Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Halaman Judul i
Lembar Pengesahan ii
Pernyataan iii
Abstrak iv
Kata Pengantar v
Ucapan Terimakasih vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel dan Gambar x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Klasifikasi Konsep 8
D. Tujuan Penelitian 10
E. Manfaat Penelitian 10
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Konsep Nilai Budaya Bagi Masyarakat. 14
B. Internalisasi Nilai Budaya Dalam Pembelajaran Sejarah 19
C. Makna Solidaritas Sosial. 21
D. Makna Pembelajaran Sejarah dalam Pendidikan IPS 31
E. Pendekatan Cooperative Learning Dalam Pembelajaran Sejarah. 41
F. Makna, Implementasi dan Langkah-langkah
Cooperatif Learning Dalam Pembelajaran Sejarah. 48
G. Penelitian Terdahulu 56
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Lokasi penelitian. 61
C. Subjek Penelitian. 63
D. Prosedur Penelitian. 64
E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. 65
F. Kategorisasi Data 68
G. Analisis Data. 68
H. Validasi Data. 69
I . Interpretasi Data. 70
BAB IV. PEMBAHASAN HASIL TEMUAN PENELITIAN
A. Profil Sekolah MAS Mareku 71
B. Deskripsi Kelas Xc 80
C. Tahap Pembentukan Tema Pembelajaran Sejarah Kelas X 82
D. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian 87
E. Pelaksanaan Siklus Pertama 100
F. Pelaksanaan Siklus Kedua 110
G. Pelaksanaan Siklus Ketiga 119
H. Pelaksanaan Siklus Keempat 127
I. Analisis Hasil Penelitian 136
J. Temuan Hasil Penelitian 150
K. Contoh-contoh Folklore Lokal 156
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halman
1: Perbedaan Solidaritas Mekanik Dengan Organik. 27
2: Standar Kompetensi Pelajaran Sejarah Kelas X. 83
3: Hasil Kegiatan Belajar Siklus 1 144
4: Hasil Kegiatan Belajar Siklus 2 dan 3 147
5: Hasil kegiatan belajar siklus 4 149
DAFTAR GAMBAR
No: Gambar Halaman
1. Cooperatif learning Model Dua Tinggal Dua Tamu. 55
2. Model Penelitian Tindakan Berbentuk Spiral
dari Kemmis dan Taggart. 64
3. Peta Pulau Tidore dan Lokasi Sekolah MAS Mareku 72
4. Denah Kelas Xc. 80
5. Jenis-jenis Folklore. 86
6. Dokumentasi KBM 1.1 98
7. Dokumentasi KBM 1.2 99
8. Dokumentasi KBM 2.1 108
9. Dokumentasi KBM 2.2 109
10. Dokumentasi KBM 2.3 118
Rusli Sin, 2011
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonsia adalah suatu kekayaan
yang tak ternilai harganya, oleh karenanya perlu mendapat dukungan serta
kepedulian bersama dari semua pihak, kemajemukan tersebut baik dalam arti
adat-istiadat, suku maupun agama yang dianutnya, dengan adanya keragaman dalam
kehidupan masyarakat seperti ini maka akan menghasilkan suatu proses
enkulturasi. Proses ini terjadi dalam bentuk pewarisan budaya dari satu generasi
ke generasi berikutnya. Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara
informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.
Koentjaraningrat, (1990:110), menyatakan bahwa, proses pembudayaan
melalui enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap dituakan
dalam komunitas itu, seperti pewarisan nilai tata krama, adat istiadat,
keterampilan suatu suku/keluarga yang diwariskan kepada generasi berikutnya.
Proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan untuk
disampaikan kepada orang lain yang belum mengenal, penyampaian informasi
sekaligus sebagai bentuk penyadaran akan keberadaan suatu budaya, dan
kemudian mengadopsi budaya tersebut untuk dijadikan sebagai budayanya.
Melalui jalur pendidikan proses pembudayaan dapat berkembang dan
dipandang sebagai media untuk tujuan perubahan sikap. Proses pembelajaran di
sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal. Mengingat besarnya peran
utama pengenalan beragam budaya yang diterima oleh anak didik kemudian
dikembangkan serta dapat melestarikannya. Budaya-budaya yang dapat diterima
oleh anak didik itu sangat beragam, mulai dari budaya yang dibawa oleh
masing-masing peserta didik, budaya para guru yang mengajar, serta budaya yang ada
pada sekolah. Agar para peserta didik tidak tercerabut dengan akar budaya yang
dimilikinya maka, pemahaman nilai-nilai budaya Dati perlu dimasukan dalam
pembelajaran sejarah pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore
Kepulauan.
Makna budaya Dati dalam tradisi lisan masyarakat di Kota Tidore
berarti “ iuran” atau “ sumbangan” atas dasar suka rela sebagai suatu bentuk
empati terhadap warga yang lain. Pentingnya internalisasi nilai-nilai dari budaya
Dati perlu ditanamkan pada lingkungan pendidikan agar nilai solidaritas,
kekeluargaan dan empati yang terkandung di dalamnya dapat menjadi suatu
pembiasaan sikap dan etika/moral serta dapat dijadikan pemahaman awal dalam
mengembangkan keterampilan sosial bagi anak didik baik dilingkungan sekolah
maupun dalam masyarakatnya. Faktor tersebut harus dapat diaplikasikan agar
menjadi salah satu langkah antisipasi untuk menghindari pengaruh-pengaruh
negatif dari budaya luar sebagai dampak dari kemajuan teknologi yang
mengglobal dewasa ini.
