1
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar BelakangKeberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh
kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak
ketahanan pangan. Selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,
juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor nonmigas.
Pembangunan sektor ini mempunyai dampak spektrum yang luas terhadap
pengentasan kemiskinan, perbaikan kualitas sumber daya manusia, pemerataan
pembangunan dan keadilan sosial (DKP Nasional, 2010: 1)
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan yang
memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta
turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Pangan merupakan
kebutuhan manusia paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat
harus terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha
mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara ( Suryana, 2003: 32 ).
Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi
oleh sekitar 90% penduduk Indonesia khususnya di Sumatera Utara, dan yang
menyumbang lebih dari 50% kebutuhan kalori serta 50% kebutuhan protein.
Selain itu, kebutuhan beras semakin meningkat karena jumlah penduduk
pemerintah berusaha mencari terobosan baru guna meningkatkan produksi pangan
yang bersifat massal dan integral (BKP Samosir, 2010:1).
Kelangkaan penyediaan beras akan menyebabkan tingginya harga beras yang
secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi krisis ekonomi.
Penyediaan beras dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu memproduksi sendiri di
dalam negeri dengan memanfaatkan sumber daya dan teknologi yang ada dan
dengan mengimpor dari negara lain ( DKP Nasional, 2010: 34 ).
Indonesia merupakan negara produsen beras ketiga terbesar didunia setelah Cina
dan India. Produksi beras Indonesia masih harus ditingkatkan untuk mencukupi
permintaan sekitar 275 juta orang penduduk pada tahun 2025. Kebutuhan beras
Indonesia dipenuhi oleh budidaya padi pada lahan seluas 10,6 juta hektar, atau
sekitar 7,2% dari luas pertanaman padi didunia ( DKP Nasional, 2010: 59).
Swasembada beras pernah dicapai Indonesia pada tahun 1984, lebih awal dua
tahun dari rencana pemerintah semula dengan program intensifikasi. Dengan
pangsa produksi sebesar 38,138 juta ton GKG (Gabah Kering Giling) setara
dengan 23,44 juta ton beras dengan tingkat produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha dan
menjadikan Indonesia sebagai negara swasembada beras. Dengan jumlah
penduduk sebesar 158.531 juta jiwa, berarti ketersediaan beras berada pada
tingkat 147,86 kg/kapita, sedangkan konsumsi berada pada tingkat 126,77
kg/kapita (Noor, 1996: 6).
Tercapainya swasembada beras adalah berkat pengaruh revolusi hijau yang
bertahap dan konsisten program BIMAS mengalami perbaikan sehingga menjadi
INMAS (Intensifikasi Massal), INSUS (Intensifikasi Khusus), dan terakhir
disebut dengan suprainsus. Dalam program BIMAS petani dibimbing untuk
menerapkan panca usaha, yaitu penerapan lima teknologi pertanian secara lengkap
meliputi pengairan, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama
dan penyakit serta perbaikan bercocok tanam (Noor, 1996:8).
Produksi beras kemudian mulai menghadapi gejala pelandaian (levelling off) pada
tahun 1986, ketika areal insus mencapai di atas 50% dari areal panen. Hal ini
merupakan ancaman bagi kelestarian swasembada pangan yang dicapai pada
tahun 1984. Bencana alam yang silih berganti, semakin banyaknya areal pertanian
yang beralih fungsi, serangan hama serta penambahan penduduk yang relatif
masih tinggi merupakan tantangan yang dihadapi dalam upaya melestarikan
swasembada beras (Suryana, 2003: 15).
Kebijakan pemerintah dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan perlu
didukung dengan upaya intensifikasi padi. Kiat untuk mempertahankan
swasembada beras tersebut ditempuh dengan strategi pembangunan yang terpadu,
terfokus, berskala ekonomi, serta berwawasan lingkungan. Pelestarian
swasembada beras dituangkan dalam kinerja terhadap sistem maupun terobosan
teknologi budi daya padi (Pitojo, 1997: 4).
Pada tahun 2008 swasembada beras kembali diraih. Hal ini merupakan wujud dari
keberhasilan meningkatkan produktivitas padi hingga lebih dua kali lipat, dari
Keberhasilan peningkatan produktivitas padi erat kaitannya dengan penerapan
teknologi produksi seperti varietas padi baru, manajemen usahatani seperti
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), pemberian insentif
berproduksi seperti subsidi input (benih, pupuk, modal kerja), jaminan harga
gabah/beras dan perlindungan perdagangan internasional
(DKP Nasional, 2010: 23).
Kabupaten Samosir merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Sumatera
Utara. Luas wilayahnya mencapai 2.069,05 kilometer persegi, terdiri dari luas
daratan 1.444,25 kilometer persegi dengan topografi dan kontur tanah yang
beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal, dan luas danau 624,80
kilometer persegi (BPS Samosir, 2010: 61).
Kabupaten Samosir didiami oleh penduduk sebanyak 132.023 jiwa, yaitu terdiri
dari 65.023 jiwa penduduk laki-laki dan 67.000 jiwa penduduk perempuan dengan
angka kepadatan penduduk sebesar 91,41 jiwa/kilometer persegi dan rasio jenis
kelamin sebesar 97,05, tinggal dalam rumah tangga sebanyak 31.768 rumah
tangga dengan rata-rata penduduk tiap rumah tangga sebesar 4,16 jiwa/rumah
tangga. Penduduk tersebut tersebar di sembilan (9) kecamatan dan 117
desa/kelurahan (BPS Samosir, 2010: 61).
Dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui jalur
pendidikan, yang lebih difokuskan pada pemberian kesempatan seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk mengecap pendidikan terutama pada kelompok usia
pembangunan sektor pendidikan melalui berbagai program, misalnya penyediaan
dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah, peningkatan jumlah/mutu guru yang
dibutuhkan pada semua jenjang sekolah yang ada (BPS Samosir, 2010:61).
Pada umumnya sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk di Kabupaten
Samosir adalah sektor pertanian. Dimana pertanian yang banyak diusahakan
terutama adalah tanaman padi, jagung, ketela ubi, kacang tanah kemudian
hortikultura, juga tanaman perkebunan seperti kopi, vanili dan kemiri serta
kawasan hutan produksi maupun hutan lindung. (BPS Samosir, 2010:193).
Tabel 1. Luas Lahan Pertanian Tahun 2010 di Kabupaten Samosir. No. Jenis Lahan Pertanian Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
Tabel diatas menunjukkan bahwa luas lahan sawah tadah hujan adalah: 3.309 Ha
atau 2,08 % dan luas sawah irigasi adalah 2.829 Ha atau 1,78 %, serta luas ladang
yaitu: 2.315 Ha atau 1,46 % dari keseluruhan luas lahan pertanian yang ada di
Kabupaten Samosir.
No. Kecamatan Kilang Padi
Sumber: Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Kab. Samosir 2011.
Meskipun Kabupaten Samosir lebih dikenal sebagai salah satu Kabupaten
pariwisata tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas penduduknya bermata
pencaharian disektor pertanian sekitar 80,18% (BPS Samosir 2010). Dimana
lahan pertanian khususnya komoditi padi sangat terbatas, dikarenakan beberapa
daerah yang kurang mendukung untuk dijadikan sebagai lahan sawah/ladang padi.
Sementara itu, penduduk setempat yang terbiasa makan nasi (faktor
adat-istiadat/turun-temurun) sehingga mereka kurang berminat pada barang substitusi
dari nasi, penduduk yang umumnya bekerja kasar membuat mereka
mengkonsumsi lebih banyak nasi untuk memperoleh tenaga yang dibutuhkan.
Oleh karena itu penting dilakukan penelitian didaerah ini untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan suatu daerah dalam memenuhi serta mengupayakan
dengan faktor alam yang kurang mendukung (luas lahan yang sangat terbatas)
serta tingkat konsumsi beras yang tinggi. Agar dapat dijadikan acuan untuk
daerah-daerah berkembang lainnya untuk dapat berswasembada beras.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu diidentifikasi tentang bagaimana
pencapaian swasembada pangan beras dan upaya-upaya yang dilakukan didaerah
penelitian.
1.2Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, di identifikasi beberapa masalah yang
akan diteliti sebagai berikut :
1) Bagaimana perkembangan luas tanam padi di Kabupaten Samosir untuk
tahun 2006-2010 ?
2) Bagaimana perkembangan luas panen padi Kabupaten Samosir untuk
tahun 2006-2010 ?
3) Bagaimana perkembangan teknologi budidaya tanaman padi di Kabupaten
Samosir untuk tahun 2006-2010 ?
4) Bagaimana perkembangan produktivitas tanaman padi di
Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 ?
5) Bagaimana perkembangan harga beras di Kabupaten Samosir untuk tahun
2006-2010 ?
6) Bagaimana perkembangan konsumsi beras per kapita di
Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010 ?
7) Apakah Kabupaten Samosir dapat mencapai swasembada pangan beras
8) Masalah-masalah apa saja yang dihadapi dalam pencapaian swasembada
pangan beras di Kabupaten Samosir tahun 2011?
9) Bagaimana upaya-upaya dalam pencapaian swasembada pangan beras di
Kabupaten Samosir ?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1) Mengetahui perkembangan luas tanam padi di Kabupaten Samosir untuk
tahun 2006-2010.
2) Mengetahui perkembangan luas panen padi di Kabupaten Samosir untuk
tahun 2006-2010.
3) Mengetahui perkembangan teknologi budidaya tanaman padi di
Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010.
4) Mengetahui perkembangan produktivitas tanaman padi di
Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010.
5) Mengetahui perkembangan harga beras di Kabupaten Samosir untuk tahun
2006-2010.
6) Mengetahui perkembangan konsumsi beras per kapita di
Kabupaten Samosir untuk tahun 2006-2010.
7) Mengetahui apakah Kabupaten Samosir dapat mencapai swasembada
pangan beras pada tahun 2011.
8) Mengetahui masalah-masalah apa saja yang dihadapi dalam mencapai
9) Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan agar Kabupaten Samosir dapat
mencapai swasembada pangan beras.
1.4Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber informasi bagi petani, pelaku pasar dan pihak-pihak yang
terkait dalam pencapaian swasembada pangan beras di
Kabupaten Samosir.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan organisasi profesi khususnya
pemerintah (Deptan, Bulog, dan lain-lain) untuk menentukan kebijakan
yang menyangkut pencapaian swasembada pangan beras di
Kabupaten Samosir.