• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Yayasan adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal, sebuah Yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang banyak. Keberadaan Yayasan di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru. Yayasan yang dikenal sekarang ini sebenarnya merupakan peninggalan pemerintahan Belanda dengan nama Stichting.1

Pada tanggal 6 Agustus 2001 lahirlah Undang-Undang yang mengatur tentang Yayasan yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Dalam perkembangannya, ternyata Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan ini belum mampu menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Terdapat beberapa substansi dari Undang-Undang tentang Yayasan ini yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran dalam masyarakat sehingga dapat menimbulkan ketidak pastian hukum, dibentuklah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang

1

(2)

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, memerlukan suatu aturan tentang pelaksanaannya, maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.2

Tujuan diubahnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaaan. Perubahan Undang- Undang Yayasan dilakukan bukan untuk penggantian Undang-Undang, dalam arti Undang-Undang yang lama diganti dengan yang baru. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan itu hanya sekedar mengubah sebagian pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak mengubah seluruh pasal dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.3

Dengan adanya perubahan tersebut, kedua Undang-Undang itu saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Yayasan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan junto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

2

Ibid

3

(3)

tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.4

Bahwa Yayasan harus bertujuan sosial dan kemanusiaan sangat jelas dari pandangan Hayati Soeroredjo dan Rochmat Soemitro. Menurut Hayati Soeroredjo, Yayasan harus bersifat sosial dan kemanusiaan serta idealistis dan pasti tidak diperbolehkan bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.5

Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa Yayasan merupakan suatu badan usaha yang lazimnya bergerak di bidang sosial dan bukan menjadi tujuannya untuk mencari keuntungan, melainkan tujuannya ialah untuk melakukan usaha yang bersifat sosial.6

Tujuan Yayasan haruslah bersifat idealistis, sosial dan kemanusiaan. Keberadaan Yayasan disebabkan oleh sifat dan tujuannya yang bukan komersial. Berbagai kemudahan yang diperoleh Yayasan seperti kemudahan dalam pendiriannya, cara pengumpulan dana, sumbangan dari masyarakat, subsidi pemerintah dan fasilitas perpajakan tidak terpisahkan dari tujuan Yayasan yang bersifat sosial dan kemanusiaan itu. Hal ini lebih jelas terlihat dari pendirian Yayasan yang tidak boleh bertujuan melakukan pemberian/ kontra prestasi kepada para pendiri atau para pengurusnya, ataupun kepada pihak ketiga kecuali bila yang disebut terakhir ini dilakukan dengan tujuan sosial.7

4

Penjelasan Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001

5

Hayati Soeroredjo, Op.Cit, hal. 9

6

Rochmat Soemitro. Yayasan, Status Hukum dan Sifat Usahanya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal. 9

7

(4)

Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan tentunya organ Yayasan yang terdiri dari pembina, Pengurus, dan Pengawas juga harus berjiwa sosial dalam arti tidak memikirkan keuntungan untuk dirinya. Hal ini jelas sekali diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 5.

Dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 disebutkan bahwa Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, Pengawas. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.8

Pengecualian dari hal tersebut dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium dalam hal Pengurus Yayasan :

1. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan Pengawas; dan

2. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.9

8

Penjelasan Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001

9

(5)

Kekayaan Yayasan pada dasarnya dilarang dialihkan kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas; sehingga apabila dengan suatu alasan atas kekayaan Yayasan akan dialihkan, maka pengalihannya dilakukan kepada pihak lain (selain kepada Pembina, Pegurus, Pengawas). Namun demikian perlu diingat bahwa fungsi Yayasan adalah sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, artinya bahwa :

1. Pengalihan hak atas kekayaan tersebut tidak dibagikan kepada Pembina Yayasan, Pengawas Yayasan, dan Pengurus yang terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan Pengawas Yayasan.

2. Pengalihan hak atas kekayaan tersebut hanya boleh dilakukan apabila hasilnya diperuntukkan bagi pengembangan Yayasan sesuai dengan\ maksud dan tujuan Yayasan

3. Pengalihan hak atas kekayaan tersebut hanya boleh dilakukan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Yayasan.

4. Yayasan yang mengalihkan hak atas kekayaan tersebut telah memperoleh status badan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.

