BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Pengembangan Karir
2.1.1.1 Pengertian Pengembangan Karir
Pengembangan karir tercermin dalam gagasan bahwa orang selalu bergerak lebih maju dan meningkat dalam pekerjaan yang dipilihnya. Bergerak maju berarti kenaikan gaji yang lebih besar dengan tanggung jawab yang lebih besar pula. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan pengertian karir menurut beberapa ahli, diantaranya, menurut Handoko (2001 : 121) mengatakan: “Suatu karir adalah semua pekerjaan atau jabatan yang dipunyai selama kehidupan kerja seseorang”.
Dalam perencanaan karir seseorang pegawai memang tidak menjamin keberhasilan karir karena walaupun sudah dirancang sedemikian rupa akan tetapi sikap atasan, faktor pengalaman, pendidikan dan juga nasib seseorang sangat mendukung dalam keberhasilan karir seseorang.
Mondy (2008:243) ”Pengembangan karir adalah pendekatan formal yang digunakan organisasi untuk memastikan bahwa orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat tersedia jika dibutuhkan”.
Pengertian pengembangan karir menurut Flippo (2000:243) dapat diartikan sebagai sederetan kegiatan kerja yang terpisah-pisah namun masih merupakan atau mempunyai hubungan yang saling melengkapi, berkelanjutan dan memberikan makna bagi kehidupan seseorang. Dubrin yang dialih bahasakan oleh Mangkunegara, (2006:77) ”pengembangan karir adalah perbaikan pribadi yang diusahakan oleh seseorang untuk mencapai rencana karir pribadi”.
Menurut Siagian (2003:316) ”pengembangan karir adalah seseorang pegawai ingin berkarya dalam organisasi tempatnya bekerja untuk waktu yang lama sampai usia pensiun”.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Pengembangan Karir adalah kegiatan untuk melakukan perencanaan karir dalam rangka meningkatkan pribadi dimasa yang akan datang agar kehidupannya menjadi lebih baik. Titik awal pengembangan karir dimulai dari diri pegawai. Setiap orang harus bertanggung jawab atas pengembangan atau kemajuan karirnya. Disinilah perlunya pengembangan diri sesuai dengan keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya.
2.1.1.2 Tujuan Pengembangan Karir
pertumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok kerja dalam suatu organisasi. Berarti semuanya bermuara pada peningkatan produktivitas kerja organisasi secara keseluruhan.
Menurut Rivai (2008 : 290) menyatakan bahwa tujuan dari program karir adalah: ”untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang”. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir yang dirancang secara baik akan dapat membantu karyawan alam menentukan kebutuhan karir mereka sendiri , dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan.
Menurut Sutrisno (2009 : 182) pengembangan karir bertujuan untuk:
a. Memberikan kepastian arah karier karyawan dalam kiprahnya di lingkup organsiasi
b. Meningkatkan daya tarik organisasi atau institusi bagi para karyawan yang berkualitas
c. Memudahkan manajemen dalam menyelenggarakan program-program pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam rangka mengambil keputusan di bidang karir serta perencanaan sumber daya manusia organisasi atau perusahaan yang selaras dengan rencana pengembangan organisasi
2.1.1.3 Bentuk Pengembangan Karir
Bentuk-bentuk pengembangan karir yang dilaksanakan oleh setiap perusahaan disesuaikan dengan jalur karir yang direncanakan, perkembangan, kebutuhan dan fungsi perusahaan itu sendiri.
Bentuk pengembangan karir menurut Rivai (2008 : 291-293), dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Pengembangan karir pribadi
Setiap pegawai harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karir atau kemajuan karir yang dialami.
2. Pengembangan karir yang didukung departemen SDM
Pengembangan karir seseorang tidak hanya tergantung pada usaha pegawai tersebut, tetapi juga tergantung pada peranan dan bimbingan manajer dan departemen SDM terutama dalam penyediaan informasi tentang karir yang ada dan juga didalam perencanaan karir pegawai tersebut.Departemen SDM membantu perkembangan karir pegawai melalui program pelatihan dan pengembangan karywan.
3. Peran pemimpin dalam pengembangan karir
Upaya-upaya depertemen SDM untuk meningkatkan dengan memberikan dukungan perkembangan karir para pegawai harus didukung oleh pimpinan tingkat atas dan pimpinan tingkat menengah. Tanpa adanya dukungan mereka, maka perkembangan karir pegawai tidak akan berlangsung baik.
4. Peran umpan balik terhadap pengembangan karir
terkadang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan karir. Departemen SDM bisa memberikan umpan balik melalui beberapa cara didalam usaha pengembangan karir pegawai, diantaranya adalah memberikan informasi kepada pegawai tentang keputusan penempatan pegawai berikut alasannya.
