• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHSTUL MASA’IL WAQI’IYAH KEMISKINAN DAN ANGGARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAHSTUL MASA’IL WAQI’IYAH KEMISKINAN DAN ANGGARAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAHSTUL MASA’IL WAQI’IYAH

KEMISKINAN DAN ANGGARAN

PONDOK PESANTREN ARIS KALIWUNGU,

7 & 8 SEPTEMBER 2007

PP LAKPESDAM NU - PWNU JATENG

I.

PENYUSUNAN APBD.

1. Deskripsi Masalah.

Anggaran pemerintah merupakah instrumen kebijakan paling penting yang menjadi alat yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan pembangunan. Adanya anggaran berarti adanya pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan.

APBD sebagai rencana keuangan daerah dalam kurun waktu satu tahun tentang pengeluaran dan sumber pendapatan merupakan kesepakatan tertulis antara eksekutif dan legislatif dalam bidang keuangan untuk keperluan pembangunan daerah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, listik, air bersih, transportasi, pemukiman, dan pengelolaan sumber daya alam.

Mengingat pentingnya APBD bagi masyarakat luas, alangkah baiknya kalo proses APBD didorong untuk melibatkan masyarakat dan diawasi agar implementasinya bisa dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Karena anggaran bisa menjadi alat akuntabilitas yang berisi pertanggung jawaban pemerintah atas penggunaan uang rakyat. Kegiatan memantau dan mengawal proses anggaran sama pentingnya dengan menjaga agar pelaksanaan pembangunan daerah dapat bermanfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

2. Pertanyaan dan Jawaban

1. Pertanyaan : Bagaimana hukum para pejabat eksekutif dan legislatif dalam menyusun dan menetapkan APBD yang tidak memihak kepentingan rakyat miskin?

Jawaban : Hukumnya haram, karena penyusunan APBD yang tidak memihak pada rakyat adalah termasuk perilaku dzolim.

2. Pertanyaan : Apakah hukum keikutsertaan masyarakat dalam menentukan dan

mengawasi APBD?

Jawaban : Hukumnya fardlu kifayah, karena peran serta masyarakat dalam pengawasan APBD adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.

(2)

Jawaban : Hukumnya haram, karena penyusunan APBD yang tidak memihak pada rakyat adalah termasuk perilaku dzolim.

3. Uraian Jawaban

Uang negara pada hakekatnya adalah uang Allah SWT yang di amanatkan kepada pemerintah. Sedangkan anggaran yang di buat pemerintah merupakan instrumen dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang mensejahterakan rakyat dan sekaligus menjadi alat akuntabilitas yang berisi pertanggungjawaban pemerintah atas penggunaan uang rakyat. Maka oleh karena itu proses dalam penyusunan dan penetapannya harus benar-benar menghayati aspirasi kemaslahatan rakyat yaitu terjaminnya kebutuhan dhoruriyah (kebutuhan primer), dan terpenuhinya kebutuhan

hajjiyah dan tahsiniyah (kebutuhan skunder).

Menurut perspektif fiqh acuan dasar dalam mewujudkan cita kemaslahatan itu minimal dengan tercukupinya lima hak dan jaminan dasar manusia (ushul al-khoms). Kelima prinsip dasar tersebut adalah :

a. Perlindungan hak menyakini dan menjalankan agamanya (hifzh al-din)

b. Perlindungan hidup untuk tumbuh dan berkembang secara layak serta keselamatan jiwa dari kesewenang-wenangan (hifz al-nafs).

c. Perlindungan keselamatan pengembangan dan pendayagunan akal dalam berekspresi, mengeluarkan opini dan aktivitas ilmiah lainnya (hifz al-aql)

d. Perlindungan hak atas harta benda, properti dan lain-lain dari monopoli, korupsi, pencuri, oligopoli dan lain-lain (hifz al-mal)

e. Perlindungan hak keturunan yaitu jaminan akan masa depan generasi penerus yang lebih baik dan berkualitas (hifz al-nasl).



2

3

5















































(3)



















197







Mengingat akan pentingnya sebuah anggaran bagi masyarakat luas, seharusnya para pejabat eksekutif dan legislatif di dalam menyusun dan menetapkan anggaran harus benar-benar memihak kepada aspirasi kemaslahatan rakyat dan memprioritaskan kebutuhan yang paling mendesak tanpa diskriminasi apapun (di sesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat yang terus berkembang). Karena menurut pandangan syara’ kebijakan pemerintah yang boleh di laksanakan adalah kebijakan yang sesuai dengan aspirasi kemaslahatan rakyat. Dengan kata lain kebijakan pemerintah yang tidak menunjukkan komitmen tersebut dalam pandangan syara’ di anggap batal (tidak legitimate).



