REPRESIF POLISI TERHADAP MASYARAKAT DENGAN SIKAP MAHASISWA UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA TERHADAP POLISI
(Studi Deskriptif Hubungan Terpaan Pemberitaan di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat Dengan Sikap Mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya
Terhadap Polisi) SKRIPSI
Oleh :
MUJI AGUNG WIBOWO 0843010122
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SIKAP MAHASISWA UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA TERHADAP POLISI
Disusun Oleh : MUJI AGUNG WIBOWO
NPM : 0843010122
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur Pada Tanggal 14 Juni 2012
Menyetujui
Pembimbing Utama : Tim Penguji :
1. Ketua Dra.Sumardjijati,Msi.
NIP.19620323 199309 2001
Ir. H. Didiek Trenggono, M.Si NIP. 1958 1225 199001 1001 2. Sekretaris
Dra.Sumardjijati,Msi. NIP.19620323 199309 2001 3. Anggota
Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 1964 1225 199309 2001
Mengetahui D E K A N
iii
Puji syukur penulis tujukan kepada Allah SWT Sang Tuhan Yang Maha Esa. Karena karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul "HUBUNGAN TERPAAN PEMBERITAAN DI TELEVISI MENGENAI TINDAKAN REPRESIF POLISI TERHADAP MASYARAKAT DENGAN SIKAP MAHASISWA SURABAYA TERHADAP POLISI". Tujuan penulis meneliti pemberitaan ini adalah untuk mengetahui sikap mahasiswa Surabaya pada pemberitaan ini.
Selama melakukan penulisan dalam penelitian, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Pembimbing Penulis Dra. SUMARDJIJATI,Msi. serta pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melakukan Skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karunianya, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses penelitian dan penyusunan laporan. 2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi.
5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan ujian skripsi ini.
iv
kandungku Muji Sri Prastiwi, Muji Juniarko, Bambang Arianto, Adek Dimaz Nararya Dana Diaksa yang telah memberikan dorongan moril dan material.
b. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada terutama Nanik kartikasari, Windi Sukaputri, yang telah membatu penulis menyelesaikan penelitian ini
c. Seluruh teman-teman kampus yang bersedia berdiskusi dengan saya dalam menunjang kegiatan perkuliahan terutama Teman-teman dari UPN Televisi dan UKM Musik satya Palapa.
d. Dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman Program Studi Ilmu Komunikasi.
Surabaya, 07 Juni 2012
v
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN SEMINAR PROPOSAL ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
1.5. Pembatasan Penelitian ... ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Televisi Sebagai Media komunikasi Massa ... 13
2.1.2. Televisi sebagai sarana Jurnalistik ... 13
2.1.3. Berita ………. ... 14
2.1.4. Terpaan Media………. ... 17
2.1.5. Berita Tindakan Represif Rolisi Terhadap Masyarakat ………. ... 18
2.1.6. Peraturan Kapolri Protap (Prosedur Tetap)... ... 22
2.1.7. Represif ………. ... 22
vi
2.4. Pengertian Sikap ………... 25
2.5. Teori S-O-R... ……… .... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel……… 30
3.1.1. Definisi Operasional .………...………... 30
3.1.2. Pengukuran Variabel………... 31
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 33
3.2.1. Populasi ... . 33
3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 35
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... . 37
3.4. Metode Analisis Data ...……….. 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Masalah Tindakan Represif Polisi di Televisi ... 41
4.2 Gambaran Umum Objek Penelitian ... .... 42
4.2.1 Universitas Bhayangkara ... 42
4.3 Penyajian Data ... 43
4.3.1 Identitas Responden ... 43
4.3.2 Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat ... 43
vii
Mengenai Tindakan Reprsif Polisi Terhadap Masyarakat ... 46
.4.3.3 Sikap Mahasiswa Di Surabaya Setelah Menonton Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat ... 50 4.3.3.1 Aspek Dasar Pengetahuan atai Informasi, keyakinan,
Dan Pendapat (Kognitif) ... 51 4.3.3.1.1 Tindakan Represif Polisi Untuk Memulihkan
Keadaan Setelah Masyarakat Pengunjuk Rasa Melakukan Penyimpangan ... 51 4.3.3.1.2 Tindakan Represif Polisi Merupakan Upaya
Penegakan Hukum Terhadap Masyarakat Pegunjuk Rasa Yang Melakukan Penyimpangan... 52
4.3.3.1.3 Membuat Efek Jera Kepada Masyarakat Pengunjuk Rasa Perlu Ada Tindakan Represif Polisi ... 54 4.3.3.1.4 Represif Polisi Akan Merusak Citra Kepolisian
Indonesia. ... 55 4.3.3.2 Aspek Emosional Atau Perasaan Rasa Senang Atau Tidak
viii
Pengunjuk Rasa Dengan Represif ... 58 4.3.3.2.2. Tindakan Represif Polisi Terhadap Pengunjuk
Rasa Merupakan Yang Berlebihan ... 60 4.3.3.2.3. Tindakan Represif Polisi Dilakukan Dalam
Menegakkan Disiplin ... 61 4.3.3.2.4. Berita tentang Tindakan Represif Polisi, Apakah
Anda Memandang Negatif Citra Polisi .... 62 4.3.3.2.5. Berita Tentang Tindakan Represif Polisi,
Apakah Memandang Positif Citra Polisi.... 64
4.3.3.3 Aspek Kecenderungn Bertindak (Konatif) ... 66 4.3.3.3.1. Melihat Berbagai Berita Tindakan Represif
Polisi Anda Akan Melakukan Aksi Demo... 66 4.3.3.3.2. Melihat Berbagai Berita Tentang Tindakan
Represif Polisi, Anda Cenderung Untuk Mengajak Teman Melakukan Aksi Demo... 68
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
x
Halaman
Tabel 3.1 Tabel Penolong Perhitungan Rank Spearman ……… 38 Tabel 3.2 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi koefisien Korelasi ……… 39 Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ……… 43 Tabel 4.2 Frekuensi Menonton Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
Tindakanrepresifpolisiterhadap Masyarakat ……… 45 Tabel 4.3 Durasi menonton tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
TindakanRepresifPolisiTerhadap Masyarakat ………. 47
Tabel 4.4 Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat ……… 49 Tabel 4.5 Tindakan Represif Polisi Untuk Memulihankan Keadaan Setelah Masyarakat
Pengunjuk Rasa Melakukan Penyimpangan ……… 51 Tabel 4.6 Tindakan Represif Polisi Merupakan Upaya Penegakan Hukum Terhadap
Masyarakat Pegunjuk Rasa Yang Melakukan Penyimpangan ……… 53 Tabel 4.7 Membuat Efek Jera Kepada Masyarakat Pengunjuk Rasa Perlu Ada Tindakan
Represif Polisi ……… 54 Tabel 4.8 Represif Polisi Akan Merusak Citra Kepolisian Indonesia. ……… 56 Tabel 4.9 Mendukung Cara Polisi Menangani Masyarakat Pengunjuk Rasa Dengan
Represif……… 58 Tabel 4.10 Tindakan Represif Polisi Terhadap Pengunjuk Rasa Merupakan Yang
xi
Tabel 4.12 Berita tentang Tindakan Represif Polisi, Apakah Anda Memandang Negatif Citra Polisi ……… 62 Tabel 4.13 Berita Tentang Tindakan Represif Polisi, Apakah Memandang Positif Citra
Polisi ……… 63 Tabel 4.14 Melihat Berbagai Berita Tindakan Represif Polisi Anda Akan Melakukan
Aksi Demo ……… 66 Tabel 4.15 Melihat Berbagai Berita Tentang Tindakan Represif Polisi, Anda Cenderung
Untuk Mengajak Teman Melakukan Aksi Demo ……… 67 Tabel 4.16 Tentang Tindakan Represif Polisi, Anda Akan Berhati – Hati Dalam
xi
HUBUNGAN TERPAAN PEMBERITAAN DI TELEVISI MENGENAI TINDAKAAN REPRESIF POLISI TERHADAP MASYARAKAT T DENGAN SIKAP MAHASISWA SURABAYA TERHADAP POLISI
(Studi Deskriptif Kuatitatif Hubungan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakaan Represif Polisi Terhadap Masyarakat T Dengan Sikap Mahasiswa Surabaya Terhadap Polisi)
Penelitian ini didasarkan pada fenomena tindakan represif polisi terhadap masyarakat dengan sikap mahasiswa surabaya terhadap polisi. Yang menunjukan bahwa pada pemberitaan televisi tersebut mengambarkan tindakan represif polisi terhadap masyarakat. Dimana banyak sekali pemeberitaan tindakan represif polisi. Penelitian ini menaruh pada hubungan terpaan tindakan represif polisi terhadap masyarakat dengan sikap mahasiswa surabaya terhadap polisi. Penelitian ini untuk mengetahui apakah Terdapat Hubungan terpaan berita tindakan represif polisi terhadap sikap mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya terhadap polisi.
