• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI SMS (Short Message Service) (Analisis Putusan No : 59Pid.B2015PN.Sdn) (Jurnal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI SMS (Short Message Service) (Analisis Putusan No : 59Pid.B2015PN.Sdn) (Jurnal)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI

SMS (Short Message Service)

(Analisis Putusan No : 59/Pid.B/2015/PN.Sdn)

(Jurnal)

Oleh

HERMAWAN SUTANTO

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI

SMS (Short Message Service)

(Analisis Putusan No : 59/Pid.B/2015/PN.Sdn)

Oleh

Hermawan Sutanto, Sunarto, Damanhuri WN Email : [email protected]

Pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan atau penistaan terhadap seseorang yang diatur dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP dan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tindak pidana Pencemaran Nama Baik terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sukadana dalam Putusan Perkara Nomor 59/PID.B/2015/PN.SDN. Terdakwa dijatuhi hukuman Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pencemaran Nama Baik dengan pidana penjara selama 3 (Tiga) Bulan. Dalam skripsi ini penulis mengangkat 2 (dua) permasalahan yaitu (1) Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik? (2) Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tinak pidana Pencemaran Nama Baik? Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normativ dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,dokumen-dokumen resmi dan lain-lain. Berdasarkan hasil pembahasan dan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut Penerapan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah tepat mengingat pasal tersebut merupakan peraturan khusus atau Lex Specialis Derogat Legi Generalis (Peraturan Khusus mengenyampingkan peraturan yang umum), mengenai pertimbangan Hakim Pada Putusan Perkara nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn, telah mempertimbangkan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum baik bagi terdakwa, korban, masyarakat dan negara. Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini, diharapkan hakim dapat memberikan suatu putusan dapat memberikan efek jera bagi pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatanya.

(3)

ABSTRACT

JURIDICAL ANALYSIS ON JUDGES' JUDICIAL CONSIDERATIONS AGAINST OFFENDER OF DEFAMATION VIA SMS (Short Message

Service) (Decision Analysis No: 59/Pid.B/ 2015/PN.Sdn)

By

Hermawan Sutanto, Sunarto, Damanhuri WN Email : [email protected]

Defamation is defined as an insult or slander against a person's reputation as regulated under Article 310 Paragraph (1) of the Criminal Code and Article 27 Paragraph (3) of Law Number 11/2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE). The defamation crime has occured in the jurisdiction of Sukadana District Court with court decision Number 59/PID.B/2015/ PN.SDN. The defendant was sentenced to Article 27 Paragraph (3) Jo. Article 45 Paragraph (1) of Law Number 11/2008 regarding criminal defamation with 3 (three) months of imprisonment. In this research, the problems are formulated as follows: (1) How is the implementation of criminal law against the offender of criminal defamation? (2) What are the judges' judicial considerations in imposing criminal sanction against the defamation offender? The approaches used in this research were normative and empirical approaches. The primary data were obtained directly from field research related to the problems being researched. The secondary data were obtained from library research, like books of literature, legislation, official documents and others. Based on the results of the discussion, it can be concluded that the Implementation of Article 27 paragraph (3) jo. Article 45 paragraph (1) of Law No.11/2008 on Information and Electronic Transactions has been appropriate because it belongs to a special regulation or Lex Specialis Derogat Legi Generalis (special regulation overrides general regulation), concerning the Judges' court decision number 59/PID.B/2015/PN.Sdn, has been in accordance with Justice, Utilization and Legal Certainty for the defendant, the victim, the public and the state. It is suggested that the judges should impose a court decision with deterrent effect for the offenders to prevent the same crime.

(4)

I. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, menimbulkan problema baru bagi pembentuk Undang-Undang tentang bagaimana caranya melindungi masyarakat secara efektif dan efisien terhadap bahaya demoralisasi sebagai akibat masuknya pandangan dan kebiasan orang-orang asing mengenai kehidupan di negara masing-masing.1 Teknologi selain membawa keuntungan seperti memberi kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya, juga menimbulkan kerugian-kerugian seperti maraknya kejahatan-kejahatan yang dilakukan melalui teknologi informasi. Teknologi tidak hanya memberikan nilai yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan manusia, melainkan juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk melakukan berbagai perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatig) atau

bahkan melawan hukum

(wederechttelijk).

