• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikroenkapsulasi biomasa Salbutamol Sulfat Denga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mikroenkapsulasi biomasa Salbutamol Sulfat Denga"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Mikroenkapsulasi Salbutamol Sulfat Dengan Matriks Etil Selulosa

Menggunakan Metode Penguapan Pelarut

Aliyah1, Latifah Rahman1, dan Ati Harsisa1 1

Laboratorium Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia Email:ati.harsisa@ymail.com

ABSTRACT: A research about microencapsulation salbutamol sulfate which is coated by ethyl cellulose had been done. The research was aimed to know the influence of concentrations ethyl cellulose to dissolution rate of salbutamol sulfate. Microcapsules were prepared by solvent evaporation method with speed of agitation 700 rpm with concentration of salbutamol sulfate to ethyl cellulose is 1:1 (F1); 1:2 (F2); 1:3 (F3). The microcapsules were evaluated for morphology, distribution of particles, drug content estimation, and dissolution studies. Distribution of particles are F1 resulted size particles about 1116,67µm, F2 resulted 1044 µm, and F3 resulted 795,67 µm. For drug content estimation, F1 contained about 207,24 ppm, F2 contained about 175,26 ppm, and F3 contained about 154,97ppm. The dissolution studies were performed in 900 ml pH 1,2, gastric fluid simulated without enzyme for four hour and pH 6,8 phosphate buffer for eight hour at 37±0,5oC, carried out using USP rotating basket method at 50 rpm. The dissolution studies showed that the dissolution rate of salbutamol sulfate can not be retarded by formulation of microcapsule coated by ethyl cellulose using solvent evaporation method. Microencapsulation of salbutamol sulfate using ethyl cellulose as matrix showed less effectiveness by using solvent evaporation method.

Key Words: microencapsulation, salbutamol sulfate, ethyl cellulose, solvent evaporation methods.

Pendahuluan

Salbutamol sulfat merupakan obat golongan beta agonis yang selektif pada reseptor β-2 dan banyak digunakan sebagai bronkodilator oral pada pasien asma atau pada pasien dengan obstruksi paru kronis. Salbutamol sulfat memiliki sifat mudah larut dalam air sehingga langsung diabsorbsi di saluran gastrointestinal dan diekskresi cepat dengan waktu paro sekitar 4-6 jam (1). Dengan waktu paro tersebut, maka dosis yang diberikan untuk pasien anak-anak atau dewasa adalah setiap empat hingga enam jam, sehingga perlu dikembangkan dalam bentuk sediaan lepas lambat. Bentuk sediaan lepas lambat dirancang agar pemakaian satu unit dosis tunggal memberikan pelepasan sejumlah obat dengan cepat dan menghasilkan respon terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus-menerus melepaskan sejumlah obat untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8-12 jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis (2).

Salah satu bentuk sediaan lepas lambat adalah mikrokapsul, yaitu bahan obat yang mengalami proses mikroenkapsulasi dengan polimer yang biocompatible sehingga menghasilkan partikel yang berdiameter 1 hingga 1000 µm. Keuntungan mikrokapsul yaitu dapat menutupi rasa atau bau, memperlambat pelepasan obat, meningkatkan kestabilan molekul obat, meningkatkan bioavailabilitas, dan sebagai sediaan yang menghasilkan pelepasan obat yang terkontrol (3).

(2)

juga untuk membentuk lapisan yang tidak larut air (3).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa etil selulosa sering digunakan sebagai polimer untuk obat-obat yang larut dalam air menggunakan metode penguapan pelarut emulsi ganda dan metode kristalisasi sferis (4). Metode penguapan pelarut merupakan metode yang sederhana dan sering digunakan untuk menghasilkan mikrokapsul dari berbagai jenis bahan obat dan polimer yang berbeda (3).

Penelitian Goudanavar (6) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etil selulosa yang digunakan pada pembuatan mikrokapsul salbutamol sulfat dengan

metode koaservasi adisi tanpa pelarut mengakibatkan semakin menurunnya laju pelepasan salbutamol sulfat.

