• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE

SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA

TAHUN 1999 SAMPAI 2006

Skripsi

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk Mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultsas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh:

WIDIYANTA F1104010

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda. (2) Untuk mengetahui kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan kabupaten Sukoharjo, yangn dihitung dari besaran pertumbuhan PDRB dan PDRB Perkapita, antara sebelum dan selama pelaksanaa Propeda. (3) Untuk mengetahui kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di kabupaten Sukoharjo, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yangn diperoleh dari beberapa sumber, dengan cara mengambil data-data statistik yang diperlukan. Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sukoharjo yang terdiri dari 12 kecamatan. Metode yang digunakan adalah Model Matriks Potensi Daerah, Model Metodologi Klassen, dan LQ (Location Qoetion).

Hasil yang didapat hampir semua daerah wilayah kabupaten Sukoharjo termasuk kategori daerah terbelakang baik sebelum propeda maupun selama propeda. Dengan menggunakan Tipologo Klassen, didapat pergeseran status perekonomian yang berbeda-beda di masing-masing kecamatan di kabupaten Sukoharjo. Misalnya di Kecamatan Kartasura memiliki status maju dan tumbuh yangn terjadi pada tahun 2000, 2003, 2005, 2006, sedangkan pada 2001, 2002, 2004 maju namun tertekan. Dengan perhitungan LQ didapat bahwa pad athu 2000 sampai 2006 rata-rata dibidang pertanian, industri, pengelohan, bangunan, perdagangan hotel, dan restoran, angkutan dan komunikasi, jasa dan pemerintahan termasuk sektor basis. Sedangkan yang termasuk di sektor non basis adalah pertambangan, listrik, air dan keuangan.

Berdasarkan hasil-hasil tersebut maka diajukan saran-saran agar memerintah meningkatkan kinerja sektor-sektor yang kurang maju atau terbelakang.

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul :

ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DIKABUPATEN SUKOHARJO PERIODE

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh team penguji Skripsi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret guna melengkapai tugas-tugas dan memenuhi

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Surakarta, 2009

Tim Penguji Skripsi:

1. Drs. A. Daerobi, MS ( )

2. Drs. Mugi Rahardjo, M. Si ( )

(5)

MOTTO

Ø Jangan melepaskan harapan atau putus asa karena yang kau dambakan sudah

lampau. Meratapi sesuatu yang tidak dapat diperoleh kembali merupakan

kelemahan yangn palig rapuh.

(Kahlil Gibran, “Suara sang Nabi”)

Ø Harapan adalah laksana pelampung bagi jiwa, yang akan mencegah agar tidak

tenggelam dalam keputusan. Keyakinan adalah laksana timah pemberat yang

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis persembahan kepada :

v TUHAN YME

v Bapak dan ibu tercinta

v Kakak dan saudara-saudaraku

v Almamaterku

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu melimpahkan kasih dan berkatNya sehingga penulis mampu menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul ANALISIS PERUBAHAN STRUKTUR

EKONOMI DI KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE SEBELUM DAN SELAMA PROPEDA TAHUN 1999 SAMPAI 2006

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Fakulas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari Pelaksanaa penelitian

hingga tersusunnya skripsi ini tentunya tdak lepas dari dukungan dan bantuan

berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Drs.Mugiraharjo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

pengarahan, bimbingan serta petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak selaku Dekan Fakults Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Ketua jurusan S1 Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Izza Mahruhah, SE, M. Si selaku Sekretaris jurusan S1 Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Wahyono, SP selaku Kepala Sub Bagian Pendidikan Fakultas Ekonomi

(8)

6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan petunjuk hingga terselesainya tugas akhir ini.

7. Teman-teman Ekonopmi Pembangunan Non Reguler angkatan 2004 tanpa

terkecuali terima kasih semua bantuannya.

8. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yanng berguana bagi

penyusun skripsi ini.

Semoga kebaikan dan ketulusan hati mendapatkan balasan dari Tuhan Yang

Maha Esa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu kritik serta saran pembaca sangat penulis harapan, akhirnya penulis

berharap semoga semua tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, ___________2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

ABTRAKS ……….... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN……… iv

HALAMAN MOTTO ……… v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… vi

KATA PENGANTAR ………... vii

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Perumusan Masalah ………... 5

C. Tujuan Penelitian ………... 5

D. Manfaat Penelitian ………. 6

Bab II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paradikma Baru Pembangunan ……….. 7

B. Pembangunan Daerah ……… 10

(10)

D. Tranformasi Struktural ……….. 16

E. Pembangunan Daerah di Era Otonomi ……….. 17

F. Kerangka Pemikiran ……….. 22

G. Penetitian Terdahulu ………. 25

H. Hipotesis ……… 27

BAB III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ………. 28

B. Jenis dan Sumber Data ……….. 28

C. Definisi Operasional Variabel ………... 29

D. Status Perkembangan Wilayah ……….… 30

E. Pergeseran Pertumbuhan Ekonomi ………... 30

F. Basis Ekonomi Sektoral ……….... 31

G. Teknik dan Model Analisa Data ………... 31

H. Jenis dan Sumber Data ……….. 32

I. Teknik dan Model Analisis Data ……….….. 32

BAB VI. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……… 40

B. Pemerintahan ……… 42

(11)

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 68

B. Saran ……… 70

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

IV.1 Matrik Potensi Daerah ……….. 44

IV.2 Model Tipologi Klasen ………. 47

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

(13)

BAB I

P EN D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah ditujukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan tidak hanya

dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional saja, namun juga ditujukan

untuk mameratakan distribusi pendapatan nasional dan hasil-hasilnya. Pemerataan

distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada

daerah untuk meningkatkan tingkat pertumbuhannya dengan kemampuannya

untuk mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh daerah

tersebut.

Pada akhirnya bagi setiap negara yang melaksanakan pembangunan akan

menuju pada peningkatan kemakmuran masyarakat luas atau pemerataan

kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lebih berarti jika diikuti

pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan hasil produksi akan semakin dirasakan

manfaatnya oleh masyarakat.

Pembangunan adalah masalah nasional yang harus secara menyeluruh dan

merata ke segenap pelosok tanah air, maka pembangunan tidak hanya

dilaksanakan oleh pemerintah pusat tapi juga oleh pemerintah daerah dan desa.

lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Pembangunan nasional

(14)

dan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa

Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata

materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Demi berhasilnya

rencana pembangunan dan untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin

timbul dalam tahap pelaksanaannya, pemerintah harus menetapkan kebijaksanaan

pembangunan yang tepat. Dengan adanya kondisi daerah yang berbeda akan

membutuhkan suatu pola pembangunan yang berbeda pula. Suatu pola

kebijaksanaan pembangunan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu

daerah tidak bisa diterapkan secara langsung di daerah yang lain. Peniruan tersebut

belum tentu akan memberikan manfaat yang sama bagi daerah yang lain. Jika akan

membangun suatu daerah kebijakan yang diambil harus sesuai dengan kondisi

(masalah, kebutuhan dan potensi) daerah yang bersangkutan. Masalah pokok

pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan

pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik

secara lokal (daerah).

