat, cakupan wilayah dibatasi pada titik koorninat 505'45'' Bujur Timur dan 132032'30'' Lintang Selatan, sedangkan secara geografis di sebelah utara berbetasan dengan pulau-pulau Sepuluh (10) sebelah timur berbatasan dengan Pulau Warbal, sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Nuhuta. Kedalaman perairan antara 2 sampai 20 meter, dasar perairan berpasir terutama dibagian dekat pantai.

2.2 Kapal Perikanan

Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), yang dimaksud dengan kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang pelaksaannya atau kegiatannya dalam usaha penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan dalam beberapa kegiatan (seperti untuk research, traning, dan inspeksi sumberdaya perairan). Kapal merupakan suatu bangunan atau konstruksi terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi, dimana kapal ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Ayodhyoa (1972) mengartikan bahwa kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan pada usaha penangkapan

(2)

kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam rencana operasi.

Iskandar dan Imron (1993), mengemukakan bahwa kapal yang dibangun oleh suatu usaha perikanan tergantung dari besar kecilnya usaha tersebut. Besar kecilnya dari kapal yang dibuat, juga seringkali disebabkan berdasarkan tujuan dari daerah penangkapan serta fasilitas di “ fishing base ”.

Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), berpendapat bahwa kapal penangkapan ikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berdasarkan teknik pengoperasian alat yang digunakan, diantara :

1) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang diam/statis (static gear), contohnya gillnet, trammel net dan pancing;

2) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang ditarik (towed gear/dragged gear), contohnya pancing tonda, trawl, pukat ikan dan lainnya;

3) Kapal yang mengoperasikan alat yang tangkap dilingkarkan (encircling gear), seperti purse seine, paying dan dogol;

4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap yang berbeda (multipurpose).

Menurut Gunawan (1987), kapal ikan tradisional di Indonesia umumnya primitif sekali, tetapi modernisasinya dapat dipercepat terutama dengan adanya sistim motorisasi perikanan di indonesia. Motorisasi perikanan ini secara lambat laun akan merubah desain dan konstruksi kapal serta akan menggantikan kapal ikan tradisional di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Untuk mengetahui kecepatan kapal jukung

(3)

yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan akan dilakukan pendekatan berdasarkan beberapa parameter analisis.

Pasaribu (1986), menyatakan bahwa lebih dari 90 % kapal penangkap ikan yang ada di Indonesia beroperasi di perairan pantai dan pada umumnya sebagian besar dari kapal-kapal tersebut dibangun berdasarkan pengalaman tanpa menggunakan perhitungan-perhitungan yang pasti sebagaimana pembuatan kapal-kapal kayu yang dibangun secara modern, demikian juga dengan pembangunan kapal-kapal yang digerakan dengan motor atau tanpa motor. Kapal jukung merupakan salah salah satu jenis alat transportasi nelayan tradisional yang biasanya digunakan untuk melakukan usaha penangkapan ikan.

2.3 Dimensi Utama Kapal

Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal yang terdiri dari : 1) Panjang kapal (Length/L)

Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 bagian yaitu LOA, LPP dan LWL.

 Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak tegak lurus kapal yang diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan pada Gambar 2

LOA

(4)

khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 3).

AP LPP FP

Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LPP)

 Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan

linggi buritan (Gambar 4).

LWL

(5)

2) Lebar kapal (Breadth/B)

Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :

 Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada

lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 5).

 Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada

lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 5).

Gambar 5 Lebar kapal

(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

3) Dalam kapal (Depth)

Dalam suatu kapal dibedakan atas :

 Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 6).

 Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 6)  Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis

(6)

Gambar 6 Dalam kapal

(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)

Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi :

1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;

2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan

3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.

Iskandar dan Novita (2000) mengemukakan, bahwa rasio dimensi utama kapal penangkap ikan tradisional di Indonesia memiliki beberapa perbedaan nilai parameter pada badan kapal apabila dibandingkan dengan kapal Jepang, dengan demikian nilai kisaran yang dimiliki oleh kapal Jepang sebagian besar lebih besar dari parameter kapal Indonesia. Menurut Iskandar (2007), mengatakan bahwa apabila nilai L/B semakin mengecil maka nilai rasio akan berpengaruh terhadap kecepatan kapal, nilai L/D semakin membesar mengakibatkan kekuatan memanjang kapal menjadi lemah, sedangkan nilai dari B/D makin membesar maka akan memberikan stabilitas kapal yang baik namun propulsive ability akan memburuk.