Metode yang digunakan adalah metode statistik yang termasuk penelitian kuantitatif. Disini metode kuantitatif menggunakan koefisien kolerasi rank spearman, yang menguji antara dua macam variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa variabel bebas (X) adalah terpaan berita tindakan represif polisi sedangkan variabel terikat (Y) adalah sikap mahasiswa Surabaya terhadap Polisi
Data yang terdapat dalam penelitian dibagi dalam dua kategori variabel bebas (X) adalah terpaan berita tindakan represif polisi dengan variabel terikat (Y) adalah sikap mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya terhadap Polisi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Media massa adalah bagian yang tidak terpisahkan oleh masyarakat. Media massa sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi, masyarakat sendiri adalah bagian dari bahan pemberitaan atau informasi yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri. Fakta yang akurat dan aktualisasi masyarakat merupakan sebuah perwujudan dari informasi yang seimbang, karena itu setiap perspektif media dalam mengelola berita dan informasi akan selalu berbeda dalam kemasannya serta yang paling penting penampilannya. Hal ini bisa jadi dikarenakan visi, misi serta manajemen perusahaan yang dibangun oleh perusahaan media itu sendiri berdasarkan segmentasinya.
Media massa dibedakan menjadi dua yakni media cetak dan elektronik. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pers termasuk bagian dari media massa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya pers, masyarakat dapat mengakses informasi sebagai bagian pertimbangan dalam membatasi kekuasaan, memberdayakan yang tertindas dari tindakan anarkis (Suroso, 2001 : 176).
Adapun Djajakusumah mengartikan televisi sebagai salah satu bentuk media massa elektronik yang dapat memancarkan suara dan gambar, yang berarti sebagai reproduksi dari suara dan gambar yang disiarkan melalui gelombang – gelombang elektronik, sehingga dapat diterima oleh pesawat – pesawat penerima di rumah – rumah. (Djajakusumah, 1991 : 163). Dan hal inilah yang menjadikan salah satu alasan mengapa televisi begitu amat diminati oleh masyarakat dalam pemilihan program acara.
Banyaknya program acara televisi yang ditayangkan di televisi memiliki sasaran segmentasi pada umumnya. Serta program acara televisi juga dapat menjadikan acara favorit tersendiri bagi khalayaknya. Tidak terkecuali dalam acara berita (news program), acara berita di televisi mempunyai sasaran bagi khalayak umum, dan sebuah berita menjadi menarik untuk dibaca, didengar atau ditonton, jika berita tersebut memiliki nilai atau bobot yang berbeda antara satu berita dengan berita yang lainnya. Nilai berita tersebut sangat tergantung pada pertimbangan timeliness (waktu), proximity(kedekatan), prominance (orang yang terkemuka), consequence (konsekuensi atau akibat), conflict (konflik), development (pembangunan), disaster and crime (bencana dan kriminal), weather (cuaca), sport (olahraga), human interest (kisah-kisah yang membangkitkan emosi manusia).
Seperti kasus tindakan represif polisi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (24/12,2011), oleh aparat menelan korban jiwa. yang menelan dua orang tewas. selain itu juga apar at sengaja melakukan pembantaian ter hadap r akyat yang semestinya dilindungi. Selain itu, pemerintah juga dinilai ter lalu membela kepentingan pemilik modal dari pada r akyat kecil. Dari ber bagai fakta yang ada, pasca disahkannya UU nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan UU nomor 4 tahun 2009 tentang miner al dan batubar a, setidaknya telah ter jadi kasus ser upa di Bombana (Sulawesi Tenggar a), Mer anti dan Suluk Bongkal (Riau), Banggai (Sulawesi Tengah), Ogan komering ilir (Sumsel), Kebumen, dan Mesuji Lampung, ser ta masih banyak lainnya.
http://www.metrotvnews.com
Untuk kasus terbaru tindakan represif polisi yaitu pengamanan demo penolakan kenaikan BBM. Aksi demo di berbagai daerah diwarnai tindakan represif dari aparat. yaitu terjadi pelanggaran HAM di Kampus Unas Minggu, 25 Mei 2008 17:04 WIB. tindakan represif polisi terhadap mahasiswa Universitas Nasional yang dinilai sangat tidak perlu melakukan tindakan yang
berlebihan untuk pengaman demo mahasiswa tersebut.
Kasus yang menghebohkan lagi Polisi Sita Kaset Wartawan yang meliput demo 28 Maret 2012 13:51. Jakarta. Tindakan represif Polri terhadap wartawan yang meliput aksi unjuk rasa dari Konsolidasi Nasional Mahasiwa Indonesia (Konami) sangat berlebihan "Tindakan Brimob yang merebut kaset
dari wartawan itu yang jadi peresoalan wartawan dipaksa oleh oknum polisi untuk menyerahkan kamera dan memori card karena mengambil gambar bentrok antara polisi dan mahasiswa yang terjadi pada Selasa (27/3/2012) sore di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta
Mesuji, Bima, dan kasus tindakan represif Polisi dalam pengamanan Demo kenaikan BBM akan mewakili rentetan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan akan menjadi sejarah serta kenangan luka yang mendalam bagi masyarakat indonesia sekarang dan kedepannya. Setelah realita bergulir, hal yang sungguh mempesona buruknya dilahirkan dari instansi kepolisian yang selama ini dipercaya oleh masyarakat bangsa ini sebagai pelindung rakyat justru menjadi senjata untuk menakut-nakuti rakyat bahkan untuk “membunuh rakyat”.
Demonstrasi merupakan hak warga negara Indonesia yang dilindungi oleh Undang- Undang. Demonstrasi merupakan ekspresi rakyat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan keinginan dan harapan rakyat. Demonstrasi sebagai wujud kritik rakyat terhadap pemerintah karena telah menyimpang dalam menjalankan roda pemerintahan.
Semestinya, aparat keamanan dalam menangani para demonstran, bisa bersikap lebih arif dan manusiawi. Demonstran yang tanpa senjata hanya bersuara dan bersikap, tidak perlu ditangani oleh aparat dengan rentetan tembakan yang membabi- buta. Demonstran adalah warga negara Indonesia yang seharusnya dilindungi oleh aparat keamanan.
banyaknya kejadian yang selama ini menjadi bukti bahwa aparat kepolisian selalu sewenang-wenang dengan senjatanya dalam menangani unjuk rasa
(http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2104
0&Itemid=14)
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya hubungan antara terpaan pemberitaan di Televisi Nasioanal Adanya Tindakan Represif Polisi Terhadap Unjuk Rasa Masyarakat Sipil. Dalam penelitian ini, pemirsa khususnya mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya salah satu Perguruan Tinggi Swasta yang berada dibawah yayasan Brata Bhakti Daerah Jawa Timur ( YBBDJ ) Kepolisian Daerah Jawa Timur ( d. h. SKOMDAK X/JAWA TIMUR ), yang dipilih menjadi responden akan diminta memberikan jawaban – jawaban atas pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner tentang terpaan berita Tindakan Represif Polisi. Terpaan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator frekuensi yaitu berapa kali responden menonton acara tersebut selama periode pengamatan. Sedangkan mahasiswa mempunyai suatu alasan keterbukaan atau menutup-nutupi untuk mengungkapkan pendapat mereka terhadap kasus tersebut yang ada hubungannya tentang Perguruan Tinggi sebagai universitas yang mereka.
, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi. Menurut stimulus response, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulasi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara kesan dan reaksi komunikasi. (Effendy, 2000 : 254).Media mempunyai pengaruh langsung kepada khalayaknya sehingga menghasilkan pengaruh yang sesuai dengan isinya. Kemudian mengikuti perkembangan masyarakat yang dipandang tidak bersikap dan bertindak pasif, melainkan aktif dan selektif. Maka De Fleur memodifikasikan teori ini. Perkembangan selanjutnya, penerimaan khalayak atas berbagai stimulus yang disampaikan melalui media massa berbeda antara satu orang dengan orang lain sebab setiap orang memiliki kharakterisrik personalitas sendiri. Ini berarti pengaruh yang terjadi tidak semata-mata diakibatkan oleh adanya stimulus tetapi ditentukan juga oleh faktor personalitas. Tiga elemen penting yang terdiri dari stimulus (S), pesan organisme (O), dan respon (R) berarti akibat atau pengaruh yang terjadi. Bila dilihat berdasarkan teori ini, media massa elektronik memberikan suatu pesan yang sekaligus dianggap merupakan rangsangan bagi pemirsa yaitu tampilan berita Tindakan Represif Polisi Terhadap Unjuk Rasa Masyarakat, untuk memberikan respon terhadap pesan yang disampaikan tersebut. dengan kata lain, tampilan berita Tindakan Represif Polisi diasumsikan sebagai stimulus yang dapat menimbulkan reaksi tertentu pada diri khalayaknya.
berkembang lagi seiring dengan peranan utama yang harus dilakukan yakni meningkatkan mutu pendidikan sebagai kontribusi POLRI dalam bidang Pembangunan Pendidikan Nasional.
Alasan di pilihnya mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya yang aktif karena mungkin ada suatu alasan keterbukaan atau menutup-nutupi sikap untuk mengungkapkan pendapat terhadap kasus kekerasan polisi, karena perguruan tinggi swasta mereka berada dibawah yayasan Brata Bhakti Daerah Jawa Timur ( YBBDJ ) Kepolisian Daerah Jawa Timur ( d. h. SKOMDAK X/JAWA TIMUR ).
komunikasi, karena obyek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini , perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi. Menurut stimulus response, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulasi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara kesan dan reaksi komunikasi. (Effendy, 2000 : 254).Media mempunyai pengaruh langsung kepada khalayaknya sehingga menghasilkan pengaruh yang sesuai dengan isinya. Kemudian mengikuti perkembangan masyarakat yang dipandang tidak bersikap dan bertindak pasif, melainkan aktif dan selektif. Maka De Fleur memodifikasikan teori ini. Perkembangan selanjutnya, penerimaan khalayak atas berbagai stimulus yang disampaikan melalui media massa berbeda antara satu orang dengan orang lain sebab setiap orang memiliki karakteristik personalitas sendiri. Ini berarti pengaruh yang terjadi tidak semata-mata diakibatkan oleh adanya stimulus tetapi ditentukan juga oleh faktor personalitas. Tiga elemen penting yang terdiri dari stimulus (S), pesan organisme (O), dan respon (R) berarti akibat atau pengaruh yang terjadi. Bila dilihat berdasarkan teori ini, media massa elektronik memberikan suatu pesan yang sekaligus dianggap merupakan rangsangan bagi pemirsa yaitu tampilan berita Tindakan Represif Polisi Terhadap Unjuk Rasa Masyarakat Sipil di televisi,, untuk memberikan respon terhadap pesan yang disampaikan tersebut. dengan kata lain, tampilan berita Tindakan Represif Polisi diasumsikan sebagai stimulus yang dapat menimbulkan reaksi tertentu pada diri khalayaknya.
dikatakan sebagai individu pelajar yang memiliki tingkat kematangan lebih yang mencakup manajemen, kritis berfikir dengan logika dan mampu membedakan hal yang benar dan salah. Individu yang yang berstatus sebagai mahasiswa dituntut untuk menjadi ikon-ikon pelopor pembaharuan dan pelopor-pekopor perjuangan yang peduli dan tanggap terhadap berbagai isu sosial, politik, serta permasalahan umat dan bangsa.
(http://waris007.student.umm.acc.id/2010/01/28/hello-world/)
Mahasiswa memiliki karakter berfikir yang kritis terhadap permasalahan di dalam kehidupan. Mahasiswa dapat menjadi penyalur aspirasi masyarakat ke pemerintah untuk mengritisi berbagai hal yang berkaitan dan mempengaruhi kehidupan masyarakat luas. Dalam menyampaikan aspirasinya selalu terdapat sebuah aksi, aksi bisa berupa demonstrasi atau dapat diartikan sebagai unjuk rasa. Aksi ini dapat ditujukan untuk membela kepetingan rakyat. Oleh sebab itu, mahasiswa yang bertindak kritis disebut sebagai pahlawan rakyat.
(http://tecniquecentury19.blogspot.com/2008/12/artikel-4.html)
permasalahan, yaitu berfikir dengan nalar tanpa emosi. Hal ini indentik yang selalu terlihat dari mahasiswa yang berfikir kritis yaitu berani berbicara dengan lantang dan tegas akan sesuatu kebenaran. Mereka yang berani blantang dan tegas mempertahankan argumennya adalah mereka yang yakin bahwa apa yang disampaiakan merupakan sebuah kebenaran.
Sistem komunikasi juga cenderung memelopori perubahan, melalui media televisi-lah dengan kemampuannya menyebarkan pesan ke banyak orang di berbagai tempat sekaligus (Rivers, 2003 : 38), termasuk di Surabaya menjadikannya sebagai sumber kekuatan,terlepas dari informasi atau gagasan apa yang disebarkannya. Serta pada umumnya masyarakat perkotaan memiliki ciri – ciri kosmopolitan, yaitu terbuka dengan informasi, dekat dengan media massa, aktif, bersifat modern, dan cenderung individualis. Namun di satu sisi tetap memiliki kelompok – kelompok eksklusif, longgar dalam kehidupan agama, dan cenderung sekuler dalam lingkungan sosial yang luas dan heterogen. Dan dalam hal ini adalah kota Surabaya yang terdiri dari berbagai macam etnis dan suku yang berbaur menjadi satu membentuk masyarakat dengan latar belakang jenis kelamin, pendidikan, agama dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas maka judul dalam penelitian ini adalah
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah: Apakah Terdapat Hubungan terpaan berita tindakan represif polisi kepada masyarakat terhadap sikap mahasiswa Surabaya terhadap polisi.
1.3 Tujuam Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan terpaan berita Tindakan Represif Polisi kepada masyarakat terhadap sikap mahasiswa Surabaya.
1.4 Kegunaan Peneliti
Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan diantaranya : 1. Kegunaan Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapakan dapat digunakan untuk menambah referensi kepustakaan bagi Universitas Pembangunan Nasional terutama mengenai penelitian yang berkaitan dengan komunikasi massa khususnya pengaruh media massa terhadap khalayak.