Perkembangan karir seorang pegawai sangat ditentukan oleh kinerjanya, meskipun didalam promosi menduduki suatu posisi tertentu ada yang mendasarkan pada setiap yang dikenal untuk memberikan umpan balik kepada pegawai tentang prestasi kerjanya, departemen SDM mengembangkan prosedur pekerjaan secara formal. Hal ini akan memungkinkan pegawai tersebut untuk menyesuaikan prestasi kerjanya dengan perencanaan karirnya.kemudian dibuat keputusan penempatan kerja,kesempatan pengembangan karir serta kompensasi yang diberikan guna memenuhi kebutuhan perusahaan diwaktu mendatang dan juga keinginan para pegawainya.
2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Setiap karyawan harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karir atau kemajuan karir yang dialamai. Menurut Rivai (2008 : 291-295) beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan karir seorang karyawan adalah:
1) Prestasi kerja (job performance) 2) Eksposur (exposure)
3) Jaringan kerja (net working) 4) Pengunduran diri (resignations)
7) Bawahan yang mempunyai peran kunci (key subordinates) 8) Peluang untuk tumbuh (growth opportunies)
Adapun penjelasan dari faktor pengembangan karir seorang karyawan di atas adalah:
1) Prestasi kerja (job performance)
Prestasi kerja merupakan faktor yang paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karir seorang karyawan. Kemajuan karir sebagian besar tergantung pada prestasi kerja yang baik dan etis. Asumsi kinerja yang baik melandasi seluruh aktivitas pengembangan karir.
2) Eksposur (exposure)
Kemajuan karir juga dapat dikembangkan melalui eksposure. Eksposur menjadi paham dan diharapkan dapat dipertahankan setinggi mungkin. Mengetahui apa yang diharapkan dari adanya promosi, pemindahan ataupun kesempatan berkarir lainnya dengan melakukan kegiatan yang kondusif. 3) Jaringan kerja (net working)
4) Pengunduran diri (resignations)
Apabila perusahaan tempat seorang karyawan bekerja tidak memberikan kesempatan berkarier yang banyak dan ternyata di luar perusahaan terbuka kesempatan yang cukup besar untuk berkarir, untuk memenuhi tujuan karirnya karyawan tersebut akan mengundurkan diri. Sejumlah karyawan profesional dan manajer pada khususnya beralih ke perusahaan lain sebagai bagian strategi karir yang disengaja.
5) Kesetiaan terhadap organisasi (organizational loyality)
Pada sejumlah perusahaan, orang menempatkan loyalitas pada karir di atas loyalitas perusahaan. Level loyalitas perusahaan rendah merupakan hal yang umum terjadi di kalangan lulusan perguruan tinggi terkini dan para profesional. Dedikasi karir yang besar pada perusahaan yang sama melengkapi sasaran departemen SDM dalam mengurangi turnover karyawan. 6) Pembimbing dan Sponsor (mentors and sponsors)
Banyak karyawan dengan segera mempelajari bahwa mentor bisa membantu pengembangan karir mereka. Pembimbing adalah orang yang memberikan nasihat-nasihat atau saran-saran kepada karyawan di dalam upaya mengembangkan karirnya. Pembimbing tersebut dari dalam perusahaan itu sendiri. Sedangkan sponsor adalah seseorang di dalam perusahaan yang dapat menciptakan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan karirnya. 7) Bawahan yang mempunyai peran kunci (key subordinates)
bawahan bisa melaksanakan peran kunci dalam membantu manajer di dalam menjalankan tugas-tugasnya.Karyawan seperti ini mempunyai peranan kunci.Mereka memperlihatkan loyalitas pada manajer mereka dengan standar etis yang tinggi.
8) Peluang untuk tumbuh (growth opportunies)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya, misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya.Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya.Di samping itu, kelompok-kelompok di luar perusahaan bisa membantu karir seseorang.
Menurut Edi Sutrisno (2009 :182-185) menyatakan ada lima faktor yang akan mempengaruhi baik tidaknya karir seseorang karyawan. Untuk itulah kelima faktor tersebut harus dikelola oleh karyawan dengan baik, bila karyawan yang bersangkutan ingin meraih karir yang lebih tinggi. Kelima faktor tersebut yaitu: 1) Sikap atasan dan rekan sekerja
2) Pengalaman 3) Pendidikan 4) Prestasi 5) Faktor Nasib
Orang yang berprestasi dalam bekerja, namun tidak disukai oleh atasan maupun rekan sekerja, maka orang yang demikian tidak akan mendapat dukungan untuk meraih karir yang lebih baik.
