• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASAL KATA MASSENREMPULU KATA MASSENREMPULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASAL KATA MASSENREMPULU KATA MASSENREMPULU"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ASAL KATA MASSENREMPULU..???

Oleh : Darwis Panguriseng

Istilah “Massenrempulu”, hingga saat ini belum jelas berasal dari

mana bahkan sejak kapan penggunaan istilah tersebut juga belum jelas.

Banyak pakar dan orang pintar yang telah mencoba mengurai dan

memaknai istilah tersebut, namun bagi penulis belum ada yang

memuaskan, baik secara termonologi maupun secara histori dan kultur.

Kesemua pembahasan tentang asal usul dan makna istilah

“Massenrempulu” bagi penulis masih bersifat meraba-raba, yang di dalam

dunia saintis dikenal dengan istilah “intuitif”.

Prof. Syukur Abdullah dalam tulisannya berjudul Rampunan Kada

(1986), menyatakan bahwa istilah massenrempulu berasal dari Bagis yaitu

kata “massere” yang berarti jajaran, dan “bulu” yang berarti gunung,

sehingga setelah digabung menjadi “masserembulu”, lalu mengalami

asimilasi bahasa melahirkan istilah “massenrempulu” yang bermakna

jajaran pegunungan, yang terbentuk pada barisan Pegunungan Latimojong.

Pendapat orang pintar yang lain, bahwa istilah massenrempulu

bermakna wilayah meminggir gunung atau menyusur gunung. Pemaknaan

inilah yang dimuat di dalam wikipedia Massenrempulu, walaupun dalam

wikipedia tersebut tidak dijelaskan asal kata yang membentuk istilah

Massenrempulu itu sendiri.

Ada pula orang pintar lainnya yang menyatakan bahwa istilah

Massenrempulu memiliki arti “melekat seperti beras ketan". Pendapat ini

kelihatannya hanya mendasarkan secara intuitif sifat dari beras ketan (pulu)

yang memiliki daya rekat.

(2)

perlindungan Kerajaan Malua, Kerajaan Baroko di bawah perlindungan

Kerajaan Alla, dan Kerajaan Banti di bawah perlindungan Kerajaan Buntu

Batu. Kekuasaan luar yang menyatukan wilayah Massenrempulu baru ada

ketika terbentuk pemerintahan Belanda dalam bentuk Onder Afdeling

Enrekang (bukan Massenrempulu), sebagai salah satu wilayah bagian dari

Afdeling Pare-pare yang sudah terbentuk sejak tahun 1905. Oleh karena itu

Kawasan Massenrempulu terutama Enrekang dan Duri praktis hanya

dikuasai Belanda selama 29 tahun, sehingga merupakan daerah yang paling

singkat mengalami penjajahan di wilayah Sulawesi.

Eksistensi konfederasi kerajaan yang dikatakan dibentuk oleh Raja

Bone pada pertengahan abad ke-17 (zaman Arung Palakka), masih

dipertanyakan. Jika memang ada konfederasi, mengapa sebelum Belanda

berkuasa tidak ada jejak sejarah dalam Rampunan Kada (bukan lontara,

tetapi pesan-pesan leluhur yang diceritakan turun temurun), tidak pernah

dikenal adanya Puang atau Datu atau Arung Massenrempulu? Bahkan dari

dulu hingga masa keruntuhan dinasti di kawasan Duri, tidak pernah ada

yang dikukuhkan sebagai Puang atau Datu atau Arung Duri. Jadi kalau ada

orang yang menulis atau menyatakan Arung Duri, itu adalah orang yang

tidak tahu sejarah dan struktur kerajaan di Tana Duri. Tiga Puang

Batupapan (Malua, Alla, dan Buntu Batu), beserta Tiga Puang Bawahan

(Anggeraja, Baroko dan Banti), keenam-enamnya berdaulat penuh atas

wilayah dan rakyatnya. Konsekwensi Kerajaan Bawahan hanya dalam

aspek perlindungan dari Kerajaan Batupapan apabila mendapat serangan

dari luar. Namun uniknya karena Kerajaan Bawahan juga berkewajiban

membantu mempertahankan wilayah Kerajaan Batupapan, ketika mendapat

serangan dari luar. Jadi lebih tepatnya dalam hal ini adalah kerjasama

pertahanan wilayah, dan tidak ada sama sekali pemberian upeti. Hal ini

dimungkinkan karena pembentukan Kerajaan Bawahan bermula dari

pembagian wilayah kekuasaan antara anak raja, sehingga mereka adalah

bersaudara secara turun temurun.

(3)

mereka menjalankan pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara

konfederasi itu? Hal ini perlu diuraikan secara ilmiah oleh para ilmuwan

sejarah yang berasal dari kawasan Massenrempulu.

