• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK (Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK (Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur)."

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Dan Penambahan Telur)

SKRIPSI

Oleh :

Fery Rois

NPM : 0633010039

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(2)

PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK

(Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu

Dan Penambahan Telur)

Disusun Oleh:

Fery Ro’is

NPM. 0633010039

Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Dosen Penguji Skripsi Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 15 Juni 2012

Tim Penguji

Pembimbing Skripsi I

1.

Ir. Sudaryati. MP

Ir. Tri Mulyani. MS

NIP. 19521103 198803 2 001

NIP. 19511129 198503 2 001

2.

Pembimbing Skripsi II

Ir. Tri Mulyani. MS

Rosida. STP. MP

NIP. 19511129 198503 2 001

NIP. 3 710295 0044 1

3.

Drh. Ratna Yulistiani, MP

NIP. 196201719 198803 2 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

(3)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, petunjuk dan

ridho-Nya, selama pelaksanaan proposal hasil saya dengan judul “Pembuatan Mie

Tepung Kulit Pisang Kepok “(Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur)”, yang merupakan salah satu

persyaratan kurikulum akademis dalam menyelesaikan studi tingkat sarjana pada

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Kemudahan dan kelancaran selama penyelesaian proposal hasil ini tidak

lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini dengan rasa hormat dan rendah hati, penulis menyampaikan terima

kasih kepada :

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Ir. Latifah, MS. Selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas

Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur .

3. Ibu Ir. Tri Mulyani, MS. Selaku Dosen pembimbing I atas arahannya, bimbingan

dan dukunganya.

4. Ibu Rosida, STP. MP. Selaku Dosen pembimbing II, atas arahan, bimbingan dan

dukunganya.

5. Kedua orang tua kami dan seluruh keluarga besar kami yang telah memberikan

bantuan moril dan do’a selama menyelesaikan proposal skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat saya dan temen-temen kost dan semua pihak yang telah

banyak membantu di dalam penyelesaian proposal hasil ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak

kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan penulis oleh karena itu

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kebaikan dan kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, Juni 2012

(4)

Halaman

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………... ii

DAFTAR TABEL ……….. iv

DAFTAR GAMBAR ………... v

DAFTAR LAMPIRAN……… vi

INTISARI………. vii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Tujuan ……….... 3

C. Manfaat ………... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 4

A. Mie ……….. 4

B. Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica) ………. 8

C. Kulit Pisang ………... 10

D. Pemanfaatan Kulit Pisang ……….. 11

E. Tepung Kulit Pisang ………. 12

F. Tepung Terigu……….... 14

G. Telur……….. 15

H. Bahan Tambahan Untuk Pembuatan Mie Kering ………. 16

I. Sifat-sifat Mie Kering………. 17

J. Analisis Keputusan………... 18

K. Analisis Finansial………... 18

L. Landasan Teori……….. 21

M. Hipotesa………. 24

BAB III. BAHAN DAN METODE ………... 25

A. Tempat dan Waktu ……….. 25

B. Bahan ………. 25

(5)

1. Pembuatan Tepung Kulit Pisang Kepok ……….. 28

2. Pembuatan Mie Kering ……… 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 32

A. Analisa Bahan Awal……… 32

B. Analisa Produk Mie Kering……… 32

1. Kadar Air……… 32

2. Kadar Protein……… 34

3. Kadar Pati………. 36

4. Kadar Serat Kasar……… 38

5. Daya Rehidrasi………. 39

6. Elastisitas……….. 41

C. Hasil Uji Organoleptik……… 43

1. Tekstur………. 43

2. Warna……….. 45

3. Rasa……… 46

D. Analisis Keputusan……… 48

E. Analisis Finansial……….. 50

1. Kapasitas Produksi………. 50

2. Biaya Produksi………. 50

3. Harga Pokok Produksi……… 50

4. Harga Jual Produksi……… 51

5. Break Event Point……… 51

6. Payback Peroid (PP)……….. 51

7. Net Present Value (NPV)……… 52

8. Internal Rate of Return (IRR)………. 52

9. Gross Benefit Cost Ratio……… 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 53

(6)

A. Latar Belakang

Menurut Astawan (1999), mie kering adalah mie segar yang telah

dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya

dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau dengan dryer. Mie kering

mempunyai kadar air rendah sehingga mempunyai daya simpan yang relatif panjang

dan mudah penanganannya.

Mie merupakan produk makanan yang cukup popular dan disukai oleh

berbagai golongan masyarakat. Mie banyak disukai karena citarasanya yang enak

dan mudah dalam penyajiannya. Berdasarkan pengolahannya ada beberapa jenis

mie yang dikenal oleh masyarakat luas, yaitu mie mentah, mie basah, mie kering

dan mie instant. Makanan pengganti nasi tersebut adalah produk yang berbasis

bahan baku gandum yang masih merupakan produk import, sehingga akan sangat

menguntungkan bila bahan baku mie perlu dilakukan alternatif untuk

menggantikannya dengan bahan baku lokal (Royaningsih, 1987).

Astawan, M dan M.W. Astawan (1988), menyatakan bahwa bahan baku

utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, dikarenakan

tepung terigu di Negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk

mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu, misalnya

pisang.

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup

banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata,

hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak

seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan

memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan

baku makanan (Susanti, 2006). Limbah kulit pisang mengandung zat gizi yang

cukup tinggi terutama pada vitamin dan mineralnya sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku makanan dengan cara diolah menjadi tepung. Selain

(7)

gizi bila diolah menjadi makanan. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap,

seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan

air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan

antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988). Dilihat dari kandungan mineralnya

kulit pisang mengandung kalsium yang cukup tinggi yaitu sebesar 715 mg/100 g. 

Melihat kenyataan tersebut, maka harus dicari solusi untuk menangani limbah kulit

pisang kepok tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan

memanfaatkan dan mengolah limbah kulit pisang tersebut lebih lanjut menjadi suatu

bahan yang bermanfaat misalnya dibuat tepung kulit pisang untuk bahan baku

pembuatan mie.

Menurut Sulffahri (2008), di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan

vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup, komposisi kulit pisang

banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %, sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan. Karena kulit pisang

mengandung zat pati maka kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Tepung ini

dapat menggantikan atau mengurangi jumlah tepung yang biasa dipakai dalam

pembuatan bahan makanan (Anonim, 2011).

Kendala yang dihadapi pada pembuatan tepung kulit pisang diantaranya

adalah terjadinya reaksi pencoklatan pada tepung pisang yang dihasilkan, sehingga

diperlukan proses pencegahan perubahan warna secara fisik maupun kimiawi untuk

mengatasi kendala ini.

Na-pirophosphate merupakan bahan yang dapat berfungsi sebagai

penghambat reaksi pencoklatan enzimatis maupun non enzimatis terutama sebagai

pengikat logam dan antioksidan (Furia, 1972).

Penambahan tepung kulit pisang pada pembuatan mie mengakibatkan

berkurangnya protein (gluten) akibat adanya penggantian sebagian tepung terigu

pada mie kering, mengakibatkan mie yang diperoleh akan mudah putus. Untuk

mengatasi hal tersebut maka dilakukan penambahan telur, yang diharapkan dapat

meningkatkan kualitas mie kering.

Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan

mie. Penggunaan telur pada mie bertujuan untuk menambah daya liat mie dan

(8)

telur pada pembuatan mie kering adalah untuk meningkatkan mutu protein mie dan

menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus.

Penelitian Ririn Sandra Yanti (2008), dalam pembuatan mie menggunakan

substitusi 20% tepung kulit pisang raja dan 80% tepung terigu dengan bahan

tambahan lain yaitu garam, soda abu, telur, dan air.