2) Pengalaman
Pengalaman dalam konteks ini dapat berkaitan dengan tingkat golongan seorang karyawan, walaupun hal ini sampai sekarang masih tetap di perdebatkan. Pegawai baru yang bekerjanya lebih baik dari pada pegawai lama dalam hal pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya. 3) Pendidikan
Faktor pendidikan biasanya menjadi syarat untuk duduk di sebuah jabatan. Dari kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa faktor pendidikan mempengaruhi kemulusan karir seseorang.
4) Prestasi
Prestasi yang baik tentunya merupakan usaha yang kuat dari dalam diri seseorang, walaupun karena keterbatasan pendidikan, pengalaman dan dukungan rekan-rekan sekerjanya.
5) Faktor Nasib
Faktor nasib juga turut menentukan walaupun diyakini porsinya sangat kecil. 2.1.1.5 Indikator Pengembangan Karir
Menurut Veitzhal Rivai (2008 : 290) indikator pengembangan karir adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan karir
2. Pengembangan karir individu
Setiap pegawai harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karir atau kemajuan karir yang dialami.
3. Pengembangan karir yang didukung oleh departemen SDM
Pengembangan karir pegawai tidak hanya tergantung pada pegawai tersebut tetapi juga pada peranan dan bimbingan manajer dan departemen SDM.
4. Peran umpan balik terhadap kinerja
Tanpa umpan balik yang menyangkut upaya-upaya pengembangan karir maka relatif sulit bagi pegawai bertahun-tahun untuk persiapan yang kadang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan karir.
Umpan balik didalam usaha pengembangan karir pegawai mempunyai beberapa sasaran:
a) Untuk menjamin bahwa pegawai yang gagal menduduki suatu posisi dalam rangka pengembangan karirnya masih tetap berharga dan akan dipertimbangkan lagi untuk promosi diwaktu mendatang bila memang mereka memenuhi syarat,
b) Untuk menjelaskan kepada pegawai yang gagal kenapa mereka tidak terpilih.
2.1.2 Kompetensi
2.1.2.1 Pengertian Kompetensi
Menurut Boulter et al. (dalam Sutrisno, 2009 : 221), “kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu”.
Berdasarkan uraian di atas makna kompetensi mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan.Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan.
diubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.
Spencer (dalam Sutrisno, 2009 :221) menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu. Berdasarkan dari definisi ini, maka beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik dasar (underlying characteristic), kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.
2) Hubungan kausal (causally related), berarti kompetensi dapat menyebabkan atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi pula (sebagai akibat).
3) Kriteria (criterian referenced), yang dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar.
seseorang pada waktu periode tertentu. Dari karakteristik dasar tersebut tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata.
Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang pegawai untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer. Pengetahuan karyawan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya, karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun bagi karyawan yang belum mempunyai pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat. Pemborosan bahan, waktu dan tenagaakan diperbuat oleh karyawan berpengetahuan kurang. Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi. Atau dapat disimpulkan bahwa karyawan yang berpengetahuan kurang, akan mengurangi efisiensi.
2.1.2.2 Manfaat Penggunaan Kompetensi
Konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari manajemen sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada bidang pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, dan sistem remunerasi.
1) Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai.
Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan kinerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang sumber daya manusia.
2) Alat seleksi karyawan
Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik.Dengan kejelasan terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat mengarahkan pada sasaran yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen yang tidak perlu.Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi pada perilaku yang dicari.
3) Memaksimalkan produktivitas
Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi ramping. mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.
4) Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi
keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan seorang karyawan
5) Memudahkan adaptasi terhadap perubahan
Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah.
6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi
Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan.
2.1.2.3 Tingkatan Kompetensi SDM
Spencer dan Spencer (dalam Wibowo, 2010 :120) mengelompokkan tiga tingkatan kompetensi yaitu:
1) Behavioral Tools
a) Knowledge merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang
tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior dan junior.
b) Skill merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan
baik. Misalnya, mewawancara dengan efektif, dan menerima pelamar yang baik.
a) Social Role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh kelompok social atau organisasi. Misalnya menjadi pemimpin atau pengikut, menjadi agen perubahan atau menolak perubahan.
b) Self Image merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri,
identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya melihat dirinya sebagai pengembang atau manajer yang berada di atas.
3) Personal Charasteristic
a) Traits merupakan aspek tipikal berprilaku Misalnya, menjadi pendengar yang baik.
b) Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang
tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya, ingin mempengaruhi perilaku orang lain untuk kebaikan organisasi.