2. Kegunaan Praktis
1.5 Pembatasan Penelitian
• Terpaan berita di televisi mengenai tindakan represif polisi kasus Di
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Televisi Sebagai Media komunikasi Massa
Televisi merupakan bagian dari media massa, dimana media massa mempunyai fungsi – fungsi tertentu. Menurut Kuswandi (1996 : 21 – 23) berpendapat bahwa munculnya media televisi dalam kehidupan manusia, memang menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi setiap media massa jelas melahirkan satu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai sosial dan budaya manusia. Kemampuan televisi dan menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut menguasai jarak secara geografis. Daya tarik media televisi sedemikian besar sehingga pola dan kehidupan manusia sebelum muncul televisi berubah total sama sekali. Pengaruh dari pada televisi lebih kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio visual televisi yang menyentuh segi – segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi menjadi cermin budaya tontonan bagi pemirsa dalam era informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Kehadiran televisi menembus ruang dan jarak geografis pemirsa.
2.1.2 Televisi sebagai sarana Jurnalistik
tentang peristiwa yang terjadi sehari – hari secara indah dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pandangan dan perilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.
Sedangkan menurut Effendy, “Jurnalistik merupakan kegiatan pengolahan laporan harian yang menarik minat khalayak, nilai dari peliputan sampai dengan penyebaran informasi pada masyarakat.” (Suhandang, 2004:21). Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat dibandingkan dengan media lain. Karena televisi menyajikan acara yang dapat dilihat, didengar, cepat dan hidup bagaikan melihat sendiri peristiwa yang disiarkan.
2.1.3 Berita
Dean M.Lyle Spencer dalm bukunya yang berjudul News Writings, yang kemudian dikutip oleh George Fox Mott ( News survey Journalism ), menyatakan bahwa ” Berita dapat didefinisikan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca”, Sedangkan menurut Mitchel V.Charnley, menyebutkan ” Berita adalah laporan yang tepat waktu mengenai fakta atau opini yang memiliki daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas”
Sebuah berita menjadi menarik untuk dibaca, didengar, atau ditonton. Jika berita tersebut memiliki nilai atau bobot yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Nilai berita tersebut sangat tergantung pada pertimbangan seperti berikut:
a. Timeliness
Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Dalam memperoleh dan
menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual ini, media massa
mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan
sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk
menjangkau narasumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan
secepat mungkin. Aktualitas mencakup kalender, waktu, dan masalah.
b. Proximity
Berita adalah kedekatan. Kedekatan mengandung dua arti yakni kedekatan
geografis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu
peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat
suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili kita, maka semakin terusik dan
semakin tertarik kita untuk menyimak dan mengikutinya. Sedangkan
kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran,
perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita.
c. Prominence
Ada istilah “Names Make News”, nama menciptakan berita. Ketokohan atau
keterkenalan seseorang kerap kali menjadi objek berita yang menarik untuk
diketahui. Orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, figur
publik, dimana pun selalu membuat berita. Jangankan ucapan dan tingkah
d. Consequence
Consequence artinya konsekuensi atau akibat. Pengertiannya yaitu, segala tindakan atau kebijakan, peraturan, perundangan dan lain-lain yang dapat berakibat merugikan atau menyenangkan orang banyak merupakan bahan berita yang menarik.
e. Conflict
Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat
dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan, merupakan sumber
berita yang tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan menganggap
penting perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran
masih diperdebatkan. Konflik akan cenderung jalan terus meskipun ada pihak
yang setuju (pro) dan ada pihak yang kontra (kontra) sebab konflik senantiasa
menyatu dengan dinamika kehidupan. Peristiwa-peristiwa perang,
demonstrasi, atau kriminal merupakan contoh element konflik di dalam
pemberitaan.
f. Development
Development ( pembangunan ) merupakan materi berita yang cukup menarik apabila reporter yang bersangkutan mampu mengulasnya dengan baik.
g. Disaster and crimes
Disaster ( bencana ) dan crimes ( kriminal ) adalah 2 peristiwa berita yang pasti akan mendapatkan tempat bagi para pemirsa dan penonton.
h. Weather
i. Sport
Berita olah raga sudah lama daya tariknya
j. Human Interest
Kisah-kisah yang dapat membangkitkan emosi manusia seperti lucu, sedih, dramatis, aneh dan ironis merupakan peristiwa dari segi human interest.
( Muda, 2003 : 29-39 )
2.1.4 Terpaan Media
Menurut Prastyono (Rakhmat 2005 : 23), media exposure dapat diartikan sebagai terpaan media. Sedangkan, Shore mengatakan “Exposure is hearing, seeing, reading, or most genneraly, experiencing, with at least a
minimal amount of interest the mass media. The exposure might occure to an
individual or group level”, (Rakhmat 2003 : 23). Jadi dapat dikatakan bahwa
terpaan merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan – pesan media ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu maupun kelompok.
Rosengen mengemukakan bahwa penggunaan media terdri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat 2005 : 66).
Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2005).
2.1.5 Berita Tindakan Represif polisi Terhadap Masyarakat
Seperti yang di ketahui tindakan represif polisi terhadap masyarakat sipil dalam kasus ini memang menjadi fenomena. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini adalah maraknya berbagai demonstrasi menuntut permasalah kekerasan polisi yang terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat" dan di Mesuji lampung Sumatra Selatan.
Para polisi melakukan pembubaran blokade demonstran di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, oleh aparat kepolisian, Sabtu (24/12,2011) menelan korban jiwa. dilaporkan dua orang tewas. Diluar itu ada puluhan korban terluka. Warga kocar-kacir dan berlarian berusaha menyelamatkan diri setelah polisi melakukan penembakan.
Pembubaran paksa dilakukan polisi menyusul tidak adanya titik temu dan alotnya tahap negosiasi. Warga tetap bersikukuh membokade Pelabuhan Sape, sebelum permintaan mereka dipenuhi Pemkab Bima. Warga dan mahasiswa mendesak Pemkab Bima mencabut SK 188 tentang Eksplorasi Pertambangan Emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu. Dalam SK itu Pemkab Bima hanya mengizinkan perusahaan tertentu menambang emas serta menyebut pertambangan tradisional warga sebagai tindakan melawan hukum. Hal ini dinilai diskriminatif dan merugikan warga Lambu
Aksi pembubaran yang kemudian mendapat perlawanan dari warga yang memblokade jalur ke pelabuhan tersebut dan berlanjut menjadi saling serang antara petugas dengan pengunjuk rasa.
Serentetan suara tembakan terdengar dalam hiruk pikuknya suasana di tempat kejadian bahkan beredar kabar dua pengunjuk rasa tewas dan belasan lainnya mengalami luka-luka.
(http://berita.liputan6.com 27/12/2011)
Aparat menurut mahasiswa, sengaja melakukan pembantaian terhadap rakyat yang semestinya dilindungi. Selain itu, pemerintah juga dinilai terlalu membela kepentingan pemilik modal dari pada rakyat kecil. Dari berbagai fakta yang ada, pasca disahkannya UU nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan UU nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara, setidaknya telah terjadi kasus serupa di Bombana (Sulawesi Tenggara), Meranti dan Suluk Bongkal (Riau), Banggai (Sulawesi Tengah), Ogan komering ilir (Sumsel), Kebumen, dan Mesuji Lampung, serta masih banyak lainnya.
(http://www.radar-bekasi.com/?p=19917)
Represif Untuk DemonstranRabu, 28 Maret 2012.Himbauan Presiden SBY agar demo penolakan BBM berjalan tertib selama dia keluar negri, ternyata tidak berjalan mulus. Aksi demo di berbagai daerah diwarnai tindakan represif dari aparat. Terjadi Pelanggaran HAM di Kampus Unas Minggu, 25
Mei 2008 17:04 WIB. Mengecam tindakan represif polisi terhadap mahasiswa
mahasiswa dan masyarakat untuk menolak kenaikan harga bahan bakar minyak.