Berdasarkan uraian di atas, timbul permasalahan yaitu apakah salbutamol sulfat dapat dibuat sediaan lepas lambat dalam bentuk mikrokapsul dengan metode lain. Untuk itu telah dibuat tiga formula mikrokapsul salbutamol sulfat dengan matriks etil selulosa yang divariasikan menggunakan metode penguapan pelarut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi etil selulosa terhadap kecepatan disolusi mikrokapsul salbutamol sulfat dengan metode penguapan pelarut.

Bahan, Alat, dan Metode

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah aseton, cangkang kapsul nomor 3, etil selulosa, n-hexan, parafin cair, salbutamol sulfat, dan tween 80.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat uji disolusi (Erweka), homogenizer (Turrax), lemari pengering granul, mikroskop, spektrofotometer UV-Visible (Lab Med), timbangan analitik (Sartorius), dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.

Metode

Penetapan Kecepatan Pengadukan dalam Pembuatan Mikrokapsul

Sebelum dilakukan pembuatan mikrokapsul terlebih dahulu dilakukan pembuatan mikrokapsul dengan menggunakan beberapa kecepatan pengadukan yaitu pada kecepatan 500 rpm, 700 rpm dan 1000 rpm. Hasil pengadukan yang menghasilkan morfologi mikrokapsul yang terbaik setelah dilihat di bawah mikroskop akan digunakan untuk pembuatan mikrokapsul selanjutnya.

Pembuatan Mikrokapsul

Mikrokapsul salbutamol sulfat dibuat dengan matriks etil selulosa dengan menggunakan metode penguapan pelarut. Caranya adalah:

etil selulosa dilarutkan dengan 20 ml aseton dalam Erlenmeyer, kemudian salbutamol sulfat didispersikan ke dalamnya. Selanjutnya campuran tersebut diemulsikan dalam 100 ml parafin cair yang mengandung 1,3 ml tween 80 dan diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 700 rpm selama tiga jam pada suhu kamar. Mikrokapsul yang terbentuk dikumpulkan melalui dekantasi dan dicuci dua kali dengan n-hexan masing-masing 100 ml untuk menghilangkan parafin cair yang melekat. Setelah itu disaring dan dikeringkan dalam lemari pengering granul. Setelah kering sejumlah mikrokapsul yang setara dengan 8 mg salbutamol sulfat dimasukkan ke dalam cangkang kapsul untuk uji disolusi.

Distribusi Ukuran Mikrokapsul

Penetapan distribusi ukuran menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x10. Sebanyak 300 partikel mikrokapsul diamati di bawah mikroskop dan dihitung diameternya dengan menggunakan skala okuler dan skala objektif yang telah dikalibrasi hingga diperoleh nilai satuan untuk satu skala.

Penetapan Kadar Zat Aktif

(3)

Pelaksanaan Uji Disolusi

Uji disolusi sediaan mikrokapsul dilakukan dengan menggunakan metode keranjang

dengan cara :

mikrokapsul dimasukkan media cairan lambung buatan tanpa enzim sebanyak 900 ml ke dalam wadah, lalu dibiarkan hingga suhu media mencapai 37±0,5oC. Dimasukkan satu buah kapsul yang berisi mikrokapsul yang setara dengan 8 mg salbutamol sulfat ke dalam keranjang yang terdapat pada pengaduk, lalu pengaduk dicelupkan ke dalam media dan dijalankan dengan kecepatan 50 putaran per menit. Pada jam pertama diambil 10 ml cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari pengaduk keranjang, tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Uji disolusi pada media cairan lambung buatan dilakukan selama empat jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap jam. Setiap selesai pengambilan sampel, ditambahkan 10 ml media yang baru suhu 37±0,5oC ke dalam labu disolusi. Sampel yang sudah diambil disaring menggunakan penyaring milipore dan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang maksimum.

Untuk uji disolusi pada media dapar fosfat pH 6,8, dilakukan seperti pada uji disolusi di atas tetapi pengujian dilakukan selama delapan jam.

Hasil

Hasil Penetapan Kecepatan Pengadukan dalam Pembuatan Mikrokapsul

Hasil uji pengaruh kecepatan pengadukan terhadap morfologi mikrokapsul menunjukkan bahwa kecepatan pengadukan terbaik yaitu kecepatan yang menghasilkan morfologi mikrokapsul yang paling mendekati bentuk spheris adalah 700 rpm.

