• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Penelitian Perbandingan Pola Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal Penelitian Perbandingan Pola Pe"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN POLA PERTUMBUHAN PADA MODEL LOGISTIK DAN GOMPERTZ

Kasus : Bobot Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Proposal Tugas Akhir Bidang Studi Matematika

Oleh Danni Setiadi NIM 08111001046

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih peubah. Pada berberapa kasus seringkali ditemukan bentuk hubungan antar peubah tak linier. Salah satu model regresi tak linier adalah model pertumbuhan. Model pertumbuhan merupakan salah satu bentuk analisis regresi tak linier yang berguna untuk mengetahui suatu hubungan antara pertambahan ukuran tubuh (bobot, tinggi, dan volume tubuh) dengan dipengharui oleh waktu. Terdapat berberapa model pertumbuhan yang dikembangkan untuk mempelajari pola pertumbuhan bobot hewan, diantaranya model logistik dan Gompertz.

Model logistik merupakan model kurva pertumbuhan berbentuk S yang simetris dengan titik infleksinya. Titik infleksi merupakan titik maksimum pertumbuhan bobot hidup. Sedangkan model Gompertz merupakan model kurva pertumbuhan yang berbentuk S tetapi tidak simetris dengan titik infleksinya. Kedua model pertumbuhan ini mempunyai kelebihan dalam tingkat keakuratan dan mempunyai interpretasi biologis yang baik dalam menjelasakan fenomena biologis diantaranya terjadinya bobot titik infleksi. Oleh sebab itu, kedua model pertumbuhan tersebut memungkinkan dilakukan penelitian pola pertumbuhan bobot tubuh burung puyuh.

(3)

Hasil dari penelitian tersebut adalah menunjukkan ayam jantan dan betina berumur 19 atau 20 hari terjadi pola pertumbuhan paling pesat dan telah mencapai puncaknya pada saat bobot badan adalah 806.96 gram untuk ayam betina dan 939.63 gram untuk ayam jantan. Dengan demikian dapat dipertimbangkan kapan sebaiknya ayam mendapatkan perlakuan khusus atau upaya-upaya lain sehingga diperoleh bobot badan mungkin yang lebih tinggi atau masa panen ayam bisa dipersingkat. Pada umur 30 hari titik infleksi yang didapatkan pada bobot ayam jantan dan betina berturut-turut 1.94 kg dan 1.68 kg ini berarti ayam dapat dipanen saat sebelum terjadinya laju pertumbuhan maksimum.

Sampurna, dkk. (2008) dengan menggunakan metode yang sama melakukan penelitian pola pertumbuhan dimensi panjang dan lingkar tubuh pada babi Landrace. Diperoleh bahwa pada saat lahir pola pertumbuhan anak babi Landrace dan betina mempunyai panjang tubuh yang hampir sama. Namun semakin dewasa anak babi jantan lebih panjang dari pada betina. Hasil ini menunjukkan kecepatan pertumbuhan babi jantan lebih besar dari pada betina. Panjang babi Landrace jantan mencapai titik infleksi ketika berada pada panjang tubuh 205 cm, sedangkan babi Landrace betina 172 cm. Pola pertumbuhan lingkar tubuh pada saat baru lahir hingga mencapai umur 18 minggu, menunjukkan pola pertumbuhan betina dan jantan hampir sama. Setelah berumur lebih dari 18 minggu, pola petumbuhan lingkar tubuh babi Landrace betina semakin lebih besar dari pada jantan. Lingkar tubuh babi Landrace betina mencapai titik infleksi pada ukuran 169 cm, sedangkan babi Landrace jantan 165 cm.

(4)

Titik infleksi dari kedua model pertumbuhan dapat di duga dengan memperhatikan pola pertumbuhan dari masing-masing model.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan:

1. Bagaimana pola pertumbuhan bobot burung puyuh jantan dan betina, dengan menggunakan model pertumbuhan logistik dan Gompertz?

2. Bagaimana titik infleksi dari kedua model yang digunakan?

1.3. Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan pola pertumbuhan bobot burung puyuh jantan dan betina dengan menggunakan model pertumbuhan logistik dan model pertumbuhan Gompertz.

2. Mendapatkan titik infleksi dan perbandingan titik infleksi dari kedua model yang digunakan.

1.4. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Metode iterasi yang digunakan adalah Marquardt Compromise.

