Skripsi ini saya persembahkan kepada :
Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan kesehatan, kekuatall. Dan kesabaran dalarl1 menyelesaikan skripsi ini
&
Keluarga beserta sahabat yang selalu mendoakan dan mendukung saya, Yaitu:
-Ayahanda Nurul Azwar S.Pd dan Ibunda Lena Emawati S.Pd yang selalu bersabar mendampingi, mendo' akan, mendukung, mengerti, dan lnemberikan
kasih sayang kepadaku dengan segala kekuranganku hingga aku bisa sampai pada pencapaian ini.
- Kedua saudara tersayang. Jaka Swara Perdana dan Sabilla Azelna yang selalu menjadi penyemangatku, dan selalu rnengingatkanku ba11wa Allah membuka seribu pintu kesempatan ketika rnanusia gagal dalam satu pilihan. -Seluruh ternan - ternan kelas G Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri
'T'etay semangat dan berikan yang terbaik
sebagaimana kemamyuanmu karena .Jt[{ali tidak
yernali memberikan cobaan
di
{uar batas
HALAMANJUDUL .
PERSETUJUAN 11
PENGESAHAN III
PERNYATAAN IV
PERSEMBAHAN V
MOTTO... VI
KAT A PENGANTAR VII
DAFTAR lSI... VIII
DAFTAR GAMBAR X
DAFTAR LAMPlRAN Xl
ABSTRAK... XII
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang... 1
B. FokusMasalah... 5
c.
Tujuan... 5D. Manfaat... 6
BAB II KAJIAN TEORI... 7
A. Deskripsi Teori 7 1. Kesenian... 7
2. Musik... 7
3. Tradisional... 10
4. Musik Tradisional... 11
5. Fungsi Musik 11 6. Tanjidur.. 15
D. Pengumpulan Data... 23
E. Instrulnen Penelitian 26
F. Teknik Keabsallan Data... 28
G. Analisis Data... 29
BAB IV FUNGSI TANJIDURDI TANJUNG RAJA OGAN ILIR
SUMATERA SELATAN... 32 A. Sejarah Tanjidur... 32
B. Penyajian Tanjidur /... 43
1. Penyajian Tanjidur Saat Khitan 43
2. Penyajian Tanjidur Saat Pemikahan " 50
3. Penyajian Tanjiduf Saat Acara Pelnerintallan 51 C. Fungsi Tanjidur... 54
BAB V PENUTUP \ 58
A. Kesimpulan... 58 B. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA 60
Gambar 1 : Rumah Panggung Desa Muara Meranjat... 35
Gambar 2 : Terompet :... 37
Gambar 3 : Saxophone... .37
Gambar 4 : Clarinet 38 Gambar 5 : Trombol1e... 38
Gambar 6 : Bass... 39
Gambar 7: Snare Drum... 40
Gambar 8: Tanjidur セ :... 40
Gambar 9: Persiapan Alat-Alat Tanjidur Sebelum Talnpil... 46
Gambar 10: Pemain Tanjidur Melakukan Pelnanasan Sebelum Tampil.... 46
Gambar 11: Kereta Joli Saat Arak-Arakan Dalam Acara I<hitan... 49
Lampiran1 :Pedoman Observasi.... 62
. d 62
Lamplran 2 : Pa11uan Wawancara セ .
Lan1piraIl 3 : Pertan)laan Wa\vancara... 64
Lampiran 4 : Panduan Dokumentasi.... 65
Lampiran 5 : Deskripsi Hasil Wawancara... 66 Lampiran 6 : Lampiran Foto Penelitian... 70
Lampiran 7 : Lampiran Partitur 73
Oleh GhafiqaInayah NIM 12208241072
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan fungsi tanjidur yang merupakan salah satu kesenian yang masih hidup di Sumatera Selatan tepatnya di Desa Muara Meranjat Tanjung Raja Kabupaten Oga11 Ilir.
Penelitian ini melupakan penelitian kualitatif dan menggunakan model pendekatan penelitian etnografi. Sumber penelitian diperoleh dengan studi kepustakaan dan lapangan. Pengurnpulan data dilakukan de11gan melakukan wawancara, observasi, 、セョ dokumentasi. Instrumen utalna dalam penelitial1 ini adalah penulis sendiri. T'eknik triangulasi digunakan untuk menguji keabsahan data yang diperolel1. Teknik analisisnya dilakukan de11gan me11gg'unakan analisis dOll1ain dan analisis taksonomik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi dari tanjidur adalah (1) sebagai hiburan, tanjidurmusiknya sangat menghibur hal itu terlihat dari nuansa musiknya yang Inenyimbolkan kegembiraan (2) sebagai sarana dalam keberlanjutan budaya, karena terdapat ajaran-ajaran moral ya11g l1arus dilestarikan keberadaannya agar dapat diwujudkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, (3) sebagai sarana ekonomi yaitu untuk menambah penghasilan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari para pemain tanjidur, (4) sebagai penghormatan dalam menyambut tamu-tamu besar dalam kegiatan pemerintahan.
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kesenian serta
kebudayaan tradisional yang beranekaragam. Setiap suku bangsa memiliki
kekhasan budaya yang membedakan jati diri mereka dengan suku bangsa yang
lain. Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dilakukan berdasarkan hasil olah
budi pekerti dan akal manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil
budi pekerti (Widyosiswoyo, 2004: 31). Sebagai unsur kebudayaan, kesenian
mengalami perkembangan berdasarkan tempat atau lokasi, di antaranya adalah
kesenian rakyat. Kesenian rakyat merupakan kesenian tertua di Indonesia yang
disebut juga sebagai kesenian tradisional atau kesenian daerah (Widyosiswoyo,
2004: 78). Kesenian tradisional mengandung sifat dan ciri-ciri yang khas dari
masyarakat pendukungnya karena tumbuh sebagai bagian dari kebudayaan
masyarakat tradisional tiap-tiap daerah, oleh sebab itu kesenian tradisional akan
tetap hidup selama masih ada masyarakat yang memelihara dan
mengembangkannya.
Mengingat bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya akan pulau dan suku
serta kesenian dan kebudayaan maka daerah Sumatera Selatan adalah salah
satunya. Sumatera Selatan memiliki beragam kebudayaan. Kesenian tradisional
adalah tanjidur. Kesenian ini merupakan permainan musik dengan
menggabungkan beberapa alat musik yang mirip dengan marching band.
Menurut Bapak Mamat kesenian ini disebut tanjidur karena terdapat alat musik
yang jika ditabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sebagai alat musik yang paling
dominan. Alat musik tersebut adalah bass drum.
Tanjidur biasa digunakan oleh masyarakat untuk memeriahkan acara
pernikahan, khitanan dan hari-hari besar di pemerintahan. Tanjidur dipilih oleh
masyarakat untuk mengurangi pengeluaran yang berlebihan serta menghindari
pelencengan norma-norma sosial yang ditimbulkan jika menggunakan alternatif
lain seperti organ tunggal untuk memeriahkan acara yang sedang mereka adakan.
Menurut informasi yang pertama kali didapatkan dari masyarakat setempat, di
desa ini sering terjadi keributan antar warga yang disebabkan oleh efek negatif
dari mabuk-mabukan. Mabuk-mabukan saat malam sebelum acara pernikahan
biasa dilakukan oleh laki-laki dewasa maupun muda di daerah tersebut. Jadi, jika
media hiburannya digantikan oleh tanjidur mereka mengakui terjadinya keributan
dapat dihindari.
