• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Seminar Kerja Praktek (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Seminar Kerja Praktek (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Seminar Kerja Praktek

PERANCANGAN PENINGKATAN KAPASITAS LINK 10 GIGABIT PADA JARINGAN

BACKBONE DWDM SUMATERA DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA

Hana’ Ad’ha Rodhiah (21060110120052)

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Pada 30 tahun belakangan ini, telah dikembangkan sebuah teknologi baru yang menawarkan kecepatan data yang lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang lebih rendah daripada sistem kawat tembaga. Teknologi baru ini adalah serat optik, serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan informasi (data) yang saat ini dalam perkembangannya dapat menghantarkan informasi hingga dalam orde gigabit.

Salah satu teknologi dari teknik transmisi menggunakan serat optik adalah DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik.

PT Chevron Pacific Indonesia akan melakukan peningkatan kapasitas jaringan DWDM 10 Gigabit untuk memenuhi kebutuhan layanan data agar menghasilkan proses produksi yang lebih baik. Untuk melakukan peningkatan kapasitas data diperlukan sebuah perancangan jaringan yang handal agar kinerja sistem berjalan dengan baik Salah satu faktor dalam prancangan ini yang perlu diperhatikan adalah rugi-rugi akibat atenuasi dan dispersi yang akan dilihat baik secara perhitungan manual maupun menggunakan software Cisco Transport Planner.

Kata Kunci : Serat Optik, DWDM, Atenuasi, Dispersi, Cisco Transport Planner.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. Chevron Pacific Indonesia sebagai salah satu perusahaan pertambangan minyak terbesar di Indonesia memiliki sistem informasi modern yang mutakhir. Sistem informasi canggih ini mendukung komunikasi antar divisi atau bagian yang terdapat pada PT. Chevron Pacific Indonesia agar dapat bekerjasama dengan baik sehingga proses produksi berjalan lancar. Contohnya saja pengiriman data dari suatu distrik ke distrik lain yang membutuhkan kecepatan data yang sangat optimal tanpa ada gangguan diproses transmisinya. Oleh karena itu saya memilih PT. Chevron Pasific Indonesia sebagai tempat kerja praktek guna berbagi dan menggali ilmu pengetahuan.

Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang semakin pesat dan semakin lama peralatan telekomunikasi semakin canggih, selain itu teknik yang digunakan juga semakin beragam. Kemajuan ini tentu saja memberi dampak positif pada perkembangan industri-industri di Indonesia. PT. Chevron Pacific Indonesia merupakan salah satu perusahaan besar di Indonesia yang bergerak di bidang perminyakan. Untuk mendukung kemajuan usahanya, maka perusahaan ini membutuhkan dukungan sistem telekomunikasi yang handal, efisien, aman dan mampu mencakup seluruh wilayah operasi. PT. Chevron Pacific Indonesia telah menerapkan beberapa teknologi komunikasi yang mendukung kemajuan usahanya, diantaranya adalah penerapan Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM).

Antisipasi kebutuhan kapasitas bandwidth yang besar dan kualitas yang tinggi untuk transmisi data sangat diperlukan. Hal ini merupakan akibat

tuntutan kehandalan jaringan yang memadai, dan persaingan antar pemberi layanan telekomunikasi semakin ketat. DWDM merupakan salah satu solusi. Teknologi ini merupakan teknologi penjamakan yang mengoptimalkan pemanfaatan bandwidth pada serat optik.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek di Divisi Transport PT TELKOM Netre IV Semarang adalah :

a. Mengetehui tentang teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) pada Sistem Komunikasi Serat Optik

b. Mengetahui cara mebuat perancangan untuk penikatan kapasitas pada jaringan DWDM

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam laporan ini yaitu sebagai berikut:

a. Hanya membahas rugi – rugi atenuasi dan dispersi yang terjadi dalam perancangan peningkatan kapasitas 10 Gigabit pada jaringan DWDM PT. CPI.