2

138















2

75























84























121

(4)



















































Berdasarkan prinsip di atas, pemerintah membutuhkan forum musyawarah tahunan yang di laksanakan secara partisipatif dengan di ikuti oleh pemangku kepentingan

(stakeholder’s) sesuai tingkatannya untuk mengatasi permasalahan masyarakat atau pihak-pihak yang terkena dampak dari hasil musyawarah dalam rangka membuat kesepakatan tentang rencana kegiatan tahunan anggaran berikutnya.



13

209

210









































Dengan demikian, hukum para pejabat eksekutif dan legislatif yang menyusunan dan menetapan anggaran yang tidak memihak kemaslahatan rakyat adalah haram. Karena hal ini termasuk penyelewengan uang negara baik untuk kepentingan pribadi atau di salahgunakan untuk hal-hal yang merugikan rakyat dan berlawanan dengan aspirasi kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu apabila sampai terjadi akan adanya penyelewengan anggaran, maka status uang yang diselewengkan tersebut hukumnya juga haram.



644

(5)



















.







89

























271























Jadi kesimpulannya, ketaatan yang mutlak adalah ketaatan kepada Allah SWT dan RasulNya. Adapun ketaatan kepada ulil amri (pemerintah) hanya merupakan ketaatan yang bersifat tidak mutlak, yakni ketergantungan kewajiban ketaatan kepada mereka yang apabila perintah dan kebijakannya sejalan dengan perintah Allah dan Rasulnya. Dengan demikian, ketika kebijakan pemerintah tidak sejalan dengan perintah Allah dan RasulNya, maka rakyat mempunyai kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar

(hak rakyat untuk melakukan kontrol dan memberikan koreksi terhadap ulil amri

dengan cara-cara yang baik).



12

214

230

























224





(6)

























10

111

122





















58

59

.





































II.

PENGGUSURAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

1. Deskripsi masalah.

Pedagang kaki lima adalah sekelompok masyarakat kecil yang mengais rizqi di pinggir jalan, bahkan ke badan jaln ditempat-tempat tertentu yang mudah diakses oleh para calon pembeli. Setiap hari mereka juga ditarik retribusi oleh pihak pemerintah. Namun pada suatu ketika pemerintah melakukan razia dengan dalih mengganggu keindahan, keamanan wilayah, penataan wilayah dan lain-lain. Mereka yang tertangkap disita dagangannya, peralatannya dirusak dan dihancurkan agar mereka jera. Akibat penggusuran tersebut akhirnya mereka kehilangan tempat usaha, peralatan, dan barang dagangan yang mengakibatkan mereka kehilangan mata pencaharian.

(7)

1) Pertanyaan: Apakah dari kaca mata hukum islam penarikan dana retribusi sudah merupakan legalitas pemerintah terhadap para PKL yang menggelar dagangannya ke badan jalan?

Jawaban: Bukan termasuk legalitas pemerintah, karena dalam penggunaan badan jalan tidak diharuskan mendapat ijin dari pemerintah (selama tidak mengganggu pengguna jalan yang lain).

2) Pertanyaan: Apakah dibenarkan bagi pemerintah menarik dana retribusi kepada para PKL yang tidak dilegalkan oleh pemerintah guna pendapatan APBD?

Jawaban: Tidak dibenarkan.

3) Pertanyaan: Apakah tindakan razia pemerintah dengan merusak dan menyita barang dagangan tanpa mengembalikan ke pemeliknya terhadap para PKL yang telah membayar dana retrebusi dapat dibenarkan dari kaca mata fiqih?

Jawaban: Haram. Karena pengrusakan dan penyitaan barang tanpa mengembalikan pada pemiliknya termasuk prilaku dzolim.

3. Uraian Jawaban.

Bentuk penguasaan dan pengelolaan atas sebuah lahan menurut perspektif fiqh dibagi menjadi dua bagian

a. Hak milik (), yaitu bentuk penguasaan dan pengelolaan secara hak milik. b. Hak guna ( ), yaitu bentuk penguasaan dan pengelolaan secara

pemanfaatan saja, tanpa mempunyai hak untuk dapat memilikinya.



