BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya
kontinuitas struktur jaringan yang normal.1 Luka sering terjadi dalam rongga
mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses
penyembuhan luka jaringan lunak pada mukosa rongga mulut, memiliki prinsip
yang sama dengan area tubuh lainnya seperti pada kulit. Waktu penyembuhan
luka pada rongga mulut bervariasi dari 1 hingga 2 minggu, tergantung dari jenis
luka dan tingkat keparahan luka. Proses penyembuhan luka selalu diawali dengan
proses pembekuan darah. Tahap awal dari proses penyembuhan luka dimulai
dengan fase inflamasi akut dengan adanya sintesis kolagen dan matriks
ekstraselular lainnya, kemudian dilanjutkan dengan fase proliferasi dan
remodelling jaringan yang pada akhirnya akan membentuk suatu jaringan parut. 2
Luka yang mengalami hambatan dalam proses penyembuhan, seperti
keterlambatan penyembuhan luka baik akut maupun kronis, secara umum telah
gagal melewati fase penyembuhan luka yang normal karena adanya infeksi dari
mikroorganisme. Luka seperti ini, akan memasuki tahap inflamasi patologis
karena penyembuhan luka yang terlambat, tidak selesai dan tidak terkoordinasi.2
Pemberian obat-obatan sintetik bisa digunakan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka. Salah satu golongan obat antiinflamasi yang berperan dalam
kortikosteroid sintetik yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.
Triamcinolone acetonide memiliki efek antiinflamasi, antipruritic, serta dapat
mengurangi rasa nyeri pada luka sehingga obat ini sering menjadi pilihan dalam
pengobatan luka pada mukosa rongga mulut.3
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yang JH. et al pada tahun 2005,
menyimpulkan aplikasi triamcinolone acetonide secara topikal mempercepat
penyembuhan luka pada tikus dengan adanya aktivitas antiinflamasi yang
terkandung di dalamnya.4
Triamcinolone acetonide yang diaplikasikan secara topikal untuk luka pada
jaringan rongga mulut terdiri atas beberapa jenis sediaan, seperti salep, gel, dan
pasta. Indikasi dari penggunaan triamcinolone acetonide ialah untuk membantu
proses penyembuhan luka pada mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh
trauma. 5
Triamcinolone acetonide memiliki beberapa kontraindikasi dalam
penggunaannya, meliputi pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap
golongan kortikosteroid, dan menghindari penggunaannya pada ibu hamil.
Penggunaan kortikosteroid secara topikal memiliki beberapa efek samping lokal
seperti atrofi, striae, rosacea, dermatitis perioral dan purpura.6
Banyak efek samping yang dapat ditimbulkan dari penggunaan triamcinolone
acetonide, maka dari itu saat ini terdapat banyak penelitian mengenai khasiat
herbal yang dapat digunakan untuk menggantikan obat-obatan sintetik. Herbal
mempunyai peranan penting dalam proses penyembuhan luka. Salah satu herbal
(Phyllanthus niruri L). Tumbuhan ini dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah
Indonesia. Hasil penelitian menjelaskan herba meniran (Phyllanthus niruri L.)
secara luas digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Berdasarkan
penelitian Khaled Abdul-Aziz Ahmed et al pada tahun 2012, terjadi penyembuhan
luka pada kulit dengan pemberian ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.)
secara topikal pada luka eksisi yang dibuat pada hewan coba.7
Penelitian yang pernah dilakukan oleh C. O. Okoli et al pada tahun 2009,
menyatakan bahwa ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mengurangi
diameter luka sayat pada kulit tikus lebih cepat jika dibandingkan dengan kontrol.
Terdapat peningkatan pada laju penutupan luka, penurunan waktu epitelisasi pada
luka, dan peningkatan jaringan granulasi.8
Hal ini dihubungkan dengan kandungan kimia pada herba meniran
(Phyllanthus niruri L.) yakni flavonoid, tannin dan triterpenoid yang dikenal
memiliki beberapa efek yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka
seperti efek sebagai antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, antivirus, antiulser
serta analgesik dan berperan dalam proses astringensia.9
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, penulis tertarik
untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak herba meniran
(Phyllanthus niruri L.) terhadap kecepatan waktu penyembuhan luka sayat pada
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa hal yang
diidentifikasi dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mempercepat
waktu penyembuhan luka sayat mukosa rongga mulut tikus Wistar jantan.
