• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUBRIK UNTUK MENGUKUR KEDEKATAN BAHASA F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RUBRIK UNTUK MENGUKUR KEDEKATAN BAHASA F"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lilitrans Conference 2018 |”Elevating Intercultural Communication” | ISBN 978-602-51506-0-9

i

PROCEEDINGS

LILITRANS CONFERENCE 2018

(The Conference on Linguistics, Literature, and Translation)

“Elevating Intercultural Communication”

The Sun Hotel Madiun, April 14th, 2018

Speakers:

Prof. Dr. Djatmika, M. A.

Dra. A. B. Sri Mulyani, M. A., Ph. D.

Prof. Drs. M. R. Nababan, M. Ed., MA, Ph. D.

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra

(3)

Lilitrans Conference 2018 |”Elevating Intercultural Communication” | ISBN 978-602-51506-0-9

ii

PROCEEDINGS

LILITRANS CONFERENCE 2018

(The Conference on Linguistics, Literature, and Translation) “Elevating Intercultural Communication”

Copy Right © 2018

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Katolik Widya Mandala Madiun

Published by:

Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Katolik Widya Mandala Madiun Jl. Manggis 15-17 Madiun 63131

Telp. (0351) 453328, Fax. (0351) 453167 E-mail: sastrainggris@widyamandala.ac.id

Editor: Christina Maya Irianasari, S.S., M. Hum

Design Cover: Bertha Praditya Octovani

Reviewer:

Drs. Dwi Aji Prajoko, M. Hum. Drs. Obat Mikael Depari, M. Hum. Eko Budi Setiawan, S.S., M. Hum. Priska Meilasari, S.S., M. Hum.

First Published 2018 438 hlm; 210 x 297 mm ISBN 978-602-51506-0-9

All Right Reserved

(4)

RUBRIK UNTUK MENGUKUR KEDEKATAN BAHASA FIGURATIF

DALAM PENERJEMAHAN ULANG

Nur Kholishoh

Department of Linguistics, Faculty of Humanities, Universitas Indonesia email: cholieshoh@gmail.com

Abstract

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah rubrik yang digunakan untuk mengukur kedekatan dalam penerjemahan ulang. Menurut teori penerjemahan ulang Berman, terjemahan yang lengkap adalah yang paling dekat dengan teks sumber. Namun, Berman tidak mendefinisikan kedekatan secara jelas, serta tidak menawarkan parameter untuk mengukurnya. Oleh karena itu, para ilmuwan menggunakan parameter yang berbeda-beda untuk mengukur kedekatannya.Penelitian ini mencoba melihat kedekatan dari aspek bahasa figuratif. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa penerjemahan ulang hanya berlaku pada teks sastra, dan letak keindahan teks sastra terdapat pada bahasa figuratif yang dipakainya.Rubrik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menilai tingkat kedekatan dilihat dari aspek bahasa figuratif. Walaupun begitu, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari rubrik ini, sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk menguji rubrik ini agar bisa digunakan untuk semua jenis teks sastra dan jenis bahasa figuratif yang lain.

Kata Kunci: Rubrik, kedekatan, penerjemahan ulang.

PENDAHULUAN

Praktik penerjemahan ulang telah dilakukan sejak dahulu kala. Namun, teori tentang penerjemahan ulang hingga kini belum mendapatkan perhatian yang serius. Ketika membicarakan tentang terjemahan ulang, yang dimaksud adalah berbagai versi terjemahan, dalam hal ini versi terjemahan dari satu teks sumber ke dalam bahasa yang sama, biasanya selama periode waktu tertentu (Brownlie, 2006, hlm.146). Penerjemahan ulang berbeda dengan revisi. Revisi merupakan kegiatan menerjemahkan kembali teks yang pernah diterjemahkan, dengan mengacu baik sebagian maupun seluruhnya pada terjemahan sebelumnya, sedangkan penerjemahan ulang tidak mengacu pada terjemahan sebelumnya, melainkan memproduksi teks yang benar-benar baru (Koskinen & Paloposki, 2010).