Lebay Polisi Sita Kaset Wartawan yang Liput DemoRabu, 28 Maret
2012 13:51 WIB. Jakarta-Tindakan represif Polri terhadap wartawan yang
meliput aksi unjuk rasa dari Konsolidasi Nasional Mahasiwa Indonesia (Konami) pada Selasa (27/3) kemarin, sangat berlebihan "Tindakan Brimob yang merebut kaset dari wartawan itu yang jadi peresoalan. Kalau ditanggapi dingin, tentu tidak akan ada hal yg luar biasa. Sikap aparart begitu berlebihan. Kebetulan saya melihat langsung di televisi. Tidak ada alasan bagi aparat untuk merebut kaset tersebut, karena wartawan yang meliput menggunakan ID pers," ujar Pramono.
http://www.metrotvnews.com
Juru kamera tvOne Adi Hartanto dan Fotografer Lampu Hijau, Rizky dipaksa oleh oknum polisi untuk menyerahkan kamera dan memori card karena mengambil gambar bentrok antara polisi dan mahasiswa yang terjadi pada Selasa (27/3/2012) sore di Jalan Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat
http://www.tvonenews.tv
dilahirkan dari instansi kepolisian yang selama ini dipercaya oleh masyarakat bangsa ini sebagai pelindung rakyat justru menjadi senjata untuk menakut-nakuti rakyat bahkan untuk “membunuh rakyat”.
Kasus Mesuji, Bima dan kasus tindakan represif Polisi dalam pengamanan Demo kenaikan BBM telah membuktikan bahwa kepentingan materi telah menguasai keadilan yang digambarkan dalam hukum. Hak-hak yang seharusnya rakyat miliki dan dilindungi oleh hukum melalui aturan dan aparaturnya menjadikan petaka yang spektakuler bagi masyarakat.
(http://indowarta.com/index.php?option=com_content&view=article&id)
Demonstrasi merupakan hak warga negara Indonesia yang dilindungi oleh Undang- Undang. Demonstrasi merupakan ekspresi rakyat terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sesuai dengan keinginan dan harapan rakyat. Demonstrasi sebagai wujud kritik rakyat terhadap pemerintah karena telah menyimpang dalam menjalankan roda pemerintahan.
Semestinya, aparat keamanan dalam menangani para demonstran, bisa bersikap lebih arif dan manusiawi. Demonstran yang tanpa senjata hanya bersuara dan bersikap, tidak perlu ditangani oleh aparat dengan rentetan tembakan yang membabi- buta. Demonstran adalah warga negara Indonesia yang seharusnya dilindungi oleh aparat keamanan.
Tenggara Barat". Oleh tindakan aparat kepolisian tentunya telah melanggar konstitusi, dengan banyaknya kejadian yang selama ini menjadi bukti bahwa aparat kepolisian selalu sewenang-wenang dengan senjatanya dalam menangani unjuk rasa
(http://news.mnctv.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2104
0&Itemid=14)
2.1.6 Peraturan Kapolri Protap (Prosedur Tetap)
Sesuai dengan Peraturan Kapolri No 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, dalam pasal 5 ayat 1 diatur mengenai beberapa tahapan dalam penggunaan kekuatan.
Tahapan pertama pencegahan, tahapan kedua perintah lisan, tahapan ketiga kendali tangan kosong lunak, tahapan keempat kendali tangan kosong, keras; tahapan kelima kendali senjata tumpul, senjata kimia seperti gas air mata dan tahapan keenam kendali senjata api.
Berdasarkan ketentuan tersebut, tahapan tidak dilaksanakan sesuai protap, yakni tidak dilakukan tahapan ketiga sampai kelima. Sehingga menemukan adanya tindakan berlebihan dari kepolisian, sehingga menimbulkan adanya korban jiwa meninggal dan terluka.
(Detik News.com)
2.1.7 Represif
merupakan usaha untuk mengembalikan keserasian, keteraturan, dan keharmonisan yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku menyimpang. Jadi, Represif Merupakan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap ancaman factual dengan sangsi yang tegas dan konsisten sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku untuk membuat efek jera pengendalian ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran. Tujuannya adalah untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari perbuatannya, sekaligus agar ia mematuhi norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat.
(http://alfinnitihardjo.ohlog.com/pengendalian-sosial.oh112679.html)
2.2 Pengertian Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). Mahasiswa adalah sekumpulan manusia intelektual yang akan bermetamorfosa menjadi penerus tombak estafet pembangunan di setiap Negara, dengan itelegensinya diharapkan bisa mendobrak pilar-pilar kehampaan suatu negara dalam mencari kesempurnaan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta secara moril akan dituntut tanggung jawab akdemisnya dalam menghasilkan “buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan. (www.google.com)
tangung jawab akademisnya dalam menghsilkan “buah karya” yang berguna bagi kehidupan lingkungan.
Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebutkan ada lima fungsi kaum intelektul, yakni mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina keberdayan dan bersama mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. (blogspot.com/2009/03/PengertianMahasiswa)
2.3 Masyarakat
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dsb manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
Istilah masyarakat berasal dari kata musyarak yang berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas.
(http://carapedia.com)
inilah hak yang bisa mengerikan, karena umumnya demonstrasi yang melibatkan ribuan orang berlangsung dengan barbar.
Demonstrasi bukan berarti kekacauan. Demonstrasi adalah hak demokrasi yang dapat dilaksanakan dengan tertib, damai, dan intelek. Sebuah contoh yang sangat bagus, yang mestinya juga ditiru oleh mereka yang gemar unjuk rasa, yang senang turun ke jalan.
Demonstrasi merupakan sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap benar dan berupaya mempublikasikannya dalam bentuk pengerahan masa.
Demonstrasi dapat bernilai positif, dapat juga bernilai negatif. Ini artinya apa? Ketika Demonstrasi itu menjunjung tinggi demokrasi, maka dipandang sebagai hal positip dan mempunyai nilai di mata masyarakat. Namun ketika Demonstrasi mengabaikan demokrasi maka dipandangan masyarakat sebagai hal yang tercela/negatif.
(http://wiki.bestlagu.com/education/169841-pengertian-demonstrasi.html)
2.4 Pengertian Sikap
Sikap adalah suatu kecenderungan untuk memberikan reaksi yang menyenangkan atau normal terhadap suatu objek atau sebuah kumpulan objek. Sikap relatif menetap, berbagai study menunjukan bahwa sikap kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. ( Rahmat,2001:33)
evaluatif, berarti bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik, buruk, positif dan negative, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap. ( Rahmat,2001:40 )
Sikap terbentuk dengan adanya pengalaman dan melalui proses belajar. Dengan adanya pendapat seperti ini maka mempunyai dampak terpaan, yaitu
bahwa berdasarkan pendapat tersebut bisa disusun berbagai upaya ( pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya ) untuk mengubah sikap
seseorang.( Rahmat,2001:42 )
Pada hakekatnya,sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut ada 3 yaitu :
1. Komponen kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi, keyakinan dan pendapat yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Komponen ini berkaitan dengan proses berpikir yang menekankan pada rasionalistis dan logika. Adanya keyakinan dan evaluatif yang dimiliki seseorang diwujudkan dalam kesan baik atau tidak baik terhadap lingkungannya.
2. Komponen afektif
3. Komponen konatif
Komponen yang merupakan kecenderungn seseorang bertindak terhadap lingkungan dengan ramah, sopan, bermusuhan, menentang, melaksanakan dengan baik dan lain sebagainya. ( Gito Sudarmo,2004 : 24-25 )
2.5 Teori S-O-R
Pada awalnya teori ini berasal dari psikologi kemudian menjadi teori komunikasi. Karena obyek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen sikap, opini, kognitif, afektif, dan konatif.