Di Desa Tanjung Raja ini terdapat beberapa grup tanjidur dan grup yang
diwawancarai oleh penulis adalah grup Marta. Penulis memilih grup tersebut
karena menurut informasi yang penulis dapatkan grup Marta merupakan grup
tertua jika dibandingkan dengan grup lainnya sehingga para pemain pun dianggap
lebih profesional dan alat musik yang mereka miliki juga lebih lengkap. Informasi
ini didapatkan penulis dari informan pertama dan hal ini juga dibenarkan oleh
musik B’las karena dimainkan oleh belasan orang dan ada juga yang
menyebutnya sebagai musik Brass yang artinya musik yang alatnya rata-rata
merupakan alat tiup yang terbuat dari logam. Awalnya kesenian ini memerlukan
14 orang pemain karena terdapat 14 alat musik yang akan dimainkan. Alat musik
yang digunakan karakteristiknya diambil dari unsur musik Barat. Hal ini dapat
dilihat dari jenis alat musik, yaitu :
1. 2 buah Terompet
2. 2 Buah Saxopone Alto
3. 1 Buah Clarinet
4. 1 Buah Saxopone Tenor
5. 1 Buah Bariton Horn
6. 1 Buah Tenor Horn
7. 3 Buah Alto Horn
8. 1 Buah Bass
9. 1 Buah Tambur / Snare Dram
10.1 Buah Tanjidur / Bass Dram
Secara geografis istilah Ogan Ilir dikaitkan dengan keberadaan wilayahnya
yang terletak di bagian hilir Sungai Ogan. Dari sudut pandang politik pada abad
ke-18 Ogan Ilir sudah digunakan pemerintahan Kolonial Belanda sebagai salah
satu wilayah kekuasaan mereka. Dalam almanak yang diterbitkan oleh Belanda
Ogan Ilir merupakan salah satu zona ekonomi afdeeling, tetapi dalam beberapa
itu Ogan Ilir tidak lagi dijadikan sebagai afdeeling melainkan menjadi onder
afdeeling yang berpusat di Kecamatan Tanjung Raja.
Tanjung Raja merupakan sebuah kecamatan tertua di Kabupaten Ogan Ilir,
Sumatera Selatan. Kecamatan ini meliputi Kecamatan Rantau Alai, Rantau
Panjang, Sungai Pinang, dan beberapa desa yang sekarang menjadi wilayah
Kecamatan Indralaya Selatan. Letak kota kecil ini strategis terletak di jalur
perlintasan timur Sumatera sehingga menjadikan wilayahnya sebagai kota transit.
Penduduknya mayoritas bekerja sebagai petani, dan sebagian kecil sebagai PNS.
Penduduk di wilayah ini bersuku bangsa Pegagan, Kayuagung, dan Jawa. Bahasa
yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari adalah Bahasa Indonesia, Bahasa
Palembang, Bahasa Pegagan, dan Kayuagung. Kecamatan Tanjung Raja
merupakan salah satu kota terbesar selain Indralaya dari segi aspek sosial, budaya,
perekonomian, dan penduduk. Itulah sebabnya mengapa Belanda memilih daerah
ini sebagai pusat onder afdeeling. Dari sanalah pengaruh Belanda mulai tersebar
di wilayah tersebut dimulai dari kebudayaan, kesenian, dan lain-lain.
Saat ini globalisasi dan modernisasi sangat mendominasi sehingga membawa
pengaruh besar terhadap pola pikir terutama kaum muda terhadap kesenian
tradisional salah satunya tanjidur. Musik tradisional tidak lagi dianggap sebagai
sesuatu yang lebih baik keberadaannya jika dibandingkan dengan jenis musik
baru yang lebih modern. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
masyarakat terhadap tanjidur tersebut. Tanjidur mempunyai nilai estetika yang
sangat tinggi, serta menjunjung nilai moral yang kuat. Kelangkaan dokumentasi
masyarakatnya kurang melestarikan apalagi mengembangkannya. Referensi
ilmiah tentang tanjidur juga masih sangat sedikit, bahkan kesenian ini kurang
mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.
Sumatera Selatan memiliki banyak ragam kesenian dan kebudayaan, tetapi
tidak semua orang tahu akan hal itu. Hanya beberapa yang menjadi sorotan bagi
masyarakat dan para budayawan, padahal masih banyak kesenian yang dapat
digali dan dikembangkan. Inilah alasan penulis melakukan penelitian dan
mendokumentasikan tanjidur tersebut agar dapat memberikan kesadaran kepada
masyarakat tentang pentingnya mempertahankan kebudayaan yang telah
diwariskan oleh nenek moyang kita serta mengingat bahwa kita memiliki begitu
banyak kesenian yang dapat kita tunjukkan kepada dunia.
B. Fokus Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang diteliti,
maka dalam hal ini, penelitian difokuskan pada masalah “Fungsi Tanjidur di Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera Selatan”.
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mendeskripsikan tentang fungsi
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan membuahkan manfaat positif baik manfaat secara
teoritis maupun manfaat secara praktis. Adapun manfaat tersebut adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang kesenian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Tumbuhnya rasa peduli terhadap kesenian yang telah diturunkan oleh para
leluhur bagi masyarakat.
b. Bagi Penulis
Berikutnya hasil dari penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai dasar dalam
pengembangan penelitian yang sejenis. Terutama dalam hal kesenian khas
Sumatera Selatan.
c. Bagi Pemerintah Daerah Sumatera Selatan
Agar dapat dijadikan sebagai bahan pelengkap dokumentasi salah satu bentuk
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Kesenian
Menurut Gie (1996: 18) “kesenian adalah segenap kegiatan budi pikiran
seorang (seniman) yang secara mahir menciptakan sesuatu karya sebagai
pengungkapan perasaan manusia.” Menurut Setyobudi (2007: 2) “kesenian adalah
gagasan manusia yang diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu sehingga
menghasilkan karya yang indah dan bermakna.” Menurut Setyobudi (2007: 3) “kesenian tradisional adalah ekspresi gagasan atau perasaan manusia yang berisi
nilai-nilai budaya tradisional nusantara melalui pola kelakuan yang menghasilkan karya yang bersifat estetis dan bermakna.”
Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kesenian adalah gagasan
dan perasaan manusia yang berisi nilai-nilai budaya yang diekspresikan dalam
suatu karya yang bernilai estetis dan bermakna.
2. Musik
Menurut Prier (2009: 123) “musik adalah bunyi riil (akustis), suatu peristiwa
yang dialami dalam dimensi ruang dan waktu, musik dialami sebagai akor
konsonan/disonan, ritme, warna suara tertentu karena oleh telinga manusia tidak
hanya didengar tetapi juga dinilai sebagai bunyi kualitatif yang memuat suatu
mengolah nada tinggi dan rendah menurut panca indera maupun menurut akal
budi.” Prier (2011: 1) mengatakan bahwa “sebuah karya musik, misalnya sebuah
nyanyian, dapat dipandang sebagai sejumlah nada yang tersusun dalam
ruang-ruang birama.” Djohan (2009: 89) menyatakan bahwa “musik adalah ungkapan
ekspresi yang dapat memberikan gambaran tentang banyak hal.”
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa musik
adalah ungkapan ekspresi yang berupa rangkaian bunyi yang berjalan teratur dan
dapat didengar dan diniliai serta memiliki suatu arti tersendiri. Unsur-unsur musik
menurut Jamalus (1988: 1) adalah sebagai berikut.
a. Irama
Irama adalah urutan yang menjadi rangkaian unsur dasar dalam musik, irama
tersebut terbentuk dari sekelompok bunyi dengan bermacam-macam lama waktu
atau panjang pendeknya membentuk pola irama dan bergerak menurut pulsa
dalam ayunan birama. Irama merupakan (durasi) not-not, membentuk suatu
irama, yang digambarkan dalam simbol-simbol not. Panjang not ditentukan oleh
durasi dari tiap getaran (Mudjilah, 2010: 8).
b. Melodi
Melodi menurut Prier (2009: 113) “melodi adalah suatu urutan nada yang
utuh dan membawa makna, adapun syaratnya ialah: berciri khas, berbentuk jelas,
karya dapat menjadi indah karena adanya hiasan melodi atau dapat disebut
ornamentik.”
Melodi adalah rangkaian dari sejumlah nada yang dimainkan dalam sebuah
tangga nada yang telah ditentukan oleh seorang komposer. Tangga nada menurut
Mudjilah (2010: 25) adalah “susunan nada-nada secara alpahabetis yang disusun
ke atas dari nada terendah ke nada tertinggi, maupun ke bawah dari nada tertinggi
ke nada terendah.” Prier (2009: 212) mengatakan bahwa “tangga nada merupakan
urutan nada melalui satu oktaf yang mengikuti pola tertentu (tonsystem), dapat
juga dikatakan sebuah tangga nada menyajikan suatu kutipan spesifik dari
persediaan nada.