Perencanaan pembangunan penting sekali dilaksanakan di negara sedang

berkembang. Mekanisme pasar tidak dapat menciptakan pembangunan yang cepat

di negara sedang berkembang. Oleh karena itu campur tangan pemerintah dalam

perekonomian harus dilakukan, dan agar dapat dilakukan dengan efisien haruslah

dibuat perencanaan pembangunan. Di negara maju, walaupun campur tangan

pemerintah diperlukan, hal itu tidak seperti pada negara sedang berkembang

(15)

menciptakan keseimbangan dalam pembangunan daerah banyak ahli-ahli ekonomi

berpendapat bahwa campur tangan pemerintah yang lebih luas haruslah dilakukan.

Agar usaha pembangunan daerah dapat optimal digunakan untuk membangun

perekonomian daerah dan perekonomian secara keseluruhan, maka usaha tersebut

haruslah direncanakan dan diarahkan bukan saja oleh Pemerintah Pusat tetapi juga

oleh Pemerintah Daerah. Perencanaan pembangunan daerah yang efektif harus

bisa membedakan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan,

dengan menggunakan sumber-sumber pembangunan sebaik mungkin yang

benar-benar dapat dicapai, dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap yang

tersedia pada tingkat daerah.

Dalam pasal 1, ayat 5 UU Nomor 32 tahun 2004; disebutkan bahwa Otonomi

Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Pemberian kewenangan yang luas kepada Daerah,

memerlukan koordinasi dan peraturan melalui suatu peraturan perundangan tertentu

untuk lebih mengharmoniskan dan menyeleraskan pembangunan, baik pembangunan

Nasional, Pembangunan Daerah maupun Pembangunan antar daerah. Peraturan

perundangan yang mengatur mekanisme sistem perencanaan pembangunan adalah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN).

Penerapan model analisis ini sekaligus juga digunakan untuk mengevaluasi

(16)

era sebelum maupun selama pelaksanaan Propeda (Program Pembagunan Daerah)

Kabupaten Sukoharjo tahun 2001 – 2005, khususnya untuk kondisi perekonomian di

tingkat kecamatan. Beberpa analisis ekonomi ekonomi regional yang di maksud

antara lain: (i) Analisis Matriks Potensi Daerah; (ii) Analisis Tipologi Klassen; (iii)

Analisis LQ (Location Quotient).

Untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, beberapa langkah yang akan

dilakukan yaitu: Pertama, meneliti komponen PDRB ( Produk Domestik Regional

Bruto), baik atas dasar harga berlaku berlaku maupun harga konstan 1993 di

kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sukoharjo ada 12 kecamatan, baik pada era

sebelum pelaksanan Propeda (tahun 1999 dan 2000) maupun periode selama

pelaksanaan Propeda (tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 2005 dan 2006). Kedua,

melakukan perhitungan PDRB secara diskriptif atas dasar harga berlaku dan juga

harga konstan 1993, baik dari sisi nilai kontribusi dari masing-masing kecamatan

terhadap masing wilayah kecamatan; baik pada era sebelum pelaksanaan Propeda

(tahun 1999 dan 2000) maupun periode selama pelaksanaan Propeda (tahun 2001,

2002, 2003, 2004, 2005 dan 2006). Ketiga, melakukan perhitungan dan analisis

model-model ekonomi regional yang diterapkan untuk masing-masing kecamatan di

Kabupaten pada era sebelum pelaksanaan Propeda (tahun 1999 dan 2000) maupun

periode selama pelaksanaan Propeda (tahun 2001, 2002, 2003 dan 2004), yang

meliputi: (i) Analisis Matriks Potensi daerah; (ii) Analisis Tipologi Klassen; (iii)

(17)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas, maka ada beberapa

perumusan masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Bagiamanakah kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan dan sumbangan

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), antara era sebelum dan selama

pelaksanaan Propeda?

2. Bagaimanakah kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan

di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan PDRB

dan PDRB Perkapita, antara era sebelum dan selama pelaksanaan

Propeda?

3. Bagaimanakah kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di

Kabupaten Sukoharjo, antara era sebelum dan selama pelaksanaan

Propeda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbuhan dan sumbangan PDRB

(Produk Domestik Regional Bruto), antara era sebelum dan selama

(18)

2. Untuk mengetahui kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan

di Kabupaten Sukoharjo, yang dihitung dari besaran pertumbunhan PDRB dan

PDRB Perkapita, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

3. Untuk mengetahui kondisi basis ekonomi sektoral di setiap kecamatan di

Kabupaten Sukoharjo, antara era sebelum dan selama pelaksanaan Propeda.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan

sumbangan informasi kepada pemerintah Kabupaten Sukoharjo tentang

kondisi perekonomian, status perkembangan wilayah, pergeseran struktur

ekonomi, sektor prioritas atau sektor unggulan, kondisi basis ekonomi sektoral

di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, sehingga dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam proses pembangunan di Kabupaten Sukoharjo

2. Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

informasi yang penting bagi kegiatan penelitian lainnya baik bidang yang

sejenis atau yang lainnya, serta untuk menambah pengetahuan dan penerapan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Paradikma Baru Pembangunan

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai perubahan secara mendasar

di bidang kewenangan, pembiayaan pembangunan, kepemerintahan yang bersih dan

bebas KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) melalui seperangkat peraturan

perundangan yang antara lain meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang

telah dirubah dengan UU nomor 32 tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah.

3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas dari Koropsi, Kolusi dan Nepotisme;

4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

5. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Pembendaraan Negara;

6. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara; dan

7. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

(20)

Pembangunan secara umum diartikan sebagai proses jangka panjang dalam upaya

untuk terus meningkatkan pendapatan nasional perkapita penduduk dan masyarakat

menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kata ‘proses’ dalam istilah

pembangunan mengandung arti (Kadiman, 2001:

1. Adanya hubungan kausal antara berbagi faktor dan dimensi baik yang bersifat

ekonomi maupun ekonomi;

2. Faktor non-ekonomi sering menjadi titik tekan yang sangat mempengaruhi

berhasil dan tidaknya proses pembangunan, seperti aspek kelembagaan atau

institusional, pola perilaku (behavioral pattern), aspek sosial budaya, hokum,

politik, dan sebagainya.

3. Proses pembangunan di bidang social juga sangat mempengaruhi keberhasilan

proses pembangunan, seperti pembanguan di bidang pendidikan dan

kesehatan sebagai unsure penting yang menentukan dan mempengaruhi

kualiatas SDM (Sumber Daya Manusia) di suatu negara/daerah/wilayah.

Di lain pihak, kata ‘jangka panjang’ dalam dimensi proses dalam pembangunan

mempunyai makna dan arti (Kadiman, 2001):

1. Pembangunan tidak mungkin diselesaikan dalam waktu yang pendek (satu

tahun) ataupun jangka waktu menengah (lima tahun), melainkan akan

memakan waktu yang relative lama yaitu paling tidak 2 (dua) sampai 3 (tiga)

dasawarsa; dan

2. Pertumbuhan ekonomi dalam arti yang berkelanjutan hanya dapat dilihat dan

(21)

Kalau pertumbuhan yang dikandung dalam konsep pembangunan menunjukan

adanya output, maka pembanguan mencakup peningkatan output yang terkait

dengan perubahan tatanan teknis dan institusional/kelembagaan. Dengan

demikian pembangunan mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar

konsep pembangunan ekonomi semata; apalagi hanya menganut konsep indikator

pembangunan dengan ukuran PDB (Produk Domestik Broto) atau PDRB. Oleh

karenanya, usaha pembangunan suatu negara/wilayah/daerah harus pula meliputi

pembangunan di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya

(Kamaludin, 1998: 10). Secara umum proses pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi pada dasarnya ditentukan dan dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu

faktor ekonomi dan faktor non ekonomi (Kamaludi, 1998 dan Tabuan, 2001):

1. Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi yang dimaksud meliputi SDA (Sumber

Daya Alam), SDM (Sumber Daya Manusia) atau Tenaga Kerja, Permodalan,

dan Tenaga Managerial atau Skill yang mengorganisir dan mengatur proses

produksi. Di samping itu, juga adanya spesialisasi atau pembagian kerja,

perkembangan teknologi dan sebagianya yang menunjang faktor-faktor

produksi tersebut dalam proses produksi dan pembangunan.