(2)

2. DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING

2.1 Pengertian DWDM

Dense Wavelength Multiplexing (DWDM) merupakan sutu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik.

Gambar 1 Prinsip dasar sistem WDM

Untuk saat ini serat optik merupakan media transmisi yang mampu menyediakan bitrate, kapasitas, dan kehandalan yang tinggi bila dibandingkan dengan media transmisi lainnya. Pada serat optik, gelombang pembawa yang digunakan adalah sinyal cahaya / sinyal optik yang memiliki kecepatan rambat 3 x 108 km/s. Hal ini yang

membuat serat optik menjadi lebih unggul bila dibandingkan dengan media transmisi lainnya.

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan teknologi yang menggabungkan beberapa cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda yang ditansmisikan melalui satu serat. Setiap sinyal yang dimodulasikan mewakili data yang ditransmisikan, baik itu text, voice, ataupun video dan merambat dengan warna yang berbeda-beda, Hal ini dikarenakan panjang gelombang yang berbeda-beda untuk tiap sinyal yang ditransmisikan. Menurut International Engineering Consortium, sistem DWDM dapat mentransmisikan lebih dari 150 panjang gelombang dengan kecepatan untuk masing-masing gelombang dapat mencapai 10 Gbps, sehingga sistem ini mampu mentransmisikan lebih dari terabit per detik.

Teknologi DWDM memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital Hierarchy) dan biasanya menggunakan laser dengan bitrate hingga mencapai 10 Gbps (OC-192/STM-64) sehingga untuk saat ini teknologi DWDM merupakan teknologi yang memiliki bitrate paling besar.

Melihat keunggulan sistem DWDM, memungkinkan sistem ini cocok untuk diterapkan sebagai saluran utama (backbone). Pada perkembangan teknologi selanjutnya tidak menutup kemungkinan sistem DWDM ini dapat di teknologi DWDM secara umum yaitu: • Cocok diaplikasikan sebagai saluran

• Memiliki Bandwidth yang sangat lebar, sehingga mampu memberikan layanan data, voice, bahkan video.

• Lebih fleksibel apabila suatu saat jaringan membutuhkan trafik yang lebih besar.

2.3

Komponen-Komponen pada DWDM

Komponen – komponen yang digunakan dalam teknologi DWDM ini diantaranya:

 Sumber cahaya.

Sumber cahaya berfungsi sebagai pembangkit sinyal dalam bentuk cahaya yang mengubah sinyal informasi menjadi sinyal optik dimana terdapat informasi didalamnya. Sumber cahaya yang digunakan adalah Injection Laser Diode (ILD).

 Serat optik yang digunakan.

Jenis serat optik yang digunakan dalam sistem DWDM adalah single mode, karena daerah kerja yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis lain (multi mode) sehingga serat optik yang menggunakan tipe single mode sangat cocok untuk komunikasi optik jarak jauh yang memerlukan kecepatan tinggi dan rugi-rugi yang kecil.

Reconfigurable Optical Add/Drop Multiplexer (ROADM).

(3)

Gambar 2 Add/Drop Multiplexer

● EDFA sebagai penguat optik.

Penguat EDFA terdiri dari serat optik yang intinya dikotori dengan bahan erbium kurang dari 0,1 %, dimana ion-ion erbium dipompa ke level energi yang lebih tinggi dengan jalan penyerapan sinar dari sumber pompa. Penguat ini bekerja pada panjang gelombang 1550 nm, dan memiliki gain yang sangat tinggi yaitu sekitar 20 dBm. Teknologi EDFA ini dapat membuat teknologi DWDM bekerja pada frekuensi 1550 nm

● OXC sebagai switching.

Optical Cross Connect (OXC) merupakan suatu perangkat yang menyediakan fungsi switching dari M-input ke output port, dimana setiap port terdiri dari sekumpulan panjang gelombang yang dimultipleks secara DWDM. ● Wavelength Selective Element.