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mie kulit pisang dari tepung kulit

pisang kepok (kajian substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu) dan

penambahan telur dan dianalisis secara fisik, kimia dan organoleptik serta dilakukan

analisis finansial. Pembuatan mie kering dengan mensubstitusi tepung kulit pisang

kepok dan tepung terigu diharapkan akan diperoleh suatu produk mie kering dengan

kandungan protein serta sifat organoleptik yang baik sehingga banyak disukai

konsumen.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok dan penambahan

telur terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik mie kering yang dihasilkan.

2. Menentukan kombinasi perlakuan yang terbaik antara substitusi tepung kulit

pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur, sehigga dapat

dihasilkan mie kering dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen.

C. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Diversifikasi produk mie kering dengan subtitusi tepung kulit pisang kepok

dengan penambahan telur.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknologi pembuatan mie

kering dari tepung kulit pisang kepok dengan baik.

3. Meningkatkan nilai ekonomis kulit pisang kepok yang selama ini menjadi

(9)

A.

Mie

Menurut Widyaningsih (2006), mie merupakan makanan yang sangat

digemari mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, karena rasanya yang enak

dan menyenangkan. Mie mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, hampir

setara dengan kalori dari nasi, sehingga m ie sering digunakan sebagai pengganti

nasi.

Mie di Indonesia dikelompokkan menjadi empat macam yaitu mie mentah,

mie basah, mie kering dan mie instan. Mie kering adalah mie segar yang mengalami

pengeringan kadar air hingga 8 - 10 %, pengeringan umumnya dilakukan dibawah

sinar matahari atau dengan alat pengering, karena bersifat kering maka mie

mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan,

1999).

Proses pengolahan mie kering sedikit berbeda dengan mie instan. Pada mie

kering terjadi proses pengeringan untuk mengurangi kadar air mie hingga 8-10%.

Sedangkan proses pengolahan mie instan umumnya dengan digoreng dan

dilengkapi oleh bahan tambahan seperti bumbu, cabe, kecap, minyak, dan sayuran

kering sehingga mudah dihidangkan dengan cepat (Intan, 1997). Menurut Direktorat

Gizi, Depkes (1992), dalam 100 gram mie kering terkandung energi dan zat gizi

protein, lemak, karbohidrat, dan mineral kalsium, fosfor, besi, vitamin B1, air.

(10)

Table 1. Komposisi Gizi Mie Kering (per 100 gram bahan) Komposisi Jumlah Air (g) Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vit B1 (mg)

28,6 337 7,9 11,8 50 49 47 2,8 0,01 Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)

Mie kering yang disukai konsumen adalah jalinan antar mie bagus dan tidak

lengket satu sama lainnya dan rasa (kekenyalannya) tidak terlalu kenyal atau sedikit

lunak namun tidak terlalu lembek (Mahdar, dkk, 1991). Karakteristik yang disukai

dari mie kering adalah memiliki penampakan putih, hanya sedikit yang

terpecah-pecah selama pemasakan, memiliki permukaan yang lembut dan tidak ditumbuhi

mikroba (Oh et al., 1985 ). Syarat mutu mie kering dapat dilihat pada Tabel 2

dibawah ini.

Tabel 2. Syarat Mutu Mie Kering (SII 0178-90)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 2 3 4 5 6 7 8 Keadaan: 1. Bau 2. Warna 3. Rasa Kadar Air Abu Protein

Bahan Tambahan Makanan 1. Borax dan Aasam Borat 2. Pewarna

3. Formalin Cemaran Logam: 1. Timbal (Pb) 2. Tembaga (Cu) 3. Seng (Zn) 4. Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba

1. Angka Lempeng Total 2. E. Coli

3. Kapang - - - % b/b % b/b % b/b - - - Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/hg Koloni/gr APM/gr Koloni/gr Normal 20-35 Maks 3 Min 8

Tidak boleh ada - - Maks 1,0 Maks 10 Maks 40,0 Maks 0,5 Maks 0,5

(11)

Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan,

pengadukan adonan, pembentukan lembaran, pencetakan mie, pengukusan,

pengeringan dan pengemasan (Astawan, 1999). Berikut tahap-tahap proses

pembuatan mie kering :

1. Persiapan bahan

Tahap awal pembuatan mie kering meliputi persiapan bahan-bahan seperti

pengayakan tepung, penghalusan bahan tambahan dan menimbang

bahan-bahan sesuai yang dikehendaki.

2. Pencampuran bahan

Bahan-bahan (tepung terigu, garam, air, soda kue dan telur) yang telah

disiapkan dicampur semuanya secara perlahan-lahan sampai membentuk

adonan yang homogen.

3. Pengadukan adonan

Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni, pengulenan

dilakukan secara berulang-ulang selama 15 menit.

4. Pembentukan lembaran

Adonan yang sudah kalis dibagi manjadi 2 bagian dengan menggunakan

pisau. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran

yang diatur ketebalanya dan diulang 4 kali sampai ketebalan mie mencapai 1,5

mm. Demikian halnya dengan lembaran kedua. Proses pembentukan lembaran

ini berlangsung selama 10 menit.

5. Pencetakan mie

Proses pencetakan pada umumnya dengan alat pencetak mie (roll press).

Yang digerakkan secar manual, alat ini mempunyai 2 roll, roll I berfungsi untuk

menipiskan lembaran dan roll II berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama

lembaran mie dimasukkan ke dalam roll I kemudian ke roll II.

6. Pengukusan

Mie dipanaskan dengan cara pengukusan, proses pengukusan dilakukan

selama 10 menit dengan suhu 100°C.

7. Pengeringan

Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan ke dalam Cabinet dryer,

(12)

produk mie kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Suhu yang

digunakan untuk proses pengeringan adalah 700C selama 5 jam.

8. Pengemasan

Tahap akhir dari proses produksi mie adalah pengemasan mie.

Berikut diagram alir proses pembuatan mie kering dapat dilihat pada Gambar 1

dibawah ini.

Tepung terigu

- Garam

- Air

- Telur

- Soda kue Pencampuran

Pengadukan hingga adonan homogen

Pembuatan lembaran dengan tebal 1,5 mm

Pencetakan

Pengukusan 100-105°C, 10 menit

Pengeringan suhu 700C, 5 jam

Mie kering

(13)

B.

Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica)

Pisang termasuk buah yang mudah rusak (Perishable), begitu pula dengan

kulit pisang yang selama ini dibuang begitu saja. Oleh karena itu banyak dilakukan

proses pengolahan pisang untuk tujuan tertentu, misalnya meningkatkan nilai

ekonominya, meningkatkan rasa dan pembuatan tepung pisang untuk

memperpanjang umur simpannya. Pengolahan pisang secara tradisional antara lain

dengan cara direbus, dikukus, digoreng atau dibuat ceriping (Anonymus, 2007).

Komposisi kimia buah pisang dan kulit pisang sangat dipengaruhi oleh jenis

pisang kondisi pertumbuhannya dan tingkat kemasakannya (masak fisiologis). Buah

pisang mengandung pati yang cukup tinggi yaitu 18,50%, sehingga buah pisang ini

cukup potensial dikembangkan sebagai sumber pati resisten (Rahmawati et. Al.,

2003).

Pisang memiliki banyak kandungan yang berguna bagi tubuh dan memiliki

banyak manfaat. Dalam buah pisang mulai dari rhizome yang dimilikinya sampai

kulit pisang dapat kita ambil manfaatnya. Daging buahnya sebagai makanan, kulit

pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung kulit pisang dan bonggol pisang

dapat dijadikan soda sebagai bahan baku sabun dan pupuk kalium (Anonymus,

2007).