Proses pembelajaran dengan internalisasi budaya dapat menghasilkan
suatu nilai jika hasilnya dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang
timbul dalam komunitas atau masyarakat itu sendiri, dan jika lulusannya dapat
wilayah sebagai tempat budaya lokal itu berada maupun secara nasional.
Pembelajaran berbasis budaya dalam penelitian ini merupakan suatu pendekatan
yang lebih mengutamakan aktivitas anak didik dengan berbagai latar belakang
budaya yang diinternalisasikan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial pada
sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku sebagai bagian dari materi pembelajaran
sejarah. Melalui pembelajaran berbasis budaya , anak didik bukan sekedar meniru
dan menerima setiap informasi yang disampaikan, akan tetapi anak didik dapat
mendalami suatu makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya.
Untuk itu diharapkan dengan internalisasi nilai-nilai budaya Dati dalam
pembelajaran sejarah melalui metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menjadi
salah satu solusi dari penciptaan makna untuk pengembangan pengetahuan anak
didik dalam menyikapi nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya.
Kaitannya dengan upaya internalisasi nilai-nilai budaya kedalam lembaga
pendidikan yang mengkaji tentang kehidupan sosial dan budaya maka, sebagai
suatu kesimpulan awal adalah melalui aplikasi nilai-nilai budaya Dati
diformulasikan dalam pembelajaran sejarah pada Sekolah Madrasah Aliyah
Swasta Mareku di Kota Tidore Kepulauan diharapkan dapat mengurangi faktor
kenakalan anak didik, pergaulan yang memilih-milih teman, serta bentuk ancaman
atau tekanan sehingga terciptanya solidaritas antar sesama, baik di lingkungan
sekolah maupun di masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan proses dan hasil belajar siswa melalui metode penelitian tindakan
kelas (PTK) dengan pendekatan pembelajaran cooperative learning model dua
kemajuan dibidang teknologi masa sekarang, karena memudahkan siapa saja
untuk mengakses perkembangan teknologi tersebut dari berbagai media,
khususnya di kalangan anak didik yang lebih cenderung meniru ciri pergaulan
bebas dan bahkan ada yang mengarah pada tindak kekerasan.
Masalah yang sering muncul dalam lembaga pendidikan, khususnya di
sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku , seperti tawuran, tekanan dan ancaman
antar sesama anak didik, serta ciri pergaulan yang memilah-milah sesama siswa.
Dampak dari perilaku anak didik seperti ini mengakibatkan sebagian mereka
menjadi takut untuk mengikuti kegiatan pembelajaran didalam kelas karena
mendapat tekanan dan merasa rendah atau tersisihkan dari teman-teman
sekolahnya. Contoh kasus ini jika dibiarkan maka anak didik tersebut semakin
tertinggal dengan teman yang lain untuk mendapatkan serta mengembangkan
pengetahuannya dalam proses belajar di kelas, disisi lain akibat dari kenakalan
dan kekerasan antar anak didik ini juga menyebabkan aktivitas warga masyarakat
juga menjadi terhambat, baik kegiatan perkantoran maupun kegiatan rutinitas lain
sebab, apabila tujuan aktifitasnya melewati kelurahan yang dalam keadaan
berselisih.
Faktor lain yang menjadi alasan bagi peneliti untuk menerapkan metode
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan cooperative learning model
dua tinggal dua tamu sebagai salah satu cara agar proses pembelajaran sejarah
menjadi lebih bervariasi dengan langkah-langkah yang inovatif dalam
menentukan pendekatan dan strategi proses belajar mengajar. Karena itu guru IPS
pembelajaran dari teacher centre (guru sebagai pusat pembelajaran), dan beralih
menjadi student centre (siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran).
Supriatna (2007:136), menyarankan bahwa dalam pembelajaran sejarah
yang perlu dilakukan oleh guru yaitu, pendekatan dan strategi pembelajaran yang
dapat diterapkan untuk melatih keterampilan siswa adalah strategi kontruktivistik
dengan pendekatan-pendekatan seperti cooperative learning dan inquiry. Strategi
konstruktivistik mencoba peserta didik dengan diajak untuk mengembangkan dan
menganalisa sumber pembelajaran sejarah secara mandiri. Pendekatan Inquiry
membiasakan peserta didik untuk mencari, melakukan investigasi dan
mengumpulkan sejumlah informasi yang sesuai dengan tema pembelajaran di
kelas, sedangkan pendekatan Coperative learning adalah dengan melatih praktek
secara langsung dari siswa agar terbiasa untuk berpartisipasi aktif dalam
menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok.
Model pembelajaran yang masih menerapkan metode konvensional
seperti pada Madrasah Aliyah Swasta Mareku, sebagaian besar guru pendidikan
IPS khususnya pelajaran sejarah masih lebih dekat dengan buku sumber
pegangannya daripada kebutuhan dan tuntutan dalam kurikulum, serta kurang
mengangkat masalah sosial budaya yang tumbuh di masyarakatnya. Guru IPS
lebih banyak menyampaikan informasi teoritik daripada masalah-masalah aktual
dan kontekstual di sekitarnya. Akibatnya peserta didik dilatih untuk berpikir
tekstual daripada berpikir kritis terhadap masalah sehari-hari yang di hadapi oleh
Peran peserta didik untuk lebih meningkatkan kemampuan kognitifnya
terutama dalam menggali dan mengembangkan nilai-nilai sosial budaya yang
bermanfaat untuk kehidupan peserta didik itu sendiri kurang tersentuh. Kondisi
demikian menciptakan siswa tidak terbiasa membuat sumber pembelajaran secara
mandiri. Peserta didik selalu tergantung pada kehadiran guru di kelas serta buku
teks pelajaran. Terjadi kesenjangan antara kualitas proses pembelajaran sejarah
dalam kenyataan di lapangan dengan tuntutan ideal yang tertulis dalam kurikulum
sehingga menuntut guru untuk selalu berinovasi. Salah satu bentuk inovasi yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan solidaritas siswa
dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nialai budaya Dati
melalui pembelajaran sejarah.