2. Apakah salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mempunyai
potensi yang setara dibandingkan dengan salep triamcinolone acetonide 0,1%
dalam mempercepat waktu penyembuhan luka sayat mukosa rongga mulut
tikus Wistar jantan.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan herbal
terhadap penyembuhan luka sayat mukosa rongga mulut tikus Wistar jantan.
1.3.2. Tujuan Penelitian
1. Menilai efek pemberian salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.)
dalam mempercepat waktu penyembuhan luka sayat mukosa rongga mulut
tikus Wistar jantan.
2. Menilai potensi salep ekstrak herba menira (Phyllanthus niruri L.)
dibandingkan dengan salep triamcinolone acetonide 0,1 % dalam
mempercepat waktu penyembuhan luka sayat mukosa rongga mulut tikus
1.4. Manfaat Penelitian
1. Aspek teoritis: menambah informasi ilmiah mengenai ekstrak herba meniran
(Phyllanthus niruri L.) sebagai bahan yang dapat digunakan dalam proses
penyembuhan luka.
2. Aspek praktis: sebagai pertimbangan dalam menambah ekstrak herba meniran
(Phyllanthus niruri L.) sebagai salah satu bahan yang digunakan di klinik
kedokteran gigi.
1.5. Kerangka Pemikiran
Proses penyembuhan luka berfungsi untuk mengembalikan integritas jaringan.
Proses ini terdiri dari tiga fase, yakni fase inflamasi, fase proliferasi dan fase
remodelling atau pembentukan kembali.Saat perdarahan terkontrol, sel inflamasi
bermigrasi ke area luka (kemotaksis) dan mendorong terjadinya fase inflamasi,
yang dikarakteristikkan dengan infiltrasi dari nerutofil, makrofag, dan limfosit.
Tahap inflamasi terjadi dalam kurun waktu 3-5 hari, jika tanpa adanya faktor yang
memperpanjang proses inflamasi. Tahap inflamasi terdiri atas dua fase, yaitu fase
vaskuler dan seluler. Fase vaskuler pada tahap inflamasi diawali dengan
vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi akan menyebabkan aliran darah
ke area luka menjadi lambat sehingga mendukung proses pembekuan darah
(efek hemostasis) sedangkan fase seluler dipicu oleh adanya aktivasi dari
komplemen serum oleh trauma jaringan.3
Fase proliferasi dikarakteristikkan dengan adanya proses angiogenesis,
remodelling atau pembentukan kembali, yang merupakan tahap akhir dari proses
penyembuhan luka, terjadi kontraksi luka yang pada akhirnya menghasilkan
tampilan klinis jaringan parut yang semakin kecil.2
Proses penyembuhan luka pada mukosa rongga mulut dapat dipercepat dengan
bantuan obat-obatan, baik yang diberikan secara topikal maupun sistemik,
tergantung pada jenis dan tingkat keparahan luka. Salah satu obat topikal untuk
luka pada mukosa rongga mulut ialah golongan kortikosteroid, triamcinolone
acetonide yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antipruritic dan antialergi yang
dapat mempercepat penyembuhan luka. Namun pada beberapa kasus dilaporkan
penggunaan triamcinolone acetonide secara topikal yang terabsorpsi melalui kulit
dan jaringan lunak rongga mulut didapatkan beberapa efek samping seperti rasa
terbakar, gatal, kemerahan, dan peeling (pengelupasan) yang menyebabkan rasa
tidak nyaman dan nyeri pada area yang terkena.4
Untuk menghindari efek samping dari penggunaan topikal kortikosteriod,
maka dunia medis mencari obat-obatan alternatif lain yang dapat membantu
mempercepat penyembuhan luka, salah satunya ialah dengan memanfaatkan
produk herbal. Telah banyak studi mengenai khasiat terapi dari beberapa
tumbuhan alami untuk mengobati berbagai jenis penyakit.7
Salah satu herbal yang memiliki peranan dalam penyembuhan luka ialah herba
meniran (Phyllanthus niruri L.). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Khaled
Abdul-Aziz Ahmed et al pada tahun 2012, herba meniran (Phyllanthus niruri L.)