2. Faktor Non Ekonomi. Faktor non ekonomi berupa lembaga sosial, kondisi

politik, nilai-nilai moral dan yang sejenisnya yang bukan merupakan faktor

ekonomi yang mempengaruhi, baik menunjang atau menghalangi terhadap

proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu

negara/wilayah/daerah. Lebih jauh diungkapkan bahwa penentu utama bagi

(22)

kapasitas, sikap, adapt istiadat, nilai masyarakat, tujuan dan motivasi, serta

struktur politik dan kelembagaan masyarakat di suatu negara/wilayah/daerah.

Pengalaman pembangunan di Indonesia pada saat terjadinya krisis ekonomi

yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 menunjukkan bahwa faktor-faktor

non ekonomi seperti stabilitas politik, keamanan dan kepastian hukum; sangat

dominant. Sebagai contoh menurunnya investasi (khususnya investasi

langsung semacam PMA (Penanam Modal Asing) yang merupakan faktor

utama penggerak pertumbuhan ekonomi di dalam negeri lebih disebabkan

oleh tidaknya kestabilan politik, tidak adanya jaminan keamanan, serta tidak

adanya kepastian hukum.

B. Pembangunan Daerah

Masalah pembangunan daerah telah lama menarik perhatian para ahli

ekonomi pembangunan. Beberapa kajian dan berbagai penelitian telah banyak

dilakukan. Kajian yang paling awal dilakukan oleh Kuznet (1995) yang

memberikan landasan secara empiris untuk mempelajari distribusi pendapatan

dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan selanjutnya dimulai oleh Borts

(1960), Siebert (1969) dan Richardson (1973)yang menghasilkan suatu tesis

bahwa pertumbuhan ekonomi daerah berhubung dengan ketersediaan 3 (tiga)

faktor; yaitu: (i) Tenaga kerja; (ii) Kesediaan Modal; dan (iii) Kemajuan

Teknologi. Perpindahan faktor produksi khususnya modal dan tenaga kerja

antar daerah, cukup besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu

(23)

sehingga terjadi keseragaman pendapatan perkapita. Myrdal (1974) menyoroti

2 (dua) kekuatan yang bekerja dalam proses pertumbuhan ekonmi, yaitu: (i)

Efek balik negatifl (back-wash effect), dan (ii) Efek penyebaran (spread

effect). Di lain pihak Fisher dan Clark menyoroti transformasi sektoral dengan

mengajukan konsep sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor

sekunder (industri dan bangunan), dan sektor tersier (sektor lainnya PDRB)

Todaro (1998, 2000) Mengemukakan masalah pokok pembangunan daearah

terletak pada penekanan terhadap pkebijakan-kebijakan pembangunan yang

didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development) dengan

memanfatkan SDM (Sumber Daya Manusia), kelembagaan dan sumber daya

fisik lokal. Benziger (1996) mengemukakan perlunya disediakan sarana dan

prasarana untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat. Sarana dan prasarana tersebut merupakan syarat menunjang

keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah. Terakhir, Blakely

mengemukakan tentang tunjuan ekonomi suatu wilayah, yang antara lain

meliputi: (i) mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk

yaitu dengan mengupayakan peningkatan sumberdaya yang lebih berkualitas,

sehingga mampu berperan dalam aktivitas yang lebih produktif; dan (ii)

menciptakan stabilitas ekonomi dengan cara menyiapkan sarana dan prasaran

yang dibutuhkan bagi pengembangan aktivitas ekonomi daerah/wilayah

(Murti, 2002)). Secara umum tujuan dari adanya Pembangunan Daerah, ialah

(24)

1. Mendorong terciptanya pekerjaan yang berkualitas bagi penduduk,

yaitu dengan mengupayakan peningkatan SDM (Sumber Daya

Manusia) yang lebih berkualitas, sehingga mampu berperan dalam

aktivitas yang lebih produktif dibanding dengan yang sudah dilakukan;

2. Berusaha menciptakan stabilitas ekonomi dengan cara menyiapkan

sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi pengembangan aktivitas

ekonomi daerah yang meliputi: penyediaan lahan, tenaga kerja, dana

pembiayaan dan bantuan teknis/manajemen untuk mencegah

timbulnya ketimpangan-ketimpangan yang dapat menghambat

pembangunan;

3. Mengusahakan terciptanya basis diversifikasi aktivitas ekonomi yang

luas, yang diharapkan dapat memperkecil resiko fluktuasi bisnis,

dimana dengan adanya basis ekonomi yang kuat maka resiko fluktuasi

ekonomi regional/wilayah dapat diperkecil.

4. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi dari berbagai

macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti: sandang, pangan,

papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.

5. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan

pendaptan tetapi juga meliputi pertambahan penyediaan lapangan

kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas

nilai struktual dan kemanusiaan yang kesemuanya tidak hanya untuk

memperbaiki kesejahteraan materiil, tetapi juga menumbuhkan jati diri

(25)

6. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta

daerah secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dar

sikap ketergantungan, yang bukan saja pada orang atau daerah lain,

melainkan juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi

merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Dari berbagai pengertian di atas, maka secara umum dapat diartikan bahwa

Pembangunan Daerah adalah suatu proses dimana pemerintah dan masyarakat

mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu

kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta dalam rangka

menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Pembangunan Daerah juga dikatakan suatu proses, yaitu proses yang

mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan

industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk

menghasilan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru,

alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru

(Arsyad).

C. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

dalam suatu masyarakat. Seperti juga diuangkapkan oleh Todaro (2000),

terdiri dari 3 (sektor) faktor, yaitu (i) Akumulasi modal, yang meliputi semua

(26)

Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja serta (iii) Kamajuan teknologi.

Lebih lanjut dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah daya dukung

ekonomi di dalam daerah seperti sumber daya alam, investasi, sumber daya

manusia., prasarana dan sarana penunjang aktivitas. Sedangkan eksernal

adalah bentuk kekuatan dari luar yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

suatu daerah, yaitu campur tangan pemerintah yang diplementasikan dalam

penyaluran dana pembangunan melalui dana impres dan dana bentuk lain

pada daerah atau sektor yang diprioritaskan (Tambunan, 2001).

