• Tidak ada hasil yang ditemukan

SILASE AMPAS SAGU SEBAGAI PAKAN DASAR PADA KAMBING KACANG SEDANG TUMBUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SILASE AMPAS SAGU SEBAGAI PAKAN DASAR PADA KAMBING KACANG SEDANG TUMBUH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SILASE AMPAS SAGU SEBAGAI PAKAN DASAR PADA

KAMBING KACANG SEDANG TUMBUH

(Sago Waste Silage as Basal Diet for Growing Goats)

KISTON SIMANIHURUK,A.CHANIAGO danJ.SIRAIT

Loka Penelitian Kambing Potong PO Box 1 Sei Putih, Galang, 20585 Sumatera Utara

ABSTRACT

Sago waste is a by-product of sago palm processing that is potential to be used as feedstuff for goat. Fifteen heads of male Kacang goat in growing phase (average initial body weight is 11.44 ± 1.23 kg) were used on an-experiment to study the effect of sago waste silage as basal feed to replace grasses on its growth. This experiment was run in completely randomized design which consisted of 3 feed treatments and 5 replications. The animals were allocated randomly into feed treatments. The composition of concentrate, native grass and residues of sago palm silage for R0, R1, and R2 were 60 : 40 : 0%; 60 : 20 : 20% and 60 : 0 : 40% respectively. The crude protein of concentrate was 16% while digestible energy 2.8 kcal/kg. The ration was offered at 3.8% of body weight based on dry matter. The result showed that all variables observed were not affected by grasses substitution by sago waste silage (P > 0.05). The highest dry matter intake, dry matter and organic matter digestibility, average daily gain, feed efficiency and income over feed cost were found in R2 treatment. It was concluded that residue of sago palm silage can be used as goat basal diet till 40%. Sago waste silage is one of alternative basal diet to substitute grass.

Key Words: Residues of Sago Palm, Silages, Basal Feed, Kacang Goats

ABSTRAK

Ampas sagu merupakan limbah yang berasal dari pengolahan tanaman sagu menjadi tepung sagu, memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber bahan pakan ternak kambing. 15 ekor kambing Kacang jantan fase pertumbuhan (rataan bobot badan awal 11,44 ± 1,23 kg) digunakan dalam penelitian untuk mempelajari pengaruh pemanfaatan silase ampas sagu sebagai pakan basal pengganti rumput terhadap pertumbuhannya. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas 3 perlakuan pakan dan 5 ulangan. Ternak secara acak dialokasikan ke dalam perlakuan pakan yaitu perbandingan komposisi persentase konsentrat : rumput lapangan: silase limbah sagu (bahan aditif molases 15%) adalah: 60 : 40 : 0; 60 : 20 : 20 dan 60 : 0 : 40% berturut-turut sebagai perlakuan pakan R1, R2 dan R3. Ketiga jenis komponen pakan diupayakan memiliki kandungan protein kasar 16% dan DE 2,8 kkal/kg. Pemberian pakan sebanyak 3,8% dari bobot badan berdasarkan bahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering pakan, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot hidup, efisiensi penggunaan pakan dan income over feed cost tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05). Konsumsi bahan kering pakan terbesar diperoleh pada perlakuan pakan R2, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot hidup harian efisiensi penggunaan pakan dan nilai income over feed cost tertinggi diperoleh pada perlakuan R2. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa silase ampas sagu sebesar 40% yang menggunakan bahan aditif molases 15%, dapat digunakan sebagai pakan basal pengganti rumput untuk ternak kambing. Kata Kunci: Ampas Sagu, Silase, Pakan Dasar, Kambing Kacang

PENDAHULUAN

Peningkatan populasi dan produktivitas ternak ruminansia termasuk kambing di Indonesia belum memperlihatkan hasil yang optimal. Sementara itu, permintaan akan daging setiap tahun terus meningkat terutama

pada hari-hari besar keagamaan. Salah satu kendala yang dihadapi oleh usaha ternak ruminansia adalah belum tercukupinya kebutuhan nutrisi terutama protein pakan, hal ini mengakibatkan tumbuh kembang ternak belum sesuai dengan yang diharapkan. Hijauan yang merupakan sumber pakan utama ternak

(2)

ruminansia di Indonesia kebanyakan bermutu rendah yang dicirikan tinggi serat kasar, rendah protein, energi dan mineral. Sementara itu, penanaman tanaman pakan ternak (rumput dan leguminosa berkualitas) juga memiliki kendala karena terbatasnya lahan, yang sebagian besar sudah digunakan untuk kepentingan non pertanian. Oleh karena itu, untuk mendukung swasembada daging hanya mungkin dicapai selain dengan penambahan populasi ternak dan penggunaan teknologi, juga tidak kalah pentingnya memanfaatkan sumber daya pakan yang ada.

Pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal merupakan langkah strategis dalam upaya mencapai efisiensi usaha produksi ternak ruminansia termasuk kambing. Hal ini akan semakin nyata apabila sumber daya tersebut bukan merupakan kebutuhan langsung bagi kompetitor, seperti manusia atau jenis ternak lain. Oleh karena itu, pakan sangat erat kaitannya dengan produktivitas dan biaya produksi, maka pemanfaatan bahan baku lokal secara efisien akan berpengaruh nyata terhadap perkembangan ternak ruminansia. Penetapan prioritas bahan baku lokal perlu didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan daya kompetisi secara ekonomi dan kualitas. Kriteria yang perlu menjadi perhatian dalam kaitannya dengan efisiensi dan kompetisi adalah jumlah dan ketersediaan bahan pakan. Disebut efisien jika bahan pakan tersebut tersedia dalam jumlah yang besar, tersedia sepanjang tahun dan terkonsentrasi. Bahan baku yang memiliki karakter tersebut umumnya terkait dengan industri, yang menghasilkan berbagai produk baik yang bersifat sampingan maupun limbah.

Hamparan sagu liar di Indonesia memiliki luas 1,5 juta hektar. dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat diproduksi sagu sebanyak 15 juta ton karena setiap batang sagu menghasilkan 200 kg sagu (PRASTOWO, 2007). Limbah pengolahan sagu (ela sagu) yang didapatkan pada proses pengolahan tepung sagu dengan perbandingan 1 : 6 (RUMALATU, 1981). Berdasarkan proporsi tersebut jumlah limbah sagu sebanyak 245.000 ton/hari. Jumlah limbah yang banyak ini sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal, hanya dibiarkan menumpuk dilokasi pengolahan tepung sagu sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah sagu ini

cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing. Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada limbah sagu yaitu: protein kasar sebesar 3,36%; NDF 87,40%; ADF 42,11 dan energi kasar 4.148 kkal/kg (NURKURNIA, 1989;

TRISNOWATI, 1991), relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput. Berdasarkan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah sagu diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi.

Limbah pengolahan sagu termasuk kategori limbah basah (wet by-products) karena masih mengandung kadar air 70 – 80%, sehingga dapat rusak dengan cepat apabila tidak segera diproses. Perlakuan melalui pengeringan membutuhkan biaya yang relatif tinggi, sehingga perlu dikembangkan melalui teknologi alternatif lain agar produk tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih efisien. Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis. Silase merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan bahan kering 30 – 35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah, atau wadah lain yang prinsipnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi fermentasi (SAPIENZA dan BOLSEN, 1993). Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain bahan kering, kandungan gula bahan juga merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (KHAN et al., 2004). Pada fase awal proses ensilase, enzim yang bekerja dalam proses respirasi pada bahan mengoksidasi karbohidrat yang terlarut, menghasilkan panas dan menggunakan gula-gula yang seyogyanya siap pakai untuk proses fermentasi. Kehilangan gula pada proses respirasi merupakan hal yang menyulitkan baik dari sudut pandang pengawetan melalui proses pembuatan silase maupun dari segi nilai nutrisinya. Gula merupakan substrat bagi bakteri penghasil asam laktat yang akan menghasilkan asam yang berfungsi sebagai pengawet bahan yang disilase tersebut.

(3)

Mengingat ampas sagu mempunyai potensi yang tinggi sebagai bahan pakan ternak ruminansia termasuk kambing, maka perlu dicoba pemanfaatannya dalam bentuk silase. Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian pemanfaatan silase ampas sagu sebagai pakan basal untuk menggantikan rumput pada ternak kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi rumput dengan silase ampas sagu sebagai pakan dasar pada kambing Kacang jantan sedang tumbuh.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan dan laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih dan laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Lima belas ekor kambing Kacang jantan sedang tumbuh (rataan bobot badan awal 10,57 ± 2,23 kg), ditempatkan dalam kandang individu, dilengkapi dengan palaka yang terbuat dari papan. Air minum disediakan secara bebas dalam ember plastik hitam berkapasitas 5 liter. Ternak secara acak dialokasikan ke dalam 3 perlakuan pakan (5 ekor per perlakuan). Sebelum pelaksanaan percobaan pakan kepada semua ternak percobaan diberikan racun cacing (Kalbazen

liquid) untuk mencegah pengaruh parasit usus

dan pengobatan lainnya dilakukan bila terjadi gejala penyakit seperti skabies, penyakit mata dan lain sebagainya.

