• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “Parmalim” Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “Parmalim” Di Kota Medan)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang

membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa

suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan

dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan

selanjutnya.

Dalam Nazir (1983:19), Kerlinger mendefinisikan teori sebagai sebuah set

konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari

proporsi yang mengandung suatu pendangan sistematis dari fenomena.

Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang

digunakan dalam penelitian ini dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka

berikut beberapa konsep yang dianggap relevan dengan kasus penelitian yang

dibahas.

2.1.1 Kebijakan Publik

2.1.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologi, kebijakan publik terdiri atas dua kata, yaitu kebijakan

dan publik. Dari kedua kata yang saling berkaitan tersebut, oleh Graycar dalam

(2)

dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai

suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau

rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana

melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan

darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Sedangkan

sebagai suatu kerangkan kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar

dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Sedangkan W. Wilson dalam bukunya Parsons (2008:15) memandang hal

lain dari makna modern gagasan “kebijakan” (policy), yaitu seperangkat aksi atau

rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna

administration”. Kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale,

sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan.Lebih lanjut Wayne

Parsons memberi definisi kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan

menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan.

Selanjutnya, masih dalam bukunya Parsons pengertian kebijakan tampak

lebih jelas dari definisi yang dikemukakan oleh Anderson yaitu bahwa istilah

“kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor

(misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah)

atau melihat aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Sedangkan Charles O.

Jones (1994) melihat kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan

maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, dan maksud

besar tertentu. Pergantian makna tersebut menurut Jones memang bukanlah

(3)

administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti

oleh kelompok tertentu.

Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu

public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons

(2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk

diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh

tindakan bersama.

Jika digabungkan, rumusan kebijakan publik yang dikemukakan Thomas

R. Dye adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak

dilakukan (Winarno. 2002:15). Sedikit berbeda dengan Wildavsky, dalam

Kusumanegara (2010) yang mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu

hipotesis yang mengandung kondisi-konsisi awal dari aktivitas pemerintah dan

akibat-akibat yang bisa diramalkan. Selanjutnya, menurut Anderson dalam

Winarno (2002) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami

secara lebih baik bila konsep ini dirinsi menjadi beberapa kategori, seperti

tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan

(policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements),

hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes).

Dari definisi-definsi di atas, penulis menyimpulkan bahwa kebijakan

publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan pemerintah untuk

(4)

2.1.1.2 Tahapan Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang

dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas

politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan

divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur

menurut urutan waktu: penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi

kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Williaam Dunn :

2003:22). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting),

rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah

aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, lebih

lanjut Dunn mengemukakan tahapan analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Penetapan agenda kebijakan (agneda setting)

Perumusan masalah dapat memasok pengetetahuan yang relevan dengan

kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi

masalah dan memasuki proses pembatan kebijakan melalui penyusunan

agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumasi-asumsi

yang tersembunyi, mendiagnosis peyebab-penyebabnya, memetakan

tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan

yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.

Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan

politik, dukungan budaya.

(5)

Dalah tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan

pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan

terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif,

termasuk tidak melakukan sesuatu.

3. Adopsi Kebijakan

Pada tahap ini, pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang

membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat

atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah

diestimasikan melalui peramalan.

4. Implementasi Kebijakan

Pemantauan atau monitoring menyediakan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya

terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan.

Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan

akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi

hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan leatk pihak-pihak

yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi

membutuhkan fasilisatsi, seperti tim, lembaga, peraturan, dan sumberdaya.

5. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebojakan yang

(6)

2.1.2 Implementasi Kebijakan

Pemerintah membuat kebijakan publik karena ada sesuatu hal yang urgen

dan berpengaruh dengan kepentingan publik. Kebijakan ini tentunya harus

ditentukan secara tepat dan efektif bagi kelangsungan hidup publik. Hessel Nogi

S. Tangkilisan (2003:2) berpendapat bahwa jika sebuah kebijakan diambil secara

tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses

implementasi tidak tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang brilian sekalipun jika

diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

para perancangnya.