Pertumbuhan ekonomi daerah lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan

karakteristik daerah terhadapat pertumbuhan ekonomi. Namun demikian

pertumbuhan ekonomi nasional dan regional juga memiliki ciri yang sama, yaitu

memberikan tekanan pada unsur waktu yang merupakan faktor penting dalam

analisis pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan ekonomi nasional

faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah faktor modal, lapangan pekerjaan,

dan kemajuan teknologi. Sedangkan dalam teori pertumbuhan ekonomi daerah

faktor-faktor yang menjadi keutamaan adalah keunggulan lokasi, aglomasi, dan

arus lalu lintas modal antar daerah. Dari beberapa teori yang dapat digunakan

untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi daerah antara lain (Arsyad, 1999)

1. Teori Lokasi. Teori ini pada intinya mengemukakan tentang pemilihan lokasi

yang dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu perusahaan

atau industri umumnya terletak atau berdekatan dengan pasar atau sumber

(27)

mempengaruhi bila suatu perusahaan atau industri memilih lokasi pada salah

satu dari kedua tempat tersebut dengan mempertimbangkan variable ongkos

angkut untuk bahan baku atau ongkos angkut hasil produksi ke tujuan akhir

barang (pasar). Selain masalah tersebut ada faktor-faktor lain yang

mempengaruhi, yang antara laian berupa: upah tenaga kerja, biaya energi,

kesediaan bahan baku, komunikasi, transportasi, kualitas pelayanan

pemerintah daerah, dan sebagainnya.

2. Teori Basis Ekonomi. Teori ini didasarkan pada sudut pandang teori lokasi,

yaitu bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh

jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh daerah

tersebut sebagai kekuatan ekspor. Hal ini berarti, dalam menentukan strategi

pembangunan harus disesuiakan dengan keunggulan lokasi yang dimiliki guna

meningkatkan pertumbuhan suatu daerah. Teori basis ekonomi

menyederhanakan perekonomian menjadi 2 sektor, yaitu sektor basis dan

sektor bukan basis. Suatu kegiatan/sektor dikatakan sebagai sektor basis jika

kegiatan tesebut mengekspor barang dan jasa keluar daerah perkonomian atau

menjual kepada daerah-daerah yang dating dari luar perekonomian yang

bersangkutan. Sektor basis berperan sebagai faktor penggerak utama, dimanan

setiap perubahan yang terjadi dalam aktivirtas ekonomi tesebut akan

menimbulkan dampak pengganda (multiplier) terhadap pertumbuhan ekonomi

di sutu daerah. Sebaliknya, sektor non basi adalah sektor barang atau jasa

yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh sektor ekonomi basis yang berada

(28)

3. Teori Tempat Sentral. Teori ini menganggap bahwa ada semacam hierarki

tempat. Setiap sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang

menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut

merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk

daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral bias diterapkan pada

pembangunan ekonomi daerah.

4. Teori Kausasi Kumulatif. Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin

buruk menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi komulatif ini. Dengan

kata lain, kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar

daerah-daerah tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa daerah yang maju

mengalami keunggulan kompetitif dibanding dengan daerah-daerah lain. Hal

ini oleh Myrdal dikenal sebagai backwash effect.

5. Model Daya Tarik. Teori daya tarik adalah model pembangunan ekonomi

yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang

mendasari adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya

terhadap industrialisasi melalui pemberian subsidi dan insentif.

D. Transformasi Struktural

Tranformasi Struktural adalah bergesernya struktural ekonomi suatu

negara/daerah dari sektor primer, menuju ke sektor sekunder dan sektor

tersier. Banyak para ahli ekonomi (Sukirno, 1985) yang menyadari akan

adanya perubahan struktur perekonomian seiring dengan kemajuan

(29)

dan situasi yang terjadi kesatuan unit analisis. Para ahli tersebut anatara lain,

A.G.B (Clark, 1949) (Kuznets, 1966), (Chenery 1960), serta (Chenery dan

Syrqint, 1975).

E. Pembangunan Daerah di Era Otonomi

Secara umum, subtansi mendasar dari UU Nomor 32 tahun 2004 dan

juga UU Nomor 33 tahun 2004 adalah adanya kehendah untuk mendorong

proses pemberdayaan atau peningkatan ekonomi masyarakat, menumbuhkan

prakarsa dan kreatifitas serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam

pembangunan daerah dengan menerapkan prinsip otonomik daerah yang nyata

dan bertanggungjawab, dengan penjelasan selengkapnya sebagai berikut

(Penjelasan UU Nomor 32 Tahun 2004):

1. Prinsip Otonomi Nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan

pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban

yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan kekuasaan daerah. Dengan demikian isi dan jenis

otonomi bagi daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.

2. Prinsip Otonomi yang Bertanggung Jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud

pemberian otonom, yang dasarnya untuk memperdayakan daerah termasuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakn bagian utama dari tujuan

(30)

Seiring dengan kedua prinsip tersebut di atas, penyelenggaraan otonomi daerah

harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu

memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Di

samping itu, juga harus mampu menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan

daerah lainnya dalam arti mampu membangun kerjasama antar daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah terjadinnya ketimpangan antar

daerah (termasuk di dalamnya antar wilayah dan antar kecamatan).

Dalam dokumen Visi, Misi, dan Program dari Presiden dan Wakil Presiden yang

berjudul: “Membangun Indonesia yang Aman, Adil dan Sejahtera”; (Yudhoyono,

Susilo Bambang dan Kalla, M. Yusuf 2004) juga telah memaparkan Agenda

Pembagunan Nasional 2004-2009, yang meliputi:

1. Agenda pertahanan, keamanan, politik dan harmonis sosial untuk menuju

Indonesia yang aman dan damai, dengan program-programnya:

a. Peningkatan rasa saling percaya dan harmonis antar kelompok

masyarakat.

b. Pencegahan dan penanggulangan sparatisme;

c. Penegakan hukum dan ketertiban serta pencegahan dan

penanggulangan kriminalitas.

d. Peningkatan kemampuan pertahanan negara; dan

e. Pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama

internasional.

2. Agenda keadilan, hukum, HAM (Hak Asasi Manusia), dan demokrasi untuk

(31)

a. Pembenahan sistem dan politik hukum (subtansi, struktur dan kultur)

yang menjamin penegakan dan kepastian hukum;

b. Penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa;

c. Penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk;

d. Pengembangan seluas-luasnya kebudayaan yang berlandaskan pada

nilai-nilai luhur;

e. Revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah;

f. Peningkatan kulitas kehidupan dan peran perempuan.

3. Agenda ekonomi menuju masyarakat menuju masyarakat sejahtera, dengan

program-program:

a. Perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja;

b. Peningkatan kinerja dan stabilitas ekonomi makro;

c. Penghapusan kemiskinan;

d. Peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas;

e. Peningkatan akses rakyat terhadap layanan kesehatan yang lebih

berkualitas;

Visi, Misi, dan Program dari Presiden dan Wakil Presiden tersebut kemudian

diimpletasikan dalm PP (Peraturan Presiden) Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Dalam

lampiran tersebut khususnya pada bagian IV yaitu agenda meningkatkan

kesejahteraan rakyat dibahas beberapa bab yaitu mulai Bab 16 sampai Bab 33; yang

selengkapnya meliputi program-progaram sebagai berikut:

(32)

2. Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas;

3. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur;

4. Revitalitas Pertanian;

5. Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

6. Peningkatan Pengelolaan BUMN;

7. Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

8. Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan;

9. Pemantapan Stabilitas ekonomi Makro;

10.Pembangunan Perdesaan;

11.Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Daerah;

12.Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang Berkualitas;

13.Peningkatan Akses terhadap Kesehatan yang Berkualitas;

14.Peningkatan Perlindungan dan Kesehatan Sosial;

15.Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta Pemuda

dan Olahraga;

16.Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama;

17.Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi

Lingkungan Hidup; dan

18.Percepatan Pembangunan Infrastruktur.