Lahirnya Undang-Undang tentang Yayasan ini, diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah mengenai Yayasan dan akan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan Yayasan di Indonesia, sebab sebelum Undang-Undang Yayasan diberlakukan keberadaan Yayasan selalu mengundang kontroversi terhadap status Yayasan dan tujuan Yayasan. Undang-Undang tentang Yayasan dapat menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.10

10

(6)

Suatu Yayasan dapat didirikan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Yayasan. Dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan disebutkan, Yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Pemisahan harta kekayaan bertujuan untuk mencegah jangan sampai kekayaan awal Yayasan masih merupakan bagian harta pribadi atau harta bersama pendiri.11

Dalam pendirian Yayasan pendiri harus memahami benar tentang persyaratan yang terkait dengan mendirikan Yayasan. Persyaratan yang harus terkait pendiri Yayasan meliputi syarat subjek pendiri Yayasan, syarat nama Yayasan, syarat kekayaan Yayasan yang harus dipisahkan dan syarat dokumen yang diperlukan. Selain memenuhi aspek-aspek yuridis yang terkait dengan Yayasan harus dilakukan juga kesepakatan-kesepakatan penting antara para pendiri Yayasan yang kemudian ditulis dalam Anggaran Dasar Yayasan sehingga membuat rencana kerja. Anggaran Dasar dibuat berdasarkan kesepakatan.12

Dampak terbesar dari Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 adalah Yayasan harus bersifat terbuka bagi masyarakat, baik dalam laporan kegiatannya, maupun laporan keuangannya. Hal ini membuka peluang bagi publik untuk mengawasi kegiatan Yayasan.13

Pemindahan hak atas kekayaan Yayasan harus memperhatikan ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 16 tahun 2001 jo UU Nomor 28 tahun 2004 ("UU Yayasan"). Prinsipnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU Yayasan, pemindahan hak atas kekayaan Yayasan dilakukan oleh Pengurus Yayasan dengan persetujuan dari Pembina Yayasan. Syarat dan ketentuan lainnya berkaitan dengan hal tersebut harus memperhatikan lebih lanjut ketentuan yang

11

Penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

12

Chatama Rasjid, Op.Cit, hal 16

13

(7)

ada dalam Anggaran Dasar Yayasan. misalnya siapa yang berwenang mewakili Pengurus dan bagaimana bentuk persetujuan yang diberikan oleh Pembina.14

Pasal 5 UU Nomor 16 tahun 2001 menentukan "Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan".15

Ketentuan tersebut kemudian diubah berdasarkan UU No. 28 tahun 2004, sehingga ketentuan pasal 5 tersebut selanjutnya berbunyi:

“Pasal 5

1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.

2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan :

a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan Pengawas; dan

b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.

c. Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan."16

Melihat ketentuan Pasal 5 UU Yayasan tersebut maka kekayaan Yayasan dalam bentuk apapun dilarang untuk dialihkan kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan. Dengan melihat bunyi Pasal 5 UU Yayasan tersebut, terdapat perubahan di dalamnya, dimana larangan pengalihan kekayaan Yayasan yang

14

Penjelasan Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001

15

Penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

16

(8)

semula termasuk juga yang dilarang adalah mengalihkan kekayaan Yayasan kepada pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadapa Yayasan, kemudian larangan tersebut telah dihapus. Dengan tidak terdapatnya ketentuan mengenai larangan pengalihan kekayaan Yayasan kepada pihak lain (khususnya pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan).17 Larangan untuk mengalihkan kekayaan Yayasan kepada pihak lain maka pada prinsipnya hal tersebut boleh dilakukan. Akan tetapi pengalihan kekayaan Yayasan kepada pihak lain tersebut disamping harus memperhatikan syarat formalitas yang ditetapkan dalam UU Yayasan dan Anggaran dasar Yayasan, misalnya harus meperoleh persetujuan dari Dewan Pembina, juga haruslah memperhatikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UU Yayasan serta Anggaran Dasar. Prinsip dan ketentuan utama yang harus diperhatikan adalah prinsip yang terdapat di dalam Pasal 26 ayat 4 UU Yayasan, yang menetukan "Kekayaan Yayasan ... dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan." 18

Dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 26 ayat 4 UU Yayasan tersebut, menurut penulis pengalihan kekayaan Yayasan kepada pihak lain hanya boleh dilakukan apabila pengalihan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.19

Penegakan hukum harus sungguh-sungguh dilakukan secara konsisten, baik terhadap Yayasan yang sudah berdiri sebelum Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001, maupun yang didirikan setelah diUndangkannya Undang-Undang Yayasan ini.

17

Penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

18

Penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

19

(9)

Dari Latar belakang yang telah diuraikan maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2004 Tentang Yayasan.”