Gambar 1. Mikrokapsul salbutamol sulfat dengan

kecepatan 700 putaran per menit (dilihat dengan mikroskop optik dengan perbesaran 4x10)

Hasil Distribusi Ukuran Mikrokapsul

Distribusi ukuran partikel dari ketiga formula memilki diameter rata-rata yang berbeda, yaitu formula I 1116,67 µm, formula II 1044 µm, dan formula III 795,67 µm.

Hasil Pengukuran Kadar Zat Aktif

Hasil pengukuran kadar zat aktif menunjukkan bahwa untuk formula I, dalam tiap 500 bpj mikrokapsul mengandung 207,24 bpj salbutamol sulfat, untuk formula II dalam tiap 500 bpj mikrokapsul mengandung 175,26 bpj, dan untuk formula III dalam tiap 500 bpj mikrokapsul mengandung 154,97 bpj.

Hasil Uji Disolusi

(4)

(A)

(B)

(C)

Gambar 2. Mikrokapsul salbutamol sulfat formula (A) I,(B) II, (C) III dengan kecepatan pengadukan 700 putaran per menit (dilihat dengan mikroskop optik dengan perbesaran 4x10)

Pembahasan

Pada penelitian ini, dibuat mikrokapsul salbutamol sulfat menggunakan metode penguapan pelarut. Dipilihnya metode penguapan pelarut karena metode ini dapat digunakan untuk penyalut yang hidrofobik dan memiliki kelarutan yang rendah dalam air namun larut dalam pelarut organik. Pelepasan obat dengan teknik mikroenkapsulasi berdasarkan pada kemampuan penyalut untuk menghambat difusi dari zat aktif dengan cara membentuk penghalang di sekeliling partikel obat. Dalam metode penguapan pelarut, proses terbentuknya mikrokapsul dimulai dengan memisahnya tetesan fase terdispersi dalam fase pembawa membentuk tetesan kecil.

Partikel polimer yang mengandung obat dapat memadat saat pelarut menguap.

Penetapan Kecepatan Pengadukan dalam Pembuatan Mikrokapsul

Untuk memperoleh morfologi mikrokapsul yang baik yaitu berbentuk hampir spheris, maka penelitian ini diawali dengan penentuan kecepatan pengadukan. Pada pengadukan yang lambat akan dihasilkan mikrokapsul dengan ukuran partikel yang lebih besar karena selama proses pengadukan terbentuk tetesan-tetesan dengan ukuran yang besar dan bentuk yang kurang spheris. Sebaliknya jika pengadukan terlalu cepat, maka akan dihasilkan tetesan yang sangat kecil sehingga mikrokapsul yang diperoleh terlalu kecil dan kurang spheris. Dalam penelitian ini, diperoleh kecepatan pengadukan yang menghasilkan partikel yang hampir spheris yaitu 700 putaran per menit.

Bahan penyalut yang digunakan untuk membentuk mikrokapsul ini adalah etil selulosa yang bersifat hidrofobik yang dapat memodifikasi pelepasan obat. Pelepasan obat pada mikrokapsul yang menggunakan etil selulosa berdasarkan difusi dan disolusi melalui pori sehingga dikendalikan oleh porositas permukaan, luas permukaan, dan ketebalan penyalut. Air dapat diserap melalui pori permukaan etil selulosa tanpa melarutkan etil selulosa itu sendiri.

Distribusi Ukuran Mikrokapsul

Hasil penentuan distribusi ukuran partikel pada masing-masing formula menunjukkan bahwa ukuran partikel dari mikrokapsul salbutamol sulfat yang paling kecil diperoleh pada formula III (perbandingan inti dan penyalut 1:3) dibandingankan dengan formula I (perbandingan inti dan penyalut 1:1) dan formula II (perbandingan inti dan penyalut 1:2). Hasil ukuran partikel yang diperoleh, formula III memenuhi range ukuran partikel mikrokapsul yaitu 1-1000 µm.