Jika penulis menyimak “Rampunan Kada” yang menetes dalam garis

keturunan penulis, terlihat bahwa tatanan masyarakat Duri pada zaman

dahulu diawali dari budaya “sipake”, dimana ketika pemimpin (pake)

sangat efektif melayani dan melindungi rakyatnya, dan itu dimungkinkan

karena manusia masih sangat kurang. Lalu ketika turunan “pake” ini sudah

keenakan meninkmati fasilitas sebagai pemimpin, lalu mengubah tatanan

kehidupan bermasyarakat dengan mengangkat dirinya sebagai “puang” dan

dari situlah mulainya praktik monarchi, yang lama kelamaan cenderung

bersifat absolut. Seiring dengan pertambahan rakyat yang terjadi pada

masing-masing kerajaan, menyebabkan seringnya terjadi perebutan

wilayah dengan mengklaim area-area kosong, terutama di daerah

perbatasan. Namun mereka mempunyai berbagai cara untuk

menghindarkan konfrontasi fisik, diantaranya dengan mengawinkan

anak-anak raja atau pembesar antara kerajaan yang potensi berselisih. Disamping

itu pada berbagai acara sakral seperti pesta kematian, pencucian pusaka,

dan lain-lain, selalu diungkapkan tentang sejarah terutama silsilah

keturunan yang dikenal zaman itu sebagai “salluan kada”. Acara itu

dimaksudkan untuk mengingatkan kembali persaudaraan diantara mereka,

dan efektif meredahkan emosi dan ambisi kekuasaan untuk mencaplok

wilayah kerajaan lain (saudaranya).

(4)

orang Bugis, tetapi merupakan produk putra-putri daerah Massenrempulu

ketika mereka akan pulang kampung membawa, menyebarkan, dan

mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dari upaya mereka menuntut ilmu

bertahun-tahun di negeri orang ketika itu. Fenomena kegemaran generasi

muda Massenrempulu dalam menuntut ilmu, secara histori dalam

Rampunan Kada banyak diceritakan, seperti eksistensi Syehak

Bo’di,Syehak Dante, Nene Tomenawa, Nene Songkok, Nene Guru Cakke,

sampai Imang Kotu yang sangat gigih melawan Belanda pada awal abad

ke-20.

Namun penulis menggaris bawahi bahwa pemaknaan di atas, juga

penulis kembangkan dari intusi belaka. Penulis tidak memiliki referensi

tertulis maupun lisan (rampunan kada), namun penulis mencoba

mengembangkan intuisi berdasarkan aspek histori masyarakat setempat.

Jika kita mengatakan orang Bugis yang memberikan nama itu, apa

perlunya mereka menamai daerah kita? Toh bukan wilayah jajahannya dan

bukan pula wilayah kerjanya. Interpretasi penulis di atas, semata-mata

berharap bahwa istilah itu muncul dari leluhur kita sendiri, kita pakai

sendiri, dan kita pula yang harus menghargainya. Sayang sekali karena

istilah ini tidak melekat menjadi nama Kabupaten, sehingga tidaklah naif

ketika ada pihak yang ingin memekarkan Kabupaten Enrekang, karena

wilayah sub-etnis Enrekang hanyalah sebagian kecil dari wilayah

Kabupaten Enrekang. Karena itu ada aspirasi untuk mendirikan Kabupaten

Tana Duri, dan itu feasible jika dilihat dari sisi kepentingan Duri Kompleks

sendiri, namun nasib apa yang akan terjadi pada wilayah Enrekang &

Maiwa jika Duri berdiri sendiri. Oleh karena itu sangat dibutuhkan

pemimpin yang inovatif dalam membangun daerah tersebut, sehingga

keadilan tercipta dan kesenjangan dapat dihapuskan.

Semoga pemaknaan yang penulis paparkan tidak semakin

mengaburkan arti dari istilah “massenrempulu”, dan kegamangan istilah ini

dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah yang cerdas, arief dan bijaksana.

Akhirul Kalam, semoga generasi penerus Massenrempulu dapat

mengembangkan diri menjadi insan-insan yang lebih berkualitas dari setiap

pendahulunya, tentu dengan bekal Islam, Iman dan Ikhsan. Amiin.

“Massenrempulu Tana DIPAKARAJA tana DIPAKALA’BIH”

Fastabiqul Khaerat

(5)

Referensi

Dokumen terkait

Istilah management berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur, melaksanakan, mengelola, mengendalikan, dan memperlakukan. Namun kata manajemen sendiri

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang berarti “sama”, communico, communicatio yang berarti “membuat sama” Kata “sama” tersebut dimaksudkan

Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusiamenyebut ke manusia atau orang lainnya

Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan

Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran

Istilah epistimologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu episteme yang berarti pengetahuan atau kebenaran dan logos yang berarti kata, pikiran,

Pada mulanya istilah budaya (culture) populer dalam disiplin ilmu antropologi. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah. Kata buddhayah merupakan

Menurut bahasa, kata hukum pidana adalah terjemahan dari istilah Belanda strafrecht yang berasal dari gabungan kata straf yang berarti hukuman dan kata recht yang berarti hukum.