Berdasarkan pada pemikiran tersebut, berbagai upaya dalam hal pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang bisa mencegah berbagai dampak negatif akibat dari perbuatan hukum harus segera dilakukan. KUHP sebagai lex generali bagi aturan hukum pidana materiil pada akhirnya tidak dapat lagi digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan mutakhir. Inilah latar belakang munculnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana di luar KUHP. Salah satu tindak pidana mutakhir sekarang adalah tindakan yang merugikan ikepentingan hukum yang dilakukan di media

1 P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang,

Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm 1.

Teknologi Informasi dan Komunikasi, oleh karena itu terbentuklah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4843) yang untuk selanjutnya disebut UU ITE.

Dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP menyebutkan “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”. Dilihat dari KUHP pencemaran nama baik diistilahkan sebagai penghinaan atau penistaan terhadap seseorang. Penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang belum terbukti kebenarannya dengan maksud tuduhan itu akan tersiar dan diketahui orang banyak. R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan “menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.” Yang diserang biasanya merasa ‘malu’. ‘Kehormatan’ yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang ‘namabaik’, bukan ‘kehormatan’ dalam lapangan seksuil.2 Kehormatan atau nama baik merupakan hal yang dimiliki oleh manusia yang masih hidup. Karena itulah tindak pidana terhadap kehormatan dan nama baik pada umumnya ditujukan terhadap seseorang yang masih hidup. Demikian halnya dengan badan hukum, pada hakikatnya tidak mempunyai kehormatan, tetapi KUHP menganut bahwa badan hukum

2 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum

(5)

tertentu, antara lain : Presiden atau Wakil Presiden, Kepala Negara, Perwakilan

Negara Sahabat,

Golongan/Agama/Suku, atau badan umum, memiliki kehormatan dan nama baik. Delik pencemaran nama baik bersifat subjektif, yaitu penilaian terhadap pencemaran nama baik tergantung pada pihak yang diserang nama baiknya. Pencemaran nama baik hanya dapat diproses oleh polisi apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya. Pencemaran nama baik melalui media elektronik diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pencemaran nama baik bersifat delik aduan, yakni perkara pencemaran nama baik terjadi jika ada pihak yang mengadu.3 Artinya, masyarakat yang merasa dirugikan nama baiknya atau merasa terhina dapat mengadu ke aparat hukum agar perkara dapat segera di tindak lanjuti, artinya aparat hukum tidak berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan apabila tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Kaitannya dengan tindak pidana pencemaran nama baik, terdapat Putusan Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn, dalam perkara tersebut seorang PNS ( Pegawai Negeri Sipil) yaitu sebagai Bidan desa dengan pendidikan S1 (Strata 1) yang mana seharusnya menjadi pegawai yang melayani masyarakat dalam bidang medis menjadi bagi warganya dalam cara berprilaku dan bersikap akan tetapi melakukan perbuatan penghinaan nama baik yang dilakukan oleh terdakwa

TUMINI WIDYAWATI Binti

WAGIMIN yang dilakukan terhadap mantan suaminya sendiri SAPRIHUDIN Binti RADEN ALAMSAH.

3 Andi Hamzah, Delik-Delik tertentu Dalam

KUHP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 178

Perbuatan penghinaan nama baik yang dilakukan oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI Binti WAGIMIN terhadap mantan suaminya sendiri

SAPRIHUDIN Binti RADEN

ALAMSAH dilakukan melalui media

SMS (Short Massage Service) pada tanggal 16 maret 2014 yang dikirim melalui nomor HandPhone

08127235212 yang diketahui nomor tersebut adalah milik terdakwa TUMINI WIDYAWATI Binti WAGIMIN. Dalam pesan singkat yang dikirimkan terdakwa kepada korban SAPRIHUDIN Binti RADEN ALAMSAH , berisi muatan kalimat penghinaan sebagai berikut :

“Kamu UDIN dan keluargamu kalau

gak ngerampok punya orang gak punya barang, sampai anak sendiri nangis-nangis minta dipan aja dilarang dan keluarga besar ikut campur semua!! Modal alat vital aja tapi mau punya barang-barang, gak tau malu dan punya perasaan!! Makan tu barang punya anak!! Dasar keturunan keluarga ga punya malu sampai naik haji cuman modal vital udah mau sok hebat dimata masyarakat ga Tahunya untuk hidup sendiri aja masih minta-minta dengan isteri cuman punya alat vital”

(6)

bersalah dan pidana percobaan selama 3 (tiga) bulan penjara.