2. Jenis unggas yang digunakan adalah burung puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica).

(5)
(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Model Pertumbuhan Logistik (Logistic Growth Model)

Salah satu model pertumbuhan populasi adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth model). Dengan menggunakan kaidah logistik (logistic law) bahwa persediaan logistik ada batasnya, model ini mengasumsikan bahwa pada masa tertentu jumlah populasi akan mendekati titik kesetimbangan (equilibrium). Pada titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama, sehingga grafiknya akan mendekati konstan (zero growth). Secara umum laju pertumbuhan yang bergantung pada suatu populasi, dapat ditulis dengan persamaan (Draper dan Smith, 1998) sebagai berikut :

ω= α

{1+

βexp−kt

}

(2.1)

dengan

α adalah bobot badan tubuh (asimtot) yaitu pada nilai t mendekati tak

hingga;

β adalah parameter skala (nilai konstanta integral); exp adalah logaritma dasar (2,30259);

(7)

t adalah satuan waktu (umur ternak dalam hari).

Menurut Draper dan Smith (1998) laju pertumbuhan model pertumbuhan logistik untuk ( k>0 ) dapat dinyatakan dengan turunan pertama dari model pertumbuhan logistik sebagai berikut :

dt =

kω(α−ω)

α (2.2)

Penurunan rumus didapatkan untuk melakukan pendugaan ukuran bobot tubuh sekarang dan pertumbuhan yang akan datang, α dinyatakan dengan dengan nilai bobot tubuh.

Fitzhugh (1976) memberi penjelasan tentang interpretasi biologis parameter dalam kurva pertumbuhan sebagai berikut :

Y= A

(

1+e−kt

)

M(2.3)

dengan

A adalah nilai asimtot merupakan nilai t menuju tak hingga, secara umum dapat diinterpretasikan sebagai rataan bobot tubuh pada saat ternak telah mencapai dewasa terlepas dari fluktuasi karena faktor lingkungan; M adalah parameter yang berfungsi sebagai penentu bentuk kurva untuk membantu dalam penentuan titik infleksi;

k adalah parameter yang menunjukkan rataan laju pertumbuhan menuju bobot dewasa. Ternak dengan nilai k besar, maka ternak tersebut mempunyai kecendrungan bobot dewasa dini (cepat mencapai bobot dewasa);

(8)

Y adalah proporsi kedewasaan ternak; dan t adalah satuan waktu (umur).

2.2. Metode Petumbuhan Gompertz (Gompertz Growth Model)

Model pertumbuhan kurva Gompertz merupakan model pertumbuhan tak linier yang dapat digunakan dalam pendugaan kurva pertumbuhan bobot burung puyuh. Model pertumbuhan kurva Gompertz mempunyai kelebihan dalam tingkat keakuratan dan memiliki interpretasi yang baik dalam menjelaskan mengenai bobot tubuh, diantaranya terjadinya titik infleksi dan bobot infleksi. Walaupun tidak seakurat model Richard dan semudah model Brody (Brown et al., 1976). Model matematik kurva pertumbuhan menurut (Draper dan Smith, 1998) sebagai berikut :

ω=αexp

{−βe

kt

}

(2.4)

dengan

α adalah bobot badan tubuh (asimtot) yaitu pada nilai t mendekati tak hingga;

β adalah parameter skala (nilai konstanta integral); exp adalah logaritma dasar (2,30259);

k adalah rataan laju pertumbuhan;

(9)

2.3. Pendugaan Parameter

Persamaan tak linier cukup sulit diselesaikan apabila parameter yang digunakan banyak dan model yang rumit. Tidak seperti model linier, turunan parsial tak linier adalah fungsi dari parameter. Persamaan tak linier yang dihasilkan, tidak mudah diselesaikan sehingga menurut Draper dan Smith (1992) pendugaan parameter tak linier dilakukan dengan metode iterasi. Maka solusinya dengan menggunakan metode Marquardt Compromise untuk menduga parameter pada persamaan tak linier. Metode ini memiliki bentuk umum yang dinyatakan Zulkarnaen (2012) dengan

^

Algoritma metode Marquadrt’s Compromise sebagai berikut:

1. Untuk n=0 (iterasi ke-n), perlu menentukan nilai awal penaksir parameter

(β0

) , nilai λ adalah 0<λ<1 atau biasanya faktor dari 10.

2. Memperbarui vektor parameter ^βn+1 , secara iteratif sesuai persamaan umum.

3. Menghitung SSE

(

β^n+1

)

.

4. Jika SSE

(

β^n+1

)

>SSE

(

β^n

)

maka λ dikali 10, kemudian kembali ke langkah

(1).