Tanaman pisang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk berbagai

macam keperluan hidup. Produk utama dari tanaman pisang adalah buahnya,

selain sebagai buah segar buah pisang dapat pula dimanfaatkan sebagai aneka

makanan olahan. Pada pisang yang masih hijau kulitnya tetapi sudah cukup tua,

dagingnya mengandung 21 – 25% zat tepung (Rismunandar, 1986).

Pisang Kepok cocok untuk makanan olahan. Jenis pisang kepok yang lebih

dikenal adalah pisang kepok putih dan pisang kepok kuning dengan warna daging

buah yang sama seperti namanya. Daging buah bertekstur agak keras dengan

aroma yang kurang harum. Kulit buah sangat tebal dan berwarna hijau kekuningan

pada buah yang telah masak. Dalam satu tandan mencapai 10 – 16 sisir (satu sisir

(14)

Gambar 2. Pisang Kepok

Menurut Dadjawak (1981), pisang kepok adalah pisang yang paling

memenuhi syarat karena berbagai pertimbangan yakni :

Secara Teknis

1. Bobot dan volume tepung pisang kepok yang dihasilkan lebih tinggi, kurang lebih

sama dengan terigu.

2. Tepung yang dihasilkan lebih putih bersih sama dengan terigu.

3. Proses pengupasanya lebih mudah.

4. Lebih tahan terhadap musim kemarau panjang.

5. Masa berproduksinya lebih panjang dan lebih stabil.

Secara Non Teknis

Pada pisang kepok ini juga menunjukkan kegunaan dan manfaatnya lebih

luas di bandingkan dengan pisang lainnya sehingga semua lapisan masyarakat

banyak yang menyukainya, baik masyarakat berpenghasilan rendah maupun yang

(15)

C.

Kulit Pisang

Kulit pisang yang selama ini sering dianggap barang tak berharga atau tak

bernilai ternyata memiliki kandungan semua vitamin kecuali vitamin A, fosfor,

kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Kandungan serat yang terdapat dalam

kulit pisang pada analisis proksimat kulit pisang mengandung 13,0% kulit pisang

mentah, 10,1% kulit pisang matang dan 8,12 silase dalam 100% bahan kering.

Menurut Sutardi (1981), bahwa dalam 100% bahan kering yang terdapat dalam kulit

pisang memiliki kandungan zat – zat makanan yang cukup tinggi seperti dapat dilihat

pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Komposisi kandungan gizi 100% bahan kering kulit pisang

Komposisi Jumlah Protein Kasar

Serat Kasar Lemak Kasar

Abu

7,08% 8,34% 11,80%

9,66%

Sumber: Sutardi (1981)

Menurut Heruwatno, dkk (1993), kandungan nutrisi kulit pisang sangat

berpotensi sekali sebagai sumber karbohidrat yang baik untuk semua fase

kehidupan. Kandungan karbohidrat terutama bahan ekstrak tanpa nitrogen sebesar

66,20% dan masih mengandung selulosa dan hemiselulosa sebesar 40% dari total

serat yang dikandungnya (Parakkasi, 1990).

Menurut Suyanti (2008), komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu

68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. Pada kulit pisang mengandung

kandungan kimia salah satunya adalah amilum (pati) atau yang biasanya dikenal

dengan karbohidrat. Karena kulit pisang mengandung zat pati maka kulit pisang

dapat diolah menjadi tepung. Sebelum dibuat menjadi mie, limbah kulit pisang

terlebih dahulu dibuat menjadi tepung pisang (Hamzar, 1991).

Selain daging buahnya, kulit buah pisang juga banyak mengandung zat gizi

antaralain karbohidrat, protein, vitamin, kalsium, dan air. Berdasarkan hasil analisis

(16)

Tabel 4. Komposisi zat gizi kulit pisang per 100 gram bahan

Komposisi Jumlah Air

Karbohidrat Lemak Protein Kalsium

Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C

68,90 gram 18,50 gram 2,11 gram 0,32 gram 0,715 gram 0,117 gram 0,0016 gram

- 0,00012 gram

0,0175 gram

Sumber : Munadjim (1984).

Berdasarkan Tabel diatas, komposisi kimia terbanyak kulit pisang selain air

adalah karbohidrat yang mencapai 18, 50% setiap 100 gram kulit pisang matang.

Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah amilum.

Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat kompleks). Amilum

(pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati

merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan

kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan

manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Amilum

merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk dunia,

terutama di negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai bahan makanan

pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga mengandung protein,

vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya (Johari dan Rahmawati, 2006).

D.

Pemanfaatan Kulit Pisang

Pada umumnya buah pisang dapat dinikmati dalam keadaan segar atau

dalam bentuk olahan. Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat

dimanfaatkan, seperti daun, batang, bonggol pisang, bunga pisang, dan kulit buah

pisang sekalipun. Begitu banyak makanan tradisional khas daerah yang memerlukan

pengemasan dengan daun pisang, sehingga begitu besar ketergantungannya pada

(17)

Bagian dari pisang yang selama ini masih jarang dimanfaatkan adalah kulit

pisang. Melalui cara pengolahan yang cukup sederhana, kulit pisang dari jenis

pisang raja dan pisang ambon dapat diolah menjadi bahan baku minuman anggur

(wine) (Anonim, 2008).

Menurut Lina Susanti (2006), kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan nata. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitiannya tentang perbedaan

penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas nata. Hasil analisisnya terbukti

bahwa ada perbedaan kualitas yang nyata pada nata kulit pisang yang dibuat dari

jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari sifat organoleptiknya. Selain itu, kulit

pisang juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan jelly, cuka, dan sebagainya.

E.

Tepung Kulit Pisang

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang

dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit),

diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan

kehidupan modern yang serba praktis. Prosedur pembuatan tepung sangat

beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan. Namun,

secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan

yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak

mudah menjadi coklat.

Pencoklatan (Browning) pada bahan hasil pertanian merupakan masalah

khusus dalam pengolahan. Pencoklatan tidak hanya disebabkan oleh reaksi kimia

(non enzimatis) tetapi dapat pula disebabkan oleh reaksi enzimatis (Susanto, 1994).

Pada umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami

pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara

sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat

dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim

merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa fenol yang dikatalisis oleh

polyphenol oksidase. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan

pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit

(18)

merendam dalam air atau dengan larutan Na-Pirophosphate (Widowati dan

Damardjati, 2000).

Menurut Hernawati (2009), dari hasil analisis proksimat tepung kulit pisang

raja mempunyai kandungan kadar air sebesar 10,72%, kadar pati sebesar 47,86%,

kadar protein sebesar 4,08% dan kadar serat kasar sebesar 14,08%.

Pada pembuatan tepung kulit pisang, pengeringan dapat dilakukan dengan

menggunakan dua cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan menggunakan

alat pengering (Cabinet Dryer). Kadar air yang harus dicapai pada proses

pengeringan ini adalah 4-6%, yakni kadar air ideal untuk berbagai jenis tepung

(Desrosier, 1988).

Berikut diagram alir proses pembuatan tepung kulit pisang dapat dilihat pada

Gambar 3 dibawah ini.

Pengupasan kulit

Daging buah pisang

Pemotongan (Tebal 1 x 0,5 cm)

Perendaman dengan Na – Pirophosphate

Pengeringan dengan Cabinet dryer (60°C, 8 jam)

Penggilingan dengan blender

Pengayakan (80 mesh)

Analisa :

 Kadar pati

 Kadar air

 Kadar serat kasar Tepung kulit pisang

(19)

F.

Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan pada penggilingan biji

gandum, protein tepung gandum berpengaruh sangat nyata terhadap sifat-sifat

adonan. Protein tepung terigu yang berperan dalam pembentukan adonan adalah

gluten. Gluten tidak terdapat pada biji gandum ataupun pada tepung terigu, akan

tetapi gluten terbentuk bila gliadin bereaksi dengan air. Gliadin dan glutenin

merupakan penyusun utama gluten yang diperoleh bila adonan dicuci untuk

membebaskan patinya (Desrosier, 1988).

Tepung terigu mengandung protein yang dikenal dengan gluten, gluten

merupakan protein sederhana yang terdiri dari glutenin dan gliadin. Gliadin

berpengaruh pada sifat kokoh dan mudah direntangkan. Sedangkan glutenin

bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas dan ketegaran (Widowati, 2007).

Glutenin merupakan fraksi protein yang memberikan kepadatan dan

kekuatan pada adonan untuk menahan gas pada pengembangan adonan serta

berperan dalam pembuatan struktur adonan. Sedangkan gliadin adalah fraksi protein

yang memberikan sifat lembut dan elastis (Anni, 2008).

Menurut Williams (1997), mekanisme terbentuknya gluten yang elastis

adalah pada saat proses pengulenan atau proses pengadonan akan terbentuk sifat

yang elastis kohesif gluten yang berikatan dengan molekul air. Pengadonan

dilakukan terus maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi

lembek dan lengket disebabkan terjadi pemutusan ikatan disulfida (gugus sufhidril)

yang berlebihan.

Menurut Astawan (2006), berdasarkan kandungan proteinnya tepung terigu

dibedakan atas :

1. Protein tinggi (Hard flour)

Kandungan proteinnya tinggi, yaitu 12-13% dengan merk dagang Kereta

Kencana dan Cakra Kembar. Jenis tepung ini banyak digunakan untuk pembuata

aneka produk beragi yang difermentasi dan mie yang berkualitas tinggi.

2. Protein sedang (Medium hard flour)

Biasanya mengandung protein antara 9,5-11% dengan merk dagan Gunung

Bromo. Tepung setengah keras cocok dibuat kue, aneka produk pasta, biskuit

(20)

3. Protein rendah (Soft flour)

Mempunyai kandungan protein 7-8,5% dengan merk dagang Roda Biru.

Paling sesuai digunakan untuk bahan pembuatan biskuit dan aneka kue kering.

Adapun komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Terigu (per 100 gram bahan)

Komposisi Jumlah Air (gr) Kalori(gr) Protein(gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Serat Kasar (gr) Kalsium (mg) Zat Besi (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) 1

Niasin (mg) 13.5 344 12 2 77,3 2 3.3 3.5 0.4 Protein 0.1 5.1 Sumber : Anonymus (1994)

G.

Telur

Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan

mie, dimana penambahan kuning telur berfungsi untuk mengembangkan adonan

dan akan memberikan warna seragam. Hal ini didukung oleh Anonim (2009), pada

pembuatan mie telur digunakan untuk meningkatkan kadar protein pada mie. Hal ini

dikarenakan putih telur yang menyebabkan kenyal dan kuning telur bisa memberi

warna pada mie juga membuat mie berasa lebih gurih. Komposisi kimia telur dapat

dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Komposisi Kimia Telur dan Bagian-bagianya

Komponen Telur Utuh

(selain kulit) Putih Telur Kuning Telur Protein (%)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

Air (%)

Vitamin dan Mineral (%)

12,8 11,5 8 75 1 9 Sedikit sekali 0 88 1 16 31 0 51 1

(21)

Menurut Winangun (2007), telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati atau

Stabilizer yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada tepung

terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari

mie yang dihasilkan.

Sedangkan menurut James (1988), telur berfungsi sebagai pembantu

pembentukan jaringan protein selama pencampuran dan pengadukan adonan,

sehingga dapat memperbaiki kualitas dari produk.

Selain itu penambahan telur pada pembuatan mie dimaksudkan untuk

meningkatkan mutu dan tekstur mie menjadi lebih liat sehingga tidak mudah

putus-putus karena kandungan protein albumin pada telur yang berfungsi sebagai pengikat

adonan (Winarno, 1993).

H.

Bahan Tambahan Untuk Pembuatan Mie Kering

Menurut Astawan (2005), bahan pembantu untuk pembuatan mie adalah

bahan-bahan selain bahan baku yang ditambahkan untuk membantu terlaksananya

proses produksi sehingga didapatkan produk sesuai dengan yang diharapkan.

Bahan pembantu yang dipakai antara lain seperti : air, garam dapur, soda kue

(Natrium Karbonat) dan minyak goreng.

1.

Air

Air merupakan komponen terpenting dalam bahan pangan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Air berfungsi

sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam

bahan makanan, untuk beberapa bahan air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat

melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air, mineral.

Menurut Anonim (2006).

Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38 %dari campuran

bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38%, adonan akan menjadi sangat

lengket dan jika kurang dari 28%, adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit

dicetak.

2.

Garam Dapur

Garam digunakan sebagai bumbu atau bahan pengawet makanan dengan

(22)

menambah cita rasa yaitu memberi rasa asin dan gurih pada mie, selain itu juga

dapat menyebabkan jaringan gluten menjadi kuat sehingga produk mie menjadi

elastis.

Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur untuk memberi rasa,

memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, serta

untuk mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim

protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak

mengembang secara berlebihan.

3.

Soda Kue

Soda kue merupakan campuran dari natrium dan kalium kabonat, berfungsi

untuk mempercepat pengikatan gluten dan meningkatkan elastisitas dan

fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat

kekenyalan pada mie.

4.

Minyak Goreng

Tujuan penggunaan minyak goreng adalah sebagai penambah rasa gurih,

dan penambah nilai kalori bahan pangan. Selain itu dapat memperbaiki

penampakan dari mie (Winarno, 1997). Pada pembuatan mie, pemakaian minyak

goreng digunakan sebagai pelumas sehingga memperkecil tingkat kelengketan,

baik antar jalinan mie maupun antara mie dengan roll pada saat pemipihan.

Menurut Ketaren (1986), tujuan penggunaan lemak minyak dalam bahan

makanan ada beberapa macam, diantaranya adalah untuk memperbaiki rupa dan

struktur fisik bahan makanan tersebut, meningkatkan gizi dan kalori serta untuk

memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan.

I.

Sifat-sifat Mie Kering

1. Elastisitas

Elastisitas adalah sifat struktural yang berhubungan dengan kekuatan atau

konsentrasi gel yang terbentuk. Sedangkan ekstensibilitas adalah gaya tahan

maksimal suatu benda terhadap rentangan atau tarikan sebelum putus (Suwaryo,

(23)

2. Daya Rehidrasi

Daya rehidrasi adalah daya serap air. Daya serap air pada terigu adalah

banyaknya air yang masuk dalam adonan. Semakin tinggi protein semakin tinggi

pula daya serap airnya (Deman, 1997)

Kapasitas rehidrasi merupakan kemampuan mengikat air melalui ikatan

hidrogen yang dinyatakan sebagai rasio berat mie sebelum dan sesudah rehidrasi

(Siswawej, 1990).

3. Tingkat pengembangan mie

Menurut Imam (2006), pengembangan granula pati disebabkan

molekul-molekul air berpenetrasi masuk kedalam granula pati dan terperangkap dalam

susunan amilosa dan amilopektinnya. Pada saat pengukusan, air terperangkap

dalam 3 struktur dimensi penyusun gel.

