• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB IV"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum RSJD Surakarta

Sebelum diintegrasikan ke dalam binaan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah seperti saat ini, Letak semula RS Jiwa Daerah Surakarta berada di jantung Kota Solo yang beralamat (lokasi lama) di Jl. Bhayangkara No. 50 Surakarta. Pada awalnya rumah sakit ini didirikan pada tahun 1918 dan diresmikan terpakai tanggal 17 Juli 1919 dengan nama “D o o r g a n g h u i s v o o r krankzinnigen” dan dikenal pula dengan nama Rumah Sakit Jiwa “MANGUNJAYAN” yang menempati areal seluas + 0,69 ha dengan

[image:1.516.83.451.165.603.2]

kapasitas tampung sebanyak 216 tempat tidur (TT).

(2)

Atas dasar kesepakatan bersama pada tahun 1986 dalam bentuk Ruislag dengan Pemda Dati II Kodya Surakarta, kantor RS Jiwa Pusat Surakarta akan dipergunakan sebagai kantor KONI Kodia Surakarta, maka dalam proses pembangunan fisik lebih lanjut pada tanggal 3 Pebruari 1986, Rumah Sakit Jiwa Surakarta menempati lokasi yang baru di tepian sungai Bengawan Solo, tepatnya jalan Ki Hajar Dewantoro No. 80 Surakarta dengan luas area 10 ha lebih dengan luas bangunan 10.067 m2. Pada saat ini pemanfaatan lahan mencapai 45% dan daya tampung yang tersedia sebanyak 340 tempat tidur (TT) dengan wilayah kerja mencakup Eks. Karesidenan Surakarta, wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur bagian barat dan sebagian wilayah DIY.

(3)

Surakarta merupakan Rumah Sakit khusus kelas A. Saat ini terdapat beberapa instalasi-instalasi di RS Jiwa Daerah Surakarta antara lain: Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gangguan Mental Organic (Gmo) dan Napza, Instalasi Psikogeriatri, Instalasi Kesehatan Anak dan Remaja, Instalasi Elektromedik, Instalasi Psikologi, Instalasi Rehabilitasi, Instalasi Fisioterapi, Instalasi Gigi dan Mulut, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat, Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit, Instalasi Pemeliharaan Saranan Rumah Sakit, Instalasi Pengelolaan Arsip & Perpustakaan Rumah Sakit, Instalasi Humas dan Pemasaran Rumah Sakit, Instalasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) Rumah Sakit, Instalasi Sanitasi dan Instalasi Laundry.

(4)

Sabtu) dengan ketentuan jam sebagai berikut: Hari Senin s/d Kamis jam 08.00 s/d 14.00 WIB, Jumat jam 08.00 s/d 11.00, Sabtu jam 08.00 s/d 12.00. Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan adalah membantu rehabilitasi pasien agar dapat hidup mandiri, berfungsi dalam keluarga atau masyarakat serta untuk mengembangkan ketrampilan dan memperoleh dukungan dalam hidupnya. Kegiatan tersebut meliputi: Terapi Kelompok (problem solving), Terapi aktivitas sehari-hari, Terapi gerak/olahraga, Terapi rekreasi (Terapi musik), Terapi okupasi, Terapi ketrampilan, Terapi religious, Day care dan Home visit (kunjungan rumah).

4.2 Proses Pelaksanaan Penelitian

4.2.1 Persiapan Peneliti

(5)

Pada tanggal 21 Mei 2016, peneliti menemui salah satu perawat ruangan bernama Tn. J yang bertanggungjawab mengarahkan peneliti selama melakukan penelitian. Beliau merupakan kepala ruang Sadewa. Setelah menemui Tn. J, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Setelah berbincang-bincang, Tn. J langsung memberikan rekomendasi untuk melakukan penelitian di ruang Kelas III (ruangan tenang) yaitu ruang Arjuna, Nakula, Sena dan Kresna untuk menjadi riset partisipan yang merupakan kepala ruangan (case manager), karena di RSDJ Surakarta yang bertanggung jawab atas pelaksanaan discharge planning adalah kepala ruangan (case manager). Setelah mendapatkan nomor telepon masing-masing partisipan akhirnya peneliti mencoba menghubungi dan melakukan Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) terhadap masing-masing partisipan.

(6)

bersedia menjadi riset partisipan tanpa unsur paksaan dan membuat kontrak waktu untuk melakukan wawancara.

Setelah menemui Ny. S akhirnya peneliti menemui calon partisipan kedua yaitu Tn. G, saat itu beliau sedang mengadakan pelatihan dengan pegawai di RSJD Surakarta. Peneliti menunggu sebentar sampai akhirnya Tn. G meluangkan waktu untuk bertemu peneliti. Peneliti melakukan BHSP memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan setelah Tn. G paham dan bersedia peneliti memberikan Inform consent sebagai persetujuan kesediaan menjadi riset partisipan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan kemudian melakukan kontrak waktu untuk peneliti melakukan wawancara dengan Tn. G untuk partisipan 3 dan 4 saat itu belum bisa ditemui karena sedang tidak berada di ruangan sehingga peneliti hanya melakukan kontak via handphone untuk menanyakan waktu untuk melakukan wawancara.

4.2.2 Pelaksanaan Penelitian

(7)

dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Mei 2016 pukul 07.40 – 08.45 WIB di ruang Sena. Kemudian dilanjutkan wawancara dengan P3 pada hari yang sama, yaitu pada pukul 10.13 – 10.46 WIB di ruang Nakula, karena kedua partisipan memiliki kesibukan dan berhalangan di hari sebelumnya sehingga peneliti menyesuaikan waktu luang yang dimiliki partisipan. Wawancara terakhir dilakukan terhadap P4 pada hari Sabtu, 28 Mei 2016 pukul 12.53 – 13.30 WIB di ruang Kresna. Dalam melakukan penelitian, saat

(8)

4.2.3 Karakteristik Partisipan

[image:8.516.88.480.166.654.2]

Partisipan dalam penelitian ini merupakan perawat di Instalasi Rawat Inap yang bertanggung jawab langsung terhadap pelaksanaan discharge planning dan sudah bekerja lebih dari 3 tahun. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yang ditentukan melalui teknik sampling yaitu purposive sampling terhadap Kepala Ruang (Case manager) di ruang Arjuna, Nakula, Sena dan Kresna. Karakteristik yang telah sesuai dengan kriteria partisipan yang sudah ditentukan sebelumnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Tabel Karakteristik Partisipan Nomor Partisipan Inisial Partisipan Usia (Tahun) Jenis Kelamin (L/P)

Pendidikan Lama Bekerja (Tahun)

P01 Ny. S 58 Tahun P S1 33

Tahun

P02 Tn. I 45 Tahun L S1 26

Tahun

P03 Tn. G 47 Tahun L S1 26

Tahun

P04 Ny. I 53 Tahun P S1 32

Tahun

Keterangan:

P01-P04 : Partisipan 1 (satu) sampai dengan partisipan 4 (empat)

Ny : Nyonya

Tn : Tuan

P : Perempuan

(9)

S1 : Strata 1 (satu)

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Analisa Data

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran peran perawat dalam pelaksanaan discharge planning di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta. Berdasarkan tujuan tersebut maka peneliti membagi dalam 2 (dua) tema besar, yaitu: Peran Perawat dan Proses Discharge Planning.

Tema 1: Peran Perawat

A. Pelaksanaan Peran Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait Pelaksanaan Discharge Planning

Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan menunjukkan bahwa terdapat 5 (lima) peran perawat yang sering diterapkan di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait pelaksanaan discharge planning yaitu peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran sebagai advokat, peran sebagai educator, peran sebagai koordinator dan peran sebagai kolaborator.