Perlakuan pakan pada percobaan adalah sebagai berikut:

R1: Konsentrat 60% + rumput lapangan 40% R2: Konsentrat 60% + rumput lapangan 20%

+ silase ampas sagu 20%

R3: Konsentrat 60% + silase ampas sagu 40% Ampas sagu diperoleh dari pabrik pengolahan sagu di Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai. Tahap awal pembuatan silase adalah melakukan pencacahan ampas sagu dengan menggunakan mesin pencacah, kemudian melakukan pengurangan kadar air ampas sagu (menggunakan panas matahari) selama ± 6 – 8 jam tergantung intensitas sinar matahari sehingga kadar air limbah sagu tersebut berkisar 50 – 55%, kemudian diproses menjadi silase melalui cara

dicampur dengan bahan aditif yaitu molases/ gula tetes 15% untuk merangsang aktivitas mikroba dalam proses fermentasi pembuatan silase, serta untuk meningkatkan kandungan energi dan protein silase yang dihasilkan nantinya. Setelah dicampur merata dimasukkan ke dalam kantong (dua lapis) dengan ukuran 50 kg, dipadatkan untuk meminimumkan udara (proses fermentasi anaerob). Kemudian disimpan ditempat teduh (bebas sinar matahari) selama ± 3 minggu tergantung cepat lambatnya proses silase. Setelah 3 minggu diambil sampel silase ampas sagu sebanyak 500 gram untuk dianalisis kandungan nutriennya.

Bahan penyusun konsentrat adalah dedak halus, jagung giling, bungkil kelapa, urea, tepung ikan, tepung tulang, ultra mineral dan garam. Konsentrat ketiga perlakuan pakan memiliki kandungan energi dan protein yang berbeda, sehingga setelah diketahui kandungan nutrisi silase limbah sagu maka setiap perlakuan pakan diupayakan memiliki kandungan energi (DE 2,8 kkal/kg) dan protein (16%) seperti yang disajikan pada Tabel 1. Pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan bahan kering pakan untuk setiap ekor kambing dan diasumsikan bahwa kebutuhan adalah sebesar 3,8% dari bobot badan berdasarkan bahan kering (NRC, 1981). Komponen konsentrat dan silase limbah sagu pada penelitian ini adalah berbeda. Konsentrat dan silase ampas sagu dicampur secara merata sebelum diberikan kepada ternak percobaan (pagi jam 9.00 WIB), sedangkan rumput diberikan pada sore hari (jam 16.00 WIB). Ternak dibiarkan beradaptasi dengan perlakuan pakan selama 2 – 3 minggu sebelum pengumpulan data dilakukan. Konsumsi pakan dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya. Pertambahan bobot badan harian diperoleh dari penimbangan ternak penelitian setiap minggu selama 12 kali penimbangan.

Untuk mengetahui tingkat kemampuan ternak mencerna nutrien yang dikonsumsi dilakukan pada minggu terakhir masa pengamatan, dengan cara menimbang jumlah pemberian dan sisa pakan serta jumlah produksi feses dan urin yang dihasilkan setiap hari. Contoh bahan (pakan, sisa pakan dan feses) ditimbang dan selanjutnya untuk kepentingan analisis, ditetapkan subcontoh sebanyak 10% dari jumlah koleksi setiap harinya. Subcontoh selama periode

(4)

Tabel 1. Komponen dan kandungan nutrisi perlakuan pakan penelitian

Perlakuan pakan Komponen pakan dan

kandungan nutrisi

R1 R2 R3

Konsentrat 60% 60% 60%

Rumput lapangan 40% 20% 0%

Silase ampas sagu 0% 20% 40%

PK 16% 16% 16%

DE 2,8 Mkal/kg 2,8 Mkal/kg 2,8 Mkal/kg

pengamatan disatukan dalam satu kantong plastik dan secara komposit ditetapkan 10% untuk kepentingan analisis. Contoh yang telah kering dihaluskan dengan alat penghalus dan melewati saringan yang berukuran 0,8 mm.