(7)

2.4 Koefisien Balok (Coeffisien of block)

Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal, menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefenisikan sebagai kemampuan kapal tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen temporal. Momen ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di kapal, air di dek dan lain-lain.

Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air, distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap bidang horizontal.

Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal, coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det).

2.5 Parameter Hidrostatis

Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung ditas air. Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) selama kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draf. Beberapa parameter hidrostatis yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006) :

1) Volume displasement (∇), menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu.

2) Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu.

3). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 7).

(8)

(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) 4) Coefficient of prismatic (Cp),

displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A

Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar

5) Coefficient vertical prismatic (Cvp),

volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal

juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk vertikal (Gambar 8).

Gambar 8 Coefficient of

(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang) Gambar 7 Coefficient of block (Cb)

(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara

kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar 7).

al prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal. juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara

).

Coefficient of prismatic (Cp) dan coefficient vertical prismatic (Cvp) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

menunjukkan perbandingan antara volume kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang ) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal menunjukkan perbandingan antara kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal

kapal. Cvp badan kapal secara

(9)

6) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area (Gambar 9).

Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

7) Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat

persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cmengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 10).

Gambar 10 Coefficient of midship (C)

(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)

Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas

penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cmengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship. Koefisien bentuk kapal juga dipengaruhi oleh luas

(10)

disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan Yamazaki (1977), Tabel 1.

Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan

Kelompok kapal Kisaran nilai

Cb Cp C Cw Alat tangkap yang ditarik 0,58 – 0,67 0,66 – 0,72 0,88 – 0,93

Alat tangkap pasif 0,63 – 0,72 0,83 – 0,90 0,65 – 0,75 0,91 – 0,97

Alat tangkap yang 0,57 – 0,68 0,76 – 0,94 0,67 – 0,78 0,91 – 0,95 Dilingkarkan

2.6 Sistem Propulsi Kapal

Kapal yang sedang bergerak merupakan suatu benda yang terapung dan bergerak pada media air. Apabila kapal tersbut bergerak maka padanya akan mengalami hambatan (resistance force) dari media yang dilaluinya (Kilmanun, 1993).

Agar kapal dapat bergerak dengan sesuatu kecepata yang diinginkan, maka kapal tersebut harus diberikan suatu dorongan yang dihasilkan dari mesin induk ke baling-baling. Gaya dorong tersebut harus lebih besar dari besarnya tahanan yang bekerja pada badan kapal, dengan demikian gaya dorong merupakan fungsi dari bentuk badan kapal.

Apabila bentuk badan kapal didesain sebaik mungkin maka tahanan yang bekerja pada kapal tersebut akan lebih kecil, dengan demikian daya mesin penggerak yang dipergunakan akan lebih kecil pula. Untuk itu maka sisim penggerak atau propulsi kapal sangat penting peranannya dalam perencanaan sebuah kapal.

(11)

2.6.1 Mesin kapal

2.6.1.1 Mesin utama kapal ikan

Mesin utama kapal ikan yang pada umumnya digunakan saat ini adalah berdasarkan sistem pembakaran suatu motor maka dapat dibedakan menjadi motor listrik, motor pembakaran luar, dan motor pembakaran dalam. Pembakaran yang berlangsung didalam silinder disebut motor pembakaran dalam (Soenarto, 1985). Pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efesiensi eksplotasi kapal perikanan. Mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan (Trianto, 1985). Mesin induk merupakan mesin penghasil tenaga sebagai penggerak utama yang dilengkapi dengan adanya poros, baling-baling, bantalan tabung poros baling-baling (stren tube), kopling dan kemudi. Klasifikasi mesin pokok terdiri dari mesin uap torak, mesin uap turbin, turbin gas dan motor bakar (Trianto, 1985).