Pengukuran Kadar Zat Aktif

(5)

Dari hasil ini, semakin banyak salbutamol sulfat yang terjerap maka ukuran partikel semakin besar, sedangkan semakin kecil salbutamol sulfat yang terjerap maka ukuran partikel semakin kecil pula. Sehingga kemungkinan banyaknya salbutamol sulfat yang terjerap berperan penting dalam penentuan ukuran partikel mikrokapsul salbutamol sulfat.

Uji Disolusi

Uji disolusi pada sediaan obat padat bertujuan untuk mengukur dan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut dalam media cair yang diketahui volumenya pada suatu waktu tertentu menggunakan alat tertentu sehingga dapat digunakan untuk meramalkan kecepatan terlepasnya obat dari sediaan padat. Uji disolusi dilakukan dalam dua media yaitu media cairan lambung buatan tanpa enzim pH 1,2 selama empat jam dengan pengambilan sampel sebanyak tiga kali yaitu pada jam ke-1, ke-2, dan ke-4 dan media dapar fosfat pH 6,8 selama delapan jam dengan pengambilan sampel sebanyak lima kali yaitu pada jam ke-1, ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8.

Dari hasil uji disolusi pada media cairan lambung buatan tanpa enzim pada pH 1,2 menunjukkan bahwa banyaknya salbutamol sulfat yang terdisolusi dari masing-masing formula mikrokapsul lebih sedikit dibandingkan dengan banyaknya salbutamol sulfat.

Sedangkan hasil uji disolusi pada media dapar fosfat pH 6,8 menunjukkan bahwa untuk formula I dan formula II memiliki persentase disolusi yang lebih besar daripada salbutamol sulfat pada jam 1, ke-2, ke-4, ke-6, dan ke-8. Sedangkan untuk formula III menunjukkan memiliki persentase disolusi yang kecil hanya pada jam ke-1 dan jam ke-2 sedangkan pada jam ke-4, ke-6, dan ke-8 menunjukkan persentase disolusi yang lebih besar dibandingkan salbutamol sulfat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian penyalut etil selulosa dengan metode penguapan pelarut tidak memperlambat kecepatan disolusi salbutamol sulfat.

Ketebalan,kekerasan dan struktur pada permukaan penyalut (berpori atau tidak berpori) serta ukuran mikrokapsul juga dapat mempengaruhi kecepatan pelepasan obat (17). Dalam penelitian ini diperoleh bahwa

pengaruh konsentrasi etil selulosa tidak berhasil menurunkan laju disolusi salbutamol sulfat, kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya porositas yang besar, sehingga obat tidak tersalut sempurna (10).

Kesimpulan

Konsentrasi etil selulosa mempengaruhi karakteristik dan laju disolusi mikrokapsul salbutamol sulfat.

Semua formula pada media cairan lambung buatan tanpa enzim pH 1,2 memenuhi syarat laju disolusi yang telah ditetapkan.

Formula I ( salbutamol sulfat: etil selulosa dengan perbandingan 1:1) dan formula II ( salbutamol sulfat: etil selulosa dengan perbandingan 1:2) tidak berhasil memperlambat laju disolusi salbutamol sulfat, sedangkan formula III ( salbutamol sulfat: etil selulosa dengan perbandingan 1:3) dapat menurunkan laju disolusi salbutamol sulfat hanya pada jam ke-1, jam ke-2, dan jam ke-4 pada media dapar fosfat pH 6,8.

Referensi

1. Sweetman SC. Martindale The Complete Drug Reference. 36th ed. Pharmaceutical Press. Illinois. 2009. hal. 1133. Available as PDF file.

2. Ansel, HC . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms oleh Farida Ibrahim. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 1985. hal. 287, 291-297.

3. Khamanga Sandile M., Parfitt Natalie, Nyamuzhiwa Tsitsi, Walker Roderick B., Haidula Hendrina. The Evaluation of Eudragit Microcapsules Manufactured by Solvent Evaporation Using USP Apparatus 1. Dissolution Technologies. 2009 (5): 15-Characterization of Salbutamol Sulphate Loaded Ethyl Cellulose Microspheres Using Water-in-Oil-Oil Emulsion Technique.Iranian Journal of Pharm. Research. 2010 (2):

97-105. Available from:

(6)

5. Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed. Pharmaceutical Press, Illinois. 2009. hal 263. Availavle as PDF file.