Analisis kimia sampel pakan (konsentrat, rumput lapangan dan silase ampas sagu) dilakukan sesuai dengan metode analisis proksimat. Analisis bahan kering dilakukan dengan metode pemanasan di dalam oven 60ď‚°C selama 48 jam dan 140ď‚°C selama 2 jam. Analisis protein kasar dilakukan dengan cara mengukur kandungan total nitrogen contoh dengan menggunakan macro-Kjeldahl (AOAC, 1990). Analisis kandungan serat (serat deterjen netral dan serat deterjen asam) ditentukan menurut metode GOERING dan VAN SOEST

(1970), kandungan energi ditentukan dengan menggunakan alat bomb calorimeter,

sedangkan kandungan abu dilakukan dengan membakar contoh dalam tanur dengan suhu pembakaran 600ď‚°C selama 6 jam.

Peubah yang diamati adalah tingkat konsumsi, kecernaan, pertambahan bobot hidup harian (PBHH), efisiensi penggunaan pakan dan income over feed cost (IOFC). Pengamatan jumlah konsumsi dilakukan setiap hari dengan cara menimbang jumlah pakan yang diberikan dan sisa pada keesokan harinya. Kecernaan pakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecernaan pakan semu. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menilai daya cerna pakan percobaan, dan diukur dengan persamaan:

I - If

D = Ă— 100% If

D : Kecernaan

I : Zat makanan yang dikonsumsi If : Zat makanan pada feses

Pertambahan bobot hidup harian dihitung berdasarkan data bobot hidup yang diperoleh dari penimbangan ternak setiap minggu selama 12 minggu masa pengamatan. Efisiensi penggunaan pakan dihitung berdasarkan data pertambahan bobot hidup per unit bahan kering pakan yang dikonsumsi (TILLMAN et al., 1998). Nilai income over feed cost (IOFC) diperoleh berdasarkan perhitungan dari harga penjualan ternak setelah dikurangi biaya pakan. Dilakukan perhitungan yang akurat untuk mendapatkan biaya per kg silase ampas sagu sehingga diketahui harga pakan penelitian.

Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan pakan dan 5 ulangan (STEEL dan TORRIE, 1993). Setiap ulangan terdiri atas satu ekor kambing, sehingga jumlah ternak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 15 ekor. Data yang diperoleh diolah dengan analisis keragaman menurut petunjuk SAS (1998), dan bila hasil analisis keragaman menunjukkan terdapat pengaruh nyata (P < 0,05) dari perlakuan terhadap peubah yang diukur, maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (KAPS dan LAMBERSON, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi kimia pakan penelitian

Komposisi kimia silase ampas sagu, rumput lapangan dan konsentrat penelitian disajikan pada Tabel 2. Kandungan protein kasar, NDF, ADF dan energi kasar silase limbah sagu yang digunakan pada penelitian ini berturut-turut adalah 6,93; 64,23; 39,87% dan 4,445 kkal/kg. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan silase dapat meningkatkan kandungan protein kasar

(5)

Tabel 2. Komposisi kimia pakan penelitian

Jenis bahan pakan GE kkal/kg BK (%) BO (%) PK (%) NDF (%) ADF (%)

Ampas sagu 3.912 54,03 48,75 5,02 67,78 43,47

Silase ampas sagu 4.445 52,31 47,37 6,93 64,23 39,87

Rumput lapangan 3.796 90,50 81,82 9,28 65,34 41,76

Konsentrat-1 (R1) 3.813 90,83 81,39 16,39 37,23 18,65 Konsentrat-2 (R2) 3.775 90,81 80,98 17,51 34,42 17,78 Konsentrat-3 (R3) 3.707 91,03 81,42 18,48 34,65 18,43

(relatif kecil) dan menurunkan kandungan NDF dan ADF juga meningkatkan kandungan energi kasar. BINTORO et al. (1990); NURKURNIA (1989) dan TRISNOWATI (1991) menyatakan bahwa kandungan nutrisi yang terdapat pada ampas sagu seperti: protein kasar sebesar 3,4%; NDF 87,40%; ADF 42,11 dan energi kasar 4.148 kkal/kg. Kandungan NDF silase ampas sagu relatif sama dengan NDF rumput Pennisetum purpureuphoides yaitu 63,67%, sedangkan kandungan ADF relatif sebanding dengan kandungan ADF

Stenotaphrum secundatum yaitu 37,35% (GINTING dan TARIGAN, 2006).