Dalam Solichin(1990:4), Thomas R. Dye mengatakan public policy is

whatever governments do, why they do it, and what different it makes. Dari

definisi tersebut, Dye tampak berfokus pada pendeskripsian dan penjelasan

tentang sebab dan akibat terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah. Kebijakan

publik yang sudah diabuat dengan tepat harus dapat diimplementasikan dengan

baik bila ingin mencapai sasaran yang ditargetkan.

Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah

pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa

Inggris, yaitu to implement, it means to provide the means for carrying out

(menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu) dan to give practical effect to

(untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud

dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang,

peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh

(7)

Dalam Syaukani, Gaffar dan Rasyid, M. Ryaas (2002:295)Pressman dan

Wildavsky merumuskan implementasi sebagai proses interaksi diantara perangkat

tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya, serta serangkaian aktifitas

langsung dan diarahkan untuk menjadikan program berjalan, dimana aktifitas

tersbut mencakup:

a. Organisasi: pembentukan atau penataan kembali sumber daya,

unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan;

b. Interpretasi: menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengrahan

yang teoat untuk dapat diterima dan dilaksnakan;

c. Penerapan: ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya

yang dapat disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

Sedangkan Mazmanian dan Sebatier, dalam Solichin (1991:51)

mengatakan bahwa makna implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi

sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan dokus

perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan

yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya

maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau

kejadian-kejadian.

Dari penjelasan tentang kebijakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

implementasi kebijakan merupakan elemen terpenting dalam tahapan kebijakan

dengan tidak mendiskreditkan tahapan yang lain. Implementasi kebijakan adalah

rangkaian eksekusi dari kebijakan yang sudah ditetapkan yang akan menghasilkan

(8)

2.1.2.1 Model Implementasi Kebijakan

Dalam implementasi kebijakan publik, dikenal beberapa model

implementasi kebijakan, yaitu (Tangkilisan, 2003:20):

a. Model Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin ini dapat

mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal

pada keseluruhan implementasi, yaitu: 1) bentuk dan isi kebijakan, termasuk

didalamnya kemampaun kebijakan untuk menginstruksikan proses implementasi,

2) kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana mauoun

insentif laiina yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan 3) pengaruh

lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivsai, kecenderungan

hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

b. Model Grindle

Grindel menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan

kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang

dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari:

1) Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi

2) Tipe-tipe manfaat

3) Derajat perubahan yang diharapkan

4) Letak pengambilan keputusan

5) Pelaksanaan program

(9)

Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan

oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu

yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil unit pengambil kebijakan.

Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang teridiri dari:

1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2) Karakteristik lembaga penguasa

3) Kepatuhan dan daya tanggap

Karenanya setiap kebijakan perlu mempertimbangan konteks atau

lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan. Intensitas keterlibatan para

perencana, politisasi, pengusaha, kelompok sasaran dan para pelaksana kebijakan

akan bercampur baur mempengaruhi efektivitas implementasi.

Gambar 2.1: Model Implementasi Kebijakan Grindle

(10)

c. Model Van Meter dan Van Horn

Model kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn

dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:

1) Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan

keputusan kebijakan secara menyeluruh

2) Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi

3) Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh

pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

4) Karakteristik pelaksana, arinya karakteristik organisasi faktor krusial

yang menentukan berhasil tidaknya suatu program.

5) Kondisi sosial ekonomu dan politik yang dapat mempengaruhi hasil

kebijakan

6) Sikap pelaksana dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan

Van Meter dan Van Horn menegaskan bahwa pada dasarnya kinerja dari

implementasi kebijakan adalah penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan

sasaran kebijakan tersebut (Samodra, 1994:19).

d. Model Edward III

Menurut George C. Edward III ada empat faktor yang berpengaruh

terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor

komunikasi, sumber daya, struktur birokasi, dan disposisi (Subarsono, 2005:90).

1. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan

(11)

dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya

rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian

tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam

bertindak. Selain itu struktur orgnisasi yang terlalu panjang akan cenderung

melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi

yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak

fleksibel.

2. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah

bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengethaui apa yang harus

mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus

diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah

tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti

dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tida indikator penting dalam

proses komunikasi kebijakan, yakni:

1. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat

menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi

masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian

yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui

dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di

tengah jalan.

2. Kejelasan, yakni komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan

(12)

3. Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu

komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan.

Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat

menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

3. Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi

kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya

manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanoa

adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

Indikator-idnikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana

sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:

1. Staf. Sumber daya utama implementasi kenijakan adalah staf atau

pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan,

salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup

memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

2. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk, yakni pertama, informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan

dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang

telah ditetapkan.

3. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,

(13)

(sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak

akan berhasil.

4. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor

seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki

disposisi yang baik, makan dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik

pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor

memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka

proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Faktor-faktor yang

menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dlam implementasi kebijakan

terdiri atas:

1. Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan

hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila

personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh

pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan

pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang

memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus

lagi pada kepentingan warga masyarakat.

2. Insentif meupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi

maslaha sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.

Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,

maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan

(14)

faktor pendorong yang membuat pada pelaksana menjalankan perintah

dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan

pribadi atau organisasi.

Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III

Sumber : George III Edward :implemeting public policy, 1980

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti telah tertarik meneliti kasus agama lokal di Indonesia.

Misalnya Hasse J peneliti Sekolah Pasca Sarjana UGM, meneliti tentang

Kebijakan Negara terhadap Agama Lokal “Towani Tolotang” di Kabupatena

Sidrai, Sulawesi Selatan (2010). Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa Towani

Tolotang menghadapi diskriminasi dari dua arah, yaitu pertama dari pemerintah

melalui berbagai peraturan yang membatasi pergerakan Towani Tolotang dalam

mengembangkan ajaran-ajaranya, dan kedua dari masyarakat yang tidak

(15)

menemukan bahwa mereka yang ingin mendapatkan layanan publik sebagaimana

warga negara yang lain berafiliasi pada agama Hindu yang dianggap mirip.

Dalam penelitiannya yang lain, Penaklukan Negara Atas Agama Lokal,

Kasus Towani Tolotang di Sulawesi Selatan, Hasse J (2012) mengungkapkan

bahwa negara telah menempatkan agama pada posisi yang selalu diatur. Bahkan

memposisikan agama sebagai sebuah entitas penting yang harus dikendalikan.

Demikian pula, dalam tulisan ini dapat ditemukan bagaimana respons masyarakat

lokal terhadap keberadaan agama lokal sehingga agama lokal tidak hanya

ditempatkan pada posisi yang diatur, tetapi juga selalu digugat oleh lingkungan di

sekitarnya.

Kiki Muhamad Hakiki, (2011)2 dalam penelitiannya yang diberi judul

Politik Identitas Agama Lokal, studi Kasus Aliran Kebatinan, menunjukkan

bahwa penganut agama lokal tidak takut bahkan pindah kepercayaan meski kerap

kali peganut agama formal mengklaim mereka sesat. Namun, yang menarik dari

hasil penelitiannya itu bahwa agama resmi secara tidak sadar, sering bercampur

keyakinan dengan kepercayaan agama lokal.

Seorang sarjana sosial, jurusan antropologi FISIP USU yang baru-baru ini

mengakhiri status mahasiswanya mendapatakan gelarnya dengan skrispi berjudul

“Parmalim, Studi Deskriptif tentang Strategi Adaptasi Penganut Agama Malim di

Kota Medan”. Penelitian dengan metode kualitatif tersebut menunjukkan bahwa

strategi adaptasi penganut agama Malim dalam mempertahankan eksistensinya di

kota Medan tergolong ke dalam adaptasi autoplastis. Adaptasi penganut agama

(16)

Mohammad Rosyid3

2.3Kebijakan Pengosongan Kolom Agama di KTP

, secara khusus melakukan penelitian tentang layanan

khusus bagi pemeluk agama lokal. Penelitian yang fokus pada layanan pendidikan

bagi Masyarakat Samin, pemeluk agama Adam ini menunjukkan bahwa praktik

pendidikan belum mengakomodir kebutuhan pendidikan khusus bagi pemeluk

agama lokal. Praktik pendidikan rumahan pada dasarnya pendidikan

mengakomodir kebutuhan masyarakat Samin, akan tetapi, produk hukum tentang

homeschooling belum ada. Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa

pendidikan formal adalah solusi yang harus dipenuhi untuk pelayanan pendidikan

bagi pemeluk agama Samin.