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organisme-Response. Stimulus sendiri berarti pesan di antara dua unsur komunikasi yaitu komunikator dan komunikan. Komunikator memberikan pesan berupa tanda, lambang dan gambar kepada komunikan. Organisme berarti diri komunikan sebagai penerima pesan atau informasi dari komunikator. Setelah komunikan memberikan tanda, lambang maupun gambar, kemudian komunikan merespon dengan cara memperhatikan dan memahami pesan yang disampaikan. Selanjutnya response diartikan efek sebagai akhir dalam proses komunikasi yang menimbulkan perubahan kognitif, afektif dan konatif pada diri komunikan.
merupakan suatu reaksi tertentu dari rangsangan tertentu. Artinya stimulus dan dalam bentuk apa pengaruh atau stimulus tersebut tergantung dari isi pesan yang ditampilkan.
Unsur-unsur dalam model ini adalah :
1. Pesan ( stimulus ) merupakan pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa tanda dan lambang.
2. Komunikan ( Organisme ) merupakan keadaan komunikan di saat menerima pesan. Pesan yang disampaikan kepada komunikan oleh komunikator diterima sebagai informasi dan komunikan akan memperhatikan informasi yang disampaikan oleh komunikator. Perhatian di sini diartikan bahwa komunikan akan memperhatikan setiap pesan yang disampaikan melalui tanda dan lambang. Selanjutnya, komunikan mencoba untuk mengartikan dan memahami setiap pesan yang disampaikan oleh komunikator.
3. Efek (Response) merupakan dampak dari komunikasi. Efek dari komunikasi adalah perubahan sikap yaitu sikap kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif merupakan efek yang ditimbulkan setelah adanya komunikasi. Efek kognitif berarti bahwa setiap informasi menjadi bahan pengetahuan bagi komunikan. ( Effendi, 2003:255 )
Gambar 1 : Model Teori S-O-R ( Effendy, 2003 : 255 )
Menurut gambar ini model di atas menunjukan bahwa stimulus atau pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan berupa ” Hubungan terpaan berita Tindakan Represif Polisi kepada demonstran terhadap sikap mahasiswa Surabaya.. Mungkin diterima atau mungkin saja terjadi penolakan. Dalam tahapan berikutnya bila komunikan menerima stimulus atau pesan yang disampaikan, maka akan memperhatikan. Proses selanjutnya komunikan tersebut mengerti dari pesan yang yang telah disampaikan. Dan proses terakhir adalah kesediaan diri komunikan untuk mengubah sikap yang menandakan keberhasilan dalam proses komunikasi. ( Effendy, 2003:256 )
Stimulus
Organisme
a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan
Response
( Perubahan Sikap )
a. Kognitif
b. Afektif
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan pengukuran Variabel
Penelitian ini mengoperasikan dua macam variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa variabel bebas (X)
adalah terpaan berita tindakan represif polisi sedangkan variabel terikat (Y)
adalah sikap mahasiswa Universitas Bhayangkara terhadap institusi Polisi.
Untuk lebih jelasnya dipaparkan definisi operasional sebagai berikut.
3.1.1 Definisi Operasional
a. Variabel bebas (X) adalah terpaan berita tindakan represif polisi di televisi.
Definisi operasionalnya adalah jumlah berapa kali dan berapa lama
melihat berita tindakan represif polisi.
Terpaan berita-berita tindakan represif polisi ini dijabarkan dalam
indikator frekuansi dan durasi
1. Frekuansi diterangkan berapa kali mahasiswa Surabaya melihat berita
tindakan represif polisi di televisi selama periode pengamatan.
2. Durasi diterangkan berapa lama mahasiswa Surabaya melihat berita
tindakan represif polisi di televisi selama periode pengamatan.
b. Variabel (Y) adalah sikap mahasiswa Surabaya terhadap kepolisian
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berfikir berpersepsi, dan
merasa dalam menghadapi obyek atau ide, situasi atau nilai. sikap ini dapat
Sikap mahasiswa Surabaya terhadap polisi pada pemberitaan tindakan
represif polisi adalah respon yang diberikan oleh mahasiswa Surabaya setelah
menyaksikan informasi atau gambar dalam berita-berita tindakan represif
polisi, dalam wujud orientasi atau kecenderungan untuk perubahan pencitraan
setelah melihat informasi atau berita tindakan represif polisi.
1. Aspek kognitif menunjukan pengetahuan atau pemahanan yang dimiliki
mahasiswa Surabaya terhadap polisi tersebut
2. Aspek afektif yang menunjukan perasaan seseorang yang berhubungan
perasaan seperti khawatir, ketakutan dan kecemasan terhadap polisi.
3. Aspek Konatif yang menunjukan kecenderungan mahasiswa Surabaya
untuk perubahan pandangan pada polisi
3.1.2 Pengukuran Variabel
Dalam melakukan pengukuran terhadap variable sikap digunakan skala
likert (skala sikap). Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur
tanggapan responden terhadap objek penelitian yang menggunakan bobot 1
sampai dengan 4. Dalam melakukan pengskalaan dengan model ini, responden
diberi daftar pertanyaan mengenai sikap, dan setiap pertanyaan akan
disediakan jawaban yang harus dipilih responden untuk menyatakan ketidak
setujuannya (Singarimbun, 1995:111).
Dengan menggunakan skala likert, variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi sub bab variabel, kemudian bab variabel menjadi
komponen-komponen yang dapat diukur. Jawaban setiap item instrument yang
menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari positif sampai sangat
negatif. Dta yang di peroleh dengan menggunakan skala adalah berupa data
Pengukuran variabel bebas yaitu terpaan berita tindakan represif polisi
di televisi (X) untuk indikator yaitu durasi dan frekuensi adalah sebagai
berikut :
a. Frekuensi
b. Durasi
Variabel terpaan berita tindakan represif polisi di televisi dan Sikap
mahasiswa Universitas Bhayangkara terhadap kepolisian dalam penelitian ini
akan digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, tinggi yang
ditentukan berdasarkan jumlah skor jawaban masing-masing responden.
Jumlah skor yang menjadi batasan skor untuk lebar interval tinkat rendah,
Keterangan :
Range (R) : Batasan dari setiap tingkatan
Skor Tertinggi :Perwakilajn antara nilai tertinggi dengan jumlah item
pertanyaan
Skor Terendah : Perkalian antara nilai terendah dengan jumlah item
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya
akan diduga. populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
Universitas Bhayangkara Surabaya yang aktif yaitu sejumlah 4509 dari 4
fakultas. selain itu pemilihan dari Universitas Bhayangkara Surabaya karena
lembaga pendidikan tersebut dinaungi oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur (d.
h. SKOMDAK X / JAWA TIMUR), yang merupakan aset strategis POLRI
untuk dapat lebih berkembang lagi seiring dengan peranan utama yang harus
dilakukan yakni meningkatkan mutu pendidikan sebagai kontribusi POLRI
Rekapitulasi Data Mahasiswa Aktif Pertanggal 22 November 2011
Kepala BAAK Ubhara Surabaya
3.2.2 Sampel dan penarikan sampel
Sampel dalam hal ini adalah mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya
aktif, yang menonton berita tindakan represif polisi. Teknik Penarikan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik proposional random
sampling. Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri tertentu yang diperkirakan
mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri /sifat-sifat yang ada dalam
populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
adapun bagannya adalah sebagai berikut :
Untuk mencari jumlah atau nilai sampel, maka digunakan rumus Yamane
(Rahmat, 2001 : 82) sebagai berikut :
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Presisi (presisi derajat ketelitian =0,1)
Menggunakan rumus diatas sebagai berikut :
= 97,83033195921024
Dibulatkan Menjadi = 98
�= N
Jadi didapatkan sampel yang diambil dari mahasiswa Universitas
Bhayangkara Surabaya aktif dari 2005 sampai 2011 sebanyak 98
Selanjutnya dialokasikan secara proposional yang ditentukan melalui rumus :
Keterangan :
n1 = Jumlah Mahasiswa aktif dalam 1 Program studi dari 2005
sampai 2011
N1 = Ukuran stratum ke –i
N = Jumlah seluruh mahasiswa
n = Jumlah sampel minimum yang telah ditetapkan
Jadi berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang harus diambil untuk
masing-masing Program studi dari mahasiswa aktif 2005 samapai 2011
adalah sebagai berikut.