(Hartanto, 2001) dalam penelitiannya yang berjudul: ‘Analisis Sektor-sektor

Prioritas yang mendukung Perekonomian Daerah Kota Semarang Propinsi Jawa

(33)

Quotient); telah menemukan adanya sektor-sektor pendukung perekonomian Kota

Semarang selam tahun 1993-1999. Lebih lanjut telah ditemukan bahwa komposisi

struktur perekonomian yang paling dominan adalah sektor perdagangan, hotel dan

restoran. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDRB kota semarang selama

kurun waktu 1993-1999, rata-rata sebesar 33,32%. Sektor yang menjadi basis

ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif, yaitu sektor keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan; sektor listrik, gas dan aair bersih; sektor bangunan, sektor

pengangkutan dan komunikasi; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor

pengangkutan dan komunikassai; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; serta sektor

jasa-jasa (Hartanto, 2001)

(Aswandi dan Kuncoro, 2002) dalam Penelitiannya Yang berjudul : “Evaluasi

Penetapan Kawasan Adalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan”, telah menemukan

kesimpulan yang menarik, yaitu:

1. Dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klassen yang diterapkan di

Propinsi Kalimantan Selatan, telah ditemukan bahwa: (i) Daerah yang

masuk kategori ‘cepat Maju dan Cepat Tumbuh’ adalah Kabupaten Kota

Baru; (ii) Daerah yang masuk Kategori ‘Maju tetapi Tertekan’ adalah

Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala; (iii) Daerah yang masuk

kategori ‘Berkembang Cepat’ adalah Kabupaten Tabalong, Kabupaten

Hulu Sungai Utara, dan Kabupaten Tapin; serta (iv) Daerah yang masuk

ktegori ‘Relatif Tertinggal’ adalah Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah

Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Hulu Sungai

(34)

F. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pada latar belakang masalah, sebagaimana dan juga

tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas, kerangka pemikiran dalam

studi ini, dapat diilustrasikan pada gambar 2.1. Dari kerangka pemikiran

studi pada gambar 2.1, penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis

model-model ekonomi regional sebagai alat analisis untuk penilaian dan

evaluasi kinerja pembangunan daerah, di 12 Kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo pada era sebelum PROPEDA (1998-2000) dan selama

pelaksanaan PROPEDA (2001-2006) di Kabupaten Sukoharjo. Dasar

kajian dalam studi ini lebih banyak menggunakan data PDRB tingkat

kecamatan. PDRB, secara umum diartikan sebagai keseluruhan nilai

tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan

ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah pada periode tertentu.

Keseluruhan kegiatan usaha yang dimaksud, antara lain meliputi

sektor-sektor: (1) Sektor Pertanian; (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian; (3)

Sektor Industri Pengolahan; (4) Sektor listrik,Gas dan Air Minum; (5)

Sektor Bangunan /Kontruksi; (6) Sektor Perdangan, Hotel dan Restoran;

(7) Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Sektor Lembaga Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta (9) Sektor Jasa-Jasa. Pendekatan

yang digunakan untuk menurunkan besaran PDRB ini, adalah Pendekatan

(35)

Suatu kecamatan secara umum akan memiliki tingkat keunggulan pada suatu

sektor tertentu jika kecamatan yang bersangkutan memiliki potensi yang lebih besar

untuk tumbuh dibandingkan kecamatan lainnya dalam 1 (satu) Kabupaten; yang

antara lain disebabkan oleh kepemilikan faktor-faktor produksi yang berlebihan yang

dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan di wilayahnya. Keunggulan daerah dapat

di cari dan diperbandingkan setelah memilahkan 2 wilayah: (i) Wilayah referensi,

yaitu kondisi perekonomian di tingkat Kabupaten Sukoharjo; dan (ii) Wilayah studi,

yaitu kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Sementara itu, suatu suatu

kecamatan memiliki tingkat keunggulan kompetitif pada suatu sektor tertentu jika

sektor di kecamatan yang bersagkutan mempunyai kemampuan untuk tumbuh lebih

cepat dibandingkan sektor yang sama pada perekonomian yang lebih tinggi atau

perekonomian di Kabupaten Sukoharjo. Suatu sektor mempunyai keunggulan

kompetitif yang positif, mempunyai implikasi bahwa share suatu sektor tertentu atas

nilai tambah bruto sektor pembentuk PDRB yang sama ditingkat yang lebih tinngi,

mengalami kenaikan selama kurun waktu analisis; dan akan berlaku sebaliknya jika

keunggulan kompetitifnya bertanda negatif. Dampak dari berbagai perkembangan di

atas juga akan mempengaruhi tingkat ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar

(36)

gambar 2.1 tingkat Kecamat an di Kabupaten Sukoharjo

(37)

G. Penelitian Terdahulu

(Hartanto, 2001) dalam penelitiannya yang berjudul: “Analisis

Sektor-Sektor Prioritas yang Mendukung Perekonomian Daerah

KotaSemarang Propinsi Jawa Tengah”, yang menerapkan Model SS

(Shift-Share)dan Model LQ (Location Quotient); telah menemukan

adanya sektor-sektor mendukung perekonomian Kota Semarang selama

tahun 1993-1999. Lebih lanjut telah ditemukan bahwa komposisi struktur

perekonomian yang paling dominan adalah sektor perdagangan, hotel dan

restoran. Sektor ini memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota

Semarang basis ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif, yaitu

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor listrik, gas, dan

air bersih; sektor bangunan: sektor pengankuatan dan komunikasi;’ sektor

perdagangan, hotel, restoran: serta sektor jasa-jasa.

(Murti, 2002) dalam penelitiannya yang berjudul: “Analisis Transformasi

Strukturaldan Basis Ekonomi di Kabupaten Karanganyar”, yang juga menggunakan

Model SS (Shift-Share)dan Model LQ (Location Quotient);telah menemukan adanya

sektor-sektor yang mendukung perekonomian Kabupaten Karanganyar selamakurun

waktu 1993-1998. Lebih lanjutdijelaskan bahwa basis ekonomi di Kabupaten

Karanganyar adalah sektor pertanian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas,

dan air minum serta sektor jas-jasa (Murti, 2002).

(Aswadi dan Kuncoro, 2002) dalam penelitiannya yang berjudul: “Evaluasi

Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999”, telah

(38)

1. Dengan menggunakan alat analisis Tipologi Klasen yang ditetapkan di Propinsi

Kalimantan Selatan, telah ditemukan bahwa: (i) Daerah yang masuk kategori

‘Cepat Maju dan Cepat Tumbuh adalah Kabupaten Kotabaru; (ii) Daerah yang

masuk kategori ‘Maju tapi Tertekan’ adalah Kota Banjarmasin dan Kabupaten

Barito Kuala; (iii) Daerah yang masuk kategori ‘Berkembang Cepat’ adalah

Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Utar, dan Kabupaten Tapin; serta

(iv) Daerah yang masuk kategori ‘relatif Tertinggal’ adalah Kabupaten Banjar,

Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Sungai

Tengah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,dan Kabupaten Hulu Sungai

Tengah (Aswadi dan Kuncoro, 2002).

2. Dengan menggunakan alat analisis LQ (Location Qutient) yang juga diterapkan di

Propinsi Kalimantan Selatan, telah ditemukan bahwa seluruh Kabupaten pada

kawasan bukan adalah (selain Kabupten Kotabaru, Kota Banjarmasin dan

Kabupaten Hulu Sungai Selatan) memiliki keunggulan yang sama dalam Sub

Sektor Tanaman Bahan Makanan (hasil analisis LQ>1.hal ini juga didukung oleh

kebijakan Penda Propinsi Kalimantan Selatan yang telah menetapkan

pengembangan Sektor Pertanian pada daerah-daerah di kawasan bukan amdalan.

