PENENTUAN KADAR Cu(ll) PADA CONTOH UJI DENGAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)
A.Tujuan
Mahasiswa dapat menentukan kadar Cu(ll) dalam sampel limbah dengan metode spektrometri serapan atom (SSA).
B.Tinjauan Pustaka
Spektrofotometri serapan atom, sering disingkat sebagai AAS atau SSA adalah suatu bentuk spektrofotometri dimana spesies pengabsorbsiannya adalah atom-atom. (Underwood, 1996 :430).
Prinsip dasar SSA adalah interaksi antara radiasi elektomagnetik dengan sampel. SSA merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur yang didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode ini adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel.
Cara kerja SSA berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Jika radiasi elektomagnetik dikenakan kepada suatu atom maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi, setiap panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Besarnya energi tersebut dapat dihitung menggunakan rumus :
E = hc
dimana : E = Energi
h = Tetapan Planck ( 6,63 x 10-34 J.s)
λ = panjang gelombang (nm)
Setelah mengalami eksitasi maka akan dipancarkan energi, tetapi yang akan dideteksi oleh detektor adalah cahaya yang diserap.
Spektroskopi serapan atom terdiri dari sumber cahaya, ruang sampel dan detektor. Dalam metode ini, cahaya dari sumber langsung diteruskan dari sampel ke detektor. Semakin besar jumlah sampel, maka semakin besar pula serapan yang dihasilkan sampel. Sumber cahayanya adalah lampu berupa katoda yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur. Setiap unsur membutuhkan lampu katoda yang berbeda. Lampu tersebut ditempatkan di dalam ruang khusus lampu.
Ruang sampel adalah pembakar sejak sumber api menyerap radiasi atom. Sinyal dari detektor dipindahkan ke komputer, dan hasilnya dapat dilihat di monitor alat SSA. Untuk sampel yang akan dianalisis di dalam pembakar, dapat dilakukan persiapan larutan sampel di dalam pelarut yang cocok, kebanyakan dalam air.
Sebagai sumber radiasi resonansi digunakan lampu katoda rongga (hoolow cathode lamp). Di muka lampu katoda rongga terdapat komponen yang disebut baling-baling (chopper) yang berfungsi mengatur frekuensi radiasi resonansi yang dipancarkan dari lampu, sehingga energi radiasi ini oleh ”photomultiplier” diubah menjadi energi listrik. Atomizer terdiri atas sistem pengabut (nebulizer) dan sistem pembakar (burner), sehingga sistem atomizer disebut juga dengan sistem pengabut-pembakar (burner nebulizer system). Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda rongga melalui populasi atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator yang terdiri dari sistem optik, yaitu cermin dan grating. Intensitas radiasi yang diteruskan ini kemudian diubah menjadi energi listrik oleh photomultiplier dan selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh alat pencatat yang biasa berupa rekorder, printer, atau pengamatan angka.
Gambar Hallow Cathode Lamp
Berikut ini adalah tabel beberapa warna nyala logam :
Tabel 1. Beberapa Nyala Logam
Logam Warna nyala
Kalsium (Ca) Merah
Stronsium (Sr) Merah Tua /Jingga Natrium (Na) Kuning
Tembaga (Cu) Hijau Mangan (Mn) Nila
Kalium (K) Lembanyung Barium (Ba) Hijau Kekuningan
Tabel 2. Temperatur nyala pada berbagai sumber bahan bakar :
Hidrogen 2100 2780
-Asetilena 2200 3050 2955
Propana 1950 2800
-Kelebihan dari SSA, yaitu spesifik (analisis tertentu dengan panjang gelombang atau garis resonansi yang sesuai), selektif dan spesifik untuk menganalisis logam. Hal ini disebabkan karena kecepatan analisisnya, ketelitian sampai tingkat runut, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan, relative murah dengan pengerjaan yang sederhana.
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Gelas kimia 500 mL 1 buah
2. Labu ukur 50 mL 1 buah
3. Labu ukur 25 mL 6 buah
4. Mikropipet 3 buah
5. Pipet tetes 5 buah
6. Corong dan statif corong 1 set 7. Alat SSA perkin Elmer Analist 100 1 set
Bahan :
1. Larutan stock Cu 1000 ppm 2 mL
2. HN03 pekat 16 M 0,31 mL
3. HN03 1 M 1 mL
4. Larutan sampel 50 mL
5. Aquades secukupnya
D.