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya perumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengelolaan kekayaan Yayasan di Indonesiaberdasarkan Undang-Undang Yayasan?

2. Bagaimanakewenangan dalam pemindahan hak atas kekayaan Yayasan? 3. Bagaimana tindakan hukum pengalihan kekayaan Yayasan berdasarkan

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah:

(10)

b. Untuk mengetahui kewenangan dalam pemindahan hak atas kekayaan Yayasan.

c. Untuk mengetahui tindakan hukum pengalihan kekayaan Yayasan berdasarkan Undang nomor 16 tahun 2001 juncto Undang-Undang nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan.

2. Manfaat penelitian a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Perdata khususnya tentang Yayasan di Indonesia.

b. Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat luas dan notaris yang berkaitan dengan pendirian dan pendaftaran Yayasan di Indonesia.

D. Keaslian Penelitian

(11)

E. Tinjauan Kepustakaan

Pendirian Yayasan di Indonesia sebelum diterbitkannya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan hanya berdasarkan atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada Undang-Undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud berlindung di balik status hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya pada pendiri, Pengurus dan Pengawas.20

Akibat tidak adanya suatu aturan Undang – Undang yang mengatur tentang Yayasan maka sering terjadi ketidakpahaman tentang pengertian Yayasan, maksud dan tujuan pendirian Yayasan sehingga hal ini sering kali memancing perselisihan diantara para pembina dan Pengurus.

Untuk menghindari hal tersebut oleh pemerintah kemudian diterbitkan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sehingga diharapkan dapat memberikan pengertian serta pemahaman yang benar tentang Yayasan juga untuk menjamin kepastian hukum juga untuk mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Sebelum beranjak mengenai pengertian Yayasan menurut Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, ada baiknya

20

(12)

kita tinjau pengertian – pengertian tentang Yayasan dari beberapa sumber sebagai bahan bandingan.

Dana yang berkesinambungan dan tetap melalui sumbangan yang digunakan untuk sumbangan, pendidikan, keagamaan, riset dan kegunaan lainnya. Yayasan adalah badan hukum yang lahir karena suatu perbuatan hukum, yang tidak mempunyai anggota dan bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang tertera dalam statistik Yayasan dengan dana yang dibutuhkan untuk itu).21

Adapun yang dimaksud dengan Yayasan dalam Pasal 1 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yaitu: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.22

Berdasarkan pengertian Yayasan ini, Yayasan diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat dapat memahami bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut. Sehingga tidak terjadi kekeliruan persepsi tentang Yayasan dan tujuan diberikannya Yayasan. Yang geraknya terbatas di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga tidak dipakai sebagai kendaraan untuk mencari keuntungan.

1) Status Badan Hukum Yayasan

Sebelum berlakunya Undang - Undang Yayasan, sebagai badan hukum (recht persoon) Yayasan sudah sejak lama diakui dan tidak diragukan. Meskipun

21

Chatama Rasjid, Op.Cit, hal. 6.

22

(13)

belum ada Undang – Undang yang mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari- hari Yayasan diperlakukan sebagai legal entity.23

Yayasan sebagai badan hukum telah diterima di Belanda dalam suatu yurisprudensi Tahun 1882 Hoge Raad, yang merupakan badan peradilan tertinggi di negeri Belanda berpendirian bahwa Yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat didirikan. Pendirian Hoge Raad tersebut diikuti oleh Hoode Gerech Shof di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dalam putusannya dari tahun 1889.24 Meskipun sebelumnya Yayasan di Indonesia belum ada Undang - Undang yang mengaturnya, beberapa pakar hukum Indonesia diantaranya Setiawan, Soebekti dan Warjono Projodikoro berpendapat bahwa Yayasan merupakan badan hukum.25

Setiawan berpendapat bahwa Yayasan adalah badan hukum serta walaupun tidak ada peraturan tertulis mengenai Yayasan praktek hukum dan kebiasaan membuktikan bahwa di Indonesia itu dapat didirikan suatu Yayasan bahwa Yayasan berkedudukan sebagai badan hukum.26

Subekti menyatakan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum di bawah pimpinan suatu badan Pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan yang legal.27

Yayasan adalah badan hukum. Dasar suatu Yayasan adalah suatu harta benda kekayaan yang dengan kemauan memiliki ditetapkan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Pengurus Yayasan juga ditetapkan oleh pendiri Yayasan itu. Pendiri dapat mengadakan peraturan untuk mengisi

23

Setiawan, Tiga Aspek Yayasan,Varia Peradilan Tahun V, No. 55, April, 1995, hal. 112.

