• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman Nyeri. 1. Konsep Fraktur 1.1. Defenisi Fraktur. - Asuhan Keperawatan pada Ny. H dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Ras

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman Nyeri. 1. Konsep Fraktur 1.1. Defenisi Fraktur. - Asuhan Keperawatan pada Ny. H dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Gangguan Ras"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah

Kebutuhan Dasar Gangguan Rasa Nyaman Nyeri.

1. Konsep Fraktur

1.1. Defenisi Fraktur.

Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi.

1.2. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur.

1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.

(2)

2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma.

1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

(3)

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

1.3. Penyebab fraktur.

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

2) Kekerasan tidak langsung

(4)

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

(Oswari E, 1993)

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

2. Konsep Dasar Nyeri

2.1 Defenisi Nyeri

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996). Secara umum, nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992).

2.2. Pengalaman Nyeri

Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni : 1. Arti nyeri bagi individu.

(5)

komplikasi (mis. Infeksi), memerlukan penyembuhan, menyebabkan ketidakmampuan, merupakan hukuman akibat dosa, merupakan sesuatu yang harus ditoleransi. Faktor yang mempengaruhi makna nyeri bagi individu antara lain usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.

2. Persepsi Nyeri.

Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna menghindar rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu berat atau berlangsung lama dapay berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini akan menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa. Bila nyeri cenderung tidak tertahankan, penderita bisa sampai melakukan bunuh diri. (Setyanegara, 1978).

3. Toleransi Terhadap Nyeri.

Toleransi terhadap nyeri terkait intensitas nyeri yang membuat seseorang

sanggup menahan nyeri sebelum mencapai pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan. Meskipun setiap orang memiliki pola penahanan nyeri yang relatif stabil, namun tingkat toleransi berbeda tergantung pada situasi yang ada. Toleransi terhadap nyeri tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kelelahan, atau sedikit perubahan sikap.

4. Reaksi Terhadap Nyeri.

(6)

2.3 Klasifikasi Nyeri.

Secara umum, bentuk nyeri terbagi 2: 1. Nyeri akut.

Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Awitan gejala mendadak, dan biasanya penyebab dan lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.

2. Nyeri Kronis.

Nyeri ini berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bisa diketahui atau tidak. Nyeri cendrung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.

3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

(7)

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. (3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

(8)

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan

untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

(9)

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

(5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

(10)

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik

(11)

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

a) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: (a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin (a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,

oedema, nyeri tekan.

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(e) Mata

(12)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. (h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris. (j) Paru :

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. (4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k) Jantung

(1) Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung. (2) Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. (l) Abdomen

(1) Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. (3) Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit. (m) Inguinal-Genetalia-Anus

(13)

2. Analisa Data.

Data yang telah dikumpulkan dari hasil pengkajian kemudian dikelompokkan dan dianalisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif yaitu data yang di dapat dari pasien langsung, dan data objektif yaitu data yang didapat dari observasi perawat langsung kepada pasien, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

3. Rumusan Masalah.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

(14)

4. Perencanaan.

Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang di laksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhi kebutuhan klien (Zaidin, 2001).

Intervensi keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur menurut Doenges et al (1999) meliputi :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas. a. Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang

b. Kriteria hasil : - Pasien tampak tenang

- Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang c. Intervensi

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

Mandiri

Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, atau traksi.

Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

Hindari penggunaan sprei/bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips.

Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu

Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera.

Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.

Dapat meningkatkan ketidak nyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang

kering.

(15)

5.

Evaluasi keluhan nyeri/ketidak nyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)

Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.

Jelaskan prosedur sebelum memulai.

Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.

Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, perubahan posisi.

Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafas dalam,

tekanan selimut pada bagian yang sakit.

Mempengaruhi pilihan/pengawasan keaktifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.

Membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien dapat merassakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.

Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.

Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan

resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.

Meningkatkan sirkulasi umum; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

(16)

11

12

13

14

imajinasi visualisasi.

Identifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.

Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba dalam, lokasi progresif/buruk tidak hilang dngan analgesik.

Kolaborasi

Lakukan kompres dingin es sesuai kebutuhan

Berikan obat sesuai indikasi.

dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.

Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan kemampuan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.

Dapat menandakan terjadinya komplikasi

Menurunkan edema/pembentukan hematoma, emnurunkan sensasi nyeri.

Diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot .

2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.

a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

b. Kriteria hasil :

- perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

(17)

- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

c. Intervensi

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

Rencanakan periode istirahat yang cukup.

Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.

a. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. b. Kriteria Hasil :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. c. Intervensi

No Intervensi Rasional

1

2

Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

Kaji lokasi, ukuran, warna, bau,

mengetahui sejauh mana

perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

(18)

3

4

5

6

7

serta jumlah dan tipe cairan luka.

Pantau peningkatan suhu tubuh.

Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.

Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

luka akan mempermudah intervensi.

suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.

tehnik aseptik membantu

mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.

balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. a. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

b. Kriteria hasil :

- penampilan yang seimbang..

- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik:

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran

(19)

c. Intervensi

No Intervensi Rasional

1

Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera dan

perhatikan pesepsi pasien terhadap imobilisasi.

Dorong partisipasi pada aktifitas teraupetik/rekreasi. Pertahankan rangsang lingkunan, contoh radio, TV, koran, kunjungan

keluarga/teman dll.

Isntruksikan paien untuk/ bantu pasien dalam rentang gerak

pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit atau tidak sakit.

Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi, mencukur)

Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.

Awasi TD dengan melakukn aktifitas. Perhatikan keluhan pusing.

Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.

Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual,

memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan

Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untu meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium karena jarang digunakan.

Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, menigkatkan kontrol pasien dalam situasi, dan meningkatkan kesehatan diri langsung.

Mobilisasi dini menurunkan resiko tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai pada posisi tegak.

(20)

8

 

Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin.

Tirah baring, penggunaan analgesik, dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menyebabkan konstipasi. Tindakan keperawatan yang memudahkan eliminasi dapat

mencegah/membatasi komplikasi. 

 

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.

a. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. b. Kriteria hasil :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. - luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

c. Intervensi

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

5

Pantau tanda-tanda vital.

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

(21)

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

a. Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.

b. Kriteria Hasil :

- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.

- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

c. Intervensi

No Intervensi Rasional

1

2

3

4

Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

mengetahui seberapa jauh

pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya

dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

(22)

B. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. PENGKAJIAN

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 73 tahun

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Katolik

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Jln. Mejid suhada psr VI

Tanggal Masuk RS : 13-06-2013 No. Register : 00.56.28.24 Ruangan/kamar : RB 2 B / III 5 Golongan Darah : O

Tanggal pengkajian : 17/06 - 2013 Tanggal operasi : -

Diagnose Medis : close (R) humerus fx

II. KELUHAN UTAMA :

(23)

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya :

Klien mengatakan 5 hari yang lalu ia mengalami kecelakaan / terserempet sepeda motor, dan dirinya terlempar ke kanan dengan posisi jatuh miring kanan.

2. Hal-hal yang perbaiki keadaan : -

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan :

Pasien merasa nyeri pada daerah lengan kanan atas dengan skala 8 ketika baru masuk rumah sakit, dan sekarang nyeri yang dirasakan klien berskala 5 dan tangan sulit di gerakkan.

2. Bagaimana dilihat :

Pasien tampak meringis kesakitan.

C. Region

1. Dimana lokasinya :

Lokasi nyeri berada di lengan kanan atas. 2. Apakah menyebar :

Nyeri yang dirasakan tidak menyebar.

D. Severity

Pesien merasa sangat terganggu dalam melakukan aktifitas karena nyeri.

E. Time

Nyeri yang dirasakan bisa datang sewaktu-waktu, terutama jika tangan yang patah di sentuh, bergerak, terangkat, dll.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang berarti, hanya demam.