Soenarta dan Furuhama (1985), mengemukakan bahwa mesin kapal harus dipasang sedemikian rupa sehingga poros engkol yang dihubungkan dengan poros propeller agak menurun sedikit di buritan. Akan sangat baik kalau kemiringannya kecil yaitu tidak lebih dari 80. Kalau kemiringannya lebih besar akan mengurangi daya yang dikeluarkan sehingga kecepatan pun berkurang. Dudukan mesin harus satu sumbu dengan bantalan poros propeller dan dipasang secara tetap dan menetap kuat pada kapal.

Menurut Murdiyanto dan Iskandar (2004), mengemukan bahwa mesin kapal pada umumnya mempunyai konstruksi dan karakteristik yang berbeda dengan mesin yang ada didarat, yang menjadi pertimbangan utama pada mesin kapal adalah keselamatan. Mesin ini dipergunakan diperairan, dan apabila terjadi kecelakaan akan berakibat fatal. Ketika kapal sedang berlayar maka mesin kapal digunakan dengan waktu yang lama secara terus-menerus. Penggunaan mesin yang terus-menerus dan kurangnya perawatan akan menyebabkan adanya penurunan daya yang dikeluarkan. Penurunan daya ini menyebabkan putaran mesin mesin turun dan diteruskan dengan menurunnya putaran propeller yang menyebabkan kecepatan kapal berkurang.

(12)

atau proses lain-lain. Ditinjau dari segi cara memperoleh energi mesin kalor dibagi menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam. Mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin, melalui beberapa dinding pemisah. Pada umumnya mesin pembakaran dalam dikenal dengan motor bakar. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakasr itu sendiri sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja.

Menurut Echizen et. al., (1987), mesin kapal penangkap ikan adalah nama umum dari mesin yang mempunyai konstruksi dan penampilan yang cocok digunakan untuk menangkap ikan. Mesin kapal terdiri atas dua macam, yaitu mesin utama yang digunakan untuk memutar baling-baling atau sebagai tenaga penggerak kapal dan mesin bantu yang digunakan untuk membantu operasi penangkapan. Pada umumnya mesin utama dan mesin bantu adalah mesin pembakaran.

Penggunaan mesin dalam suatu usaha penangkapan merupakan suatu usaha modernisasi dalam bidang perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan. Perbedaan tenaga penggerak dari berbagai armada penangkapan akan memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan pada suatu daerah penangkapan (fishing ground) yang sama, (Jakobson, 1964).

Berdasarkan pemasangan mesin di kapal, mesin dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: mesin inboard yang pemasangannya diatas deck kapal sehingga dapat dibongkar pasang dengan mudah atau pemasangannya didalam deck. Mesin outboard dirancang untuk pelayaran yang memiliki dua jenis yaitu mesin yang dirancang khusus untuk di laut yang biasanya disebut marine engine yang umumnya terdapat di kapal layar serta jenis mesin yang kedua adalah mesin yang berporos panjang.

(13)

Berdasarkan letak pemasangan mesin outboard dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu: mesin yang dipasang disamping kapal, dibagian belakang kapal (buritan kapal), dan didalam kapal pada bagian buritan kapal (Traung, 1975).

Menurut Soenarta (1985), mesin tempel adalah salah satu jenis mesin outboard yang terdiri dari sebuah mesin, poros penggerak, gigi reduksi, poros baling-baling, dan baling-baling. Karakteristik dari mesin tempel adalah sebagai berikut :

1) Umumnya mesin tempel adalah mesin dua tak; 2) Menghasilkan daya keluaran per berat unit yang besar, 3) Beratnya ringan dan kompak; dan

4) Sangat mudah dibongkar dan dipasangkan pada kapal serta serta mudah dibawa-bawa.

Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) (1989)), menyebutkan bahwa posisi pemasangan mesin terhadap dudukan mesin haruslah sempurna untuk mencegah getaran mesin. Sudut pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin dapat telihat pada Tabel 2 :

Tabel 2 Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin Sudut inklinasi

Komponen instelasi Sisi kapal Depan dan belakang kapal

Statis Dinamis Statis Dinamis

Mesin utama 15° 22,5 ° 5 ° 7,5°

Menurut Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa persyaratan mesin yang layak pakai dan dapat pula dioperasikan yaitu harus memenuhi syarat BKI, mempunyai bobot yang relatif ringan dengan volume yang relatif kecil, pada kapal kekiri atau kekanan (oleng) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 22,50motor tetap dapat berfungsi, pada keadaan oleng arah membujur (trim) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 100 motor dapat befungsi, efisien dalam pemakaian bahan bakar, tidak menimbulkan getaran yang merugikan, mudah untuk diperbaiki

(14)

Prinsip kerja mesin diesel adalah mengisap udara di dalam tabung bahan bakar untuk untuk meningkatkan suhu dan tabung bakar atau silinder, apabila udara ini ditekan dalam silinder menyebabkan suhu dan tekan tekanan akan sangat tinggi secara tiba-tiba pada saat bahan bakar solar disemprotkan dalam bentuk embun sehingga terjadi pembakaran dalam silinder. Mesin diesel memanfaatkan pemuaian gas untuk membangkitkan tenaga putar propeller atau baling-baling.

2) Mesin bensin

Prinsip kerja mesin bensin sama saja dengan mesin diesel namun mesin besin menggunakan bahan bakar bensin dimana pembakaran terjadi di dalam silinder dengan cara percikan api listrik yang berasal dari accu, kelebihan dari mesin ini adalah lebih ringan dari mesin diesel. Mesin bensin biasanya digunakan pada kapal-kapal yang umumnya disebut mesin tempel.

2.6.1.2 Cara mengatur fungsi mesin bakar intern

Agar mesin yang tiap siklusnya terjadi empat kali langkah torak atau satu kali putaran poros engkol untuk menghasilkan satu kali langkah usaha yang terjadi pada saat itu adalah, langkah pemasukkan, langkah kompresi, langkah usaha/ekspansi, dan langkah pembuangan.

Mesin dua langkah lebih kecil ruang geraknya namun lebih besar tenaga (output) yang dihasilkan lebih besar dari mesin empat langkah, diman prinsip kerja dari mesin ini terjadi dua kali langkah torak atau satu putaran poros engkol untuk menghasilkan satu langkah usaha, selain itu mesin dua langkah lebih sederhana konstruksinya tidak banyak mengalami gangguan, mudah dipasang, namun dalam

(15)

proses pembakaran banyak menggunakan bahan bakar dan minyak pelumas serta ruang pembakaran dengan mudah kotor, keuntungannya yaitu lebih menguntungkan daripada kekurangannya sehingga sistim inilah yang digunakan pada mesin diesel.

2.6.2 Sistem poros dan baling-baling 2.6.2.1 Sistem poros

Poros merupakan suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan baling-baling kapal yang dimana daya penggeraknya diperoleh dari hasil kerja dari mesin kapal. Poros merupakan salah satu bagian yang penting dari setiap mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros mempunyai peranan penting dalam mentransmisikan daya (Sularso. 1983).

Poros merupakan suatu seri batang yang di pasang di mesin utama dan baling-baling (propeller) atau untuk meneruskan daya putar mesin utama ke baling-baling-baling-baling atau meneruskan dorongan air yang dihasilkan dengan perputaran baling-baling ke kapal melalui roda pelor pendorong (Echien el. al, 1987).

Firnasari (2004), mengemukakan bahwa poros baling-baling merupakan penghubungkan anatara mesin dan baling-baling. Perputaran putar dari poros mengakibatkan baling-baling juga ikut berputar. Berputarnya baling-baling mengakibatkan perpindahan massa air yang berada didepan baling-baling ke belakang baling-baling, perpindahan massa air tersebut mengakibatkan kapal dapat bergerak maju.

Akasaka T dan Tower B (1988) menyampaikan bahwa poros baling-baling berfungsi untuk menyalurkan gaya dari mesin induk ke baling-baling dan sekaligus merndamkan getaran oleh mesin dan baling-baling ke seluruh bagian tubuh kapal.

(16)

2). Spindel, poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, yang disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti

3). Gardan, seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh perputar, yang mana disebut gardan. Gardan ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.

(2) Hal-hal penting dalam perencanaan poros

Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1) Kekuatan poros, dimana suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau

lentur, atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.