2.1.2.4 Faktor-Faktor Kompetensi
Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat dipengaruhi. Menurut Wibowo (2010 : 306-307) kompetensi di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Praktik perekrutan dan seleksi 2) Sistem reward.
3) Praktik pengambilan keputusan 4) Pelatihan dan pengembangan
1) Keyakinan dan Nilai-nilai 2) Keterampilan
3) Pengalaman
4) Karakteristik Kepribadian 5) Motivasi
6) Isu Emosional
7) Kemampuan Intelektual 8) Budaya Organisasi
Adapun penjelasan dari faktor-faktor kompetensi di atas adalah : 1) Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap ornag lain akan sangat mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu.
2) Keterampilan
Keterampilan memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Berbicara di depan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi, praktik dan umpan balik.
berkaitan dengan kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi dan kempetensi individual.
3) Pengalaman
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar dan kompleks tidak mungkin mengembangkan kecerdasan organisasional untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan.
4) Karakteristik Kepribadian
Dalam kepribadian termasuk banyak faktor yang diantaranya sulit untuk berubah. Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat berubah. Kenyatanaannya, kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang waktu. Orang merespons dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan sekitarnya.
5) Motivasi
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan bawahan, memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi seseorang bawahan.
6) Isu emosional
tentang kewenangan dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi dan menyelesaikan konflik dengan manajer. Orang mungkin mengalami kesulitas mendengarkan orang lain apabila mereka tidak merasa didengar.
7) Kemampuan Intelektual
Komputensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analisis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini.
8) Budaya Organisasi
Budaya organsiasi Wibowo (2010 : 130-131) mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan sebagai berikut :
a) Praktik rekrutmen dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa di antara pekerja yang dimasukkan dalam organisasi dan tingkat keahliannya tentang kompetensi.
b) Sistem penghargaan mengomunikasikan pada pekerja bagaimana organsiasi menghargai kompetensi.
c) Praktik pengambilan keputusan mempengaruhi kompotensi dalam memberdayakan orang lain, inisiatif dan memotivasi orang lain.
d) Filosofi organisasi misi, visi dan nilai nilai berhubungan dengan semua kompetensi.
f) Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengomunikasikan pada pekerja tentang pentingnya kompetensi.
g) Proses organisasional yang mengembangkan pemimpin secara langsung mempengaruhi kompetensi kepemimpinan.
2.1.2.5 Indikator Kompetensi
Beberapa Indikator Kompentesi menurut Gordon dalam Sutrisno, 2009, hal. 223):
1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada di perusahaan.
2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya, seorang karyawan dalam melaksanakan pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.
3) Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku para karyawan dalam melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).
5) Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.
6) Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja.
2.1.4 Kompensasi
2.1.3.1 Pengertian Kompensasi
Pada umumnya balas jasa bagi setiap orang yang bekerja telah ditentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara pasti mengetahui kompensasi yang diterimanya.Selanjutnya semakin banyak pula pemenuhan kebutuhan yang dapat dipenuhi sehingga kepuasan kerja makin baik.Disinilah letak pentingnya kompensasi bagi karyawan sebagai penjual tenaga kerja (fisik dan pikiran).
Selanjutnya menurut Sastrohadiwiryo (2002 :181): Kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga atau pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kompensasi adalah sesuatu imbalan yang diberikan atas jasa yang diberikan tenaga kerja demi peningkatan dan kemajuan perusahaan.
Sesuatu yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya atas jasa yang diberikan untuk kemajuan perusahaan Besarnya kompensasi yang diberikan mencerminkan status, pengalaman dan pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan dan keluarganya.
Kompensasi atau balas jasa dapat diperhitungkan sebagai upah uang/upah nyata (riil) seperti menurut Flippo dalam Hasibuan (2005, hal 119) adalah sebagai berikut: Harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain atau kata lain tiap pembayaran baik berupa uang maupun barang yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa terhadap tenaga dan pikiran yang disumbangkan kepada perusahaan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas dapat diketahui bahwa hakekatnya pengertian kompensasi adalah sama yaitu sebagai imbalan/balas jasa yang diberikan oleh seorang pemberi kerja kepada seseorang penerima kerja yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai dan aturan lainnya.
Program kompensasi/balas jasa ini umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan dan pemerinyah/ masyarakat. Supaya tujuan ini tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak, hendaknya program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan layak, Undang-Undang perburuhan, serta memperhatikan internal dan eksternal konsistensi.
tambahan-tambahan lainnya jumlah serta pembayarannya dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
Menurut Hasibuan (2005, hal 120) orang mau bekerja keras disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1) The desire for live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan
utama setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan untuk dapat melanjutkan kehidupannya.