(10)

pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan mengerjakan sesuai prosedur yang sudah diberikan oleh Rumah Sakit:

“Di Ruang Arjuna saya kira kan sudah ada apa namanya disinikan Rumah Sakit apa namanya yang istilahnya Rumah Sakitnya kan Rumah Sakit yang sudah terakreditasi juga ya jadi kita mengerjakannya sesuai prosedur jadi misalnya pasien yang sudah baik disinikan sudah ada pasien yang udah maintenen udah tenang persiapan pulang itu kan harus melewati rehabilitasi misalnya..” P1(110)

Pernyataan P2 bahwa peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan pasien diantaranya memfasilitasi kebutuhan ADL pasien dan memberikan jadwal kegiatan rutin minum obat. Hal tersebut dinyatakan dalam kutipan wawancara berikut:

“Kita memfasilitasi ya entah untuk kebutuhan sehari-hari ya yang penting untuk kebutuhan ADLnya, dari makan sampai tidur kemudian dalam kebutuhan sehari-hari dari mandinya juga pakaiannya juga harus ganti tiap hari pagi siang sore untuk memberikan kebutuhan ke pasien” P2(590)

“Kita harus memberikan jadwal-jadwal ke pasien misalnya yang dilakukan hari ini apa dengan kegiatan-kegiatan misalnya rutin minum obat. Jadi kita harus melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien” P2(620)

(11)

keperawatan adalah usaha penyembuhan dengan pengobatan, perawatan, terapi, dan rehabilitasi:

“Usaha pengobatan, perawatan, perawatan pasien ada terapi, aktivitas kelompok rehabilitasi, interaksi terstruktur itu kan sudah termasuk usaha penyembuhan, minum obat secara teratur terus kebiasaan membiasakan pasien memelihara kebersihan” P3 (1130)

Partisipan 4 menyatakan bahwa peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah dengan memberikan pembelajaran untuk menangani pasien sesuai masalah yang dihadapi.

“Dari asuhan keperawatan itu mbak. Memberikan pembelajaran ke pasien sesuai dengan masalahnya, cara menanganinya” P4(1640)

Peran perawat yang kedua adalah sebagai advokat terkait pelaksanaan discharge planning. Pernyataan P1 yang menunjukkan bahwa peran perawat sebagai advokat yaitu menanamkan rasa kekeluargaan, memberikan rasa nyaman, memberikan hak dan menyampaikan kewajiban pasien serta selalu mengawasi keadaan pasien. Pernyataan tersebut terdapat pada kutipan wawancara educator berikut ini:

(12)

memang jadi kita pantau pasien itu bagaimana keadaannya..” P1(80)

“Yang pertama kita memberikan hak pasien selama dirawat disini dan menyampaikan apa saja kewajiban yang harus dilakukan pasien selama di rumah sakit..” P1(90)

Hal senada juga diungkapkan P2 bahwa peran perawat sebagai advokat adalah memberikan hak perawatan yang diinginkan pasien dan harus melindungi hak dan kewajiban pasien ditunjukkan dalam kutipan wawancara di bawah ini:

“Ya, memang pasien itu punya hak dan kewajiban juga jadi ya memang harus kita punya hak masing-masing contohnya minta dokter dokter ini, perawat perawat ini, itu juga udah jadi kewajibannya juga ada jadi kita juga harus melindungi pasien hak dan kewajibannya” P2(600)

Pernyataan P3 tentang peran perawat sebagai advokat adalah memelihara kenyamanan tempat bagi pasien dengan menyediakan ruangan berdasarkan keadaan pasien dan hak mendapatkan perawatan utuh, sebagai berikut:

“Pasien kita beda dengan pasien umum ya, kenyamanan disini ya dari tempat, disediakan tempat kita pisahkan biasanya kalau mau ada pasien yang masih bingung dipisah kita sendirikan kita pindah ruangnya, kadang-kadangkan pasien tidak nyaman karena ada temannya yang bingung, ngamuk begitu mengganggu yang sudah baik. Kita pindahkan ke ruangan yang khusus merawat itu” P3(1100)

(13)

kepada pasien. Kalau kewajiban pasien ya memenuhi aturan rumah sakit, aturan ruangan” P3(1110)

Hal serupa juga dinyatakan P4 bahwa peran perawat sebagai advokat terkait pelaksanaan discharge planning adalah memberikan rasa aman dan nyaman dan menyampaikan hak dan kewajiban pasien. Pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:

“Ya kalau memberikan rasa aman dan nyaman ya tentunya kita berperan atau masuk ke dalam kehidupan pasien. Maksudnya gini tidak menjudgement, menerima pasien apa adanya terus tidak memanfaatkan pasien, terus kita lakukan dengan sabar ya pelan-pelan” P4(1610)

“Ya sebelumnya disampaikan dulu hak-hak pasien dan kewajibannya apa-apa gitu” P4(1620)

Peran perawat yang ketiga yaitu sebagai educator. Pernyataan P1 tentang peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah mengarahkan pasien mengatasi gangguan yang dimiliki dan mendidik pasien untuk memenuhi kebutuhan ADLnya sesuai kemampuan yang dimiliki. Berikut pernyataan tersebut:

(14)

Selanjutnya pernyataan P2 tentang peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait kondisi kejiwaan pasien dan jadwal kontrol obat, sebagai berikut:

“Edukasi yang diberikan kepada pasien dan keluarga itu tentang pertama tentang kondisi pasien, tentang gangguan jiwanya” P2(680)

Pernyataan P3 menyatakan bahwa peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah pendidikan minum obat sesuai aturan dan berkelanjutan terus menerus. Pernyataan itu terdapat pada kutipan wawancara berikut:

Pendidikan obat umpamanya kita sampaikan bahwa minum obat pada orang gangguan itu sangat penting dan tidak boleh terputus harus kontinu walaupun sudah pulang harus tetap dilakukan terus..” P3(1190)

Selain itu P4 juga menyatakan bahwa peran perawat sebagai educator terkait pelaksanaan discharge planning adalah tentang cara merawat pasien di rumah, pencegahan kekambuhan dan kebutuhan nutrisi dan spiritual pasien.

“Terutama bagaimana cara merawat pasien di rumah terus obatnya harus sesuai dengan dosisnya terus apabila ada kejadian yang misalnya pasiennya kelihatan mau kambuh lagi bagaimana cara mengatasinya, nutrisi dan spiritual” P4(1700)

(15)

sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah dengan melakukan kerjasama dengan staf lain dan kerjasama dengan KESWAMAS (Kesehatan Jiwa Masyarakat) dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol pasien.

Kami sebagai karu tidak mengerjakan sendiri jadi kita kerjasama dengan adek-adek atau dengan anak buah disini staf agar setiap hari juga tetap mengerjakan, memberikan asuhan keperawatan kepada pasien..” P1(70) “Dalam pengisian discharge planning itu dari awal dari pasien masuk sudah dikerjakan dari depan nanti kami yang di maintenance ini melanjutkan apa yang sudah dikerjakan disana kita lanjutkan misalnya disana belum terkaji nanti sini yang melanjutkan..” P1(120)

“Pengorganisasian, kalau di rumah sakit ini penggorganisasian yang berhubungan dengan discharge planning itu kerjasamanya dengan KESWAMAS juga jadi KESWAMAS kerjasama dengan dinas sosial atau dengan fasilitas yang ada misalnya..” P1(130)

“Kalau saya mempertahankan lingkup arjuna, tapi kalo yang rumah sakit itu melibatkan KESWAMAS jadi KESWAMAS itu kerjasama terus lintas sektor ya dengan pengarahan dengan memberikan selain itu selain mengambil pasien yang sudah terjadi misalnya pasung KESWAMAS itu kerjanya dengan ..” P1(140)

“Sini kan pasien yang sudah bagus sama gak pernah dijenguk keluarga dan dengan apa namanya yang bertanggung jawab dinas sosial atau panti itu kita kembalikan kesana jadi kita ngantar kesana lo ke panti-panti itu nanti discharge planningnya kita bawakan kesana nanti biar yang sana tanggung jawab pengarahan juga disampaikan disana tanda tangan..” P1(150)

(16)

Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah mengatur tugas dan mengendalikan tugas internal maupun eksternal serta merencanakan perencanaan pulang sesuai kebutuhan pasien dari awal masuk sampai pulang dengan memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan wawancara di bawah ini:

“Jadi perannya dan tugasnya kepala ruang itu ya kita harus mengembalikan dalam satu ruangan ini baik dari pasiennya maupun pegawainya. Jadi untuk pegawainya saya harus mengatur tugas dan tuntutan masing-masing diantaranya kan ada kepala tim dan ada perawat pelaksana. Katim itu kan ada 2 tim 1 dan tim 2, tim 1 membawahi beberapa perawat pelaksana dibagi ada 5 perawat pelaksana, tim 2 ada 5 perawat pelaksana, perannya adalah membawahi dari perawat pelaksana. Jadi katim itu sebagai pengendali untuk ruangan, intern internal. Jadi kalau untuk kepala ruang kan internal dan eksternal. Jadi eksternal itu menjalani ke perawatnya langsung atau ke ruangan yang lain” P2(580)

“Untuk perencanaannya kita juga lihat dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi, dari awal pasien itu masuk, kemudian di rumah itu bagaimana bagaimana kondisisnya, bagaimana kronologisnya sampai kejadian seperti ini, itu yang penting” P2(630)

“Itu kan discharge planning kan diisi dulu dari IGD, jadi kebutuhan apa yang harus dilakukan” P2(640)

“Setelah kita melakukan edukasi ada bukti bahwa kita memberikan edukasi, asuhan keperawatannya juga, kewajiban diagnose, kapan pulang. Untuk pemberi edukasi ada pihak admisi, perawat dan tim kesehatan lain mungkin edukasi terapi, dokter gigi, perawatan lain dari tenaga kefarmasian ada edukasinya sendiri..” P2(650)

(17)

berikan edukasi keluarganya dikumpulkan bersama pasiennya kemudian kita edukasi dari edukasinya jadwal kontrol, atau pengertian tentang penyakitnya, efek samping obat, kemudian pencegahan kekambuhan dan sebagainya. Jadi untuk perawatan di rumah mengenali tanda dan gejala untuk pasien, tindakan kambuh keluarga juga harus tau..” P2(660)

“Kalau discharge planning itukan cuma edukasi untuk persiapan pasien pulang, memang sudah dilakukan, sudah di edukasi ke pasien dan keluarganya. Jadi memang kita menekankan untuk pasien itu untuk selalu kontrol jadi yang terjadi seperti itu pasien harus punya jadwal kontrol sendiri, tapi dari pihak keluarga kebanyakan itu kadang gak kontrol gitu lo..” P2(670)

Pernyataan P3 juga menyatakan bahwa peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah dengan motivasi secara individu maupun bersama-sama dengan TAK (Terapi Aktivitas Kelompok). Selain itu, melakukan perencanaan meliputi perujukan dokter, ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan dan pengarahan discharge planning tentang minum obat teratur kepada keluarga dan pasien. Hal tersebut dinyatakan pada kutipan wawancara sebagai berikut:

“Ya kita secara individu bisa, pasien dimotivasi secara individu satu persatu, secara bersama-sama juga bisa. Kita usul TAK itu kan, pendidikan secara permainan juga bisa” P3(1090)

“Perencanaan perawatan pasien ada beberapa poin yang telah dibuat, jadi dengan rekam medik sudah ada dan dibuat dengan rawat inap” P3(1140)

(18)

banyak hal. Perujukan pada ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan” P3(1150)

“Langkahnya ya seperti biasa yang dijalani keperawatan saya kira, kalau ada permasalahan ya segera kita rujuk atau kita hubungi ke yang bersangkutan ya, karena ini hubungannya dengan dokter BPJP ya kita pertanyakan sama dokter BPJP. Kalau gizi ya konsul ke gizi” P3(1160) “Pengarahan discharge planning umpamanya minum obat teratur, jadi pasien kita tanyakan minum obatnya berapa kali, karena pasien jiwa itu kan permasalahan biasanya di kebiasaan kedisiplinan minum obat jadi masalah jadi kita anjurkan nanti tetap minum obat disini berapa kali dan mengingatkan sampai pulang pun nanti harus diminum jadi ada kesinambunganya begitu” P3(1170)

“Kita tanyakan ke pasien, kalau pasiennya masih disini kita tanyakan, kalau sudah pulang biasanya kita anjurkan untuk kontrol, kalau obatnya habis diambil lagi diminum. Kalau ada keluarga, biasanya pasien pulang kan keluarganya ikut untuk mengawasi di rumah kita sampaikan bahwa ini harus minum obat dan perlu dilanjutkan terus” P3(1180) Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning adalah disampaikan secara terus menerus dengan melakukan perencanaan dengan melihat riwayat pasien, kebutuhan yang diperlukan setelah pulang dan ditandakan terhadap pasien dengan memberikan pengarahan kepada keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat pasien. Selain itu melakukan kerjasama dengan home care dalam memfasilitasi setelah pasien kembali ke rumah.

“Disampaikan secara terus-menerus dan dilakukan berulang-ulang” P4(1600)

(19)

diperlukan begitu. Perencanaannya seperti itu jadi sebelum pasien pulang kita cari dulu misalnya pasien itu sudah sering keluar masuk apa tidak, kondisinya misalnya dia merupakan kekerasan di keluarga, atau..” P4(1650)

“Disini kalau discharge planning yang melakukan kebetulan kepala ruangnya diberikan dari awal sampai pasien diperbolehkan pulang” P4(1660)

“Sebelum pulang diulang lagi” P4 (1670)

“Pengarahan kepada keluarga dan pasien. Tapi yang lebih ditekankan kepada keluarga karena keluarga yang harus mengawasinya” P4(1680)

“Dengan home care untuk melihat perkembangannya terus menanyakan kegiatannya bagaimana di rumah terus apa yang sudah dipesankan dari sini dilakukan tidak di rumah..” P4(1690)

Peran perawat yang kelima adalah sebagai kolaborator. Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain diantaranya dokter, poli gigi dan lainnya dalam memfasilitasi kebutuhan pasien.

“Tim kesehatan disini yang maksudnya instalasi lain, ya kita otomatis kerjasama jadi misalnya ada dokter memberikan advice konsul ke poli gigi misalnya ya kita mengadakan kontak dengan poli gigI..” P1(100)

(20)

“Kalau pasien memang membutuhkan dari tim kesehatan lain, kita juga harus koordinasi dulu, koordinasi dalam arti kita menghubungi dulu, dari dokter ke pct dari pct ke keperawatan kalau dari pasien memang perlu pemeriksaan laborat kita pemeriksaan terapi atau pemeriksaan lain, kita juga harus koordinasi dengan dokter dan tim kesehatan lain” P2(610)

Selaras dengan hal itu, P3 menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang sesuai dengan bidangnya dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan wawancara berikut:

“Kalau pasien datang dengan gangguan gizi umpamanya pasien kurang gizi, pertama kita analisa perawat mendapatkan kekurangannya dari pertama kita dapatkan pasien gangguan gizi timbangannya rendah, kemudian kita sampaikan pada instalasi gizi bahwa pasien ini perlu perhatian, jadi nanti pihak gizi datang kesini kita menganalisa pasiennya apa perlu diberikan tambahan diit semacamnya itu untuk gizi. Untuk yang lain hampir sama” P3(1120)

Di bawah ini juga terdapat pernyataan P4 yang menyatakan bahwa peran perawat sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan koordinasi dengan menghubungi maupun memberikan surat pengantar kepada tim kesehatan lain dalam memfasilitasi pasien.

(21)

penunjang-penunjang disamping surat pengantar kita juga menghubungi” P4(1630)

B. Motivasi Perawat dalam Melaksanakan Peran

Adapun motivasi perawat dalam melaksanakan perannya dari data yang diperoleh, yaitu: merupakan tanggung jawab dan memberikan pelayanan yang optimal, menjaga kondisi pasien supaya stabil, melakukan kewajiban perawat dan melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya.

Berikut ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat merupakan tanggung jawab dan memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien maupun keluarga.