Teori penerjemahan ulang yang dipakai hingga saat ini adalah teori Berman (1990). Ada beberapa poin dalam teori penerjemahan ulang Berman: Pertama, tentang alasan penerjemahan ulang. Menurut Berman, alasan dilakukannya penerjemahan ulang adalah karena terjemahan mengalami penuaan, sedangkan teks sumber tidak mengalaminya. Maka, penerjemahan ulang dilakukan agar terjemahannya selalu baru. Kedua, penerjemahan menurut Berman adalah suatu tindakan yang belum lengkap, sehingga dilakukanlah penerjemahan ulang. Ketiga, terjemahan yang lengkap menurut Berman adalah yang paling dekat dengan teks sumber.

(5)

369

terjemahan sastra dalam beberapa aspek. Sehingga, ada kaitan antara teori penerjemahan ulang dan teori naratif sebagai bagian dari teori sastra. Brownlie kemudian menemukan empat aspek yang relevan. Keempat aspek itu adalah: esensi, kondisi sosial, interpretasi, dan pascastrukturalisme. Keempat aspek itu digunakan Brownlie untuk menganalisis kedekatan terjemahan dengan teks sumber. Teori yang ditawarkan Brownlie tersebut tidak relevan jika diterapkan dalam penelitian ini karena lebih mengarah ke penelitian sastra.

Berbeda dengan Brownlie, Dastjerdi & Mohammadi (2013) menggabungkan teori gaya penerjemah Baker dan teori stilistika Short tentang representasi gaya bercerita dalam narasi untuk melihat manakah di antara dua terjemahan novel Pride and Prejudice berbahasa Persia yang lebih mempertahankan fitur stilistika teks sumber. Tingkat kedekatannya diukur dari 3 aspek, yaitu TTR (Type/Token Ratio), ASL (Average Sentence Length), dan SR (Speech Representation). TTR merupakan ukuran variasi kosakata yang digunakan dalam suatu data korpus tertentu. Nilai TTR didapat dari jumlah total kata dalam teks dibagi jumlah variasi kata. Nilai TTR yang tinggi menunjukkan bahwa penerjemah menggunakan kosakata yang lebih bervariasi. Nilai TTR yang rendah menunjukkan bahwa seorang penulis menggunakan kosakata yang terbatas. Karena fokus penelitian ini bukan pada seberapa bervariasinya kosakata penerjemah, maka nilai TTR yang dipertimbangkan adalah yang paling dekat dengan nilai TTR teks sumber, bukan nilai TTR yang tertinggi atau terendah.

ASL merupakan rata-rata panjang kalimat dalam suatu data korpus tertentu. Nilai ASL didapat dari pembagian jumlah total kata dengan jumlah kalimat yang diakhiri dengan tanda seru, tanda tanya, dan titik. Seperti halnya TTR, nilai ASL yang dipertimbangkan adalah yang paling dekat dengan nilai ASL teks sumber, bukan nilai ASL yang tertinggi atau terendah. SR menunjukkan bagaimana gaya penulis direpresentasikan oleh penerjemah dalam teks terjemahan. Nilai SR didapatkan dari penjumlahan ujaran langsung dan ujaran tidak langsung dalam teks terjemahan. Parameter yang dipakai Dastjerdi & Mohammadi ini juga kurang tepat digunakan dalam penelitian ini karena parameter itu hanya melihat kedekatan dari segi banyaknya variasi kata, panjang kalimat, dan bentuk ujaran tanpa melihat kedekatan dari segi makna.