Sifat Fisik dan Sifat Kimia BahanSenyawa Sifat Fisika Sifat Kimia
1. Larutan stock Cu Wujud : cair
Densitas : 1,5 g/mol Kelarutan dalam air tercampurkan
3. Aquades Wujud : cairan
Warna : tidak berwarna
- dipanaskan alat dengan menekan tombol “ON”
- dihidupkan kompresor dan buka tabung gas C2H2 set pada angka
17 psig
- dihidupkan cerobong pembuangan gas
- ditekan enter pada display alat tampak new recall methode - dimasukkan besar arus Hollow Cathode Lamp (75% dari yang
tertera) tekan enter
- dimasukkan besar slit tekan enter
- dimasukkan besar Wafe Length tekan enter
- diketik integration time (lama pembacaan yang diinginkan) tekan enter
- diketik replicate (pengulangan pembacaan) tekan enter - dipilih hold (1) untuk metode pembacaan tekan enter - diilih curve calibration linier (2) tekan enter
- diketik no jika curve calibration tiak akan dicetak, tekan enter - ditekan enter secara terus menerus sampai mode pada Display
kembali ke lamp current
- dinyalakan burner dengan menekan tombol flame on/off - ditekan cont untuk memulai optimasi absorbans
larutan standar dengan konsentrasi terendah untuk memperoleh harga absorbans mendekati 0,200 jka belum tercapai atur laju alir gas (bahan bakar) dan knob nebulizer dengan cara memutar kekiri dan kekanan
- diaspirasikan lagi larutan blanko dan tunggu sampai harga absorbans kembali ke nol (0) Setelah harga absorbans mendekati 0,200,
- diekan data untuk memulai pengukuran
- diaspirasikan semua larutan standar mulai dari konsentrasi terendah sampai tertingi kemudian tekan read
- diaspirasikan sampel tekan read
- dibuat kurva kalibrasi dengan menggunakan program Excel.
Pembuatan Larutan Blanko
- dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 mL
- ditambahkan dengan aquades sampai mencapai batas volume 500 mL
Pembuatan Larutan Standar (5ppm, 50mL)
- dipipet 0,25 mL ke dalam labu ukur 50 mL
- diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas - dihomogenkan
0,31 mL HN03 pekat 16 M
Larutan blanko
Larutan stock tembaga 1000 ppm
Pembuatan Larutan Standar (10ppm, 25mL)
- dipipet 0,25 mL ke dalam labu ukur 25 mL
- diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas - dihomogenkan
Langkah ini diulang untuk larutan standar 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm.
Preparasi Sampel
- dipipet ke dalam labu ukur 25 mL - ditambahkan HN03 1 M sebanyak 0,5mL
- diencerkan dengan aquades sampai tanda batas - dihomogenkan
Langkah ini diulang (duplo).
Pengukuran standar dan sampel dengan SSA
- disiapkan
- dinolkan serapannya
- diganti dengan larutan standar - diukur serapannya
- dicatat nilai absorbansinya Larutan stock tembaga 1000 ppm
Larutan standar tembaga 10 ppm
25 mL larutan sampel
Larutan sampel
Larutan blanko
Larutan blanko dengan nilai absorbansinya
- disiapkan
- diukur serapannya - dicatat hasil pengamatan
F. Cara Kerja
Cara pengoperasian alat
Alat AAS dipanaskan dengan menekan tombol “ON”, dihidupkan kompresor dan buka tabung gas C2H2 set pada angka 17 psig dan cerobong pembuangan gas. Pada
display alat tampak new recall methode ditekan enter lalu dimasukkan besar arus Hollow Cathode Lamp (75% dari yang tertera), besar slit, besar Wafe Length tekan enter. integration time (lama pembacaan yang diinginkan) dan replicate (pengulangan pembacaan) diketik. Dipilih hold, curve calibration untuk metode pembacaan tekan enter terus menerus sampai mode pada Display kembali ke lamp current
Burner dinyalakan dengan menekan tombol flame on/off, ditekan cont untuk memulai optimasi absorbans, larutan blanko diaspirasikan kemudian tekan A/Z (auto zero) pada saat absorbans menunjukan hara nol (0,000), aspirasikan larutan standar dengan konsentrasi terendah untuk memperoleh harga absorbans mendekati 0,200 jka belum tercapai atur laju alir gas (bahan bakar) dan knob nebulizer dengan cara memutar kekiri dan kekanan. Semua larutan standar diaspirasikan mulai dari konsentrasi terendah sampai tertingi kemudian tekan read.
Pembuatan Larutan Blanko
0,31 mL HN03 pekat 16 M dimasukkan ke dalam gelas kimia 500 mL dan
ditambahkan dengan aquades sampai mencapai batas volume 500 mL. larutan dihomogenkan.