Hal tersebut yang mendorong penulis untuk meneliti pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Putusan No 59/Pid.B/2015/PN.Sdn dalam skripsi yang berjudul

“Analisis Pertanggungjawaban

Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media SMS (Short Massage Service) Analisis Putusan No 59/Pid.B/2015/PN.Sdn”

Berdasarkan uraian tersebut, dalam hal ini yang menjadi permasalaan didalam penelitin adalah :

a. Bagaimanakah penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media elektronik dalam Putusan No.59/Pid.B/2015/PN.Sdn? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik melalui media SMS (Short Massage Service) ?

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap Hakim Pengadilan Negeri Sukadana, Jaksa diwilayah Kejaksaan Negeri Sukadana, dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain. Kemudian data di analisis secara kuantitatif kemudian disajikan secara deskriktif,

yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan untuk mendapatkan kesimpulan.

II. PEMBAHASAN

A. Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik dalam Putusan No.59/Pid.B/2015/PN.Sdn

Tindak pidana penghinaan adalah tindak pidana yang berkaitan erat dengan tindakan menyerang nama baik dan/ atau kehormatan seseorang yang sifatnya sangat subyektif dan sangat sulit diukur. Ketentuan mengenai penghinaan ditujukan untuk melindungi kepentingan kehormatan dan nama baik individu sebagai bentuk hak asasi manusia. Tetapi perlindungan tersebut perlu dilihat juga dari pandangan umum atau masyarakat apakah suatu perbuatan dianggap telah menyerang kehormatan dan/ atau nama baik seseorang. Oleh sebab itu unsur kepentingan umum memegang peranan penting untuk menentukan apakah suatu tindakan dianggap sebagai perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik. Pencemaran nama baik atau yang disebut penghinaan diatur dalam Bab XVI KUHP yakni Pasal 310 sampai Pasal 321 KUHP yang merupakan penghinaan umum. Sedangkan penghinaan khusus diatur secara tersebar di luar ketentuan Bab XVI KUHP. Dalam KUHP sendiri, pencemaran nama baik masuk dalam kategori delik aduan kecuali dilakukan terhadap pengawai negeri sipil yang sedang menjalankan tugasnya secara sah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 316 KUHP.

(7)

unsur-unsur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP yakni :

1. Unsur “barangsiapa”.

Unsur barangsiapa yang dimaksudkan adalah setiap orang atau siapa saja yang merupakan subjek hukum suatu tindak pidana yang dianggap cakap dan dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya secara hukum. 2. Unsur “dengansengaja”.

Menurut doktrin (ilmu pengetahuan), sengaja termasuk unsur subjektif, yang ditujukan terhadap perbuatan artinya pelaku mengetahui perbuatannya yang dalam hal ini pelaku menyadari mengucapkan kata- katanya yang mengandung pelanggaran terhadap kehormatan atau nama baik orang lain.4 Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 37 K/Kr/1958 tanggal 21 Desember 1957. Dalam kasus pencemaran nama baik Putusan Nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn, pelaku, TUMINI WIDYAWATI menyadari atau mengetahui bahwa kata-kata itu diucapkan dan mengetahui bahwa kata-kata tersebut merupakan kata-kata-kata-kata

“menista”, bahwa si pelaku bukan

mempunyai niat untuk menghina atau menista, tidak merupakan bagian dari

dolus atau opzet.

3. Unsur “menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu”. Kata “menyerang” disini bukan berarti menyerbu melainkan dimaksud dalam arti melanggar, sebagian pakar menggunakan “memerkosa” kehormatan dan nama baik. Kata “nama baik” dimaksudkan sebagai kehormatan yang diberikan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik karena perbuatannya atau kedudukannya.

4 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum

Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.10

5Ibid., hlm12

4. Unsur “dengan maksud yang nyata supaya diketahui oleh umum”.

Unsur yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, unsur ini dalam penerapannya memerlukan kecermatan karena harus dapat dibuktikan “maksud nyata untuk menyiarkan”, misalnya : a. Diberitakan kepada satu orang di

hadapan umum, dengan suara yang dapat di dengar oleh orang lain; b. X dan Y bertengkar, dimana Y

dengan suara lantang yang dapat didengar oleh banyak orang, menuduh X telah melakukan pencurian di rumah B pada hari Senin yang lalu.5

Menyerang kehormatan dan nama baik dalam konstruski KUHP hanya bisa dilakukan apabila kejahatan atas nama baik itu dilakukan setidaknya dihadapan pihak ketiga. Oleh karena dengan adanya 1 (satu) orang saja selain dari pada 2 (dua) orang lain yang bersangkutan maka unsur di muka umum sebagaimana dimaksud oleh KUHP sudahlah terpenuhi. Namun menurut R. Soesilo bahwa perbuatan kejahatan atas nama baik tidaklah harus dilakukan di depan umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa terdakwa ada maksud untuk menyiarkan tuduhan itu. Dengan demikian dapat diketahui pengertian pencemaran nama baik sebagaimana telah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP.