Komponen ini diperlukan untuk pemilahan sinyal pada perangkat DWDM mengingat pada sistem DWDM melewati sinyal dengan beragam panjang gelombang. Komponen ini memiliki kemampuan high selectivity dan low crosstalk mengingat spasi antar panjang gelombang sangat berdekatan yaitu sekitar 0,4 – 2 nm.

Wavelength Converter.

Perangkat ini berfungsi untuk melakukan perubahan sinyal tertentu dari panjang gelombang satu ke lainnya. Tujuannya untuk menjaga kualitas sinyal yang dilewatkan tetap terjamin. Seperti terlihat pada gambar 3.10 yang menunjukan proses yang dilakukan oleh wavelength converter.

Gambar 3 Kinerja Wavelength Converter

● DCU (Dispersion Compensation Units)

DCU merupakan sebuah perangkat yang berfungsi sebagai memperbaiki kualitas sinyal optik, kendala utama pada komunikasi DWDM 10 Gbps ini adalah adanya dispersi yang cukup besar sehingga menimbulkan error di sisi

penerima. Oleh karena itu, DCU ini diperlukan untuk mengurangi efek disperse yang terjadi. Proses yang dilakukan DCU dapat dilihat seperti gambar 3.11 dibawah ini

Gambar 4 Proses Kerja DCU ● Routing Module

Perangkat ini berfungsi untuk melakukan routing seperti pada jaringan biasanya, yaitu membagi-bagi kanal informasi berdasarkan time slot-nya sesuai dengan algoritma tertentu agar dapat mencapai tujuan dengan kondisi baik. Proses yang dilakukan routing mode dapat dilihat pada gambar 3.12 berikut.

Gambar 5 Cara Kerja Routing Module

Attenuator

Alat ini berfungsi untuk meredam sinyal optik yang level dayanya dianggap terlalu besar. Apabila level daya yang diterima perangkat terlalu besar, dapat menimbulkan kerusakan pada alat. Oleh karena itu attenuator digunakan bila level daya yang diterima perangkat diatas ambang batasnya.

2.4 CTP ( Cisco Transport Planner)

(4)

mengubah parameter – parameternya. CTP dapat menampilkan secara rinci dari suatu site yang dibangun pada jaringan optik dan menyediakan pula rincian harga/Bill of Material (BOM) secara kumplit.

3. DWDM PT CPI

Saat ini sistem saluran backbone pada PT CPI menggunakan saluran serat optik dengan tipe ITU-T G.652-SMF. Saluran utama telekomunikasi PT CPI menggunakan sistem DWDM dengan perangkat dari Cisco tipe ONS 15454 MSTP. Jalur yang dipasang pada backbone melewati beberapa node yaitu:

 Rumbai Main Office (RBI MO)

 Rumbai Tower (RBI TWR)

 Minas Communication (MNS COM)

 Minas Tower (MNS TWR)

 Kota Batak Junction (KBJ)

 North Duri (ND)

 Duri Main Office (DRI MO)

 Dumai Main Office (DMI MO)

Berikut ini adalah tabel traffic matrix untuk sistem jaringan di PT CPI saat ini dan trafic matrix rancangan untuk proyekNextGen:

Tabel 1 Traffic Matrix PT CPI saat ini:

Tabel 2 Perencanaan Traffic Matrix PT CPI

Bentuk topologi yang digunakan

pada jaringan DWDM di PT CPI

berbentuk ring. Dimana terdapat 2 buah

router untuk node RBI MO, MNS COMM,

DRI TWR, dan DMI MO. Fiber optic

yang menghubungkan tiap distrik

berjumlah sepasang, sehingga apabila

salah satu serat optik tidak dapat bekerja,

dapat dialihkan ke sarat optik yang

lainnya. Topologi jaringan DWDM yang

digunakan PT CPI dapat dilihat di gambar

berikut:

Gambar 6 Topologi Jaringan Backbone DWDM Sumatera PT CPI

3.1 Latar Belakang Peningkatan Kapasitas Jaringan DWDM 10 Gbps PT CPI

Pada awalnya sistem jaringan backbone yang digunakan oleh PT CPI memiliki kecepatan 1 Gbps, dimana Rumbai sebagai pusat Data Center dengan backup di Duri. Apabila jaringan yang menghubungkan Rumbai MO dengan Duri Tower yang melalui RBI TWR – MNS COMM - KBJ terputus, sistem komunikasi masih dapat berjalan dengan baik melalui jalur MNS TWR – ND – DMI MO.

Kendala yang awalnya terjadi akibat peningkaatan peningkatan ini adalah munculnya dispersi yang cukup besar yang mengakibatkan jalur komunikasi RBI MO menuju DRI TWR melalui MNS TWR – ND – DMI MO tidak dapat berjalan. Apabila jalur utama komunikasi DWDM 10 Gbps mengalami gangguan atau terputus, maka tidak ada jalur yang mem-backup komunikasi tersebut.

(5)

DWDM 10 Gbps pada jalur MNS TWR – ND – DMI MO dapat berjalan dengan baik.

Saat ini PT CPI kembali melakukan proyek peningkatan kapasitas data karna seiring dengan perkembangan teknologi yang digunakan PT CPI dalam proses produksi, dibutuhkan perangkat jaringan LAN yang mendukung 10 Gbps untuk menyediakan akses yang memadai untuk pengolahan data produksi Minyak dan Gas dimana proyek ini disebut dengan NEXTGEN OIL & GAS.

Rendahnya kinerja Next Gen dan adanya hambatan pada uplink yang berdampak pada semua aplikasi-aplikasi yang membutuhkan transmisi data dimana Kondisi perangkat saat ini mayoritas kapasitas datanya untuk uplinks LAN yang ada hanya memiliki kapasitas bandwidth 1Gbps dan Jakarta LAN Backbone memiliki kapasitas 2Gbps bandwidth rata-rata untuk uplink, sementara Aplikasi NextGen saat ini memerlukan bandwidth yang besar (lebih dari 500Mbps per pengguna per sesi). Tentu proyek peningkatan kebutuhan Bandwidth yang dilakukan ini juga digunakan untuk kebutuhan aplikasi bisnis lainnya.

Dengan kondisi yang demikian PT CPI memerlukan pembaharuan jaringan yang mampu menyediakan bandwidth yang cukup untuk pengguna yang mengakses NextGen Oil & Gas di SMO & JVO dengan meng-upgrade perangkat Jaringan LAN yang mendukung koneksi 10Gbps yakni baik jaringan utama (Backbone) LAN dan akses switch untuk SMO (Rumbai, Minas & Duri) dan Jakarta sebagai pusat agar memiliki sistem LAN Backbone dan Akses switch dengan kapasitas minimal 10 Gbps untuk menjamin akses yang memadai dari proyek NextGen Oil & Gas.

3.2 Perhitungan Parameter Perancangan 3.2.1 Atenuasi

Pada tahap ini akan dilakukan perhitungan untuk mencari atenuasi total setiap span berdasarkan spesifikasi vendor yang kemudian akan dibandingkan dengan atenuasi hasil perhitungan secara teori dan atenuasi hasil simulasi software CTP.

