Dan Penambahan Telur)
SKRIPSI
Oleh :
Fery Rois
NPM : 0633010039
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
PEMBUATAN MIE TEPUNG KULIT PISANG KEPOK
(Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu
Dan Penambahan Telur)
Disusun Oleh:
Fery Ro’is
NPM. 0633010039
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Dosen Penguji Skripsi Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 15 Juni 2012
Tim Penguji
Pembimbing Skripsi I
1.
Ir. Sudaryati. MP
Ir. Tri Mulyani. MS
NIP. 19521103 198803 2 001
NIP. 19511129 198503 2 001
2.
Pembimbing Skripsi II
Ir. Tri Mulyani. MS
Rosida. STP. MP
NIP. 19511129 198503 2 001
NIP. 3 710295 0044 1
3.
Drh. Ratna Yulistiani, MP
NIP. 196201719 198803 2 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, petunjuk dan
ridho-Nya, selama pelaksanaan proposal hasil saya dengan judul “Pembuatan Mie
Tepung Kulit Pisang Kepok “(Kajian Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok Pada Tepung Terigu Dan Penambahan Telur)”, yang merupakan salah satu
persyaratan kurikulum akademis dalam menyelesaikan studi tingkat sarjana pada
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Industri Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Kemudahan dan kelancaran selama penyelesaian proposal hasil ini tidak
lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini dengan rasa hormat dan rendah hati, penulis menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Latifah, MS. Selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur .
3. Ibu Ir. Tri Mulyani, MS. Selaku Dosen pembimbing I atas arahannya, bimbingan
dan dukunganya.
4. Ibu Rosida, STP. MP. Selaku Dosen pembimbing II, atas arahan, bimbingan dan
dukunganya.
5. Kedua orang tua kami dan seluruh keluarga besar kami yang telah memberikan
bantuan moril dan do’a selama menyelesaikan proposal skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat saya dan temen-temen kost dan semua pihak yang telah
banyak membantu di dalam penyelesaian proposal hasil ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan penulis oleh karena itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kebaikan dan kesempurnaan laporan ini.
Surabaya, Juni 2012
Halaman
KATA PENGANTAR ……… i
DAFTAR ISI ………... ii
DAFTAR TABEL ……….. iv
DAFTAR GAMBAR ………... v
DAFTAR LAMPIRAN……… vi
INTISARI………. vii
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang ……….. 1
B. Tujuan ……….... 3
C. Manfaat ………... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 4
A. Mie ……….. 4
B. Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica) ………. 8
C. Kulit Pisang ………... 10
D. Pemanfaatan Kulit Pisang ……….. 11
E. Tepung Kulit Pisang ………. 12
F. Tepung Terigu……….... 14
G. Telur……….. 15
H. Bahan Tambahan Untuk Pembuatan Mie Kering ………. 16
I. Sifat-sifat Mie Kering………. 17
J. Analisis Keputusan………... 18
K. Analisis Finansial………... 18
L. Landasan Teori……….. 21
M. Hipotesa………. 24
BAB III. BAHAN DAN METODE ………... 25
A. Tempat dan Waktu ……….. 25
B. Bahan ………. 25
1. Pembuatan Tepung Kulit Pisang Kepok ……….. 28
2. Pembuatan Mie Kering ……… 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 32
A. Analisa Bahan Awal……… 32
B. Analisa Produk Mie Kering……… 32
1. Kadar Air……… 32
2. Kadar Protein……… 34
3. Kadar Pati………. 36
4. Kadar Serat Kasar……… 38
5. Daya Rehidrasi………. 39
6. Elastisitas……….. 41
C. Hasil Uji Organoleptik……… 43
1. Tekstur………. 43
2. Warna……….. 45
3. Rasa……… 46
D. Analisis Keputusan……… 48
E. Analisis Finansial……….. 50
1. Kapasitas Produksi………. 50
2. Biaya Produksi………. 50
3. Harga Pokok Produksi……… 50
4. Harga Jual Produksi……… 51
5. Break Event Point……… 51
6. Payback Peroid (PP)……….. 51
7. Net Present Value (NPV)……… 52
8. Internal Rate of Return (IRR)………. 52
9. Gross Benefit Cost Ratio……… 52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 53
A. Latar Belakang
Menurut Astawan (1999), mie kering adalah mie segar yang telah
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya
dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau dengan dryer. Mie kering
mempunyai kadar air rendah sehingga mempunyai daya simpan yang relatif panjang
dan mudah penanganannya.
Mie merupakan produk makanan yang cukup popular dan disukai oleh
berbagai golongan masyarakat. Mie banyak disukai karena citarasanya yang enak
dan mudah dalam penyajiannya. Berdasarkan pengolahannya ada beberapa jenis
mie yang dikenal oleh masyarakat luas, yaitu mie mentah, mie basah, mie kering
dan mie instant. Makanan pengganti nasi tersebut adalah produk yang berbasis
bahan baku gandum yang masih merupakan produk import, sehingga akan sangat
menguntungkan bila bahan baku mie perlu dilakukan alternatif untuk
menggantikannya dengan bahan baku lokal (Royaningsih, 1987).
Astawan, M dan M.W. Astawan (1988), menyatakan bahwa bahan baku
utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, dikarenakan
tepung terigu di Negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk
mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu, misalnya
pisang.
Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata,
hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak
seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan
memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan
baku makanan (Susanti, 2006). Limbah kulit pisang mengandung zat gizi yang
cukup tinggi terutama pada vitamin dan mineralnya sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku makanan dengan cara diolah menjadi tepung. Selain
gizi bila diolah menjadi makanan. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap,
seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan
air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan
antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988). Dilihat dari kandungan mineralnya
kulit pisang mengandung kalsium yang cukup tinggi yaitu sebesar 715 mg/100 g.
Melihat kenyataan tersebut, maka harus dicari solusi untuk menangani limbah kulit
pisang kepok tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan
memanfaatkan dan mengolah limbah kulit pisang tersebut lebih lanjut menjadi suatu
bahan yang bermanfaat misalnya dibuat tepung kulit pisang untuk bahan baku
pembuatan mie.
Menurut Sulffahri (2008), di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan
vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup, komposisi kulit pisang
banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 %, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan. Karena kulit pisang
mengandung zat pati maka kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Tepung ini
dapat menggantikan atau mengurangi jumlah tepung yang biasa dipakai dalam
pembuatan bahan makanan (Anonim, 2011).
Kendala yang dihadapi pada pembuatan tepung kulit pisang diantaranya
adalah terjadinya reaksi pencoklatan pada tepung pisang yang dihasilkan, sehingga
diperlukan proses pencegahan perubahan warna secara fisik maupun kimiawi untuk
mengatasi kendala ini.
Na-pirophosphate merupakan bahan yang dapat berfungsi sebagai
penghambat reaksi pencoklatan enzimatis maupun non enzimatis terutama sebagai
pengikat logam dan antioksidan (Furia, 1972).
Penambahan tepung kulit pisang pada pembuatan mie mengakibatkan
berkurangnya protein (gluten) akibat adanya penggantian sebagian tepung terigu
pada mie kering, mengakibatkan mie yang diperoleh akan mudah putus. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dilakukan penambahan telur, yang diharapkan dapat
meningkatkan kualitas mie kering.
Telur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan
mie. Penggunaan telur pada mie bertujuan untuk menambah daya liat mie dan
telur pada pembuatan mie kering adalah untuk meningkatkan mutu protein mie dan
menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus.