Pembuatan Larutan Standar (5ppm, 50mL)
0,25 mLLarutan stock tembaga 1000 ppm dipipet ke dalam labu ukur 50 mL. kemudian diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas dan dihomogenkan.
Pembuatan Larutan Standar (10ppm, 25mL)
0,25 mL Larutan stock tembaga 1000 ppm dipipet ke dalam labu ukur 25 mL. kemudian diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas dan dihomogenkan. Langkah ini diulang untuk larutan standar 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm.
Preparasi Sampel
25 mL larutan sampel dipipet ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan HN03
1 M sebanyak 0,5mL. Kemudian diencerkan dengan aquades sampai tanda batas dan dihomogenkan, larutan dibuat duplo.
Pengukuran standar dan sampel dengan SSA
Larutan blanko disiapkan dan dinolkan serapaanya. Kemudian diganti dengan larutan standar dan larutan sampel , masing-masing diukur serapannya dan dicatat nilai absorbansinya.
G. Pengamatan
Pembuatan larutan blanko
HNO3 pekat 16 M = cairan tidak berwarna (0,31mL)
Aquades = cairan tidak berwarna
Ketika HNO3 pekat 16 M ditambahkan aquades sampai volume 500mL larutan
tetap tidak berwarna.
Pembuatan larutan standar
Larutan stock tembaga = cairan berwarna biru muda
Larutan Standar (5ppm, 10ppm,15ppm, 20ppm, 25ppm)
Preparasi sampel
Sampel = cairan tidak berwarna
HN03 1 M = cairan tidak berwarna (0,5 mL)
Aquades = cairan tidak berwarna
Sampel + HN03 1 M (0,5 mL) dan diencerkan dengan aquades larutan tidak
berwarna.
Pengukuran standar dan sampel dengan SSA
Parameter alat yang digunakan
Panjang gelombang = 324,8 nm Lama pembacaan = 0,7 detik
Kuat arus = 22 Ma Pengulangan bacaan = 3x
Lebar slit = 0,7 nm
Energi = 56%
Sampel 1 A = 0,693 Sampel 2 A = 0,695
Diperoleh persamaan A = 0,0351 C
H. Hasil dan Analisis Data
1. Pembuatan kurva kalibrasi
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
0 0
5 0.193
10 0.388
15 0.521
20 0.753
25 0.821
Konsentrasi (ppm)
Sampel 1 0.693
Sampel 2 0.193
2. Penentuan konsentrasi sampel 1
Dik : A = 0,693
Dit : Konsentrasi sampel ?
Jwb : y = 0,0351 x sebanding A = 0,0351 C C = 0,0351A
= 00,0351,693 = 19,744 ppm
3. Penentuan konsentrasi sampel 2
Dik : A = 0,695
Dit : Konsentrasi sampel ?
Jwb : y = 0,0351 x sebanding A = 0,0351 C C = 0,0351A
= 00,0351,695 = 19,801 ppm
4. Penentuan Energi serap
Dik : h = 6,63 x 10-34 J.s
λ = 324,8 nm = 324,8 x 10-9 m spektrometri serapan atom (SSA). Prinsip dasar yang digunakan adalah interaksi radiasi elektromagnetik dengan sampel/absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu. Untuk logam Cu menyerap cahaya pada 324,8 nm. Dengan spektroskopi konsentrasi suatu unsur atau senyawa dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar antara panjang gelombang dan konsentrasi larutan.
Ada 3 jenis larutan yang akan diuji, yaitu larutan blanko, larutan standar tembaga dan larutan sampel. Larutan blanko dibuat untuk mengenolkan nilai absorbansi dan digunakan untuk mengencerkan larutan stock menjadi larutan standar. Larutan blanko dibuat dengan cara mengencerkan larutan HN03 pekat 16 M sampai pH mencapai 2.
penggunaan larutan HN03 bertujuan untuk mencegah terjadinya hidrolisis atau
pengendapan sehingga mempengaruhi jumlah cuplikan yang sampai ke nyala api. Jika larutan blanko yang digunakan adalah NaOH, maka kemungkinan terbesar adalah terjadinya hidrolisis dan proses pengkabutan tidak akan terjadi.
Cu2+ + NaOH Cu(OH)
2 + Na+
Sebelum dilakukan pengujian, alat SSA terlebih dahulu harus dioptimasi atau diatur sedemikian sehingga memperoleh hasil analisis yang baik dan sempurna. Bahan bakar yang digunakan adalah asetilen karena Cu merupakan logam yang mudah diuapkan sehingga dibutuhkan suhu rendah dan asetilen ini mempunyai temperatur nyala yang rendah, memudahkan terbentuknya atom netral dan meminimalkan pembentukan oksida dari unsur yang diteliti misalnya CuO, Cu(OH)2 dll. Perbandingan antara asetilen dengan
oksigen yang digunakan adalah 2:4, pada perbandingan tersebut proses atomisasi dapat terjadi.