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

(24)

C. Pernah dirawat/dioperasi

Pasien tidak pernah di rawat, atau dioperasi sebelumnya.

D. Lama dirawat

-

E. Alergi

pasien tidak ada alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.

F. Imunisasi

-

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang Tua

Orang tua pasien sudah lama meninggal dunia.

B. Saudara Kandung

Saudara kandung pasien tidak ada yang pernah sakit serius.

C. Penyakit keturunan yang ada

Tidak ada penyakit keturunan pada pasien.

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

E. Anggota keluarga yang meninggal

Saat ini belum ada anggota keluarga yang meninggal.

F. Penyebab meninggal

-

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

A. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Pasien mengatakan penyakitnya sangat mengganggu karena dia tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa.

B. Konsep Diri :

a. Gambaran diri : Pasien merasa terganggu karena susah bergerak

b. Ideal diri : pasien ingin cepat sembuh dan bisa beraktifitas kembali c. Harga diri : pasien marasa sedih karena tidak bisa melakukan apa-

(25)

d. Peran diri : Pasien bertugas sebagai ibu rumah tangga e. Identitas : Pasien adalah seorang istri dan ibu dari 6 anak

C. Keadaan emosi :

Perasaan emosi pasien saat ini cukup stabil

D. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti : orang yang berarti bagi pasien adalah suami dan anak-anaknya.

b. Hubungan dengan keluarga : hubungan pasien dengan kaluarga baik-baik saja.

c. Hubungan dengan orang lain : hubungan pasien dengan orang lain baik-baik saja.

d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.

E. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan penyakitnya akan disembuhkan Tuhan & pasien menganut agama katolik.

b. Kegiatan ibadah : pasien sering beribadah setiap minggu dan selalu mengikuti perayaan agama di gereja.

VII. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Keadaan umum pasien saat ini, pasien terlihat lemah dan kesakitan. Pasien tidak berani menggerakkan tangannya.

B. Tanda-tanda Vital

a. Suhu Tubuh : 37,8 o c

b. Tekanan Darah : 130 / 80 mm Hg c. Nadi : 92 x/i d. Penapasan : 28 x/i e. Skala nyeri : 5

f. TB : 157 cm

(26)

C. Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala dan Rambut

a. Bentuk : bulat dan simetris.

b. Ubun-ubun : tertutup dan tidak ada kelainan c. Kulit kepala : bersih

2. Rambut

a. Penyebaran dan keadaan rambut : tipis, beruban dan menyebar merata. b. Bau : tidak berbau

c. Warna kulit : coklat

3. Wajah

a. Warna kulit : coklat b. Struktur wajah : lonjong

4. Mata

a. Kelengkapan & kesimetrisan : kedua mata lengkap dan keduanya simetris.

b. Palpebra : Normal dan tidak ada pembengkakkan c. Konjungtivadan sclera : Konjungtiva tidak anemis, sklera (-) ikterus

d. Pupil : Isokor, kanan dan kiri e. Cornea dan iris : Reflex terhadap cahaya (+) f. Visus : Tidak dilakukan visus mata

g. Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan bola mata

5. Hidung

a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : Tulang hidung dan posisi septumnasi normal dan simetris.

b. Lubang hidung : Lubang hidung bersih, simetris dan normal

(27)

6. Telinga

a. Bentuk telinga : Kedua bentuknya normal dan simetris b. Ukuran telinga : Normal

c. Lubang telinga : Normal dan bersih

d. Ketajaman pendengaran : Normal & pasien dapat mendengar dengan baik

7. Mulut dan faring

a. Keadaan bibir : Mukosa bibir lembab dan simetris

b. Keadaan gusi dan gigi : Gusi berwarna pink dan tidak ada pembengkakkan

c. Keadaan lidah : sangat dijulurkan, medial dan berwarna pink. d. Orofaring : normal