Pentingnya internalisasi nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran
sejarah bertujuan agar, anak didik dapat mengenal lebih dekat dengan
tradisi-tradisi lokal yang ada disekitar tempat tinggalnya. Selain pengenalan dengan
tradisi lokal, diharapkan anak didik juga dapat memaknai nilai-nilainya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat menciptakan suasana kekeluargaan, saling
peduli, saling menghargai yang diaplikasikan dalam pergaulan baik dilingkungan
sekolah maupun di masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang
bermakna membutuhkan peran guru yang aktif dalam mendesain model-model
pembelajaran yang inovatif guna menghasilkan mutu dan peningkatan prestasi
anak didik dalam mengembangkan keterampilannya, demi tercapai tujuan dari
pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana guru merencanakan untuk meningkatkan solidaritas siswa dalam
menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai budaya Dati
melalui pembelajaran sejarah pada Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota
Tidore Kepulauan.?
b. Bagaimana guru melaksanakan upaya peningkatan solidaritas siswa dengan
menggali dan merefleksikan pengalamannya dari Nilai-nilai budaya Dati yag
diaplikasikan dalam pembelajaran sejarah di kelas X Madrasah Aliyah Swasta
Mareku Kota Tidore Kepulauan.?
c. Bagaimana guru melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar di kelas untuk
mengetahui sejauh mana perubahan solidaritas siswa setelah menggali dan
merefleksikan pengalamannya dari Nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran
C. Klasifikasi Konsep
1. Konsep Internalisasi Nilai Budaya.
Internalisasi menurut Kamarulzaman, (2005: 27) adalah pendalaman atau
penghayatan tentang suatu pemahaman. Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia adalah penghayatan, proses mendalami suatu falsafah secara mendalam
berlangsung lewat penyuluhan atau penataran, yang berkenaan dengan
penghayatan terhadap suatu aturan. Internalisasi nilai-nilai budaya adalah sesuatu
yang sangat penting karena dengan hal itulah kita tidak akan terkurung oleh
serangan dari budaya luar, baik yang positif maupun negatif, karena itu nilai-nilai
budaya Dati perlu dilestarikan karena menjadi karakter pergaulan masyarakat di
Kota Tidore sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai solidaritas dan
kekeluargaan. Jika tidak ada upaya internalisasi nilai-nilai berbasis budaya maka
paradigma masyarakat akan terus menerus menurun tentang susuatu yang bernilai
tentang kebudayaan, ia hanya akan memandang kebudayaan tidak lebih dari
sekedar sikap pragmatisme dan bersifat monumentalisme saja.
Internalisasi nilai-nilai budaya Dati dalam penulisan ini bermakna bahwa,
melalui pemaknaan dari nilai-nilai tradisi Dati dapat meningkatkan solidaritas
siswa melalui pembelajaran sejarah dikelas X sehingga kelak dapat
diaktualisasikan dalam pergaulan hidup anak didik, baik di lingkungan sekolah
maupun di masayarakatnya. Budaya Dati juga dapat dikatakan sebagai proses
pemaknaan nilai-nilai yang diinternalisasikan pada pembelajaran sejarah di
dapat memaknai Dati sebagai budaya yang mencerminkan toleransi antar sesama,
supaya menjadi manusia yang berguna bagi lingkungan dan bangsanya.
2. Makna Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian tindakan kelas di Indonesia belum dikenal, baru sekitar tahun
90-an pemerintah menggalakkannya untuk dilaksanakan oleh guru sebagai upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian tindakan kelas berkembang dari
penelitian tindakan. Karena itu, untuk memahami pengertian PTK perlu ditelusuri
melalui penelitian tindakan. Menurut Kemmis, 1988 (dalam Sanjaya, 2009: 24),
penelitian tindakan adalah suatu penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan
oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran praktik sosial
mereka.
Cohen, 1994 (dalam Sanjaya, 2009: 24) menyatakan bahwa penelitian
tindakan adalah intervensi dalam dunia nyata serta pemeriksaan terhadap
pengaruh yang ditimbulkan dari intervensi tersebut. Berbeda dengan pendapat dari
Cohen, Burns, 1999 (dalam Sanjaya, 2009:25 ), yang menyatakan bahwa
penelitian tindakan adalah penerapan berbagai fakta yang ditemukan untuk
memecahkan masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan
yang dilakukan dengan kolaborasi dan kerjasama para peneliti dan praktisi.