Perhitungan attenuasi total dari link serat optik merupakan penjumlahan total dari atenuasi setiap komponen pada setiap span, ditambah dengan pengaruh temperatur udara yang berakibat pada loss saluran. Secara keseluruhan rumus yang digunakan untuk menghitung atenuasi setiap span adalah:

At = m.αc + n.αsp + L.αf + M

Dimana:

At = Attenuasi / Susut Daya Total M = Jumlah konektor

αc = Susut Daya Konektor (dB/Konektor)

n = Jumlah Splice

αsp = Susut Daya Splice (dB/Splices)

L = Panjang serat optik

αf = Loss Factor (dB/Km)

M = Ekstra Margin (dB)

Untuk mencari total attenuasi tiap span, dapat mengacu pada losses serat optik dari Vendor, yaitu:

Loss Factor = 0,25 dB/Km

Splices = 0,1 dB

LossConnector= 0,25 dB/ Connector

Repair = 0,013 dB/Km

Cable Aging = 0,006 dB/Km

Climatic = 0,01 dB/Km

ODR = 1 dB

Extra Margin = 5 dB

Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan berdasarkan spesifikasi vendor, dimana faktor usia dan suhu juga di perhitungkan meskipun redaman yang dihasilkan tidak begitu besar.

Tabel 3 Perhitungan Atenuasi Total Berdasarkan Spesifikasi Vendor

Keterangan:

A = Jarak (Km) B = Loss Factor (dB) C = Loss Connector (dB) D = Splices (dB)

E = Repair (dB) F = Cable Aging (dB) G = Climatic (dB) H = ODR (dB) I = Margin (dB)

Dari tabel di atas didapatkan bahwa redaman / loss yang paling besar yang menghubungkan antara site Rumbai dan site Duri adalah jalur bawah, yaitu melewati site MNS TWR, ND, dan DMI yaitu sebesar 112,004 dB.

(6)

Tabel 4 Atenuasi Berdasarkan Software CTP

Loss SOL merupakan total rugi-rugi yang terjadi pada setiap site daam satuan dB. Hasil atenuasi yang didapat secara hitungan manual berdasarkan data vendor berbeda dengan hasil atenuasi yang didapat dari software CTP. Hal ini dikarenakan pada software CTP tidak memperhitungkan redaman yang diakibatkan oleh splices, suhu, Margin, dan juga ODR. Dalam perhitungan loss-nya, CTP hanya melibatkan loss factor serat optik dan juga redaman tiap connector-nya saja sehingga hasil yang didapat lebih kecil bila dibandingkan dengan perhitungan secara manual.

3.2.2 Dispersi

Pada proyek peningkatan kapasitas yang dilakukan sebelumnya pada tahun 2010, dilakukan pemasangan jaringan DWDM 10 Gbps menghubungkan antara node RBI MO dengan DRI TWR. Jalur DWDM 10 Gbps dapat berjalan dengan baik bila melewati jalur atas yang melalui site RBI TWR – MNS COMM – KBJ – DRI TWR. Sedangkan pada jalur bawah yang melewati site MNS COMM – ND – DMI MO – DRI TWR tidak dapat berjalan dengan baik. Apabila jalur utama komunikasi DWDM 10 Gbps terputus, maka komunikasi DWDM 10 Gbps antara RBI MO dengan DRI TWR tidak akan berjalan dikarenakan tidak ada jalur untuk backup-nya.

Kemungkinan besar komunikasi jalur bawah tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena jalur yang menghubungkan antar site terlalu jauh. Berbeda dengan jalur atas yang memiliki jarak antar site yang tidak terlalu jauh. Jarak antar site yang jauh akan berakibat pada semakin besarnya nilai loss dan juga chromatic dispersion. Dikarenakan bit rate yang mencapai 10 Gbps, apabila performansi jaringan dibawah standar atau terjadi failure jaringan hal ini akan berakibat pada besarnya informasi yang hilang. Hal ini yang mendasari mengapa jaringan pada jalur bawah tidak dapat berjalan dengan baik. Chromatic dispersion dapat ditangani dengan memasang DCU pada site tertentu sehingga sistem dapat berjalan dengan baik.