Dari beberapa pengertian melodi menurut para ahli di atas maka disimpulkan
bahwa melodi adalah susunan nada-nada indah dan enak didengar yang beraturan
yang terbentuk dari perjalanan tinggi rendahnya nada.
c. Harmoni
Dalam filsafat Yunani Klasik (Prier, 2009: 60) harmoni dipakai dalam arti “indah secara estetis”, tidak hanya dalam bidang musik dan seni rupa, tetapi juga
dalam ilmu pasti, ilmu bintang, dan ilmu filsafat. Menurut Soeharto (2008: 48)
harmoni adalah keselarasan paduan bunyi, secara teknis meliputi susunan,
peranan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan sesamanya, atau dengan
bentuk keseluruhannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
harmoni merupakan keselarasan dari beberapa nada yang dibunyikan secara
d. Bentuk dan Struktur Lagu
Prier (2011: 2) mengatakan bahwa bentuk musik adalah suatu gagasan/ide
yang nampak dalam pengolahan/susunan semua unsur musik dalam sebuah
komposisi (melodi, irama, harmoni, dan dinamika). Dinamika menurut Sukohardi
(2012: 64) merupakan perbedaan ketukan suara, sedangkan Prier (2009: 33)
berpendapat dinamika adalah istilah untuk membedakan keras lembutnya dalam
pembawaan karya musik. dinamika merupakan simbol yang digunakan untuk
membuat perbedaan porsi suara yang diproduksi dalam memainkan sebuah
komposisi musik.
3. Tradisional
Tradisi berasal dari bahasa latin “tradition” atau “tradere” yang mempunyai
makna mewariskan dari generasi ke generasi (Caturwati, 2007: 160). Kata tradisi
yang berarti sesuatu yang turun-temurun (adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran)
dari nenek moyang. Dengan kata lain, tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Dipertegas lagi
oleh Esten (1993: 11), bahwa tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok
masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan.
Kata tradisional itu sendiri adalah sifat yang berarti berpegang teguh terhadap
kebiasaan yang turun-temurun (Salim dkk, 1991: 1636). Dalam perkembangan
seni pertunjukan pengertian tradisional adalah proses penciptaan seni di dalam
kehidupan masyarakat yang menggabungkan subjek manusia itu sendiri terhadap
para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tradisional adalah sikap dan cara
berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat
kebiasaan yang ada secara turun-temurun dan terus dipertahankan.
4. Musik Tradisional
Menurut Ali (2006: 15) “musik tradisi adalah musik yang lahir dan
berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya” dan menurut Banoe (2003: 288) “musik tradisi
adalah musik yang secara tradisional diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya tanpa skriptum.” Menurut Tyas (2007: 1) “musik tradisional adalah
musik atau seni suara yang berasal dari berbagai daerah yang menggunakan
bahasa, gaya, dan tradisi khas setempat.”
Menurut beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa musik
tradisional adalah musik yang lahir dan diwariskan turun temurun kepada
generasi–generasi selanjutnya secara lisan.
5. Fungsi Musik
Melalui musik, pencipta maupun pemain pasti memiliki tujuan dalam
mengubah sebuah karya musik dan memainkannya begitu pula dengan pendengar
sebagai penikmat musik, maka perlu diketahui apa saja teori fungsi musik yang
diungkapkan para ahli.
Menurut Merriam (1964: 232-240) dalam bukunya yang berjudul The
a. Emotional expression (Pengungkapan emosi). Dalam hal ini, musik berfungsi
sebagai media untuk mengungkapkan perasaan, senang, sedih, marah, kritik
dan emosi-emosi tersebut dituangkan dalam karya musik.
b. Aesthetic enjoyment (Penghayatan estetis). Dalam hal ini, musik berfungsi
memberikan ketenangan dan kenikmatan kepada penikmatnya melalui
keindahan yang ada di dalam musik tersebut melalui unsur-unsur musik yang
ada di dalamnya.
c. Entertainment (Hiburan). Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai sarana
hiburan untuk masyarakat luas.
d. Communication (Sarana komunikasi). Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai
sarana komunikasi, dimana dalam musik terdapat pesan yang disampaikan
oleh komponis dan penyaji musik kepada penikmat musik, pesan dapat
diartikan berbeda oleh masing-masing pribadi.
e. Symbolic representation (Simbol). Dalam hal ini, musik berfungsi untuk
menyimbolkan suatu ide, kebiasaan, dan kebudayaan tertentu.
f. Physical response (Reaksi fisik). Dalam hal ini, musik dapat merangsang
tubuh untuk melakukan gerakan mengikuti musik yang sedang didengarkan.
Dalam hal ini, musik juga berfungsi sebagai pengiring gerakan tari dan senam.
g. Enforcing conformity to social norms (Berkaitan dengan norma-norma sosial).
Dalam hal ini, musik memiliki fungsi pembentukan norma-norma sosial sesuai
dengan kebudayaan yang ada. Dalam musik ditemukan pesan, ajakan, dan
h. Validation of social institutions and religious rituals (lembaga upacara
keagamaan). Dalam hal ini, musik menjadi salah satu unsur penting dalam
terlaksananya upacara keagamaan dan kegiatan-kegiatan sosial.
i. Contribution to the continuity and stability of culture (Kontribusi untuk
kelestarian dan keseimbangan budaya). Dalam hal ini, musik berfungsi untuk
menjaga, meneruskan, dan melestarikan suatu ajaran atau kebiasaan dalam
suatu kebudayaan melalui pesan dalam musik itu sendiri.
j. Contribution to the integration of society (Kontribusi untuk integrasi sosial).
Dalam hal ini, musik berfungsi sebagai alat pemersatu.
Musik lebih dikenal berfungsi sebagai media hiburan dan berfungsi sebagai
kontribusi dalam kelestarian dan keseimbangan budaya. Hal ini dijelaskan oleh
Merriam di dalam bukunya yang intinya adalah musik berfungsi sebagai hiburan
untuk masyarakat luas, tetapi musik butuh menunjukkan perbedaan antara murni
hiburan dengan musik yang dikombinasikan dengan fungsi lain. Hal ini
diharapkan dapat menjadi fitur yang lebih umum bagi masyarakat yang tidak
begitu tahu tentang musik, sedangkan musik berfungsi sebagai kontribusi dalam
kelestarian dan keseimbangan budaya adalah musik memang membebaskan
dalam mengungkapkan ekspresi, memberikan ketenangan, hiburan, sarana
berkomunikasi, memunculkan reaksi fisik, berkaitan dengan norma-norma sosial,
dan lembaga untuk upacara keagamaan, tetapi di waktu yang sama, tidak semua
dari elemen budaya tersebut mampu mengungkapkan emosional, hiburan,
yang diizinkan dalam bermusik, semua itu merupakan kontribusi untuk menjaga
kelestarian dan keseimbangan budaya, karena pada dasarnya musik difungsikan
sebagai alat pembentuk kepribadian masyarakat.
Menurut Purwanto (tanpa tahun : 15-27) fungsi musik dalam kehidupan
sosial adalah :
1. Media hiburan, karena keberadaannya yang dapat diterima secara luas dan
merupakan bagian dari industri hiburan.
2. Media komunikasi, komunikasi secara verbal maupun non verbal yaitu
melalui iringan musik atau musik instrumentalia. Melalui musik banyak hal
bisa dikomunikasikan baik itu cerita pengalaman, kisah cinta, bahkan kritik
terhadap penguasa.
3. Media untuk mempengaruhi masyarakat baik hal positif maupun negatif.
4. Media untuk mengungkapkan pengalaman-pengalaman religious, dalam hal
ini adalah musik yang bersifat keagamaan.
5. Media pendidikan, karena kesenian diajarkan dalam rangka membentuk
watak dan tabiat manusia.
Menurut Tyas (2007: 74-78) beberapa fungsi pokok dari musik tradisional
adalah sebagai :
1. Sarana upacara adat, dimana musik tradisional yang dimainkan berpengaruh
pada kegiatan magis ataupun ritual adat lainnya serta menambah
2. Pengiring tari atau pertunjukan lain, dimana iringan musik tradisional yang
dimainkan akan membuat suasana lebih hidup disesuaikan dengan tema atau
cerita dari pertunjukan yang disajikan.