J.

Analisis Keputusan

Menurut Siagian (1978), keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses

untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan

keputusn adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang

diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut.

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu proses prosedur logis yang

kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi

juga suatu cara unutk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987).

Analisis keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan

dengan mempertimbangkan aspek kimia, fisik dan organoleptik dari produk mie

kering dengan perlakuan tepung terigu dan substitusi tepung kulit pisang kepok

dengan penambahan telur kemudian dilakukan analisis finansial.

K.

Analisis Finansial

Menurut Pujosumarto (1984), analisis finansial adalah analisis yang melihat

proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya ke dalam proyek.

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek

(24)

tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Samsudin,

1987).

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai

atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut

terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume penjualan

(Muljadi, 1986).

Analisis finansial yang dilakukan meliputi analisis nilai uang dengan metode

Net Present Value (NPV), Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return

(IRR), Break Event Point (BEP), Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) dan

Payback Periode (PP).

1. Break Even Point (BEP)

BEP adalah suatu keadaan dimana pada tingkat penjualan tertentu

perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian (Susanto dan

Saneto, 1994). BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VC P

FC Po

 

VC

FC BEP

Keterangan :

P = Sale Price (Rp)

Po = Produk pulang pokok/satuan

FC = Fixed Cost atau biaya tetap per unit (Rp)

VC = Variable Cost atau biaya tidak tetap per unit (Rp)

BEP = titik impas

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut :

Biaya titik impas (Susanto dan saneto, 1994)

a. Biaya Titik Impas

Biaya Tetap BEP =

1-(biaya tidak tetap/pendapatan)

b. Peresentase titik impas (Susanto dan Saneto, 1994)

BEP (Rp)

BEP (%) = x 100 %

(25)

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk

mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:

Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan.

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value ( NPV ) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang

dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari

0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan

diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 ( nol ), maka proyek tersebut tidak layak untuk

dilaksanakan. Rumus NPV adalah :

NPV =

 

n

t

i

t

Ct

B

2

1

'

Keterangan:

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t

Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

t = 1,2, 3,………n

n = Umur ekonomi dari suatu proyek.

i = Sosial discount rate (Mulyadi, 1986).

3. Payback Periode

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan

modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun

waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai

ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut:

Ab I Period

Payback

Keterangan: I = Jumlah modal

Ab = Penerimaan bersih perbulan

4. Rate of Return

Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return adalah nilai discount

rate I dengan NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat juga dianggap sebagai

tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam satuan proyek, asalkan setiap benefit

(26)

Rumus perhitungan IRR adalah sebagai berikut :

IRR = 1 +

" NPV ' NPV

NPV

 (I" – i')

Keterangan:

NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai

NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai;

i = Tingkat bunga

(Tiomar, 1994).

5. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang

telah dirupiahkan sekarang ( present value ). ( Muljadi, 1986 )

Nilai B/C Ratio =

Produksi Biaya

Pendapatan

L.

Landasan Teori

Mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya

mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran dibawah

sinar matahari atau dengan dryer. Mie kering mempunyai kadar air rendah sehingga

mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan,

1999).

Mie kering dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya

sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan lainnya, dapat diberi

perlakuan dengan bahan alkali.

Gluten merupakan protein dalam tepung terigu yang dapat dibentuk dari

gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk

pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis

dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya (Koswara, 2005).

Glutenin merupakan fraksi protein yang memberikan kepadatan dan kekuatan pada

adonan untuk menahan gas pada pengembangan adonan serta berperan dalam

pembuatan struktur adonan. Sedangkan gliadin adalah fraksi protein yang

(27)

berinteraksi membentuk gluten saat dilakukan pencampuran dengan air.

(Anonymus, 2010).

Hal-hal yang berpengaruh terhadap tektsur mie adalah protein dan pati. Pada

pembentukan mie dapat terjadi gelatinisasi pati, pasta pati yang telah mengalami

gelatinisasi terdiri dari granula - granula yang membengkak tersuspensi dalam air

panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Molekul amilosa

tersebut akan terus terdispersi asalkan pasta pati tersebut dalam keadaan panas.

Jika pasta tersebut kemudaian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi

untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali.

Molekul - molekul amilosa berikatan kembali dengan cabang amilopektin sehingga

menggabungkan butir pati yang membengkak dan membentuk semacam jaring -

jaring sehingga terbentuk mikrokristal dan mengendap. Tahap pertama pada

fenomena gelatinisasi ialah dimana permukaan mie akan mengalami pembasahan.

Pada tahap pertama ini pori - pori mie akan terbuka sehingga mempermudah proses

gelatinisasi pati. Tahap kedua mie akan mengalami proses gelatinisasi. Granula pati

dibuat membengkak luar biasa sehingga bersifat tidak bisa kembali seperti semula.

Air yang berada di dalam bahan pangan tersebut terserap oleh granula pati

sehingga membengkak. Tahap ketiga merupakan tahap penguapan air pada

permukaan mie dan mulai membentuk lapisan film tipis sehingga mie menjadi halus

dan kering (Winarno, 2002). Menurut Koswara (2005), setelah pembentukan mie

dilakukan proses pengukusan karena pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan

koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan

menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan

hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat.

Menurut Joseph (2000), selama pencampuran adonan komponen dan air,

struktur tiga dimensi dari adonan dibentuk di mana partikel gluten dimasukkan ke

dalam membran tipis yang tertanam dalam butiran-butiran pati dan komponen lain

dari tepung. Sifat adonan dan struktur gluten optimal terbentuk sebagai akibat dari

banyaknya ikatan sekunder lemah dan interaksi. Gluten adalah massa elastis yang

terikat dengan komponen-komponen lain seperti pati dan menahan gas yang timbul

sehingga menyebabkan struktur lunak dari roti. Hidrasi protein gluten menyebabkan

terbentuknya benang-benang yang dengan gliadin membentuk lapisan tipis (film)

(28)

Mekanisme pembentukan adonan oleh gluten adalah, interaksi hidrofobik

akan membentuk agregat protein dan mengikat lemak dan substansi nonpolar

lainnya, kemudian ikatan hidrogen akan mengikat air dan bersifat kohesi dan adhesi

yang menyebabkan ikatan sulfhidril dan disulfida akan membentuk polimer. (Ichda,

2008).

Penambahan telur pada mie bertujuan untuk menambah daya liat mie,

mengembangkan adonan dan mempercepat hidrasi air. Hal ini sesuai dengan

pendapat Astawan (2001), bahwa penambahan telur pada pembuatan mie kering

adalah untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih

liat sehingga tidak mudah putus. Pada penggunaannya didasarkan pada

penggunaan tiga sifat fungsional: koagulasi termal, kemampuan berbusa, dan sifat

pengemulsi ditambah warna dan aroma (Pomeranz, 1998).

Wahyudi (2003), menyatakan bahwa pada protein putih telur dapat

membentuk lapisan yang cukup kuat dan albumin pada telur menyebabkan

pengikatan air yang lebih baik. Hal ini dikarenakan putih telur yang menyebabkan

kenyal, dan kuning telur bisa memberi warna pada mie juga membuat mie terasa

lebih gurih.

Astawan, M dan M.W. Astawan (1988), menyatakan bahwa bahan baku

utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, dikarenakan

tepung terigu di Negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk

mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu.

Menurut Suyanti (2008), komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu

68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. Pada kulit pisang mengandung

kandungan kimia salah satunya adalah amilum (pati) atau yang biasanya dikenal

dengan karbohidrat. Karena kulit pisang mengandung zat pati maka kulit pisang

dapat diolah menjadi tepung. Sebelum dibuat menjadi mie, limbah kulit pisang

terlebih dahulu dibuat menjadi tepung pisang (Hamzar, 1991).

