• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Ekosistem danau dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar yang dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan bagian dari zona benthal yang masih dapat ditembus oleh cahaya matahari, sedangkan zona profundal merupakan bagian dari zona benthal di bagian perairan yang dalam dan tidak dapat ditembus lagi oleh cahaya matahari. Zona perairan bebas sampai ke wilayah tepi merupakan habitat nekton plankton yang disebut zona pelagial. Selanjutnya dikenal zona pleustal, yaitu zona pada permukaan perairan yang merupakan habitat bagi kelompok neuston dan pleuston (Barus, 2004).

Berdasarkan keadaan nutrisinya Payne (1986) diacu oleh Sinaga (2009), menggolongkan danau menjadi 3 jenis yaitu:

a. Danau Oligotrofik yaitu danau yang mengandung nutrien (miskin akan nutrien), biasanya dalam dan produktivitas primernya rendah. Sedimen pada bagian dasar kebanyakan mengandung senyawa anorganik dan konsentrasi oksigen pada bagian hipolimnion tinggi. Walaupun jumlah organisme pada danau ini rendah tetapi keanekaragaman spesies tinggi.

(2)

tinggi dan konsentrasi oksigen rendah. Walaupun jumlah dan biomassa organisme pada danau ini tinggi tetapi keanekaragaman spesies rendah.

c. Danau Distrofik, yaitu danau yang memperoleh sejumlah bahan-bahan organik dari luar danau, khususnya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan air berwarna coklat. Produktivitas primer pada danau ini rendah, yang umumnya berasal dari hasil fotosintesa plankton. Tipe danau distrofik ini juga sedikit mengandung nutrien dan pada bagian hipolimnion terjadi defisit oksigen. Suatu danau berlumpur mewakili bentuk danau distrofik.

Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Barus, 2004).

Ekosistem Danau Siombak

(3)

luas sekitar 40 ha dengan garis tengah 1.000 meter dan memiliki kedalaman 10 meter. Sebanyak 29 ha dari luas danau itu merupakan areal perairan, sisanya areal daratan. Danau yang berada di ketinggian dua meter di atas permukaan laut itu, sangat potensial sebagai sebuah tempat tujuan wisata karena memiliki keindahan alam yang sekelilingnya ditumbuhi pohon nyiur hijau. Danau itu terletak di antara dua sungai, yaitu Sungai Deli yang bermuara di Bagan Deli, Belawan, dan Sungai Terjun yang bermuara di Kuala Deli, Belawan (Agustini, 2013).

Danau Siombak adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir. Hasil pengerukan pasir di areal tersebut dimanfaatkan sebagai material timbunan jalan tol yang menghubungkan Belawan-Medan-Tanjung Morawa, yang dibangun pada tahun 1980-an. Danau Siombak yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi destinasi kegiatan wisata di kawasan Kota Medan bagian Utara, seperti halnya kawasan Ancol di DKI Jakarta. Potensi wisata air di perairan Danau Siombak sangat mungkin untuk dikembangkan, demikian juga daerah tepian danau yang dapat dijadikan tempat Camping Ground, Taman Margasatwa, maupun Play Ground (Restu, dkk., 2013).

Keanekaragaman Makrozoobentos

(4)

epifauna, yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan. Selanjutnya berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh siklus hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya. Misalnya sejenis Echinodermata yang bersifat plankton pada stadia larva dan menjadi hewan bentos setelah mencapai bentuk dewasa (Barus, 2004).

Hubungan perubahan lingkungan terhadap kestabilan suatu komunitas makrozoobentos dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan mengamati keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan tersebut dan hubungan dengan kelimpahan tiap jenisnya sedangkan kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Baik buruknya kondisi suatu ekosistem tidak dapat ditentukan hanya dari hubungan keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Suatu ekosistem yang stabil dapat saja memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi tergantung pada fungsi aliran energi pada sistem tersebut (Odum, 1994).

(5)

Berdasarkan ukuran tubuhnya, bentos dapat dibagi menjadi makrobentos (> 2 mm), meiobentos (0,2 - 2 mm) dan mikrobentos (< 0,2 mm). Bentos juga merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis ikan dan menempati urutan kedua dan ketiga dalam rantai makanan di suatu komunitas perairan. Bentos dapat dijumpai pada berbagai tipe perairan seperti sungai, kolam, danau, estuaria dan laut. Umumnya bentos yang sering dijumpai di suatu perairan adalah crustaceae, molluska, insekta dan sebagainya. Bentos tidak saja berperan sebagai penyusun komunitas perairan, tetapi juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

Lind (1979) diacu oleh Sinaga (2009), menyatakan bahwa organisme bentos memainkan peran penting dalam komunitas dasar, karena fungsinya dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik yang tertangkap di dalam lingkungan perairan. Sifat pergerakan makrozoobentos yang terbatas atau relatif menetap dan habitat hidupnya di dasar perairan yang merupakan tempat bahan pencemar maka perubahan kualitas air dan substrat hidupnya mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos.

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik yang menetap di dasar perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat serta daur hidup relatif lama sehingga memiliki kemampuan merespon kondisi kualitas air secara terus menerus diberbagai kedalaman serta fraksi substrat seperti debu, liat dan pasir (Zulkifli dan Setiawan, 2011).

(6)

semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara jumlah spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dalam bentuk indeks diversitas (Astirin, dkk., 2002).

Makrozoobentos Sebagai Indikator

Makrozoobentos memiliki peranan penting dalam suatu perairan. Peranan tersebut adalah menduduki beberapa tingkatan tropik dalam rantai makanan serta dapat digunakan untuk memantau perubahan kualitas air. Peranan bentos dalam ekosistem perairan yaitu dapat menguraikan material organik yang jatuh ke dasar perairan, selain itu bentos dapat mentransfer energi dari produsen primer ke tingkat tropik berikutnya (Jailani dan Nur, 2012).