“Ya kita sebagai petugas yang profesional jadi punya tanggung jawab agar pasien yang kita asuh itu ya ada perbaikan atau sembuh lagi gitu. Motivasinya itu jadi kita mengerjakan agar pasien itu udah ada perbaikan jadi tidak hanya monoton “karepmu” gitu ndak ya ada motivasinya itu agar pelayanan kita ke pasien optimal. Keluarga pelanggan atau keluarga puas pasien juga puas pulang dengan baik gitu” P1(50)

(22)

“Motivasi kita adalah untuk apa ya untuk menjaga pasien itu biar stabil, motivasi kita adalah sebagai pegawai itu ya punya tanggung jawab” P2(560)

Di sisi lain, P3 juga menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat merupakan kewajiban. Berikut pernyataanya:

“Motivasi kita ya kewajiban sebagai seorang perawat harus melakukan kewajiban perawat termasuk dari peran kita sebagai seorang perawat” P3(1070)

Di bawah ini, pernyataan P4 yang menyatakan bahwa motivasi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya.

“Motivasinya karena kita sebagai seorang perawat ya bagaimana kita bisa melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya agar pasien paling tidak waktu mondoknya kan disini jiwa yo mba kalau di jiwa itu kan sering keluar masuk ntah bagaimana dia lama gitu jadi anunya lama biar tidak masuk lagi” P4(1580)

C. Kendala yang Dihadapi Perawat dalam Menjalani Peran terkait Pelaksanaan Discharge Planning

(23)

perawat, kurangnya peran keluarga, ketidakseimbangan jumlah perawat yang merawat pasien, rendahnya tingkat pendidikan pasien dan keluarga, latar belakang dan pemahaman yang dimiliki pasien jiwa berbeda-beda. Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah kebingungan yang dialami pasien dan kurangnya perhatian serta peran keluarga terhadap keadaan anggota keluarga yang di rawat.

“Kendala kalau disini pasien banyaknya GMO, kalau GMO itu kan pasiennya gak mudeng..” P1 (60)

“Kalau kendalanya ya itu kalau ke keluarga lo, kalau ke pasien kan pasien disini terus ya. Kalau ke keluarga itu kebanyakan pasien kelas tiga ke bawah itu pasiennya sudah sering mondok, keluarga itu kemungkinan kebanyakan itu anu sudah bosen dirumah jadi malah untung kalau disini jadi jarang dibesuk ya ada satu dua yang masih dibesuk tapi kemungkinan jarang..P1(190) “Kalau dari perawat sendiri tidak ada kendala cuma kadang pasien dan keluarga masih tampak bingung dan kalau ditanya jawabnya njih..njih manut manut” P1(370)

(24)

“Kendalanya kita itu tidak seimbang antara jumlah pasien dengan jumlah perawat kurang seimbang jadi setidaknya itu satu perawat itu maksimal lima pasien. Disini 13 cuma itu dibagi jadi tiga shift jadi kalau untuk jaga siang malam itu kan cuma dua pegawai/perawat” P2(570)

“Untuk kendala itu memang dari kondisi pasien dari tingkat mungkin kondisi pasien dan kondisi keluarga, kemungkinan dari tingkat pendidikan, pendidikannya rendah kan kita tidak tau pasien itu seperti apa, keluarganya seperti apa. Kita yang memberikan edukasi ya juga harus melihat kondisi. Itu kendalanya seperti itu. P2(700)

Kendalanya mungkin di keluarga karena apa yang kita sampaikan itu ntah dilakukan apa ndak nantinya kan tergantung dari pasien dan keluarga” P2(880)

Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah berbagai macam latar belakang dan pemahaman yang dimiliki pasien khususnya pasien jiwa, pendidikan pasien dan keadaan yang tidak stabil.

“Karena pasien kan berbagai macam latar belakang, berbagai macam pemahaman, apalagi kita pasiennya jiwa, jadi kadang-kadang untuk peran pemeliharan kesehatan saja persepsinya pasien juga macam-macam karena pasien memang bukan pasien umum tapi gangguan jiwa seperti itu” P3(1080)

“Ya karena pasien jiwa tadi, kemampuan pasien lain-lain, terus pendidikan pasien juga beda-beda terus pasien kondisi pasiennya juga kadang-kadang berubah-ubah ya kadang hari ini baik, kadang tidak seperti itu” P3(1210)

(25)

Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa kendala yang dihadapi perawat dalam melaksanakan peran perawat adalah kondisi pasien yang jenuh, kurangnya peran keluarga dan pendidikan keluarga.

“Kendalanya ya kondisi pasien, kadang kalau pasiennya sudah sering keluar masuk itu kan kondisinya jenuh sekali itu kan kadang kita harus super ekstra dalam memberikan ataupun kadang keluarga sering sering mengatakan iya tapi tidak terlaksana..” P4(1590)

“Pendidikan keluarga kadang kita harus mikir juga kondisi pasien” P4(1720)

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawat dalam Menjalankan Perannya

Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat menjalankan perannya diantaranya adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki perawat, pengalaman kerja, komunikasi yang benar dan usia.

Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat menjalankan perannya adalah ilmu pengetahuan perawat itu sendiri serta pengaman kerja yang dimiliki.

(26)

Pernyataan P2 menyatakan bahwa komunikasi merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan wawancara di bawah ini:

“Komunikasi dan pengetahuan perawat itu sangat mempengaruhi” P2(690)

Di bawah ini, hal senada juga dinyatakan P3 bahwa komunikasi yang benar merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya.

Cara berkomunikasi yang benar supaya edukasi yang diberikan bisa diterima oleh pasien dan keluarga” P3(1200)

Selain itu, P4 yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam menjalankan perannya adalah tingkat pengetahuan, komunikasi dan usia. Hal ini dinyatakan pada kutipan di bawah ini:

(27)

Tema 2: Proses Pelaksanaan Discharge Planning

Berdasarkan data dari keempat partisipan diperoleh bahwa proses discharge planning yang dilakukan pada pasien dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.

A. Pengkajian

1. Pengkajian Awal masuk

Berdasarkan data yang diperoleh, 3 dari 4 partisipan menyatakan bahwa pengakajian awal masuk pasien sudah dilakukan oleh perawat dari IGD/Rawat Jalan/Ruang Akut sehingga perawat Rawat Inap hanya melanjutkan pengkajian dan mengecek kembali apabila masih ada yang kurang dan belum dikaji.

Berikut pernyataan P1 yang menyatakan bahwa dalam proses pelaksanaan discharge planning adalah dimulai dengan pengkajian awal (mendalam) pasien saat masuk ke IGD kemudian dibawa ke ruangan melanjutkan kembali, mengecek serta melengkapi pengkajian yang belum lengkap. Di bawah ini kutipan wawancara tersebut:

(28)

Pernyataan P2 senada dengan pernyataan P1 yang menyatakan bahwa pengkajian awal masuk pasien dimulai dari IGD atau rawat jalan dan dilanjutkan oleh perawat ruangan untuk melengkapi pengkajian yang kurang. Pernyataan tersebut terdapat pada kutipan wawancara berikut:

“Kalau pengkajian pasien masuk itu dari IGD atau rawat jalan kemudian di lanjutkan ke IGD, kalau untuk pengkajian disini kita tidak terlalu dalam untuk mengkaji mungkin ada kekurangan apa baru kita kaji..” P2(740)

Di bawah ini pernyataan P3 yang menyatakan bahwa pengkajian awal masuk pasien dari ruang akut kemudian dilanjutkan ke ruang perawatan pasien untuk dilengkapi jika pengkajian awal belum lengkap.

“Iya, dari pasien ruang akut pindah kesini kita kaji kembali assesmentnya kita kaji. Kadang-kadangkan assessment itu dari sana kan belum lengkap. Kita lengkapi disini, pengkajian itu kadang belum lengkap dan bisa dilengkapi diruang sini” P3(1250)

2. Pengkajian Sebelum Pemulangan

(29)

penanggungjawab utama dan memiliki peranan tinggi sehingga yang dapat memperbolehkan pasien untuk pulang adalah dokter. Perawat hanya mengkaji dengan memantau dan melihat perkembangan berdasarkan perencanaan seperti kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, kooperatif dan mampu bersosialisasi.

Berikut ini pernyataan P1 bahwa sebelum pemulangan pasien dikaji dan perawat bekerjasama dengan dokter melihat perkembangan pasien, apabila diperbolehkan pulang dengan mendapatkan persetujuan dokter, perawat hanya melaksanakan kemudian menghubungi keluarga untuk menjemput pasien dan menyelesaikan administrasi.