Menurut pendapat Elliot, 1991( dalam E, Mulyasa, 2010: 11), penelitian
tindakan adalah kajian tentang sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas
tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
Sanjaya (2009: 25), menyatakan bahwa ciri utama dari penelitian tindakan adalah
adanya intervensi atau perlakuan tertentu untuk perbaikan kinerja guru dalam
dunia nyata.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
a. Mengetahui perencanaan guru dalam meningkatkan solidaritas siswa dengan
menggali dan merefleksikan nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran
sejarah di Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.
b. Mengetahui pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan peningkatan
solidaritas antar siswa dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari
nilai-nilai budaya Dati melalui pembelajaran sejarah di Madrasah Aliyah
Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.
c. Mengetahui hasil evaluasi pembelajaran sejarah untuk meningkatkan solidaritas
antar siswa dalam menggali dan merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai
Budaya Dati di Madrasah Aliyah Swasta Mareku Kota Tidore Kepulauan.
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
1). Meningkatkan kecakapan siswa dalam aspek keterampilan menggali dan
merefleksikan pengalamannya dari nilai-nilai Budaya Dati sehingga
2).Menumbuhkan inovasi pembelajaran baik guru maupun siswa, khususnya
pada peningkatan solidaritas antar sesama melalui pembelajaran sejarah.
3). Menemukan rancangan model yang tepat dan dapat dimanfaatkan dalam
pembelajaran sejarah.
4). Memberikan kontribusi dalam membangun pembelajaran sejarah melalui
muatan lokal dalam pengembangan gagasan, konsep, generalisasi, dan
teori yang berkenaan dengan budaya melalui pendekatan ilmu sosial.
2. Secara Empirik
a). Bagi Siswa
Penerapan pembelajaran berbasis budaya dengan pendekatan cooperative
learning model dua tamu dua tinggal dapat lebih menggairahkan siswa dalam
proses pembelajaran sejarah di kelas. Mereka akan lebih mudah lagi dalam
menuangkan ide-ide dan menggali pengalamannya berupa masalah yang muncul
di masyarakat sekitarnya atau informasi yang diperoleh tentang nilai-nilai budaya
khususnya tentang tradisi Dati, sehingga dapat meningkatkan solidaritas sebagai
salah satu faktor penunjang berhasilnya proses pembelajarn sejarah.
b). Bagi Guru
Pekerjaan guru menjadi evektif dengan adanya kerja sama dan
keterlibatan anak didik dalam proses pembelajaran, anak didik dapat lebih aktif
dengan berbagai pendekatan-pendekata inovatif yang diterapkan guru dalam
komunikatif dengan suasana belajar yang lebih akrab. Di samping itu, guru lebih
terbiasa untuk menyusun program pembelajaran dengan langkah-langkah yang
tepat, yakni sesuai dengan tuntutan kurikulum dan kebutuhan para siswanya.
c). Bagi Sekolah
Pembelajaran nilai-nilai budaya Dati untuk meningkatkan rasa solidaritas
dapat dimanfaatkan secara optimal dalam upaya menciptakan suasana
kekeluargaan di sekolah sebagai komunitas masyarakat terpelajar. Lingkungan di
sekitar sekolah merupakan sumber yang sangat kaya dengan budaya-budaya dan
tidak akan habis untuk dijadikan bahan pembelajaran. Sekolah juga dapat
mengambil kebijakan yang berhubungan dengan sumber belajar di masyarakat
sehingga bermanfaat bagi kepentingan siswa dengan merancang strategi-strategi
pembelajaran sebagai suatu model dalam mengolah sumber belajar yang tepat.
d). Bagi Masyarakat
- Menunjukan pemahaman pada semua warga masyarakat di Kota Tidore
tentang pentingnya membina rasa solidaritas, kekeluargaan, persatuan dan
empati antar sesama manusia.
- Memberikan masukan yang jelas akan pentingnya peranan nilai-nilai budaya
Dati sebagai perwujudan sikap solidaritas dan kekeluargaan sebagai suatu
nilai budaya yang berkembang dari masyarakatnya dapat dimanfaatkan dalam
proses pemebelajaran sejarah pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku
- Memberikan masukan kepada pemerintah Provinsi, khususnya di Kota Tidore
Kepulauan, dan lembaga pendidikan yang terkait agar memaknai pentingnya
budaya Dati sebagai suatu asset yang perlu dilestarikan dalam kehidupan
bermasyarakat.
- Memberikan kontribusi dan motivasi kepada lembaga ilmu pengetahuan dan
ilmu penelitian, agar lebih banyak lagi menggali dan mengangkat tentang
tema penelitian-penelitian kontemporer khususnya tentang budaya-budaya
lokal dalam kehidupan masyarakat untuk memperkaya khasana budaya
nasional.
- Memberikan gambaran positif kepada masyarakat secara nasional bahwa,
pentingnya memahami dan mencintai budaya disekitar kita, selain itu untuk
menciptakan kehidupan yang harmonis, haruslah saling menjaga solidaritas
dengan sikap tolong menolong dalam kaitannya dengan kepentingan bersama
sebagai warga yang hidup berdampingan dengan warga yang lain. Sikap
hidup seperti ini adalah ciri khas bangsa Indonesia, aka tetapi sekarang makin
terkikis nilai-nilai solidaritas tersebut seiring dengan pesatnya kemajuan yang
mengglobal sehingga kecenderungan indifidual makin besar.
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang difokuskan
kepada situasi kelas atau Classroom Action Research dengan tujuan untuk
memperoleh data dan informasi secara mendalam tentang penerapan model
cooperative learning dalam pembelajaran sejarah sebagai upaya untuk
mengembangkan sikap solidaritas siswa. Menurut Depdikbud, (1996),
menyatakan bahwa hakekat dari penelitian dikelas adalah suatu usaha berupa
tindakan atau intervensi yang dilakukan dengan prosedur terencana dan sistematis
untuk memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi guru di kelas.
