• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua - Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua - Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,

pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai penahapannya (Depkes, 2009).

Salah satu program Indonesia Sehat 2010 adalah pokok program Upaya Kesehatan. Program yang termasuk dalam Upaya Kesehatan ini adalah program

pemberantasan penyakit menular dan program pencegahan penyakit tidak menular. Sasaran yang ini dicapai melalui program pencegahan penyakit tidak menular khusus untuk kesehatan gigi dan mulut adalah turunnya secara bermakna insiden dan prevalensi penyakit gigi sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat, serta

tercapainya derajat kesehatan gigi yang optimal.

Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian yang esensial dan integral dari kesehatan umum. Kesehatan gigi dan mulut yang baik dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari seperti makan, minum, berbicara, sosialisasi, dan rasa

(2)

Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan telah diupayakan oleh pemerintah dengan menyediakan puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Keberadaan puskesmas sangat bermanfaat karena dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama, melaksanakan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat, keluarga,

maupun perorangan baik yang sakit maupun yang sehat. Upaya kesehatan gigi dan mulut ini dilaksanakan sesuai dengan pola pelayanan dipuskesmas tersebut.

Upaya kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya pengembangan kesehatan yang penting dan wajib yang bersifat sebagai penunjang kesehatan

masyarakat (Depkes, 2004). Upaya kesehatan gigi dan mulut di puskesmas, selain memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat, keluarga dan pada penderita/pengunjung puskesmas, juga berkegiatan memberi pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah yang secara garis besar dilaksanakan diluar

lingkungan sekolah dan didalam lingkungan sekolah adalah program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang bertujuan untuk menurunkan insiden dan prevalensi penyakit gigi dan mulut bagi anak sekolah.

Puskesmas merupakan unit yang strategis dalam mendukung terwujudnya

(3)

baik yaitu dengan lebih memperhatikan aspek mutu pelayanan, sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan sesuai dengan standart yang berlaku.

Menurut Tjiptoherijanto dalam Manurung (2004), pemanfaatan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan interaksi antara pengguna jasa pelayanan (user)

dengan penyelenggara pelayanan (provider). Interaksi ini merupakan hubungan yang sangat kompleks yang bersifat multi dimensional serta dipengaruhi oleh banyak faktor.

Berdasarkan pendapat Anderson yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

menyatakan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen predisposisi seseorang untuk memakai pelayanan (predisposing), kemampuan seseorang untuk memakai pelayanan (enabling), dan kebutuhan seseorang akan pelayanan kesehatan (need).

Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang semakin meningkat dimana masyarakat semakin sadar akan kualitas maka diperlukan peningkatan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi terhadap kepuasan pasien, artinya berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan mengevaluasinya

berdasarkan penilaian pasien. Mutu mencakup tentang atribut-atribut kualitas pelayanan seperti keandalan, daya tanggap, tanggung jawab, simpati, kenyamanan, kebersihan, dan keramahan. Dari sudut pandang pasien, kualitas pelayanan bisa berarti suatu empati dan tanggap akan kebutuhan pasien, pelayanan harus selalu

(4)

Berdasarkan penelitian Robert dan Prevast, yang dikutip oleh Azwar (1996), mengatakan bahwa pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan lebih mengutamakan mutu pelayanan yaitu yang terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran

komunikasi petugas dengan pasien, keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan keyakinan pasien pada jasa pelayanan.

Pasien atau masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan menganggap pelayanan kesehatan bermutu bila terjadi hubungan timbal balik yang baik antara

pasien dengan petugas, sehingga keramahan dan perhatian yang baik dari petugas serta fasilitas yang memadai, akan membuat persepsi masyarakat tentang mutu pelayanan akan semakin baik.

Data Dirjen Pelayanan Medik (2001) menunjukkan bahwa penyakit gigi dan

mulut termasuk sepuluh ranking penyakit terbanyak di Indonesia. Berdasarkan survei Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia (2003) yang dilakukan pada anak-anak menunjukkan bahwa 70% anak-anak menderita karies gigi dan gingivitis (peradangan gusi), sedangkan pada orang dewasa ditemui sebanyak 73% yang menderita karies

gigi.

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 2004, sebanyak 90,05% penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut. Diantara penduduk berusia 15 tahun atau lebih yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan

(5)

lepas/tiruan sebesar 4,6%, konseling perawatan/kebersihan gigi rata-rata sebesar 67,2%. Index DMF-T mencapai rata-rata 4,85% ini berarti jumlah kerusakan gigi rata-rata perorangan adalah lebih dari 5 gigi. Sebagian besar masalah kesehatan gigi terjadi di wilayah pedesaan yaitu sebesar 48,9%.