(8)

perbuatan itu dapat dihukum adalah sebagai berikut :

1. Unsur “SetiapOrang”.

Kata “SETIAPORANG” identik dengan kata “BARANGSIAPA” menunjukkan kepada siapa orangnya yang harus

bertanggungjawab atas

perbuatan/kejadian yang didakwakan itu atau setidak-tidaknya mengenai siapa orangnya yang harus dijadikan terdakwa dalam perkara ini. Kata

“BARANGSIAPA” menurut Buku

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Buku II, Edisi Revisi Tahun 2014, Halaman 208 dari MAHKAMAH

AGUNG RI dan PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG RI Nomor: 1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 terminologi kata “BARANGSIAPA” atau “HIJ” sebagai siapa saja yang harus dijadikan terdakwa/dader atau setiap orang sebagai subyek hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat diminta pertanggungjawaban dalam segala tindakannya.

Unsur Setiap orang berarti siapa saja sebagai subyek hukum jika terdapat cukup bukti telah didakwa melakukan suatu tindak pidana, terhadapnya tidak ada alasan pembenar maupun pemaaf serta padanya terdapat kesalahan. Dalam perkara ini yang didakwa melakukan suatu tindak pidana yaitu TUMINI WIDYAWATI. Dengan demikian unsur “setiaporang” telah terpenuhi.

2. Unsur “dengansengaja”

Dalam kejahatan pencemaran nama baik terdapat dua unsur kesalahan. Sengaja (ofzettelijk) dan maksud (opzet als oogmerk) atau tujuan (doel). Walaupun dalam doktrin maksud itu adalah juga kesengajaan (dalam arti sempit, yang disebut dengan kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk ), tetap fungsi unsur sengaja dan fungsi maksud dalam pencemaran berbeda. Sikap batin

“sengaja” ditujukan pada perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik orang (perbuatan dan objek perbuatan). Sementara sikap batin “maksud” ditujukan pada unsur “diketahui oleh umum” mengenai perbuatan apa yang dituduhkan pada orang itu.

Terhadap fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, diketahui bahwa : a) Jaksa Penuntut Umum dapat

membuktikan asal usul barang bukti berupa print out SMS terdakwa, dibuktikan dengan nomor

Handphone yang digunakan untuk mengirimkan kalimat penghinaan adalah benar bahwa nomor tersebut adalah nomor terdakwa TUMINI WIDYAWATI

b) Berdasarkan pendapat Ahli TARULI, sebagai ahli bahasa yang dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim Jika melihat kalimat yang diduga ditulis oleh terdakwa yang telah disederhanakan :

Yang pertama : “Kamu Udin dan keluargamu kalau gak ngrampok punya orang gak punya barang”

Terdapat Unsur melecehkan dan Unsur menghina

Yang Kedua : “sampai anak sendiri nangis nangis minta dipan aja dilarang, dan keluarga besar ikut campur semua

!!!”

Terdapat Unsur pesan

Yang Ketiga : “modal alat vital aja tapi mau punya barang gak tau malu dan punya perasaan!! Makan tu barang punya anak!!”

Terdapat Unsur melecehkan dan seolah tidah punya harta lain

(9)

hidup sendiri aja masih minta minta dengan istri Cuma modal alat vital”

Kalimat tersebut oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI dikirimkan bukan hanya ke nomor Handphone korban SAPRIHUDIN, tetapi juga kepada tiga nomor lainya yang diketahui adalah : TULUS PRASETYO, LENAWATI, dan SITI NUR FATIMAH maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan

“mendistribusikan”. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, mendistribusikan adalah menyalurkan (membagikan, mengirimkan) kepada beberapa orang atau beberapa tempat. Kemudian menurut pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-VII/2009 halaman 89, pengertian

mendistribusikan yaitu

menyebarluaskan melalui sarana/media elektronik ditujukan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki.

Perbuatan mendistribusikan diartikan sebagai perbuatan dalam bentuk dan cara apapun yang sifatnya menyalurkan, membagikan, mengirimkan, memberikan menyebarkan informasi elektronik kepada orang lain atau tempat lain dalam melakukan transaksi elektronik dengan menggunakan teknologi informasi. Tetapi dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik,

“mendistribusikan” tidak dapat terlepas dari apa yang menjadi obyek dari apa yang didistribusikan yang juga merupakan unsur pasal tersebut, yaitu

“muatan penghinaan dan/ atau

pencemaran nama baik” sehingga unsur “yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik” harus dibuktikan terlebih dahulu.6 Secara

6Ibid., hlm. 220

keseluruhan, maka dengan demikian unsur “sengaja” telah terbukti.