Penelitian Ririn Sandra Yanti (2008), dalam pembuatan mie menggunakan
substitusi 20% tepung kulit pisang raja dan 80% tepung terigu dengan bahan
tambahan lain yaitu garam, soda abu, telur, dan air.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mie kulit pisang dari tepung kulit
pisang kepok (kajian substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu) dan
penambahan telur dan dianalisis secara fisik, kimia dan organoleptik serta dilakukan
analisis finansial. Pembuatan mie kering dengan mensubstitusi tepung kulit pisang
kepok dan tepung terigu diharapkan akan diperoleh suatu produk mie kering dengan
kandungan protein serta sifat organoleptik yang baik sehingga banyak disukai
konsumen.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok dan penambahan
telur terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik mie kering yang dihasilkan.
2. Menentukan kombinasi perlakuan yang terbaik antara substitusi tepung kulit
pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur, sehigga dapat
dihasilkan mie kering dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen.
C. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Diversifikasi produk mie kering dengan subtitusi tepung kulit pisang kepok
dengan penambahan telur.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknologi pembuatan mie
kering dari tepung kulit pisang kepok dengan baik.
3. Meningkatkan nilai ekonomis kulit pisang kepok yang selama ini menjadi
A.
MieMenurut Widyaningsih (2006), mie merupakan makanan yang sangat
digemari mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, karena rasanya yang enak
dan menyenangkan. Mie mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, hampir
setara dengan kalori dari nasi, sehingga m ie sering digunakan sebagai pengganti
nasi.
Mie di Indonesia dikelompokkan menjadi empat macam yaitu mie mentah,
mie basah, mie kering dan mie instan. Mie kering adalah mie segar yang mengalami
pengeringan kadar air hingga 8 - 10 %, pengeringan umumnya dilakukan dibawah
sinar matahari atau dengan alat pengering, karena bersifat kering maka mie
mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan,
1999).
Proses pengolahan mie kering sedikit berbeda dengan mie instan. Pada mie
kering terjadi proses pengeringan untuk mengurangi kadar air mie hingga 8-10%.
Sedangkan proses pengolahan mie instan umumnya dengan digoreng dan
dilengkapi oleh bahan tambahan seperti bumbu, cabe, kecap, minyak, dan sayuran
kering sehingga mudah dihidangkan dengan cepat (Intan, 1997). Menurut Direktorat
Gizi, Depkes (1992), dalam 100 gram mie kering terkandung energi dan zat gizi
protein, lemak, karbohidrat, dan mineral kalsium, fosfor, besi, vitamin B1, air.
Table 1. Komposisi Gizi Mie Kering (per 100 gram bahan) Komposisi Jumlah Air (g) Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vit B1 (mg)
28,6 337 7,9 11,8 50 49 47 2,8 0,01 Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992)
Mie kering yang disukai konsumen adalah jalinan antar mie bagus dan tidak
lengket satu sama lainnya dan rasa (kekenyalannya) tidak terlalu kenyal atau sedikit
lunak namun tidak terlalu lembek (Mahdar, dkk, 1991). Karakteristik yang disukai
dari mie kering adalah memiliki penampakan putih, hanya sedikit yang
terpecah-pecah selama pemasakan, memiliki permukaan yang lembut dan tidak ditumbuhi
mikroba (Oh et al., 1985 ). Syarat mutu mie kering dapat dilihat pada Tabel 2
dibawah ini.
Tabel 2. Syarat Mutu Mie Kering (SII 0178-90)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 2 3 4 5 6 7 8 Keadaan: 1. Bau 2. Warna 3. Rasa Kadar Air Abu Protein
Bahan Tambahan Makanan 1. Borax dan Aasam Borat 2. Pewarna
3. Formalin Cemaran Logam: 1. Timbal (Pb) 2. Tembaga (Cu) 3. Seng (Zn) 4. Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba
1. Angka Lempeng Total 2. E. Coli
3. Kapang - - - % b/b % b/b % b/b - - - Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/hg Koloni/gr APM/gr Koloni/gr Normal 20-35 Maks 3 Min 8
Tidak boleh ada - - Maks 1,0 Maks 10 Maks 40,0 Maks 0,5 Maks 0,5
Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan,
pengadukan adonan, pembentukan lembaran, pencetakan mie, pengukusan,
pengeringan dan pengemasan (Astawan, 1999). Berikut tahap-tahap proses
pembuatan mie kering :
1. Persiapan bahan
Tahap awal pembuatan mie kering meliputi persiapan bahan-bahan seperti
pengayakan tepung, penghalusan bahan tambahan dan menimbang
bahan-bahan sesuai yang dikehendaki.
2. Pencampuran bahan
Bahan-bahan (tepung terigu, garam, air, soda kue dan telur) yang telah
disiapkan dicampur semuanya secara perlahan-lahan sampai membentuk
adonan yang homogen.
3. Pengadukan adonan
Adonan yang sudah membentuk gumpalan selanjutnya diuleni, pengulenan
dilakukan secara berulang-ulang selama 15 menit.
4. Pembentukan lembaran
Adonan yang sudah kalis dibagi manjadi 2 bagian dengan menggunakan
pisau. Bagian yang pertama dimasukkan ke dalam mesin pembentuk lembaran
yang diatur ketebalanya dan diulang 4 kali sampai ketebalan mie mencapai 1,5
mm. Demikian halnya dengan lembaran kedua. Proses pembentukan lembaran
ini berlangsung selama 10 menit.
5. Pencetakan mie
Proses pencetakan pada umumnya dengan alat pencetak mie (roll press).
Yang digerakkan secar manual, alat ini mempunyai 2 roll, roll I berfungsi untuk
menipiskan lembaran dan roll II berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama
lembaran mie dimasukkan ke dalam roll I kemudian ke roll II.
6. Pengukusan
Mie dipanaskan dengan cara pengukusan, proses pengukusan dilakukan
selama 10 menit dengan suhu 100°C.
7. Pengeringan
Mie yang telah dicetak selanjutnya dimasukkan ke dalam Cabinet dryer,
produk mie kering dan renyah serta terbentuk lapisan protein. Suhu yang
digunakan untuk proses pengeringan adalah 700C selama 5 jam.
8. Pengemasan
Tahap akhir dari proses produksi mie adalah pengemasan mie.
Berikut diagram alir proses pembuatan mie kering dapat dilihat pada Gambar 1
dibawah ini.
Tepung terigu
- Garam
- Air
- Telur
- Soda kue Pencampuran
Pengadukan hingga adonan homogen
Pembuatan lembaran dengan tebal 1,5 mm
Pencetakan
Pengukusan 100-105°C, 10 menit
Pengeringan suhu 700C, 5 jam
Mie kering
B.
Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Formatypica)Pisang termasuk buah yang mudah rusak (Perishable), begitu pula dengan
kulit pisang yang selama ini dibuang begitu saja. Oleh karena itu banyak dilakukan
proses pengolahan pisang untuk tujuan tertentu, misalnya meningkatkan nilai
ekonominya, meningkatkan rasa dan pembuatan tepung pisang untuk
memperpanjang umur simpannya. Pengolahan pisang secara tradisional antara lain
dengan cara direbus, dikukus, digoreng atau dibuat ceriping (Anonymus, 2007).