24 Pendidikan, Tahun IX, No. 98 November 1993, hal. 89.

26

Setiawan, Op.cit.

27

(14)

lowongan dalam Pengurus. Sebagai badan hukum yang dapat turut serta dalam pergaulan hidup di masyarakat, artinya dapat dijual beli, sewa-menyewa dan lain - lain dengan mempunyai kekayaan terpisah dari barang - barang, kekayaan orang - orang yang mengurus Yayasan itu.28

Pengertian tentang Yayasan berdasarkan Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini sebelum diterbitkannya UU No. 16 Tahun 2001 hanya berdasarkan atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada Undang - Undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud berlindung di balik status hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga ada kalanya bertujuan untuk memperkaya pada Pendiri, Pengurus dan Pengawas.29

Maksud dan tujuan pendirian Yayasan sehingga hal ini sering kali memancing perselisihan diantara para Pembina dan Pengurus.30 Untuk menghindari hal tersebut oleh pemerintah kemudian diterbitkan Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sehingga diharapkan dapat memberikan pengertian serta pemahaman yang benar tentang Yayasan juga untuk menjamin kepastian hukum juga untuk mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.31

28

Wiryono P. dalam Arie Kusumaastuti Suhardiadi, Op.cit, hal. 18

29

Penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

30

Untung, Budi. 2002. Reformasi Yayasan dalam Perpekpektif Manajemen, Andi Yogyakarta, hal 48

31

(15)

Adapun yang dimaksud dengan Yayasan dalam Pasal 1 Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001 yaitu Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.32

Berdasarkan pengertian Yayasan ini, Yayasan diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat dapat memahami bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut. Sehingga tidak terjadi kekeliruan persepsi tentang Yayasan dan tujuan diberikannya Yayasan. Yang geraknya terbatas di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga tidak dipakai lagi sebagai kendaraan untuk mencari keuntungan. Yayasan dipandang sebagai subyek hukum karena memenuhi hal - hal sebagai berikut :33

1. Yayasan adalah perkumpulan orang.

2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum. 3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri.

4. Yayasan mempunyai Pengurus.

5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan.

6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum (domisili) tempat. 7. Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka pengadilan.

Sehingga dari unsur - unsur yang tersebut di atas dapat diberikan suatu kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat sebagai badan hukum dimana Yayasan memiliki harta kekayaan sendiri, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum, memiliki maksud dan tujuan serta unsur-unsur lainya sehingga Yayasan persamakan statusnya dengan orang - perorangan.

(16)

hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan di bidang anggota.34

Berdasarkan batasan Yayasan tersebut di atas, disamping juga sudah dipastikan status badan hukumnya, Yayasan juga memiliki unsur - unsur suatu badan hukum seperti memiliki kekayaan yang dipisahkan (sendiri) juga Yayasan memiliki maksud dan tujuan. Sekalipun sudah ditentukan status badan hukumnya suatu Yayasan yang pendiriannya sesuai Pasal 9 ayat 122 yang berbunyi :

1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal.

2) Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notafis dan dibuat dalam bahasa Indonesia.35

Tidak serta merta menjadi sebuah badan hukum bilamana sudah dibuat akta pendiriannya di hadapan Notaris. Guna mendapatkan status badan hukum sebuah Yayasan harus melalui proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi: Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 2 memperoleh pengertian dari Menteri.36

34

Penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

35

Penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

36

(17)

Dengan dijelaskan prosedur memperoleh status badan hukum menjadikan hasil yang jelas bahwa Yayasan adalah badan hukum dan atas hal ini diharapkan tidak ada lagi keragu-raguan tentang status badan hukum Yayasan.

2) Yayasan Terdiri Atas Kekayaan yang Dipisahkan

Sebuah badan hukum sudah tentu Yayasan memiliki kekayaan yang tersendiri, dipisahkan dari para pendiri sebagaimana disimpulkan yang dapat ditarik pada ketentuan Pasal 1 Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan kemudian ditekankan lagi bahwa Yayasan tidak mempunyai anggota. Hal ini dianggap sudah cukup jelas oleh pembuat Undang-Undang sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan, ketentuan Pasal 1 ayat 1 juncto Pasal 26 ayat 1.

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa sebuah Yayasan selain merupakan kekayaan yang dipisahkan tidak terdiri atas, orang - orang sehingga tentunya bukan berdiri atas badan hukum juga.