Elliot, (1993:49), mengatakan bahwa penelitian tindakan merupakan
metode penelitian yang banyak diperhatikan oleh para peneliti bidang IPS dan
humaniora termasuk bidang pendidikan. Penggunaan metode penelitian tindakan
kelas diharapkan dapat membawa perbaikan pada situasi sistem pembelajaran
sebagai hasil refleksi diri. Dalam penelitian tindakan kelas ini dipilih bentuk
penelitian tindakan kelas kolaboratif partisipatoris, seperti apa yang disampaikan
oleh Hopkins, (1993 :121), bahwa pendekatan kolabaoratif terjadi antara peneliti
dan guru, di mana peneliti membuat rancangan, pengamatan dan mengkritisi,
sementara guru merupakan praktisi mitra kerja dilapangan bagi peneliti. Guru
mitra dan peneliti akan bersama-sama diskusi mulai dari tahap perencanaan,
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dalam penelitian ini diawali dengan melakukan penjajakan sebagai
langkah awal penelitian atau tahap orientasi. Hasil dari temuan ini dilakukan
refleksi dengan guru untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya untuk
mencapai tujuan penelitian.Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk
mendapatkan model cooperative learning yang dapat memperbaiki dan
meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses pembelajaran sejarah di kelas,
karena dalam penelitian tindakan merupakan sarana dalam upaya mengevaluasi
diri guru untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
1. Lokasi penelitian.
Tema penulisan tesis yang dipilih dalam rencana pelaksanaan penelitian
ini yaitu “Internalisasi Nilai-nilai Budaya Dati Dalam Pembelajaran Sejarah
Untuk Meningkatkan Solidaritas Siswa Pada Sekolah Madrasah Aliyah Swasta
Mareku di Kota Tidore Kepulauan. Dengan demikian lokasi penelitiannya adalah
sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku di provinsi Maluku Utara Kota Tidore
Kepulauan Kecamatan Tidore Utara.
Menurut Nasution, (1992: 35), bahwa yang dimaksud dengan lokasi
penelitian menunjuk pada pengertian lokasi sosial yang dicirikan oleh adanya tiga
unsur yaitu, tempat, pelaku dan kegiatan. Maka, yang dimaksud dengan lokasi
penelitian meliputi:
1). Dari unsur tempat yakni lokasi tempat berlangsungnya pembelajaran di kelas
X 2 Pada Sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku kelas di Kota Tidore
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2).Unsur pelaku, yaitu guru dan siswa yang terlibat dalam tindakan
pengembangan model pembelajaran cooperative learning.
3).Unsur kegiatan, yaitu pengembangan model cooperative learning dengan
menginternalisasikan nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran sejarah
didalam kelas.
Pemilihan lokasi (kelas) didasarkan pada pertimbangan pertama,
penelitian kelas merupakan penelitian yang bersifat situasional, kontekstual dan
tergantung pada realita konteks. Kedua, situasi sosial kelas bersifat
crucial,konteks fisik dan sosial didalamnya melebur (guru, siswa dan bahan
belajar) dengan segala keunikannya masing-masing. Selain itu pemilihan kelas X
2 pada sekolah Madrasah Aliyah Swasta Mareku karena pada jenjang ini upaya
pengembangan pembelajaran nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran IPS
pada umumnya atau dalam pembelajaran sejarah. Alasan-alasan lain dalam
pemilihan lokasi penelitian ini juga didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut:
a). Peneliti juga sebagai guru mata pelajaran sejarah pada sekolah tersebut
sehingga sudah mengenal karakteristik situasi sekolah, karenanya tidak lagi
melakukan adabtasi baru terhadap lingkungan sekolah itu.
b). Anak didik di sekolah tersebut khususnya di X 2 karena kelasnya lebih
berfariasi baik dari latar belakang ekonomi keluarganya, asal tempat tinggal
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c). Fasilitas belajarnya belum lengkap dan tenaga pengajarnya terdiri tiga orang,
yaitu peneliti, Pak Rauf dan Ibu Jena (calon Guru Mitra) guru yang baru
diangkat dan masih kurang pengalaman dalam proses belajar mengajarnya.
d). Anak didik yang terdapat disekolah tersebut adalah dari lingkungan
masyarakat yang menerapkan tradisi Dati sebagai budaya solidaritas antar
warga.
2. Subjek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini kinerja guru dalam proses belajar mengajar
menjadi subjek dalam penelitian dengan mengembangkan model cooperative
learning untuk menginternalisasi nilai-nilai budaya Dati dalam pembelajaran
Sejarah di Madrasah Aliyah Swasta Mareku. Selain guru juga termasuk
siswa-siswa dan peneliti itu sendiri karena sebagai instrument dalam penelitian tindakan
kelas. Kondisi dan kejadian yang berlangsung dalam proses pembelajaran di
dalam kelas ketika sedang melaksanakan suatu tindakan maupun sikap siswa
dalam pergaulan di lingkungan sekolah di luar kelas akan menjadi pengamatan
peneliti. Peneliti akan berusaha untuk memperoleh data, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas yang berhubungan dengan penelitian. Sehingga data yang
diperlukan dalam penelitian ini bisa diperoleh dari guru, siswa maupun dari
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3. Prosedur Penelitian
Penelitian dirancang dengan menggunakan penelitian tindakan kelas
yang kolaboratif dan partisipatorik. Dalam penelitian ini penulis akan
mengunakan bentuk prosedur siklus yang mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Elliot dari Hopkins, 1993( dalam Wiriaatmadja 2005: 86).