2) Kekakuan Poros, apabila sebuah poros mempunyai kekuatan yang kuat tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan menakibatkan ketidak telitian atau getaran dan suara. Disamping itu kekuatan poros, kekakuannya juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.

3) Putaran Kritis, apabila suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya, maka putaran ini disebut

(17)

putaran kritis. Hal tersebut dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik dan lain-lain, dan dapat mengakibatka kerusakan pada poros dan bagian lainnya. 4) Korosi, bahan-bahan tahan terhadap korosi (temasuk plastik) harus dipilih untuk

poros baling-baling dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian halnya untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.

5) Bahan Poros, poros untuk mesin umumnya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut dahan S-C) yang dihasilkan dari ingot yang di-“kill” (baja yang dideoksidasikan dengan ferrerolikondan dicor, kadar karbon terjamin).

(3) Poros dengan beban puntir dan beban lentur

Poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros motor dengan sebuah kopling, tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter poros tersebut dapat lebih kecil. Jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa lenturan, tarikan, atau tekanan, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan tersebut perlu diperhintungkan dalam faktor keamanan yang diambil.

Pada umumnya poros meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi, dan rantai. Dengan demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan beban lentur sehingga pada permukaan akan terjadi tegangan geser karena momen puntir dan tegangan karena momen lentur.

2.6.3 Sistem baling-baling kapal

Baling-baling merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam sistem propulsi kapal yang menghasilkan gaya dorong (penggerak) untuk mengantisipasi tahanan yang dialami kapal dan hanya dapat bekerja atas dasar putaran mesin induk kapal. Mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan dalam perencanaan propulsi kapal (Djatmiko et al, 1983).

(18)

prinsip dari perputaran mur pada baut. Bila diputar satu kali, baut akan bergerak maju sepanjang langkah ulirnya (Pitch). Penerapannya pada baling-baling, dengan mengasumsikan bahwa tidak memiliki viskositas maka dalam suatu kisaran baling-baling akan bergerak maju sejauh jarak pitch. Dalam keadaan slip nol, kapal tidaj bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling (Sumarlan, 1983). Dalam keadaan tidak bergerak, namun baling-baling tetap berputar, maka baling-baling berada dalam keadaan slip 100% (Attwood & Pangelly, 1967). Deskripsi tentang slip diperlihatkan pada Gambar 11.

J Jaarraakkmmaajjuussaattuuppuuttaarraann S Slliipp A Arraahh G Geerraakkaann P Puuttaarraann DD mmaajjuu Pitch

(19)

Menurut Djatmiko et al (1983), menyatakan bahwa mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perencanaan propulsi kapal. Menurut Suzuki, (1978), bahwa apabila kecepatan sebuah kapal melebihi kecepatan yang diperlukan oleh kapal maka akan mengakobatkan kapal tersebut tidak efisien. Hal tersebut disebabkan karena untuk menambah daya dorong (HP) lebih dari kecepatan yang sesuai, tidak hanya menyebabkan mesin yang digunakan terlalu besar, tetapi akan menyebabkan konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya perubahan kecepatan yang berarti.

2.6.3.2 Elemen baling-baling

Baling-baling mempunyai fungsi sebagai alat mempercepat air yang melewati bidang pinggiran baling-baling dari reaksi yang timbul akibat percepatan air tersebut mengahsilkan daya dorong ke muka. Jadi timbul perubahan momentum dimana yang semula diam, karena aksi baling-baling mengakibatkan terjadinya percepatan air.

Ditinjau dari teori elemen daun, propeller merupakan baling-baling angkat (lifting vane) dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah gaya dorong dan tenaga putar (Olson, 1965).

Prinsip kerja elemen daun baling-baling berdasarkan perbedaan tekanan pada kedua sisi baling-baling dimana kecepatan aliran air pada bagian punggung lebih besar dari sisi muka sehingga tekanan pada bagian punggung yang lebih tinggi, perbedaan tekanan inilah yang menghasilkan daya angkat (Sutrisno, 1982). Tekanan pada bagian punggung merupakan tekanan negative karena seolah-olah terjadi hisapan dan baling-baling mendapatkan tekanan dorong dari hasil hisapan tersebut (Attwood dan Pangelly, 1967).