Namun saat ini kembali dibutuhkan peningkatan kapasitas sesuai permasalahn yang telah dipaparkan pada penjelasan dalam bab sebelumnya. Untuk mengatasi masalah tersebut PT CPI telah merancang peningkatan kapasitas data menjadi 10

Gbps di beberapa site, rancangan yang akan dilakukan seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 7 Perancangan Penambahan jaringan LAN 10 Gbps

Dari gambar terlihat upgrade jaringan yang akan dilakukan yakni pada site RBI TWR dengan MNS COM dan site MNS TWR dengan ND. Saat ini Modul yang digunakan pada site-site tersebut hanya sebesar 1 Gbps sehingga akan dilakukan upgrade jaringan hingga menjadi 10 Gbps. Perancangan upgrade komponen DWDM untuk meningkatkan kapasitas data menjadi 10 Gbps yang akan dilakukan PT CPI ini dapat dilihat pada tabel yang terdapat didalam gambar diatas.

Diprediksi dampak dari peningkatan kapaitas ini adalah jalur yang melewati ring back up akan tidak berjalan dengan baik karna jarak yang sangat jauh yang akan menyebabkan rugi-rugi dispersi yang besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan perhitungan antara dispersi yang akan timbul dengan DCU yang diperlukan sebagai alat yang digunakan untuk mengkompresi nilai dispersi.

Untuk melakukan perancangan perhitungan tersebut dilakukan beberapa model perhitungan yaitu dengan perhitungan manual dan perhitungan yang didapat dari hasil simulasi menggunakan CTP.

3.2.2.1 Perhitungan Manual Chromatic Dispersion

(7)

sehingga apabila nilai dispersi kromatiknya lebih lebih besar dari 1000 ps/nm perlu adanya penambahan Dispersion Compensating Unit (DCU).

Tabel 5 Perhitungan Manual Chromatic Dispersion

untuk Setiap Link

Berdasarkan hasil dari peningkatan kapasitas menjadi 10 Gbps pada site DRI TWR dengan RBI MO yang dilakukan pada tahun 2010 lalu dibutuhkan beberapa DCU yang diletakan dibeberapa site sesuai dengan tabel 6 berikut ini :

Tabel 6 DCU yang telah digunakan PT CPI

Pada table 7dibawah diperoleh besarnya chromatic dispersion total antara site RBI TWR menuju MNS COM dari node B MNS COM ke node A RBI TWR dan dari node A RBI TWR ke node B MNS COM melalui ring yang panjang yakni sebesar 5613,93 ps/nm. Sedangkan berdasarkan spesifikasi Cisco, batas maksimum dispersi untuk kecepatan 10 Gbps disisi penerima sebesar 1000 ps/nm oleh karena itu memang perlu adanya penambahan komponen DCU dibeberapa site. Berikut ini hasil perhitungan CD pada rute ring yang memiliki jarak yang panjang:

Tabel 7 Perhitungan CD Jalur node B MNS COM ke node A RBI TWR

Berdasarkan tabel 8 diperoleh besarnya chromatic dispersion total antara site ND menuju MNS TWR dari node B MNS TWR ke node A ND dan dari node A ND ke node B TWR melalui ring yang panjang yakni sebesar 5648,13 ps/nm. Berikut ini hasil perhitungan CD pada rute ring yang memiliki jarak yang panjang:

Tabel 8 Perhitungan CD Jalur node node B MNS TWR ke node A ND

Berdasarkan perhitungan pada tabel 8, memang perlu adanya penambahan beberapa DCU dibeberapa site baik disisi A maupun disisi B agar dispersi yang diterima di setiap site tidak melebihi 1000 ps/nm. Berdasarkan tabel tersebut, diharuskan adanya penambahan spesifikasi DCU yang pada awalnya telah dimiliki oleh PT CPI. DCU yang pada awalnya ada di sisi B site-MNS TWR (DCU 350), ND (DCU 1150), DMI MO (DCU 1150), dan DRI TWR (DCU 950) ternyata tidak cukup untuk mengkompresi dispersi yang diperhitungan akan timbul. Dan sesuai dengan perhitungan diatas pada sisi B site DRI TWR diperlukan penambahan DCU 350 dan KBJ OLD diperlukan penambahan DCU 1150.