5. Jika SSE

(

β^n+1

)

<SSE

(

β^n

)

maka λ dibagi 10, kemudian kembali ke langkah

(1).

6. Iterasi berhenti jika

|

SSE

(

β^n+1

)

SSE

(

^βn

)

(10)

dengan ^

βn adalah vektor parameter pada iterasi ke-n ;

^ β J(¿¿n)

¿

adalah matriks Jacobi ;

λn adalah nilai skalar pada iterasi ke-n ;

Ipxp adalah matriks Identitas ; dan

[

∂ SSE(β) ∂(βi)

]

adalah persamaan normal.

2.4. Pengujian Asumsi

Menurut Draper dan Smith (1992) data pertumbuhan cenderung berkorelasi satu sama lain. Serta sebaran data membentuk kurva sigmoid, sehingga asumsi linieritas dan autokorelasi dilanggar. Pengujian asumsi yang dilakukan yaitu

1. Asumsi kenormalan galat dengan uji Kolmogorov-Smirnov 2. Asumsi kehomogenan ragam galat dengan uji J. Szroeter

2.5 Kriteria Pemilihan Model Terbaik

Pemeriksaan keakuratan model dilakukan menggunakan koefisien determinasi

( R2

¿ , koefisien disesuaikan ( Radj 2

¿ dan Akaike’s Information Criterion (AIC). Koefisien determinasi ( R2¿ dilakukan untuk mengukur proporsi keragaman yang

(11)

ukur untuk memperoleh model yang terbaik dengan melihat nilai AIC yang paling minimum (Motulsky dan Christopoulos, 2003).

2.6 Penentuan Titik Infleksi

Titik infleksi merupakan titik masimum pertumbuhan bobot hidup. Pada titik tersbut terjadi peralihan perubahan yang semula percepatan pertumbuhan menjadi perlambatan pertumbuhan. Pada titik tersebut menurut Brody (1945) merupakan saat dimana ternak tersebut mengalami pubertas. Waktu saat tercapainya titik infleksi adalah saat yang paling ekonomis dari ternak karena pada waktu tersebut tingkat mortalitas ternak berada pada titik terendah dan pertumbuhan paling cepat. Penentuan titik infleksi secara biologis sulit untuk ditentukan namun dengan bantuan kurva pertumbuhan tak linier masalah tersebut dapat dipecahkan.

Nilai parameter M adalah kurva pertumbuhan sangat berperan dalam penentuan titik terjadinya infleksi. Model Brody yang mempunyai nilai M =1 tidak mempunyai titik infleksi, sedangkan kurva model Gompertz mempunyai titik infleksi yang tetap. Namun hal tersebut kurang dapat diterima berdasarkan biologis sehingga diformulasikan kurva model logistik yang dimodifikasi oleh Nelder (1961) yang mempunyai nilai M berupa angka dan berbeda tiap individu atau populasi yang lebih bisa diterima secara biologis. Waktu infleksi dan bobot infleksi untuk model logistik dan Gompertz (Brown et al., 1976; Suparyanto et al., 2001).

Model Bobot Infleksi ( UI ) Waktu Infleksi ( tI¿

Logistik e−1

=0,368 (lnβ)

(12)

Gompertz

β adalah nilai skala parameter (konstanta integral); e adalah bilangan natural (e = 2,718282);

k adalah rataan laju pertumbuhan menuju dewasa tubuh; dan

M adalah nilai yang berfungsi dalam pencarian titik infleksi (bentuk kurva).

Menurut (Ayele dan Purnachandra, 2013) titik infleksi dan pertumbuhan yang terjadi didapatkan dengan penurunan model matematik kurva logistik sebagai berikut:

(13)

penurunan diantara titik infleksi. Oleh karena itu, kurva logistik memiliki titik awal

yang terjadi ketika pertumbuhan berada diantara titik akhir pertumbuhan f (a)=A 2 dengan a diperoleh dari persamaan 2.6.

Titik infleksi pada kurva pertumbuhan Gompertz menurut (Ayele dan

Purnachandra, 2013) terjadi pada saat titik dimulai dari f' '(a)=0 dan juga pada

penurunan dan kenaikan titik f' '(t)<0 dan f' '(t)>0 sampai 1/e dari bobot

waktu t . Dengan mencari turunan pertama dan kedua dari model pertumbuhan

Gompertz yang dinyatakan sebagai f(t)=A eBexp(−kt) dimana B=log

(

A t adalah waktu atau umur amatan.