memegang peranan penting dalam proses penyembuhan luka dan melindungi
menstimulasi produksi antioksidan pada area luka dan menyediakan lingkungan
yang baik bagi penyembuhan jaringan. Ekstrak herba meniran
(Phyllanthus niruri L.) memperlihatkan kemampuan inhibisi atau menghambat
membrane lipid peroxidation yang merupakan proses dimana radikal bebas
mengambil elektron dari membran sel yang menyebabkan sel menjadi rusak.8
Beberapa kandungan kimia yang terdapat dalam herba meniran
(Phyllanthus niruri L.) meliputi flavonoid, tannin, triterpenoid, lignin,
phyllanthin, hypophyllanthin, alkaloid, dan glycoside. Flavonoid, tannin dan
triterpenoid memiliki peranan penting dalam membantu proses penyembuhan
luka.9
Flavonoid yang terkandung dalam herba meniran (Phyllanthus niruri L.) terdiri
atas rutin, quercetin, quercitrin, isoquercitrin dan astragalin. Zat-zat ini memiliki
berbagai peranan terutama dalam proses penyembuhan luka. Zat tersebut berperan
dalam fase inflamasi dengan adanya aktivitas antiinflamasi, antioksidan yang
membantu menangkal radikal bebas, antimikroba, antiviral dan antifungal.
Flavonoid juga membantu dalam fase proliferasi dan remodelling dengan adanya
astringent atau zat yang berperan dalam koagulasi protein dan peningkatan laju
epitelisasi. Efek lainnya seperti meningkatkan kekuatan pembuluh darah kapiler
sehingga menghindari arteriosklerosis maupun tekanan darah tinggi, sebagai
antikanker, antispasmodic, serta meningkatkan aktivitas fagositosis dengan
menambah jumlah makrofag. Zat lainnya yang terdapat dalam herba meniran
ialah tannin. Tannin memiliki efek sebagai vasokonstriktor sehingga
darah (koagulasi). Efek lainnya seperti antiinflamasi, antimirkroba, antioksidan,
dan antiviral yang membantu dalam proses penyembuhan luka pada fase inflamasi
serta astringent yang berperan dalam koagulasi protein dan kemampuan
merangsang pembentukan kolagen yang berperan dalam tahap proliferasi dan
remodelling, sedangkan triterpenoid berperan dalam kontraksi luka serta proses
astringensia (koagulasi protein).9,10
1.6. Hipotesis
1. Salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mempercepat waktu
penyembuhan luka sayat pada mukosa rongga mulut tikus Wistar jantan.
2. Salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mempunyai potensi yang
setara dibandingkan dengan salep triamcinolone acetonide 0,1 % dalam
mempercepat waktu penyembuhan luka sayat pada mukosa rongga mulut tikus
Wistar jantan.
1.7. Metodologi
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik, menggunakan hewan coba
tikus Wistar jantan sebanyak 30 ekor yang dibagi menjadi 5 kelompok (n=6).
Pada bagian labial mukosa rongga mulut dibuat luka sepanjang 5 mm dengan
kedalaman 1 mm pada mandibula. Setiap hari dengan frekuensi sehari dua kali
masing-masing kelompok diberikan perlakuan. Data yang diukur ialah waktu
Analisis data menggunakan ANAVA satu arah, bila terdapat perbedaan yang
bermakna, dilanjutkan dengan uji Tukey HSD dengan ∝ = 0,05 menggunakan
program komputer. Apabila data terdistribusi tidak normal, data dianalisis dengan
uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
1.8. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Universitas Kristen
Maranatha. Penelitian dimulai pada bulan September 2016-April 2017.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
5.1.1. Simpulan Utama
1. Salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mempercepat waktu
penyembuhan luka sayat mukosa rongga mulut tikus Wistar jantan
2. Salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) 10 % mempunyai
potensi yang setara dibandingkan dengan salep triamcinolone acetonide
0,1 % dalam mempercepat waktu penyembuhan luka sayat mukosa rongga
mulut tikus Wistar jantan
5.1.2. Simpulan Tambahan
Salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.) 2,5 % dan 5 %
mempunyai potensi yang lebih lemah dibandingkan dengan salep triamcinolone
acetonide 0,1 % dalam mempercepat waktu penyembuhan luka sayat mukosa
rongga mulut tikus Wistar jantan
5.2. Saran
Penelitian ini merupakan suatu penelitian pendahulua, perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Menggunakan dosis salep ekstrak herba meniran (Phyllanthus niruri L.)