“Terus kemudian kalau pasien sudah boleh pulang acc dokter toh keluarga dihubungi dan kami yang bertugas untuk menyelesaikan administrasi bersama keluarga walaupun pasien sini jarang membayar tapi kan tetap harus menyelesaikan administrasi” P1(240)

“Kalau menunggu semua aspek tercapai mungkin tidak ya. Seperti saya katakan sebelumnya kalau keadaan pasien sudah membaik kita laporkan dokter kemudian dokter cek, tergantung kalau dokter sudah acc pulang kita tinggal melaksanakan” P1(250)

(30)

atas izin dokter penanggungjawab dengan melihat aktivitas dan perkembangan pasien sehari-hari.

“Kalau yang menyatakan boleh pulang itu dari dokter meninjau pulang, kita sebagai perawat tidak bisa untuk memberikan karena yang memberikan tanggung jawab itu dokter penanggung jawab..” P2(750)

“Untuk kondisi pasien itu tergantung dari riwayatnya, mungkin pasien ini sering keluar masuk, itu mungkin maksimal dari kesembuhannya itu tidak bisa seratus persen. Jadi kalau kita bisa melihat pasien itu bisa beraktivitas sehari-hari” P2(760)

Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa bahwa pengkajian sebelum pemulangan dari medis tidak disampaikan dan memiliki standar sendiri. Di sisi lain perawat melakukan pengkajian berdasarkan perencanaan yang ada apabila pasien sudah mampu melakukan dengan baik perawat akan melaporkan pasien untuk pulang.

“Kalau dari medis biasanya tidak disampaikan, dia punya standar sendiri, kalau perawat saya kira kalau perencanaan yang kita rencanakan yang sudah bisa dilakukan boleh pulang..” P3(1260)

“Ya tidak semua nanti kan sambil jalan, kan kadang-kadang bisa dilakukan di rumah, kalau terlalu lama disini kan pasien bosan..” P3(1270)

(31)

“Dokter juga sudah mengacckan ini sudah boleh pulang biasanya gitu jadi terkait dengan mediknya biasanya masih tergantung ke mediknya jadi perawat belum bisa menentukan secara mandiri bahwa ini pasien sudah boleh pulang tapi secara medik” P4(1760)

“ADL, komunikasi, masalah sudah teratasi. Tapi ada juga kalau keluarga memaksa untuk diambil pulang biarpun masalahnya belum teratasi bisa juga..” P4(1770)

“Tidak semua aspek harus tercapai..biasanya masih tergantung ke mediknya jadi perawat belum bisa menentukan secara mandiri bahwa ini pasien sudah boleh pulang tapi secara medik” P4(1780)

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan wawancara terhadap keempat partisipan diperoleh pernyataan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan adalah dengan allo dan auto anamnesa, riwayat pasien masuk, pengakajian, kognitifnya, psikomotor, dan afektif.

Pernyataan P1 yang menyatakan bahwa diagnosa keperawatan ditentukan dengan allo dan auto anamnesa, yaitu dengan menanyakan pasien dan keluarga terkait riwayat penyakit yang dialami pasien serta selalu melakukan pemantauan terkait diagnosa yang ada. Pernyataan tersebut pada kutipan wawancara berikut ini:

“Ya dengan allo dan auto jadi allo anamnesa dengan pasien misalnya ditanya pie kamu ada apa dibawa kemari misalnya mendengar suara-suara itu berarti menjurus ke halusinasi misalnya..” P1(260)

(32)

Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan dengan melihat riwayat pasien saat masuk, dari kebiasaan pasien di rumah.

“Jadi untuk menentukan diagnosa ya dari kebiasaan pasien di rumah pada saat dia mau di masukkan kesini itu seperti apa..” P2(770)

“Ya memang kalau kepala ruang itu harus tau dari pasien masing-masing itu seperti apa, kepala ruang harus tau” P2(780)

Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan adalah dari pengkajian untuk mendapatkan tanda dan gejala yang mendukung diagnosa. Berikut pernyataan tersebut:

“Dari pengkajian kita dapatkan tanda-tanda yang mendukung ke diagnose itu, halusinasi umpamanya dia ada gangguan suara. Jadi kita diagnosakan halusinasi. P3(1280)

“Ya” P3(1290)

Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan kognitif, psikomotor dan afektif pasien.

“Ya kognitifnya, psikomotor, dan afektif” P4(1790)

(33)

C. Intervensi (Perencanaan)

Berdasarkan wawancara dan hasil observasi peneliti diperoleh bahwa perencanaan pemulangan pasien dalam bentuk discharge planning form yang berisikan jadwal kontrol, obat-obatan,

edukasi, perawatan di rumah dan kebutuhan lainnya sesuai kebutuhkan pasien. Perawat tidak memiliki perencanaan khusus melainkan melaksanakan perencanaan yang sudah ada dari dokter selama 30 hari perawatan. Perawat hanya memberikan strategi pelaksanaan (SP) tergantung diagnosa yang dialami pasien.

Di bawah ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien ditentukan oleh dokter dengan melihat perkembangan dari 30 hari program discharge planning yang sudah ditentukan, apabila melebihi target perencanaan, maka perawat melaporkan kepada dokter terkait keadaan pasien untuk tindakan selanjutnya. Selain perencanaan dokter, perawat juga mengarahkan pasien kontrol, minum obat teratur dan didampingi oleh keluarga. Adapun isi discharge planning adalah jadwal kontrol, obat-obatan, perawatan di rumah dan sebagainya.

“Dokter itu merencanakan planning itu toh itu discharge planning itu kebanyakan kalau disini kan satu bulan care planningnya dokter” P1(280)

(34)

keluarganya loh ya itu yang memegang harus keluarga..” P1(290)

“Banyak ya dek, dari jadwal kontrol, obat-obatan, perawatan di rumah bagaimana, diitnya seperti apa dan sebagainya” P1(390)

Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien dari sisi perawat tidak memiliki perencanaan khusus hanya memberikan asuhan keperawatan dan SP (Strategi Pelaksanaan) sesuai diagnose keperawatan.

“Kalau dari perawat tidak punya rancangan khusus ya kita cuma bisa melihat dari diagnosa keperawatan itu cuma dari asuhan keperawatannya sudah tercapai atau belum itu yang dari keperawatan tapi kalau SP (Strategi Pelaksanaan)..” P2(790)

“Kita selama merawat pasien kita melakukan asuhan keperawatan tergantung dari diagnosa masing-masing, dari asuhan keperawatan ada beberapa SP yang harus kita lakukan..” P2(800)

“Untuk discharge planning itu sejak awal memang harus diisi dulu dari IGD, dari kasus-kasus apa, harus diisi dulu dengan perencanaan seperti ini. Rata-rata kita rencanakan perlu diedukasi, dari jadwal kontrol, discharge planning itu apa, perawatan di rumah bagaimana” P2(900)

(35)

“Ya pasiennya kita anamnesa, kita wawancarai pasien sesudah melakukan pengkajian, kemudian diisi perencanaan-perencanaannya” P3(1300)

“Banyak hal, ketertiban kontrol, kemudian ketertiban multidisiplin anggota keluarga nanti di rumah biar tidak kumat lagi, pengawasan keluarga ya untuk pendampingan pasien, kadang pasien kan perlu didampingi misalnya untuk minum obat biasanya perlu pendamping” P3(1310) “Perencanaan pulang itu meliputi banyak hal ya saya ambilkan dulu. Ada beberapa hal itu untuk rujukan termasuk perujukan kepada dokter, banyak hal. Perujukan pada ahli gizi, edukasi, edukasi kesehatan” P3(1410) Di bawah ini P4 menyatakan bahwa perencanaan pemulangan pasien hanya mengikuti dan melaksanakan perencanaan dari medis yaitu tentang minum obat dan sebagainya. Selain itu pemberian edukasi sesuai format discharge planning RS.