Dari penelitian Ririn Sandra Yanti (2008), dalam pembuatan mie

menggunakan substitusi 20% tepung kulit pisang raja dan 80% tepung terigu dengan

(29)

M.

Hipotesa

Diduga terdapat pengaruh yang nyata pada substitusi tepung kulit pisang

kepok pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap sifat fisik, kimia dan

(30)

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium

Analisa Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan Fakultas

Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur, dengan waktu pelaksanaan mulai bulan

November 2011 – 2012 sampai selesai.

B. Bahan

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie antara lain, kulit pisang

kapok (masak fisiologis), tepug terigu “cakra kembar”, telur, garam dapur, soda kue

dan minyak goreng yang diperoleh dari pasar Sopo Nyono Rungkut Surabaya,

Na-Pirophosphate yang diperoleh dari toko bahan kimia (CV. Tristar Chemical) di Rungkut

Surabaya.

Bahan untuk analisa yang digunakan adalah Aquades, alkohol, HCl, Indikator

PP, Larutan fehling, Indikator metil blue, H2SO4.

C. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah, cabinet dryer, alat pencetak mie,

timbangan analitik, Loyang, mixer, pisau stainless, baskom plastik, alat pengukus dan

blender.

D. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor masing-masing

terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan

ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT

(31)

1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu :

Faktor I : Substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu

 A1 = 15 %

 A2 = 20 %

 A3 = 25 %

Faktor II : Penambahan telur (% berat) :

 B1 = telur 18 %

 B2 = telur 20 %

 B3 = telur 22 %

Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai

berikut :

Telur (%)

Substitusi tepung kulit

pisang kepok B

1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3

A3 A3B1 A3B2 A3B3

Keterangan :

A1B1 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15% dan penambahan Telur 18%

A1B2 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15% dan penambahan Telur

20%

A1B3 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15% dan Penambahan Telur

22%

A2B1 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20% dan Penambahan Telur

18%

A2B2 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20% dan Penambahan Telur

20%

A2B3 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20% dan Penambahan Telur

22%

A3B1 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25% dan Penambahan Telur

(32)

A3B2 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25% dan Penambahan Telur

20%

A3B3 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25% dan Penambahan Telur

22%

Menurut Vincent (1999), perhitungan statistika dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

Yijk = µ +

α

i

+

β

j

+ (

αβ

)

ij

+

ε

ijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ku-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari

faktor II)

µ = Nilai tengah populasi (rata – rata yang sesungguhnya)

αi = Pengaruh aditif ke-i dari faktor I

βj = Pengaruh aditif ke-j dari faktor II

(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor I dαan taraf ke-j dari faktor II

ε = Pengaruh kesalahan (galat dari satuan percobaan ke-k yang

memperoleh kombinasi dari perlakuan ij)

2. Variabel tetap :

1. Berat tepung terigu dan tepung kulit pisang kepok 100 gr

2. Lama perendaman Na–Pirophosphate selama 10 menit

3. Berat garam 2 gr

4. Berat soda kue 1 gr

5. Volume air 40 ml

6. Waktu pencampuran selama 15 menit

(33)

8. Pengeringan suhu 70⁰C selama 6 jam

Data yang diperoleh dianalisia dengan analisis ragam untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka

dilanjutkan dengan Uji Duncan (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

E. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati untuk bahan baku produk mie kering yaitu meliputi :

1. Pada tepung kulit pisang kepok

1) Kadar air Metode Pengeringan (Sudarmadji,1997)

2) Kadar pati (Sudarmadji, 1984)

3) Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1984)

2. Pada produk mie kering

1) Kadar air metode Pengeringan (Sudarmadji,1997)

2) Kadar pati (Sudarmadji dkk, 1984)

3) Kadar protein (Sudarmadji dkk, 1984)

4) Daya rehidrasi (Muchtadi dan Sugiono, 1992)

5) Uji elastisitas mie (Marthen, 1997)

6) Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1984)

7) Uji organoleptik (Scale Scoring) meliputi : warna, tekstur dan rasa

F. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Tepung Kulit Pisang Kepok :

1) Kulit pisang kepok disortasi, pengupasan kulit pisang untuk memisahkan

daging buah pisang.

2) Kulit pisang kepok ditimbang kemudian di Blenching selama 10 menit

dengan suhu 90⁰C kemudian didinginkan selama 5 menit dan dilakukan

pengirisan.

3) Kemudian kulit pisang kepok direndam dengan Na-Pirophosphate selama 10

menit, kemudian ditiriskan.

4) Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan Cabinet dryer dengan suhu

600C, selama 10 jam.

(34)

6) Kulit pisang kepok diayak dengan ayakan 80 mesh.

7) Tepung kulit pisang kepok dikemas dan sebagian dianalisis meliputi :

rendemen, kadar air dan kadar pati.

Pisang kepok

Sortasi

Pengupasan kulit pisang

Blanching (90°C, 10 menit)

Daging buah pisang

Pengirisan kulit pisang

Fosfatasi dalam Na-pirophosphate Selama 10 menit

Penirisan

Pengeringan (Cabinet dryer 60°C, 10 jam)

Kulit pisang

Ditimbang

Pendinginan 5 menit

(35)

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung kulit pisang kepok

2. Pembuatan Mie Kering

Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan,

pengadukan adonan, pencetakan mie, pengukusan, pengeringan dan

pengemasan.

1) Penimbangan bahan sesuai perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok

pada tepung terigu (15, 20, 25)% dan penambahan telur (18, 20, 22)% dan

bahan-bahan lain (garam, soda kue dan air) dicampur

2) Kemudian dilakukan pengadukan hingga adonan homogen atau kalis.

3) Adonan dimasukkan ke dalam cetakan mie untuk dibuat lembaran.

4) Kemudian dilakukan pencetakan mie

5) Selanjutnya mie dikukus dengan suhu 1000C selama 10 menit.

6) Mie selanjutnya dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam Cabinet

dryer dengan suhu 70⁰C, selama 6 jam.

7) Mie kering yang diperoleh dianalisa kadar protein, kadar air, kadar pati,

kadar serat kasar, daya rehidrasi, elastisitas dan uji organoleptik. Penggilingan (blender)

Pengayakan (80 mesh)

Tepung kulit pisang kepok Analisa :

 Kadar pati

(36)

Substitusi Tepung Terigu pada Tepung Kulit Pisang Kepok

 85 : 15

 80 : 20

Pencampuran Telur : 18 %, 20 %, 22 %

Garam : 2 gram Soda kue : 1 gram Air : 40 ml

Pengadukan hingga adonan homogen

Pembuatan lembaran

Pencetakan

Pengukusan (100⁰C, 10 menit)

Pengeringan (70⁰C, 6 jam)

Mie kering

Analisa

1. Kadar Air

2. Kadar Protein

3. Kadar Pati

4. Kadar serat kasar

(37)
(38)

A. Analisa Bahan Awal

Pada penelitian pembuatan mie kering dilakukan analisa terhadap bahan baku

awal tepung kulit pisang kepok yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil analisa tepung kulit pisang kepok per 100 gr bahan

Komponen Tepung Kulit Pisang Kepok

Kadar Air (%) 11,958 %

Kadar Pati (%) 52,5 %

Kadar Serat Kasar (%) 18,913 %

Hasil analisa bahan awal tepung kulit pisang kepok menunjukkan bahwa

mengandung kadar air sebesar 11,958%, kadar pati 52,5%, dan kadar serat kasar

18,913%.