Selain dua teori di atas, teori transitivitas Halliday juga dapat dijadikan parameter untuk mengukur kedekatan dengan teks sumber. Elaine (2009) meneliti novel The Old Man and The Sea dan empat terjemahannya dalam bahasa Mandarin dengan menerapkan teori tersebut untuk melihat gaya penerjemah dari aspek terjemahan proses di sistem transitivitas dan sekaligus menguji penerapan model transitivitas Halliday. Proses yang dimaksud dalam disertasi Elaine ini merujuk pada verba yang digunakan oleh penulis dan penerjemah. Jika diterapkan dalam penelitian ini, teori transitivitas lebih akurat untuk menganalisis kedekatan terjemahan dengan bahasa sumber. Hal itu karena transitivitas mengategorikan proses (verba) menjadi lima bagian, yaitu: material, mental, relational, behavioural, dan existential. Dengan begitu, jenis verba yang ditemukan akan lebih spesifik dan akan terlihat bagaimana terjemahan verba tersebut dalam bahasa sasarannya: apakah terjemahan verbanya sesuai, dihilangkan, ditambah, atau dimodifikasi. Jika terjemahan verbanya sesuai (tidak mengalami penghilangan, penambahan, dan modifikasi), maka bisa dipastikan penerjemah mempertahankan gaya penulis dan terjemahannya dekat dengan teks sumber.

(6)

transitivitas, akan sangat menghabiskan waktu karena analisisnya yang sangat cermat, rumit, dan rinci.

Penelitian ini mencoba melihat kedekatan dari aspek bahasa figuratif. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa penerjemahan ulang hanya berlaku pada teks sastra, dan letak keindahan teks sastra terdapat pada bahasa figuratif yang dipakainya. Bahasa figuratif dapat memvisualisasikan apa yang dimaksud oleh penulis sehingga pembaca dan penulis memiliki persepsi atau gambaran yang sama tentang benda yang dideskripsikan (Marabout, 2010).

Sebagai contoh, pada kalimat “kau mengamuk memukuli ikan”, pembaca mungkin kurang

bisa membayangkan seperti apa kejadiannya. Tetapi dalam kalimat “kau mengamuk

memukuli ikan itu bagai membacok-bacok batang pohon”, pembaca akan mempunyai persepsi yang sama atau setidaknya menangkap apa yang sedang mencoba digambarkan oleh penulis.

Sedikit berbeda dari Marabout, Chesla mengatakan bahwa bahasa figuratif digunakan untuk melebih-lebihkan kesan, yang tentu saja tidak sama seperti aslinya. Semisal, untuk

menggambarkan “dia berlari sangat kencang”, penulis bisa saja mengatakan “dia berlari sejauh delapan meter per detik” sehingga pembaca memiliki persepsi yang sama dengan

penulis. Namun, kalimat tersebut mungkin kurang terasa sastranya, berbeda dengan kalimat

“dia berlari secepat kilat”. Itulah yang disebut Chesla bahwa bahasa figuratif digunakan untuk menguatkan sense, walaupun penggambarannya terkesan melebih-lebihkan dan kurang tepat.

Oleh karena bahasa figuratif merupakan bahasa yang artistik yang mengandung seni dan menggambarkan gaya penulis aslinya itulah, maka bahasa figuratif hendaknya diterjemahkan sedekat mungkin dengan gaya penulis asli (Rudi Hartono).

It is universally acknowledged that every writer has a literary style and that his style is reflected in his writing. Some will say that a translation should reflect the style of the original and others say that a translation should possess the style of the translator. Xiaoshu dan Dongming (2003, hlm.1)

Para pakar berbeda pendapat dalam penyebutan figurative language di bahasa Indonesia. Kridalaksana menyebutnya sebagai kiasan, Tarigan menyebutnya sebagai majas, dan bahkan ada yang menyamakan figuratif dengan metafora.

Penelitian ini akan menggunakan istilah bahasa figuratif untuk merujuk pada figurative language, karena majas menurut Tarigan pengertiannya lebih luas dari kiasan yang dikemukakan oleh Kridalaksana. Kiasan adalah alat untuk membandingkan atau mengasosiasikan dua hal, sedangkan majas tidak hanya membandingkan dan mengasosiasikan (menautkan) dua hal, tetapi juga mempertentangkan dua hal (majas pertentangan) dan ada juga majas perulangan. Hal tersebut juga menyebabkan cakupan yang dibahas berbeda dan istilah yang digunakan pun menjadi rancu dan tumpang tindih. Seperti misalnya Kridalaksana menggunakan kata kiasan untuk menyebut figurative language, sedangkan Tarigan menggunakan kata kiasan untuk menyebut metaphor.Bahasa figuratif adalah penggunaan bahasa yang tidak lazim, yang tidak bisa dimaknai secara literal karena menggunakan penggambaran atau citra yang lebih imajinatif. Gambaran yang lebih imajinatif tersebut didapatkan dengan membandingkan satu hal dengan hal yang lain. Ada tiga jenis bahasa figuratif yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: simile, metafora, dan personifikasi.

METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian

(7)

371

Williams & Chesterman (2002) yang menyatakan bahwa ancangan kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena tertentu yang mengarah pada kesimpulan dari apa yang mungkin terjadi atau apa yang bisa terjadi pada suatu waktu tertentu, dan tidak memungkinkan untuk menarik kesimpulan dari fenomena yang umum atau universal.

Sementara itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif. Metode komparatif lebih mengarah kepada cara kerja suatu penelitian, yaitu membandingkan suatu data dengan data lainnya Sudaryanto (1992). Dengan cara membandingkan itu, dapat diketahui ada tidaknya hubungan kesamaan dan perbedaan dalam fenomena penggunaan bahasa sebagaimana yang diatur oleh asas-asas tertentu. Definisi yang dinyatakan Sudaryanto adalah untuk metode komparatif dalam ilmu linguistik secara umum. Dalam ilmu penerjemahan, William & Chesterman menyebutnya sebagai model komparatif. Model ini hanya menjejaki sisi terjemahan berdampingan dengan teks sumber. Komparatif di sini digunakan untuk menemukan kesamaan teks sumber dan terjemahannya dari segi fitur linguistiknya.

Jika merujuk pada metode-metode dalam penelitian kualitatif yang dipaparkan oleh Salim (2001), metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Inti studi kasus yaitu kecenderungan utama di antara semua ragam studi kasus. Studi kasus ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan: mengapa keputusan itu diambil, bagaimana keputusan diterapkan dan apa hasilnya? Esensi studi kasus adalah kecenderungan utama dari semua jenis studi kasus yang mencoba menjelaskan keputusan-keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya dan apa hasilnya (Schramm, dikutip dari Yin, 2013). Kasus yang diteliti bisa sederhana dan bisa kompleks, bisa bersifat individual maupun kluster, bisa statis dan dinamis. Yang jelas, kasus harus spesifik dan mempunyai batasan.

Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah intrinsik, yaitu studi kasus yang dilakukan untuk memahami secara lebih baik tentang suatu kasus tertentu. Jadi, studi terhadap kasus ini dilakukan karena peneliti ingin mengetahui secara intrinsik fenomena, keteraturan, dan kekhususan dari suatu kasus, bukan untuk alasan eksternal lainnya.

Sumber Data dan Unit Analisis

Sumber data penelitian ini adalah novel The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway tahun 1952 dan empat terjemahan berbahasa Indonesia edisi lama:

1. Sapardi Djoko Damono (1973) diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya 2. Dian Vita Ellyati (2008) diterbitkan oleh Selasar

3. Yuni Kristianingsih P. (2009) diterbitkan oleh Serambi Ilmu Semesta 4. Deera Army Pramana (2015) diterbitkan oleh Narasi

(8)

mencantumkan bulan terbit, sehingga tidak diketahui manakah yang lebih dulu terbit antara terjemahan Deera atau terjemahan Sapardi.

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metafora, personifikasi, dan simile dalam TSu dan terjemahannya dalam TSa.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Karena Berman tidak mendefiniskan kedekatan, penelitian ini akan mencoba menjelaskan apa itu kedekatan berdasarkan definisi penerjemhan Bassnett.