Dari penelusuran penelitian yang membahas tentang agama lokal di

Indonesia, maka penelitian yang membahas secara spesifik tentang pelayanan

publik terhadap agama lokal Parmalim di kota Medan belum pernah diteliti. Oleh

karena itu, perlu diteliti dengan harapan hasil penelitian dapat memberikan

kontribusi bagi penganut agama Parmalim dalam memenuhi hak-haknya sebagai

warga negara serta pemerintah dalam membuat kebijakan.

2.3.1 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrsai Kependudukan

Undang-undang no 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

disahkan oleh Prsedien Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada

29 Desember 2006, di Jakarta. Disahkannya undang-undang ini merupakan salah

satu bentuk perwujudan kewajiban negara untuk memberikan perlindaungan dan

(17)

pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hokum atas setiap

peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk

Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Selain itu, ditetapkannya undang-undang ini diharapkan

dapat memberikan pelayanan yang professional dan mengkatkan kesadaran

penduduk dalam hal kepentingan data kependudukan.

Di samping hal tersebut di atas, kehadiran undang-undang ini merupakan

implikasi dari tuntutan masyarakat minoritas Indonesia yang mendapat perlakuan

diskriminatif dalam akses layanan publik. Mereka adalah golongan dari aliran

kepercayaan, seperti Parmalim yang terdapat di Kota Medan. Sudah sekian lama

para golongan aliran kepercayaan melakukan penuntutan pengakuan negara atas

kepercayaan mereka sebagai agama agar mendapat perlakuan yang sama serta

tempat yang sama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

sama-sama diperjuangkan oleh nenek moyang kita, baru pada tahun 2006 mereka dari

golongan aliran kepercayaan merasa lega, meski belum sepenuhnya.

Tuntutan para penganut aliran kepercayaan adalah pengakuan atas

kepercayaan mereka sebagai agama sebagaimana yang lain yang dianggap sebagai

agama resmi Indonesia. Namun, menurut undang-undang no 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Kependudukan, dalam pasal 64, para penganut kepercayaan

hanya boleh mengosongkan kolom agama di KTP mereka, bukan mengisi kolom

agama sesuai aliran kepercayaan yang mereka anut. Pasal 64 ayat (2)

undang-undang tersebut berbunyi, “keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud

(18)

kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database

kependudukan.” Dari isi ayat ini, dapat disimpulkan bahwa penghayat

kepercayaan hanya boleh mengosongkan kolom agama mereka di KTP, bukan

mengisinya sesuai dengan aliran kepercayaan yang dianut. Tentunya ini menjadi

identitas bagi mereka penganut kepercayaan di Indonesia.

KTP atau Kartu Tanda Penduduk merupakan kartu identitas resmi

Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku

di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP dikeluarkan oleh

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di wilayah yang bersangkutan bagi warga

negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang sudah

berusia 17 (tujuh belas) tahun ke atas atau sudah kawin atau pernah kawin. KTP

berlaku selama 5 tahun dan disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran si

pemegang KTP. Sebuah KTP memuat Nomor Induk Kependudukan, Nama,

Tempat/Tangga Lahir, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Pekerjaan, Golongan

Darah, Masa Berlaku, Kewarganegaraan, Foto Pemilik KTP, Tanda Tangan

pemegang KTP dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang

mengeluarkan.

KTP yang memuat hal-hal tersebut di atas harus diisi dengan jujur sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan Pasal 64 ayat (1) mengatur tentang muatan KTP,

yaitu KTP mencantumkan gambar lambang Garuda dan peta wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat

tanggal lahir, laki-laki atau perepuan, agama, status perkawinan, golongan darah,

(19)

dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor

induk pegawai pejabat yang menandatanganinya. Untuk mengisi kolom agama

dalam KTP, pasal 64 ayat (2) menyebutkan keterangan tentang agama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui

sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi

penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database

kependudukan.