Komposisi kimia buah pisang dan kulit pisang sangat dipengaruhi oleh jenis
pisang kondisi pertumbuhannya dan tingkat kemasakannya (masak fisiologis). Buah
pisang mengandung pati yang cukup tinggi yaitu 18,50%, sehingga buah pisang ini
cukup potensial dikembangkan sebagai sumber pati resisten (Rahmawati et. Al.,
2003).
Pisang memiliki banyak kandungan yang berguna bagi tubuh dan memiliki
banyak manfaat. Dalam buah pisang mulai dari rhizome yang dimilikinya sampai
kulit pisang dapat kita ambil manfaatnya. Daging buahnya sebagai makanan, kulit
pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung kulit pisang dan bonggol pisang
dapat dijadikan soda sebagai bahan baku sabun dan pupuk kalium (Anonymus,
2007).
Tanaman pisang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk berbagai
macam keperluan hidup. Produk utama dari tanaman pisang adalah buahnya,
selain sebagai buah segar buah pisang dapat pula dimanfaatkan sebagai aneka
makanan olahan. Pada pisang yang masih hijau kulitnya tetapi sudah cukup tua,
dagingnya mengandung 21 – 25% zat tepung (Rismunandar, 1986).
Pisang Kepok cocok untuk makanan olahan. Jenis pisang kepok yang lebih
dikenal adalah pisang kepok putih dan pisang kepok kuning dengan warna daging
buah yang sama seperti namanya. Daging buah bertekstur agak keras dengan
aroma yang kurang harum. Kulit buah sangat tebal dan berwarna hijau kekuningan
pada buah yang telah masak. Dalam satu tandan mencapai 10 – 16 sisir (satu sisir
Gambar 2. Pisang Kepok
Menurut Dadjawak (1981), pisang kepok adalah pisang yang paling
memenuhi syarat karena berbagai pertimbangan yakni :
Secara Teknis
1. Bobot dan volume tepung pisang kepok yang dihasilkan lebih tinggi, kurang lebih
sama dengan terigu.
2. Tepung yang dihasilkan lebih putih bersih sama dengan terigu.
3. Proses pengupasanya lebih mudah.
4. Lebih tahan terhadap musim kemarau panjang.
5. Masa berproduksinya lebih panjang dan lebih stabil.
Secara Non Teknis
Pada pisang kepok ini juga menunjukkan kegunaan dan manfaatnya lebih
luas di bandingkan dengan pisang lainnya sehingga semua lapisan masyarakat
banyak yang menyukainya, baik masyarakat berpenghasilan rendah maupun yang
C.
Kulit PisangKulit pisang yang selama ini sering dianggap barang tak berharga atau tak
bernilai ternyata memiliki kandungan semua vitamin kecuali vitamin A, fosfor,
kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Kandungan serat yang terdapat dalam
kulit pisang pada analisis proksimat kulit pisang mengandung 13,0% kulit pisang
mentah, 10,1% kulit pisang matang dan 8,12 silase dalam 100% bahan kering.
Menurut Sutardi (1981), bahwa dalam 100% bahan kering yang terdapat dalam kulit
pisang memiliki kandungan zat – zat makanan yang cukup tinggi seperti dapat dilihat
pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Komposisi kandungan gizi 100% bahan kering kulit pisang
Komposisi Jumlah Protein Kasar
Serat Kasar Lemak Kasar
Abu
7,08% 8,34% 11,80%
9,66%
Sumber: Sutardi (1981)
Menurut Heruwatno, dkk (1993), kandungan nutrisi kulit pisang sangat
berpotensi sekali sebagai sumber karbohidrat yang baik untuk semua fase
kehidupan. Kandungan karbohidrat terutama bahan ekstrak tanpa nitrogen sebesar
66,20% dan masih mengandung selulosa dan hemiselulosa sebesar 40% dari total
serat yang dikandungnya (Parakkasi, 1990).
Menurut Suyanti (2008), komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu
68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. Pada kulit pisang mengandung
kandungan kimia salah satunya adalah amilum (pati) atau yang biasanya dikenal
dengan karbohidrat. Karena kulit pisang mengandung zat pati maka kulit pisang
dapat diolah menjadi tepung. Sebelum dibuat menjadi mie, limbah kulit pisang
terlebih dahulu dibuat menjadi tepung pisang (Hamzar, 1991).
Selain daging buahnya, kulit buah pisang juga banyak mengandung zat gizi
antaralain karbohidrat, protein, vitamin, kalsium, dan air. Berdasarkan hasil analisis
Tabel 4. Komposisi zat gizi kulit pisang per 100 gram bahan
Komposisi Jumlah Air
Karbohidrat Lemak Protein Kalsium
Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C
68,90 gram 18,50 gram 2,11 gram 0,32 gram 0,715 gram 0,117 gram 0,0016 gram
- 0,00012 gram
0,0175 gram
Sumber : Munadjim (1984).
Berdasarkan Tabel diatas, komposisi kimia terbanyak kulit pisang selain air
adalah karbohidrat yang mencapai 18, 50% setiap 100 gram kulit pisang matang.
Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah amilum.
Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat kompleks). Amilum
(pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati
merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan
kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan
manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Amilum
merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk dunia,
terutama di negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai bahan makanan
pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga mengandung protein,
vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya (Johari dan Rahmawati, 2006).
D.
Pemanfaatan Kulit PisangPada umumnya buah pisang dapat dinikmati dalam keadaan segar atau
dalam bentuk olahan. Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat
dimanfaatkan, seperti daun, batang, bonggol pisang, bunga pisang, dan kulit buah
pisang sekalipun. Begitu banyak makanan tradisional khas daerah yang memerlukan
pengemasan dengan daun pisang, sehingga begitu besar ketergantungannya pada
Bagian dari pisang yang selama ini masih jarang dimanfaatkan adalah kulit
pisang. Melalui cara pengolahan yang cukup sederhana, kulit pisang dari jenis
pisang raja dan pisang ambon dapat diolah menjadi bahan baku minuman anggur
(wine) (Anonim, 2008).
Menurut Lina Susanti (2006), kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan nata. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitiannya tentang perbedaan
penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas nata. Hasil analisisnya terbukti
bahwa ada perbedaan kualitas yang nyata pada nata kulit pisang yang dibuat dari
jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari sifat organoleptiknya. Selain itu, kulit
pisang juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan jelly, cuka, dan sebagainya.
E.
Tepung Kulit PisangTepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit),
diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang serba praktis. Prosedur pembuatan tepung sangat
beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan. Namun,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan
yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak
mudah menjadi coklat.
Pencoklatan (Browning) pada bahan hasil pertanian merupakan masalah
khusus dalam pengolahan. Pencoklatan tidak hanya disebabkan oleh reaksi kimia
(non enzimatis) tetapi dapat pula disebabkan oleh reaksi enzimatis (Susanto, 1994).
Pada umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami
pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara
sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat
dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim
merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa fenol yang dikatalisis oleh
polyphenol oksidase. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan
pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit
merendam dalam air atau dengan larutan Na-Pirophosphate (Widowati dan
Damardjati, 2000).
Menurut Hernawati (2009), dari hasil analisis proksimat tepung kulit pisang
raja mempunyai kandungan kadar air sebesar 10,72%, kadar pati sebesar 47,86%,
kadar protein sebesar 4,08% dan kadar serat kasar sebesar 14,08%.