Kandungan protein kasar, NDF, ADF dan energi kasar rumput lapangan berturut-turut adalah 9,28; 65,34; 41,76% dan 3.796 kkal/kg. Protein kasar rumput lapangan pada penelitian ini relatif sebanding dengan yang didapatkan oleh POND et al. (1994) yang melaporkan bahwa kandungan protein kasar rumput alam di Indonesia adalah 7 – 14%. Berdasarkan komposisi kimiawi silase limbah sagu yang diperoleh pada penelitian ini, maka silase limbah sagu potensial untuk digunakan sebagai sumber energi pada komponen pakan ternak ruminansia termasuk kambing.

Konsumsi bahan kering pakan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa total konsumsi bahan kering pakan tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05) seperti yang disajikan pada Tabel 3. Tingkat konsumsi bahan kering pakan berdasarkan persen bobot hidup berkisar antara 3,35 – 3,37% yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan produksi kambing selama penelitian. Pada penelitian ini rataan bobot hidup kambing

adalah sekitar 15 kg (rataan bobot hidup selama 12 minggu), NRC (1981) menyatakan bahwa kambing yang memiliki bobot hidup 15 kg, untuk menghasilkan pertambahan bobot hidup harian 75 g, jumlah pemberian bahan kering pakannya adalah 3,5% dari bobot hidup. SIMANIHURUK et al. (2008) melaporkan bahwa pemberian silase pelepah kelapa sawit 40%, rumput 20% dan konsentrat 40% dalam komponen pakan kambing Kacang, konsumsi bahan keringnya sebesar 324,27 g/e/h (gram/ekor/hari). SIANIPAR et al. (2008)

menyatakan bahwa pemberian pakan silase kulit buah kakao sebanyak 20% menggantikan rumput pada kambing Boerka, konsumsi bahan keringnya sebesar 414,23 g/e/h. Konsumsi bahan kering kedua penelitian tersebut lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi ketiga perlakuan pakan pada penelitian ini.

Tabel 3. Konsumsi bahan kering pakan Perlakuan pakan Uraian R1 R2 R3 Konsentrat (g/e/h) 292,17 305,19 305,06 Rumput lapangan (g/e/h) 192,96 98,36 0,00 Silase ampas sagu

(g/e/h) 0,00 99,02 187,29 Total konsumsi pakan (g/e/h) 484,36 502,57 492,35 % Bobot hidup 3,35 3,37 3,36 R1: Konsentrat 60% + rumput lapangan 40% R2: Konsentrat 60% + rumput lapangan 20% +

silase ampas sagu 20%

R3: Konsentrat 60% + rumput lapangan 0% + silase ampas sagu 40%

(6)

Konsumsi bahan kering yang relatif sama pada ketiga perlakuan pakan, diduga karena silase limbah sagu memiliki palatabilitas yang cukup tinggi. Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas jenis makanan yang diberikan. Tidak adanya gangguan penggunaan silase limbah sagu terhadap nafsu makan ternak pada penelitian ini menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin disebabkan aroma silase limbah sagu disukai oleh ternak, sehingga pakan yang diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Molases yang digunakan sebagai bahan aditif silase limbah sagu pada penelitian ini diduga mempengaruhi palatabilitas limbah sagu. Kandungan gula yang terdapat pada silase limbah sagu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi palatabilitas. GINTING et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan gula yang terdapat pada suatu jenis bahan pakan dapat meningkatkan konsumsi pada ternak kambing.