Selain sebagai identitas, KTP juga berfungsi sebagai alat untuk dapat

mengakses layanan publik. Maka dalam Pasal 63 ayat (5) UU Nomor 23 Tahun

2006 menyebutkan Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat

berpergian. Karena seseorang yang hendak mengurus Surat Izin Bermotor atau

SIM harus menunjukkan KTP, jika tidak ada KTP maka permintaan tidak akan

diproses. Demikian juga jika hendak melamar pekerjaan, si pelamar wajib

memiliki KTP atau hendak menikmati layanan pesawat terbang.

2.3.2 Peraturan Daerah Kota Medan No 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 23 Tahun 2006 Tentang Admnistrasi Kependudukan

Suatu undang-undang yang diterbitkan harus ditindaklanjuti dengan aturan

pelaksanaannya, baik secara nasional maupun daerah. Secara nasional,

Pelaksanaan Udang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

(20)

Di Kota Medan, pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Adminsitrasi Kependudukan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1

Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan.

Di dalam peraturan daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminsitrasi

Kependudukan, disebutkan bahwa pendaftaran penduduk memiliki tujuan;

menjamin Legalitas Identitas Setiap Penduduk dan terselenggaranya Tertib

Administrasi pemerintahan Bidang Kependudukan dan Catatan sipil.

KARTU TANDA PENDUDUK (KTP)

Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan alat bukti sah dan menjadi

dasar dalam proses pelayanan masyarakat dan merupakan keterangan jati diri

penduduk yang menjelaskan tentang nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,

status perkawinan, pekerjaan, alamat, golongan darah dan agama. KTP sebagai

bukti diri (legitimasi) bagi setiap penduduk dalam wilayah Negara Republik

Indonesia. Adapun persyaratan yang harus di penuhi adalah sebagai berikut:

1. Surat Pengantar dari Kepala Lingkungan

2. Kartu Keluarga Asli

3. Pasphoto berwarna terbaru ukuran 3x 4=2 lembar

4. KTP yang habis masa berlakunya bagi perpanjangan KTP

5. KTP yang rusak untuk penggantiann KTP baru

(21)

7. Mengisi formulir KTP model F1.21

Di dalam peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Administrasi Kependudukan tidak disebutkan sama sekali tentang teknis

pengosongan kolom agama pada KTP aliran kepercayaan di Kota Medan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat dan teknis penerbitan KTP bagi agama

resmi dan aliran kepercayaan tidak memiliki perbedaan.

2.3.3 Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010

Peraturan walikota adalah sebuah peraturan yang diterbitkan oleh walikota

sebagai petunjuk teknis dalam mengimplementasikan suatu peraturan daerah.

Peraturan walikota Medan Nomor 24 Tahun 2010 mengatur tentang pelaksanaan

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi

Kependudukan.

Peraturan walikota Medan Nomor 1 Tahun 2010 memuat tiga pasal, yaitu:

Pasal 1

Pelaksanaan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasu Kependudukan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.

Pasal 2

Hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota

Pasal 3

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Peneliti telah melakukan penelusuran terkait dengan bunyi pasal 2

(22)

agama resmi maupun Aliran Kepercayaan, tidak memiliki perbedaan, sebagimana

telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi

Kependudukan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah Kota Medan

Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

2.4Agama Lokal “Parmalim”

Parmalim merupakan satu dari sekian banyak agama lokal yang

dikelompokkan oleh Negara Republik Indonesia sebagai aliran kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan nomor Inventarisasi:

1.136/F3.N.1.1/1980. Parmalim tumbuh dan berkembang di Provinsi Sumatera

Utara dan terutama dianut oleh Suku Batak Toba. Parmalim menyembah Tuhan

Debata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan pencipta manusia, langit, bumi, dan

segala isinya. Sejak dahulu kala, terdapat beberapa kelompok Parmalim, namun

kelompok terbesar terdapat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba

Samosir sekaligus di Huta Tinggi inilah pusat Parmalim se-Sumatera Utara.