“Biasanya mengikuti dari perencanaan yang sudah dibuat dari medis tinggal kita melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat” P4(1810)

“Perencanaan yang sudah dibuat oleh medik itu yang kita kerjakan baik kontrol, minum obat dan sebagainya” P4(1820)

“Isi discharge planning ya biasanya terkait edukasi yang kita berikan tentang jadwal kontrolnya misalnya kapan, menjelaskan aturan dan efek samping obat, pencegahan terhadap kekambuhan, perawatan dirumah, diit, spiritual dan perujukkan dokter, ahli gizi dan lain-lain” P4(1920)

D. Implementasi (Pelaksanaan)

(36)

selanjutnya perawat hanya melengkapi dan melanjutkan. Pelaksanaan discharge planning khususnya pemberikan edukasi baik terhadap pasien setiap hari sampai hari pemulangan pasien juga diberikan edukasi terhadap pasien dan keluarga terkait jadwal kontrol, minum obat, penanganan di rumah dan edukasi terkait kebutuhan pasien selama perawatan di rumah.

P1 menyatakan bahwa pelaksanaan edukasi dilakukan setiap hari, mengingatkan pasien dan persiapan pulang juga diberikan eduksi kepada keluarga dan pasien tentang cara penanganan, jadwal kontrol, jadwal minum obat dengan mengisi form bukti pemberian edukasi yang ditandatangani oleh pihak pemberi dan penerima edukasi. Pernyataan ini terdapat pada kutipan wawancara berikut ini:

“Untuk sehari-hari kita juga selalu mengingatkan pasien dan memberikan edukasi, yang paling sering tentang minum obat, cuci tangan, mandi dan sebagainya” P1 (300) “Biasanya kan persiapan pulang terus keluarga juga harus tau tanda dan gejala pasien bingung, misalnya pasien disini kita edukasi ya keluarga juga harus tau..” P1(310) “Prosedur discharge planning itu kami kerjakan pasien itu dari depan sudah ada discharge planning yang diisi dari depan nah disini nanti depan itu mampunya seberapa tinggal kami melanjutkan..” P1(380)

Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning di mulai sejak awal pasien masuk dan berisikan

(37)

mulai dari pertama kali pasien masuk sampai pasien dinyatakan pulang dengan didamping keluarga dan dibuktikan dengan pengisian dokumen pemberian edukasi dari pihak penerima (keluarga) maupun pemberi edukasi (perawat).

“Saya kira mulai dari pertama masuk sampai pasien pulang ya kita beri edukasi terus, biasanya sebelum minum obatpun kita beri edukasi” P2(810)

“Sebelum pasien pulang diberikan edukasi terlebih dahulu kepada pasien dan didampingi oleh wali/keluarga” P2(820) “Untuk prosedurnya discharge planning itu seharusnya sudah terisi sejak dari rawat jalan pasien dari rawat inap dari IGD nanti kalau pasien begitu masuk ke pintu ke IGD maupun rawat jalan itu discharge planning sudah ada, perencanaanya itu sudah harus terisi..” P2(890)

Pernyataan P3 yang menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning dalam hal edukasi diberikan setiap saat bertemu

pasien terkait aktivitas sehari-hari pasien. Adapun prosedur pengisian discharge planning dilakukan dari awal pasien masuk smpai pasien pulang dengan 30 hari perencanaan.

“Setiap kita bertemu pasien selalu kita ingatkan karna itu merupakan tugas supaya pasien tidak lupa walaupun masih banyak pasien yang ngeyel” P3(1320)

“Edukasi tentang cuci tangan, edukasi munim obat, edukasi cara pemeliharaan kebersihan diri mandi berapa kali..” P3(1330)

(38)

Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning terkait pemberian edukasi dilakukan sejak awal pasien masuk sampai pasien dinyatakan pulang. Edukasi yang diberikan berupa kepatuhan minum obat, ADL (Activity Daily Life) dan cara merawat pasien. Prosedur discharge planning dikerjakan dari awal pasien masuk sampai pasien pulang.

“Edukasinya dilakukan sejak pasien awal masuk diingatkan terus sampai pasien dinyatakan pulang “ P4(1830

“Pemberian edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga terkait kepatuhan minum obat, tanggal kontrol, ADL dan cara merawat pasien di rumah bagaimana” P4(1840) “Prosedur discharge planning biasanya sudah dikerjakan dari awal pasien masuk biasanya itu dari IGD, dibawa ke ruangan kita disini kemudian melengkapi perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya sampai pasien pulang seperti itu” P4(1910)

E. Evaluasi dan Dokumentasi

Berdasarkan data yang diperoleh dari keempat partisipan, tiga diantaranya menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan discharge planning adalah dengan home care/home visit, daftar pulang pasien dan kartu kontrol pasien serta

(39)

P1 menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge planning dilakukan oleh pihak yang berkompeten melanjutkan

discharge planning yaitu home care/home visit untuk melihat perkembangan pasien dan pasien yang memiliki masalah jarang kontrol tetapi tidak semua pasien dapat dijangkau hanya daerah tertentu.

“Evaluasi discharge planning dilakukan oleh pihak yang berkompeten untuk melanjutkan discharge planning. Biasanya ada home care atau home visit hah iya itu ada home visit dan home care.. P1(330)

Berikut pernyataan P2 yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge planning dilihat dari jadwal kontrol rutin pasien dan jumlah pasien yang mendaftar pulang.

“Kalau discharge planning evaluasinya cuma kalau pasiennya memang kontrolnya kapan, nanti bisa terilihat dari mendaftar pulangnya pasien itu..” P2(840)

Di bawah ini pernyataan P3 yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan discharge planning adalah dengan menanyakan kembali terkait apa yang sudah disampaikan sebelumnya.

Kita tanyakan evaluasi apakah yang kemaren kita sampaikan sudah dilaksanakan atau belum.” P3(1350)

(40)

catatan perawat mulai dari jadwal kontrol, tanda-tanda vital pasien untuk melihat perkembangan pasien. Selain itu perawat juga melakukan pendokumentasian pada catatan pasien dengan memberikan kartu kontrol, leaflet dan pamflet.

Pernyataan P1 menyatakan bahwa perawat melakukan pendokumentasian pelaksanaan discharge planning dilakukan pada catatan perawat tentang jadwal kontrol pasien dan pada pasien juga diberikan dokumentasi berupa kartu kontrol. Pernyataan tersebut terdapat pada kutipan wawancara berikut:

“Pendokumentasiannya ya di discharge planning aja kalo khusus discharge planning lo ya, ini kan contohnya discharge planning ini cuma seperti ini, ini yang pasien pulang jadi ini kan pasien datangnya bulan lima ya tanggal 8 ini jadwal kontrolnya seharusnya ini ini seharusnya jadwal kontrol itu tanggal 17 bulan 6 tapi pasien baru pulang tanggal 23 bulan 5 otomatis tanggal 23 bulan 5 ini belum sampai jadwal kontrol sudah kontrol nanti..” P1(340) “Itu saya kalau cuma dari sini untuk kontrol ini aja. Jadi klau untuk kontrol pasien itu dibawai ini oleh keluarganya nanti waktu kontrol ke depan mudah kan disini ada tanggal kontrol terus obatnya yang diberikan apa ya masuknya kapan nanti pulang..” P1(350)

(41)

“Iya, harus. Itu wajib kalau di data catatan keperawatan itu mulai dari tanda-tanda vitalnya semuanya ada disini. Jadi kita bisa melihat perkembangan pasien seperti apa, diagnosa keperawatannya seperti apa, yang terlihat dari pengkaiian..” P2(850)

Kalau dalam bentuk tulisan tidak ada, tapi ada leaflet tentang kebutuhan pasien yang dilakukan di rumah, tentang asuhan keperawatannya apa tergantung diagnose pasiennya..” P2(860)

Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa apapun tindakan yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan. Pendokumentasian pada catatan pasien berupa kartu kontrol.

Iya, pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan di dokumentasikan” P3(1360)

Kalau dari perawatan tidak ada tertulis, cuma lisan tertulisnya tidak ada, cuma kartu kontrol di kartu kontrol itu sudah ditulis terapi ya, umpamanya obat ini berapa kali sehari, terus nanti wajib kontrolnya kapan” P3(1370)

Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa pendokumentasian pada catatan perawat ada dilakukan dan pendokumentasian pada cacatan pasien berupa edukasi secara lisan dan secara tulisan berupa pamphlet.