1

157











,









Kemudian hak guna () terbagi menjadi tiga bagian :

1. Bentuk pemanfaatan atas lahan yang berada di gurun atau padang pasir, seperti pemanfaatan suatu lahan yang berada di gurun atau padang pasir untuk di gunakan sebagai tempat peristirahan ketika dalam perjalanan, dll.

2. Bentuk pemanfaatan atas lahan yang berada disekitar tempat milik perseorangan, seperti bentuk pemanfaatan atas halaman rumah seseorang untuk berteduh, dll. 3. Bentuk pemanfaatan atas lahan yang berada disekitar tempat-tempat milik umum,

seperti bentuk pemanfaatan jalan raya, areal pasar dll.





(8)











,





,

و





Jalan raya yang merupakan bagian dari hak guna ( ) merupakan hak milik umum yang semua lapisan masyarakat, di mana tidak memandang pejabat, konglomerat, atau rakyat miskin bebas menggunakan dan memanfaatkannya.

Fungsi asal jalan raya memang pada mulanya untuk lewat/berjalan, meskipun demikian bagi setiap orang juga di perkenankan mengfungsikan jalan raya untuk kepentingan yang lain selama tidak mengganggu atau menimbulkan dampak negatif bagi pengguna jalan yang lain. semisal untuk duduk, menunggu seseorang, beristirahat, ataupun mengais rizqi dll.

Berdasarkan dalam kenyataan bahwa jalan raya adalah milik umum, maka :

a. Semua pengguna jalan raya baik yang memanfaatkan jalan raya untuk berjalan atau mengfungsikan untuk kepentingan lain semisal untuk mengais rizqi, tidak di syaratkan mendapatkan ijin dari pemerintah. Karena dari sejak dahulu tidak ada seorangpun yang mempermasalahkan ataupun mengingkari akan hal tersebut.



2

954















Oleh karena itu tidak ada pembenaran akan adanya proses peminggiran (marjinalisasi) pada masyarakat miskin perkotaan yang bekerja disektor informal yakni tukang becak, PKL, asongan dengan di razia dan di kejar-kejar tanpa ada sebab dan alasan yang jelas.





89

















b. Pemerintah tidak boleh meminta dana retribusi (pungutan uang oleh pemerintah sebagai balas jasa) kepada para pengguna jalan raya (baik yang menggunakan untuk berjalan atau mengais rizqi), meskipun dalih yang di gunakan pemerintah adalah guna pendapatan APBD.



2

(9)







Bahkan dahulu Imam Ibnu Rif’ah menanggapi kebijakan yang di buat wakil-wakil baitul mal yang memberlakukan dana retribusi kepada para pengguna jalan raya guna pendapatan baitul mal dengan berkata : “Aku tidak dapat membayangkan dengan wajah yang bagaimana kelak ketika mereka di hadapkan disisi Allah SWT”. Imam Adzro’i menganggap perbuatan yang demikian tersebut (baik yang menetapkan, memutuskan ataupun yang mengakui keabsahannya) termasuk perbuatan yang hina dan keji.





168















Jadi berdasarkan prinsip diatas, status dana retribusi dari pedagang kaki lima yang di pungut pemerintah menurut perspektif fiqh merupakan sebuah pungutan liar (pungli) yang di bungkus dengan peraturan atau biasa di sebut dengan istilah

maksu. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat mulai dari pemungutnya, juru tulisnya, dan semua jajaran instasi yang berhubungan termasuk golongan orang-orang yang dzolim.



2

57

























2

159





















(10)



1

1306

































Solusi pemerintah untuk menghindari akan adanya praktek pungutan liar yang di bungkus dengan kedok peraturan (maksu) adalah pihak pemerintah membuat ketetapan ongkos balas jasa untuk kemaslahatan umum    yang menjadi kewajiban pihak yang memanfaatkan fasilitas milik umum tersebut. Sedangkan pihak yang memanfaatkan fasilitas milik umum tersebut dengan secara suka rela menyerahkan dan mempercayakan pengelolaan dana tersebut kepada pemerintah. Karena meskipun dari pihak pemerintah tidak di perkenankan memungut biaya retribusi, akan tetapi mereka yang memanfaatkan fasilitas milik umum tersebut tetap berwajiban membayar ongkos balas jasa pada kemaslahatan umum 

..