Parmalim yang saat ini dipimpin oleh Raja Marnangkok Naipospos

memiliki jemaat mencapai 5324 jiwa termasuk yang bukan orang Batak. Mereka

tersebar di 40 cabang di Indonesia, salah satunya di Kota Medan. Di Medan,

Parsantian (cabang dari Bale Partonggoan) terdapat di Jl. Air Bersih Ujung Medan

Denai sebagai rumah ibadah. Saat ini, jumlah penganut Ugamo Malim di Kota

Medan terdapat 83 kepala keluarga dan 373 jiwa.

Secara harfiah parmalim adalah sebuah kata yang diawali dengan awalan

(23)

malim dalam bahasa Batak adalah suci atau bersih rohani, tidak bernoda dan

bermoral tinggi, maka Parmalim adalah pengikut ajaran malim yang suci dan

bermoral tinggi. Parmalim sebenarnya adalah suatu identitas pribadi sementara

kelembagannya disebut dengan Ugamo Malim. Pada masyarakat kebanyakan,

Parmalim sebagai identitas pribadi lebih populer dari Ugamo Malim sebagai

identitas lembaganya.

Parmalim menyebut agamanya dengan sebutan Ugamo Malim yang

merupakan agama asli suku bangsa Batak Toba, dan merupakan kelanjutan agama

lama. Dasar kepercayaan agama ini adalah melakukan titah-titah yang dipercayai

berasal dari Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai pencipta

manusia, langit, dan bumi, segala isi alam semesta serta roh nenek moyang orang

Batak Toba. Segala perintah dan ajaran Debata Mulajadi Nabolon disampaikan

melalui Raja Nasiak Bagi, yaitu: Sisingamangaraja XII yang disebut juga sebagai

Nabi Parmalim. Sisingamangaraja XII adalah salah satu wujud roh yang diyakini

kesaktiannya, karena dialah yang “maningahon adat dohot uhum” (menyampaikan

adat dan hukum) kepada keturunannya

.

2.5 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan adalah intansi yang

bertugas dalam hal melayani urusan kependudukan di kota Medan. Dinas ini

beralamat di Jl. Iskandar Muda No. 270 Medan. Adapun fungsi DisDukcapil Kota

(24)

2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

kependudukan dan catatan sipil;

3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kependudukan dan catatan

sipil;

4. Mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;

5. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan

dan peristiwa penting;

6. Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan

oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan

sipil;

7. Menyediakan data Agregat Kependudukan dan Catatan Sipil;

8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

Salah satu bidang yang diurusi Dinas ini adalah Bidang Kependudukan.

Bidang Kependudukan dipimpin oleh seoarang Kepala Bidang yang dalam

melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

Dinas. Bidang Kependudukan mempunyai tugas melaksanakan sebagai tugas

dinas dibidang pelayanan dan pendaftaran penduduk Warga Negara Indonesia

(WNI) dan Orang Asing. Untuk melaksanakan tugasnya Bidang Kependudukan

mempunyai fungsi:

• Menyusun rencana kegiatan kerja

• Registrasi Penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing

(25)

• Melaksanakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan adminstrasi penduduk

Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing

• Mengumpulkan dan mengelola bahan pelayanan pendaftaran penduduk

Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing

• Melaksanakan kegiatan penerbitan Kartu keluarga (KK) dan Kartu Tanda

Penduduk (KTP)

• Mengelola pendaftaran dan pencatatan mutasi penduduk Warga Negara

Indonesia (WNI) dan Orang Asing

• Melaksanakan tugas0tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan bidang tugasnya.