Tahap pertama dilakukan dengan penelitian pendahuluan untuk dapat
mengidentifikasi permasalahan dan ide yang tepat dalam kemampuan guru
mengembangkan bahan ajar dalam pembelajaran Sejarah sebelum siklus-silkus
berikutnya dilaksanakan. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu
merencanakan (pian), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi
(reflect), Kemmis dan Taggart, 1981 Hopkins, 1993(dalam Wiriaatmadja, 2005:
60). Siklus selanjutnya peneliti bersama guru memperbaiki rencana, pelaksanaan,
mengobservasi dan refleksi seperti pada gambar bagan siklus dibawah ini.
Bagan: 3.1
Model Penelitian Tindakan Berbentuk Spiral dari Kemmis dan Taggart
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Makna suatu siklus dalam PTK harus memperhatikan apakah dari siklus
itu masalah semakin mengerucut ataukah sebaliknya, karena PTK dikatakan
berhasil apabila masalah yang dikaji semakin mengerucut atau melalui tindakan
setiap siklus masalah-masalah semakin dapat dipecahkan, sedangkan hasil belajar
yang diperoleh anak didik semakin besar atau hasil belajar dari setiap tahapan
dalam siklus menunjukan adanya peningkatan. Semakin kecilnya masalah dan
semakin besarnya hasil belajar siswa, disebabkan oleh tindakan yang dilakukan
guru pada setiap siklus yang didasarkan pada hasil refleksi.
Dari penelitian awal peneliti menemukan masalah-masalah yang
menghambat berkembangnya proses belajar anak didik, baik itu masalah yang
muncul dari dalam diri anak didik maupun dari lingkungannya. Masalah tersebut
terjadi karena kurangnya inovasi belajar serta kurangnya kepekaan dari guru
terhadap perkembangan anak didik sehingga menjadi penyebab permasalahan
disekolah Madrasah Aliyah swasta Mareku. Melalui langkah-langkah selanjutnya
masalah-masalah tadi menjadi mengerucut dan akan terciptanya hasil belajar yang
semakin meningkat karena masalah-masalah yang ditemui dari setiap siklus yang
telah ditetapkan diperiksa secara rinci untuk diperbaiki ke langkah-langkah
selanjutnya.
B. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Hopkins, (1993), menyatakan bahwa instrumen dalam penelitian
tindakan kelas adalah peneliti sendiri., sebagai"sole instrumen" sedangkan teknik
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dokumentasi yang terfokus pada konsep-konsep pengembangan sikap solidaritas
siswa. Adapun alat yang digunakan untuk mengumpulkan dan melengkapi data
agar lebih valid antara lain dengan menggunakan catatan lapangan (field notes),
dokumen-dokumen seperti Satuan Pelajaran dan Rencana Pelajaran, alat perekam,
alat pemotretan atau dokumentasi dan catatan lapangan.
Selanjutnya instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian
ini penulis jelaskan sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu dengan cara mengamati keseluruhan kegiatan guru di kelas
dalam pempelajaran sejarah dan siswa di dalam dan di luar kelas selama proses
penelitian dan pengumpulan data juga disertai dengan lembar observasi. Data
yang diperoleh dilapangan dikumpulkan dan dicatat dalam catatan lapangan
(field notes) untuk dianalisis, dikategorikan, dan diinterpretasikan.
2. Audio tape recorder dapat digunakan untuk kelengkapan catatan dilapangan
melalui rekaman dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun untuk
wawancara dengan guru maupun murid melalui kesepakatan bersama terlebih
dahulu.
3. Wawancara, wawancara yang terencana baik terstruktur maupun tidak
diperlukan dalam penelitian untuk menggali dan memperjelas informasi yang
dibutuhkan atau tidak ditemukan dalam penelitian melalui proses pembelajaran
di dalam kelas. Wawancara ini dapat dilakukan dengan:
- Observer dengan Siswa
- Observer dengan guru
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4. Foto, untuk mendokumentasi dalam bentuk gambar selama kegiatan proses
pembelajaran berlangsung dalam penelitian yang merupakan peristiwa penting
dalam pengumpulan data. Kegunaannya untuk alat ilustrasi dari kegiatan kritis
dan diskusi yang bersifat lebih menarik perhatian.
5. Catatan Lapangan (Field Notes). Dalam penelitian kualitatif, field notes
merupakan bagian yang penting sebagai alat pengumpul data. Field notes atau
catatan lapangan adalah catatan mengenai peristiwa atau kejadian pada saat
melakukan observasi baik mengenai perilaku, sikap mental maupun peristiwa
yang tidak direncanakan sebelumnya. Peristiwa yang dimaksud adalah bisa
berupa ucapan atau perkataan, sikap atau perilaku yang muncul secara spontan
ataupun diorganisir.
Dalam penelitian tindakan kelas field notes digunakan untuk mencatat
peristiwayang berkaitan dengan aktivitas guru ataupun siswa pada proses
pembelajaran berlangsung atau juga di luar proses pembelajaran berlangsung, hal
ini dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada hasil penelitian yang
diharapkan, karena pada dasarnya yang berkaitan dengan aspek sikap atau
perilaku manusia selalu berubah setiap saat dan dengan field notes bisa diabadikan
meski tidak seoptimal alat perekam. Menurut Nasution (1992:92) menjelaskan
bahwa, catatan itu terdiri dari dua bagian yakni:
(1) deskripsi tentang apa yang sesungguhnya kita amati, yang benar-benar
terjadi menurut apa yang kita lihat, dengar atau amati dengan alat dari kita.