Pada pembuatan tepung kulit pisang, pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan dua cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan menggunakan
alat pengering (Cabinet Dryer). Kadar air yang harus dicapai pada proses
pengeringan ini adalah 4-6%, yakni kadar air ideal untuk berbagai jenis tepung
(Desrosier, 1988).
Berikut diagram alir proses pembuatan tepung kulit pisang dapat dilihat pada
Gambar 3 dibawah ini.
Pengupasan kulit
Daging buah pisang
Pemotongan (Tebal 1 x 0,5 cm)
Perendaman dengan Na – Pirophosphate
Pengeringan dengan Cabinet dryer (60°C, 8 jam)
Penggilingan dengan blender
Pengayakan (80 mesh)
Analisa :
Kadar pati
Kadar air
Kadar serat kasar Tepung kulit pisang
F.
Tepung TeriguTepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan pada penggilingan biji
gandum, protein tepung gandum berpengaruh sangat nyata terhadap sifat-sifat
adonan. Protein tepung terigu yang berperan dalam pembentukan adonan adalah
gluten. Gluten tidak terdapat pada biji gandum ataupun pada tepung terigu, akan
tetapi gluten terbentuk bila gliadin bereaksi dengan air. Gliadin dan glutenin
merupakan penyusun utama gluten yang diperoleh bila adonan dicuci untuk
membebaskan patinya (Desrosier, 1988).
Tepung terigu mengandung protein yang dikenal dengan gluten, gluten
merupakan protein sederhana yang terdiri dari glutenin dan gliadin. Gliadin
berpengaruh pada sifat kokoh dan mudah direntangkan. Sedangkan glutenin
bertanggung jawab terhadap sifat elastisitas dan ketegaran (Widowati, 2007).
Glutenin merupakan fraksi protein yang memberikan kepadatan dan
kekuatan pada adonan untuk menahan gas pada pengembangan adonan serta
berperan dalam pembuatan struktur adonan. Sedangkan gliadin adalah fraksi protein
yang memberikan sifat lembut dan elastis (Anni, 2008).
Menurut Williams (1997), mekanisme terbentuknya gluten yang elastis
adalah pada saat proses pengulenan atau proses pengadonan akan terbentuk sifat
yang elastis kohesif gluten yang berikatan dengan molekul air. Pengadonan
dilakukan terus maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut karena adonan menjadi
lembek dan lengket disebabkan terjadi pemutusan ikatan disulfida (gugus sufhidril)
yang berlebihan.
Menurut Astawan (2006), berdasarkan kandungan proteinnya tepung terigu
dibedakan atas :
1. Protein tinggi (Hard flour)
Kandungan proteinnya tinggi, yaitu 12-13% dengan merk dagang Kereta
Kencana dan Cakra Kembar. Jenis tepung ini banyak digunakan untuk pembuata
aneka produk beragi yang difermentasi dan mie yang berkualitas tinggi.
2. Protein sedang (Medium hard flour)
Biasanya mengandung protein antara 9,5-11% dengan merk dagan Gunung
Bromo. Tepung setengah keras cocok dibuat kue, aneka produk pasta, biskuit
3. Protein rendah (Soft flour)
Mempunyai kandungan protein 7-8,5% dengan merk dagang Roda Biru.
Paling sesuai digunakan untuk bahan pembuatan biskuit dan aneka kue kering.
Adapun komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Terigu (per 100 gram bahan)
Komposisi Jumlah Air (gr) Kalori(gr) Protein(gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Serat Kasar (gr) Kalsium (mg) Zat Besi (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) 1
Niasin (mg) 13.5 344 12 2 77,3 2 3.3 3.5 0.4 Protein 0.1 5.1 Sumber : Anonymus (1994)
G.
TelurTelur merupakan bahan tambahan yang sangat penting dalam pembuatan
mie, dimana penambahan kuning telur berfungsi untuk mengembangkan adonan
dan akan memberikan warna seragam. Hal ini didukung oleh Anonim (2009), pada
pembuatan mie telur digunakan untuk meningkatkan kadar protein pada mie. Hal ini
dikarenakan putih telur yang menyebabkan kenyal dan kuning telur bisa memberi
warna pada mie juga membuat mie berasa lebih gurih. Komposisi kimia telur dapat
dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Komposisi Kimia Telur dan Bagian-bagianya
Komponen Telur Utuh
(selain kulit) Putih Telur Kuning Telur Protein (%)
Lemak (%)
Karbohidrat (%)
Air (%)
Vitamin dan Mineral (%)
12,8 11,5 8 75 1 9 Sedikit sekali 0 88 1 16 31 0 51 1
Menurut Winangun (2007), telur berfungsi sebagai pengikat molekul pati atau
Stabilizer yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada tepung
terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari
mie yang dihasilkan.
Sedangkan menurut James (1988), telur berfungsi sebagai pembantu
pembentukan jaringan protein selama pencampuran dan pengadukan adonan,
sehingga dapat memperbaiki kualitas dari produk.
Selain itu penambahan telur pada pembuatan mie dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu dan tekstur mie menjadi lebih liat sehingga tidak mudah
putus-putus karena kandungan protein albumin pada telur yang berfungsi sebagai pengikat
adonan (Winarno, 1993).
H.
Bahan Tambahan Untuk Pembuatan Mie KeringMenurut Astawan (2005), bahan pembantu untuk pembuatan mie adalah
bahan-bahan selain bahan baku yang ditambahkan untuk membantu terlaksananya
proses produksi sehingga didapatkan produk sesuai dengan yang diharapkan.
Bahan pembantu yang dipakai antara lain seperti : air, garam dapur, soda kue
(Natrium Karbonat) dan minyak goreng.
1.
AirAir merupakan komponen terpenting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Air berfungsi
sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam
bahan makanan, untuk beberapa bahan air berfungsi sebagai pelarut. Air dapat
melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut air, mineral.
Menurut Anonim (2006).
Jumlah air yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38 %dari campuran
bahan yang akan digunakan. Jika lebih dari 38%, adonan akan menjadi sangat
lengket dan jika kurang dari 28%, adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit
dicetak.
2.
Garam DapurGaram digunakan sebagai bumbu atau bahan pengawet makanan dengan
menambah cita rasa yaitu memberi rasa asin dan gurih pada mie, selain itu juga
dapat menyebabkan jaringan gluten menjadi kuat sehingga produk mie menjadi
elastis.
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur untuk memberi rasa,
memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie, serta
untuk mengikat air. Selain itu, garam dapur dapat menghambat aktivitas enzim
protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak
mengembang secara berlebihan.
3.
Soda KueSoda kue merupakan campuran dari natrium dan kalium kabonat, berfungsi
untuk mempercepat pengikatan gluten dan meningkatkan elastisitas dan
fleksibilitas mie, meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat
kekenyalan pada mie.
4.
Minyak GorengTujuan penggunaan minyak goreng adalah sebagai penambah rasa gurih,
dan penambah nilai kalori bahan pangan. Selain itu dapat memperbaiki
penampakan dari mie (Winarno, 1997). Pada pembuatan mie, pemakaian minyak
goreng digunakan sebagai pelumas sehingga memperkecil tingkat kelengketan,
baik antar jalinan mie maupun antara mie dengan roll pada saat pemipihan.
Menurut Ketaren (1986), tujuan penggunaan lemak minyak dalam bahan
makanan ada beberapa macam, diantaranya adalah untuk memperbaiki rupa dan
struktur fisik bahan makanan tersebut, meningkatkan gizi dan kalori serta untuk
memberikan cita rasa yang gurih dari bahan pangan.