Dari perhitungan diatas terlihat bahwa perancangan penambahan DCU yang telah dilakukan sebelumnya masih mampu mengatasi perkiran dispersi yang muncul pada ND menuju MNS TWR sehingga tidak memerlukan penambahan DCU lagi. Berikut merupakan gambar perancangan penambahan DCU dengan perhitungan manual :

(8)

3.2.2.2

Perhitungan Software CTP

Penambahan DCU berdasarkan software

CTP bersifat otomatis, kita cukup memasukan

spesifikasi jaringan DWDM yang ada di PT CPI

sesuai dengan lahkang-langkah yang telah

dipaparkan pada bab 3, kemudian klik tombol

Analyze network, secara otomatis software CTP

akan menenambahkan komponen DCU dengan

spesifikasi tertentu di site yang memang perlu

adanya penambahan komponen DCU. Berikut

ini adalah gambar jaringan DWDM yang ada di

PT CPI berdasarkan software Cisco Transport

Planner (CTP):

Gambar 9 Jaringan DWDM PT CPI berdasarkan

Software CTP

Ketika menggunakan CTP kita dapat

melihat langsung sistem DWDM yang kita

rancang secara terperinci, baik secara nilai-nilai

parameter yang mempengaruhi sistem DWDM,

routing, kondisi antar site, layout dari modul

yang kita butuhkan, rugi – rugi jaringan baik

yang disebabkan oleh faktor - faktor yang

dipengaruhi komponen-komponen yang kita

gunakan, yang disebabkan faktor eksternal

seperti jarak yang mempengaruhi dispersi, dll.

Selain itu CTP juga memberikan analisis tentang

perkiraan biaya yang harus

dikeluarkan, tentu khususnya dengan menggunakan modul Cisco.

Tabel 9 DCU berdasarkan CTP

Berdasarkan tabel diatas jaringan DWDM di PT CPI memang memerlukan tambahan perangkat

DCU untuk mengurangi error akibat chromatic dispersion. Pada perhitungan menggunakan software CTP, komponen DCU yang diperlukan agar jaringan DWDM 10 Gbps dapat berjalan dengan baik membutuhkan DCU yang memiliki nilai kompresi lebih besar dibanding dengan perhitungan secara manual, yakni memerlukan tambahan 2 buah DCU 1350 sedang dengan menenggunakan perhitungan manual bisa hanya dengan DCU 1150. Kekurangan dari solusi yang diberikan oleh software CTP adalah akan menambah cost yang harus dikeluarkan PT CPI.

Tabel 10 Perbandingan Harga DCU berdasarkan CTP dan Perhitungan Manual

Pada Tabel 10 hanya menunjukan jumlah DCU yang dibutuhkan jaringan DWDM pada PT CPI tetapi belum menunjukan posisi DCU akan diletakkan. Untuk mengetahui penempatan DCU tersebut kita dapat melihat posisi DCU dari layoutnya.

Dari layout pada masing – masing site, dapat digambarkan hasil perancangan peningkatan kapasitas jaringan DWDM pada PT CPI adalah sebagai berikut :

Gambar 10 Perancangan penambahan DCU dengan CTP

4. Kesimpulan

(9)

1. Komunikasi DWDM link 10 Gigabit yang melewati jalur dengan rute ring yang memiliki jarak yang panjang diperkirak

2. an tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan besarnya chromatic dispersion yang terjadi pada link tersebut dimana memiliki nilai yang melebihi toleransi dari perangkat CISCO ONS 15454 MSTP yaitu 1000 ps/nm.

3. Untuk mengatasi permasalahan komunikasi akibat chromatic dispersion, perlu adanya penambahan komponen DCU (Dispersion Compensation Unit) di beberapa site untuk mengurangi chromatic dispersion yang terjadi agar besarnya tidak melebihi 1000 ps/nm di setiap site.