(20)

Pressure zon

Face Gambar 12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling (Attwood & Pangelly,

1967).

2.6.4 Klasifikasi baling-baling

2.6.4.1 Berdasarkan karakteristik pitch

1. Baling-baling Pitch Tetap

Picth dari baling-baling ini terpasang tetap pada bos dan tidak berubah-ubah. Jenis baling-baling ini terbagi atas dua, yaitu picth tetap bervariasi dalam arah radial (Harval, 1992). Menurut Djatmiko et al (1983), picth (P) adalah jarak aksial yang dicapai setiap satu kali berputar. Pada pembebanan yang tinggi baling-baling ini tidak dapat dimanfaatkan daya motor yang baik (Nierich dkk 1984).

2. Baling-baling Kendali Daun

Baling-baling picthnya dapat dikontrol, sehingga lanjut kisarannya dapat dikontrol. Dengan demikian seluruh daya motor dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam kondisi benda yang berbeda-beda. Keuntungan lain adalah kemampuan olah gerak yang cepat dan tanpa harus berhenti, berbalik atau merubah arah putaran dan praktis untuk mengatasi getaran karena adanya torsi.

(21)

2.6.4.2 Berdasarkan struktur mekanik

Monoblok propeller adalah baling-baling dimana terpasang tetap pada bos sehingga tidak dapat dipisahkan.

2.6.4.3 Baling-baling assembling

Baling-baling assembling adalah daun dan bos dapat dipisahkan. Hal ini memberikan keuntungan karena daun dapat diganti karena rusak, namun berdampak pada efisiensi.

2.6.4.4 Berdasarkan arah putaran

Arah rotasi adalah putaran baling-baling yang berputar dari kanana menurut arah jarum jam yang akan memutarkan baling-baling pada rotasi maju atau sebaliknya, jika dilihat dari buritan, jika dilihat dari buritan (Rawson,1984). Pada kapal berbaling-baling, dikenal dengan baling-baling putaran kiri dan baling-baling kanan, sedangkan kapal berbaling-baling dua dan putaran dalam. Menurut (Yamamoto. 1982), bahwa baling-baling kanan berputar kekanan dan baling-baling kiri berputar ke kiri maka pasangan baling-baling demikian disebut putaran ke kanan, maka putarannya disebut putaran kedalam (Inward turning).

2.6.4.5 Berdasarkan jumlah daun

Berdasarkan jumlah daun, baling-baling dapat diklasifikasikan menjadi baling-baling berdaun dua, baling-baling berdaun tiga, baling-baling berdaun empat dan lain-lain. Pemilihan jumlah daun baling-baling yang digunakan tergantung dari beban gaya dorong dan tingkat getaran (Olson, 1965).

2.6.4.6 Berdasarkan ukuran

Berdasarkan ukuran, baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan motor penggerak yang digunakan pada kapal dan daya motor yang dipakai oleh motor penggerak kapal. Dilihat dari jenisnya, baling-baling mempunyai kode tertentu, dimana kode tersebut menunjukkan ukuran dari setiapbaling-baling

(22)

pelayaran menuju fishing ground dan kecepatan pengajaran ikan. Kecepatan juga diperhitungkan pada saat kembali menuju pangkalan pendaratan ikan fishing port agar ikan-ikan hasil tangkapan dapat secepatnya diproses sehingga kesegaran ikan masih sangat baik.

Menurut Trianto (1985) pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efisiensi eksploitasi kapal perikanan, mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan. Untuk itu dalam pemilihan mesin haruslah disesuaikan dengan kapal yang kita miliki.

Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan kecepatan kapal adalah faktor-faktor dimensi utama, displacement, bentuk badan kapal yang berada dalam air, trim, dan mesin penggerak. Dimensi utama kapal, semakin besar ukuran nilai panjang kapal (L), dengan besaran nilai lebar (B) tetap, maka kecepatan akan bertambah baik. Secara tidak langsung dimensi kapal sangat mempengaruhi kecepata kapal seperti panjang kapal (Length, L), lebar (Lebar, B), serta dalam kapal (Depth,D). Menurut Fyson (1985), mengemukankan bahwa dimensi rasio kapal seperti L/B, L/D, B/D, L/B, sangatlah berpengaruh terhadap kecepatan maju kapal, menurunnya nilai perbandingan L dan B (L/B) sehingga menyebabkan menurunnya kecepatan kapal.