I.
Sifat-sifat Mie Kering1. Elastisitas
Elastisitas adalah sifat struktural yang berhubungan dengan kekuatan atau
konsentrasi gel yang terbentuk. Sedangkan ekstensibilitas adalah gaya tahan
maksimal suatu benda terhadap rentangan atau tarikan sebelum putus (Suwaryo,
2. Daya Rehidrasi
Daya rehidrasi adalah daya serap air. Daya serap air pada terigu adalah
banyaknya air yang masuk dalam adonan. Semakin tinggi protein semakin tinggi
pula daya serap airnya (Deman, 1997)
Kapasitas rehidrasi merupakan kemampuan mengikat air melalui ikatan
hidrogen yang dinyatakan sebagai rasio berat mie sebelum dan sesudah rehidrasi
(Siswawej, 1990).
3. Tingkat pengembangan mie
Menurut Imam (2006), pengembangan granula pati disebabkan
molekul-molekul air berpenetrasi masuk kedalam granula pati dan terperangkap dalam
susunan amilosa dan amilopektinnya. Pada saat pengukusan, air terperangkap
dalam 3 struktur dimensi penyusun gel.
J.
Analisis KeputusanMenurut Siagian (1978), keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses
untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan
keputusn adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang
diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut.
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu proses prosedur logis yang
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan, tetapi
juga suatu cara unutk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani, 1987).
Analisis keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek kimia, fisik dan organoleptik dari produk mie
kering dengan perlakuan tepung terigu dan substitusi tepung kulit pisang kepok
dengan penambahan telur kemudian dilakukan analisis finansial.
K.
Analisis FinansialMenurut Pujosumarto (1984), analisis finansial adalah analisis yang melihat
proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya ke dalam proyek.
Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek
tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Samsudin,
1987).
Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai
atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut
terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume penjualan
(Muljadi, 1986).
Analisis finansial yang dilakukan meliputi analisis nilai uang dengan metode
Net Present Value (NPV), Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return
(IRR), Break Event Point (BEP), Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) dan
Payback Periode (PP).
1. Break Even Point (BEP)
BEP adalah suatu keadaan dimana pada tingkat penjualan tertentu
perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian (Susanto dan
Saneto, 1994). BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VC P
FC Po
VC
FC BEP
Keterangan :
P = Sale Price (Rp)
Po = Produk pulang pokok/satuan
FC = Fixed Cost atau biaya tetap per unit (Rp)
VC = Variable Cost atau biaya tidak tetap per unit (Rp)
BEP = titik impas
Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut :
Biaya titik impas (Susanto dan saneto, 1994)
a. Biaya Titik Impas
Biaya Tetap BEP =
1-(biaya tidak tetap/pendapatan)
b. Peresentase titik impas (Susanto dan Saneto, 1994)
BEP (Rp)
BEP (%) = x 100 %
c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk
mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:
Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan.
2. Net Present Value (NPV)
Net Present Value ( NPV ) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang
dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari
0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan
diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 ( nol ), maka proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan. Rumus NPV adalah :
NPV =
n
t
i
t
Ct
B
2
1
'
Keterangan:
Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t
Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t
t = 1,2, 3,………n
n = Umur ekonomi dari suatu proyek.
i = Sosial discount rate (Mulyadi, 1986).
3. Payback Periode
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan
modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun
waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai
ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut:
Ab I Period
Payback
Keterangan: I = Jumlah modal
Ab = Penerimaan bersih perbulan
4. Rate of Return
Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return adalah nilai discount
rate I dengan NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat juga dianggap sebagai
tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam satuan proyek, asalkan setiap benefit
Rumus perhitungan IRR adalah sebagai berikut :
IRR = 1 +
" NPV ' NPV
NPV
(I" – i')
Keterangan:
NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai
NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai;
i = Tingkat bunga
(Tiomar, 1994).
5. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang
telah dirupiahkan sekarang ( present value ). ( Muljadi, 1986 )
Nilai B/C Ratio =
Produksi Biaya
Pendapatan
L.
Landasan TeoriMie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya
mencapai 8 - 10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran dibawah
sinar matahari atau dengan dryer. Mie kering mempunyai kadar air rendah sehingga
mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya (Astawan,
1999).
Mie kering dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya
sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan lainnya, dapat diberi
perlakuan dengan bahan alkali.
Gluten merupakan protein dalam tepung terigu yang dapat dibentuk dari
gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk
pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis
dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya (Koswara, 2005).
Glutenin merupakan fraksi protein yang memberikan kepadatan dan kekuatan pada
adonan untuk menahan gas pada pengembangan adonan serta berperan dalam
pembuatan struktur adonan. Sedangkan gliadin adalah fraksi protein yang
berinteraksi membentuk gluten saat dilakukan pencampuran dengan air.
(Anonymus, 2010).
Hal-hal yang berpengaruh terhadap tektsur mie adalah protein dan pati. Pada
pembentukan mie dapat terjadi gelatinisasi pati, pasta pati yang telah mengalami
gelatinisasi terdiri dari granula - granula yang membengkak tersuspensi dalam air
panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Molekul amilosa
tersebut akan terus terdispersi asalkan pasta pati tersebut dalam keadaan panas.
Jika pasta tersebut kemudaian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi
untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali.
Molekul - molekul amilosa berikatan kembali dengan cabang amilopektin sehingga
menggabungkan butir pati yang membengkak dan membentuk semacam jaring -
jaring sehingga terbentuk mikrokristal dan mengendap. Tahap pertama pada
fenomena gelatinisasi ialah dimana permukaan mie akan mengalami pembasahan.
Pada tahap pertama ini pori - pori mie akan terbuka sehingga mempermudah proses
gelatinisasi pati. Tahap kedua mie akan mengalami proses gelatinisasi. Granula pati
dibuat membengkak luar biasa sehingga bersifat tidak bisa kembali seperti semula.
Air yang berada di dalam bahan pangan tersebut terserap oleh granula pati
sehingga membengkak. Tahap ketiga merupakan tahap penguapan air pada
permukaan mie dan mulai membentuk lapisan film tipis sehingga mie menjadi halus
dan kering (Winarno, 2002). Menurut Koswara (2005), setelah pembentukan mie
dilakukan proses pengukusan karena pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan
koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan
menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan
hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat.
Menurut Joseph (2000), selama pencampuran adonan komponen dan air,
struktur tiga dimensi dari adonan dibentuk di mana partikel gluten dimasukkan ke
dalam membran tipis yang tertanam dalam butiran-butiran pati dan komponen lain
dari tepung. Sifat adonan dan struktur gluten optimal terbentuk sebagai akibat dari
banyaknya ikatan sekunder lemah dan interaksi. Gluten adalah massa elastis yang
terikat dengan komponen-komponen lain seperti pati dan menahan gas yang timbul
sehingga menyebabkan struktur lunak dari roti. Hidrasi protein gluten menyebabkan
terbentuknya benang-benang yang dengan gliadin membentuk lapisan tipis (film)
Mekanisme pembentukan adonan oleh gluten adalah, interaksi hidrofobik
akan membentuk agregat protein dan mengikat lemak dan substansi nonpolar
lainnya, kemudian ikatan hidrogen akan mengikat air dan bersifat kohesi dan adhesi
yang menyebabkan ikatan sulfhidril dan disulfida akan membentuk polimer. (Ichda,
2008).