3. Unsur “tanpahak”.

Dalam doktrin pengertian melawan hukum sendiri bermacam- macam. Ada mengartikan sebagai “tanpa hak sendiri” (Zonder wigwn recht), “bertentangan dengan hak orang lain (tegen eens anders recht)”, “bertentangan dengan hukum objektif” (tegen het objectieve recht).

4. Unsur “Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya”.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses”.

Kemudian menurut pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-VII/2009 halaman 89 menjelaskan sebagai berikut :

Mendistribusikan yaitu menyebarluas-kan melalui sarana/media elektronik ditujukan kepada orang-orang tertentu yang dikehendaki. Mentransmisikan yaitu memasukkan informasi ke dalam jaringan media elektronik yang bisa diakses publik oleh siapa saja yang tidak dibatasi oleh tempat dan waktu (kapan saja dan dimana saja).

Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem

Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.

(10)

telecopy, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode, akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode, akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Perbuatan terdakwa TUMINI WIDYAWATI yang telah mengirimkan kalimat penghinaan kepada korban SAPRIHUDIN dan ketiga orang lainya adalah termasuk “Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya” yang tidak terpisahkan dengan unsur yang mendahului yakni “unsur sengaja dan tanpa hak” telah terbukti.

5. Muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Satohid Kartanegara menyatakan :

“Menurut KUHP, terdapat empat jenis kejahatan yang ditujukan terhadap kehormatan seseorang dan mempunyai bentuk murni, yaitu : 1. Menista (menghina) secara lisan (smaad), 2. Menista secara tertulis (smaaddschrift), 3. Memfitnah (laster), 4.Penghinaan ringan (eenvoudige belediging).” Lebih lanjut beliau juga menulis, kejahatan “penghinaan” atau belediging ini adalah merupakan pelanggaran atau perkosaan terhadap kehormatan seseorang.

Dalam fakta persidangan, menurut pendapat Ahli TARULI, sebagai ahli bahasa yang dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim Jika melihat kalimat yang diduga ditulis oleh terdakwa yang telah disederhanakan :

Yang pertama : “Kamu Udin dan keluargamu kalau gak ngrampok punya orang gak punya barang”

Terdapat Unsur melecehkan dan Unsur menghina

Yang Kedua : “sampai anak sendiri nangis nangis minta dipan aja dilarang, dan keluarga besar ikut campur semua

!!!”

Terdapat Unsur pesan

Yang Ketiga : “modal alat vital aja tapi mau punya barang gak tau malu dan punya perasaan!! Makan tu barang punya anak!!”

Terdapat Unsur melecehkan dan seolah tidah punya harta lain

Yang keempat : “dasar keturunan keluarga gak punya malu sampai naik haji Cuma modal alat vital udah mau sok hebat dimata masyarakat gak taunya hidup sendiri aja masih minta minta dengan istri Cuma modalalat vital”

Terdapat unsur melecehkan dan menghina

Penilaian atau tolak ukur untuk menilai “sengaja” tersebut adalah perbuatan- perbuatan yang nampak dari si pelaku sehingga sengaja tersebut haruslah mempunyai batasan-batasan. Dalam kasus ini SAPRIHUDIN telah dicemarkan nama baiknya dan merasa terhina atas pesan pribadi SMS yang diduga dibuat oleh terdakwa.

(11)

terdakwa telah dengan sengaja membuat pesan pribadi atau SMS yang isinya menghina korban SAPRIHUDIN pada

handphone miliknya sehingga unsur

“muatan penghinaan dan/ atau

pencemaran nama baik” telah terpenuhi. Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui analisa hasil putusan dan bahan kepustakaan, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sesuai dengan posisi kasus, keterangan saksi, keterangan ahli yakni alat bukti yang sah seperti surat hasil Visum et Repertum sebagaimana diuraikan diatas, maka bila satu dengan yang lainnya saling dihubungkan, ditemukan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa seluruh unsur-unsur dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi. Sehingga dengan demikian putusan ataupun kesimpulan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik sesuai Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan pidana penjara selama 3 bulan dengan tidak perlu menjalani pidana tersebut dengan ketentuan dalam waktu 1 tahun, terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana yang sama atau lainya. Penerapan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah tepat mengingat pasal tersebut merupakan peraturan khusus mengenai pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga kemudian berlakulah Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis

(Peraturan Khusus mengenyampingkan peraturan yang umum)

7 Wawancara dengan bapak Asri Suryawildhana

selaku hakim pengadila n negeri sukadana tanggal 5 Maret 2017 pukul 10.00 wib

B. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik melalui Media SMS (Analisis Perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn) Pemberian keputusan oleh hakim terhadap putusan yang akan dijatuhkan oleh pengadilan tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim berdasarkan penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti didalam pemeriksaan dalam sidang pengadilan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan dan berat ringannya sanksi terhadap tindak pidana penghinaan nama baik Putusan Nomor : 59/Pid.B /2015/PN.Sdn didasarkan pada kesalahan yang terbukti di dalam persidangan. Untuk itu dalam mempertimbangkan berat ringannya pemidanaan harus dilakukan kajian terhadap dakwaan yang diajukan dengan fakta -fakta yang terbukti di dalam persidangan.

(12)

oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

1. Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Teori ini diperguanakan hakim dimana pertimbangan akan perbuatan yang diluakan oleh terdakwa, dalam perkara pidana atau pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara perdata, disamping dengan minimum 2 (dua) alat bukti, harus ditambah dengan keyakinan hakim. Akan tetapi keyakinan hakim adakalanya sangat bersifat subjektif, yang hanya didasarkan pada instink atau naruli hakim saja. Oleh karena itu, hakim harus berhati-hati dalam menggunakan teori ini.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik itu ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan yang lain.

4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalam dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya

dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban, maupun masyarakat.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari pertauran perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan putusan.

6. Teori Kebijaksanaan

Teori kebijakan biasanya berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Tetapi, teori ini juga digunakan pada perkara pidana lainnya tidak hanya terbatas pada perkara anak saja. Salah satu tujuan dari teori kebijakan sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan. Kebijaksanaan memang harus dimilikioleh setiap orang, terutama oleh hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

Teori dasar pertimbangan hakim, yaitu putusan hakim yang baik, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan 4 kriteria dasar pertanyaan (the four way test) berupa :

1. Benarkah putusan yang dikeluarkan tersebut

2. Jujurkah hakim dalam mengambil keputusan tersebut?

(13)

4. Bermanfaatka putusan Hakim tersebut8

Dalam putusan hakim harus memuat hal-hal sebagai berikut:

a) Dasar mengadili

Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Pengadilan Negeri berwenang

mengadili segala perkara tindak pidana yang dilakukan dalam daerah

hukumnya” Pada perkara Nomor

59/Pid.B/2015/PN.Sdn pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana tersebut adalah Pengadilan Negeri Sukadana karena locus delicte dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Sukadana.

b) Dasar memutus

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan syarat-syarat pemidanaan antara lain:

1. Perbuatan

a) Memenuhi rumusan undang-undang. Perbuatan terdakwa TUMINI WIDYAWATI yang telah melakukan perbuatan penghinaan melalui pesan singkat telah memenuhi rumusan Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transasksi Elektronik.

b) Perbuatan terdakwa bersifat melawan hukum.

Suatu perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum, jika perbuatan tersebut diancam dengan pidana dan telah dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang. Pada perkara tindak pidana penghinaan nama baik yang dilakukan oleh Terdakwa TUMINI WIDYAWATI perbuatan Terdakwa adalah bersifat melawan hukum, sebab menurut teori sifat melawan hukum

8 Lilik Mulyadi. Kekuasaan Kehakiman, (

Surabaya : Bina Ilmu, 2007), hlm 136

formil perbuatan tersebut telah diancam dan dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, karena perbuatan itu diancam dengan pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transasksi Elektronik. c) Tidak adanya alasan pembenar

Pada perkara tindak pidana penghinaan nama baik yang dilakukan oleh terdakwa TUMINI WIDYAWATI, terdakwa melakukan perbuatan tersebut bukan karena pembelaan terpaksa, bukan pula karena melaksanakan perintah Undang-Undang dan perintah jabatan yang sah. Maka di persidangan tidak terbukti fakta hukum yang dapat dipergunakan sebagai alasan pembenar.

2.Orang/ pelaku

Seseorang dapat dipidana tidak hanya jika perbuatan yang dilakukannya bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang, dan tidak ada alasan pembenar, hal tersebut belum cukup untuk memenuhi syarat penjatuhan pidana. Untuk menjatuhkan pidana, masih perlu adanya syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu harus mempunyai kesalahan. Disini berlaku apa yang disebut “tiada pidana tanpa kesalahan”.