2) The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu
merupakan keingina manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.
3) The desire for power, keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan
selangkah diatas keinginan untuk memiliki, mendorong orang-orang untuk mau bekerja.
4) The desire for recognation, keinginan akan pengakuan merupakan jenis
terakhir dari kebutuhan.
Bagi perusahaan upah/gaji yang teratur dan layak diberikan kepada karyawan, berfungsi sebagai kelangsungan produksi yang dilakukan oleh sumber daya manusia. Dalam hal ini penentuan besarnya kompensasi sangat penting agar karyawan merasa puas dan perusahaan juga tidak dirugikan.
Kompensasi menurut Hasibuan (2005, hal 121-122) mempunyai tujuan atau manfaat antara lain sebagai berikut:
4) Motivasi
5) Stabilitas Karyawan 6) Disiplin
7) Pengaruh Serikat Buruh 8) Pengaruh Pemerintah
Berikut ini penjelasannya: 1) Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi maka terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan, dimana karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedang pengusaha/majikan wajib membayarkan kompensasi itu sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2) Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status, sosial dari egoistiknya, sehingga ia memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya itu.
3) Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, maka pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan itu akan lebih mudah.
4) Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eskternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil.
6) Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7) Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8) Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi itu sesuai dengan Undang-Undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerinyah dapat dihindarkan.
2.1.3.2 Bentuk-Bentuk Kompensasi
Ada beberapa bentuk kompensasi yang biasa diberikan perusahaan kepada para karyawan mereka, secara umum dapat berupa imbalan finansial (materil) dan non finansial (inmateril).
Mathis dan Jackson (2001 :119) menyatakan “ada dua bentuk kompensasi karyawan, yaitu bentuk langsung yang merupakan upah dan gaji, bentuk kompensasi yang tidak langsung yang merupakan tunjangan karyawan”.
Kompensasi langsung artinya pemberian imbalan dengan langsung kepada para karyawan dalam bentuk upah dan gaji.Upah biasanya dibayar berdasarkan hasil kerja perjam, perhari, atau persetengah hari.Sedangkan gaji diberikan secara bulanan.
a. Gaji Pokok
Kompensasi dasar yang diterima oleh karyawan, biasanya sebagai gaji atau upah, dsebut gaji pokok.
b. Gaji Variabel
Adalah kompensasi yang dkaitkan dengan kinerja individu, kelompok maupun kinerja organisasi.Jenis yang paling umum dari gaji jenis ini untuk karyawan adalah program pembayaran bonus dan insentif.
Menurut Mathis dan Jackson (2001 :173) : “Karyawan menerima pembayaran kompensasi tambahan dalam bentuk bonus, yaitu pembayaran secara satu kali yang tidak menjadi bagian dari gaji pokok karyawan.”
Sedangkan menurut Mangkunegara (2007 :89) adalah: Insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan organisasi.
2) Kompensasi Tidak Langsung
untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar komitmen organisasi meningkat.
Sikula pada Hasibuan (2005 :186) menyatakan bahwa kompensasi tidak langsung adalah balas jasa yang diterima pekerja dalam bentuk selain upah atau gaji langsung seperti tunjangan.
Menurut Mathis dan Jackson (2001 :120) :Tunjanganadalah imbalan tidak langsung seperti asuransi kesehatan, uang cuti, atau uang pensiun, diberikan kepada karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian dari keanggotaannya di organisasi.
Tujuan kompensasi tidak langsung menurut Hasibuan (2005 :187) antara lain sebagai berikut:
a. Untuk meningkatkan kesertiaan dan keterikatan karyawan kepada perusahaan,
b. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta keluarganya.
c. Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan, d. Menurunkan tingkat absensi dan turnover karyawan
e. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman. f. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. g. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan.
h. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
i. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Berdasarkan beberapa kutipan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kompensasi yang diberikana kepada karyawan pada umunya terdiri dari:
1) Kompensasi langsung berupa gaji pokok, bonus dan insentif.
2) Kompensasi tidak langsung berupa asuransi kesehatan, uang cuti, atau uang pensiun.
Jenis-jenis kompensasi menurut Mangkunegara (2007 : 85-86) ada 2 (dua) yaitu:
1)Upah dan Gaji
2) Benefit (keuntungan) dan pelayanan” Berikut ini penjelasannya: 1) Upah dan Gaji
Upah adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau uang yang biasanya dibayarkan kepada karyawan secara per jam, per hari, dan per setengah hari. Sedangkan gaji merupakan uang yang dibayarkan kepada karyawan atas pelayanannya yang diberikan secara bulanan.