:

158





















5

335















(11)









































 



6



223































Bahwa pemerintah yang tugasnya sebagai pengayom masyarakat mempunyai kewajiban memantau dan mengatur keseimbangan dalam pemanfaatan dan penggunaan fasilitas-fasilitas milik umum supaya tidak terjadi keseweng-wenangan dan menimbulkan dampak yang negatif bagi pengguna jalan yang lain. Bentuk wewenang pemerintah dalam hal ini ada dua macam, yaitu :

a. Tindakan penertiban, yakni tindakan melarang dan mencegah para pengguna jalan umum dari bentuk kesewang-wenangan dan hal-hal yang menimbulkan dampak negatif serta memberikan solusi pada mereka apabila terjadi perselisihan atau perseteruan.

b. Tindakan ijtihadi, yakni membuat kebijakan masalah pemanfaatan dan penggunaan jalan raya yang selalu berpihak dan kembali pada kemaslahatan rakyat, yaitu kebijakan yang mendatangkan kebaikan, keberuntungan, dan hasil yang memuaskan rakyat.





188













(12)









Sehubungan pemerintah yang di beri kewenangan dalam penertiban serta memberikan solusi pada mereka apabila terjadi perselisihan atau perseteruan, dan sekaligus di percaya membuat kebijakan yang selalu memperhatikan dan berpihak pada kemaslahatan rakyat, maka :

1. Pemerintah tidak boleh melakuakan penertiban dengan cara merusak, merampas, ataupun menyita barang tanpa mengembalikan pada pemiliknya. karena demikian ini termasuk merupakan tindakan perampasan materi yang secara tegas di larang dalam surat Al Quran Surat Al Baqoroh Ayat 188. yaitu larangan memakan harta orang lain secara bathil. Dan dalam ayat ini pengertian memakan dengan cara yang bathil itu mencakup semua yang di ambil tanpa hak, baik secara dzolim maupun dengan tipu daya.

(13)











Dengan demikian, seandainya tindakan razia yang di lakukan pemerintah yang memakai cara merusak, merampas, ataupun menyita barang tanpa mengembalikan pada pemiliknya dengan dalih tujuan menta’zir supaya jera. Maka penta’ziran dengan cara tersebut dalam pandangan syara’ tetap tidak diperbolehkan. Karena ta’zir menurut ayara’adalah hukuman yang bersifat mendidik seperti memenjarakan, atau memukul yang tidak sampai melukai, bukan dengan perampasan materi (pengrusakan ataupun penyitaan).



10

348



 

















8

21

22



 











Adapun dalam keputusan Ahkamul Fuqoha’ dalam muktamar NU ke 2 di Surabaya pada tanggal 12 Robiuts Tsani 1346 H / 9 Oktober 1927 M yang menganjurkan bagi yang ingin melaksanakan ta’zir dengan cara memakai denda uang agar mengikuti pendapat imam Malik (yang memperbolehkan) :



Itu perlu di tinjau dan di kaji kembali, dengan alasan :

a) Dengan memperbolehkan penta’ziran dengan cara perampasan materi berarti telah menghalalkan pengambilkan harta orang lain dengan cara yang dzolim. Dan Imam Nawawi dalam syarah Muslimnya telah menegaskan bahwa sesungguhnya bentuk penta’ziran yang memakai cara perampasan materi semua telah di dihapus (dimansukh dengan adanya dalil-dalil perlindungan hak atas harta benda, kecuali jalan pengambilannya memakai cara-cara yang baik).



12

218



1403



1983



 



,











(14)

,

diperbolehkan melakuakan penta’ziran dengan cara perampasan materi adalah :

 merusak barang-barang yang sifatnya termasuk kategori barang munkarot menurut syara’, seperti patung, arca, alat malahi dll.  Merubah barang–barang yang sifatnya termasuk kategori barang

mungkarot menjadi barang-barang yang di perbolehkan dalam pemanfaatannya menurut syara’.

 Mengambil harta atas hukuman tindak pidana, seperti hukuman denda bagi pencuri yang tidak sampai pada hukuman potong tangan.

Dari berbagai pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada alasan ataupun dalih yang dapat mendukung ataupun memperbolehkan tindakan razia pemerintah yang memakai cara merusak, merampas, ataupun menyita barang tanpa mengembalikan pada pemiliknya. Karena dalam pandangan syara’ hak atas perlindungan harta benda seseorang itu sama dengan hak atas perlindungan jiwa raganya.

(15)

2



















3





















,



















2. Pemerintah harus memberikan solusi (pengalokasian) yang berpihak pada rakyat. Karena diantara kewajiban pemerintah adalah memberikan solusi pada mereka yang terjadi perselisihan atau perseteruan, dan sekaligus membuatkan kebijakan yang selalu berorientasi kepada kepentingan dan kemaslahatan rakyat.