(14)

bukti Surat sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Majlis Hakim juga telah telah mendengar keterangan dari terdakwa. Pada Putusan Perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn, Majelis Hakim telah memperhatikan pula hal-hal yang meringankan dan yang memberatkan terdakwa. Hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak berterus terang dalam hal memberikan keterangan sementara, hal yang meringankan yaitu perbuatan terdakwa reaksi atas perselisihan Rumah Tangga antara terdakwa dengan korban, Terdakwa juga adalah seorang Bidan atau tenaga medis yang keberadaanya sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Selain itu juga terdakwa adalah single parent karena telah bercerai dengan korban yang juga adalah mantan suaminya dan oleh karena itu harus mendidik anaknya yang masih bersekolah.

Berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang telah melakukan tindak pidana penghinaan nama baik, hakim dalam pertimbanganya harus mengacu pada rumusan : Pasal 27 Ayat (3) “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik”

Pasal 45 Ayat (1) “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), atau Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) Tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 750.000.000 (Tujuh ratus juta rupiah)

Menurut analisis Penulis, mengenai syarat-syarat pemidanaan tersebut, baik dari sisi perbuatan maupun pelaku, semuanya telah terpenuhi. Berarti menurut hukum pidana meteriil, terhadap terdakwa telah dapat dijatuhi hukuman. Dikaitkan lagi dengan hukum pidana formilnya, maka setelah syarat-syarat pemidanaan terpenuhi, harus didukung pula oleh alat bukti minimum yang sah sebagaimana sesuai dengan rumusal Pasal 183 KUHAP yang

menyatakan.“Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang benar-benar melakukannya.”

Dalam suatu putusan hakim, setidaknya akan memuat 3 unsur yaitu :

1) Keadilan

2) Kepastian Hukum 3) Kemanfaatan.

Keadilan disini memiliki arti dimana suatu putusan hakim tersebut memiliki keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Menurut penulis sendiri, keadilan merupakan suatu hasil dari keputusan yang mengandung kebenaran, tidak memihak, dapat dipertanggung-jawabkan, dan memperlakukan setiap individu pada kedudukan yang sama dimata hukum.

(15)

multitafsir baik bagi pelaku, korban, ataupun masyarakat.

Kemanfaatan yakni suatu putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh hakim setidak tidaknya memiliki manfaat bukan hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi dunia peradilan dan ilmu pengetahuan. Berkaitan dengan perkara nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn ini, asas kemanfaatan tercermin dari putusan Hakim yang memberikan pidana percobaan kepada terdakwa TUMINI WIDYAWATI. Hal ini berhubungan dengan statusnya sebagai Single Parents

dan juga sebagai tulang punggung keluarga yang harus membesarkan anaknya. Hakim berpendapat jika pidana penjara tersebut harus dijalankan oleh terdakwa, akan terganggunya kelangsungan hidup bagi anaknya, dan juga bagi kelangsungan pekerjaanya sebagai tenaga medis Bidan Desa yang secara tidak langsung juga akan merugikan masyarakat sekitar.

Berkaitan dengan uraian di atas dijadikan pertimbangan hukum hakim dalam memutus dan menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana pencemaran nama baik yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara Nomor 59/Pid.B/2015/PN.Sdn. Hakim dalam pertimbangannya mengacu bukan hanya mengacu kepada Pasal 27 Ayat (3) Jo.

Pasal 45 Ayat (1) tetapi juga ketentuan dalam pasal 315 KUHPidana yang menyatakan :

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan maupun tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling

lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp -4500.”

Hakim berpendapat bahwa terdakwa TUMINI WIDYAWATI telah terbukti bersalah, tetapi oleh karena perbuatan terdakwa jika dihubungkan dengan pasal 315 KUHPidana yang mengatur tentanng penghinaan ringan, majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana percobaan selama 3 (tiga) bulan penjara dengan tidak menjatuhkan pidana denda sesuai dengan tuntutan penuntut umum. Peranan Hakim penting sekali. Ia mengkonkretkan sanksi pidana yang terdapat dalam suatu peraturan dengan menjatuhkan hukuman bagi terdakwa. Jadi, pidana yang jatuhkan diharapkan dapat menyelesaikan konflik atau pertentangan dan juga mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia, dan merupakan pemberian makna kepada pidana dalam sistem hukum Indonesia. Meskipun pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu hukuman, namun pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.