Sedang kawasan andalan memiliki keunggulan pada Subsektor Restoran (kecuali

Kabupaten Kotabaru) dan pada Sebsektor Pengangkutan (kecuali Kabupaten Hulu

Sungai Selatan). Dengan adanya perbedaan dalam keunggulan tersebut,

memungkinkan dilakukannya spesi-aliasi produksi antar daerah sehingga dapat

membuka peluang pertukaran komoditas sesuai dengan kebutuhan masing-masing

(39)

H. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah

penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis

merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap

paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya (Suryabrata).

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa :

1. Kondisi perekonomian di setiap kecamatan di Kabupaten Sukoharjo,

yang diindikasikan dengan besarnya pertumbuhan dan sumbangan

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), diduga mengalami

perbedaan antara era sebelum dan selama pelaksanaa PROPEDA.

2. Kondisi status perkembangan wilayah di setiap kecamatan di

Kabupaten Sukoharjo, yang diindikasikan dengan besaran

pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB

Perkapita, diduga mengalami perbedaan antara era sebelum dan

selama pelaksanaan PROPEDA.

3. Kondisi tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di setiap kecamatan

di Kabupaten Sukoharjo, diduga mengalami perbedaan antara era

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk menjawab beberapa permasalahan di atas, dalam penelitian ini akan

diuraikan metodologi penelitian yang antara lain membahas ruang lingkup penelitian,

jenis dan sumber data, definisi operasional variable serta teknik dan model analisa

data.

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berbentuk survei atas data-data variable makro ekonomi,

khususnya variable PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) beserta

komponen-komponen, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk, dan sebagainya; yang telah

dikumpulkan oleh suatu badan/instansi tertentu (survei atas data sekunder).

Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada variable PDRB beserta

komponen-komponennya, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk di 12 kecamatan di

Kabupaten Sukoharjo (baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan

1993), pada periode sebelum(khususnya tahun 1998, 1999, dan 2000) maupun

pada masa sesudah/selama pelaksanaan PROPEDA di Kabupaten Sukoharjo

(tahun 2001, 2002, 2003, 2004, 205 dan 2006)

(41)

B. Jenis dan Sumber Data

Sebagaimana yang diuraikan di atas, data yang digunakan dalam studi ini,

dikategorikan sebagai data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber,dengan

cara mengambil data-data statistik yang telah diperlukan.adapun beberapa sumber

yang dapat digunakan untuk menglengkapi kebutuhan data yang diperlukan dalam

studi ini, akan diperoleh dari:

1. Sukoharjo Dalam Angka; Buku Laporan Tahunan yang diterbitkan

atas kerja sama BPS dan BAPEDA Kabupaten Sukoharjo.

2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten; Buku Laporan Tahunan

yang diterbitkan atas kerjasama antara BPS dan BAPEDA Kabupaten

Sukoharjo.

3. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan, Buku Laporan Tahunan

yang diterbitkan atas kerjasama antara BPS dan BAPEDA Kabupten

Sukoharjo.

4. Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Sukoharjo Nomor 35 Tahun

2002 tentang PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (PROPEDA)

KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2001-2006.

C. Definisi Operasional Variabel

Defininsi atau konsep serta pendekatan yang akan digunakan untuk menjawab

beberapa perumusan permasalahan, seperti yang telah diuangkapkan dalam BAB

I, yang sekaligus merupakan ruang lingkup dari penelitian ini; yaitu sebagai

(42)

1. Kondisi Perekonomian.

Kondisi perekonomian didapatkan atau diturunkan dari

perhitungan tingkat pertumbuhan dan sumbangan PDRB (Produk

Domestik Regional Bruto) di setiap kecamatan Sukoharjo. Dari hasil

perhitungan yang dilakukan akan didapatkan kondisi atau status

perekonomian di suatu kecamatan terkait kondisi atau status

perekonomian, yaitu apakah masuk dalam kategori: (i) Unggul/Handal;

(ii) Potensial; (iii) Berkembang atau (iv) Terbelakang.

D. Status Perkembangan Wilayah.

Status perkembangan wilayah di suatu kecamatan dihasilkan dari konsep

perhitungan tingkat Perkapita di masing-masing kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo. Dari hasil perhitungan yang akan didapatkan status perkembangan

wilayah di suatu kecamatan, yaitu apakah masuk dalam kategori: (i) Daerah Maju

dan Cepat Tumbuh; (ii) Daerah Berkembang Cepat); (iii) Daerah Maju tetapi

Tertekan; atau (iv) Daerah Relatif Tertinggal.

E. Pergeseran Pertumbuhan Ekonomi

Pergeseran pertumbuhan ekonomi yang dimaksud dalam studi ini

adalah besarnya perubahan atau pergeseran tingkat pertumbuhan selam 2

(43)

menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: (i) Pengaruh pertumbuhan ekonomi dari

perekonomian yang lebih atas (Kabupaten Sukoharjo); (ii) Pengaruh bauran

industri/komposisi industri yang menunjukkan daya tumbuh suatu sektor di

suatu wilayah/kecamatan; serta(iii) Pengaruh keunggulan kompotitif yang

terjadi pada suatu sektor di suatu wilayah /kecamatan.

G. Basis Ekonomi Sektoral

Suatu wilayah/kecamatan dikatakan memiliki basis ekonomi sektoral jika

dalam kecamatan yang bersangkutan mampu menhasilkan barang dan jasa untuk

pasar di kecamatannya sendiri maupun di luar kecamatannya. Jika hal ini terjadi

maka penjualan kenluar kecamatannya akn menghasilkan pendapatan bagi

kecamatan tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar kecamatan akan

menyebabkan kenaikan konsumsi, produksi dan investasi di kecamtan yang

bersangkutan, yang pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan

lapangan pekerjaan atau kesempatan kerja baru.

H. Teknik dan Model Analisis Data

Penelitian ini berbentuk survai atas data-data atau variable makro ekonomi,

khususnya variable PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) beserta

komponen-komponennya, PDRB Perkapita, Jumlah Penduduk, dan sebagainya, yang telah

dikumpulkan oleh suatu badan/instansi tertentu (survai atas data sekunder).

Ruang lingkup penelitian hanya dibatasi pada variable PDRB beserta

(44)

kabupaten Sukoharjo (baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan1993),

pada periode sebelum (khususnya tahun 1998, 1999, dan 2000 maupun pada

sesudah/selama pelaksanaan Propeda di Kabupaten Sukoharjo (2001 2002, 2003,

2004, 2005 dan 2006)

I. Jenis dan Sumber Data

Sebagaimana yang diuraikan di atas, data yang digunakan dalam studi ini,

dikategorikan sebagai data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber, dengan

cara mengambil data-data statistik yang telah ada serta dokumen-dokumen lain yang

terkait dan data yang diperlukan. Adapun beberapa sumber yang dapat digunakan

untuk melengkapi kebutuhan data yang diperlukan dalam studi ini, akan diperoleh

dari:

1. Sukoharjo Dalam Angka; Buku Laporan Tahunan yang diterbitkan atas kerjasama

antar BPS dan BAPEDA Kabupaten Sukoharjo.

2. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten; Buku Laporan Tahunan yang

diterbitkan atas kerjasama antara BPS dan BAPEDA Kabupaten Sukoharjo.

3. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan; Buku Laporan Tahunan yang

diterbitkan atas kerjasama antara BPS dan BAPEDA Kabupaten Sukoharjo.

4. Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Sukoharjo No 35 tahun 2001 tentang

PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (PROPEDA) KABUPATEN

(45)

J. Teknik dan Model Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini, dibagi menjadi 2 (dua),

yaitu: tahap analisis deskriptif dan tahap analisis uji hipotesis. Analisis Deskriptif

dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan komponen

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) di 12 kecamatan di kabupaten

Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. Sedang Analisis Uji hipotesis digunakan untuk

menguji kebenaran dari pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah dirumuskan

dalam hipotesis akan digunakan 4 (empat) rumus, yaitu sebagai berikut:

1. Model Matriks Potensi Daerah

Model matrik Potensi Daerah pada dasarnya diturunkan dari rumus

pertumbuhan dan rumus kontribusi. Rumus ini digunakan untuk mengetahui

posisi perekonomian di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukoharjo

(Kirana, 1998).

Tabel 4.1 Model Matrik Potensi Daerah: Pendukung Analisis Posisi Perekonomian Kecamatan

di Kabupaten Sukoharjo

Catatan: Xi : PDRB di salah satu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo

X : Total PDRB di Kabupaten Sukoharjo

Δ : Tin gkat Pertumbuhan ( ΔXi = [ (Xit-Xit-1) / Xit-1] x 100%)

(46)

Pendekatan Makro (Modul),

Adapun rumus untuk menghitung sumbangan/kontribusi dan pertumbuhan

adalah sebagai berikut:

a. Rumus untuk menghitung sumbangan/kontribusi PDRB masing-masing

kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo ) Arsyad, 1999):

Xit

KE of Xit = --- x 100% ……… (4.1) Xtotal

Dimana:

KE : Kontribusi Ekonomi.

Xit : PDRB kecamatan i pada tahun t.

b. Rumus untuk menghitung pertumbuhan PDRB masing-masing kecamatan di

Kabupaten Sukoharjo (Arsyad, 1999):

Xit-Xit-1

PE dari Xit = --- x 100% ……… (4.2) Xit-1

Dimana:

PE : Pertumbuhan Ekonomi.

Xit : PDRB kecanatan I pada tahun t.

Xit-1 : PRDB kecamatan I pada tahun t-1

Rumus pada Tabel 4.1 di atas, akan digunakan untuk menguji ada

(47)

kabupateen Sukoharjo, baik pada era sebelum maupun era selama pelaksanaan

PROPEDA. Rumus ini mempunyai makna:

a). Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai rasio proporsi

PDRB dan rasio pertumbuhan PRDB kurang dari 1 (satu), maka

perekonomian di kecamatan yang bersangkutan dikategorikan sebagai

Kondisi Perekonomian Potensial;

b). Suatu kecamatan di Kabupoaten Sukoharjo yang mempunyai rasio

proporsi PDRB lebih besar atau sama dengan 1 (satu), sementara rasio

pertumbuhan PDRB-nya kurang dari 1 (satu, maka perekonomian di

kecamatan yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi

Perekonomian Potensial;

c). Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai rasio proporsi

PDDRB kurang dari 1 (satu), sementara rasio pertumbuhan PDRB-nya

lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka perekonomian di kecamatan

yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi Perekonomian

Berkembang;

d). Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai rasio proporsi

PDRB (Produk Domestik regional Bruto) dan rasio pertumbuhan PDRB

lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka perekonomian di kecamatan

yang bersangkutan dikategorikan sebagai Kondisi Perekonomian

(48)

2. Model Tipologi Klassen

Rumus ini digunakan untuk mengetahui status perekonimian di

masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukoharjo (Sjafrizal):

Tabel 4.2. Model Tipologi Klasssen: Pendukung Analisis Status Perekonomian kecamatan di Kabupaten Sukoharjo

PDRB Per Kapita [X]

Pertumbuhan [ ΔX ]

Xi < X Χi ≥ X

ΔXi ≥ ΔX 3) Daerah Berkembang Cepat 4) Daerah Maju dan Cepat Tumbuh

ΔXi < ΔX 1) Daerah Relatif Tertinngal 2) Daerah Maju tapi Tertekan

Catatan: Xi : PDRB Per Kapita di salah satu Daerah/Wilayah. X : PDRB Per Kapita di Daerah/Wilayah yang lebih tinggi.

Δ : Tingkat Pertumbuhan (ΔXi = [(Xit-Xit-1)/Xit-1] x 100%). ΔXi : Pertumbuhan PDRB di salah satu Daerah/Wilayah. ΔX : Pertumbuhan PDRB di Daerah/Wilayah yang lebih tinggi.

Sumber: Sjafrizal. (1997). Pertumbuhan Ekonomi dan ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat.

Rumus pada Tabel 4.2, akan digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

pergeseran status perekonomian dari masing-masing kecamatan di Kabupaten

Sukoharjo, pada era sebelum maupun sesudah/selama pelaksasanaan PROPEDA.

Rumus ini mempunyai makna:

b. Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai tingkat

pertumbuhan PDRB lebih kecil dari tigkat pertumbuhan PDRB lebih

kecil dari tingkat pertumbuhan PDRB di Kabupaten Sukoharjo dan

mempunyai PDRB Perkapita yang juga lebih kecil dari PDRB Perkapita

Kabupaten Sukoharjo; maka perekonomian di kecamatan yang

(49)

c. Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai tingkat

pertumbuhan PDRB lebih kecil dari tingkat pertumbuhan PDRB

Kabupaten Sukoharjo, namun mempunyai PDRB Perkapita yang lebih

besar dari PDRB Perkapita Kabupaten Sukoharjo; maka perekonomian

di kecamatan yang bersangkutan dikategorikan sebagai Daerah Maju

tapi Tertekan;

d. Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai tingkat

pertumbuhan PDRB lebih besar dari tingkat pertumbuhan PDRB

Kabupaten Sukoharjo, namun mempunyai PDRB Perkapita yang lebih

kecil dari PDRB Perkapita Kabupaten Sukoharjo; maka perekonomian

di kecamaan yang bersangkutan dikategorikan sebagai Daerah

Berkembang Cepat; serta

e. Suatu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai tingkat

pertumbuhan PDRB lebih besar dari tingkat pertumbuhan PDRB

Kabupaten Sukoharjo, dan mempunyai PDRB Perkapita yang lebih

besar dari PDRB Perkapita Kabupaten Sukoharjo; maka perekonomian

di kecamatan yang bersangkutan dikategorikan sebagai Daerah Maju

dan Cepat Tumbuh.

3. Model LQ (Location Quotient)

Analisis LQ merupakan teknik analisis model basis ekonomi yang akan

membagi kegiatan ekonomi suatu daerah menjadi 2 (dua) gololngan, yaitu: (a)

(50)

yang bersangkutan, dimana industri semacam ini dinamakan industri basic; dan

(b) Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar hanya di daerah yang

bersangkutan, dimana industri semacam ini dinamkan industri non basic / industri

local

Dasar pemikiran teknik analisis LQ ini adalah Teori Economic Base yang

intinya ‘industri basic’ menghasilkan barang dan jasa untuk pasar di daerah yang

bersangkutan maupun di luar daerah, maka penjualan ke luar daerah akan

menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus pendapatan dari luar

daerah ini menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di daerah

tersebut dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan

kesempatan kerja baru.