(14)

Burung puyuh adalah unggas daratan yang kecil namun gemuk. Mereka pemakan biji-bijian namun juga pemakan serangga dan mangsa berukuran kecil lainnya. Mereka bersarang di permukaan tanah, dan berkemampuan untuk lari dan terbang dengan kecepatan tinggi namun dengan jarak tempuh yang pendek. (Anonim, 2012).

Burung Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu, Burung puyuh di sebut juga Gemak (Bhs. Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat, tahun 1987. Dan dikembangkan ke penjuru dunia, Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternakkan semenjak akhir tahun 1979 kini mulai bermunculan di kandang-kandang ternak yang ada di Indonesia (Nugroho dan Mayun, 1986). Burung puyuh Coturnix coturnix japonica memiliki klasifikasi menurut Pappas (2002) sebagai berikut:

Kingdom : Animal Phylum : Chordata Kelas : Aves Ordo : Galiformes Famili : Phasianidae Genus : Coturnix

Species : Coturnix Coturnix Japonica

(15)

percobaan pada berbagai penelitian. Menurut Nugroho dan Mayun (1986) ciri-ciri karakteristik dari burung puyuh Coturnix coturnix japonica :

a. Bentuk tubuhnya lebih besar dari burung puyuh yang lain, badannya bulat, ekornya pendek, paruhnya pendek dan kuat, tiga jari kaki menghadap ke muka dan satu jari kaki ke arah belakang;

b. Pertumbuhan bulunya lengkap setelah berumur dua sampai tiga minggu;

c. Jenis kelamin dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, suara dan berat badannya;

d. Burung puyuh jantan dewasa bulu dadanya berwarna merah sawo matang tanpa adanya belang serta bercak-bercak hitam;

e. Burung puyuh betina dewasa bulu dadanya berwarna merah sawo matang dengan garis-garis atau belang-belang hitam;

f. Suara burung puyuh jantan lebih keras;

g. Burung betina dapat berproduksi sampai 200-300 butir setiap tahun. Berat telurnya sekitar 10 g/butir atau 7%-8% dari berat badan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu

Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi direncanakan 5 bulan, yaitu bulan Februari sampai Juni 2015.

No .

Kegiatan Bulan

(16)

2015 2015 2015 2015 2015 1.

Penyusunan proposal penelitian 2. Konsultasi ke pembimbing

3. 3.2.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh dari Setiawan (2006). Perlakuan yang digunakan dengan enam taraf perlakuan antara perbandingan jantan dan betina yaitu 1:2, 1:4, 1:6, 2:4, 2:8 dan 2:12.

(17)

bobot badan, produksi telur, indeks telur, kosumsi pakan dan konversi pakan. Penggunaan jantan lebih dari satu dalam satu kandang koloni tidak menimbulkan persaingan, perkelahian dan kegaduhan. Penggunaan imbangan jantan dan betina 1:6 dengan jantan lebih dari satu ekor dalam satu kandang koloni akan lebih efesien dibandingkan perbandingan jantan dan betina yang lebih sedikit. Oleh karena itu taraf perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah dikhususkan pada bobot badan puyuh jantan dan puyuh betina.

3.2.2 Metode Analisis

1. Mempelajari Pola Pertumbuhan Logistik dan Gompertz a. Model Pertumbuhan Logistik

i. Membuat diagram pencar antara umur burung puyuh (hari) dan bobot tubuh burung puyuh (gram).

ii. Menghitung penduga awal parameter model logistik.

iii. Menduga parameter model logistik menggunakan iterasi Marquardt Compromise pada Persamaan (2.5).

iv. Menguji asumsi kenormalan galat dan kehomogenan ragam galat. v. Memeriksa keakuratan model dengan Radj2 dan Akaike’s

Information Criterion (AIC).

vi. Menghitung laju pertumbuhan maksimum pada model logistik. vii. Menghitung laju pertumbuhan absolut dsan relatif pada model

(18)

viii. Membuat kurva laju pertumbuhan absolut dan relatif pada model logistik.

b. Model Pertumbuhan Gompertz

i. Membuat diagram pencar antara umur burung puyuh (hari) dan bobot tubuh burung puyuh (gram).

ii. Menghitung penduga awal parameter model logistik.

iii. Menduga parameter model logistik menggunakan iterasi Marquardt Compromise pada Persamaan (2.5).

iv. Menguji asumsi kenormalan galat dan kehomogenan ragam galat. v. Memeriksa keakuratan model dengan Radj

2

dan Akaike’s

Information Criterion (AIC).

vi. Menghitung laju pertumbuhan maksimum pada model Gompertz. vii. Menghitung laju pertumbuhan absolut dsan relatif pada model

Gompertz.

viii. Membuat kurva laju pertumbuhan absolut dan relatif pada model Gompertz.