Penambahan telur pada mie bertujuan untuk menambah daya liat mie,
mengembangkan adonan dan mempercepat hidrasi air. Hal ini sesuai dengan
pendapat Astawan (2001), bahwa penambahan telur pada pembuatan mie kering
adalah untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih
liat sehingga tidak mudah putus. Pada penggunaannya didasarkan pada
penggunaan tiga sifat fungsional: koagulasi termal, kemampuan berbusa, dan sifat
pengemulsi ditambah warna dan aroma (Pomeranz, 1998).
Wahyudi (2003), menyatakan bahwa pada protein putih telur dapat
membentuk lapisan yang cukup kuat dan albumin pada telur menyebabkan
pengikatan air yang lebih baik. Hal ini dikarenakan putih telur yang menyebabkan
kenyal, dan kuning telur bisa memberi warna pada mie juga membuat mie terasa
lebih gurih.
Astawan, M dan M.W. Astawan (1988), menyatakan bahwa bahan baku
utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, dikarenakan
tepung terigu di Negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk
mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu.
Menurut Suyanti (2008), komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu
68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. Pada kulit pisang mengandung
kandungan kimia salah satunya adalah amilum (pati) atau yang biasanya dikenal
dengan karbohidrat. Karena kulit pisang mengandung zat pati maka kulit pisang
dapat diolah menjadi tepung. Sebelum dibuat menjadi mie, limbah kulit pisang
terlebih dahulu dibuat menjadi tepung pisang (Hamzar, 1991).
Dari penelitian Ririn Sandra Yanti (2008), dalam pembuatan mie
menggunakan substitusi 20% tepung kulit pisang raja dan 80% tepung terigu dengan
M.
HipotesaDiduga terdapat pengaruh yang nyata pada substitusi tepung kulit pisang
kepok pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap sifat fisik, kimia dan
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium
Analisa Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur, dengan waktu pelaksanaan mulai bulan
November 2011 – 2012 sampai selesai.
B. Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie antara lain, kulit pisang
kapok (masak fisiologis), tepug terigu “cakra kembar”, telur, garam dapur, soda kue
dan minyak goreng yang diperoleh dari pasar Sopo Nyono Rungkut Surabaya,
Na-Pirophosphate yang diperoleh dari toko bahan kimia (CV. Tristar Chemical) di Rungkut
Surabaya.
Bahan untuk analisa yang digunakan adalah Aquades, alkohol, HCl, Indikator
PP, Larutan fehling, Indikator metil blue, H2SO4.
C. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah, cabinet dryer, alat pencetak mie,
timbangan analitik, Loyang, mixer, pisau stainless, baskom plastik, alat pengukus dan
blender.
D. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor masing-masing
terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT
1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu :
Faktor I : Substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu
A1 = 15 %
A2 = 20 %
A3 = 25 %
Faktor II : Penambahan telur (% berat) :
B1 = telur 18 %
B2 = telur 20 %
B3 = telur 22 %
Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai
berikut :
Telur (%)
Substitusi tepung kulit
pisang kepok B
1 B2 B3
A1 A1B1 A1B2 A1B3
A2 A2B1 A2B2 A2B3
A3 A3B1 A3B2 A3B3
Keterangan :
A1B1 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15% dan penambahan Telur 18%
A1B2 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15% dan penambahan Telur
20%
A1B3 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15% dan Penambahan Telur
22%
A2B1 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20% dan Penambahan Telur
18%
A2B2 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20% dan Penambahan Telur
20%
A2B3 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20% dan Penambahan Telur
22%
A3B1 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25% dan Penambahan Telur
A3B2 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25% dan Penambahan Telur
20%
A3B3 = Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25% dan Penambahan Telur
22%
Menurut Vincent (1999), perhitungan statistika dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
Yijk = µ +
α
i+
β
j+ (
αβ
)
ij+
ε
ijkKeterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ku-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari
faktor II)
µ = Nilai tengah populasi (rata – rata yang sesungguhnya)
αi = Pengaruh aditif ke-i dari faktor I
βj = Pengaruh aditif ke-j dari faktor II
(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor I dαan taraf ke-j dari faktor II
ε = Pengaruh kesalahan (galat dari satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi dari perlakuan ij)
2. Variabel tetap :
1. Berat tepung terigu dan tepung kulit pisang kepok 100 gr
2. Lama perendaman Na–Pirophosphate selama 10 menit
3. Berat garam 2 gr
4. Berat soda kue 1 gr
5. Volume air 40 ml
6. Waktu pencampuran selama 15 menit
8. Pengeringan suhu 70⁰C selama 6 jam
Data yang diperoleh dianalisia dengan analisis ragam untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka
dilanjutkan dengan Uji Duncan (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
E. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati untuk bahan baku produk mie kering yaitu meliputi :
1. Pada tepung kulit pisang kepok
1) Kadar air Metode Pengeringan (Sudarmadji,1997)
2) Kadar pati (Sudarmadji, 1984)
3) Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1984)
2. Pada produk mie kering
1) Kadar air metode Pengeringan (Sudarmadji,1997)
2) Kadar pati (Sudarmadji dkk, 1984)
3) Kadar protein (Sudarmadji dkk, 1984)
4) Daya rehidrasi (Muchtadi dan Sugiono, 1992)
5) Uji elastisitas mie (Marthen, 1997)
6) Kadar serat kasar (Sudarmadji, 1984)
7) Uji organoleptik (Scale Scoring) meliputi : warna, tekstur dan rasa
F. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Tepung Kulit Pisang Kepok :
1) Kulit pisang kepok disortasi, pengupasan kulit pisang untuk memisahkan
daging buah pisang.
2) Kulit pisang kepok ditimbang kemudian di Blenching selama 10 menit
dengan suhu 90⁰C kemudian didinginkan selama 5 menit dan dilakukan
pengirisan.
3) Kemudian kulit pisang kepok direndam dengan Na-Pirophosphate selama 10
menit, kemudian ditiriskan.
4) Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan Cabinet dryer dengan suhu
600C, selama 10 jam.
6) Kulit pisang kepok diayak dengan ayakan 80 mesh.
7) Tepung kulit pisang kepok dikemas dan sebagian dianalisis meliputi :
rendemen, kadar air dan kadar pati.
Pisang kepok
Sortasi
Pengupasan kulit pisang
Blanching (90°C, 10 menit)
Daging buah pisang
Pengirisan kulit pisang
Fosfatasi dalam Na-pirophosphate Selama 10 menit
Penirisan
Pengeringan (Cabinet dryer 60°C, 10 jam)
Kulit pisang
Ditimbang
Pendinginan 5 menit
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung kulit pisang kepok
2. Pembuatan Mie Kering
Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan,
pengadukan adonan, pencetakan mie, pengukusan, pengeringan dan
pengemasan.
1) Penimbangan bahan sesuai perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok
pada tepung terigu (15, 20, 25)% dan penambahan telur (18, 20, 22)% dan
bahan-bahan lain (garam, soda kue dan air) dicampur
2) Kemudian dilakukan pengadukan hingga adonan homogen atau kalis.
3) Adonan dimasukkan ke dalam cetakan mie untuk dibuat lembaran.
4) Kemudian dilakukan pencetakan mie
5) Selanjutnya mie dikukus dengan suhu 1000C selama 10 menit.