3. Media komunikasi, dimana setiap musik tradisional menciptakan pesan
tersendiri yang telah disepakati bersama dalam masyarakat. Misalnya,
memberitahukan peristiwa tertentu seperti tanda berkumpul, kemenangan,
ada bahaya, dan perkawinan.
4. Media hiburan dan bermain, fungsi ini paling sering muncul dalam
masyarakat pengguna musik tradisional dimana musik tradisional digunakan
sebagai pendukung dalam permainan anak-anak.
5. Sarana mencari nafkah, hal ini berlaku bagi para seniman yang
berkecimpung dalam musik tradisional.
6. Sarana perang, dimana dalam hal ini musik sebagai pembangkit semangat
tempur, memberikan irama ketika prajurit berbaris, siasat peran, dan
meruntuhkan semangat tempur lawan.
7. Sarana penghormatan, dalam hal ini musik digunakan untuk memberi
penghormatan kepada tamu agung, pengantin, juga orang meninggal dunia.
6. Tanjidur
Tanjidur merupakan kesenian yang dikenal berasal dari Ogan Ilir Sumatera
Selatan. Kesenian ini dibawa oleh kaum kolonial pada zaman penjajahan Belanda
sehingga unsur musiknya memiliki unsur musik Barat. Kesenian ini merupakan
marching band. Kesenian ini disebut tanjidur karena terdapat alat musik yang jika
ditabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sebagai alat musik yang paling dominan.
Alat musik tersebut adalah bass drum. Tanjidur sering dibawakan untuk
memeriahkan suasana saat acara pernikahan, khitanan dan hari-hari besar
pemerintahan. Alat musik yang digunakan karakteristiknya diambil dari unsur
Belanda, hal itu dapat dilihat dari jenis alat musik itu sendiri. Adapun alat musik
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Terompet
Terompet adalah alat musik tiup logam. Tromba merupakan istilah kuno
(sejak abad 12-13) untuk trompet. Tromba masih dipakai sampai sekarang dan
tidak memakai klep ("terompet alamiah"). Trompet termasuk alat musik kuno.
Dulu dibuat dari gading kayu, tulang dsb. Dalam alkitab perjanjian lama trompet
disebut sangkakala dan dipakai di bait suci dan istana raja. di mesir trompet
dipakai sebagai alat kultis atau juga untuk keperluan tentara. Pada abad
pertengahan trompet disebut elairon, elarino, tromba. Maka kata trompet berarti
tromba kecil. Sedangkan trompet modern (sejak awal abad 19) dilengkapi dengan
tiga klep untuk ubahan nada (Prier, 2011: 221-222).
b. Saxophone
Menurut Prier (2011: 194) Saxophone adalah alat musik tiup yang diciptakan
oleh A. Sax pada tahun 1840-1841. Saksofon termasuk alat tiup kayu meski
Tubuh alat ini cukup lebar maka bunyinya kaya dengan nada tambahan atas.
Keluarga saksofon terdiri dan tak kurang dari 7 alat Sopranino, Sopran, Alto,
Tenor, Bariton, Bass, Subbas. saksofon dipakai dalam orkes simfoni dan opera
maupun dalam orkes fanfare serta untuk musik hiburan (Band, Big Band).
e. Clarinet
Klarinet merupakan alat musik tiup kayu yang hanya memiliki satu reed
berbeda dengan hobo dan fagot yang memeiliki 2 reed) merupakan alat musik
transposisi (nada yang ditulis tidak sama dengan nada yang terdengar), yang
paling umum dipakai adalah klarinet bes, lalu klarinet a. Klarinet bass, clarinet
alto, dan klarinet kontrabass masuk dalam keluarga klarinet (Prier, 2011: 89).
f. Trombone
Alat musik tiup logam dengan pipa yang dapat ditarik keluar masuk untuk
merubah tinggi nada. Nada dasar dan trombone tenor adalah Bes. Umumnya
wilayah nada trombone dan E sampai fl (Prier, 2011: 221).
g. Tuba
Tuba adalah tabung. Istilah alat musik tiup logam terpenting pada masa antik
Romawi. Bentuknya semula lurus bagaikan trompet kuno namun lebih besar.
Ditiup dalam posisi miring ke atas waktu perarakan, pemakaman, pementasan di
arena dan terutama untuk keperluan tentara. Tuba pada zaman sekarang
disebut juga Bombardon. Tuba dipakai dalam orkes simfoni maupun dalam orkes
simfoni fanfare, dalam musik hiburan (dansa) maupun dalam ansambel jazz
(Prier, 2011: 223).
h. Tambur/Snare Dram
Tambur/snare drum Adalah alat musik perkusi (Banoe, 2003:405) berbentuk
tabung yang memiliki dua buah selaput (fiber) atas dan bawah, dimainkan dengan
cara dipukul dengan dua bilah stick yang terbuat dari kayu. Alat musik ini terbuat
dari kayu atau metal.
i. Tanjidur
Tanjidur adalah rnusik jalanan tradisional pesta capgorneh, di kalangan Cina
Betawi merupakan sisa-sisa musik baris dan musik tiup ruang zaman penjajahan
Belanda di Indonesia (Banoe, 2003: 408).
7. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Penelitian yang berjudul “Melacak Musik Asli Palembang” yang diteliti oleh
M. Jufri. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan
studi pustaka. Dari penelitian ini M. Jufri mendiskripsikan kesenian
Palembang serta perkembangannya. Relevansinya dengan penelitian yang saat
ini penulis teliti adalah sama-sama mengkaji tentang musik daerah di
tentang tanjidur tersebut. Hasil dari penelitian ini M. Jufri menyimpulkan
bahwa musik khas bagi daerah Sumatera Selatan adalah tanjidur.
b. Penelitian skripsi yang berjudul “Peran dan Fungsi Musik Kesenian Kubro
Siswo Mudo Kecamatan Kalibawang Kulon Progo Yogyakarta” yang diteliti
oleh Wahyu Prasetyo Jurusan Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri
Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian
skripsi ini dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi,
dan studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi
pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini adalah musik tersebut berperan
sebagai pendukung dari kesenian kubro siswo mudo dan sebagai simbol
masyarakat, sedangkan fungsi musik tersebut adalah sebagai alat komunikasi,
penyebaran agama islam, pembentukan norma masyarakat dan sebagai
hiburan. Persamaan dengan penelitian yang penulis teliti adalah sama-sama
mendokumentasikan kesenian tradisional agar tetap hidup serta meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebudayaan yang telah
diwariskan, sedangkan perbedaannya adalah tempat penelitian dan kesenian
yang diteliti.
c. Penelitian skripsi yang berjudul “Fungsi dan Bentuk Penyajian Kesenian
Tradisional Karungutdi Kalimantan Tengah” yang diteliti oleh Jenny Andany
Taruna jurusan Pendidikan Seni Musik Universitas Negeri Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian skripsi ini
dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
musik Karungut di Kalimantan Tengah memiliki fungsi sebagai,
pengungkapan emosi, sarana komunikasi, sarana hiburan, sarana pendidikan,
sarana ekonomi, dan pengiring tari. Bentuk penyajian instrumen musik
Karungut berupa ansambel. Penyajiannya meliputi peran instrumen, jumlah
instrumen, posisi instrumen, dan lagu yang disajikan. Kecapi tali 2 sebagai
instrumen pengiring utama, kecapi tali 3, suling, rabab, gandang, dan
garantung sebagai instrumen pengiring pendukung. Jumlah instrumen terdiri
atas 1 orang pangarungut (vokalis), 4 buah kecapi tali 2, 1 buah kecapi tali 3,
1 buah suling, 1 buah rabab, 3 buah gandang, dan 1 buah garantung. Posisi
instrumen diatur sedemikian rupa guna keseimbangan bunyi antar instrumen
pengiring dengan tetap menonjolkan kecapi tali 2 sebagai instrumen pengiring
utama. Lagu yang disajikan disesuaikan dengan tema acara, dalam penelitian
ini lagu yang disajikan adalah Mahaga Budaya Itah (Melestarikan Budaya
Kita) dan Pamaju Seni Budaya Itah (Majukan Seni Budaya Kita). Persamaan
dengan penelitian yang penulis teliti adalah sama-sama mendokumentasikan
kesenian tradisional agar tetap hidup serta meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya menjaga kebudayaan yang telah diwariskan,
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Metode ini dipilih karena
penelitian ini menyelidiki tentang sebuah kebudayaan dalam sekelompok
masyarakat yang disebut sebagai penelitian etnografi. Afiduddin (2009: 78) menyatakan bahwa “penelitian kualitatif merupakan suatu proses dari berbagai
langkah yang melibatkan peneliti, paradigma teoritis yang interpretatif, strategi
penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data empiris, maupun
pengembangan interpretasi dan pemaparan. Penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam dengan makna yang sebenarnya.” Menurut
Endraswara, (2012: 50) etnografi adalah “penelitian untuk mendeskripsikan
kebudayaan sebagaimana adanya. Etnografi berupaya mempelajari peristiwa kultural yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek studi.” Menurut
Creswell (2013: 20) etnografi adalah “salah satu strategi penelitian kualitatif yang
di dalamnya peneliti menyelidiki suatu kelompok kebudayaan di lingkungan yang
alamiah dalam periode waktu yang cukup lama dalam pengumpulan data utama, data observasi, dan data wawancara”.