Di bawah ini dikemukakan prinsip upah dan gaji, yaitu tingkat bayaran, struktur bayaran, menentukan bayaran secara individu, metode pembayaran dan kontrol pembayaran.
a). Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata-rata atau rendah tergantung pada kondisi perusahaan. Artinya, tingkat pembayaran tergantung pada kemampuan perusahaan membayar jasa karyawannya.
Struktur pembayaran berhubungan dengan rata-rata bayaran, tingkat pembayaran dan klasifikasi jabatan di perusahaan.
c). Penentuan Bayaran Individu
Penentuan bayaran individu perlu didasarkan pada rata-rata tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja karyawan. d). Metode Pembayaran
Ada dua metode pembayaran, yaitu metode pembayaran yang didasarkan pada waktu (per jam, per hari, per minggu, per bulan). Kedua metode pembayaran yang didasarkan pada pembagian hasil.
e). Kontrol Pembayaran
Kontrol pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan tak langsung dari biaya kerja.Pengendalian biaya merupakan faktor utama dalam administrasi upah dan gaji.Tugas mengontrol pembayaran adalah pertama, mengembangkan standar kompensasi dan meningkatkan fungsinya.Kedua, mengukur hasil yang bertentangan dengan standar yang tetap.Ketiga, meluruskan perubahan standar pembayaran upah. 2). Benefit (keuntungan) dan pelayanan
Benefit adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk karyawan
yang secara cepat dapat ditentukan. Sedangkan pelayanan adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk karyawan yang tidak dapat secara mudah ditentukan.
program benefit adalah biaya, kemampuan membayar, kebutuhan, kekuatan kerja, tanggung jawab sosial, reaksi kekuatan kerja dan relasi umum. Sedangkan program pelayanan adalah laporan tahunan untuk karyawan, adanya tim olah raga, kamar tamu karyawan, kafetaria karyawan, surat kabar perusahaan, bantuan hukum, fasilitas ruang baca dan perpustakaan, tempat parkir, tempat ibadah, ada program rekreasi atau darmawisata.
2.1.3.3 Kendala-Kendala dalam Penerapan Kompensasi
Sistem kompensasi haruslah didasarkan kepada serangkaian prinsip ilmiah dan metode yang serasional mungkin. Dapat tidaknya suatu sistem diterapkan tergantung pada berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan (2005 :127) yaitu:.
1) Penawaran dan permintaan tenaga kerja 2) Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan 3) Serikat buruh/Organisasi Karyawan 4) Produktivitas kerja karyawan
5) Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppresnya 6) Biaya hidup (cost of living)
7) Posisi Jabatan karyawan.
8) Pendidikan dan pengalaman karyawan 9) Kondisi perekonomian nasional 10) Jenis dan sifat pekerjaan.
Berikut ini penjelasannya:
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan (Permintaan) maka kompensasi relatif kecil.Sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan maka kompensasi relatif semakin besar.
2) Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.
3) Serikat Buruh/Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi semakin besar.Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4) Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerja buruk serta sedikit maka kompensasi kecil.
5) Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan Keppres menetapkan batas upah/balas jasa minimum.Penetapan pemerintah ini sangat penting supaya pengusaha jangan sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan, karena pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang.
Biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/upah sekain besar.Tetapi sebaliknya jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah, maka tingkat kompensasi/upah semakin kecil. Seperti tingkat upah di Jakarta lebih besar dari pada di Bandung, karena tingkat biaya hidup di Jakarta lebih besar daripada di Bandung.
7) Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menjabat jabtan yang lebih tinggi maka tingkat kompensasi/upah semakin besar. Sebaliknya pejabat yang menjabat jabatan yang lebih rendah akan memperoleh gaji/kompensasi yang kecil. Hal ini adalah wajar Karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggungbjawab yang besar harus mendapat gaji/kompensasi yang lebih besar pula.
8) Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja yang lebih lama maka gaji/balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta ketrampilannya lebih baik. Sebaliknya karywan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji/kompensasinya kecil. 9) Kondisi Perekonomian Nasional
Bila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka tingkat upah/kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju
(depresi) maka tingkat upah rendah, karena terdapat banyak pengangguran (disqueshed unemployment).
Kalau jenis dan sifat pekerjaan itu mengerjakannya sulit/sukar dan mempunyai resiko (finasial, keselamatannya) besar, maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar, karena meminta kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaan itu mengerjakannya mudah dan resikonya (finansial, kecelakaannya ) kecil, maka tingkat upah/balas jasanya relatif rendah.