1. Program Studi Hukum
x
98 = 23,320 = 23 orang2. Program Studi Manajemen
x
98 = 17,191 =17 orang3. Program Studi E. Pembangunan
x
98 = 1,151 = 1 orang4. Program Studi Akuntansi
x
98 = 16,474 = 16 orang6. Program Studi Komunkasi
x
98 = 10,628 =11 orang7. Program Studi Elektro
x
98 = 6,063 = 6 orang8. Program Studi Sipil
x 98 = 4,607 = 5 orang
9. Program Studi Informatika
x 98 = 16,039 = 16 orang
3.3 Teknik Pengumpulan data
Data yang diambiladalah data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang memberikan
jawaban -jawaban kuisioner, sedangkan data skunder adalah data yang
diperoleh dari buku penunjang penelitian.
Jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah terbuka
dan tertutup. Dalam penyebaran, responden didampingi oleh peneliti. Ini
dilakukan apabila sewaktu-waktu responden kurang jelas memahami kuisioner
maka peneliti dapat memberikan penjelasan kepada responden. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kemungkinan salah persepsi, sehingga jawaban
yang diperoleh valid.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode statistik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari hubungan antara 2
variabel yaitu variaber bebas (independent variabel) dan variabel terikat atau
Untuk menguji antara kedua variabel tersebut digunakan koefesien
korelasi Rank Spearman, Karena data dalam penelitian ini berbentuk data
ordinal, yaitu berjenjang atau bertingkat antara satu data dengan data yang
lainnya tidak sama. Maka untuk menganalisis hubungan data tersebut ordinal,
digunakan rumus korelasi Rank Spearman (Sugiyono, 2003:106) rumus Rank
Spearman dapat dijelaskan sebgai berikut :
Keterangan :
p = Koefesien korelasi Rank Spearman n = Jumlah sampel
= Jumlah total hitungan Rank X dan Rank Y
Adapun untuk mempermudah menghitung data variabel X dan Y ke dalam
rumus Rank Spearman, maka diperlukan penolong sebagai berikut :
Tabel 3.1
Tabel Penolong Perhitungan Rank Spearman
Responden X Y Rank X Rank Y
1
2
3
Dst...
Ada atau pun tidak adanya korelasi, dinyatakan dalam angka indeks. Betapapun kecilnya indeks korelasi, jika bukan 0,0000 dapat diartikan bahwa
kedua variabel yang dikorelasikan terdapat adanya korelasi. Interpretasi kuat
atau lemahnya dapat diketahui juga dari besar kecilnya angka dalam indeks
korelasi. Semakin besar angka dalam indeks korelasi, semakin tinggi pula
korelasi kedua variabel yang dikorelasikan.
Tabel 3.2
Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.00 - 0.199
0.20 - 0.399
0.40 - 0.599
0.50 - 07.99
0.80 - 1.000
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Sumber : Statistical Tables For Research, Fisher dan Yates (Sugiyono, 2003:216)
Untuk memperjelas pembuktian hipotesis, maka akan digunakan
analisis dengan taraf signifikansi 5% yang menggunakan rumus sebagai
Keterangan :
= Koefisien signifikasi
P =Koefisien korelasi Rank Spearman
n = Jumlah sampel
Dengan hipotesis statistiknya dapat dikemukakan sebagai berikut :
Ho = Tidak terdapat hubungan antara tayangan berita tindakan
represif polisi
Hi = Terdapat hubungan antara tayangan berita tindakan
represif polisi dengan sikap mahasiswa surabaya
Dengan Ketentuan sebagai berikut :
Bila
≤
, maka Ho diterima Hi Ditolakberarti tidak ada
hubungan antara X dan Y.
Bila
>
, maka Hi diterima Ho ditolak berarti ada hubungan
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Permasalahan Tindakan Represif Di Televisi
Berbagai media cetak maupun elektronik menjadikan berita ini sebagai
headline di medianya masing-masing, terutama berita mengenaikekerasan
polisi dalam menangani demonstran di Bima, Nusa Tenggara Barat, Mesuji
dan kasus tindakan represif Polisi dalam pengamanan Demo kenaikan BBM.
Dalam setiap pemberitaanya, setiap stasiun televisi nasional terutama
diprogram news selalu memunculkan permasalah kekerasan polisi. Oleh
tindakan aparat kepolisian tentunya telah melanggar konstitusi, dengan
banyaknya kejadian yang selama ini menjadi bukti bahwa aparat kepolisian
selalu sewenang-wenang dengan senjatanya dalam menangani unjuk rasa
Mesuji, Bima, dan kasus tindakan represif Polisi dalam pengamanan
Demo kenaikan BBM akan mewakili rentetan kasus-kasus pelanggaran HAM
lainnya yang dilakukan oleh aparat kepolisian danakan menjadi sejarah serta
kenangan luka yang mendalam bagi masyarakat indonesia sekarang dan
kedepannya. Setelah realita bergulir, hal yang sungguh mempesona buruknya
dilahirkan dari instansi kepolisian yang selama ini dipercaya oleh masyarakat
bangsa ini sebagai pelindung rakyat justru menjadi senjata untuk
menakut-nakuti rakyat bahkan untuk “membunuh rakyat”.
42
4.2 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.2.1 Universitas Bhayangkara
Didorong kesadaran tinggi untuk memberikan pengabdian yang terbaik melalui jalur pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut
meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat dalam kerangka pembangunan manusia
indonesia dengan di dorong pula oleh semangat Tri Brata melalui prakasa
perwira-perwira kepolisian daerah Jawa Timur (d,h. SKOMDK X / JAWA TIMUR),
Salah satu syarat pendirian Perguruan Swasta adalah harus berada dibawah
yaysan, oleh karena itu maka dibentuklah Yayasan Semeru sebagai Badan Lembaga
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi Swasta melalui Akte Notaris no : 110 tanggal 17
Januari 1994.
Kemudian muncul kebijakan Kapolri bahwa semua yayasan yang berada
dibawah slagorde harus diubah menjadi Yayasan Brata Bhakti, Maka Yayasan
Semeru diubah menjadi Yayasan Bhakti Kepolisian Daerah Jawa Timur (YBBDJ)
akan tetapi sekarang dirubah lagi menjadi yayasan Brata Bhakti Daerah Jawa Timur
(YBBDJ) dengan menghilangkan unsur kata kepolisian. Pada tahun 1985 seluruh
fakultas dan jurusan / program studi Ubhara Surabaya memperoleh status
"Terdaftar". Berkat kesungguhan dari para pemrakarsa dan pengelola serta petunjuk
dan arahan dari pimpinan POLRI dalam menata perguruan tinggi, Ubhara surabaya
dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan diberlakunnya kebijakan nasional dan
penyelenggaraan PTS dalam menjelaskan fungsi pendidikan perguruan tinggi.