6) Mie selanjutnya dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam Cabinet
dryer dengan suhu 70⁰C, selama 6 jam.
7) Mie kering yang diperoleh dianalisa kadar protein, kadar air, kadar pati,
kadar serat kasar, daya rehidrasi, elastisitas dan uji organoleptik. Penggilingan (blender)
Pengayakan (80 mesh)
Tepung kulit pisang kepok Analisa :
Kadar pati
Substitusi Tepung Terigu pada Tepung Kulit Pisang Kepok
85 : 15
80 : 20
Pencampuran Telur : 18 %, 20 %, 22 %
Garam : 2 gram Soda kue : 1 gram Air : 40 ml
Pengadukan hingga adonan homogen
Pembuatan lembaran
Pencetakan
Pengukusan (100⁰C, 10 menit)
Pengeringan (70⁰C, 6 jam)
Mie kering
Analisa
1. Kadar Air
2. Kadar Protein
3. Kadar Pati
4. Kadar serat kasar
A. Analisa Bahan Awal
Pada penelitian pembuatan mie kering dilakukan analisa terhadap bahan baku
awal tepung kulit pisang kepok yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisa tepung kulit pisang kepok per 100 gr bahan
Komponen Tepung Kulit Pisang Kepok
Kadar Air (%) 11,958 %
Kadar Pati (%) 52,5 %
Kadar Serat Kasar (%) 18,913 %
Hasil analisa bahan awal tepung kulit pisang kepok menunjukkan bahwa
mengandung kadar air sebesar 11,958%, kadar pati 52,5%, dan kadar serat kasar
18,913%.
Menurut Hernawati (2009), dari hasil analisis proksimat tepung kulit pisang raja
mempunyai kandungan kadar air sebesar 10,72%, kadar pati sebesar 47,86%, kadar
protein sebesar 4,08% dan kadar serat kasar sebesar 14,08%. Hasil perbedaan analisa
seperti pada kadar air, kadar pati dan kadar serat kasar, disebabkan karena adanya
perbedaan jenis kulit pisang, tingkat kemasakanya atau cara dalam pembuatan tepung.
B. Analisa Produk Mie Kering 1. Kadar Air
Hasil analisis ragam (Lampiran 3), menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p ≤
0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan
penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap
kadar air mie kering. Rerata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit
pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 8.
Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur
Tabel 8. Nilai rata-rata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.
Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang
Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan Telur
(% v/b)
Kadar Air
(%) Notasi
DMRT
5 %
18 9.4720 a -
15 % 20 10.2197 b 0.4903
22 10.5440 bc 0.5151
18 10.7390 c 0.5300
20 % 20 10.8330 c 0.5399
22 10.9197 c 0.5481
18 11.0940 c 0.5547
25 % 20 11.8987 d 0.5580
22 12.4123 d 0.5613
Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan
perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)
Pada Tabel 8, menunjukkan bahwa rata-rata kadar air mie kering berkisar antara
9.4720% - 12.4123%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (15% b/b) dan
penambahan telur (18% v/b) memberikan hasil kadar air mie kering terendah (9.4720%),
sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (25% b/b) dan penambahan
telur (22% v/b) memberikan hasil kadar air mie kering tertinggi (12.4123%).
Pada Gambar 6, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit pisang kepok
dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan kadar air mie kering.
Hal ini disebabkan karena tepung kulit pisang kepok mengandung kadar serat yang
cukup tinggi yaitu, 18,913% dan serat mempunyai sifat mengikat air, demikian pula
semakin tinggi penambahan telur akan meningkatkan kadar air mie kering, karena telur
juga memiliki kandungan air yang tinggi. Selain itu telur juga mengandung protein yang
bersifat dapat mengikat air sehingga dapat menyebabkan kadar air meningkat.
Hal ini didukung oleh Wahyudi (2003), yang menyatakan bahwa pada protein
putih telur dapat membentuk lapisan yang cukup kuat dan albumin pada telur
menyebabkan pengikatan air yang lebih baik. Hal ini dikarenakan putih telur yang
menyebabkan kenyal, dan kuning telur bisa memberi warna pada mie juga membuat mie
terasa lebih gurih.
2. Kadar Protein
Hasil analisis ragam (Lampiran 4), menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p ≤
0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan
penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap
kadar protein mie kering. Rerata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi
tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada
Tabel 9. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan
Tabel 9. Nilai rata-rata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.
Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang
Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan Telur
(% v/b)
Kadar
Protein
(%)
Notasi DMRT
5 %
18 12.3320 c 0.8831
15 % 20 12.4570 c 0.8884
22 12.4890 c 0.8936
18 11.6170 bc 0.8200
20 % 20 11.7910 bc 0.8595
22 11.8150 bc 0.8726
18 9.7723 a -
25 % 20 11.2280 b 0.7806
22 11.7097 bc 0.8437
perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)
Pada Tabel 9, menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein mie kering berkisar
antara 12.4890% - 9.7723%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (15% b/b)
dan penambahan telur (22% v/b) memberikan hasil kadar protein mie kering tertinggi
(12.4890%), sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (25% b/b) dan
penambahan telur (18% v/b) memberikan hasil kadar protein mie kering terendah
(9.7723%).
Pada Gambar 7, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung terigu atau
(semakin rendah substitusi tepung kulit pisang kepok) dan semakin tinggi penambahan
telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering yang dihasilkan, sebaliknya
semakin rendah substitusi tepung terigu atau (semakin tinggi substitusi tepung kulit
pisang kepok) dan semakin rendah penambahan telur maka kadar protein semakin
menurun. Hal ini disebabkan karena tepung terigu mempunyai kandungan protein yang
disebut gluten, sehingga tepung terigu akan membentuk gluten jika dibasahi air
sedangkan tepung kulit pisang kepok mempunyai kadar protein yang lebih kecil
dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu yaitu, 12% (Anonymus, 1994), dan
kandungan kadar protein pada telur cukup tinggi, sehingga semakin tinggi penambahan
telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering.
Hal ini didukung oleh Winangun (2007), telur berfungsi sebagai pengikat molekul
pati atau Stabilizer yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada
tepung terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur
dari mie kering yang dihasilkan, sedangkan menurut Astawan (2011), bahwa
penambahan telur pada pembuatan mie kering adalah untuk meningkatkan mutu protein
mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus.
3. Kadar Pati
Hasil analisis ragam (Lampiran 5), menunjukkan adanya interaksi yang nyata (p ≤
0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan
penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap
kadar pati mie kering. Rerata kadar pati mie kering dengan perlakuan substitusi tepung
kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel
10. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan
Tabel 10. Nilai rata-rata kadar pati mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.
Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang
Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan Telur
(% v/b)
Kadar Pati
(%) Notasi
DMRT
5 %
18 64.4243 h 2.0800
15 % 20 57.7017 g 2.0678
22 53.7363 f 2.0555
18 53.5780 f 2.0311
20 % 20 50.9427 e 2.0005
22 43.2303 d 1.9638
18 40.1007 c 1.9087
25 % 20 35.6810 b 1.8169
22 29.9380 a -
perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)
Pada Tabel 10, menunjukkan bahwa rata-rata kadar pati mie kering berkisar
antara 64.0910% - 29.9380%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (15% b/b)
dan penambahan telur (18% v/b) memberikan hasil kadar pati mie kering tertinggi
(64.0910%), sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok (25% b/b) dan
penambahan telur (22% v/b) memberikan hasil kadar pati mie kering terendah
(29.9380%).