2. Mendapatkan titik infleksi pada kedua model a. Model Pertumbuhan Logistik

(19)

3. Menentukan laju pertumbuhan pada titik infleksi. 4. Melakukan intrepretasi hasil yang diperoleh. 5. Menarik kesimpulan.

b. Model Pertumbuhan Gompertz

1. Melakukan pendugaan parameter model pertumbuhan Gompertz. 2. Menghitung titik infleksi dengan menggunakan Persamaan 2.7. 3. Menentukan laju pertumbuhan pada titik infleksi.

4. Melakukan interpretasi hasil yang diperoleh. 5. Menarik kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/ Burung_puyuh. Diakses pada Tanggal 08 Februari 2014.

Brown, J.E., H.A. Fitzhugh, Jr. dan T.C. Cartwright. 1976. A Comparison of Non Linier Models for Describing Weight-Age Relationship for Cattle. J. Anim. Sci. 42:810-811.

(20)

Fitzhugh JR, H.A. 1976. Analysis of Growth Curves and Strategies for Altering Their Shape. J. Anim. Sci. 42:1036-1051.

G.T. Ayele dan Purnachandra R.K. 2013. Derivation of Inflection Points of Nonlinear Regression Curves - Implications to Statistics. American Journal of Theoretical and Applied Statistics. Vol. 2, No. 6, 2013, pp. 268-272.

Inounu, I., N. Hidayati, Subandriyo, B. Tiesnamurti dan L.O. Nafiu. 2003. Analisis Keunggulan Relatif Domba Garut Anak dan Persilangannya. JITV. 8(3):170 182.

Motulsky, H. Dan Christopoulus, A. (2003). Fitting Models to Biological Data using Linier and Nonlinier Regression. Grpah Pad Software Inc. San Diego.

Muslikhah. 2013. “Perbandingan Model Pertumbuhan Bridges dan Richards

Untuk Menjelaskan Pola Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)”. 303.

Nugroho dan I. G. Kt. Mayun. 1986. Beternak Burung puyuh. Penerbit Eka Offset, Semarang.

Pappas, J. 2002. “ Coturnix Japonica” ( On-line ), Animal Diversity Web.

http://animaldiversity.ummz.

umich.edu/site/accounts/information/Coturnix/ja

ponica.html. (19 Februari 2015)

Putranto, B. (2010). Model Distribusi Diameter, Volume dan Pertumbuhan Lima

Jenis Pohon pada Hutan Tropika Basah di Mamuju. Disertasi Pascasarjana

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Setiawan, D. 2006. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix cotunix japonica) Pada Perbandingan Jantan dan Betina yang berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suparyanto, A., Subandriyo., T.R. Wiradarya dan H. Martojo. 2001. Analisis Pertumbuhan Nonlinier Domba Lokal Sumatera dan Persilangannya. JITV. 6(4):259-264)

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan rumah tinggal meningkat. Bidang properti khususnya sektor perumahan cenderung menunjukkan perkembangan dibandingkan

Dalam konteks Mekanisme Seleksi Dewan Pengawas KPK ini, digunkan dua asas yng sudah diderivasi dari Nilai Cita Hukum Pancasila yaitu asas negara hukum material atau negara

Di mana pekerja keras harus dipupuk sejak dini untuk masa depan perdagangannya lebih mengerti seluk beluk tentang usaha yang digeluti, telah diajarkan dari

Wahidin Sudirohusodo pada bulan Maret sampai Juli 2005 didapatkan: kadar cTnT terbanyak pada laki-laki berkadar 0,1 sampai 2,0 ng/ml, kelompok umur 60 sampai 69

yang membuat siswa merasa cepat bosan maka dari itu perlu adanya metode pembelajaran yang baru yang dapat meningkatkan prestasi siswa pada mata pelajaran PKn

Amanat undang-undang ini dipertegas lagi pada ayat (3) bahwa warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh

Ukuran Rumah Tangga untuk bahan pangan kacang hijau berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kecamatan Simpang Tiga Aceh Besar, yaitu masyarakat

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa anggota keluarga (orang tua, saudara, kakek/ nenek, paman/ bibi, pasangan dan wali lainnya) merupakan faktor yang