Menurut Hernawati (2009), dari hasil analisis proksimat tepung kulit pisang raja

mempunyai kandungan kadar air sebesar 10,72%, kadar pati sebesar 47,86%, kadar

protein sebesar 4,08% dan kadar serat kasar sebesar 14,08%. Hasil perbedaan analisa

seperti pada kadar air, kadar pati dan kadar serat kasar, disebabkan karena adanya

perbedaan jenis kulit pisang, tingkat kemasakanya atau cara dalam pembuatan tepung.

B. Analisa Produk Mie Kering 1. Kadar Air

Hasil analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p ≤

0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan

penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap

kadar air mie kering. Rerata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit

pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 8.

Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur

(39)

Tabel 8. Nilai rata-rata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.

Perlakuan

Substitusi Tepung Kulit Pisang

Kepok pada Tepung Terigu

Penambahan Telur

(% v/b)

Kadar Air

(%) Notasi

DMRT

5 %

18 9.4720 a -

15 % 20 10.2197 b 0.4903

22 10.5440 bc 0.5151

18 10.7390 c 0.5300

20 % 20 10.8330 c 0.5399

22 10.9197 c 0.5481

18 11.0940 c 0.5547

25 % 20 11.8987 d 0.5580

22 12.4123 d 0.5613

Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan

perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Pada Tabel 8, menunjukkan bahwa rata-rata kadar air mie kering berkisar antara

9.4720% - 12.4123%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (15% b/b) dan

penambahan telur (18% v/b) memberikan hasil kadar air mie kering terendah (9.4720%),

sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (25% b/b) dan penambahan

telur (22% v/b) memberikan hasil kadar air mie kering tertinggi (12.4123%).

(40)

Pada Gambar 6, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit pisang kepok

dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan kadar air mie kering.

Hal ini disebabkan karena tepung kulit pisang kepok mengandung kadar serat yang

cukup tinggi yaitu, 18,913% dan serat mempunyai sifat mengikat air, demikian pula

semakin tinggi penambahan telur akan meningkatkan kadar air mie kering, karena telur

juga memiliki kandungan air yang tinggi. Selain itu telur juga mengandung protein yang

bersifat dapat mengikat air sehingga dapat menyebabkan kadar air meningkat.

Hal ini didukung oleh Wahyudi (2003), yang menyatakan bahwa pada protein

putih telur dapat membentuk lapisan yang cukup kuat dan albumin pada telur

menyebabkan pengikatan air yang lebih baik. Hal ini dikarenakan putih telur yang

menyebabkan kenyal, dan kuning telur bisa memberi warna pada mie juga membuat mie

terasa lebih gurih.

2. Kadar Protein

Hasil analisis ragam (Lampiran 4), menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p ≤

0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan

penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap

kadar protein mie kering. Rerata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi

tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada

Tabel 9. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan

(41)

Tabel 9. Nilai rata-rata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.

Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan

Substitusi Tepung Kulit Pisang

Kepok pada Tepung Terigu

Penambahan Telur

(% v/b)

Kadar

Protein

(%)

Notasi DMRT

5 %

18 12.3320 c 0.8831

15 % 20 12.4570 c 0.8884

22 12.4890 c 0.8936

18 11.6170 bc 0.8200

20 % 20 11.7910 bc 0.8595

22 11.8150 bc 0.8726

18 9.7723 a -

25 % 20 11.2280 b 0.7806

22 11.7097 bc 0.8437

perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Pada Tabel 9, menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein mie kering berkisar

antara 12.4890% - 9.7723%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (15% b/b)

dan penambahan telur (22% v/b) memberikan hasil kadar protein mie kering tertinggi

(12.4890%), sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (25% b/b) dan

penambahan telur (18% v/b) memberikan hasil kadar protein mie kering terendah

(9.7723%).

(42)

Pada Gambar 7, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung terigu atau

(semakin rendah substitusi tepung kulit pisang kepok) dan semakin tinggi penambahan

telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering yang dihasilkan, sebaliknya

semakin rendah substitusi tepung terigu atau (semakin tinggi substitusi tepung kulit

pisang kepok) dan semakin rendah penambahan telur maka kadar protein semakin

menurun. Hal ini disebabkan karena tepung terigu mempunyai kandungan protein yang

disebut gluten, sehingga tepung terigu akan membentuk gluten jika dibasahi air

sedangkan tepung kulit pisang kepok mempunyai kadar protein yang lebih kecil

dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu yaitu, 12% (Anonymus, 1994), dan

kandungan kadar protein pada telur cukup tinggi, sehingga semakin tinggi penambahan

telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering.

Hal ini didukung oleh Winangun (2007), telur berfungsi sebagai pengikat molekul

pati atau Stabilizer yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada

tepung terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur

dari mie kering yang dihasilkan, sedangkan menurut Astawan (2011), bahwa

penambahan telur pada pembuatan mie kering adalah untuk meningkatkan mutu protein

mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus.

3. Kadar Pati

Hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p ≤

0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan

penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap

kadar pati mie kering. Rerata kadar pati mie kering dengan perlakuan substitusi tepung

kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel

10. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan

(43)

Tabel 10. Nilai rata-rata kadar pati mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.

Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan

Substitusi Tepung Kulit Pisang

Kepok pada Tepung Terigu

Penambahan Telur

(% v/b)

Kadar Pati

(%) Notasi

DMRT

5 %

18 64.4243 h 2.0800

15 % 20 57.7017 g 2.0678

22 53.7363 f 2.0555

18 53.5780 f 2.0311

20 % 20 50.9427 e 2.0005

22 43.2303 d 1.9638

18 40.1007 c 1.9087

25 % 20 35.6810 b 1.8169

22 29.9380 a -

perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Pada Tabel 10, menunjukkan bahwa rata-rata kadar pati mie kering berkisar

antara 64.0910% - 29.9380%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (15% b/b)

dan penambahan telur (18% v/b) memberikan hasil kadar pati mie kering tertinggi

(64.0910%), sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (25% b/b) dan

penambahan telur (22% v/b) memberikan hasil kadar pati mie kering terendah

(29.9380%).

(44)

Pada Gambar 8, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung terigu atau

(semakin rendah substitusi tepung kulit pisang kepok) dan semakin rendah penambahn

telur menyebabkan kadar pati mie kering akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan

karena kandungan kadar pati tepung terigu lebih besar dibandingkan dengan kadar pati

tepung kulit pisang kepok, sehingga semakin tinggi substitusi tepung terigu dan semakin

rendah substitusi tepung kulit pisang kepok maka akan meningkatkan kadar pati pada

mie kering. Sesuai dengan hasil analisa bahan baku bahwa kadar pati pada tepung kulit

pisang kepok yaitu (52,5%%).

Hal ini didukung oleh Anonymus (1994) bahwa tepung terigu mengandung kadar

pati yaitu (77,3%). Proses penyerapan air dengan pengembangan yang irreversible

dimulai dengan ikatan hidrogen yang menghubungkan molekul – molekul amilosa dan

amilopektin sehingga pati rusak oleh panas, sedangkan dengan adanya penambahan

telur dapat mengikat molekul pati yang terdapat pada tepung terigu dan tepung substitusi

lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari mie kering yang dihasilkan

(Winarno, 2007).

4. Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa tidak terjadi

interaksi yang nyata (p≤0,05) antara substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung

terigu dan penambahan telur terhadap kadar serat kasar mie kering. Perlakuan substitusi

tepung kulit pisang kepok berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar (p ≤ 0,05)

sedangkan penambahan telur tidak berpengaruh nyata. Rerata kadar serat kasar mie

kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok terhadap serat kasar mie kering

Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok

pada Tepung Terigu

Rata-rata

Kadar Serat

Kasar (%)

Notasi DMRT

5%

15 % 2,5454 a -

20 % 3,7414 b 0,8603

(45)

Pada Tabel 11, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit pisang

kepok maka semakin meningkat kadar serat kasar pada mie kering. Hal ini disebabkan

karena kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok lebih tinggi daripada dengan

kadar serat kasar pada tepung terigu, sehingga semakin tinggi substitusi tepung kulit

pisang kepok akan meningkatkan kadar serat kasar pada mie kering.

Hal ini didukung oleh Anonymous (1994), bahwa kandungan serat kasar pada

tepung terigu adalah 2%, sedangkan kandungan kadar serat kasar pada tepung kulit

pisang kepok menurut hasil analisa bahan baku yaitu, 18,913% yang menyebabkan

kadar serat kasar mie kering semakin meningkat.

Tabel 12. Pengaruh penambahan telur terhadap kadar serat kasar mie kering Perlakuan

Penambahan Telur

(% v/b)

Rata-rata

Kadar Serat Kasar (%) Notasi

18 3,4788 tn

20 3,7331 tn

22 3,8860 tn

Pada Tabel 12, menjelaskan secara statistik bahwa perlakuan penambahan telur

tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar. Hal ini disebabkan karena telur

merupakan bahan pangan hewani yang tidak mengandung serat kasar.

Menurut Gaman, dkk (1994), komposisi kimia yang terdapat pada telur adalah

protein, karbohidrat, lemak, air dan vitamin dan mineral. Sehingga penambahan telur

tidak memberikan efek terhadap kadar serat kasar mie kering yang dihasilkan.

5. Daya Rehidrasi

Berdasarkan hasil analisis ragam pada (Lampiran 7), menunjukkan adanya

interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok

pada tepung terigu dan penambahan telur, serta masing-masing perlakuan berpengaruh

nyata (p ≤ 0,05) terhadap daya rehidrasi mie kering. Rerata nilai daya rehidrasi mie

kering dengan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan

telur dapat dilihat pada Tabel 13. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada

(46)

Tabel 13. Nilai rata-rata daya rehidrasi mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.

Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan

perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05).

Perlakuan

Substitusi Tepung Kulit Pisang

Kepok pada Tepung Terigu

Penambahan Telur

(% v/b)

Daya

Rehidrasi

(%)

Notasi DMRT 5

%

18 49.3633 a -

15 % 20 49.9893 b 0,2948

22 51.0593 c 0,3097

18 51.7421 d 0,3245

20 % 20 51.7017 d 0,3186

22 52.1205 e 0,3295

18 52.8235 f 0,3335

25 % 20 53.6758 g 0,3355

22 55.0447 h 0,3374

Pada Tabel 13, menunjukkan bahwa rata-rata nilai daya rehidrasi mie kering

berkisar antara 49.3633% - 55.0447%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok

pada tepung terigu (75:25) dan penambahan telur (22%) memberikan nilai daya rehidrasi

pada mie kering tertinggi (55.0447%), sedangkan substitusi tepung kulit pisang kepok

pada tepung terigu (85:15) dan penambahan telur (18%) memberikan nilai daya rehidrasi

pada mie kering terendah (49.3633%).

(47)

Pada Gambar 9, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit

pisang kepok dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan daya

rehidrasi pada mie kering yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tepung kulit pisang

kepok mengandung kadar serat yang cukup tinggi dan serat mempunyai sifat menyerap

air, demikian pula dengan adanya penambahan telur, semakin tinggi penambahan telur

maka akan meningkatkan kadar protein mie kering yang dihasilkan dan karena protein

bersifat mudah mengikat air sehingga mie yang dihasilkan mempunyai daya rehidrasi

lebih tinggi.

Hal ini didukung oleh Astawan (2001), menyatakan bahwa penambahan telur

pada pembuatan mie kering bertujuan untuk menambah daya liat mie kering,

mengembangkan adonan dan mempercepat daya hidrasi air. Sedangkan menurut James

(1988), telur berfungsi sebagai pembantu pembentukan jaringan protein selama

pencampuran dan pengadukan adonan, sehingga dapat memperbaiki kualitas dari

produk.

6. Elastisitas

Hasil analisis ragam (Lampiran 8), menunjukkan adanya interaksi yang nyata

(p≤0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan

penambahan telur, serta masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap

elastisitas mie. Rerata nilai elastisitas mie kering dengan substitusi tepung kulit pisang

kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 14. Pengaruh

substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap

(48)

Tabel 14. Nilai rata-rata uji elastisitas mie kering dengan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur

Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan

Substitusi Tepung Kulit Pisang

Kepok pada Tepung Terigu

Penambahan

Telur

(% v/b)

Elastisitas

(%) Notasi

DMRT

5 %

18 26.7427 e 1.7540

15 % 20 30.2680 f 1.7645

22 33.0965 g 1.7749

18 21.2365 c 1.6757

20 % 20 23.9995 d 1.7070

22 25.1631 de 1.7331

18 14.2778 a -

25 % 20 16.5270 b 1.5504

22 16.8328 b 1.6287

perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)

Pada Tabel 14, menunjukkan bahwa rata-rata uji elastisitas mie kering berkisar

antara 14.2778% - 33.0965%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada

tepung terigu (85:15) dan penambahan telur (22%) memberikan hasil uji elastisitas mie

kering tertinggi (33.0965%), sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok

pada tepung terigu (75:25) dan penambahan telur (18%) memberikan hasil uji elastisitas

mie kering terendah (14.2778%).

(49)

Pada Gambar 10, menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan telur dan

semakin besar substitusi tepung terigu, maka elastisitas mie kering akan semakin

meningkat dan sebaliknya, semakin rendah penambahan telur dan semakin rendah

substitusi tepung terigu, maka elastisitas mie

Gambar

Table 1. Komposisi Gizi Mie Kering (per 100 gram bahan)
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan mie kering (Astawan, 1999)
Gambar 2. Pisang Kepok
Tabel 4. Komposisi zat gizi kulit pisang per 100 gram bahan Komposisi Jumlah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus dan penambahan telur pada kualitas produk cake dan menentukan perlakuan

Interaksi antara tingkat substitusi tepung ubikayu dengan tepung terigu yang difortifikasi tepung jagung terhadap kadar protein mie kering. Kadar protein mie kering cendemng

menjelaskan hasil rerata uji organoleptik rasa terhadap mie basah dengan perlakuan perbandingan tepung terigu 100 g, pisang 200 g dan umbi talas 300 g serta penambahan

Perlakuan subsitusi tepung terigu dengan tepung pisang kepok putih 0% sampai dengan 100% memberikan pengaruh terhadap sifat fisikokimia yang meliputi kadar air

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh substitusi tepung pisang kepok sebanyak 15%, 30% dan 45% dari tepung terigu yang digunakan terhadap kualitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi tepung terigu : pisang tanduk kukus dan penambahan telur pada kualitas produk cake dan menentukan perlakuan

Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam (uji F) produk mie kering substitusi tepung sagu terfermentasi dengan penambahan putih telur terhadap penilaian sensorik

Hasil Uji Kadar Serat Tidak Larut Mie Basah dengan Substitusi Tepung Bonggol Pisang Kepok dan Tepung Umbi Bit Komposisi Tepung Gandum, Tepung Bonggol Pisang Kepok, dan Tepung Umbi