Translation involves the rendering of a source language (SL) textinto the target language (TL) so as to ensure that (1) the surfacemeaning of the two will be approximately similar and (2) thestructures of the SL will be preserved as closely as possible but notso closely that the TL structures will be seriously distorted. (Bassnett, 2005, hlm. 12)

Jadi, menurut Bassnett, penerjemahan adalah aktivitas menerjemahkan bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) untuk memastikan: 1. Arti dasar keduanya mendekati sama 2. Struktur BSu akan dipertahankan sedekat mungkin tetapi tidak terlalu dekat yang justru akan merusak struktur BSa. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam prosespenerjemahan, yang dipertahankan adalah makna dan strukturnya, tetapi jika struktur tersebut justru merusak maknanya, maka struktur boleh tidak dipertahankan.

Maka, kedekatan yang dimaksud di sini adalah seberapa dekat penerjemah mempertahankan struktur dan makna bahasa sumber. Struktur/bentuk menurut Larson (1988)mencakup kata, frase, klausa, kalimat, paragraph, dll baik lisan maupun tulisan, yaitu bagian struktural bahasa yang biasa terlihat dalam bentuk cetak atau terdengar dalam ujaran.

Larson lebih lanjut mengatakan bahwa penerjemahan merupakan pengalihan dari bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantis. Makna dialihkan dan harus dipertahankan, sedangkan bentuk boleh diubah.

Di penelitian ini, tidak semua terjemahan kata dilihat kedekatannya karena keterbatasan ruang dan waktu. Yang dianalisis kedekatannya di sini adalah bahasa figuratifnya karena ini adalah teks sastra. Bahasa figuratif memegang peranan penting dalam karya sastra karena dapat memvisualisasikan yang dimaksud oleh penulis sehingga pembaca dan penulis memiliki persepsi atau gambaran yang sama tentang benda yang dideskripsikan

(Marabout, 2010). Sebagai contoh, semisal penulis mengatakan “kau mengamuk memukuli

ikan”, pembaca mungkin kurang bisa membayangkan kejadiannya. Tetapi ketika penulis mengatakan “kau mengamuk memukuli ikan itu bagai membacok-bacok batang pohon”, pembaca akan mempunyai persepsi yang sama atau setidaknya menangkap apa yang sedang digambarkan oleh penulis.

Jika Marabout mengatakan bahwa bahasa figuratif digunakan untuk memberi gambaran kepada pembaca agar memiliki persepsi yang sama dengan penulis, Chesla mengatakan hal yang sedikit berbeda dari Marabout. Chesla mengatakan bahwa bahasa figuratif digunakan untuk melebih-lebihkan kesan, yang tentu saja tidak sama seperti

aslinya. Semisal, untuk menggambarkan “dia berlari sangat kencang”, penulis bisa saja mengatakan “dia berlari sejauh delapan meter per detik” sehingga pembaca memiliki persepsi sama dengan penulis. Namun, kalimat tersebut mungkin kurang terasa sastranya.

Berbeda dengan kalimat “dia berlari secepat kilat”. Itulah yang disebut Chesla bahwa

penulis bahasa figuratif digunakan untuk menguatkan sense, walaupun penggambarannya terkesan melebih-lebihkan dan kurang tepat.

(9)

373

Nah, karena yang dibahas di sini adalah bahasa figuratif, maka struktur dan makna yang dibahas di sini akan berkaitan erat dengan objek, citra, dan titik kemiripan (object, image, and sense). Objek adalah apa yang dibicarakan. Citra adalah kejadian/proses/hal yang hendak dipakai bandingan. Sense adalah aspek khusus antara objek dan citra yang punya kemiripan. Contoh: Rani adalah bunga desa, objeknya adalah Rani, citranya adalah bunga desa, dan titik kemiripannya adalah cantik. Titik kemiripan kadang diungkapkan secara eksplisit seperti dalam contoh Rani, si bunga desa itu memang cantik, atau secara implisit seperti dalam contoh: Rani adalah bunga desa. Begitu pula halnya dengan objek. Menurut Parera, objek dapat tampak dalam struktur luar dan dapat pula tidak tampak. Ini berarti dalam analisis makna metafora diperlukan struktur dalam.