Panjang gelombang diatur pada 324,8 nm. Panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang terbesar dari Cu untuk bertransisi dari tingkat dasar ke tingkat eksitasi. Logam Cu mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda dan penjang gelombang maksimumnya yaitu 324,8 nm. Untuk optimasi kuat arus lampu hollow catoda bergatung pada unsur yang dianalisis. Kuat arus yang digunakan pada percobaan ini adalah 22mA. Di dalam alat SSA terdapat celah atau lensa yang berfungsi untuk menyeleksi atau memilih salah satu dari beberapa panjang gelombang yang berasal dari lampu hollow catoda. Lebar celah tersebut perlu diatur untuk mencegah adanya gangguan berbagai spekta. Lebar celah yang digunakan berukuran 0,7nm. Semakin kecil lebar celah yang digunakan, maka semakin kecil gangguan spektra.
Dari hasil pengukuran absorbansi dengan konsentrasi bervariasi, diplotkan ke dalam kurva absorbansi dan konsentrasi (kurva kalibrasi), sehingga diveroleh kurva linier dengan persamaan Y=0,0351x dan regresi R= 0,9852. persamaan tersebut digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi Cu(ll) dari sampel yang sudah diketahui nilai absorbansinya. Dari perhitungan konsentrasi Cu pada sampel 1 (A=0,693) adalah 19,744 ppm dan konsentrasi Cu pada sampel 2 (A=0,695) adalah 19,801.
Pada alat SSA, tertera angka energi 56% artinya 56% energi dari jumlah energi keseluruhan digunakan untuk proses atomisasi yaitu sebesar 3,4272 x 10-19J.
Harga konsentrasi Fe (II) dalam sampel yang terukur secara kuantitatif tidak selalu akurat, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan, diantaranya:
1. Kesalahan dalam memipet.
2. Kesalahan dalam membaca miniskus pada tanda batas labu ukur.
3. Kesalahan dalam menimbang Fe(NH4OH)2SO4 yang kurang akurat
4. Kesalahan dalam memipet ( mikro pipet yang digunakan tidak memiliki skala mL ). 5. Kesalahan dalam membaca miniskus pada tanda batas labu ukur.
6. Kesalahan dalam membaca %T sehingga kurva yang dihasilkan tidak terlalu baik ( kurva kalibrasi tidak linier).
J. Kesimpulan
Penentuan kadar Cu(II) dalam sampel dapat ditentukan dengan menggunakan teknik spektrofotometri SSA. Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan Y=0,0351x dan regresi R= 0,9852. . Dari persamaan tersebut diperoleh konsentrasi Cu pada sampel 1 (A=0,693) adalah 19,744 ppm dan konsentrasi Cu pada sampel 2 (A=0,695) adalah 19,801. energi yang digunakan untuk proses atomisasi adalah 56%.
K. Daftar Pustaka
Anonim (tanpa tahun). artikel.lib.unair. [online]. Tersedia: http://artikel.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-res
-2007-handayaniu-4032&PHPSESSID=9e247d730558e39fa21fdaf31d42e3a3 [14 Maret 2009] Hendayana Sumar Dr. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP
Khopkar,SM .(2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Tim Kimia Anorganik. (2008). Praktikum Kimia Anorganik. Bandung : Jurusan
Lampiran
Perhitungan Pembuatan Larutan
1. Membuat Larutan Baku Fe (II) 100 ppm dalam 100 mL Larutan
Dik : M HN03
=
16 MpH larutan blanko = 2 M larutan blanko = 0,01 M V larutan blanko = 500 mL
2. Membuat Larutan Standar dari Larutan baku Fe (II) 100 ppm
M1 = Konsentrasi larutan baku Cu(ll) M2 = Konsentrasi larutan standar Cu (ll)
V1 = Volume larutan baku Cu (ll) V2 = Volume larutan standar Cu (ll)
a. Larutan standar dengan konsentrasi 5 ppm Dik : M1 = 1000 ppm
b. Larutan standar dengan konsentrasi 10 ppm Dik : M1 = 1000 ppm
M2 = 10 ppm
V2 = 25 mL
Jwb :
c. Larutan standar dengan konsentrasi 15 ppm Dik : M1 = 1000 ppm
d. Larutan standar dengan konsentrasi 20 ppm Dik : M1 = 1000 ppm