8. Leher

a. Posisi trachea : Medial

b. Thyroid : Normal, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid c. Suara : Normal, jelas dan tidak serak

d. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe e. Vena jugularis : Normal

f. Denyut nadi karotis : Teraba kuat dan regular

9. Pemeriksaan integument

a. Kebersihan : Kulit pasien bersih b. Kehangatan : Kulit terasa hangat

c. Warna : coklat

(28)

10. Pemeriksaan payudara dan ketiak

a. Ukuran dan bentuk : Normal dan simetris

b. Warna payudara dan aerola : tidak dilakukan pemeriksaan. c. Kondisi payudara dan putting : Tidak ada pembengkakkan d. Produksi ASI : pasien tidak menyusui. e. Aksilla dan clavicula : Normal, tidak ada pembesaran kelenjar pada aksila & clavicula

11. Pemeriksaan thoraks/dada

a. Inspeksi thoraks : Bentuk thoraks normal

b. Pernapasan (frekuensi,irama) : Frekuensi pernafasan 28x/I, irama teratur

12. Tanda kesulitan bernapas : Tidak ada tanda kesulitan bernafas

13. Pemeriksaan paru

a. Palpasi getaran suara : Normal dan getaran suara teraba

b. Perkusi : Paru-paru kanan resonan dan paru-paru kiri redup

c. Auskultasi : Suara nafas normal, suara ucapan jelas, tidak ada suara tambahan.

14. Pemeriksaan jantung

a. Inspeksi : Tidak ada pembengkakkan b. Palpasi : tidak dilakukan.

c. Perkusi : Dullness

d. Auskultasi : Normal, tidak ada bunyi tambahan, tidak ada murmur.

15. Pemeriksaan abdomen

(29)

c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan,benjolan (-), ascites (-), tidak ada tanda pembengkakkan

d. Perkusi : Dullness

16. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

a. Genitalia : Menurut pengakuan pasien, rambut pubis (+) & lubang uretra normal

b. Anus dan perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan.

17. Pemeriksaan muskuloskletal/ekstremitas

a. Pain : pasien merasakan nyeri di bagian lengan atas yang patah dengan skala nyeri 5.

b. Pallor : tidak ditemukan kepucatan pada kulit di area lengan yang patah, ujung jari tidak cyanosis.

c. Parathesia : pasien mengatakan merasa kesemutan pada lengan yang dibidai.

d. Paralysis : bagian ekstremitas kanan atas tidak dapat digerakkan karna mengalami fraktur. Ekstremitas lain berfungsi dengan baik.

e. Pulseless : nadi 92x /i. Tidak ada kelainan. f. Poikilothermia : suhu tubuh pasien normal, 37,8°C.

18. Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis)

GCS = 15

E= 4 M= 6 V= 5

Nervus cranial:

N. I (olfaktorius) : pasien memiliki penciuman yang baik.

N. II (optikus) : pasien memiliki penglihatan yang baik

(30)

N. IV (trochlearis) : pasien dapat menggerakkan mata ke bawah dan ke atas.

N. V (trigeminus) : pasien dapat membuka dan menutup mulut, dapat mengunyah.

N. VI (abducent) : pasien dapat menggerakkan mata ke lateral. N. VII (facialis) : pasien dapat menggerakkan mulutnya.

N. VIII (vestibulocochlearis) : pasien memiliki pendengaran yang normal.

N. IX (glosofaringeus) : pasien dapat merasa dengan baik. N. X (vagus) : refleks menelan pasien baik.

N. XI (accesorius) : pasien dapat mengangkat bahu dengan baik kecuali bahu kanan.

N. XII (hipoglosus) : pasien dapat menjulurkan lidah.

19. Fungsi motorik

Kekuatan otot ekstremitas kanan atas pasien berskala 1. Sementara

ekstremitas lain berskala 5.

20. Fungsi sensorik

Pasien dapat mengidentifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin dan getaran

21. Refleks

Seluruh reflex kacuali lengan kanan dapat berkontraksi dengan baik.