2. Dilakukan pada tipe luka lainnya yang sering terjadi dalam kedokteran
gigi, misalnya luka pasca ekstraksi
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak herba meniran pada
SKRIPSI
Karya Tulis ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
JANE FIRSTY MELIA
1390004
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
Yesus Kristus karena berkat penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
pada Program Studi Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen
Maranatha. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa
terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Winny Suwindere., drg., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Kristen Maranatha
2. Franky Oscar., drg., Sp.BM., M.Kes selaku dosen wali dan pembimbing
utama yang telah memberikan dukungan, bantuan, arahan, serta kesediaan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi
ini
3. Rosnaeni., Dra., Apt selaku pembimbing pendamping atas dukungan,
bantuan, arahan serta kesediaan meluangkan waktu untuk membimbing
penulis hingga skripsi ini dapat selesai
4. Grace Monica., drg., M.KM yang telah membantu dalam pengerjaan
skripsi ini
5. Seluruh staf pengajar dan staf karyawan Fakultas Kedokteran Gigi
7. Teman-teman penulis yang telah memberikan dukungan, saran, bantuan
dan motivasi selama pengerjaan skripsi ini, yaitu Iou Devina dan Danang.
8. Dan untuk semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih banyak atas bantuannya
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Terima kasih.
Bandung, April 2017
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland’s Pocket Medical Dictionary, 28th ed., P. 1199.
2. S. Guo & L.A. DiPietro. Factors Affecting Wound Healing. Journal of Dental Research, 89 (3): 2010; 219-229.
3. Miloro M., Ghali g.e., Larsen P.E., Waite P.D., Peterson’s Principal of
Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. BC Decker. 2004. P. 49-53. 4. Yang JH, Kim DK, Kim TY, Kim GY & Shin SC. Anti-inflammatory
effects by transdermal application of triamcinolone acetonide gel using phonophoresis in rats. International Journal of Pharmaceutics, 302(1-2):
2005; 39-46.
5. Nuntavadee S. dkk ed. MIMS Annual Full Prescribing Information. Indonesia Index of Medical Specialities. 2007 P. 408.
6. Sandipan D, Joly S, & Deepak P. Systemic Side Effects of Topical
Corticosteroids. Indian Journal of Dermatology, 59(5): 2014; 460-464.
7. Khaled A.A.M., Mahmood A.A., & Fahmi M.M. Wound Healing
Potential of Phyllanthus nirurii L. Extract in Experimental Rats.
Middle-East Journal of Scientific Research, 11(11): 2012; 1614-1618.
8. Okoli, C.O., Ezike, P.A., Akah, P.A. Udegbunam, S.O., Okoye, T.C., Mbanu, T.P., & Ugwu, E. Studies on Wound Healing and Antiulcer
Activities of Extract of Aerial Parts of Phillanthus nirurii L. (Euphorbiaceae). American J. of Pharmacol and Toxicol, 4(4): 2009;
118-126.
9. Bagalkotkar G. et al. Phytochemicals From Phyllanthus nirurii Linn. and
Their Pharmacological Properties. Journal of Pharmacy and Pharmacology; 2007: 1560-1562.
10.Simon M., Kerry B. Principles and Practice of Phytotherapy. Modern Herbal Medicine : Churchill Livingstone; 2000: 31-37.
11.Sharma Y, Jeyabalan G, Singh R, Semwal A. Current Aspects of Wound Pengawas Obat dan Makanan RI; 2012: 7-8.
14.Salep Rimpang Temu Ireng. Direktorat Obat Asli Indonesia : Badan Pengawas Obat dan Makanan RI; 2014: 8.
15.Formularium Nasional. 1st ed. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1978: 294.
16.Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed, Jakarta: EGC. 2005: 66-88.
17.James R. Hupp., Myron R. Tucker., Edward Ellis., Larry J. Peterson.,
Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. Elsevier. 2007. P.
49.
19.Black, Hawks. Medical-Surgical Nursing. Clinical Management For
Positive Outcomes. 7th ed. Missouri: Elsevier.2005.
20.Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of General and Oral
Surgery. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2003: 7-11.
21.Kenalog in Orabase Dental. http://www.webmd.com/drugs/2/drug-7574/kenalog-in-orabase-dental/details#uses.
22.Dr. Johnny Ria Hutapea, dkk. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. 3rd ed, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 1994:
Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Elsevier. 2008. P. 50.
26.Rasik & Suhkla. Antioxidant Status in Delayed Healing Type of Wounds. International Journal of Experimental Pathology, 81(4): 2000; 257-63. 27.Farmakope Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1979.
28.Devi & Tara Shanbhag. Effect of Phyllanthus niruri. Linn on Wound
Healing in Rats. Indian J Physiol Pharmacol, 49(4): 2012; 487-490.
29.Phases of Wound Healing. http://woundeducators.com/phases-of-wound-healing/
30.Mauro Serafini, Ilaria Peluso & Anna Raguzzini. Antioxidant and The
Immune System Flavonoids as Anti-Inflammatory Agents. Proceedings of
The Nutritions Society, 69: 2010; 273-278.