124

















15















(16)

yang statusnya hanya bisa dimanfaatkan tanpa bisa di kuasai dan di miliki secara pribadi () .





258











1



151















Namun dalam proses pelaksanaan penertiban bangunan tersebut pemerintah harus melalui prosedur amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mendahulukan cara-cara yang ringan tidak boleh langsung menempuh dengan cara yang berlebihan, semisal langsung melakuakn penggusuran tanpa sebelumnya memberikan pengarahan, pelarangan, nasehat, peringatan keras, hingga ancaman penggusuran, .





2

324

 











III.

PEMARKIRAN DANA APBD

1. Deskripsi masalah.

(17)

pemdanya bisa berbuat lebih banyak lagi untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan mereka (Kompas, Jum’at 24 Agustus 2007).

Ironinya apa yang dilakukan pemerintah daerah tersebut ditengah-tengah kebutuhan rakyat akan kebutuhan-kebutuhan pelayanan dasar yang mendesak semisal pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur yang lain.

2. Pertanyaan dan Jawaban.

1. Pertanyaan: Bagaimana hukumnya pemerintah daerah yang memarkir dana publik di tengah – tengah kebutuhan masyarakat atas pelayanan dasar yang menjadi kewajiban negara dipandang dari fiqih?

Jawaban: Hukumnya haram, karena pemarkiran dana termasuk perilaku dzolim.

2. Pertanyaan Bagaimana pemerintah daerah mengikuti instruksi presiden? Dan apa sanksinya bila menolak?

Jawaban: Hukumnya wajib, dan sanksinya menurut kebijakan imam. 3. Uraian Jawaban.

Bahwa sebagai pengemban amanat rakyat yang menjunjung tinggi keadilan dan kemaslahatan rakyat, pemerintah wajib menunjukkan komitmen pada keadilan, perlindungan rakyat, dan penegakan kemaslahatan semua pihak tanpa membedakan warna kulit, suku atau golongan manapun dengan memberikan hak-hak mereka. karena sesungguhnya mereka kelak akan di mintai pertanggung jawaban oleh Alloh swt atas kepemimpinannya perihal hak-hak rakyatnya. Dan bagi siapapun yang diberi amanat untuk memimpin rakyat kemudian ia mati dalam keadaam mencurangi dan menghianati rakyatnya, maka haram baginya masuk surga.



2

368





2755

17















13

157























(18)







Dalam rangka tegaknya amanat atas kemaslahatan rakyat, maka uang negara yang sebagian besar adalah dari rakyat wajib ditasharufkan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu, seandainya sampai ada pemarkiran dana anggaran ditengah–tengah kebutuhan pelayanan dasar yang mendesak, kepentingan berbagai usaha sektor riil, dan keperluan-keperluan modal finansial yang besar untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dll, maka perilaku yang demikian ini termasuk sebuah kedzoliman dan hukumnya adalah haram.



15



206





















206



















1

449



































10

227

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Bapak/Ibu bagaimana kondisi perusahaan bila dibandingkan dengan perusahaan pesaing utama atau rata-rata perusahaan dalam hal faktor-faktor kelemahan

Ujian Kenaikan Pangkat Lans Kopral (TKRS) bagi tajuk Ketatanegaraan... Bahan Latihan Tunas Kadet Remaja Sekolah 3 BUKU

Arina Rohmatul Hidayah, D0212018, KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIOKULTURAL MASYARAKAT: Studi Fenomenologis di Desa Canggu Kecamatan Badas (Wilayah Pemekaran Kecamatan

mendalilkan bahwa di TPS 7 Kelurahan Tegalrejo Kecamatan Argomulyo terjadi kehilangan 11 surat suara yang digunakan oleh pengguna hak pilih, hal ini diketahui setelah ditemukan '

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kecenderungan berita mengenai isi pesan kegiatan-kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh PT Unilever

Kegiatan study banding DPC.HPI Aceh Tenggara yang di fasilitasi oleh FORINA merupakan bagian dari implementasi rencana kegiatan kolabo­ ratif dalam meningkatkan

Analisa Alih Kode Dalam Kelas Intermediate Speaking pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Muria Kudus pada Tahun Pelajaran 2012/2013... Program Studi

Untuk menjamin pelaksanaan program-program bidang permukiman/Cipta Karya guna percepatan pencapaian target yang telah ditetapkan baik arahan kebijakan pemerintah pusat