Pemilihan bentos sebagai indikator kualitas di suatu ekosistem air memiliki beberapa alasan, diantaranya yaitu pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel. Ukuran tubuh relatif besar sehingga relatif mudah diidentifikasi. Hidup di dasar perairan serta relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah oleh kondisi air disekitarnya. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan bentos sangat terpengaruh oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut dan perubahan faktor-faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman komunitas bentos (Barus, 2004).

(7)

jenis organisme sering lebih baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung. Makrozoobenthos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994).

Populasi makrozoobentos yang melimpah merupakan indikasi bahwa kondisi lingkungan yang baik, tetapi ini hanya berlaku (baik) bagi jenis itu sendiri, kecuali populasi makrozoobentos yang melimpah terjadi pada sebagian besar jenis penghuni. Hal ini terjadi karena beberapa jenis bentos hanya dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik dalam lokasi yang mempunyai kualitas perairan bagus, tetapi beberapa jenis masih dapat hidup dan berkembang dalam perairan yang mempunyai kondisi buruk. Bila suatu jenis organisme bentos dapat toleran terhadap kondisi buruk, maka jenis tersebut akan berkembang dengan baik karena sedikitnya kompetitor (Tobing, 2009).

Bila air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah spesies yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tapi populasinya tinggi. Oleh karena itu penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 2000).

Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Makrozoobentos

(8)

mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan. Faktor abiotik (fisika dan kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos, antara lain :

a. Suhu

Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis dan fisiologis di dalam ekosistem sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000).

Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai suhu air. Terdapat organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas (euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit (stenoterm). Suhu juga sangat mempengaruhi laju pertumbuhan dari organisme air (Barus, 2004).

(9)

b. Salinitas

Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volume air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (‰) (Barus, 2004). Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono, 2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem.

c. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya mengalami penghilangan atau pengurangan yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan (Jeffries dan Mills, 1996 diacu oleh Effendi, 2003). Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan (Barus, 2004).

(10)

makrozoobentos yang beranekaragam dan interaksi kompetisi lebih kompleks. Pada musim hujan perairan cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu perairan (Setiawan, 2008).

d. Disolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen dalam air umumnya sangat terbatas. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada temperatur 0°C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air (Barus, 2004).

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kadar oksigen terlarut dalam perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam perairan merupakan indikasi kuat adanya pencemaran terutama pencemaran bahan organik (Siradz, dkk., 2008).

e. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

(11)

hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme anaerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004).

f. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

(12)

jumlah kalium dikromat yang dipakai, COD contoh dapat dihitung, dan dapat dilihat nantinya apa pengaruhnya pada makrozoobentos.

g. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau kadar ion H dalam air merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup di suatu lingkungan perairan. Tinggi atau rendahnya nilai pH air tergantung dalam beberapa faktor yaitu : kondisi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat, proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan (Sutika, 1989).

Fluktuasi nilai pH pada air dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain bahan organik atau limbah organik. Meningkatnya keasaman dipengaruhi oleh bahan organik yang membebaskan CO2 jika mangalami proses penguraian, dan bahan anorganik atau limbah anorganik. Air limbah industri bahan anorganik umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi (Siradz, dkk., 2008).

h. Kandungan Nitrat

(13)

Produk penguraian karbohidrat dianggap tidak mempunyai masalah yang serius bagi ekosistem perairan, karena berbagai jenis bakteri dan jamur dapat mengkonsumsinya. Yang dapat menimbulkan masalah adalah produk dari penguraian zat nutrisi lemak dan terutama protein yang berupa amonium (NH

4 +

) atau amoniak (NH3

NH

). Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air seperti makrozoobentos. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaert dan Santika, 1987 diacu oleh Sinaga, 2009). Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis jenis bakteri seperti Nitrosomonas :

4 + O2 NO2

NO

(Amonium) Nitrosomonas (Nitrit)

Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri dari kelompok Nitrobacter akan dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat :

2 + O2 NO

Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Dalam ekosistem fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004). Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur

3

(14)

atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta mempengaruhi tingkat produktivitas perairan (Effendi, 2003).

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat (Siregar, 2011).

j. Substrat Dasar

Semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas) termasuk dalam kategori bentos (Barus, 2004). Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan seperti bentos, baik pada air diam maupun pada air mengalir. Substrat dasar merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman makrozoobentos (Tarigan, 2009).

(15)

pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Koesoebiono, 1979).

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas hidup pasien urolithiasis pada komponen fisik dan komponen mental menunjukkan bahwa skor rata-rata komponen fisik kualitas hidup pasien yang terdiri

1) Nilai, sebagai pengkajian produk yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh

Kreatifitas anak dalam aspek ketrampilan bertanya, bekerjasama, ketepatan menjawab dan tanggung jawab menjadi 100 % pada siklus II, Berdasar hasil penelitian tersebut

Faktor pertama kualitas pelayanan atau jasa adalah konsumen akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan, kedua

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala

This was in line with the opinion of Tazkia, (2012), that the tourism infrastructure was all facilities, tourism facilities that allow it to live and thrive so that it can

Pada umumnya, biaya atau harga dari suatu produk akan dapat.. menentukan kualitas dari

Ayam yang mendapat perlakuan tanpa dikemas, perlakuan dengan plastik tertutup, dan plastik berlubang pada suhu dingin dilakukan pengamatan sampai hari ke-4 warna ayam yang