Ada” P4(1870)

(42)

F. Upaya Perawat dan Rumah Sakit Terhadap Pelaksanaan Discharge Planning

Dari wawancara dengan keempat partisipan diperoleh pernyataan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning diantaranya dengan melihat dari kartu kontrol, kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kesehatan Jiwa Masyarakat (KESWAMAS) yaitu home visit/home care dan family gathering. Dari pelaksanaan

discharge planning yang dilakukan, yang perlu dipertahankan adalah saran dan anjuran yang diberikan, di rumah harus dilakukan, pemberian edukasi terhadap keluarga dan pasien dan selalu mengingatkan pasien dan keluarga berulang-ulang. Adapun semua upaya sudah dilakukan dengan baik selanjutnya tergantung dari keluarga maupun pasien untuk melaksanakan atau tidak.

Berikut ini pernyataan P1 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning adalah pemantauan kartu kontrol dan pelaksanaan home visit. Oleh karena itu, upaya yang harus dipertahankan adalah saran dan anjuran waktu pulang dilaksanakan di rumah oleh keluarga dan pasien.

(43)

Yah kalo yang di pertahankan ya saran dan anjuran waktu pulang itu di rumah dilaksanakan” P1(410)

Pernyataan P2 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terkait pelaksanaan discharge planning adalah melihat dari jadwal kontrol dan kegiatan home visit dan yang perlu dipertahankan dari pelaksanaan discharge planning adalah pemberian edukasi.

“Untuk follow upnya, kita tidak melakukan untuk follow up discharge planning ya kita cuma bisa melihat dari jadwal kontrolnya, pasien sudah di rumah kan kita tidak bisa memantau” P2(870)

Itu ada home visit ya, home visit itu terintegrasi ya tergantung dari kebutuhan pasiennya apa mungkin ada dari manjemen membutuhkan berapa..” P2(910)

Yang perlu dipertahankan adalah dengan pemberian edukasi, kita harus pertahankan karena ini memang sudah dilakukan..” P2(920)

Berikut pernyataan P3 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit terhadap pelaksanaan discharge planning adalah menanyakan kembali ke pasien dan kegiatan family gathering. Selain itu, pendidikan dan kontrol kembali ke rumah sakit merupakan hal yang perlu dipertahankan.

(44)

Ada family gathering, jadi keluarga ada semacam perkumpulan keluarga dan pasien, kemudian ada suatu pertemuan, direncanakan oleh dua KESWAMAS..”P3(1420)

Pendidikan perlu kemudian untuk kontrol kembali ke rumah sakit itu perlu tergantung keadaan pasien P3(1430)

Di bawah ini pernyataan P4 yang menyatakan bahwa follow up ataupun upaya yang sudah dilakukan perawat dan rumah sakit

terhadap pelaksanaan discharge planning adalah home care/home visit dan family gathering. Adapun hal yang perlu ditingkatkan dari perawat adalah mengingatkan pasien dan keluarga secara berulang-ulang.

“Home care dan family gathering” P4(1890)

Biasanya dari bidang KESWAMAS ya mbak, ada juga kegiatan home visit, family gathering” P4(1930)

(45)

4.4 Pembahasan

Dalam pembahasan, peneliti akan mendeskripsikan berdasarkan 2 tema dari hasil penelitian yang berfokus pada gambaran peran perawat dalam pelaksanaan discharge planning di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta.

4.4.1 Peran Perawat

Menurut Mubarak dan Chayatin (2009), peran-peran perawat terdiri dari: peran perawat sebagai pemberi perawatan (care giver), konselor (counsellor), advokat (advocate), pemberi edukasi (educator), koordinator (coordinator), kolaborator (collaborator), Konsultan (consultant) dan pembaharu.

4.4.1.1 Pelaksanaan Peran Perawat di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta terkait Pelaksanaan Discharge Planning

Perawat di Instalasi Rawat Inap RSJD Surakarta melaksanakan peran perawat terkait pelaksanaan discharge planning sebagai pemberi asuhan keperawatan (care provider),

(46)

a. Pemberi Asuhan Keperawatan (Care Giver)

(47)

b. Advokat

(48)

Sebagai seorang perawat profesional harus memiliki kemampuan dalam menjalankan peran khususnya sebagai advokat dengan memiliki tanggungjawab besar. Peran perawat lainnya terkait peran sebagai advokat adalah menanmkan rasa kekelurgaan. Hal tersebut didukung dengan teori caring yang dikemukakan oleh Watson dengan memahami respon manusia terhadap masalah kesehatan yang actual ataupun yang potensial, kebutuhan manusia dan bagaimana berespon terhadap orang lain dan memahami kekurangan dan kelebihan pasien dan keluarganya maupun pemahaman terhadap dirinya sendiri. Selain itu memberikan kenyamanan dan perhatian serta empati pada pasien dan keluarganya (Watson, 1987 dalam Dwidiyanti, 1998). Hal tersebut menggambarkan sikap kepedulian perawat yang tidak membeda-bedakan pasien melainkan mengajarkan rasa kebersamaan dan saling pengertian antara satu dengan lainnya.

c. Educator

(49)
(50)

Pernyataan lain juga yang mendukung adalah menurut Doheny (1982) dalam Kusnanto (2004) menyatakan bahwa perawat dalam menjalankan peran educator membantu pasien untuk meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga pasien atau keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya.

(51)

d. Koordinator

Peran perawat sebagai koordinator terkait pelaksanaan discharge planning yang dilakukan oleh partisipan adalah dengan

(52)

menyatakan bahwa seseorang akan termotivasi bila memiliki harapan akan sebuah hasil yang nantinya akan bernilai positif bagi dirinya sendiri. Vroom lebih menekankan pada harapan, daya tarik dan usaha sebagai pemenuhan suatu kebutuhan (Vroom Pace dan Faules, 1998 dalam Saam dan Wahyuni, 2012).

e. Kolaborator

Peran yang dilakukan oleh partisipan sebagai kolaborator terkait pelaksanaan discharge planning adalah melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain, yaitu dokter, poli gigi, dan tenaga kesehatan lainnya dengan menghubungi ataupun bersurat dalam hal menjalin kerjasama dalam memfasilitasi kebutuhan pasien.

Terkait peran perawat sebagai kolaborator, penelitiaan yang sejalan dengan itu, menurut Secretary of Health and Human Services Commission on Nursing (1988) dalam Isnaeni (2014)

(53)

dengan proses penyakit pasien atau tindakan pengobatan atau pemeriksaan diagnostik (Smeltzer, 2001).

Partisipan dalam melaksanakan tugas dan perannya, yaitu melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain. Setiap tim kesehatan memiliki tugas dan peranan sesuai fungsi dan wewenangnya. Dalam menunjang kemajuan kondisi kesehatan pasien diperlukan bantuan dari berbagai penunjang kesehatan yang ada di kawasan RSJ sesuai dengan advice dokter. Dalam hal ini, partisipan menyatakan bahwa dokter memegang peranan penting yang berkaitan dengan kondisi/keadaan pasien. Dokter merupakan penanggungjawab utama terhadap pasien, sehingga sebelum melakukan tindakan apapun terhadap pasien harus memberitahukan kepada penanggungjawab pasien yaitu dokter. Khususnya, pada saat seorang pasien dinyatakan boleh pulang harus atas izin dari dokter penanggungjawabnya. Oleh karena itu, peran perawat sebagai kolaborator dengan melakukan kerjasama dengan tim kesehatan lain sangat diperlukan untuk menunjang perubahan positif terhadap kondisi kesehatan pasien.

4.4.1.2 Motivasi Perawat Dalam Melaksanakan Peran

(54)

dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa, motivasi partisipan dalam melaksanakan peran merupakan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang optimal, menjaga kondisi pasien, melakukan kewajiban perawat dan melaksanakan peran perawat dengan sebaik-baiknya. Hal ini diperkuat Handoko (2001) yang menjelaskan bahwa motivasi intrinsik sebagai tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Sejalan dengan hal tersebut di atas, motivasi dapat mempengaruhi persepsi seseorang (Hidayat, 2004).