2.1.4 Intention to Leave
2.1.4.1 Definisi Intention to Leave
Intention to leave adalah minat untuk mengundurkan diri perrmanen
secara sukarela ataupun tidak dari suatu organisasi (Robbins, 2001). Tingkat intention to leave yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan biaya rekrutmen,
seleksi, dan pelatihan. Tingkat intention to leaveyang tinggi juga mengganggu jalannya efisiensi organisasi ketika seseorang yang berwawasan dan berpengalaman mengundurkan diri dan pengganti harus segera ditemukan untuk posisi tersebut. Yang sering terjadi adalah intention to leaveterjadi pada seseorang yang dibutuhkan oleh organisasi. Jadi ketika intention to leave terjadi secara berlebihan, atau melibatkan personil yang berkualitas, hal ini dapat menjadi faktor yang menggangu dan menghambat efektifitas organisasi.
2.1.4.2 Indikasi Terjadinya Intention to leave
Menurut Harnoto (2002:2): “Intention to leave ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan Intention to leave karyawan dalam sebuah perusahaan.
1) Absensi yang meningkat. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan
pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2) Mulai malas bekerja. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah
kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Berbagai pelanggaran
terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang berkeinginan untuk meninggalkan perusahaan. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4) Peningkatan protes terhadap atasan. Karyawan yang berkinginan untuk
kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku
untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan meninggalkan perusahaan.
2.1.4.3 Faktor –Faktor yang mempengaruhi Intention to Leave
Mor barak, Nissli, dan Levin (2001) menambahkan tiga kategori yang menjadi
turnover antecedent yaitu, faktor demografis (personal dan work-related),
profession perception (komitmen organisasi dan kepuasan kerja), dan
organizational condition(keadilan dalam memberikan kompensasi dan budaya organisasi).
1. Faktor Demografis
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, dan level jabatan menjadi prediktor Intention to leave. Individu yang muda dan memiliki pendidikan yang
intention to leave yang lebih besar. Sedangkan individu yang memiliki masa kerja lebih lama dan jabatan yang lebih tinggi cenderung untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. Mor barak, Nissli, dan Levin (2001) menambahkan bahwa faktor demografis merupakan prediktor intention to leave.
2. Professional Perception
Individu yang memiliki konflik nilai dengan organisasi tempatnya bekerja akan cenderung untuk meninggalkan pekerjaanya. Sedangkan individu yang memiliki kecocokan dengan nilai organisasi tempatnya bekerja cenderung untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. Komitmen organisasi merupakan salah satu prediktor intention to leave. Mowday, Steers, dan Porter (1979 dalam Mor barak, Nissli, & Levin, 2001) menjelaskan bahwa individu yang memiliki komitmen terhadap oraganisasi, nilai organisasi, dan belief yang sama dengan organisasi cenderung untuk tetap berada pada organisasi tersebut. Semakin tinggi komitmen organisasi semakin rendah intention to leave pada karyawan. Job satisfaction juga merupakan prediktor yang konsisten terhadap intention to leave dimana semakin tinggi job satisfaction seorang karyawan, semakin rendah intention to leave yang dimiliki, dan sebaliknya. Miller (2007) dan Cabigao (2009)
juga menemukan hasil serupa bahwa terdapat hubungan negatif antara job satisfaction dan intention to leave.
Sebagian besar karyawan pada berbagai sektor organisasi cenderung mengasosiasikan kondisi organisasi dengan job stress. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki tingkat jobstress yang tinggi akan cenderung untuk meninggalkan pekerjaanya. Jobstress sangat berkorelasi dengan turnover, role overload, dan ketidakjelasan deskripsi kerja. Dukungan kerja dari karyawan lain dan atasan dapat mereduksi tingkat jobstress pada karyawan. Leontaridi dan Ward (2002) menambahkan bahwa job stress merupakan determinan dari intention to leave pada pekerjaan. Hal ini lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada laki-laki Avey, Luthans, dan Jensen (2009) memiliki hasil penelitian yang serupa, Yaitu job stress memiliki hubungan positif yang signifikan dengan intention to leave. Semakin tinggi job stress pada individu, semakin tinggi pula intention to leave pada individu.
American Psychological Association (2007, dalam Avey, Luthans, dan Jensen 2009) mengidentifikasi bahwa pekerjaan yang menjadi sumber utama stres adalah beban kerja yang berat, harapan kerja yang tidak menentu, dan panjangnya jam kerja.
Mobley (1986) dalam Rodly (2012) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor determinan keinginan berpindah diantaranya adalah :
1) Kepuasan Kerja
ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atas supervise yang diterima, kepuasan dengan rekan kerja dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja.
2) Komitmen organisasi
Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan menginggalkan tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian maka jelas model proses intention to leave karyawan harus menggunakan variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai
satu-satunya variabel penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to leave memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut
menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada respon emosional (affective) individu kepada keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan mengarah
pada respon emosional atas aspek khusus dari pekerjaan.