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI

I. Pola makan dan minum

a. Frekuensi makan/hari : 3 kali perhari

(31)

d. Alergi : Tidak ada alergi terhadap makanan tertentu

e. Mual dan muntah : Pasien tidak merasa mual dan muntah f. Tampak makan memisahkan diri :

-g. Waktu pemberian makan : Pagi 07.00, siang 12.00, malam 19.00 wib

h. Jumlah dan jenis makan : 1 porsi, jenis makanan seperti biasa

i. Waktu pemberian cairan/minum : sesuai kebutuhan pasien

j. Masalah makan dan minum : pasien tidak mengalami kesulitan dalam menelan dan mengunyah

II. Perawatan diri/personal hygiene

a. Kebersihan tubuh : Dibantu oleh anak pasien

b. Kebersihan gigi dan mulut : Oral hygiene di bantu oleh anak pasien c. Kebersihan kuku kaki dan tangan : kebersihan kuku kaki dan tangan di

bantu keluarga

III. Pola kegiatan/Aktivitas

a. Seluruh aktifitas pasien dilakukan dengan bantuan keluarga.

b. Aktifitas ibadah pasien berjalan dengan baik. Pasien selalu berdoa kepada Tuhan.

IV. Pola eliminasi

1. BAB

a. Pola BAB : Pasien BAB 1 x sehari b. Karakter feses : kuning kecoklatan c. Riwayat perdarahan :

-d. BAB terakhir : 1 hari yang lalu e. Diare : Tidak ada diare

(32)

2. BAK

a. Pola BAK : Pasien memakai kateter

b. Karakter urine : kekuningan

c. Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : Tidak ada kesulitan BAK d. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Tidak ada riwayat penyakit ginjal

e. Penggunaan diuretic :Tidak ada. f. Upaya mengatasi masalah : -

B. ANALISA DATA

No. DATA Masalah Keperawatan

1

2

3

DS:

- Pesien mengatakan tangannya sangat sakit.

DO:

- Pasien tampak kesakitan - Skala nyeri 5.

DS:

- Pasien mengatakan tidak dapat menggerakkan tangan kanannya.

DO:

- Pasien tampak lemah & takut menggerakkan tangannya. - Seluruh kebutuhan pasien

dibantu oleh keluarganya.

DS:

- Pasien bertanya apakah penyakitnya dapat di

Nyeri

gangguan mobilisasi

(33)

sembuhkan, apakah dirinya tidak akan cacad

DO:

- Pasien terlihat cemas dan banyak bertanya tentang penyakitnya

C. MASALAH KEPERAWATAN

1. Nyeri

2. Gangguan mobilisasi

3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d terputusnya jaringan tulang d/d pasien mengatakan tangan kanan atasnya sangat sakit dan wajah pasien yang tampak meringis menahan sakit. 2. Immobilisasi b/d fraktur yang dialami d/d pasien tidak dapat menggerakkan

tangannya yang patah dan pasien mengatakan tidak berani banyak bergerak. Karna jika bergerak, pasien akan mengalami sakit / nyeri di tangan kanan atasnya.

(34)

E. PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL

BERDASARKAN MASALAH PRIORITAS (NYERI)

Hari/

Tanggal

No. Dx Perencanaan Keperawatan

Senin/

17/6/13

1 Tujuan dan Kriteria Hasil :

Tujuan : nyeri dapat berkurang / hilang. Kriteria hasil :

- nyeri berkurang atau hilang. - klien tampak tenang.

-skala nyeri 1.

Rencana Tindakan Rasional

Mandiri

1. mempertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, atau traksi.

2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

3. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips.

4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu

Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera.

Meningkatkan aliran dalam gips yang kering.

Mempertahankan

(35)

jari.

5. Evaluasi keluhan nyeri/ketidak nyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)

6. Dorong pasien untuk

mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.

7. Jelaskan prosedur sebelum memulai.

tanpa

ketidaknyamanan

karena tekanan selimut pada bagian yang sakit.

Mempengaruhi pilihan/pengawasan keaktifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.

Membantu untuk menghilangkan

ansietas. Pasien dapat merassakan kebutuhan untuk menghilangkan

pengalaman kecelakaan.