Objek, citra, dan titik kemiripan itulah yang membedakan bahasa figuratif, karena secara gramatikal, bahasa figuratif sama dengan pernyataan biasa (Browdle, hlm. 21). Contoh:

Rani, si bunga desa itu memang cantik. (metafora, bahasa figuratif) Rani, putri pak Toto itu memang cantik. (kalimat biasa)

Buih pantai itu seperti mutiara di leher pantai (simile, bahasa figuratif) Buih pantai itu menuju ke pantai (kalimat biasa).

Ada beberapa usulan untuk menerjemahkan bahasa figuratif, diantaranya: a. The translation of metaphor yang diusulkan oleh Newmark (1988) b. The translation of idiom and fixed expression oleh Baker (2011) c. Translating metaphor oleh Dobrzyfiska (1995)

d. Teknik penerjemahan dan beberapa masalah khusus oleh Rochayah Machali (2009)

e. Proposisi Figuratif: Metafora dan Simile oleh Larson (1989) f. Translation of Literary Styleoleh Xiaoshu dan Dongming (2003)

Beberapa usulan tersebut disintesiskan menjadi sebuah rubrik untuk mengukur kedekatan bahasa figuratif.

Rubrik

Kategori

Tingkat kedekatan terjemahan

Parameter/ Indikator

Sangat dekat

10 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan ke dalam

Metafora/Personifikasi/Simile yang makna, bentuk, dan sensenya sama.

9 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan ke dalam

Metafora/Personifikasi/Simile yang bentuknya berbeda, tetapi makna dan sensenya sama.

Dekat

8 Metafora/Personifikasi diterjemahkan dengan simile yang maknanya sama, atau

Simile diterjemahkan dengan Metafora/personifikasi yang maknanya sama, atau

7 Metafora/Personifikasi diterjemahkan dengan simile, ditambah keterangan mengenai sensenya. , atau

(10)

keterangan mengenai sensenya

6 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan mengambil sensenya saja/Parafrasa dan maknanya sesuai

Jauh

5 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan memparafrasa, tetapi maknanya tidak sesuai

4 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan borrowing

Jauh

3 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan dengan borrowing plus keterangan sense

Sangat Jauh

2 Metafora/Personifikasi/Simile dihapus

1 Metafora/Personifikasi/Simile diterjemahkan salah

Contoh:

10. Time is money: waktu adalah uang

9. His face is as white as snow: wajahnya seputih kapas 8. He is an animal: Dia seperti binatang

7. He is an animal: Dia kejam seperti binatang 6. He is an animal: Dia kejam

5. When I brought the fish in too green and he nearly tore the boat to pieces: ketika kuangkat ikan yang masih terlalu buas, yang hampir saja menghancurkan perahuku berkeping-keping. 4. He is a salao: Dia itu salao

3. He is a salao: Dia itu salao, yang mana artinya adalah bentuk terburuk dari kesialan. 2. Miss the boat: Ketinggalan

1. The scars were fresh. They were as old as erosions: Semua lukanya masih baru.

Analisis

a. Metafora

TSu Sapardi Deera Yuni Dian

(11)

375

Terjemahan Sapardi dan Yuni masuk kategori sangat dekat karena metaforanya diterjemahkan ke metafora yang makna, bentuk, citra, dan sensenya sama. Sementara itu, terjemahan Deera masuk kategori dekat karena metaforanya diparafrasa (diambil sensenya saja), dan terjemahan Dian termasuk kategori sangat jauh karena metafora diterjemahkan salah. Letak kesalahannya adalah pada ketidak-konsistenan penerjemah dalam menggunakan pronomina dalam kata saudaranya dan tanganku yang mengakibatkan maknanya berubah dari makna bahasa sumber.