(2) komentar, tafsiran, refleksi, pemikiran atau pandangan kita tentang apa
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Dalam penelitian ini, deskripsi adalah berupa catatan seluruh kegiatan
siklus pembelajaran dari aktivitas guru dan siswa dari kegiatan awal sampai
kegiatan akhir pembelajaran serta persitiwa-peristiwa yang berhubungan dengan
kegiatan penelitian. Sedangkan komentar, tafsiran atau refleksi merupakan
kegiatan kedua yang dilakukan oleh peneliti setelah membuat catatan lapangan
atau hasil observasi sebagai tanggapan dari kegiatan yang telah terjadi atau
dilaksanakan.
1. Kategorisasi Data
Data-data yang telah direduksi dibubuhi kode tertentu berdasarkan jenis
dan sumbernya. Selanjutnya peneliti mendekripsikannya kemudian melakukan
interpretasi terhadap keseluruhan data, kegiatan ini dilakukan berdasarkan
pengkodean dalam analsis data kualitatif. Menurut Wiriaatmadja (2005:142) kode
dan koding adalah kegiatan memberi label dan mencari data yang sangat efisien,
serta mempercepat dan memberdayakan analisis data.
2. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data kualitatif. Analisis
data ini dilakukan pada setiap tahap refleksi sehingga dari hasil analisis tersebut
dapat diperoleh alternatif pemecahan masalah untuk menentukan rencana tindakan
selanjutnya. Hal yang paling baik untuk menganalisis data ini karena adanya
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
catatan lapangan, panduan observasi, serta pedoman wawancara digunakan untuk
menganalisis data.
3. Validasi Data
Validasi data dilakukan melalui empat tahapan yaitu: triangulation,
member-chek, audit trail dan expert opinion.
a. Triangulasi, memeriksa kesahihan data dengan menggunakan sumber lain,
misalnya guru sebagai mitra dan siswa dengan didasarkan pada prinsip reflektif
kolaboratif antara guru, siswa, peneliti dan mitra peneliti. Seperti dijelaskan
Moleong; (1989) bahwa "proses triangulasi ini dilakukan untuk memeriksa
kebenaran data dengan menggunakan sumber lain, misalnya mermbandingkan
kebenaran data dengan data yang diperoleh dari sumber lain (guru, guru lain,
siswa) atau membandingkan data yang dikumpulkan melalui wawancara
dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan data yang diperoleh
melalui observasi dan seterusnya sehingga diperoleh derajat kepercayaan yang
maksimal".
b. Member Chek, menurut Miles & Huberman; 1992, (dalam Nasution; 1992),
adalah dengan meninjau kembali kebenaran dan keshahihan data penelitian
dengan mengkonfirmasikannya pada sumber data.
c. Audit Trail, menurut Nasution (1992:46) bahwa audit trail adalah mencek
kebenaran hasil penelitian sementara, beserta prosedur dan metode
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
temuan (evidences) yang telah diperiksa dan dicek keshahihannya pada sumber
data tangan pertama.
d. Expert Opinion, menurut Nasution (1992:46), adalah mengkonsultasikan hasil
temuan peneliti dilapangan kepada para ahli seperti halnya pembimbing.
4. Interpretasi Data
Pada tahap ini peneliti berusaha menginterpretasikan temuan-temuan
penelitian atau hasil dengan merujuk atau menghubungkannya dengan teori dan
norma-norma lainnya yang telah diterima secara umum. Disamping itu setiap
temuan lapangan yang diperoleh dari catatan lapangan dan beberapa instrument
lainnya tentang pelaksanaan pembelajaran sejarah dengan pendekatan
cooperative learning model dua tamu dua tinggal untuk meningkatkan solidaritas
siswa sehingga memiliki keterampilan sosial, dan dihubungkan dengan temuan
para peneliti atau penulis sebelumnya sebagai sumber rujukan.
Semua interpretasi diatas dijadikan bahan dalam memperbaiki atau
dijadikan tolak ukur untuk melakukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan
kinerja guru, aktivitas siswa atau aktivitas lainnya. Semua hasil tersebut dapat
membantu penulis dalam penelitian ini, hasil interpretasi ini dapat dijadikan
referensi yang dapat memberikan makna terhadapnya, referensi ini juga
Rusli Sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Upaya meningkatkan solidaritas siswa melalui pendekatan cooperative
learning model dua tamu dua tinggal pada pembelajaran sejarah di Sekolah
Madrasah Aliyah Swasta Mareku diawali dengan perencanaan yang dilakukan
oleh guru mitra dalam pembelajaran sejarah dikelas Xc. Perencanaan itu
didasarkan atas latar belakang masalah yang dihadapi oleh anak didik dan guru
dalam proses belajar sejarah dikelas. Dari masalah tersebut guru mitra membuat
perencanaan pembelajaran yang lebih memperdayakan kemampuan siswa dan
lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran dikelas, sehingga diharapkan
proses belajar sejarah menjadi lebih bermakna.