Bidang Kependudukan terdiri dari:

• Seksi Registrasi Penduduk dan Nomor Induk Kependudukan

• Seksi Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk

• Seksi Mutasi Penduduk

Setiap Seksi dipimpin oleh seoarang Kepla Seksi yang dalam

melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

Bidang. Seksi Registrasi Penduduk dan Nomor Induk Kependudukan mempunyai

tugas memverifikasi dan memvalidasi formulir bio data penduduk dan merekam

data ke dalam database kependudukan untuk mendapatkan NIK. Seksi Mutasi

Penduduk mempunyai tugas memeriksa dan meneliti/pindah datang, merekam

data ke dalam data base kependudukan, menertibkan surat keternagan

pindah/pindah datang antar kabupaten/kota dalam satu propinsi dan pindah/pindah

(26)

kelengkapan berkas persyaratan, merekam data kedalam database, menerbitkan

KK dan KTP.

Dalam hal pengurusan KTP, terdapat SOP sebagai pedoman pedoman.

Gambar 2.3 SOP Pengurusan KTP

Sumber:

2.6Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan

menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun

(27)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari

masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep

dari penelitian, yaitu:

1. Kebijakan publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan

pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan dalam memenuhi

kepentingan orang banyak.

2. Implementasi kebijakan publik adalah serangkaian eksekusi atas

kebijakan yang telah ditetapkan yang akan menghasilkan dampak

sebagai konsekuensi dari eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan

tersebut. Implementasi kebijakan dapat diamati dengan menggunakan

faktor-faktor berikut:

a. Struktur organisasi pelaksana kebijakan, dengan melihat SOP

organisasi;

b. Komunikasi dalam organisasi yang mencakup transmisi perintah,

kejelasan perintah, serta konsistensi perintah;

c. Sumber daya, yaitu bagaimana keadaan staf, informasi, serta

fasilitas yang dimiliki oleh organisasi pelaksana kebijakan

d. Disposisi; yaitu melihat bagaimana pengangkatan pegawai serta

perihal insentif dalam organisasi pelaksana kebijakan;

3. Agama lokal “Parmalim” adalah orang-orang penganut ajaran malim

yang suci dan bermoral tinggi yang belum diakui sebagai agama dalam

lingkup NKRI yang tinggal di sekitaran Istana Parmalim Jalan Air

(28)

4. KTP atau Kartu Tanda Penduduk adalah identitas resmi Penduduk

sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Intansi Pelaksana yang berlaku

di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.7Sistematika Penulisan

Hasil penelitian nantinya akan dilaporkan dengan sistematika sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan

sistematika penulisan.

BAB II : Kerangka Teori

Bab ini berisi semua teori yang diangap penting dan memiliki

hubungan dengan teori yang diperlukan selama melakukan

penelitian, baik di lapangan maupun dalam analisis data.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi

(29)

BAB V : Penyajian Data

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat pembahasan atau

interpretasi dari data-data ang disajikan pada bab sebelumnya.

BAB VI : Analisis Data

Bab ini berisi data yang diperoleh dari hasil penelitian dan

memberikan interpretasi atas permasalahan yang akan diteliti.

BAB VII : Penutup

Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh atas hasil

Gambar

Gambar 2.1: Model Implementasi Kebijakan Grindle
Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III
Gambar 2.3 SOP Pengurusan KTP

Referensi

Dokumen terkait

Devi Tirtawirya, M.Or, Ria Lumintuarso, M.Si. Rumpis Agus Sudarko,

Sesuai dengan program dan prioritas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla , maka posisi anggota kabinet juga mengalami beberapa perubahan,

• El administrador de grupo necesita hacer un control final de las auditorías internas para saber si las auditores internos necesitan más capacitación o no. Criterios

Persinggungan antara tindakan yang korup dengan jabatan juga ditegaskan oleh John Kaplan, organisasi kepolisian yang mungkin dikenal sebagai korup juga dilambangkan

Karakteristik residu yang demikian diduga bernilai positif dalam hubungannya dengan proses hidrogenasi dalam pencairan batubara karena dapat menurunkan konsumsi hydrogen

FTP ( File Transfer Protocol ) adalah sebuah protocol internet yang berjalan di dalam lapisan aplikasi yang merupakan standar untuk pentransferan berkas (file) computer

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari responden kelompok kontrol yang diberikan leaflet tentang pengelolaan makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada ibu terhadap tindakan

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 2