Kecernaan bahan kering dan bahan organik Kecernaan zat-zat makanan dari pakan akan menentukan kualitas dan nilai biologisnya, karena akan diperoleh berapa persen yang dapat dicerna dan berapa dikeluarkan melalui feses. Zat makanan yang terkandung di dalam bahan makanan tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan dipengaruhi bentuk fisik pakan, jumlah bahan makanan yang diberikan dan komposisi bahan makanan itu sendiri.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05) seperti yang dicantumkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kecernaan bahan kering dan bahan organik

Perlakuan pakan Uraian

R1 R2 R3

Bahan kering (%) 62,16 64,07 62,98 Bahan organik (%) 60,78 63,30 61,62

Hal ini berlaku diduga terkait dengan konsumsi bahan kering pakan yang juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan. GINTING et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian

silase limbah nenas sebanyak 50% dan konsentrat 50% dalam komponen pakan kambing Boerka, kecernaan bahan keringnya sebesar 64,40%, angka ini relatif sebanding dengan perlakuan pakan R2 pada penelitian ini. Rataan kecernaan bahan organik adalah 60,78; 63,30 dan 61,61% masing-masing untuk perlakuan R1, R2 dan R3. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05). Keadaan ini terjadi terkait dengan kecernaan bahan kering yang juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan, karena sebahagian besar bahan kering terdiri atas bahan organik (MCDONALD et al., 2002). Bahan kering terdiri atas bahan organik dan abu (mineral). Kecernaan bahan organik pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan bahan kering, hal ini terjadi kemungkinan karena kecernaan mineral pada penelitian ini relatif tinggi.

SIMANIHURUK dan SIRAIT (2010) menyatakan bahwa pemberian silase kulit kopi sebanyak 20%, rumput lapangan 20% dan konsentrat 60% dalam komponen pakan kambing Boerka, kecernaan bahan organiknya sebesar 63,71%, angka ini relatif sebanding dengan perlakuan pakan R2 pada penelitian ini. Kecernaan bahan kering dan bahan organik yang relatif sebanding pada keempat perlakuan pakan diduga terkait dengan proporsi konsentrat yang sama dalam ransum (60%), karena pemberian konsentrat pada ternak kambing dengan kualitas relatif rendah akan mempengaruhi kecernaan bahan kering dan bahan organik (LUGINBUHL et al., 2000).

Pertambahan bobot hidup dan efisiensi penggunaan pakan

Pertumbuhan merupakan peningkatan dalam struktur jaringan otot, tulang dan organ serta deposit lemak pada jaringan adipose. Berdasarkan data pertambahan bobot hidup akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (CHURCH dan POND, 1995).

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pertambahan bobot hidup harian tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05) seperti disajikan pada Tabel 5. Hal ini berlaku terkait dengan konsumsi bahan kering pakan yang juga relatif sebanding pada ketiga

(7)

Tabel 5. Pertambahan bobot hidup dan efisiensi penggunaan pakan selama 12 minggu Perlakuan pakan Uraian

R1 R2 R3

Bobot hidup awal (kg) 11,43 11,45 11,44

Bobot hidup 12 minggu (kg) 17,13 17,68 17,27

Pertambahan bobot hidup (g/e/h) 67,86 74,17 69,40

Efisiensi penggunaan pakan 0,140 0,148 0,141

perlakuan pakan. Selain itu juga diduga karena komposisi kimia pakan pada semua perlakuan penelitian relatif sama, sehingga ketersediaan kandungan nutrien untuk kebutuhan tubuh juga relatif sebanding. Secara numerik pertambahan bobot hidup terbesar dicapai pada kambing Kacang yang mendapat perlakuan pakan R2 (konsentrat 60% + rumput 20% + silase ampas sagu 20%) yaitu 74,17 g/e/h, angka inirelatif sama dengan yang didapatkan GINTING et al. (2007) bahwa pemberian silase limbah nenas sebanyak 75% dan konsentrat 25% dalam komponen pakan kambing Boerka, pertambahan bobot hidup hariannya sebesar 71,30 g/e/h.

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pakan juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan (P > 0,05) (Tabel 5). Hal ini berlaku terkait dengan konsumsi bahan kering pakan dan pertambahan bobot hidup yang juga relatif sama pada ketiga perlakuan pakan, karena efisiensi penggunaan pakan adalah rasio antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi (TILLMAN et al., 1998). Efisiensi penggunaan pakan pada penelitian ini tergolong kategori moderat, karena 1 kg bahan kering pakan dapat menghasilkan pertambahan bobot hidup kambing kacang berkisar dari 140 – 148 gram.

Income over feed cost (IOFC)

Nilai ekonomi pemanfaatan silase limbah sagu pada penelitian ini dapat diketahui dengan menghitung income over feed cost (pendapatan yang diperoleh dari nilai jual ternak setelah dikurangi biaya pakan). Pengaruh perlakuan pakan terhadap rataan nilai IOFC dicantumkan pada Tabel 6. Rataan nilai IOFC selama penelitian berturut-turut 111.3198; 130.923 dan 118.428 rupiah per ekor untuk perlakuan R1, R2 dan R3.