Pada Gambar 8, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung terigu atau
(semakin rendah substitusi tepung kulit pisang kepok) dan semakin rendah penambahn
telur menyebabkan kadar pati mie kering akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan
karena kandungan kadar pati tepung terigu lebih besar dibandingkan dengan kadar pati
tepung kulit pisang kepok, sehingga semakin tinggi substitusi tepung terigu dan semakin
rendah substitusi tepung kulit pisang kepok maka akan meningkatkan kadar pati pada
mie kering. Sesuai dengan hasil analisa bahan baku bahwa kadar pati pada tepung kulit
pisang kepok yaitu (52,5%%).
Hal ini didukung oleh Anonymus (1994) bahwa tepung terigu mengandung kadar
pati yaitu (77,3%). Proses penyerapan air dengan pengembangan yang irreversible
dimulai dengan ikatan hidrogen yang menghubungkan molekul – molekul amilosa dan
amilopektin sehingga pati rusak oleh panas, sedangkan dengan adanya penambahan
telur dapat mengikat molekul pati yang terdapat pada tepung terigu dan tepung substitusi
lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur dari mie kering yang dihasilkan
(Winarno, 2007).
4. Kadar Serat Kasar
Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), menunjukkan bahwa tidak terjadi
interaksi yang nyata (p≤0,05) antara substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung
terigu dan penambahan telur terhadap kadar serat kasar mie kering. Perlakuan substitusi
tepung kulit pisang kepok berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar (p ≤ 0,05)
sedangkan penambahan telur tidak berpengaruh nyata. Rerata kadar serat kasar mie
kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok terhadap serat kasar mie kering
Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok
pada Tepung Terigu
Rata-rata
Kadar Serat
Kasar (%)
Notasi DMRT
5%
15 % 2,5454 a -
20 % 3,7414 b 0,8603
Pada Tabel 11, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit pisang
kepok maka semakin meningkat kadar serat kasar pada mie kering. Hal ini disebabkan
karena kadar serat kasar pada tepung kulit pisang kepok lebih tinggi daripada dengan
kadar serat kasar pada tepung terigu, sehingga semakin tinggi substitusi tepung kulit
pisang kepok akan meningkatkan kadar serat kasar pada mie kering.
Hal ini didukung oleh Anonymous (1994), bahwa kandungan serat kasar pada
tepung terigu adalah 2%, sedangkan kandungan kadar serat kasar pada tepung kulit
pisang kepok menurut hasil analisa bahan baku yaitu, 18,913% yang menyebabkan
kadar serat kasar mie kering semakin meningkat.
Tabel 12. Pengaruh penambahan telur terhadap kadar serat kasar mie kering Perlakuan
Penambahan Telur
(% v/b)
Rata-rata
Kadar Serat Kasar (%) Notasi
18 3,4788 tn
20 3,7331 tn
22 3,8860 tn
Pada Tabel 12, menjelaskan secara statistik bahwa perlakuan penambahan telur
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar. Hal ini disebabkan karena telur
merupakan bahan pangan hewani yang tidak mengandung serat kasar.
Menurut Gaman, dkk (1994), komposisi kimia yang terdapat pada telur adalah
protein, karbohidrat, lemak, air dan vitamin dan mineral. Sehingga penambahan telur
tidak memberikan efek terhadap kadar serat kasar mie kering yang dihasilkan.
5. Daya Rehidrasi
Berdasarkan hasil analisis ragam pada (Lampiran 7), menunjukkan adanya
interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok
pada tepung terigu dan penambahan telur, serta masing-masing perlakuan berpengaruh
nyata (p ≤ 0,05) terhadap daya rehidrasi mie kering. Rerata nilai daya rehidrasi mie
kering dengan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan
telur dapat dilihat pada Tabel 13. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada
Tabel 13. Nilai rata-rata daya rehidrasi mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.
Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan
perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05).
Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang
Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan Telur
(% v/b)
Daya
Rehidrasi
(%)
Notasi DMRT 5
%
18 49.3633 a -
15 % 20 49.9893 b 0,2948
22 51.0593 c 0,3097
18 51.7421 d 0,3245
20 % 20 51.7017 d 0,3186
22 52.1205 e 0,3295
18 52.8235 f 0,3335
25 % 20 53.6758 g 0,3355
22 55.0447 h 0,3374
Pada Tabel 13, menunjukkan bahwa rata-rata nilai daya rehidrasi mie kering
berkisar antara 49.3633% - 55.0447%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok
pada tepung terigu (75:25) dan penambahan telur (22%) memberikan nilai daya rehidrasi
pada mie kering tertinggi (55.0447%), sedangkan substitusi tepung kulit pisang kepok
pada tepung terigu (85:15) dan penambahan telur (18%) memberikan nilai daya rehidrasi
pada mie kering terendah (49.3633%).
Pada Gambar 9, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit
pisang kepok dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan daya
rehidrasi pada mie kering yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena tepung kulit pisang
kepok mengandung kadar serat yang cukup tinggi dan serat mempunyai sifat menyerap
air, demikian pula dengan adanya penambahan telur, semakin tinggi penambahan telur
maka akan meningkatkan kadar protein mie kering yang dihasilkan dan karena protein
bersifat mudah mengikat air sehingga mie yang dihasilkan mempunyai daya rehidrasi
lebih tinggi.
Hal ini didukung oleh Astawan (2001), menyatakan bahwa penambahan telur
pada pembuatan mie kering bertujuan untuk menambah daya liat mie kering,
mengembangkan adonan dan mempercepat daya hidrasi air. Sedangkan menurut James
(1988), telur berfungsi sebagai pembantu pembentukan jaringan protein selama
pencampuran dan pengadukan adonan, sehingga dapat memperbaiki kualitas dari
produk.
6. Elastisitas
Hasil analisis ragam (Lampiran 8), menunjukkan adanya interaksi yang nyata
(p≤0,05) antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan
penambahan telur, serta masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p≤0,05) terhadap
elastisitas mie. Rerata nilai elastisitas mie kering dengan substitusi tepung kulit pisang
kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 14. Pengaruh
substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap
Tabel 14. Nilai rata-rata uji elastisitas mie kering dengan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur
Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang
Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan
Telur
(% v/b)
Elastisitas
(%) Notasi
DMRT
5 %
18 26.7427 e 1.7540
15 % 20 30.2680 f 1.7645
22 33.0965 g 1.7749
18 21.2365 c 1.6757
20 % 20 23.9995 d 1.7070
22 25.1631 de 1.7331
18 14.2778 a -
25 % 20 16.5270 b 1.5504
22 16.8328 b 1.6287
perbedaan yang nyata (p ≤ 0,05)
Pada Tabel 14, menunjukkan bahwa rata-rata uji elastisitas mie kering berkisar
antara 14.2778% - 33.0965%. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada
tepung terigu (85:15) dan penambahan telur (22%) memberikan hasil uji elastisitas mie
kering tertinggi (33.0965%), sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok
pada tepung terigu (75:25) dan penambahan telur (18%) memberikan hasil uji elastisitas
mie kering terendah (14.2778%).
Pada Gambar 10, menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan telur dan
semakin besar substitusi tepung terigu, maka elastisitas mie kering akan semakin
meningkat dan sebaliknya, semakin rendah penambahan telur dan semakin rendah
substitusi tepung terigu, maka elastisitas mie