(55)

4.4.1.3 Kendala yang Dihadapi Perawat dalam Menjalani Peran terkait Pelaksanaan Discharge Planning

Dalam melaksanakan perannya sehari-hari perawat pasti memiliki kendala. Adapun kendala yang dihadapi partisipan dalam menjalani perannya antara lain: Pasien tampak bingung dan tidak mengerti apabila diajarkan perawat, kurangnya peran keluarga, ketidakseimbangan jumlah perawat yang merawat pasien, rendahnya tingkat pendidikan pasien dan keluarga, latar belakang dan pemahaman yang dimiliki pasien jiwa berbeda-beda.

Terkait pasien tampak bingung dan tidak mengerti apabila diajarkan perawat serta rendahnya tingkat pendidikan pasien dan keluarga, hasil penelitian Nugroho, dkk (2008) menyatakan bahwa pendidikan yang baik dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang dan merupakan faktor penting dalam proses penyerapan informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Peningkatan wawasan dan cara berfikir selanjutnya akan memberikan dampak, salah satunya terhadap persepsi seseorang dalam mengambil keputusan.

(56)

keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian setiap anggota keluarganya. Peran serta keluarga sangat dibutuhkan dalam proses pengobatan pasien gangguan jiwa, karena keluarga merupakan faktor fundamental bagi perkembangan dan pertumbuhan setiap anggota keluarganya. Sebagai sebuah keluarga seharusnya mengetahui tentang peran dan tanggung jawab dalam proses keperawatan yang direncanakan untuk perawatan klien di rumah. Faktor ini adalah salah satu faktor yang sering kali diabaikan oleh pihak keluarga padahal peran keluarga dalam proses penyembuhan merupakan peran yang paling penting (DepKes RI, 2006). Oleh karena itu selain peran perawat, keluarga sangat memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan pasien khususnya pasien jiwa. Sebaik apapun upaya yang sudah diberikan oleh perawat dalam menjalankan perannya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal akan percuma apabila tidak didukung oleh peran serta dari keluarga pasien.

(57)

kesehatan yang memberikan pelayanan khususnya perawat. Perawat bertugas merawat, mengawasi, dan menjaga pasien selama 24 jam perawatan. Sehingga, beban kerja yang dimiliki perawat lebih besar dan membutuhkan tenaga ekstra dalam menjalankan peran sebagai perawat.

4.4.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perawat dalam Melaksanakan Peran

Menurut Notoadmodjo (2003) faktor yang berasal dari perawat yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan adalah sikap, emosi, pengetahuan dan pengalaman masa lalu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam melaksanakan perannya adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki perawat sejak dalam pendidikan, pengalaman kerja yang lama, melakukan komunikasi dengan benar terhadap pasien dan keluarga dan usia perawat yang sudah tua.

(58)

dalam proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas perawatan melalui proses discharge planning.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam melaksanakan peran adalah pengalaman. Mendukung pernyataan di atas, pengalaman merupakan salah satu sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara memperoleh kebenaran pengetahuan (Widyaningtyas,2010).

(59)

untuk mengevaluasi kondisi pasien, sehingga angka kekambuhan pasien dapat dicegah (Dessy, dkk., 2011).

Menurut Teori Havighurst, umur dewasa tua memiliki tugas perkembangan yaitu pencapaian tanggung jawab dengan apa yang dilakukannya (Potter dan Perry, 2005). Teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa usia perawat yang sudah tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawat dalam melaksanakan peran.

Oleh karena itu, perawat harus mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh sejak dalam pendidikan, pengalaman kerja yang lama akan membuat perawat semakin profesional dibidangnya, melakukan komunikasi dengan benar, yaitu menerapkan komunikasi terapeutik, sehingga pasien dan keluarga diharapkan dapat mengerti dan lebih memahami apa yang disampaikan perawat. Hal lainnya yaitu terpaut usia perawat yang sudah tua diharapkan memiliki tanggung jawab dan lebih memahami dan dapat melakukan perannya sebaik mungkin.

4.4.2 Proses Pelaksanaan Discharge Planning (Perencanaan Pulang)

(60)

untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah meninggalkan rumah sakit (AHA, 1983 dalam Potter dan Perry, 2005). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proses pelaksanaan discharge planning dilakukan dari awal pasien masuk dengan melakukan pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan (Intervensi), pelaksanaan (Implementasi), evaluasi, dan dokumentasi. Hal ini sejalan dengan Kozier (2004) yang menyatakan bahwa discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan.

4.4.2.1 Pengkajian

a) Pengkajian Awal Masuk Rumah Sakit

(61)

dalam mempersiapkan pasien dan keluarga yang dilakukan sebelum hari pemulangan pasien dan tindakan yang dilakukan pada hari pemulangan pasien. Perencanaan pemulangan dimulai ketika pasien masuk dalam rangka mempersiapkan pemulangan yang awal dan kebutuhan yang mungkin untuk perawatan tindak lanjut di rumah. Komunikasi dan kerjasama dengan pasien dan keluarga sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien setelah pemulangan dari rumah sakit (Brunner dan Suddarth, 2002). Oleh sebab itu, pengkajian awal diperlukan untuk menentukan perencanaan perawatan pasien selama perawatan dan pelaksanaan sesudah pasien kembali ke rumah.

b) Pengkajian Sebelum Pemulangan

(62)

(2005) yang menyatakan bahwa pada saat ini telah terjadi perubahan dalam pelaksanaan perencanaan pemulangan dengan struktur terdiri di mana perawat sebagai koordinasi dalam pelaksanaannya dan selalu berkonsultasi dengan klien dan keluarga serta profesional lainnya dalam perencanaan pemulangan. Menurut peneliti, koordinasi yang baik antara pasien, keluarga dan perawat serta perawat dengan tim kesehatan lain sangat diperlukan pada saat pengkajian sebelum pemulangan untuk melihat kondisi dan kesiapan pasien maupun keluarga untuk menentukan keberhasilan dalam melakukan perawatan lanjutan setelah keluar dari rumah sakit.

4.4.2.2 Diagnosa Keperawatan

Hasil penelitian dari pernyataan partisipan bahwa untuk menentukan diagnosa keperawatan adalah dengan allo dan auto anamnesa, riwayat pasien masuk, pengakajian, kognitifnya,

(63)

mengetahui problem, etiologi (penyebab)

Gambar

Gambar 4.1 RSJD Surakarta
Tabel 4.1. Tabel Karakteristik Partisipan

Referensi

Dokumen terkait

75 Gambar 5.12 Antarmuka halaman pengelolaan jadwal dokter versi web mobile ... 75 Gambar 5.13 Antarmuka halaman jadwal dokter versi web76 Gambar 5.14 Antarmuka halaman jadwal

Ï ÐÑÒÓÔÕÏ ÓÐÔÖ ×ØÙÕÑÚÏ ÚÑ ÕÑÓÕÏ ØÑØÒØÚÛØÒÚÒØ ÒÜÝÕÚ ÚÓÔØÞÕÓ ×ÚÔØ. Ï

Dokumen ini dan informasi yang dimiliki adalah milik Program Studi Magister Teknik Informatika Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan bersifat rahasia. Dilarang untuk

Pengumpulan alat bukti dan barang bukti pada tahap penyidikan dalam.. kasus pembunuhan Sertu Santoso dengan nomor surat

Brand satisfaction , brand trust , brand affect merupakan hal penting yang perlu diperhatikan manajemen merek terkenal untuk dapat menciptakan pembelian ulang

ANALISIS VOLATILITAS INDEKS DOW JONES, FTSE 100, HANG SENG, DAN LQ 45 SELAMA KRISIS EROPA: WAVELET ANALYSIS..

Maka dari itu informasi suatu volatilitas indeks pasar modal sangat penting karena informasi yang akan diperoleh adalah jika volatilitas indeks pasar modal suatu negara tinggi

Beberapa aspek penting dalam Pemerintahan diabaikan seperti, peningkatan kualitas aparatur Pemerintahan, lemahnya perencanaan pembangunan, visi dan misi daerah yang