3) Yayasan Tidak Terdiri dari Anggota

(18)

Jika melihat dalam teori kekayaan yang bertujuan maka tampaknya hal ini sesuai dengan kondisi Yayasan dimana kekayaan badan hukum terlepas dari yang memegangnya, sehingga hak - hak badan hukum sebenarnya adalah kekayaan yang terikat oleh satu tujuan. Karena kondisinya yang tidak mempunyai anggota, akibatnya tidak ada keuntungan yang diperoleh Yayasan dibagikan kepada para Pembina, Pengurus maupun Pengawas, hal ini secara tegas ditentukan dalam Pasal 3 ayat 2 yang berbunyi :“Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina Pengurus dan Pengawas”.37

Demikian juga ditentukan lebih lanjut dalam Pasal 5 yang menyebutkan:

“Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada pembina, Pengurus, dan Pengawas, karyawan atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.”38

Keuntungan yang didapat oleh Yayasan dalam menjalankan usahanya tersebut digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditentukan oleh para pendiri pada saat pendirian Yayasan tersebut. Kondisi inilah yang diharapkan oleh para pembuat Undang - Undang sehingga Yayasan tidak didirikan untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, namun digunakan untuk memperkaya para pendiri, Pengurus. Singkatnya kekayaan yang dimiliki oleh

37

Penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

38

(19)

Yayasan adalah milik tujuan Yayasan itu baik berupa sosial, keagamaan maupun kemanusiaan.39

4) Organ Yayasan

Sebagai sebuah badan hukum, Yayasan mempunyai suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat - alat atau organ - organ badan tersebut. 40

Di sini tampaklah bahwa sebagai sebuah organisasi dalam hukum segala tindakan dari Yayasan diwakilkan oleh organ - organ pengurusnya, apa yang diputuskan oleh organ tersebut adalah keputusan dari Yayasan itu. Yayasan sebagai organisme dalam hukum, dalam kegiatan rutin maupun tertentu Yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ Yayasan. Adapun sesuai ketentuan Pasal 2 Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan: “Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, Pengurus dan Pengawas”.

a. Pembina

Pembina dalam Yayasan memiliki kedudukan tertinggi dimana Pengawas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi: “Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau kewenangan yang diberikan kepada adalah kewenangan yang benar, karena pada umumnya Pembina adalah pendiri Yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina adalah pendiri Yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika calon pembina

39

Tumbuan, Fred BG. Op.Cit, hal 17

40

(20)

tersebut dinilai diangkat oleh rapat pembina jika calon pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan, maupun penyingkatan sesuai Pasal 28 ayat 3.41 Kewenangan yang besar tersebut sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (2) berbunyi: Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Kebutuhan mengenai perubahan anggaran dasar.

b. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas. c. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan anggaran dasar Yayasan. d. Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan. e. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.42

Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati ketentuan Pasal 28 ayat (1) tersebut di atas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas. Sehingga disamping kewenangan pembina ternyata ada juga kewenangan Pengurus dan Pengawas, jadi sesungguhnyapun pembina. mengangkat Pengurus dan Pengawas, namun pembina tidak boleh mencampuri urusan Pengurus dan Pengawas, hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 29 yang berbunyi: “Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas. Demikian juga ketentuan Pasal 31 ayat 3 juncto Pasal 40 ayat (4)”.43

41

Penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

42

Penjelasan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

43

(21)

Yayasan tanpa anggota tetapi Yayasan mempunyai Pengurus kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya. Kewenangan yang diberikan kepada pembina adalah kewenangan yang besar, karena pada umumnya Pembina adalah pendiri Yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat Pembina jika dalam pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28 ayat (3).

Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) tersebut di atas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau pengawasan dan pembinaan bukanlah badan tertinggi dalam Yayasan tidak seperti yang ditentukan RUPS dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris.”

b. Pengurus

(22)

c. Pengawas

Pengawas adalah organ dalam Yayasan yang diberikan tugas untuk melaksanakan pengawasan serta member nasehat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan tentang pengertian Pengawas Yayasan ini termuat dalam Pasal 40. pengawasan di dalam menjalankan tugasnya wajib dengan itikad baik dengan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan seperti yang dimuat dalam Pasal 40.