4. Penambahan komponen DCU pada rute ring yang memiliki jarak yang panjang berdasarkan hitungan secara manual sebanyak 12 buah, berdasarkan software CTP juga sebanyak 12 buah namun dengan penawaran tipe DCU yang berbeda-beda dimana secara cost yang harus dikeluarkan berdasatkan CTP lebih besar dibanding dengan hasil perhitungan manual.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Tombang ,Muhammad Abdi .2011. Analisa Dispersi Terhadap Bitrate Di Jaringan Dense Wavelength Division Multiplexing (Dwdm) Pt. Chevron Pacific Indonesia. Pekanbaru: Program Studi Teknik Elektronika Telekomunikasi Politeknik Caltex Riau

[2] Adhiyogo,Iqbal dan Widodo, Mohammad Widyanto. 2010. Studi Kasus Implementasi Link 10 Gigabit Pada Jaringan Backbone Dwdm Sumatera Pt Chevron Pacific Indonesia. Bandung : Fakultas Elektro Dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom

[3] Sinaga, Eli Lama Sabachtani.2011. Analisa Sistem Proteksi Jaringan DWDM Jakarta-Pekanbaru Menggunakan Serat Optik. Depok : Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia

[4] Cisco System. 2010. Cisco Transport Planner Release 9.2 DWDM Operations Guide. USA : Cisco System, Inc. http://www.cisco.com

[5] Americas Headquarters. 2012. Cisco ONS 15454 DWDM Reference Manual Product and Software Release 9.1. USA : Cisco System, Inc. http://www.cisco.com

BIODATA

Hana’ Ad’ha Rodhiah (21060110120052) Lahir di Duri, 11 Juni 1992. Menempuh pendidikan di SD S IT Mutiara Duri, SMP S IT Mutiara Duri, SMA S Cendana Duri, dan sekarang tercatat sebagai Mahasiswa Teknik Elektro UNDIP, Angkatan 2010, Konsentrasi Telekomunikasi.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(10)
(11)
(12)

Gambar

Gambar 1 Prinsip dasar sistem WDM
Tabel 1 Traffic Matrix PT CPI saat ini:
Tabel 3  Perhitungan  Atenuasi  Total
Tabel 4 Atenuasi Berdasarkan Software CTP
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan Avicel PH 102/SDL sebagai bahan filler-binder dan Ac-Di- Sol/Crospovidone sebagai bahan superdisintegrant

Dikarenakan pada kalimat ke-lima memiliki kata yang tidak dimiliki oleh database, dan kata yang tidak terdapat dalam database tersebut merupakan kata bertata bahasa Inggris dan

Karakter 喵 sebagai onomatope untuk mewakili suara kucing, terbentuk dari gabungan 口 kǒu [k’ou] ’mulut’ sebagai komponen pemberi makna, menerangkan bunyi ini dikeluarkan oleh

Prinsip Kerja Jaringan Transport Optik Masa Depan/DWDM adalah mentransmisikan trafik dengan kecepatan n x 2,5 Gbps atau n x 10 Gbps dalam bentuk sinyal-sinyal dengan panjang

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu teknik transmisi yang yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai

Dengan Dm adalah koefisien dispersi dari serat optik. dcu adalah koefisien dispersi kompensator DCU. Dan ε adalah dispersi yang diizinkan oleh transmitter. 4) Power Link

Kinerja jaringan umumnya ditentukan dari berapa rata-rata dan persentase terjadinya tundaan (delay) terhadap aplikasi, jenis pembawa (carriers), laju bit

Sementara itu, tokoh masyarakat (termasuk tokoh adat) dapat mensosialisasikan HIV/AIDS serta narkoba dalam kelompok keluarga untuk mendorong keterlibatan mereka dalam