6. Goudanavar P.S., Patil S.M., Manavi F.V. Design and Characterization of Sustained Release Microcapsules of Salbutamol Sulphate. International Journal of PharmTech Research. 2010

(2):1144-1149. Available from:

www.asiapharmaceutics.info/article.asp?iss n=0973-8398;year.

7. Banker, Gilbert S. Modern Pharmaceutics. 4th ed. Marcel Dekker Inc. New York. 2002. hal.503-506. Available as PDF file.

8. Florence, Alexander T. Modern Pharmaceutics Volume 2 Applications and Advances. Informa Healthcare USA, Inc. New York. 2009. hal. 1-4. Available as PDF file.

9. Shargel L, Yu AB. Biofarmasetika Dan Farmakoterapi Terapan. Edisi Kedua. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 1988. hal. 467- 473.

10. Swarbrick, James. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. 3rd edition. Informa Healthcare USA, Inc. New York. 2007. hal. 2315-2324. Available as PDF file.

11. Gennaro AR. et al. (Editor). Remington’s Pharmaceutical Sciences. Eighteen Edition. Mack Publishing Company. Easton. Pennsylvania. 1990. hal. 589, 592, 595, 599

12. Lachman L, Lieberman HA and Kanig JL. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. Third Edition. Lea and Febiger. Philadelphia. 1986. hal. 52,299, 302,317.

13. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1995. hal. 1084, 1143

14. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology. Tenth Edition. McGraw Hill. San Fransisco. 2006. Available as Compiled HTML Help File.

15. Chemical Book Team. Albuterol Sulfate [monograph on the internet]. Belgium: Cehmival Book 2011 [accessed 27 September 2011]. Available from: http://www.chemicalbook.com/chemicalprod uctproperty_EN.htm.

16. Murtaza Ghulam, Ahmad Mahmood, Akhtar Naveen, Rasool Fatima. A Comparative Study of Various Microecapsulation Techniques: Effect of Polymer Viscosity on Microcapsule Characteristics. Pak J.Pharm Sci. 2009 (22):219-300. Available from: www. Pjps.pk/CD_PJS_22222209-/paper/pdf.

17. Sutriyo, DJ & Novitasari, A. Mikroenkapsulasi Propanolol Hidroklorida dengan Penyalut Etil Selulosa Menggunakan Metode Penguapan Pelarut. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2004. Available from:www.jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v0 1n02/sutriyo010204.pdf?PHPSESSID.

Gambar

Gambar 1. Mikrokapsul salbutamol sulfat dengan kecepatan 700 putaran per menit (dilihat dengan mikroskop optik dengan perbesaran 4x10)
Gambar 2. Mikrokapsul salbutamol sulfat formula (A) I,(B) II, (C) III dengan kecepatan pengadukan 700 putaran per menit (dilihat dengan mikroskop optik dengan perbesaran 4x10)

Referensi

Dokumen terkait

Proses penguapan komponen zat ini dilakukan dengan pemanasan pada labu destilasi sehingga komponen zat yang memiliki titik didih yang lebih rendah akan menguap dan uap

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara senam lansia dengan kekambuhan nyeri sendi pada lansia penderita arthritis. Berdasarkan

Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Tarbiyah universitas Muhammadiyah Malang yang banyak memberi tambahan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh studi di Universitas

Maka dari itu, ada beberapa pilihan media yang bisa mendukung pelestarikan kesenian Jaran Kencak ini, salah satunya adalah dengan fotografi, untuk memperkenalkan seni Jaran

Sebagai seorang anak yang terlahir dalam keturunan keluarga besar dalang, maka tidaklah mengherankan kalau Ki Margono, S.Sn sudah pandai mendalang sejak

Berdasarkan indeks kesesuaian kawasan ekowisata (IKW) menunjukan bahwa stasiun 1 terkategori S2 atau sesuai untuk kegiatan ekowisata snorkeling dikarenakan tutpan

Alhamdulillahhiroobilalamin, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul “ Analisis Resistensi Bakteri Eschericia coli Yang Diisolasi Dari Feses Pasien

Untuk mendapatkan gambaran dispersi secara lebih lengkap pada visual citra satelit tersebut akan direkontruksi dengan melakukan simulasi atau pemodelan dispersi