Konteks dari kalimat di atas adalah: Tangan kiri si lelaki tua sedang kram, padahal dia sedang menghadapi ikan yang sangat besar. Dia berharap, kram di tangan kirinya akan segera mereda sehingga tangan kirinya dapat bekerja sama dengan tangan kanannya untuk

menangkap ikan. Lalu dia mengatakan: “There are three things that are brothers: fish and my two hands.” Brothers dalam Cambridge artinya: a man or boy with the same parents as another person; a man who is a member of the same group as you or who shares an interest with you or has a similar way of thinking to you. Sementara itu, ikan dan kedua tangan nelayan tidak mungkin dimaknai dengan arti brother yang sebenarnya. Maka, ada metafora di sini, yaitu ikan dan dua tangan nelayan yang dibandingkan dengan brother.

Di sini tidak dijelaskan letak sense (titik kemiripan) ikan dan dua tangan nelayan dengan brother. Bisa jadi si nelayan tua ingin tangan dan ikan tersebut dapat berkompromi dengan baik layaknya brother (saudara). Yang jelas, terjemahan Deera yang memparafrasa

brother dengan “saling terkait” masih berterima. Sementara itu, terjemahan Dian “Tiga hal yang menjadi saudaranya: ikan itu dan kedua tanganku” menjadi ambigu karena saudaranya dan tanganku akan merujuk kepada orang yang berbeda. Pada kenyataannya, keduanya seharusnya merujuk pada si lelaki tua. Maka terjemahan tersebut bisa dikatakan masuk kategori sangat jauh, kecuali jika Dian menggunakan pronomina sama saudaranya dan tangannya atau saudaraku dan tanganku maka terjemahan akan masuk kategori sangat dekat.

(12)

berlayar. (hlm. 7) Tingkat

kedekatan

10 6 10 10

Terjemahan Sapardi, Yuni, dan Dian masuk kategori sangat dekat karena personifikasinya diterjemahkan ke personifikasi yang makna, bentuk, citra, dan sensenya sama. Sementara itu, terjemahan Deera masuk kategori dekat karena metaforanya diparafrasa (diambil sensenya saja) dan maknanya sesuai. Personifikasinya terletak pada kata caught

yang subjeknya adalah boat. Sementara itu, kita tahu bahwa boat (kapal) adalah benda mati yang tidak dapat menangkap. Tentunya, para nelayan yang berada di kapal itulah yang menangkap ikan, bukan kapalnya. Maka dari itu, Deera yang menerjemahkan caught dengan

“berhasil mendapat”, maknanya lebih jelas, tapi metaforanya hilang yang berarti gaya bahasa penulis asli tidak dipertahankan, maka kategorinya terjemahannya termasuk dekat.

Simile

Similenya terletak pada kalimat they were as old as erosions in a fishless desert. Di kalimat ini, luka-luka yang telah lama itu disamakan dengan tuanya erosi padang gurun tanpa ikan. Terjemahan Sapardi, Yuni, dan Deera masuk kategori sangat dekat karena similenya diterjemahkan ke simile yang makna, bentuk, citra, dan sensenya sama, dan tetap mempertahankan similenya. Sementara itu, terjemahan Deera masuk kategori dekat karena simile tidak diterjemahkan ke simile juga, melainkan diterjemahkan dengan memparafrasa dan maknanya sesuai.

(13)

377

KESIMPULAN

Rubrik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menilai tingkat kedekatan dilihat dari aspek bahasa figuratif. Walaupun begitu, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari rubrik ini. Pertama, rubrik ini masih dipakai untuk menguji 3 jenis bahasa figuratif. Maka, perlu penelitian lanjutan untuk menguji apakah rubrik ini bisa dipakai untuk segala macam jenis bahasa figuratif. Kedua, penelitian ini hanya menyajikan 1 contoh per variabel. Penilaian bisa jadi akan berbeda jika seluruh metafora, personifikasi, dan simile dalam satu novel dianalisis dengan menggunakan rubrik tersebut. Ketiga, rubrik dalam penelitian ini masih digunakan untuk menguji terjemahan dari 1 novel, yaitu The Old Man and The Sea, sehingga sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk menguji rubrik ini agar bisa digunakan untuk semua jenis teks sastra dan jenis bahasa figuratif yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Baker, M. (2011). In other words. London: Routledge.