Upaya kesehatan gigi puskesmas sampai saat ini belum dapat berjalan dengan optimal karena adanya berbagai kendala, antara lain : keterbatasan tenaga, sarana, biaya operasional maupun kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Menurut penelitian Haula (2003), berdasarkan kunjungan pasien poli gigi di

Puskesmas Dolok Masihul Kabupaten Deli Serdang Tahun 2003 adalah 2,85% dari jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas. Dari kunjungan pasien tersebut terlihat jelas bahwa pemanfaatan Poli Gigi di Puskesmas Dolok Masihul masih rendah karena belum mencapai target nasional atau standar stratifikasi puskesmas untuk kesehatan

gigi dan mulut adalah 4% dari jumlah penduduk wilayah kerja puskesmas.

Standar pelayanan kesehatan gigi dan mulut puskesmas perkotaan harus memenuhi batasan minimal yaitu dari tenaga non medis 1 orang, dokter gigi 2 orang dan perawat gigi 2 orang, sedangkan standar ruangan untuk sarana poli gigi adalah 24

m² 1300 wat karena dibutuhkan 2 dental unit, dan ketersediaan sarana seperti alat tambal sinar, alat bedah mulut, alat pembuatan gigi tiruan penuh/sebagian, dan alat endodontik (perawatan saraf gigi) dengan jumlah kunjungan antara 10-20 orang pasien/hari (Depkes RI, 2002).

(6)

suatu jasa pelayanan termasuk jasa pelayanan kesehatan, apabila konsumen tersebut merasakan pelayanan kesehatan yang diberikan pada kunjungan sebelumnya merasakan pelayanan yang berkualitas.

Hasil survei awal yang dilakukan peneliti bahwa dari jumlah tenaga kesehatan

di UPTD Puskesmas Gunungsitoli Selatan yaitu memiliki 1 orang Dokter gigi dan 1 orang perawat gigi. Dengan memiliki 1 dental unit. Tindakan perawatan yang dapat dilakukan hanya pencabutan dan tambalan sementara, disebabkan karena keterbatasan alat dan bahan-bahan tambalan. Pembersihan karang gigi bisa dilakukan secara

manual dan elektrik. Berdasarkan kunjungan pasien, diperoleh data jumlah kunjungan pasien di poli gigi pada tahun 2013 adalah sebanyak 480 orang dengan tindakan tumpatan gigi tetap sebanyak 63 orang dan pencabutan gigi tetap sebanyak 46 orang. Balita 90% giginya banyak plak (giginya kotor), 90% menderita gigi berlubang, early

childhood caries (karies botol) 55%. Sedangkan jumlah cakupan penduduk wilayah

kerja Puskesmas Gunungsitoli Selatan sebanyak 13970 orang. Sedangkan target yang dicapai sebanyak 558 orang. Terlihat bahwa pemanfaatan poli gigi di UPTD Puskesmas Gunungsitoli Selatan masih rendah karena belum mencapai target

nasional atau standar stratifikasi puskesmas untuk kesehatan gigi dan mulut adalah 4% dari jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas.

1.2 Perumusan Masalah

(7)

pelayanan perawat, mutu pelayanan administrasi, mutu pelayanan obat dan kondisi fisik fasilitas terhadap pemanfaatan poli gigi UPTD Puskesmas Gunungsitoli Selatan Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang mutu pelayanan kesehatan yang meliputi (dokter gigi, perawat gigi, administrasi, obat, kondisi fisik fasilitas) terhadap pemanfaatan poli gigi di UPTD Puskesmas

Gunungsitoli Selatan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Gunungsitoli yaitu sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap peningkatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

2. Bagi UPTD Puskesmas Gunungsitoli Selatan yaitu sebagai bahan informasi dalam mengambil kebijakan pendayagunaan stafnya agar mampu memberikan

pelayanan yang baik sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja puskesmas. 3. Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi peneliti

berikutnya.  

Referensi

Dokumen terkait

DFD Level 0 dari sistem perhitungan jumlah dan jenis kendaraan menggunakan metode Fuzzy C-Means dan segmentasi menggunakan deteksi tepi canny adalah decompose dari

Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yaitu 0.014 yang menunjukkan hasil signifikansi lebih kecil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Kapasitas dan kecepatan laju infiltrasi pada sistem OTI lebih tinggi dibandingkan dengan sistem TOT; (2) Perlakuan sistem OTI maupun TOT

This paper is revised and expanded version a paper entitled ‘The influence of accounting education to be a member of chartered accountant profession: a study

Sedangkan dari segi promosi, promosi adalah arus informasi atau persuasi searah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang menciptakan

Fada pasal 178 sub 4: KUHD disyaratkan adanya pene- tapan tempat pembayaran harus dilakukan* Dalam hal tidak disebufckan tempat pembayaran, berlakulah ketentuan pasal 1*79

merupakan teknik pengambilan gambar dari bawah objek yang bertujuan agar dapat mempengaruhi emosi dan psikologi penonton pada keadaan yang dialami oleh Fatiya, dengan

The cognitive advantages of adults take place especially in formal language learning situations, since they possess a greater memory storage capacity for analytic