Tabel 6. Analisis ekonomi pemanfaatan silase ampas sagu sebagai campuran pakan komplit pengganti rumput pada kambing Kacang Perlakuan pakan Uraian R1 R2 R3 Konsumsi pakan (segar) Konsentrat (kg/e) 27,02 28,23 28,15 Rumput lapangan (kg/e) 135,07 68,86 0 Silase ampas sagu (kg/e) 0 15,48 29,96 Jumlah konsumsi pakan (kg/e) 44,76 52,83 58,10 Harga pakan (Rp/kg) Konsentrat (Rp. 2800) 76.160 79.044 78.820 Rumput lapangan (Rp. 300) 40.521 20.657 0 Silase ampas sagu (Rp. 1200) 0 18.576 35.952 Jumlah biaya pakan (Rp/e) 116.681 118.277 114.772 Rataan PBH (kg/e) 5,70 6,23 5,83 Nilai jual (Rp/e)* 228.000 249.200 233.200 IOFC (Rp/e/12 mg) 111.319 130.923 118.428

* Harga jual ternak Rp 40.000/kg bobot hidup (akhir tahun 2010)

(8)

Jumlah biaya dan rataan konsumsi pakan pada perlakuan R2 (Rp. 118.277 dan 51,92 kg per ekor ternak penelitian) lebih tinggi dibandingkan dengan R1 (Rp. 116.681 dan 44,76 kg), meskipun demikian nilai IOFC perlakuan pakan R2 lebih besar dibandingkan dengan R1. Nilai IOFC perlakuan pakan R2 lebih besar 14,97% dibandingkan dengan R0 (Rp. 130.923 vs 111.319). Keadaan ini berlaku terkait dengan rataan pertambahan bobot hidup pada perlakuan pakan R2 secara numerik lebih besar dibandingkan dengan R1 (6,23 vs 5,70 kg).

Berdasarkan nilai IOFC, perlakuan pakan R2 adalah yang paling ekonomis, meskipun demikian pada musim paceklik rumput perlakuan pakan R3 merupakan alternatif untuk digunakan sebagai komponen pakan kambing.

KESIMPULAN

Perlakuan silase dapat meningkatkan kandungan protein dan energi juga menurunkan kandungan NDF dan ADF limbah sagu. Berdasarkan hasil rataan konsumsi bahan kering, kecernaan bahan kering dan bahan organik, pertambahan bobot hidup efisiensi penggunaan pakan dan nilai income over feed

cost disimpulkan bahwa silase limbah sagu

sebesar 40% yang menggunakan bahan aditif molases 15%, dapat digunakan sebagai alternatif campuran pakan komplit pengganti rumput untuk ternak kambing pada saat rumput sulit diperoleh.

Perlu dilakukan penelitian penggunaan silase ampas sagu dengan beberapa bahan aditif lain (tepung jagung, tepung tapioka dan dedak halus) untuk digunakan sebagai komponen pakan komplit pada ternak kambing.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis 16th Ed. Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington, Virginia, USA.

BINTORO, M.H.B. HARIYANTO, T. HONIGONE, M.P. MARANGKEY, E. SAKAGUCHI and Y. TAKAMURA. 1990. Feeding value of pith and pith residue from sago palm. Proc. Takahashi-Shi Nutrition Conference, Okayama. pp. 1 – 12. CHURCH,D.C., and W.G.POND. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 2nd Ed. Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.

GINTING, S.P, dan A. TARIGAN. 2006. Kualitas nutrisi Stenotaphrum secundatum dan Brachiaria humidicola pada kambing. JITV 11(4): 273 – 279.

GINTING, S.P., R. KRISNAN dan K. SIMANIHURUK. 2007. Silase kulit nenas sebagai pakan dasar pada kambing persilangan Boer × Kacang sedang tumbuh. JITV 12(3): 195 – 201. GOERING,H.K. and P.J. VAN SOEST. 1970. Forage

Fiber Analyses (Apparatus, Reagents, Procedures and Some Application). Agric. Handbook 379. ARS. USDA, Washington DC. KAPS,M. and W.R.LAMBERSON. 2004. Biostatistic for Animal Science. CABI Publishing, Cambridge, USA.