B. Data Penelitian
Dalam data penelitian terdapat dua jenis, yaitu data penelitian primer dan data
wawancara dan observasi, sedangkan data penelitian sekunder adalah data
penelitian yang didapat dari pendukung hasil wawancara dan observasi, seperti
dokumentasi. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan dua cara tersebut
dalam membuat data penelitian karena kedua-duanya dapat mendukung penulis
dalam mengumpulkan data penelitian.
C. Sumber Penelitian
Informan merupakan sumber data yang dimintai informasinya sesuai dengan
masalah penelitian, untuk mendapatkan data yang tepat maka perlu ditentukan
informan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan data
(Suharsimi, 2002: 207). Dalam penelitian ini sumber penelitian didapatkan
dengan melakukan dua studi kerja, yaitu studi kepustakaan dan lapangan. Studi
kepustakaan dilakukan untuk mencari informasi dan data-data yang berhubungan
dengan objek penelitian dengan cara mencari, mengkaji dan mengumpulkan data
dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, artikel dan video. Studi kepustakaan
dalam penelitian ini dilakukan pada beberapa sumber yang dianggap dapat
menunjang proses penelitian, lokasi tersebut adalah perpustakaan Universitas
Negeri Yogyakarta. Studi lapangan dilakukan untuk menggali secara langsung
tentang objek penelitian kepada narasumber dengan cara melakukan wawancara
dan melihat langsung proses terjadinya peristiwa yang berkaitan dengan objek
penelitian pada lokasi, yaitu Desa Muara Meranjat Kecamatan Tanjung Raja
D. Pengumpulan Data
Menurut Poerwandari (dalam Endraswara, 2012: 130) penelitian
kualitatif adalah “penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya
deskriptif seperti transkripsi, wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman
video, dan lain-lain.” Menurut Creswell (2014: 4) penelitian kualitatif merupakan “metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah
individu atau sekelompok orang yang berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan. Prosesnya melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menafsirkan
makna data.” Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan. Caranya adalah bercakap-cakap
secara bertatap wajah. Afiffudin (2009: 131) menyebutkan bahwa ada 3 hal yang
menjadi kekuatan dalam wawancara, yatu :
a) Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang
diajukan. Jika informan tidak mengerti penulis sebagai pewawancara
dapat melakukan antisipasi dengan memberikan penjelasan.
b) Fleksibel, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tiap individu
c) Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan ketika teknik lain tidak
Wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari. Wawancara adalah alat
pengumpul data yang dilakukan penulis dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan kepada informan atau subjek yang diteliti secara langsung atau
bertatap muka dengan bermacam-macam teknik yang disesuaikan dengan keadaan
yang penulis temui di lapangan (Endraswara, 2012: 212). Berikut teknik
wawancara (Endraswara, 2012: 212) yaitu:
a) Wawancara oleh tim atau panel. Wawancara semacam ini bila dilakukan
oleh lebih dari satu orang pewawancara kepada seorang subjek.
Wawancara disebut panel apabila subjek yang diwawancarai lebih dari
satu orang.
b) Wawancara tertutup dan terbuka. Wawancara tertutup biasanya dilakukan
dengan menyembunyikan setting wawancara sehingga subjek tidak sadar
bahwa sedang diwawancara. Sedangkan wawancara terbuka, peneliti dan
yang diteliti sama-sama tahu dan tujuan wawancara pun diberitahukan.
c) Wawancara riwayat secara lisan. Wawancara ini mirip dengan model life
history, khususnya untuk mengungkap tokoh-tokoh tertentu yang telah
membuat sejarah tertentu, telah memiliki jasa tertentu dalam pewarisan
budaya dan sejenisnya.
d) Wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah
wawancara yang ditetapkan masalah dan pertanyaannya oleh si
pewawancara, wawancara seperti ini terkesan kaku berbeda dengan
informan dapat lebih bebas mengemukakan pendapat tentang kebudayaan
terkait penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode wawancara secara
terbuka. Metode wawancara tidak tersktruktur juga dipilih penulis karena dapat
menimbulkan efek nyaman dan santai bagi narasumber yang sedang
diwawancarai, narasumber akan lebih bebas mengemukakan pendapat dan cerita
tentang kebudayaan. Berikut pertanyaan yang menjadi point penting dalam
wawancara saat penelitian.
1) Apa yang dimaksud dengan tanjidur?
2) Mengapa kesenian ini disebut tanjidur?
3) Bagaimanakah sejarahnya?
4) Apakah fungsi dari kesenian ini?
5) Apa saja alat musik yang digunakan?
6) Jenis musik apa yang biasa dimainkan saat memainkan musik ini serta berapa
banyak lagu yang dibawakan?
7) Siapa yang membentuk kesenian ini?
8) Saat ini siapakah yang berperan aktif dalam mengembangkan kesenian ini?
9) Bagaimanakah perkembangan kesenian ini pada zaman sekarang?
2. Observasi
Observasi menurut Creswell (2012: 267) adalah observasi yang di dalamnya
individu-individu di lokasi penelitian. Dalam observasi ini, penulis ingin melihat
secara langsung ke lokasi penelitian tepatnya di Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera
Selatan kemudian mencari tahu siapa yang menjadi pelaku dalam kesenian ini,
dimana lokasi kesenian ini yang masih hidup, kemudian menggali tentang
tanjidur tersebut. Penulis juga merekam atau mencatat baik dengan cara
terstruktur maupun semistruktur setiap informasi yang telah didapatkan. Para
peneliti kualitatif juga dapat terlibat dalam peran-peran yang beragam, mulai dari
sebagai non-partisipan hingga partisipan utuh.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati
berbagai dokumen yang berkaitan dengan topik dan tujuan penelitian
(Koentjaraningrat, 2009: 46). Dokumen sendiri menurut Sugiyono (2013: 240)
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian
ini penulis mencari segala bentuk dokumen yang berkaitan dengan penelitian,
seperti gambar, video dan lain-lain. Studi pustaka juga dilakukan guna
mendapatkan informasi lebih.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat untuk memperoleh, mengolah dan
menginterpretasikan data berupa informasi yang diperoleh dari informan.
bergantung pada validitas penulis dalam melakukan pengamatan dan eksplorasi
langsung ke lokasi penelitian (Afifuddin, 2009: 215). Dalam melakukan
penelitian penulis menggunakan alat bantu berupa pedoman observasi, pedoman
wawancara, pedoman dokumentasi, catatan lapangan, alat perekam dan kamera
untuk melengkapi keabsahan serta memudahkan penulis dalam mengumpulkan
data. Menurut Lincoln & Guba dalam Ghony (2012: 97-99) karakteristik manusia
sebagai instrumen penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1. Responsif terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang menciptakan
lingkungan. Dalam hal ini penulis bersifat interaktif terhadap manusia dan
lingkungan.
2. Dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data.
3. Menekankan keutuhan, peneliti membenamkan diri secara utuh ke dalam
lingkungan yang baru dan menahan keputusan sendiri, belajar mengamati
beberapa tingkatan data sekaligus dan merasakan keutuhan.