Menurut Griffet (1995) dalam Rodly (2012) bahwa Hampir semua model intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan komitmen
organisasi yang rendah, yaitu :
1) Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap intention to
leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan
proses kognisi menarik diri (pre withdrawal cognition), intensi untuk pergi dan tindakan nyata berupa keputusan untuk keluar dari tempat kerja.
2) Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap
2.2 Penelitian Terdahulu
Dewi Andriani dan Engkos (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja terhadap Intention to Leave pada PT Azda Jaya Perkasa Bogor. Hasil penelitian ini adalah motivasi kerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap Intention to Leave. Oleh karena itu hal utama yang mendorong karyawan untuk keluar dari perusahaan adalah kurangnya motivasi kerja. Karyawan yang kurang puas kemungkinan besar akan keluar dari organisasi. Faktor kedua yang mendorong karyawan keluar adalah Kompensasi.
Sondang dan Laksmi (2012) melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Kompensasi dan Pengembangan Karir terhadap Intention to Leave pada PT APL Indonesia”. Dari hasil analisis data, diperoleh Kompensasi dan Pengembangan Karir secara bersama-sama berkontribusi secara positif dan signifikan terhadap Intention to Leave Karyawan. Kompensasi secara parsial berpengaruh terhadap Intention to Leave karyawan dan Pengembangan Karir secara parsial berpengaruh terhadap Intention to Leave Karyawan.
diberikan perusahaan kepada karyawan, maka akan semakin rendah intensi turnover karyawan PT. Eramart Samarinda.
Theodosia (2010) melakukan penelitian dengan judul: “Prospek Pengembangan Karir Terhadap Intention to Leave Karyawan pada Industri Perhotelan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi Intention to Leave karyawan beberapa hotel di Indonesia adalah prospek pengembangan karir.
Agus (2001) dalam jurnalnya yang berjudul: “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Intention to Leave pada Staf Kantor Akuntan Publik”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Intention to Leave adalah komitmen organisasi, pengembangan karir dan konflik peran”.
Dyah Ayu (2011) dalam jurnalnya yang berjudul: “Memprediksikan Intention to Leave Pada Karyawan Perusahaan Garmen : Pengaruh Praktek
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kepercayaan terhadap Organisasi”, menyimpulkan bahwa level kepercayaan organisasi yang lebih tinggi akan dialami hanya jika karyawan merasakan kemajuan karir dalam organisasi, dan hal tersebut akan membuat mereka berkurang keinginannya untuk meninggalkan organisasi. 2.3 Kerangka Konseptual
karir sedangkan tingkat keinginan berpindah akan meningkat jika kesempatan pengembangan karir di suatu perusahaan rendah.
Untuk mendorong karyawan bersikap loyal kepada perusahaan,harus ada timbal balik yang sesuai dari perusahaan, karyawan memberikan prestasi kerja yang baik untuk kemajuan perusahaan, sedang kanperusahaan memberikan kompensasi yang sesuai dengan kontribusi karyawannya. Hal ini senada dengan pendapat Sutrisno (2009, 98) yang mengemukakan bahwa pemberianKompensasi sangat penting bagi karyawan karena besar kecilnya kompensasi berpengaruh pada niat karyawan untuk keluar dari suatu perusahaan.Semakin besar kompensasi yang diterima, niat untuk berpindah pekerjaan ketempat lain akan berkurang karena karyawan merasa dihargai dengan kebutuhannya yang dapat terpenuhi, sebaliknya semakin rendah kompensasi yang diterima keinginan untuk berpindah akan semakin tinggi sehingga kompensasi akan sangat berguna jika diberikan sesuai denganpengorbanan yang karyawan berikan kepada perusahaan.
Menurut Zeffane (1994), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Intention to leave, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja; dan faktor institusi (internal), yakni kondisi ruang kerja, upah, kompetensi atau keterampilan kerja, dan supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. Menurut Mowday dalam (Triaryati, 2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Intention to leave, antara lain job attitude, personality, boidemographic, economic factors,
Definisi di atas dapat diketahui bahwa sistem pengembangan karir, kompensasi dan kompentensi akan mempengaruhi Intention to leave karyawan. Berdasarkan teori pendukung di atas maka, kerangka konseptual pada penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang sudah diuraikan peneliti sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: sistem pengembangan karir, kompetensi dan kompensasi mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap Intention to Leave karyawan Pada PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan.
Sistem Pengembangan Karir (X1)
Kompetensi (X2)
Kompensasi (X3)