Setelah perencanaan tersebut, guru mitra melaksanakan tindakan lanjutan
melalui pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal melalui
diskusi kelompok pada pembelajaran sejarah yang berlandaskan pada tema yang
ada pada kehidupan nyata di masyarakat. Tema tersebut adalah tentang tradisi
Dati sebagai bagian dari folklore untuk dapat diinternalisasikan nilai-nilainya agar
dapat meningkatkan solidaritas anak didik, sehingga kelak mereka memiliki
keterampilan dalam mengembangkan kemampuan sosialnya.
Kegiatan evaluasi dilakukan guru dalam proses belajar dengan memberi
latihan-latihan soal yang dikerjakan secara kelompok oleh anak didik untuk dinilai
sejauh mana kerjasama mereka dalam berdiskusi, bagaimana sikap saling
menghargai untuk meningkatkan solidaritas sebagai wujud dari pemaknaan
B. REKOMENDASI
Atas dasar temuan dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat direkomendasikan sebagai berikut:
1. Bagi guru mitra secara khusus, agar dapat merealisasikan perencanaan
pembelajaran yang telah ditetapkan untuk diaplikasikan dalam proses belajar
sejarah dikelas agar dapat meningkatkan solidaritas siswa dengan
mengangkat tema-tema yang berkaitan dengan tradisi-tradisi yang ada
disekitarnya sebagai sumber belajar.
2. Bagi guru mitra, agar dapat melaksanakan perencanaan tersebut dengan
pendekatan cooperative learning model dua tinggal dua tamu yang diterapkan
melalui diskusi secara kelompok. Kegiatan pelaksanaan ini dengan tujuan
agar dapat memotivasi proses belajar anak didik maupun kinerja guru dalam
kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan solidaritas sesama anak didik.
3. Bagi guru sekolah Madrasah Aliyah, proses dan hasil studi tentang
penggunaan pendekatan cooperative learning model dua tamu dua tinggal
untuk meningkatkan solidaritas peserta didik pada pembelajaran sejarah dapat
dievaluasi dengan baik agar ditindaklanjuti pada kegaiatan-kegiatan belajar
selanjutnya oleh guru secara kreatif dan inovatif.
4. Berhubung karena, hasil dari penelitian ini belum lengkap dan secara rinci
mengangkat tema-tema folklore lokal yang berkembang di masyarakat, serta
pendekatan dan model belajar yang diterapkan masih terdapat
kekurangan-kekuarangan maka, perlu untuk ditindaklanjuti oleh peneliti-peneliti lain yang
Rusli sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Al Muchtar S. (1995). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Calne, Donald, B. (2004), Batas Nalar, Terjemahan Cuk Ananta, Jakarta: Gramedia.
Comb Arthur, W. (1978), Affective Education or None At All, Values Education Journal.
Depdiknas. (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fraenkel and Wallen. (1983), Haw to Desaign and Evaluate Research in
Education. New York: Mc Graw- Hill Inc.
Hasan H.S. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti Depdikbud.
Ibrahim, J. Tarik. (2003), Sosiologi Pedesaan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Ismaun. (1980), Memperluas Cakrawala Melalui Sejarah Lokal. Jakarta: Rineka Cipta.
Jarolimek. (1997), Social Studies Competencies and Skills. New York: Mac Millan Publishing.
Jones P. (2009). Pengantar Teori-teori Sosial. Dari Teori Fungsional Hingga
Post-Modernisme. Diterjemahkan oleh A. F. Saifuddin.Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Kamarulzaman, Aka dan M. Dahlan Y. Al Barry. (2005). Kamus Ilmiah Serapan. Yogjakarta: Absolut.
Kaplan, D dan Roberts A. Manners. (2002). Teori Budaya diterjemahkan oleh
Landung Simatupang. Judul asli The Theory Of Culture.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. (1977), Sistim Gotong Royong dan Jiwa Gotong Royong. Jakarta: Berita Anthropologi.
Rusli sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
______ (1990). Pengantar Ilmu Anthropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Laiya, Banibowo. (1983). Solidaritas Keluarga Dalam Salah Satu Masyarakat
Desa Nias Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lie Anita. (2010) Cooperatif Lerning. Mempraktekan Cooperatif Learning di
Ruang-ruang kelas. Jakarta: PT. Grasindo.
Maftuh B, dkk. (2007). Pengantar Pendidikan Nilai. Bandung: CV. Maulana.
Martorella, P. (2005), Teaching Soscial Studies in Meddle and Secondary Schools. US: Person.
Moleong J.L. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mudjianto, S. (2005), Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Mulyana. A dan Restu Gunawan. (2007), Sejarah Lokal.Penulisan dan
Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press Bandung.
Mulyana, R. (2004), Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Mulyasa, E. (2010). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Menciptakan Perbaikan
Berkeseinambungan.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. (1998). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.
_________ (2003), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nasution, Z. (2009), Solidaritas Sosial Dan Partisipasi Masyarakat Desa
Transisi. Suatu Tinjauan Sosiologi. Malang: UMM Press.
Rusli sin, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sanjaya W. (2009), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Soekanto, S. (2002), Pengantar Ilmu Antropologi. Yogjakarta: Kanisius.
Soedjatmoko. (1997), Kesadaran sejarah dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Sugiyono.(2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Syaodih Nana, (2006), Metode Penelitian Sebuah Pendekatan. Bandung: Rosda Karya.
Veeger, K.J. (1985), Realitas Sosial. Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan
Indifdual Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi.
Jakarta: P.T. Gramedia.
Wiriaatmadja, R. (2005), Metode Penelitian Tindakan Kelas, Untuk meningkatkan
Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.