4. Membekali diri dengan pengetahuan yang luas dan latihan-latihan sehingga
dapat mengumpulkan data dengan berbagai metode dengan baik.
5. Memperluas dan meningkatkan pengetahuan berdasarkan
pengalaman-pengalaman praktis sehingga penelitian menjadi lebih mendalam.
6. Memproses data secara cepat setelah data diperoleh dan menyusun kembali,
mengubah arah inkuiri atas dasar penemuan, merumuskan hipotesis kerja
sewaktu berada di lapangan, dan mengetes hipotesis kerja pada informan,
7. Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan.
Penulis berusaha memperoleh kejelasan terhadap informasi yang kurang jelas
dan meragukan.
8. Menggali informasi yang lain dan tidak direncanakan semula guna
menemukan informasi dan pengetahuan baru.
Penulis merupakan pusat dan kunci data yang paling menentukan dalam
penelitian kualitatif, penulis berperan serta dalam kegiatan subjek yang diteliti
pada setiap situasi yang diinginkan dengan menjadi anggota kelompok subjek
yang diteliti untuk memperoleh data yang akurat guna mendeskripsikan
penelitian. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan alat bantu berupa
pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman dokumentasi, catatan
lapangan, dan kamera untuk meningkatkan keabsahan data serta memudahkan
penulis dalam mengumpulkan data penelitian.
F. Teknik Keabsahan Data
Menurut Moleong (2014: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Sugiyono (2013:
327) berpendapat bahwa apabila peneliti melakukan pengumpulan data dengan
triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji
kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
Teknik keabsahan data merupakan cara yang digunakan untuk menguji
kevalid-an data yang telah dikumpulkan, teknik yang digunakan untuk menguji
keabsahan data yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik triangulasi. Terdapat dua jenis triangulasi, yaitu triangulasi teknik dan
triangulasi sumber. Triangulasi teknik merupakan cara menguji ketepatan teknik
yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian, sedangkan triangulasi
sumber adalah cara untuk menguji kebenaran data wawancara yang telah
dikumpulkan dari dua narasumber, kemudian penulis mengumpulkan data
mengenai tanjidur . Data tersebut kemudian dianalisis.
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini diperlukan proses analisis data. Analisis data penelitian
budaya merupakan proses pengkajian hasil wawancara, pengamatan dan dokumen
yang telah terkumpul. Menurut Miles dan Huberman (1986) dalam Ghony &
Almanshur (2012: 306) analisis data kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu
disusun dalam sebuah teks yang diperluas atau yang dideskripsikan. Menurut
Creswell (2012: 274) analisis merupakan proses berkelanjutan yang
membutuhkan refleksi terus menerus terhadap data, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Menurut
Miles dan Huberman (1986) dalam Ghony & Almanshur (2012: 306) analisis data
kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang
diperluas atau yang dideskripsikan. Proses analisis data secara keseluruhan
perlu mempersiapkan data tersebut untuk dianalisis, melakukan analisis yang
berbeda, memperdalam pemahaman akan data tersebut, menyajikan data dan
membuat interpretasi makna yang lebih luas akan data tersebut. Beberapa langkah
analisis yang harus dilakukan dalam penelitian kualitatif menurut Afifuddin,
(2009: 183) meliputi:
1. Analisis sebelum lapangan
Penulis telah melakukan analisis data sebelum memasuki lapangan. Analisis
dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan
digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian, fokus penelitian
ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah penulis masuk dan
selama di lapangan.
2. Analisis selama di lapangan
Selama penelitian berlangsung pengumpulan data masih berlangsung, penulis
melakukan analisis data, dengan cara mengklasifikasi data dan menafsirkan isi
data.
3. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak, sehingga perlu dicatat
secara teliti dan terperinci. Semakin lama penulis kelapangan, jumlah data akan
semakin banyak, kompleks, dan rumit. Untuk itu penulis harus segera melakukan
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
4. Penyajian data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
table, grafik, pie chart, pictogram, dan sejenisnya. Melalui penyajian data
tersebut, data diorganisasikan secara sistematis dalam pola hubungan sehingga
mudah dipahami. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.
Menurut Affifudin (2009: 160), dalam penelitian etnografi ada beberapa jenis
analisis yang dilakukan, yaitu analisis domain, taksonomik, kompensial, tema
kultural, dan komparasi konstan. Teknik analisis dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan analisis domain dan analisis taksonomik. Analisis domain
berguna untuk mencari dan memperoleh gambaran umum atau pengertian yang
bersifat menyeluruh, sedangkan analisis taksonomik dilakukan dengan cara
melakukan analisis terhadap keseluruhan data didasarkan pada pengelompokan
tertentu sebagaimana yang sudah didomainkan. Kedua teknik analisis ini dipilih
BAB IV
FUNGSI TANJIDUR DI TANJUNG RAJA OGAN ILIR
A. Sejarah Tanjidur
Ketertarikan penulis terhadap tanjidur bermula dari keingintahuan penulis
terhadap musik khas daerah Sumatera Selatan. Penulis mencoba mencari
informasi melalui internet, di mana saat ini internet merupakan alternatif yang
sangat membantu bagi masyarakat untuk mencari informasi yang ingin mereka
ketahui. Pencarian mulai dilakukan, hingga akhirnya penulis menemukan bahwa
salah satu kesenian tradisional di Sumatera Selatan adalah Tanjidur. Tanjidur ini
berada di Desa Muara Meranjat Ogan Ilir Sumatera Selatan. Hal ini mengejutkan
penulis di mana yang penulis ketahui tanjidur merupakan kesenian tradisional
yang berasal dari Betawi. Selain itu, ketertarikan penulis juga didasari oleh
keunikan yang terdapat pada jenis alat musik yang mereka gunakan, sehingga
penulis memutuskan untuk menjadikan tanjidur yang berada di Sumatera Selatan
ini sebagai penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi.
Penelitian dimulai dengan mencari informasi melalui informan pertama,
orang tersebut bernama bapak Rian. Beliau masih mempunyai ikatan keluarga
dengan penulis. Dari beliau penulis mendapatkan sedikit informasi tentang
tanjidur, kemudian beliau merekomendasikan untuk menemui bapak Hayat selaku
pemilik dan pengurus tanjidur, awalnya beliau bercerita bahwa ada beberapa grup
menyarankan kepada penulis untuk memilih grup Marta sebagai grup tanjidur
yang akan di teliti. Karena menurut beliau grup Marta ini adalah grup tertua dan
terus aktif hingga saat ini, para pemainnya juga sangat mahir memainkan alat
musiknya. Atas saran yang diberikan beliau, akhirnya penulis memutuskan untuk
meneliti grup Marta tersebut.