(16)

sebagaimana yang diajukan oleh Penuntut Umum kepada terdakwa agar dengan pidana tersebut akan efektif dan memberikan efek jera kepada terdakwa dan sesuai atas perbuatan yang telah dibuat terdakwa sebaliknya Pidana yang ringan kurang menimbulkan efek jera kepada terdakwa dan masyarakat.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan Negeri Sukadana Nomor : 59/PID.B/2015/PN.Sdn, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penerapan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah tepat mengingat pasal tersebut merupakan peraturan khusus mengenai pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga kemudian berlakulah Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis (Peraturan Khusus mengenyampingkan peraturan yang umum). Suatu perbuatan harus memiliki sanksi yang mengikat, hal ini berdasarkan prinsip asas legalitas dimana seorang tidak boleh dipidana tanpa ada aturan yang jelas melarangnya. Oleh karena itu maka sanksi yang dikenakan terhadap terdakwa TUMINI WIDYAWATI telah sesuai dengan Undang-Undang yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3) Jo.

Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE), Hakim yang memeriksa perkara tersebut telah menjatuhkan putusan pemidanaan berupa pidana percobaan penjara selama 3 (Tiga) bulan.

2. Pada Putusan Perkara Nomor 59/ PID.B/ 2015/ PN.Sdn, Majelis Hakim telah mempertimbangkan dasar mengadili, dasar memutus, serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Syarat-syarat untuk menjatuhkan pidana telah terpenuhi, yaitu terpenuhinya unsur-unsur Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi Elektronik (ITE). Selain itu dalam putusan nomor 59/PID.B/2015/PN.Sdn, Majelis Hakim telah mempertimbngkan fakta fakta dalam persidangan yang dapat memberatkan maupun meringankan terdakwa. Dalam putusanya juga Majelis Hakim mempertimbangkan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Hukum baik bagi terdakwa, korban, ataupun masyarakat dan negara. B. Saran

Berdasarkan keadaan yang ada pada saat ini, maka diberikan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah maupun pihak yang berwenang sebaiknya dapat memberikan arahan dan sosialisasi mengenai tindak pidana Pencemaran Nama Baik khususnya yang dilakukan melalui media Elektronik. Kebebasan yang dimiliki setiap masyarakat sering kali membuat tanggung jawab sebagai invidu yang tunduk pada hukum diabaikan. Minimnya pengetahuan dan pengertian mengenai tindak pidana Pencemaran Nama Baik kerap membuat masyarakat melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum salah satunya yaitu pencemran nama baik.

(17)

mengedepankan efek jera yang dapat membuat pelaku tindak pidana tidak lagi mengulangi kesalahanya, dan sebagai model pembelajaran bagi masyarakat bahwa suatu ketentuan yang termuat didalam Undang-Undang memiliki sanksi yang berat sehingga dengan itu akan terciptanya kondisi masyarakat yang taat dan patuh terhadap hukum

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. 2014. Delik-Delik tertentu Dalam KUHP. Jakarta: Sinar Grafika

Lamintang, P.A.F. 1 9 9 6 Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : PT. Citra Adityta Bakti

Marpaung, Leden. 2009. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika.

Mulyadi, Lilik. 2007. Kekuasaan Kehakiman. Surabaya : Bina Ilmu Soesilo, R. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeriahlm.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

No HP : 082186764255

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah : (1) Untuk dimensi percaya diri berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

Secara umum teknik perbankan pada pembiayaan iB istishna di BPRS Suriyah KC Kudus yaitu jika pembeli dalam akad istisna tidak mewajibkan bank untuk membuat sendiri barang

Adapun yang menjadi khalayak sasaran dalam kegiatan Pelatihan Pembekalan tentang prinsip-prinsip desain Interior ini adalah Siswa SMK Negeri 4 Padang jurusan DIPL

30 Inhibitor senyawa organik umumnya adalah jenis inhibitor teradsorbsi yaitu inhibitor yang menurunkan laju korosi dengan mengisolasi permukaan logam dari lingkungan yang

Kondisi optimal produksi bioetanol dengan perlakuan awal asam dari bahan baku kulit pisang belum ditemukan sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penelitian

Pada waktu fermentasi diatas 7 hari kadar etanol yang diperoleh juga dapat menurun yang dapat disebabkan oleh ketersediaan glukosa dalam sampel telah sedikit dan

Sila pertama dari Pancasila NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi

Pembelajaran. Berdasarkan grafik 3 dapat di amati bahwa terdapat perbedaan rata-rata perolehan hasil belajar siswa sebelum pembelajaran menggunakan modul dan setelah