Peningkatan pendaptan tersebut tidak hanya maenaikkan permintaan terhadap

‘industri basic’, tetapi juga menaikkan permintaan akan industri ‘non basic (lokal’.

Kenaikan permintaan ini akan mendorong kenaikan investasi pada industri yang

bersangkutan sehingga investasi modal dalam sektor industri lokal merupakan

investasi yang di dorong ) sebagai akibat dari kenaikan industri basic. Rumus untuk

menghitung basis ekonomi sektoral (Arsyad, 1999):

Vi / vt vi / Vt

LQ = --- = --- ………..

(4.4)

Vi / Vt vi / Vt

Dimana:

(51)

vi : Sektor Ekonmi Pembentuk PDRB wilayah studi

vt : PDRB total di wilayah studi

Vi : Sektor Ekonomi Pembentuk PDRB wilayah referensi

Vt : PDRB total wilayah refensi (Kabupaten Sukoharjo)

Terdapat 2 (dua) kategori yang dihasilkan dari perhitunngan LQ (Location

Quotient) dalam perekonomian suatu daerah/kecamatan, yaitu”

a. Jika LQ > 1, maka sektor yang besangkutan di wialayah studi lebih berspesialisasi

atau lebih dominant dibandingkan dengan perekonomian di wilayah referensi

(Kabupaten Sukoharjo). Sektor ini dalam perekonomian di wilayah studi memiliki

keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai sektor basis.

b. Jika LQ < 1, maka sektor yang bersangkutan di wilayah studi kurang

berspesialisasi atau kurang dominani dibandingkan dengan perekonomian di

wilayah referensi (Kabupaten Sukoharjo). Sektor ini dalam perekonomian di

wilayah studi tidak memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagi

sektor non basis.

(52)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Keadaan Geografis

Kabupaten Sukoharjo adalah salah satu di Jawa tengah, letaknya diapit

oleh 6 (enam) Kabupaten / Kota yaitu :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Kota Surakarta dan

Kabupaten Karanganyar

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan

Wonogiri

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten

Boyolali

2. Luas Wilayah

Secara administrasi Kabupaten Sukoharjo terbagi 12 kecamatan yang

terdiri dari 167 Desa/Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo tercatat

46.666 Ha atau 1.43% luas wilayah propinsi Jawa tengah. Kecamatan yan

terluas adalah Kecamatan Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%), sedangkan paling

kecil adalah Kecamatan Kartasura seluas 1.923 Ha (4%) dari luas Kabupaten

Sukoharjo. Menurut penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah sebesar

45.21% (21.096 Ha) dan lahan bukan sawah sebesar 54.79% (25.570 Ha).

(53)

(70.15%), irigasi setengah teknis 1.897 Ha (8.99%), irigasi sederhana 1.937

Ha (9.18%) dan tanah tadah hujan seluas 2.464 ha (11.68%)

3. Letak Dan Batas Kabupaten Sukoharjo

1). Batas-batas Daerah

a. Sebelah Utara : Kota Surakarta

Kabupaten Karanganyar

b. Sebelah Timur :Kabupaten Karanganyar

c. Sebelah Selatan :Kabupaten Gunung Kidul (DIY)

Kabupaten Wonogiri

d. Sebelah Barat :Kabupaten Boyolali

Kabupaten Klaten

2) Letak Daerah

1. Bagian Ujung Sebelah Timur : 110 57’ 33.70” BT

2. Bagian Ujung Sebelah Barat : 110 42’ 6.79” BT

3. Bagian Ujung Sebelah Utara : 7 32’ 17.00” BT

4. Bagian Ujung Sebelah Selatan : 7 49’ 32.00” BT

(54)

1. Wilayah Administrasi

Kabupaten Sukoharjo terbagi dalam 12 Kecamatan, 150 Desa dan 17

Kelurahan, 2.026 Dukuh, 1.438 Rukun Warga (RW) dan 4.428 Rukun

Tangga (RT). Kecamatan Polokarto merupakan kecamatan dengan jumlah

desa terbanyak yaitu desa dan kecamatan dengan jumlah desa terkecil

adalah Kecamatan Bulu, Kecamatan Tawangsari dan Kecamatan Kartasura

dengan masing-masing jumlah desa sebanyak 12 desa.

2. Kepegawaian

Pada akhir tahun 2006 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

Kabupaten Sukoharjo tercatat sebagai peserta TASPEN sebanyak 14.582

orang. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak sebanyak itu terdiri dari 6.384

orang sebagai PNS Pusat (43.78%), 7152 orang sebagai PNS Daerah

Otonom (DO) atau sebesar 49.05% sedangkan 1003 orang sebagai pegawi

BUMN 6.88%. Dan apabila dilihat dari golongan PNS, yang terbesar adalah

PNS golongan III yaitu 6.537 orang (44.83%) dan berturut-turut PNS

golongan II sebanyak 4.533 orang (31.09%), golongan IV sebanyak 3.056

orang (20.96%) dan golongan I sebanyak 456 orang (3.12%).

(55)

Untuk menjaga ketertiban dan keamanan di lingkungan masyarakat,

partisipasi kota Hansip sngat diperlukan. Di Kabupaten Sukoharjo, jumlah

Hansip pada tahun 20046 mencapai 6.506 orang, yang semuanya adalah

Hansip laki-laki. Dan kota Hansip tersebut sebagian besar belum mengikuti

pendidikan kehansipan sebanyak 5.018 orang (77.13%) seangkan yang

sudah pernah mengikuti sebanyak 1.488 orang (22.87%).

4. Catatan Sipil

Jumlah Akte Kelahiran dan Kematian yang dihimpun oleh Dinas

Kependudukan, KB dan Catatan Sipil Kabupaten Sukoharjo pada tahun

2006 tercatat sebanyak 19.116 dan 42. Sementara untuk surat perkawinan,

perceraian dan pengakuan / pengesahan anak pada tahun yang sama

sebanyak 229,10 dan 10.

C. Analisis Data Perkembangan Daerah 1. Model Potensi Matrik

Berdasarkan hasil penghitungan terhadap potensi daerah di seluruh

wilayah Kabupaten Sukoharjo, daerah Kabupaten Sukoharjo teramasuk salah

satu daerah yang paling berpotensi dari semua elemen pembentuk PDRB,

berikut adalah tabulasi matrik potensi daerah beserta interprestasinya di

(56)

Gambar

gambar 2.1
Tabel 4.1 Model Matrik Potensi Daerah: Pendukung Analisis Posisi Perekonomian Kecamatan
Tabel 4.2.
Tabel. IV. 1

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan zeolit yang diaktivasi dengan asam H 2 SO 4 variasi konsentrasi dan variasi jumlah penambahan katalis dalam proses esterifikasi pada

Semua biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa kontruksi untuk mengikuti pembuktian kualifikasi sepenuhnya merupakan beban penyedia jasa konsultasi dan

maka dengan ini diumumkan bahwa Pemenang Lelang paket pekerjaan dan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : PEMENANG :.. Nama Perusahaan

[r]

[r]

Undang, Dkk (2006:3) menjelaskan bahwa profesional erat kaitannya dengan kahlian dan keterampilan yang telah disiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan secara

 Hibah adalah setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar

Apakah keputusan mutasi berasal dari pimpinan Koperasi Simpan Pinjam Pamardi7.