Pada tanggal 23 Maret 2016, penulis untuk pertama kalinya mengunjungi
Desa Muara Meranjat yang berada di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan
dengan ditemani oleh bapak Rian. Keadaan desa yang terlihat seperti pada
umumnya, rumah-rumah di desa ini sebagian besar masih mempertahankan
bentuk rumah adat Ogan ilir, yaitu rumah panggung. Sambil menuju ke rumah
bapak Hayat, bapak Rian sedikit bercerita tentang Desa Muara Meranjat ini,
beliau sepertinya memperhatikan saat penulis memandangi rumah-rumah yang
ada di sana. Singkat cerita, menurut sejarah yang beliau ketahui, rumah panggung
ini pada awalnya didirikan guna untuk melindungi diri dari ancaman binatang
buas, rumah panggung juga menjadi alternatif bagi masyarakat untuk menghindari
banjir, karena bentuknya yang tinggi jauh dari permukaan tanah. Rumah
panggung ini juga memiliki cerita dan makna yang terkandung pada setiap
bagiannya. Rumah ini dibuat dari kayu tailan dengan pilihan terbaik, pondasinya
harus diberi uang logam pada tiap-tiap tiang dengan jumlah yang sama, logam
dipercaya tidak akan cepat berbaur dengan tanah. Semakin besar nilai nominal
pada uang logam dipercayai akan semakin kuat rumah tersebut. Tangga dan
jendela rumah panggung juga memiliki filosofi tersendiri seperti jumlah anak
rumah tersebut tidak layak atau tidak baik untuk di huni. Arah tangga juga harus
berada di sebelah kanan, karena segala perbuatan dipercaya sebaiknya dilakukan
dari sebelah kanan. Jumlah jendela juga memiliki arti tersendiri, rata-rata jumlah
jendela disetiap rumah panggung berjumlah 6 jendela yang artinya mendatangkan
rezeki. Rumah panggung ini terbukti sangat kuat, seperti yang dikatakan oleh
bapak Rian, umur rumah yang berada di desa ini ada yang mencapai ratusan
tahun, meskipun bencana datang silih berganti dalam hitungan tahun,
rumah-rumah tua tersebut tetap kokoh berdiri. Saat ini rumah-rumah panggung banyak yang
diwujudkan dalam bentuk yang berbeda, aura dan ruh yang tertanam tentu akan
berbeda pula, namun masyarakat tetap mempercayai hal tersebut sebagai warisan
budaya leluhur. Desa Muara Meranjat juga sangat dikenal dengan kulinernya,
yaitu pindang Meranjat. Pindang adalah ikan atau daging yang dibumbui dengan
rempah-rempah khusus, kemudian direbus dan dihidangkan berkuah. Sungguh
mengagumkan cerita dibalik desa kecil ini yang membuat saya semakin
bersemangat untuk mencari tahu sejarah tentang kesenian tradisionalnya. Berikut
merupakan contoh bentuk rumah panggung di Desa Muara Meranjat Tanjung Raja
Gambar 1.1 : Rumah Panggung Desa Muara Meranjat
(Dokumentasi : Ghafiqa, Maret 2016)
Beberapa menit kemudian, tibalah penulis bersama bapak Rian di kediaman
bapak Hayat selaku pemilik dan pengurus grup tanjidur Marta. Penulis disambut
dengan baik oleh bapak Hayat dan anggota tanjidur lainnya. Mereka sangat ramah
dan terlihat sangat antusias dengan kedatangan ini, hal ini membuat penulis
berlega hati dan semakin semangat untuk melakukan penelitian. Rumah kediaman
bapak Hayat sama seperti rumah-rumah yang penulis lewati, rumahnya berbentuk
rumah panggung yang nyaman dan sejuk. Penulis dipersilahkan masuk dan duduk
bersama anggota tanjidur lainnya dan disuguhkan minuman layaknya seorang
tamu, kemudian penulis memulai dengan melakukan perkenalan diri terlebih
dahulu lalu menjelaskan maksud dari kedatangan ini. Mereka sedikit bercerita jika
dahulu juga ada mahasiswa yang melakukan penelitian tentang tanjidur ini,
mahasiswa tersebut berasal dari salah satu kampus yang berada di Sumatera
Selatan. Pembicaraan pun dimulai dengan bercerita tentang perjalanan penulis
selama menuju ke rumah bapak Hayat tersebut dengan menggunakan bahasa
“Perjalanannye lumayan jauh dari Lahat, karne aku tinggalnye di Lahat Pak. Kebetulan bapak Rian ini maseh kluarge ngak keluarge di Lahat, mangkenye aku mintak bantuan ngak beliau mangke pacak penelitian di dusun sini. Aku betrimekaseh nian la diizinke ngelakuke penelitian ngak mendokumentasike tanjidur ini”(Perjalanannya lumayan jauh dari Kota Lahat, karena saya tinggalnya di Lahat Pak, dan kebetulan bapak Rian ini masih memiliki ikatan keluarga dengan keluarga di Lahat, itulah sebabnya saya meminta bantuan beliau agar dapat melakukan penelitian di desa ini. Saya sangat berterima kasih telah diizinkan untuk melakukan penelitian dan mendokumentasikan tanjidur ini). Penelitian dilanjutkan dengan pertanyaan mengenai nama-nama setiap
anggota tanjidur agar lebih akrab dan dilanjutkan dengan menanyakan tentang
sejarah dari tanjidur dan penyajiannya. Tanjidur merupakan permainan musik
yang menggabungkan beberapa alat musik sehingga mirip dengan marching band.
Kesenian ini disebut tanjidur karena terdapat alat musik yang jika ditabuh berbunyi “Dur….Dur…Dur” sebagai alat musik yang paling dominan, alat musik
tersebut adalah bass drum, ada juga yang menyebutnya sebagai musik Brass yang
artinya, kesenian yang alat musiknya merupakan alat tiup yang sebagian besar
terbuat dari bahan logam. Tanjidur ini sering digunakan dalam acara pernikahan,
khitanan, dan hari-hari besar serta kegiatan pemerintahan. Pemimpin Grup Marta,
bapak Mamat pada wawancara tanggal 23 Maret 2016 menyatakan bahwa:
“Tanjidur ni dikateka tanjidur karne ade alat yang ame dipukul bebunyi dur..dur..dur, bentuknye yang bulat besak itu, tanjidur ini diguneke untuk acara nikahan, khitanan, terus acara besak pemerintah (tanjidur ini disebut tanjidur
karena ada alat yang jika ditabuh berbunyi dur..dur..dur, bentuknya yang bulat besar, tanjidur ini digunakan untuk acara pernikahan, khitanan, dan acara besar pemerintahan).”
Kesenian ini merupakan kesenian yang berasal dari daerah-daerah di
Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Ogan Ilir dan menyebar di setiap desa
digunakan memiliki unsur musik Barat. Menurut hasil wawancara pada bulan
Maret bersama bapak Hayat alat-alat musik ini dahulunya didapatkan secara
turun-temurun tetapi tanjidur dibuat sendiri oleh masyarakat saat itu sehingga
bahannya berbeda dengan bass drum pada umumnya. Berikut merupakan alat-alat
musik yang digunakan dalam tanjidur.
1. Terompet
[image:49.595.160.425.264.399.2] [image:49.595.240.386.530.671.2]
Gambar 1.2 : Terompet
(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)
Di dalam permainan tanjidur, terompet berperan sebagai melodi utama atau
melodi asli yang dilakukan secara bergantian dengan saxophone. Terompet ini
dimainkan oleh dua orang pemain.
2. Saxophone Alto dan Saxophone Tenor
Gambar 1.3 : Saxophone
Di dalam permainan tanjidur saxophone berperan sebagai melodi utama atau
melodi asli yang dilakukan secara bergantian dengan terompet. Saxophone ini
dimainkan oleh tiga orang pemain yaitu dua orang pemain sebagai pemain sax
alto dan satu orang pemain sebagai pemain sax tenor.
3. Clarinet
[image:50.595.221.385.279.421.2]
Gambar 1.4 : Clarinet
(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)
Alat Musik tiup ini sebagai pelengkap dari melodi utama, saat dimainkan
clarinet hanya memainkan nada-nada kecil saat nada kosong yang biasa disebut
dengan filler. Clarinet ini dimainkan oleh satu orang pemain.
4. Trombone
Gambar 1.5 : Trombone
[image:50.595.199.419.615.723.2]Di dalam tanjidur trombone berberan sebagai melodi variasi dari melodi asli.
Trombone dimainkan oleh satu orang pemain saja.
[image:51.595.220.400.194.374.2]5. Tuba
Gambar 1.6 : Bass
(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)
Dalam tanjidur tuba berperan sebagai bass. Bass ini berfungsi sebagai
nyawaa sehingga membuat melodi menjadi lebih hidup. Dalam tanjidur bass
dimainkan oleh satu orang pemain.
6. Snare Dram
Gambar 1.7 : Snare Drum
[image:51.595.222.399.526.681.2]Snare drum merupakan alat musik ritmis yang berperan penting dalam
permainan musik karena musik ritmis berfungsi sebagai pengatur ritme atau
ketukan agar lagu atau melodi tetap dalam ketukan yang tepat dan enak didengar.
Begitu juga dalam permainan musik di dalam tanjidur. Snare drum ini dimainkan
oleh satu orang pemain.
7. Tanjidur
Gambar 1.8 : Tanjidur
(Dokumentasi : Ghafiqa, April 2016)
Tanjidur merupakan alat musik yang tabungnya terbuat dari kayu dan
membrannya terbuat dari kulit sapi, berbeda dengan bass drum pada umumnya
yang tabungnya terbuat dari logam dan besi, membrannya terbuat dari pet film
lembut berwarna putih. Tanjidur berfungsi sebagai alat musik ritmis sehingga
terdengar paling dominan. Alat musik ini dimainkan oleh satu orang pemain dan
diangkat oleh dua orang pengusung.