Memungkinkan

pasien untuk siap secara mental untuk

(36)

8. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif.

9. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, perubahan posisi.

10. Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi.

11. Identifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.

Mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan

resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.

Meningkatkan

sirkulasi umum; menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Memfokuskan

kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan

kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin

menetap untuk periode lebih lama.

Mencegah kebosanan, menurunkan

tegangan, dan dapat meningkatkan

(37)

12. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba dalam, lokasi progresif/buruk tidak hilang dngan analgesik.

Kolaborasi

13. Lakukan kompres dingin es sesuai kebutuhan

14. Berikan obat sesuai indikasi.

harga diri dan kemampuan koping.

Dapat menandakan terjadinya

komplikasi

Menurunkan

edema/pembentukan hematoma,

emnurunkan sensasi nyeri.

(38)

F. PELAKSANAAN KEPERAWATAN (IMPLEMENTASI)

1. Mengkaji keadaan umum klien

2. Mengukur vital sign. 3. Mengkaji skala nyeri

yang dialami pasien.

1. Mengkaji keadaan umum pasien

2.mempertahankan

imobilisasi pasien pada bagian yang sakit dengan tirah baring.

3. menganjurkan keluarga untuk meninggikan selimut ketika pasien

tidur dan mepertahankan linen

terbuka pada ibu jari

S : klien mengeluh

(39)

Rabu / 19-6-2012

kaki.

4. dorong dan mengajarkan klien untuk menggu- Nakan teknik manajemen

stress/nyeri dengan latihan tarik nafas dalam.

1. Mengkaji keadaan umum pasien

2. Mengevaluasi respon

klien terhadap manajemen nyeri : tarik

nafas dalam.

3. Mengajarkan kepada klien manajemen nyeri dengan mengalihkan perhatian / imajinasi visualisasi.

4. Membantu mengubah posisi klien dengan menyangga bagian

yang sakit dengan bantal dengan dibantu keluarga pasien.

5. Meganjurkan keluarga untuk melakukan kompres dingin di bagian yang sakit untuk meredakan nyeri.

-Skala nyeri : 5 A : masalah teratasi

sebagian tarik nafas dalam karena pasien

(40)

Kamis / 20-6-2013

Jum’at / 21 -6-2013

1. Mengevaluasi keadaan umum pasien

2. Mengevaluasi respon klien terhadap metode manajemen nyeri pengalihan perhatian

3. Evaluasi respon klien terhadap metode kompres dingin.

4. Evaluasi keluhan nyeri. 5. Anjurkan keluarga

untuk memberikan alternatif kenyamanan; pijatan lembut.

1. Observasi keadaan umum pasien

2. Berikan pasien posisi yang nyaman.

3. Evaluasi terhadap seluruh tindakan keperawatan yang telah

diberikan.

S : klien mengatakan kompres dingin

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan.

S : pasien mengatakan nyerinya sudah

(41)

sebagian

Referensi

Dokumen terkait

Selama ini kebutuhan pangan nasional ditunjang oleh padi sawah, sedangkan padi gogo baru rnenyumbang sekitar 6% dari total produksi nasional karena produktivitas padi gogo

"Matheson, 1996). Surfaktan metil ester sulfonat dapat disintesis secam kimiawi menggunakan bahan baku meti! ester inti sawit. Pembuatan surfaktan metil ester sulfonat

Effect of month, regrowth age and time of day on sward height and on the vertical distribution of biomass, bulk density, DM and OM contents in a perennial ryegrass sward..

Utang atas surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo) -9. Selisih restrukturisasi entitas sepengendali

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik.. Irrevocable L/C yang

TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SatuanPendidikan

In the light of the decentralised planning process in Kerala, AMCHSS got into a pack with the Athiyannur Block Panchayat in 2004 to support the local body in their

Integrated groundwater quality map shows the groundwater quality w.r.to the pre and post monsoon season for drinking water purpose.. The status of pH, Total Hardness,