KHAN,M.A.,M.SARWAR andM.M.S.KHAN. 2004. Feeding value of urea treated corncobs ensiled with or without enzose (corn dextrose) for lactating crossbred cows. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 8: 1093 – 1097.

LUGINBUHL, J.M.,M.H.POORE and A.P. CONRAD. 2000. Effects of whole cottonseed on intake, digestibility and performance of growing male goats fed hay-based diets. J. Anim. Sci. 78: 1677 – 1683.

MCDONALD,P.,R.A.EDWARDS,J.F.D.GREENHALD and C.A. MORGAN. 2002. Animal Nutrition 6th Ed. Ashford Colour Pr., Gosfort.

NRC. 1981. Nutrient Requirement of Goats: Angora, Dairy, and Meat Goats in Temperate and Tropical Countries. National Academy Pr., Washington DC.

NURKURNIA, E. 1989. Hasil Fermentasi Rumen Kambing Kacang Betina dengan Pemberian Beberapa Tingkat Ampas Sagu (Metroxylon sp.) dalam Ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. POND, K.R., M.D. SANCHEZ, P.M. HORNE, R.C.

MERKEL, L.P. BATUBARA, T. IBRAHIM, S.P. GINTING,J.C.BURNS and D.S. FISHER. 1994. Improving feeding srategies for small ruminants in the Asian region. Proc. the Small Ruminant Workshop Held at the 7th Australas. Anim. Prod. Congress, Bali, Indonesia. PRASTOWO, B. 2007. Potensi sektor pertanian

sebagai penghasil dan pengguna energi terbarukan. Perspektif 6(2): 84 – 92.

RUMALATU, F.J. 1981. Distribusi dan Potensi Pati Beberapa Sagu (Metroxylon sp.) di Daerah Seram Barat. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian/Kehutanan yang Berafiliasi dengan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(9)

SAPIENZA, D.A. dan K.K. BOLSEN. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan dan Pemberiannya pada Ternak). Penerjemah: MARTOYONDO RINI B.S.

SIANIPAR, J., K. SIMANIHURUK, J. SIRAIT dan M. HUTAURUK. 2008. Penggunaan Tape Kulit Kakao Sebagai Pakan Kambing Sedang Tumbuh. Laporan Tahunan 2008. Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, Sumatera Utara.

SIMANIHURUK, K., JUNJUNGAN dan S.P. GINTING. 2008. Pemanfaatan silase pelepah kelapa sawit sebagai pakan basal kambing Kacang fase pertumbuhan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11 – 12 November 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 446 – 455.

SIMANIHURUK, K. dan J. SIRAIT. 2010. Silase kulit buah kopi sebagai pakan dasar pada kambing Boerka sedang tumbuh. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 3 – 4 Agustus 2010. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 557 – 566.

SAS. 1998. SAS User’s Guide: Statistic 6th Ed. SAS Institute Inc.,Cary, NC, USA.

STEEL,R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics. Penerjemah: SUMANTRI,B. Gramedia, Jakarta.

TILLMAN D.A.,H. HARTADI,S.REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO and S. LEBDOSOEKOTJO. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar Cetakan ke-5. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

TRISNOWATI, 1991. Kecernaan in vitro Ampas Sagu Metroxylon yang Diperlakukan Secara Biologis. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian adalah menetapkan kebenaran sampel bunga turi (Sesbania grandiflora, L Pers) bunga turi putih yang diambil yang

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bahwa tata letak lantai produksi PT Sinwa Perdana Mandiri saat ini tidak efisien, pada mesin Injeksi dengan Ultra Sonic

dilakukan oleh Fatmawati (2013) pada guru SMA negeri di kabupaten Sanggau Pontianak yang memiliki hubungan positif dan signifikan antara variabel gaya kepemimpinan

barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi ataupun persediaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang diperiksa kadar aktifitas cho- linesterase darahnya mengalami penurunan, dimana faktor-faktor

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari; tes kemampuan kreatif matematik, tes pemecahan masalah matematika, lembar observasi, dan

Dari enam faktor yang diteliti (sistem manajemen lingkungan, kinerja.. lingkungan, ukuran perusahaan, tipe industri, return on asset, dan leverage ), terbukti sistem

above findings, it can be concluded that inquiry based teaching is an effective method to teach grammar for the first semester students of the English