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, dari beberapa desa yang
memiliki kesenian ini penulis memilih desa Muara Meranjat sebagai tempat
terdapat beberapa grup tanjidur di Tanjung Raja, tetapi jumlah pemainnya hanya
sedikit berkisar 5 hingga 7 orang pemain saja, alatnya pun tidak begitu lengkap,
itulah sebabnya penulis direkomendasikan untuk meneliti grup Marta. Grup
Tanjidur ini yang paling sering digunakan baik oleh masyarakat maupun dalam
kegiatan pemerintahan karena mereka memiliki alat musik yang paling lengkap
dan pemain musik yang ahli serta mahir dalam memainkan alat musik tanjidur
tersebut. Selain itu, grup tanjidur Marta merupakan grup tanjidur tertua karena
diperkirakan terbentuk pada tahun 1960-an, hal ini juga dibenarkan oleh
masyarakat setempat. Seperti yang dikatakan oleh informan pertama yaitu bapak
Rian pada saat wawancara pada tanggal 13 februari 2016.
“di sini sebenernyo ado lagi grup tanjidur selain ini, tapi ame dikinak dari kelengkapan alat ngak pemainnye katek yang lebih alap, lagipule grup ini tu la lame ade (di sini sebenarnya masih ada grup tanjidur lain, tetapi jika dilihat dari kelengkapan alat dan pemainnya tidak ada yang lebih bagus, lagipula grup ini sudah lama ada atau lebih dulu ada)”
Grup Marta ini dibentuk oleh almarhum Ayah dari bapak Hayat yaitu bapak
Ujang, kemudian diwariskan kepada bapak Hayat sebagai pemilik sekaligus
pengurus dari grup dan alat musik tanjidur tersebut. Nama Marta merupakan singkatan dari “Muara Meranjat Tanjung Raja”. Grup ini dibentuk pada tahun
1968 dengan jumlah personil 10 orang sebagai pemain alat musik dan memiliki
beberapa orang kru yang membantu mereka. Salah satu personil tersebut adalah
anak bapak Hayat itu sendiri, tetapi yang memimpin dan berperan aktif dalam
grup tanjidur ini saat tampil adalah bapak Mamat. Bapak Mamat adalah pemain
disampaikan bapak Hayat saat wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Maret
2016.
“grup ini la ade sejak taun 1968 dibentuk ngak almarhum Bapak aku, mak ini diwariskenye ngak aku, nah bapak Mamat ini pemain yang paling tue karne la begabung pas mase diurus oleh Bapak aku (grup ini sudah berdiri sejak tahun 1968 yang dibentuk oleh almarhum Bapak saya, dan sekarang telah diwariskan kepada saya, nah bapak Mamat ini adalah pemain yang paling tua karena sudah bergabung ketika grup ini masih dipegang oleh Bapak saya)”
Para pemain tanjidur di grup Marta ini berprofesi sebagai petani, pedagang
dan tukang kayu. Dari yang telah diketahui bahwa warga di Tanjung Raja
sebagian besar profesinya adalah petani dan pedagang dan hanya sebagian kecil
yang berprofesi sebagai PNS. Para pemain tanjidur grup Marta ini berasal dari
desa yang berbeda-beda, beberapa di antara mereka tinggal di desa yang cukup
jauh dari Desa Muara Meranjat, sehingga mereka yang tinggal di desa yang
berbeda tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh ketika grup Marta akan
tampil disebuah acara. Waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 1 jam perjalanan
bagi pengguna sepeda, sedangkan bapak Hayat membutuhkan waktu sekitar 1
setengah jam untuk menempuh perjalanan menggunakan mobil. Mereka tidak
pernah melakukan latihan terlebih dahulu sebelum tampil, karena mereka sudah
sangat mahir memainkan alat-alat musik tanjidur tersebut, akan tetapi kesiapan
dan kelengkapan alat tetap dilakukan sebelum acara dimulai. Seperti dalam
wawancara pada tanggal 23 Maret 2016 bersama bapak Hayat.
“kami dek biye ade latian, ame nak tampil langsung be, paling pemanasan
Penjelasan ini sentak membuat penulis terkejut, timbullah pertanyaan
bagaimana mereka bisa memainkan tanjidur tanpa melakukan latihan sama sekali.
Akhirnya mereka menceritakan bagaimana dulu awalnya mereka bisa mengenal
dan memainkan alat musik ini. Di usia mereka yang beranjak dewasa, mereka
merupakan anak rantau di ibu kota Sumatera Selatan dan ibu kota Negara. Pada
zamannya mereka sangat menyukai musik jazz, kemudian mereka tertarik untuk
mempelajari alat musiknya secara otodidak, bahkan salah satu di antara mereka
dulu pernah menjadi penyanyi jazz di salah satu cafe di ibu kota. Itulah yang
membuat mereka bisa memainkan alat musik Barat meskipun tanpa melakukan
latihan khusus. Kemudian mereka bergabung dengan grup tanjidur yang telah ada
ditanah kelahiran mereka untuk menyalurkan bakat yang mereka miliki.
B. Penyajian Tanjidur
Tanjidur memiliki sedikit perbedaan dalam penyajiannya ketika sedang
tampil dalam acara pernikahan, khitanan dan acara pemerintahan. Berikut bentuk
penyajian tanjidur dalam beberapa kegiatan tersebut.
1. Penyajian tanjidur saat khitan
Grup tanjidur Marta ini terdiri dari 12 orang, yaitu 10 orang sebagai pemain
musik dan 2 orang lagi sebagai pengusung dari tanjidur itu sendiri. Hal ini
dikarenakan saat acara khitan tanjidur akan berkeliling desa dan ukuran tanjidur
yang besar sehingga tidak memungkinkan jika hanya dibawa oleh 1 orang saja,
oleh sebab itu ditugaskan 2 orang sebagai pengusung dan 1 orang lagi sebagai
di lapangan terdapat perbedaan. Saat observasi penulis mengungkapkan bahwa
pemain tanjidur di grup Marta berjumlah 14 orang pemain, sedangkan dalam
penelitian langsung di lapangan jumlah personil grup Marta berjumlah 10 orang
pemain dan 2 orang pengusung, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut hal itu
disebabkan oleh berkurangnya jumlah pemain, yang dikarenakan pemainnya telah
meninggal dunia dan hingga saat ini diakui sulit untuk mendapatkan peran
pengganti karena kurangnya minat warga terutama kaum muda. Berkurangnya
pemain tanjidur ini dikhawatirkan lama-kelamaan dapat mengancam keberadaan
tanjidur di Ogan Ilir yang disebabkan oleh tidak adanya penerus untuk generasi
berikutnya. Tanjidur bisa hilang dan punah, hal ini sangat mengkhawatirkan
karena tanjidur merupakan satu-satunya musik tradisional yang lahir dari
Kabupaten Ogan Ilir. Berikut merupakan nama para pemain dan perannya di
tanjidur dalam upacara khitanan.
1. Bpk. Hajat usia 62, sebagai pemain tanjidur dari Desa Muara Meranjat
2. Bpk. Mamat usia 72, sebagai pemain sax alto dari Desa Pamulutan Ilir
3. Bpk. Cikwa usia 65, sebagai pemain clarinet dari Desa Sentul
4. Bpk. Alamsyah usia 61, sebagai pemain terompet dari Desa Tanjung
Raja
5. Bpk. Nasir usia 60, sebagai sax alto dari Desa Sribambang
6. Bpk. Zaini usia 60, sebagai sax tenor Desa Pamulutan
7. Bpk. Soleh usia 39, sebagai pemain bas Desa Tanjung Raja
8. Mang Net usia 50, sebagai pemain trombone dari Desa Pajar Bulan
9. Bpk. Ruslan usia 40, sebagai pemain snare drum dari Desa Tanjung
Raja
10.Bpk. Darwin Hayat usia 40, sebagai pemain terompet dari Kota
Palembang
Sebelum tampil alat-alat tanjidur akan diperiksa kelengkapannya terlebih
dahulu oleh para pemain dan melakukan sedikit pemanasan. Berikut merupakan