5) Pendirian Yayasan

Sebagai badan hukum Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebesar kekayaan awal sesuai dengan Pasal 9 Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Adapun yang dimaksud sebagai orang dalam ketentuan tersebut di atas, dalam penjelasannya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.44

Disamping itu Yayasan juga dapat didirikan berdasarkan surat wasiat [Pasal 9 ayat (3)]. Disini penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat [Pasal 10 ayat (2)]. Pendirian Yayasan berdasarkan wasiat dilaksanakan karena bila tidak dilaksanakan, maka pihak yang berkepentingan dapat meminta pengadilan pemerintah, ahli waris atau menerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut [Pasal 10 ayat (3)].

Pendirian Yayasan dilakukan dengan Akta Notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia, hal ini sudah ditentukan tegas dalam Pasal 9 ayat (2), sehingga

44

(23)

pembuatan akta secara notarial adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi dengan memenuhi segala ketentuan notaris dalam pembuatan akta, baik pembacaan, waktu, wilayah kewenangan notaris maupun penandatanganan. Tidak seperti Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka pendirian Yayasan dapat dilakukan melalui perjanjian jika dilakukan oleh 2 (dua) orang pendirian atau lebih namun dapat juga dilakukan tanpa perjanjian yaitu melalui wasiat, sebagaimana dilakukan tanpa perjanjian yaitu melalui wasiat, sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (3).45

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan ilmiah terdapat beraneka ragam jenis penelitian. Dari berbagai jenis penelitian, khususnya penelitian hukum yang paling popular dikenal adalah :

1. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau hanya menggunakan data sekunder belaka.46

2. Penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapanga selain juga meneliti data sekunder dari perpustakaan.47

Pilihan metode suatu penelitian hukum tergantung pada tujuan penelitian itu sendiri. Sesuai dengan tujuan skripsi ini, maka penelitian hukum yang

45

Chatama Rasjid, Op.Cit, hal 20 46

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Rajawali Press, Jakarta, 1998, hal 24

47

(24)

digunakan adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga dengan studi kepustakaan (library research).

Dalam melaksanakan penelitian ini, perlu ditegaskan alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini dipakai tiga alat pengumpul data, yaitu :

1. Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perUndang-Undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia maupun yang diterbitkan oleh Negara lain dan badan-badan internasional seperti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001.

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hokum primer seperti seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber internet yang berkaitan dengan persoalan diatas.48

3. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hokum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 49

48

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta, 1990, hal 13

49

(25)

G. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.

Adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. PENGELOLAAN KEKAYAAN YAYASAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG YAYASAN. Bab ini berisikan tentang Tinjauan tentang Yayasan, Mengelola Kekayaan Yayasan Indonesia, Penyebab Penyimpangan Pengelolaan Yayasan, Prinsip Pertanggungjawaban Pengurus Dalam Pengelolaan Yayasan, Penataan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan dan Kedudukan hukum dalam mengelola kekayaan Yayasan di Indonesia. BAB III. KEWENANGAN DALAM PEMINDAHAN HAK ATAS

(26)

Pengawas, Pemeriksaan terhadap Yayasan, dan Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan.

BAB IV. TINDAKAN HUKUM PENGALIHAN KEKAYAAN YAYASAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN. Bab ini berisi tentang Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UU Yayasan serta Anggaran Dasar, Status Hukum Yayasan yang belum Menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan UU Yayasan dan Upaya-upaya hukum dalam menyelesaikan pengalihan kekayaan Yayasan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Setelah mengikuti mata kuliah Nirmana ini, mahasiswa akan dapat membuat disain dan mempresentasikannya ke dalam bentuk dua dimensi maupun tiga dimensi baik secara konsep tual

Hasil uji t kedua menunjukkan variabel religiusitas, pengetahuan dan lokasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhdap minat menabung masyarakat pada bank

Memposisikan PI saat ini sebagai salah satu bagian dari psikologi yang berwawasan religius, atau salah satu bentuk dari indeginous psychology akan lebih mudah diterima oleh

Berdasarkan kasus diatas, dpat disimpulkan bahwa sumber pencemarnya adalah logam berat arsen yang berasal dari air tanah pada mineral sulfida yang dibawah permukaan

Terkait dengan bentuk penalaran dalam tradisi ilmu al-bayan (istidlal bayani) ini, al-Jabiri menemukan karakter “pemaksaan epistemologis” dalam kegiatan bernalar,

Meskipun Pemilu 2004 diwarnal oleh berbagai kerumltan, tetapi secara umum sistem Pemilu 2004 lebih balk dibandingkan Pemilu sebelumnya. Pemlllh dapat menentukan sendiri pilihannya,