1. Program Studi hukum
2. Ekonomi Manajemen
3. Ekonomi Pembangunan
43 5. Fisip Adm. Negara
6. Fisip Komunikasi
7. Teknik Elektro
8. Teknik Sipil
9. Teknik Informatika
4.3. Penyajian Data
4.3.1 Identitas Responden
Responden dalam penelitian adalah mahasiswa berkuliah di Universitas
Bhayangkara Surabaya. Sedangkan jenis kelamin masing-masing responden tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut :
Tabel 4.1
4.3.2 Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat
Terpaan berita adalah kegiatan mendengar, melihat dan membaca
pesan-pesan yang disampaikan melalui televisi ataupun pengalaman dan
perhatian terhadap pesan tersebut yang dapat terjadi pada individu atau
44
PolisiTerhadap Masyarakat adalah frekuensi (tingkat keseringan) dan durasi
(lama waktu menonton) pada acara news di tiap-tiap stasiun televisi. Hasil
data kuisioner tentang Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan
Represif Polisi Terhadap Masyarakat dapat dijelaskan berdasarkan pernyataan
- pernyataan yang berhubungan hal tersebut dan telah ditabulasi sebagai
berikut :
4.3.2.1 Frekuensi Tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat
Frekuensi menonton Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat adalah berapa kali responden
menonton selama bulan Desember 2011 - April 2012. Pertanyaan terbuka
dengan menggunakan jawaban yang belum di tentukan sebagai berikut :
Dari pertanyaan terbuka data yang diperoleh rata - rata responden
tersebut menjawab 1 sampai 25 kali. Jawaban yang telah di isi responden dan
di beri jawaban masing - masing sebagai berikut :
1 - 8 Kali Sekor 1 (Kategori rendah)
9 - 16 Kali Sekor 2 (Kategori sedang)
17 - 25 Kali Sekor 3 (Kategori tinggi)
Pengukuran frekuensi dikategorikan menjadi tiga dengan lebar interval
45 Keterangan :
R = Frekuensi terpaan tinggi dikurangi terpaan rendah
K = Interval atau kategori yang diinginkan
Frekuensi menonton Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat dari hasil penelitian ini, dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Frekuensi Tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakanrepresifpolisiterhadap Masyarakat
Sumber : Kuisioner No.1.1
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang menonton
Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi
Terhadap Masyarakat sebayak 1 samapai 8 kali selama lima bulan terakhir
selama pemberitaan adalah responden dengan jumlah 50 orang dan termasuk
46
Responden yang menonton pemberitaan tersebut sebanyak 9 sampai 16
kali dalam lima bulan terakhir dan termasuk dalam kategori sedang dalam
frekuensi menonton pemberitaan tersebut. Sedangkan responden yang
menonton pemberitaan tersebut sebanyak 17 sampai 25 kali dalam lima bulan
terakhir termasuk dalam kategori tinggi dalam frekuensi menonton
pemberitaan tersebut hanya 22 orang responden.
4.3.2.2 Durasi Tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif PolisiTerhadap Masyarakat
Durasi menonton tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat adalah berapa menit waktu
yang dibutuhkan untuk menonton tayangan Pemberitaan tersebut. Durasi
terpaan dapat dalam setiap harinya. pertanyaan untuk mengukur durasi
menggunakan pertanyaan terbuka yang masing - masing responden menjawab
1 menit - 60 menit setiap harinya dengan jawaban yang akan diberi sekor
sebagai berikut :
1 - 20 Menit Sekor 1 (Kategori rendah)
21 - 40 Menit Sekor 2 (Kategori sedang)
41 - 60 Menit Sekor 3 (Kategori tinggi)
Keterangan :
R = Durasi terpaan tinggi dikurangi terpaan rendah
47
Durasi menonton tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat dari hasil penelitian ini, dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3
Durasi menonton tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai TindakanRepresifPolisiTerhadap Masyarakat
Sumber : Kuisioner No 1.2
Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk menonton
tayangan Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi
Terhadap Masyarakat selama 1 sampai 20 menit dan tergolong kategori
rendah dalam hal durasi menonton tayangan pemberitaan tersebut adalah
sebanyak 84 orang responden. Responden yang menonton pemberitaan
tersebut selama 21 Sampai 40 Menit sebanyak 11 orang responden dan masuk
dalam kategori sedang dalam hal durasi menonton pemberitaan tersebut.
Sedangkan responden yang tergolong kategori tinggi dalam hal meneonton
pemberitaan tersebut yaitu sekama 41 sampai 60 menit sebanyak 5 orang
48
Sekor yang diperoleh dari setiap respondne yang menjawab pertanyaan
mengenai frekuensi dan durasi menonton tayangan Terpaan Pemberitaan Di
Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat dapat
diketahui terpaan acara tersebut yang merupakan variabel X.
Terpaan pemberitaan tersebut dapat dikategorikan menjadi kategori
tinggi, sedang dan rendah yang ditentukan berdasarkan jumlah sekor
masing-masing responden. Masing-masing-masing telah diberi sekor dan dihitung
menggunakan rumus :
Jumlah item pertanyaan mengenai Terpaan Pemberitaan Di Televisi
Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat terdiri atas 2 item
pertanyaan, sehingga perhitungan untuk mengetahui terpaan acara tersebut
adalah sebagai berikut :
Sekor terendah = 2 x 1 = 2
Sekor tertinggi = 2 x 3 = 6
Jenjang = 3
49
Jadi batasan sekor terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat dikategorikan sebagai berikut :
Jumlah sekor 1 sampai 2 Kategori rendah
Jumlah sekor 3 sampai 4 Kategori sedang
Jumlah sekor 5 sampai 6 Kategori tinggi
Selanjutnya, terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan
Represif Polisi Terhadap Masyarakat (variabel X) dari hasil penelitian ini,
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4
50
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa terpaan tayangan
Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap
Masyarakat tergolong dalam kategori sedangkan. Hal ini disebabkan
responden cenderung menyaksikan tayangan Pemberitaan Di Televisi
Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat ini kadang
menyaksikan kadang tidak.
Hal ini diperoleh dari jumlah sekor masing-masing responden melalui
jawaban mengenai terpaan berita tersebut. Diketahui bahwa 20 % dari 100
responden termasuk kategori sedang dalam hal terpaan tayangan Pemberitaan
Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat.
Sedangkan yang 13 % dari 100 responden termasuk kategori tinggi dalam hal
terpaan tayangan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif
PolisiTerhadap Masyarakat dan 67 % dari 100 responden termasuk kategori
rendah dalam hal terpaan tayangan Pemberitaan Di Televisi Mengenai
Tindakan Represif PolisiTerhadap Masyarakat.
4.3.3 Sikap Mahasiswa Universitas Bhayangkara Surabaya Setelah Menonton Terpaan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap Masyarakat
Tingkat pengetahuan yaitu berkaitan dengan proses berpikir yang
menekankan pada rasionalistis dan logika. Adanya keyakinan dan evaluatif yang
dimiliki seseorang diwujudkan dalam kesan baik atau tidak baik terhadap setelah
menonton terpaan tayangan Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan
51
mahasiswa Universitas Bhayangkara setelah menonton tayangan Terpaan
Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi Terhadap
Masyarakat, akan di uraikan terlebih dahulu kriteria jawaban responden terhadap
pertanyaan yang dikembangkan dari 4 indikator tingkat pengetahuan (kognitif).
Masing-masing kriteria jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan dapat
diuraikan sebagai berikut :
4.3.3.1 Aspek Dasar Pengetahuan Atau Informasi, Keyakinan Dan Pendapat (Kognitif)
4.3.3.1.1. Tindakan Represif Polisi Untuk Memulihankan Keadaan Setelah Masyarakat Pengunjuk Rasa Melakukan Penyimpangan
Pertanyaan pada kuisioner no B10 yang berupa pertanyaan
(pertanyaan yang bersifat mendukung pada indikator), yang
dikembangkan dari indikator mempertanyakan dasar pengetahuan
atau informasi, keyakinan dan pendapat setelah menonton tayangan
Pemberitaan Di Televisi Mengenai Tindakan Represif Polisi
Terhadap Masyarakat. Berikut ini akan di deskripsikan kriteria
jawaban atas pertanyaan tersebut.
Tabel 4.5
Tindakan Represif Polisi Untuk Memulihankan Keadaan Setelah Masyarakat Pengunjuk Rasa Melakukan Penyimpangan.