Bassnett, S. (2005). Translation studies (3rd ed.) London: Routledge

Berman, A. (1990). La retraduction comme espace de traduction. Palimpsestes, 4, hlm. 1-7.

Bowdle, B. F., & Gentner, D. (2005). The Career of Metaphor. Psychological Review, 112(1), 193-216.http://dx.doi.org/10.1037/0033-295X.112.1.193.

Brownlie, S. (2006). Narrative theory and retranslation theory. Across Languages and Cultures, 7(2), hlm. 145-170. doi: 10.1556/Acr.7.2006.2.1.

Chesla, E. (2001). 8th grade reading comprehension success. New York: LearningExpress, LLC.

Dastjerdi, H. V., & Mohammadi, A. (2013). Revisiting “Retranslation Hypothesis”: A

Comparative Analysis of Stylistic Features in the Persian Retranslations of Pride and Prejudice. Open Journal of Modern Linguistics, 3(3), hlm. 174-181.

Dobrzyńska, T. (1995). Translating metaphor: Problems of meaning. Journal of Pragmatics. 24(6), hlm. 595-604. https://doi.org/10.1016/0378-2166(95)00022-K. Elaine Ng, Y. L. (2009). A Systemic approach to translating style: A comparative study of

four Chinese translations of Hemingway’s The Old Man and The Sea (Disertasi Doktoral, University College London).

Hartono, R. (2011). Penerjemahan idiom dan gaya bahasa (metafora, kiasan, personifikasi, dan aliterasi) dalam novel”To Kill A Mockingbird” karya Harper Lee dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (pendekatan kritik holistik) (Disertasi Doktoral, University of Queensland).

Larson, M.L. (1988). Penerjemahan berdasar makna: Pedoman untuk pemadanan antarbahasa. (K. Taniran, Penerjemah). Jakarta: ARCAN.

Machali, R. (2009). Pedoman bagi penerjemah: Panduan lengkap bagi anda yang ingin menjadi penerjemah professional. Bandung: Kaifa.

Marabout, M. O. (2010). Aesthetic effect in arabic-english literary translation: A sample from Gibran Khalil Gibran. (Disertasi Magister, Mentouri University).

Newmark, P. (1988). A textbook of translation (4th ed.). New York: Prentice Hall.

Paloposki, O., & Koskinen, K. (2010). Reprocessing texts: The fine line between retranslating and revising. Across Languages and Cultures, 11(1), hal. 29–49. DOI: 10.1556/Acr.11.2010.1.2.

Salim, A. (2001). Teori dan paradigma penelitian sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

(14)

Williams & Chesterman (2002)Williams, J.,& Chesterman, A. (2002). The map: A beginner’s guide to doing research in translation studies. Manchester: St. Jerome Publishing.

Xiaoshu, S. & Dongming, C. (2003). Translation of literary style. Translation Journal. 7(1). Diakses dari: http://accurapid.com/journal/23style.htm.

Gambar

tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa terjemahan yang paling dekat dengan BSu adalah

Referensi

Dokumen terkait

Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat

nilai kritis L tabel yang diambil dari tabel dengan taraf signifikan ( α = 0,05). Uji

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau research and development (R&D). Model pengembangan yang dipakai adalah model Four-D yaitu pendefinisian,

Aliran kas akhir (Terminal Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan dengan nilai sisa proyek (nilai residu) seperti modal kerja, nilai proyek yaitu penjualan

Amylum Solani yang akan mempengaruhi sifat fisis bedak yang dihasilkan, seperti kandungan lembab, kompresibilitas ( bulk density ), daya lekat, ukuran partikel, stabilitas

Hal tersebut disampaikan H.Nurudin ,SH,MA ( Kepala Departemen Agama Kota yogyakarta ) / sabtu kemarin ketika ditemui Tim Apa kabar Jogja / diakhir acara pelepasan Calon Jamaah

Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara ketepatan jam pemberian makanan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan makanan dengan (p=

19730130 201001 1 003 em Kota Makassar di Makla Satuan Kerja Pekerjaan Pembangunan Prasarana dan Sarana Pemerinta. PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DINAS