Novita dan Iskandar (2008), mengemukakan bahwa tahanan gerak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan kapal yang dihasilkan oleh kasko kapal pada saat terjadinya interaksi an atara alairan air dengan kasko kapal. Semakin besarnya tahanan gerak yang dihasilkan, sehingga tenaga yang yang dibutuhkan semakin besar yang dibutuhkan pada kapal untuk melaju di laut. Kecepatan yang dibutuhkan tiap kapal berbeda-beda tergantung dari alat tangkap

(23)

yang dioperasikan, selain itu juga dipengaruhi oleh ukuran panjang, lebar dan dalam, coefisien of fineness, displecement, trim, bentuk kapal dibawah air dan kekuatan mesin.

Kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara kecepatan kapal (V/L, V: kecepatan kapal dalam knots dan L: panjang kapal dalam meter) mendekati 1,0 untuk kapal-kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8 (Nomura dan Yamazaki, 1977). Selain itu Munro dan Smith (1975), mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi efisiensi propulsi dan kecepatan kapal anatara lain letak mesin, konstruksi kasko serta efesiensi baling-baling.

Fyson (1995) menyatakan tahanan kapal pada kecepatan yang diberikan merupakan daya yang dikehendaki untuk melaju pada perairan tenang, diasumsikan bahwa tidak terdapat gangguan pada mesin penggerak kapal. Bila kapal mengalami penambahan beban, disebut tahanan badan kapal pada saat kapal kosong. Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan tersebut effective horse power (EHP), dalam penentuan HP dikenal beberapa istilah, yaitu :

1) Indicated horse power (IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak; 2) Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila; 3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros

baling-baling; dan

4) Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakakan kapal.

2.8 Sudut jatuh poros

Sudut jatuh poros dapat mempengaruhi kecepatan kapal. Menurut Firnasari (2004), mengemukakan bahwa untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros yang masuk kedalam air dengan menggunakan alat ukur (waterpass) pada satu sudut yang sejajar dengan permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga sudut yang terbentuk dapat terlihat dibusur. Untuk mengetahui berapa besarnya sudut

(24)

Gambar

Gambar 2  Ukuran panjang total kapal (LOA)
Gambar  3  Ukuran panjang garis tegak  (LPP)
Gambar 5 Lebar kapal
Gambar  6  Dalam kapal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kota Batu baik untuk kegiatan belanja langsung

hasil analisis data didapatkan bahwa pemberian berbagai bentuk sediaan daun pegagan baik dalam bentuk ekstrak, daun segar, maupun bentuk air rebusan mampu menurunkan

Tantangan terbesar dalam pemanfaatan daun suji sebagai pewarna adalah warna hijau klorofilnya yang mudah sekali rusak selama proses pengolahan dan

Dari hasil kajian dengan menggunakan metode Bootstrap Aggregating (Bagging) regresi logistik biner diperoleh tiga variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap

Na-CMC ditambahkan dalam jumlah yang sedikit sehingga antar perlakuan ada yang tidak berbeda nyata, tetapi meskipun sedikit, lama kelamaan akan memberikan hasil total

Kemudian pada tanggal 18 Juli 1998 KUD Setia Kawan mengadakan perubahan mendasar sesuai dengan basic usaha anggota yaitu usaha sapi perah, maka KUD Setia Kawan berubah menjadi

1. Antibodi terhadap protein nonhiston yang terikat pada RNA 4. Anggota keluarga mempunyai risiko yang meningkat untuk menderita LES dan hingga 20% pada kerabat tingkat

Dalam rangka menilai tingkat kemajuan atau perkembangan desa, maka Desa dibagi menjadi 3 (tiga) klasifikasi yaitu: Desa Mandiri, Desa Berkembang, dan Desa Tertinggal. Desa